Anda di halaman 1dari 20

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS

PROGRAM STUDI PROSTODONSIA


UNIVERSITAS HASANUDDIN

Respon Imun Pada Pengguna Gigi Tiruan Berbahan Ceramik

OLEH :
Muh. Rifaldi Haeruddin
J015221004

DOSEN PEMBIMBING :
Prof. Dr. drg. Asmawati Amin, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I

Pendahuluan

Kesehatan gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan seumur hidup

seseorang, mengingat fungsi gigi dan mulut yang sangat berpengaruh dalam fungsi

pencernaan, psikis, dan sosial. Kesehatan gigi dan mulut sering kali menjadi prioritas

yang kesekian bagi sebagian orang, padahal gigi dan mulut merupakan pintu gerbang

masuknya kuman dan bakteri sehingga dapat mengganggu kesehatan organ tubuh

lainnya. Respon sistem imun seseorang yang mengalami gingivitis secara alamiah

akan aktif sebagai pertahanan tubuh. Sistem imun terdiri atas sistem imun spesifik

dan sistem imun non spesifik. Sistem imun non spesifik merupakan pertahanan

terdepan dalam menghadapi berbagai serangan mikroba dan dapat memberikan

respon lansung tanpa menunjukkan spesifisitas terhadap benda asing yang

menyerang tubuh. Salah satu respon imun non imun spesifik yag ada di rongga

mulut adalah PMN neutrofil.

Kehilangan gigi pada seseorang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan

anatomis, fisiologis maupun fungsional, bahkan tidak jarang pula

menyebabkan trauma psikologis. Penyebab kehilangan gigi bisa bermacam-macam,

namun yang paling umum diakibatkan oleh penyakit karies danpenyakit

periodontal. Kehilangan gigi yang terjadidapat ditanggulangi dengan pembuatan

restorasi berupa gigitiruan lepasan maupun gigitiruan cekat. Gigi tiruan lepasan
dimaksud bisa berupa gigi tiruan sebagian lepasan untuk menanggulangi

kehilangan sebagian gigi dan gigit iruan lepasan penuh untuk menanggulangi

kehilangan seluruh gigi.

Solusi pemakaian gigitiruan seringkali dapat menimbulkan masalah yang lain

apabila tidak diperhatikan kebersihan dan perawatannya. Pada pasien pengguna

gigitiruan yang tidak memerhatikan kebersihan mulut termasuk gigi tiruannya sesuai

instruksi yang diberikan dokter gigi, dapat mengakibatkan terjadinya penumpukan

sisa makanan yang merupakan predisposisi terbentuknya plak.

Hal ini terutama terjadi pada pasien lanjut usia.Seiring dengan meningkatnya

usia terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar

parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan lemak,lining sel duktus intermediate

mengalami atropi yang mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva. Selain itu,

penyakit- penyakit sistemis yang diderita pada usia lanjut dan obat-obatan yang

digunakan untuk perawatan penyakit sistemis. Keadaan ini yang mengakibatkan

meningkatnya prevalensi mikroorganisme candida albikan dalam mulut pasien

Candida albicans adalah jamur dimorfik gram positif yang mampu hidup

sebagai organisme komensal normal pada rongga mulut orang sehat. Jamur ini lebih

sering terisolasi di rongga mulut. Berdasarkan faktor-faktor lokal dan sistemik yang

terkait dengan kondisi tubuh, dapat menjadi virulen dari penyakit mulut yang

dikenal sebagai kandidiasis oral. Telah dibuktikan bahwa gigi tiruan merupakan

faktor predisposisi untuk timbulnya patologi yang berhubungan dengan C. albicans.

Studi klinis menunjukkan bahwa C. albicans tidak hanya terdapat pada permukaan
mukosa, tetapi juga pada resin akrilik dari protesa gigi. Kedua akumulasi plak pada

gigi tiruan dan kebersihan mulut yang buruk memberikan kontribusi pada virulensi

Candida, gambaran klinis Candida yang berhubungan dengan gigi tiruan adalah

stomatitis.Hal tersebut akan banyak dibahas dalam makalah ini.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Imun Tubuh

Sistem imunitas tubuh memiliki fungsi yaitu membantu perbaikan DNA

manusia; mencegah infeksi yang disebabkan oleh jamur, bakteri, virus, dan

organisme lain; serta menghasilkan antibodi (sejenis protein yang disebut

imunoglobulin) untuk memerangi serangan bakteri dan virus asing ke dalam tubuh.

