Anda di halaman 1dari 16

ABSES INTRA ORAL

Disusun Oleh :

LENI RUSLAINI
NPM. 160121170010

Pembimbing :

dr. Betha Egih Riestiano, Sp.BP-RE

DIVISI BEDAH PLASTIK


DEPARTEMEN ILMU BEDAH
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2019

1
PENDAHULUAN

Pada dasarnya manusia hidup berkembang berdampingan secara


komensial dengan mikroflora rongga mulut. Rongga mulut merupakan tempat
berkumpulnya bakteri. Oleh karena banyaknya mikroflora yang ada didalam
mulut, maka gigi dan mukosa merupakan pertahanan pertama yang hampir tidak
tertembus, apabila system kekebalan hospes dn pertahanan seluler berfungsi
dengan baik. Akan tetapi, apabila terjadi keadaan penurunan imunitas, bakteri
yang terdpat di rongga mulut yang semulanya bersifat komensial, dapat berubah
menjadi pathogen sehingga menimbulkan suatu infeksi.1-4

Jaringan pada daerah mulut dan maksilofasial merupakan bagian yang


lebih sering terkena infeksi dibanding daerah lainnya, 5 karena daerah
maksilofasial memiliki ruang (spasium), dimana spasium merupakan daerah yang
pertahanannnya kurang sempurna terhadap penyebaran infeksi.2 Infeksi
merupakan masuknya kuman pathogen atau toksin ke dalam tubuh manusia serta
dapat menimbulkan gejala penyakit seperti tejadi inflamasi (radang). Hal ini
menjadi sangat penting untuk dipelajari karena seorang dokter diharuskan
menghentikan penyebaran infeksi, dan mengatasi infeksi yang telah timbul.6

Berbagai penyakit di rongga mulut yang berhubungan dengan bakteri


adalah infeksi odontogenik salah satunya, yaitu abses. Infeksi odontogenik adalah
infeksi yang berasal dari gigi, dan abses merupkanan suatu penyakit ineksi yang
ditandai oleh adanya rongga yang berisi nanah (pus) dalam jaringan. 7 Abses dapat
terjadi ketika gigi terinfeksi bakteri dan infeksi tersebut dapat menyebar ke daerah
maksilofasial. Beberapa abses yang dapat muncul di rongga mulut adalah seperti
abses periapikal, abses gingival, abses bukalis, abses submandibula, dan abses
fasial.8 Sabiston9 menyatakan bahwa, “pola dari penyebaran abses dipengaruhi
oleh tiga kondisi, yaitu virulensi bakteri, ketahanan jaringan, di perlekatan otot.

Hasil NOHS (National Oral Health Survey) tahun 2006 di Pilipina,


ditemukan hampir 50% orang menderita infeksi odontogenik dengan karakteristik
adanya karies yang sudah mencapai pulpa, ulserasi, abses yang memiliki fistula
yang disertai nyeri.10 Hal tersebut dikarenakan kurangnya pengetahuan
2
mengetahui kesehatanan gigi dan mulut, sehingga presentase orang yang
mengalami infeksi pada rongga mulut menjadi cukup tinggi.

Abses pada maksilofasial yang berasal dari infeksi odontogenik


merupakan infeksi yang butuh penanganan cepat karena kemungkinan tingkat
morbiditas yang tinggi dan juga kemungkinan mortalitas. 11 Bila terdapat gejala
dan tanda dari abses, baik yang belum menyebar dan sudah menyebar, maka
sebaiknya pasien diberi tindakan oleh dokter gigi yang memiliki kompetensi di
bidangnya, agar abses tidak semkain meluas.

