PEMICU 1 BLOK 8
DISUSUN OLEH :
ALIFIA SRG
190600052 (B)
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Karies gigi dan penyakit periodontal adalah penyakit mulut yang paling umum terjadi.
Periodontal disease merupakan penyakit inflamasi yang disebabkan oleh bakteri yang
menyerang jaringan gigi. Umumnya antibiotik diberikan bila terdapat gambaran klinis
infeksi seperti edema dan kemerahan didaerah mulut yang tidak segera sembuh.
Antibiotik merupakan terapi yang sering digunakan oleh dokter gigi untuk membunuh
bakteri spesifik dan non spesifik etiologi periodontal. Pemilihan antibiotik didasarkan
pada analisis mikrobiologi dari bagian yang terinfeksi dan tanda-tanda klinisnya.
Meskipun berbagai antibiotik mempunyai manfaat untuk mencegah dan mengobati
penyakit periodontal, tetapi juga dapat efek samping seperti hipersensitivitas atau
anafilaksis.
Penyusun : Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M. Kes., Sp.PMM; Sri Amelia,
dr., M.Kes; Dr. dr. Delyuzar, M.Ked(PA), Sp.PA(K)
Skenario
Seorang anak berusia 11 tahun diantar orangtuanya datang ke praktek dokter gigi dengan
keluhan gigi berlubang. Gigi berlubang disertai nyeri dan gusi yang membengkak. Pada
pemeriksaan intraoral, dijumpai gusi di sekitar molar 1 kanan hiperemi dan nyeri tekan.
Pada gigi molar 1 kanan tampak lubang dengan diameter 0,2 cm. Pada pemeriksaan
radiografi terlihat gambaran radiolusen pada daerah periapikal. Setelah dilakukan
pemeriksaan, dokter memberikan obat analgetik dan antibiotik selama 5 hari. Keesokan
harinya pasien datang lagi dengan keluhan bibirnya bengkak dan gatal-gatal pada kulit.
Hal ini dialami pasien setelah 2 kali minum obat.
BAB II
PEMBAHASAN
Gigi berlubang atau karies gigi adalah suatu penyakit multifaktor pada
jaringan keras gigi yang ditandai dengan rusaknya email dan dentin yang disebabkan
oleh aktivitas metabolisme bakteri dalam plak yang menyebabkan terjadinya
demineralisasi.[1]
1
Perbanyakan jumlah
2
Bersifat menyebabkan karies
cairan. Hiperemis pasif disebabkan oleh kegagalan jantung, mitral stenosis,
penyumbatan pada pembuluh darah, pneumonia, dan trombosis.[3]
Pada saat terjadi cedera, tubuh akan memberikan respon inflamasi kepada
bagian yang cedera untuk membuang komponen yang merusak agar tubuh dapat
menyembuhkan diri. Fase pertama yaitu peningkatan aliran darah pada daerah yang
cedera. Pembuluh darah akan berdilatasi dan meningkatkan aliran darah ke jaringan
sehingga timbul kemerahan pada area yang cedera dan diikuti oleh peningkatan
permeabilitas pembuluh darah yang menyebabkan cairan, protein, dan sel darah putih
berpindah dari sirkulasi ke jaringan yang cedera. Inilah yang menyebabkan terjadinya
pembengkakan. Pembengkakan dan kemerahan akan berkurang karena aktivitas
fagosit oleh sel darah putih (neutrofil). Biasanya hal ini terjadi satu jam setelah
cedera. Beberapa hari kemudian, sel darah putih jenis monosit akan singgah dan
membersihkan sel-sel yang mati sehingga jaringan yang cedera akan kembali
normal.[4]
Berdasarkan skenario, rasa nyeri dan bengkak hiperemis terjadi karena karies
gigi yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri tersebut merusak gigi dan jaringan
pendukungnya sehingga terjadi respon inflamasi pada gusi yang menyebabkan
pembengkakan, hiperemis, dan nyeri.
3. Apakah yang terjadi pada pasien setelah minum obat? Jelaskan mekanismenya!
Mekanismenya terjadi ketika antigen (dalam hal ini obat) masuk ke dalam
tubuh, kemudian Antigen Precenting Cells (APC) membawa antigen ke Native CD4 T
cells. Native CD4 T-cells yang terpapar antigen akan berubah menjadi CD4 T-cells
dewasa dan memproduksi sitokin seperti IL-4, IL-5, dan IL-13. Yang paling penting
dalam reaksi hipersensitivitas tipe 1 adalah IL-4 yang bekerja pada sel limfosit-B.