Tugas sistem imun adalah mencari dan merusak invader (penyerbu) yang

membahayakan tubuh manusia.

Salah satu komponen utama sistem kekebalan tubuh adalah sel T, suatu

bentuk sel darah putih (limfosit) yang berfungsi mencari jenis penyakit pathogen lalu

merusaknya. Limfosit dihasilkan oleh kelenjar limfe yang penting bagi tubuh untuk

menghasilkan antibodi melawan infeksi.

Penggunaan gigi tiruan sebagai salah satu cara mengatasi kehilangan gigi,

kehilangan gigi sebagian maupun kehilangan gigi keseluruhan. Gigi tiruan

membantu memperbaiki prostetik sesorang. Gigi tiruan diklasifikasikan menjadi gigi

tiruan lepasan dan gigi tiruan cekat. Gigi tiruan cekat yaitu gigi tiruan yang

direkatkan pada gigi secara permanen dan tidak bisa dilepas pasang oleh pasien.

Gigi tiruan lepasan yaitu gigi tiruan yang dapat dilepas pasang sendiri oleh pasien

untuk mengganti beberapa kehilangan gigi atau seluruhnya dengan dukungan gigi,

mukosa ataupun kombinasi gigi dan mukosa. Gigi tiruan berfungsi merehabilitasi

oklusi dan mengembalikan otot wajah sesuai dengan fungsinya.


Saliva memiliki peran penting dalam lingkungan mulut dan berkontribusi

terhadap perlindungan dan homeostasis di rongga mulut. Immunoglobulin sekretori

A (S-IgA) adalah imunoglobulin yang paling umum ditemukan dalam saliva dan

dianggap sebagai faktor sekresi imunitas yang diperoleh di rongga mulut.

Immunoglobulin A berpartisipasi dalam integritas permukaan mulut (enamel dan

selaput lendir) dan melewati perbatasan adhesi mikroba, menjadi bagian dari garis

pertahanan pertama. Antibodi S-IgA bersifat independen, kompleks, dan

berpartisipasi dalam reaksi antigenantibodi dalam membran mukosa (dan juga

sebagian dalam enamel), sehingga membatasi penetrasi bakteri dan racun.

Jumlah terbesar (90%) dari S-IgA diproduksi oleh kelenjar parotid dan

submandibular. Sel plasma dari kelenjar mengeluarkan dimeric immunoglobulin A

(IgA-dimer). Interaksi resin akrilik terjadi dalam rongga mulut dengan beberapa

faktor seperti saliva, mikroflora oral dan pengunyahan menyebabkan pelepasan

residu monomer di rongga mulut. Monomer residual ini sering dikaitkan dengan

peradangan, reaksi alergi dan bahkan iritasi pada mukosa mulut.

2.2 Reaksi Hypersensitivitas

Reaksi hipersensitivitas adalah reaksi abnormal dari sistem imun yang terjadi

sebagai respon akibat terpapar dengan substansi yang membahayakan sehingga

tingkat respon reaksinya bervariasi dari ringan sampai mematikan. Reaksi

hipersensitivitas dapat mencakup kelainan autoimun dan alergi, seperti yang

diketahui kondisi autoimun merupakan suatu respon imunologis abnormal yang


menyerang bagian tubuhnya sendiri sedangkan alergi adalah respon imunologis

abnormal yang timbul karena adanya stimulus dari lingkungan di luar tubuh

(substansi eksogen).

A. Hipersensitifitas Tipe I

Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana

tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap

bahanbahan yang umumnya imunogenik (antigenik)atau dikatakan orang yang

bersangkutan bersifat atopik. Dengan kata lain, tubuh manusia berkasi berlebihan

terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing dan

berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang yang tidak bersifat atopik.

Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut alergen.

Terdapat 2 kemungkinan yang terjadi pada mekanisme reaksi alergi tipe I, yaitu :
 Gambar 1: Alergen langsung melekat/terikat pada Ig E yang berada di permukaan

sel mast atau basofil, dimana sebelumnya penderita telah terpapar allergen

sebelumnya, sehingga Ig E telah terbentuk. Ikatan antara allergen dengan Ig E

akan menyebabkan keluarnya mediatormediator kimia seperti histamine dan

leukotrine.