TINJAUAN PUSTAKA

3
Definisi Abses

Abses adalah kumpulan pus yang terletak dalam satu kantung yang
terbentuk dalam jaringan yang disebabkan oleh suatu proses infeksi oleh bakteri,
parasit atau benda asing lainnya. Abses merupakan reaksi pertahanan yang
bertujuan mencegah agen-agen infeksi menyebar kebagian tubuh lainnya. Pus itu
sendiri merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah
putih, organism penyebab infeksi atau benda-benda asing dan racun yang
dihasilkan oleh organism serta sel-sel darah.12,13

Abses rongga mulut adalah suatu infeksi pada mulut, wajah, rahang, atau
tenggorokan yang biasanya dimulai sebagai infeksi gigi atau karies gigi. Jumlah
dan rute penyebaran infeksi tergantung pada lokasi gigi yang terkena serta
virulensi penyebab.3,14

Etiologi Abses

1. Virulensi dan Kuantitas

Di rongga mulut terdapat bakteri yang bersifat komensalis. Apabila


lingkungan memungkinakan terjadinya invasi, baik oleh flora normal
maupun bakteri asing, maka akan terjadi perubahan dan bakteri akan
menjadi bersifat patogen. Patogenitas bakteri biasanya berkaitan dengan dua
faktor, yaitu virulensi dan kuantitas. Virulensi berkaitan dengan kualitas dari
bakteri seperti daya invasi, toksisitas, enzim, dan produk-produk lainnya.
Sedangkan kuantitas adalah jumlah dari mikroorganisme yang dapat
menginfeksi host. Bila virulensi dan kuantitas bakteri tersebut tinggi, maka
hostdapat mengalami infeksi.

2. Pertahanan Tubuh Lokal

Pertahan tubuh lokal memiliki dua komponen. Pertama barier anatomi


berupa kulit dan mukosa yang utuh, menahan masuknya bakteri ke jaringan
dibawahnya. Pembukaan pada barier anatomi ini dengan cara terbentuknya
poket periodontal yang dalam, jaringan pulpa yang nekrosis akan membuka

4
jalan masuk bakteri ke jaringan dibawahnya. Gigi-gigi dan mukosa yang
sehat merupakan pertahanan tubuh lokal terhadap infeksi. Adanya karies
dan poket periodontal memberikan jalan masuk untuk invasi bakteri serta
memberikan lingkungan yang mendukung terhadap perkembangbiakan
jumlah bakteri.

3. Mekanisme pertahanan lokal yang kedua adalah, populasi bakteri normal di


dalam mulut, bakteri ini biasanya hido normal di dalam tubuh host dan tidak
menyebabkan penyakit. Jika kehadiran bakteri tersebut berkuang akibat
penggunaan antibiotik, organisme lainnya dapat menggantikannya dan
bekerjasama dengan bakteri penyebab infeksi mengakibatkan infeksi lebih
berat.

4. Pertahanan Humoral

Mekanisme pertahanan humoral, terdapat pada plasma dan cairan tubuh


lainnya dan merupakan alat pertahanan terhadap bakteri. Dua komponen
utamanya adalah imunoglobulin dan komplemen. Imunoglobulin adalah
antibodi yang melawan bakteri yang mengalami invasi dan diikuti proses
fagositosis aktif dari leukosit. Immunoglobulin diproduksi oleh sel plasma
yang merupakan perkembangan dari limfosit B. Terdapat lima
immunoglobulin, 75% terdiri dari IgG yang merupakan pertahanan tubuh
terhadap bakteri gram positif. IgA sejumlah 12 % merupakan
immunoglobulin pada kelenjar ludah karena dapat ditemukan pada membran
mukosa. IgE merupakan

5. Pertahanan Seluler

Mekanisme pertahanan seluler berupa sel fagosit dan limfosit. Sel fagosit
yang berperan daam proses infeksi adalah leukosit polimorfonuklear
(PMN). Sel-sel ini keluar dari aliran darah dan bermigrasi ke daerah invasi
baksteri dengan proses kemotasis. Sel-sel ini melakukan respon dengan
cepat, tetapi sel-sel ini siklus hidupnya pendek, dan hanya dapat melakukan
fagositosis pada sebagian kecil bakteri. Fase ini diikuti oleh keluarnya

5
monosit dari aliran darah ke jaringan dan disebut sebagai makrofag.
Makrofag berfungsi sebagai fagositosis, membunuh dan menghancurkan
bakteri dan siklus hidupnya cukup lama dibandingkan leukosit
polimorfonuklear. Makrofag (monosit) biasanya terlihat pada infeksi lanjut
atau infeksi kronis.