Tugas sel limfosit-B adalah memproduksi antibodi seperti IgA, IgG, atau IgM. IL-4
mempegaruhi sel limfosit-B sehingga hanya memproduksi IgE. Antibodi IgE dapat
mendeteksi alergen, antibodi ini akan berikatan dengan sel mast dan basofil pada
bagian FCER1 receptors. Antibodi memiliki bagian yang berikatan dengan sel (FC)
dan berikatan dengan alergen (F AB). Fase ini disebut dengan fase sensitisasi.[7]
Kemudian fase selanjutnya adalah reaksi, yaitu ketika alergen masuk lagi
kedalam tubuh. IgE akan mengikat alergen tersebut dan memberi sinyal kepada sel
mast dan basofil untuk mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan mediator
inflamasi (histamin, serotonin, dan heparin) yang bertanggungjawab terhadap
terjadinya hipersensitiftas.[8] Histamin membuat pembuluh darah berdilatasi dan
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi oedema dan erythema
(kemerahan) serta rasa hangat. Selain itu, histamin juga mendepolarissi nerve endings
sehingga terasa gatal dan nyeri.[7] Pembengkakan pada bibir dapat didiagnosis sebagai
angioedema yang merupakan bagian dari reaksi alergi.
Dalam reaksi cytotoxic, antibody bereaksi dengan antigen yang melekat pada
membrane sel dan mempengaruhiny sehingga terjadi sel lisis. Reaksi cytotoxic
ini dimediasi oleh IgG dan IgM.
Sel mediasi bereaksi dengan sel limfosit-T yang dimediasi oleh efektor sel-T
dan makrofag. Respon ini berpengaruh terhadap interaksi antara antigen
dengan permukaan limfosit, sensitisasi limfosit akan menghasilkan sitokin
yang secara biologis adalah substrat aktif yang berpengaruh terhadap fungsi
sel. Reaksi ini berkisar 48-72 jam atau lebih lama setelah kontak dengan
antigen.
c. Melakukan uji kulit untuk memastikan bahwa pasien yang diberikan antibiotik
aman terhadap pemberian obat tersebut.
d. Tes darah, tes ini dapat menentukan apakah pasien alergi terhadap obat
tertentu tetapi tes ini tidak seakurat metode uji yang lain.
e. Tes provekasi, tes ini dilakukan dengan melakukan pemberian dosis yang
meningkat dari obat tersebut pada interval yang direncanakan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Karies gigi adalah suatu penyakit pada jaringan keras gigi yang ditandai oleh rusaknya gigi
email dan dentin disebabkan oleh aktivitas metabolisme bakteri yang menyebabkan
terjadinya demineralisasi. Ada 4 faktor yang saling berkaitan yaitu mikroorganisme,
gigi/host, sisa makanan dan waktu. Terjadinya nyeri dan bengkak pada gigi dapat disebabkan
oleh tumpukan plak dan karang pada gigi, perubahan hormon, obat-obatan, iritasi, dan
kurangnya mengosumsi vitamin.
Reaksi hipersensitif dimediasi oleh kerja sistem imun dan dapat menimbulkan kerusakan
jaringan. Sejauh ini dikenal ada empat macam tipe hipersensitif. Tipe I, II, dan III dimediasi
oleh antibodi dan dibedakan satu sama lain dengan perbedaan antigen yang dikenali dan juga
kelas dari antibodi yang terlibat pada peristiwa tersebut. Hipersensitif tipe I dimediasi oleh
IgE yang menginduksi aktivasi sel mast. Hipersensitif tipe II dan III dimediasi oleh IgG yang
melibatkan reaksi komplemen dan juga sel-sel fagosit. Hipersensitif tipe II tertuju pada
antigen yang terdapat pada permukan atau matrik sel, sedangkan hipersensitif tipe III tertuju
pada antigen terlarut, dan kerusakan jaringan disebabkan oleh adanya komplek imun.
Hipersensitif tipe IV dimediasi oleh sel T. Cara pencegahan alergi adalah dengan
menanyakan riwayat pasien terhadap obat yang menimbulkan alergi serta jika pasien lupa
dengan riwayat obat alerginya maka dapat dilakukan uji sensitivitas terhadap pasien.
DAFTAR PUSTAKA