 Gambar 2 : Respons ini dapat terjadi jika tubuh belum pernah terpapar dengan

allergen penyebab sebelumnya. Alergen yang masuk ke dalam tubuh akan

berikatan dengan sel B, sehingga menyebabkan sel B berubah menjadi sel plasma

dan memproduksi Ig E. Ig E kemudian melekat pada permukaan sel mast dan

akan mengikat allergen. Ikatan sel mast, Ig E dan allergen akan menyebabkan

pecahnya sel mast dan mengeluarkan mediator kimia. Efek mediator kimia ini

menyebabkan terjadinya vasodilatasi, hipersekresi, oedem, spasme pada otot

polos.
Oleh karena itu gejala klinis yang dapat ditemukan pada alergi tipe ini antara lain,

rinitis (bersin-bersin, pilek), sesak nafas (hipersekresi sekret), oedem dan kemerahan

(menyebabkan inflamasi), kejang (spasme otot polos yang ditemukan pada anafilaktic

shock).

Adapun penyakit-penyakit yang disebabkan oleh reaksi alergi tipe I adalah

konjungtivitis, asma, rinitis, anafilaktic shock.

B. Hipersensitifitas Tipe II

Reaksi alergi tipe II merupakan reaksi yang menyebabkan kerusakan pada sel

tubuh oleh karena antibodi melawan/menyerang secara langsung antigen yang berada

pada permukaan sel. Antibodi yang berperan biasanya Ig G. Berikut (gambar 3 dan 4)

mekanisme terjadinya reaksi alergi tipe II.

Contoh penyakit-penyakit yaitu Goodpasture (perdarahan paru, anemia),

Myasthenia gravis (MG), Immune hemolytic (anemia Hemolitik), Immune

thrombocytopenia purpura, Thyrotoxicosis (Graves' disease). Terapi yang dapat

diberikan pada alegi tipe II yaitu immunosupresant cortikosteroidsprednisolone).


C. Hipersensitifitas Tipe III

Hipersensitifitas tipe III merupakan reaksi alegi yang dapat terjadi karena

deposit yang berasal dari kompleks antigen antibodi berada di jaringan. Gambar

berikut ini menunjukkan mekanisme respons alergi tipe III.

Penyakit hipersensitifitas tipe III yaitu the protozoans that cause malaria, the

worms that cause schistosomiasis and filariasis, the virus that causes hepatitis B,

demam Berdarah, Systemic lupus erythematosus (SLE), "Farmer's Lung“ (batuk,

sesak nafas). Kasus lain dari reaksi alergi tipe III yang perlu diketahui menyebutkan

bahwa imunisasi/vaksinasi yang menyebabkan alergi sering disebabkan serum

(imunisasi) terhadap Dipteri atau tetanus. Gejalanya disebut dg Syndroma sickness

yaitu fever, Hives/urticaria, arthritis, protein in the urine.

D. Hipersensitifitas Tipe IV

Reaksi ini dapat disebabkan oleh antigen ekstrinsik dan intrinsic/internal

(“self”). Reaksi ini melibatkan sel-sel imunokompeten, seperti makrofag dan sel T.
Etiologi dibagi menjadi dua, yaitu ekstrinsik seperti nikel, bahan kimia.

Sedangkan intrinsik seperti Insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM or Type I

diabetes), Multiple sclerosis (MS), Rheumatoid arthritis, TBC (Hikmah dan Dewanti,

2010). Mekanisme hipersensitifitas tipe IV dapat digambarkan sebagai berikut :

2.3 Gigi Tiruan Bahan Ceramik

Istilah ceramic dan porselen sering digunakan dalam kedokteran gigi.

Ceramic berasal dari istilah Yunani “keramos” yang mengacu pada kemampuan

seseorang untuk memanaskan tanah liat untuk membentuk tembikar. Sedanglan kata

porselen ditemukan oleh Marco Polo pada abad ke-13 dari bahasa Italia

“porcellana” atau cowrie shell. Marco Polo menggambarkan cowrie shell untuk

mendeskripsikan porselen Cina karena memiliki kekuatan dan kekerasan yang sama

dengan tetap tipis dan tembus cahaya.