Komponen yang kedua dari pertahanan seluler adalah populasi dari


limfosit, seperi telah disebutkan sebelumnya limfosit B akan berdifernsiasi
menjadi se plasma dan memproduksi antibodi yang spesifik seperti Ig G. Limfosit
T berperan pada respon yang spesifik seperti pada rejeksi graft (penolakan
cangkok) dan tumor suveillance (pertahanan terhadap tumor). Bila pertahanan
seluler tubuh berkurang, maka infeksi dapat terjadi.

Penyebab kardinal dai infeksi di bagian orofasial adalah gigi non vital,
pericoronitis (berhubungan dengan gigi mandibula yang semi impaksi),
granuloma periapikal yang tidak bisa dirawat, dan kista yang terinfeksi. Penyebab
yang lebih jarang adalah trauma pasca bedah, defect karena fraktur, lesi pada
nodus limfa atau glandula saliva, dan infeksi sebagai hasil dari anestesi lokal.15,16

Abses umumnya disebabkan oleh bakteri yang memilii kecenderungan


untuk menyebabkan terbentuknya abses, yaitu bakteri piogenik. Selain itu, akar
dapat memberikan jalan bagi bakteri untuk masuk ke dalam jaringan
periodonsium dan daerah periapikal. Oleh karena itu, infeksi odontogenik
menyebabkan abses yang mendalam, dan infeksinya hampir selalu memerlukan
beberapa bentuk terapi bedah.15,16

WHO menerima pernyataan yang mengatakan bahwa biofilm dental


merupakan agen etiologi terhadap abses, dan mendefinisikan biofilm sebagai
bakteri proliferatif dengan ekosistem enzympactive. Paling sedikit ada 400
kelompok baketeri yang bebeda secara morfologi dan biochemical yang berada
dalam rongga mulut dan gigi. Kompleksitas dari flora rongga mulut dan gii dapat
menjelaskan etiologi spesifik dari beberapa tipe terjadinya infeksi gigi dan infeksi
dalam rongga mulut, tetapi lebih banyak disebabkan oleh adanya gabungan antara
bakteri gram positif yang aerob dan anaerob. 15,16
6
Abses dentoalveolar biasanya berkembang dengan perluasan lesi karies
awal, lalu ke dentin dan bakteri menyebar pada pulpa melalui tubulus dentin,
selain itu dapat dikarenakan trauma, atau akibat perawatan saluran akar yang
gagal.17,18 Jika kerusakan sudah mencapai pulpa, maka dapat menyebabkan
pulpitis. Infeksi dari daerah ini dapat menyebar ke tulang pndukung dan
mengakibatkan abses periapikal, yang selanjutnya dapat menyebar ke bagian
subperiosteal. Respon pulpa terhadap infeksi, baik oleh inflamasi akut yang cepat,
yang melibatkan seluruh jaringan pulpa menjadi nekrosis atau dengan
perkembangan abses lokal kronis dengan sebagian besar jaringan pulpanya masih
tersisa.15,16

Beberapa cara mikroba masuk ke jaringan pulpa adalah sebagai berikut :

1. Trauma pada akar yang fraktur, atau dari gigi yang mengalami keausan
akibat pemakaian patologis
2. Trauma pada pulpa akibat perawatan gigi
3. Melalui periodontal membran dan saluran akar aksesoris
4. Abses periapikal dapat terjadi pada gigi utuh tetapi sudah non vital (akibat
trauma, fraktur, atau kerusakan tambalan)
5. Abses periaapikal dan periodontal dan terbentuk dari gingivitis kronis,
tulang pendukung, serta penyakit periodontal. Gigi mungkin sama sekali
utuh secara klinis dan radiografis
6. Erupsi gigi (terutama pada gigi molar tiga yang mengalami impaksi
sebagian) dapat menjalari penyebab inflamasi, dan infeksi dari operculum
(perikoronitis)
7. Melalui akar, supragingival atau subgingiva.2,3

Mikrobiologi Abses

Bakteri yang menyebabkan infeksi odontogenik pada abses yang paling


sering merupakan flora normal yang berada di rongga mulut.4 Biasanya ditemukan
di plak, mukosa, maupun sulkus gingiva. Bakteri ini terutrama bakteri aerob gram
positif berbentuk coccus, anaerob gram positif berbentuk coccus dan anaerob
7
gram negatif berbentuk batang. Ketika bakteri ini mendapatkan akses di jaringan
bawahnya yang lebih dalam, seperti melalui pulpa gigi yang nekrotik atau melalui
saku periodontal yang dalam, maka bakteri ini dapat menyebabkan abses.16

Lebih dari setengah kasus infeksi odontogenik pada abses yang ditemukan
(sekitar 60%) disebabkan oleh bakteri anaerob. Organisme penyebab abses yang
sering ditemukan pada pemerikssaan kultur adalah alphahemolytic Streptococcus,
Peptostrepcoccus, Peptococcus, Eubacterium, Bacteroides (Prevotella)
melaninogenicus, dan Fusobacterium. Bakteri aerob sendiri jarang menyebabkan
infeksi odontogen (sekitar 5%). Bila infeksi odontogenik disebabkan oleh bakteri
aerob, biasanya Streptococcus viridians. Terkadang banyak juga yang disebabkan
oleh infeksi dari campuran bakteri aerob dan anaerob yaitu sekitar 35%. Pada
infeksi campuran ini biasanya ditemukan 5-10 organisme pada pemeriksaan
kultur.16,18,19

Tahap Pembentukan Abses 3,16,20


Berikut ini adalah tahap terbentuknya abses :
1. Stadium subperiosteal dan periosteal (selama 1-3 hari) : Pembengkakan
lunak dan belum terlihat jelas, warna mukosa normal, perkusi gigi yang
terlibat terasa sangat sakit.
2. Stadium serosa : bagian tengah mulai melunak, abses sudah menembus
periosteum, pembengkakan sudah ada, mukosa mengalami hiperemi dan
merah, rasa sakit yang mendalam, palpasi sakit dan konsistensi keras, belum
ada fluktuasi.
3. Stadium submokous : Pembengkakan tampak jelas, mukosa merah dan
kadang terlihat pucat, konsistensi lunak, perkusi gigi yang terlibat juga
terasa sakit, sudah ada fluktuasi.
4. Stadium subkutan : Pada fase akhir dinamakan fase resolusi, terjadi drainase
spontan maupun akibat setelah pembedahan pada abses, pembengkakan
sudah sampai ke bawah kulit, warna kulit ditepi pembengkakan merah,
tetapi tengahnya pucat, konsistensi sangat lunak, berkilat dan berflultuasi
nyata.

8
Gejala Abses
Tanda dan gejala abses akut menimbulkan gejala sakit yang kompleks,
pembengkakan, kemerahan, supurasi, gangguan pengecapan, dan bau mulut.
Keluhan utama adalah rasa sakit, dengan nyeri tekan regional yang ekstrim yang
tidak mempan diobati dengan analgesik biasa dan secara nyata mengganggu
waktu makan, tidur, dan pada waktu melakukan prosedur pembersihan mulut.
Penderitaan yang dirasakan pasien tergantung pada intensitas dan durasi rasa sakit
serta perubahan sehubungan dengan perilaku pasien. Rasa sakit yang dialami
pasien ini cukup untuk mengelompokkan abses kedalam kategori darurat yang
memerlukan tindakan cepat dan efektif untuk menghilangkan rasa sakit. Status
darurat didukung pula oleh adanya bahaya potensial dari semua infeksi orofasial
yang memerlukan terapi cepat dan tepat untuk menghindari penyebaran.