Ceramic adalah senyawa yang terbentuk dari unsur logam (aluminium,

kalsium, litium, magnesium, kalium, natrium, timah, titanium, zirkonium) dan unsur
non logam (silikon, fluor, boron, oksigen). Sedangkan porselen adalah keramik yang

terdiri dari dari fase matriks gelas dan satu atau lebih fase kristal, contohnya seperti

leucite. Semua porselen adalah ceramic, tetapi tidak semua ceramic merupakan

porselen. Contohnya, mahkota all-zirconia. Mahkota all-zirconia dirujuk sebagai

ceramic berkekuatan tinggi yang tidak memiliki matriks kaca, sehingga all-zirconia

bukan merupakan porselen.

A. Sifat Dental Ceramic

Dental Ceramic memiliki beberapa sifat yang menunjang kegunaannya

sebagai bahan kedokteran gigi. Adapun beberapa sifat tersebut ialah :

1. Sifat kimia

Adhesi restorasi keramik dengan gigi asli juga memainkan peran penting

dalam daya tahan restorasi. Keberhasilan dari restorasi juga bergantung pada agen

luting dan teknik sementasi. Glass Ionomer cement dan resin cement merupakan

bahan yang paling umum digunakan sebagai luting agent dari keramik. Perubahan

kimia pada permukaan keramik dapat dilakukan dengan mengetsa permukaan

untuk meningkatkan retensi mekanis dari perekat atau dengan mengubah afinitas

permukaan keramik dengan bahan bonding/adhesive material (Datla, Alla, Alluri,

Babu, dan Konakanchi, 2015).

2. Sifat mekanis

Sifat mekanis berhubungan dengan kemampuan suatu bahan untuk

menahan tekanan yang diberikan pada saat digunakan maupun dalam proses
pembuatannya. Adapun sifat mekanis dari ceramic adalah:

a. Strength

Strength adalah tekanan maksimum yang dapat diterima suatu benda pada

saat benda itu patah atau rusak total, hal ini juga dapat disebut sebagai Ultimate

strength. Bila benda tersebut mendapatkan tekanan sebelum putus oleh karena

suatu tension disebut sebagai Ultimate Tensile Strength, sedangkan bila

mendapatkan tekanan sebelum hancur di bawah tekanan tersebut maka disebut

sebagai Ultimate Compressive Strength. Dental ceramic umumnya memiliki

ketahanan yang baik terhadap tekanan compressive, namun buruk terhadap tekanan

tensile dan shear.

b. Shrinkage

Penyebab shrinkage selama pembakaran adalah adanya hambatan pada saat

kondensasi. Makin sedikit air yang tinggal sewaktu pembakaran dimulai, maka

semakin sedikit terjadi shrinkage. Selama proses pembakaran, ceramic gigi akan

mengalami penyusutan sebanyak 30%-40% dari volume awal. Oleh karena itu,

mahkota ceramic harus dibuat lebih besar dari ukuran sebelum pembakaran.

c. Hardness

Hardness atau kekerasan bahan ceramic dapat diartikan sebagai suatu karekteristik

yang dihubungkan dengan kemampuan bahan tersebut untuk bertahan terhadap

penetrasi pada permukaan yang dapat menyebabkan retak atau fraktur serta abrasi

akibat aliran yang plastis. Kekerasan permukaan keramik sangat tinggi sehingga

bahan ini dapat mengikis gigi alami atau gigi buatan antagonis. Selain itu, pengerasan
permukaan yang berlebihan harus dihindari karena dapat menyebabkan keretakan

restorasi.

1. Sifat fisik

Sifat fisik ceramic merupakan sifat yang berhubungan dengan sifat- sifat

material yang ada dalam ceramic tersebut. Berikut ini merupakan sifat fisis dari

keramik, yaitu :

a. Ekspansi Termal

Ekspansi termal merupakan kemampuan suatu bahan untuk ekspansi atau

memuai bila dipanaskan atau menyusut bila bila didinginkan. Keramik merupakan

isolator termal yang baik dan koefisien ekspansi termalnya hampir mendekati gigi

asli.

b. Warna

Translusensi merupakan karakteristik penting pada ceramic gigi. Ceramic gigi

yang opak memiliki translusensi yang sangat rendah sehingga dapat menutupi

koping logam. Ukuran translusensi bagian dentin dari ceramic gigi berkisar antara

18%-38%. Bagian email dari ceramic gigi memiliki ukuran translusensi paling

tinggi , berkisar antara 45%-50% .

2. Sifat biologis

Biokompatibilitas dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan dapat

bertahan terhadap korosi, perubahan selama pemakaian serta tidak menimbulkan

reaksi penolakan terhadap jaringan tubuh. Ceramic dapat beradaptasi dengan baik
terhadap perubahan temperatur mulut, tidak larut dalam saliva, dan tidak

mengiritasi jaringan mulut. Ceramic menunjukkan biokompabilitas yang baik

dengan jaringan lunak rongga mulut.

B. Klasifikasi Dental Ceramic

1. Klasifikasi Berdasarkan Penggunaan Atau Indikasi

Menurut Manappallil pada tahun 1998 menjelaskan bahwa klasifikasi berdasarkan

penggunaan atau indikasi dibedakan menjadi :

1. Inlay dan onlay


2. Laminasi estetik (veneer)
3. Mahkota tunggal (all ceramic)
4. Jangka pendek dan panjang (all ceramic) FPD
5. Sebagai veneer untuk mahkota dan jembatan logam cor (logam
keramik)
6. Gigi tiruan (untuk gigi tiruan lengkap dan gigi tiruan sebagian)
7. Ceramic post and cores
8. Bahan ortodontik ceramic.

2. Klasifikasi Berdasarkan Komposisi

Klasifikasi dental ceramic berdasarkan komposisinya dapat dibagi menjadi

3 yaitu dental ceramic yang dominan dari kaca, dental ceramic yang terdapat bahan

pengisi (particle-filled glass), dan yang tediri dari polikristalin.

Dental Ceramic yang dominan kaca terbuat dari bahan yang mengandung

silikon dioksida atau dikenal sebagai silika atau kuarsa yang mengandung berbagai

jumlah alumina. Aluminosilikat yang ditemukan di alam mengandung beragam


kalium dan natrium yang dikenal sebagai feldspars. Feldspars dimodifikasi dengan

berbagai cara untuk membuat kaca yang digunakan dalam kedokteran gigi. Bentuk

sintetik dari kaca aluminasilikatif yang dibuat untuk dental cereamic yang sebagian

besar tersusun dari glass memiliki sifat estetika yang tinggi.

Sedangkan dental ceramic yang ditambahkan bahan pengisi (particle-filled

glass) memiliki sifat yang dapat menghasilkan warna yang lebih menyerupai

enamel dan dentin alami. Secara umum, semakin banyak partikel pengisi yang

ditambahkan ke dental ceramic. Namun semakin besar peningkatan sifat

mekaniknya, akan tetapi hal tersebut dapat mengakibatkan semakin besar

penurunan sifat estetika.

Keramik polikristalin tidak mengandung gelas sama sekali. Kandungan

kristal memberikan bahan keramik ini sifat mekanik yang tinggi, tetapi umumnya

kurang estetik. Polikristalin yang mengandung non glass ceramic terdiri dari

aluminium oksida atau matriks dan filler zirkonium oksida yang merupakan elemen

yang mengubah sifat optic.


BAB III

Penutup

Kesehatan gigi dan mulut sering kali menjadi prioritas yang kesekian bagi

sebagian orang, padahal gigi dan mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman

dan bakteri sehingga dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya. Respon

sistem imun seseorang yang mengalami gingivitis secara alamiah akan aktif sebagai

pertahanan tubuh. Sistem imun terdiri atas sistem imun spesifik dan sistem imun non

spesifik. Sistem imun non spesifik merupakan pertahanan terdepan dalam

menghadapi berbagai serangan mikroba dan dapat memberikan respon lansung tanpa

menunjukkan spesifisitas terhadap benda asing yang menyerang tubuh.

Penggunaan gigi tiruan berbahan ceramik salah satu pemilihan bahan gigi

tiruan yang tingkat ketahan bahan yang baik. Perkembangan dari bahan ceramik

banyak digunakan dalam pembuatan gigi tiruan karena ketahannya.

Respon imun pada manusia terutama pada pengguna gigi tiruan berbahan

ceramik berbeda-beda, tergantung dari hipersensitivitas dari pasien tersendiri.

Adanya reaksi hipersenitivitas pada penggunaan gigi tiruan berbahan ceramik

merupakan proses gangguan yang terjadi pada mukosa yang menyebabkan penyakit

dalam rongga mulut. Penggunaan gigi tiruan berbahan ceramik juga harus

memperhatikan kebersihan gig tiruan serta menjaga pH keasaman pada rongga

mulut yang dapat menimbulkan reaksi hipersensitivas pada rongga mulut.


RINGKASAN MATERI

1. Kesehatan gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan seumur hidup

seseorang, mengingat fungsi gigi dan mulut yang sangat berpengaruh dalam

fungsi pencernaan, psikis, dan sosial.

2. Kesehatan gigi dan mulut sering kali menjadi prioritas yang kesekian bagi

sebagian orang, padahal gigi dan mulut merupakan pintu gerbang masuknya

kuman dan bakteri sehingga dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya.

3. Respon sistem imun seseorang yang mengalami gingivitis secara alamiah akan

aktif sebagai pertahanan tubuh.

4. Sistem imun terdiri atas sistem imun spesifik dan sistem imun non spesifik.

5. Sistem imun non spesifik merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi

berbagai serangan mikroba dan dapat memberikan respon lansung tanpa

menunjukkan spesifisitas terhadap benda asing yang menyerang tubuh. Salah

satu respon imun non imun spesifik yag ada di rongga mulut adalah PMN

neutrofil.

6. Salah satu komponen utama sistem kekebalan tubuh adalah sel T, suatu bentuk

sel darah putih (limfosit) yang berfungsi mencari jenis penyakit pathogen lalu

merusaknya. Limfosit dihasilkan oleh kelenjar limfe yang penting bagi tubuh

untuk menghasilkan antibodi melawan infeksi.

7. Reaksi hipersensitivitas dapat mencakup kelainan autoimun dan alergi, seperti


yang diketahui kondisi autoimun merupakan suatu respon imunologis abnormal

yang menyerang bagian tubuhnya sendiri sedangkan alergi adalah respon

imunologis abnormal yang timbul karena adanya stimulus dari lingkungan di

luar tubuh.

8. Ceramic adalah senyawa yang terbentuk dari unsur logam (aluminium, kalsium,

litium, magnesium, kalium, natrium, timah, titanium, zirkonium) dan unsur non

logam (silikon, fluor, boron, oksigen).

9. Porselen adalah keramik yang terdiri dari dari fase matriks gelas dan satu atau

lebih fase kristal, contohnya seperti leucite. Semua porselen adalah ceramic,

tetapi tidak semua ceramic merupakan porselen


DAFTAR PUSTAKA

1. Felton D,Lyndon cooper,Ibrahim Duqum, et all. Evidence-based guedelines


for the care and maintenance of complete denture : a publication of the
american college of prosthondontists. 2011;142; 1s-20s
2. Afrina L, Prevalensi Denture Stomatitis Yang Disebabkan Kandida Albikan
pada Pasien Gigitiruan Rahang Atas Di Klinik FKG USU; 2007.
3. Samaranayake L. Essential microbiology for dentistry. Fungi of relevance
to dentistry. 3thed. New York: Churcill Livingstone, Elsevier. 2006. p. 177-
83.
4. Bell R, High K. Alterations of Immune Defense Mechanisms in The
Elderly: the Role of Nutrition. Infect Med 1997; 14: 415-424.
5. Anusavice KJ, Phillips' science of dental materials, 12th Ed. Missouri:
Elsevier, 2013.
6. McCabe JF, Walls AWG. Applied Dental Materials. 9t th Ed. Munksgaard:
Blackwell. 2008.
7. Soesilowati, Suhanda. Pengaruh Tingkat Distribusi Butir pada Sifat Fisika
Badan Keramik Porselen. Jurnal Keramik dan Gelas Indonesia
1997;6(1&2):17-18.
8. Anusavice KJ. Phillips Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Edisi 10.
Alih Bahasa. Budiman JA, Purwoko S Jakarta: EGC, 2004: 493-494
9. Helvey, G.A., 2013. Classification of dental ceramics. Inside Continuing
Education,

Anda mungkin juga menyukai