Penyebaran Abses
Melalui tiga tahap yaitu tahap abses dentoalveolar, tahap yang
menyangkut spasium, dan tahap yang lebih lanjut yang merupakan tahap
komplikasi. Suatu abses akan terjadi bila bakteri dapat masuk melalui foramen
apikal atau marginal gingiva.
Penyebaran melalui foreman apikal berawal dari kerusakan gigi atau karies
gigi, kemudian terjadi proses inflamasi di sekitar periapikal didaerah membran
periodontal berupa suatu periodontitis apikalis. Rangsangan yang ringan dan
kronis menyebabkan membran periodontal di apikal mengadakan resaksi
membentuk dinding untuk mengisolasi penyebaran infeksi.
Penyebaran abses dapat melalui : 1) Hematogen ; 2) Limfogen; 3) melalui
spasium (ruang) pada jaringan. Yang paling umum melalui spasium pada jaringan.
Pus dapat menyebar kearah bukal, palatal, atau lingual, hal tersebut tergantung
pada posisi gigi dalam lengkung rahang, ketebalan tulang, dan jarakl ujung apeks
kearah mukosa. 15,16

Macam Abses

1. Abses periapikal

9
Abses periapikal sering juga disebut abses dentoalveolar, terjadi di daerah
periapikal gigi yang sudah mengalami kematian (non vital). Mungkin terjadi
segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah periode laten yang tiba-
tiba menjadi infeksi akut dengan gejala inflamasi, pembengkakan dan
demam.
Abses periapikal dibagi menjadi dua yaitu abses periapikal akut dan abses
periapikal kronis. Pada abses periapikal akut disertai pembentukan eksudat
pus dan pembengkakan yang biasanya terletak di vestibulum bukal, lingual
atau palatal, tergantung pada lokasi apeks gigi yang terlibat. Pada tes perkusi
abses periapikal akut akan menghasilkan respon yang sangat positif, tes
palpasi akan merespon sensitif. Sedangkan tes vitalitas tidak memberikan
respon.
Abses periapikal kronis merupakan keadaan yang timbul akibat lesi
yang berjalan lama dan kemudian mengadakan drainase kepermukaan. Fistula
merupakan ciri khas dari abses periapikal kronis. Fistula dalah saluran
abnormal yang terbentuk akibat drainase abses. Abses periapikal kropnis
disebabkan oleh nekrosis pulpa yang meluas ke jaringan periapikal, dapat
juga disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya terjadi. Abses periapikal
kronis pada tes palpasi dan perkusi tidak memberikan respon (non sensitif),
dan tes vitalitas tidak memberikan respon. 15,16

Gambaran klinis abses periapikal


2. Abses Gingival
Abses gingiva merupakan suatu nanah yang terjadi pada gusi
(gingiva). Abses ini merupakan suatu kondisi peradangan akut dari gingiva
yang ditandai dengan eksudat purulen tanpa kehilangan perlekatan pada
jaringan periodontal. Abses gingiva disebabkan oleh infeksi dari bakteri yang
masuk ke dalam gusi setelah trauma dari menyikat gigi terlalu kuat, tusukan
10
tusuk gigi, atau impaksi dari benda asing seperti kuku atau makanan,
menyebabkan aksi inflamasi gingiva yang berlebihan. Infeksi dapat menyebar
ke jaringan sekitarnya, dan jika tidak diobati, dapat berkembang, merusak
struktur jaringan dari gigi. 14,21, 22

Gambaran klinis abses gingival


3. Abses Periodontal
Merupakan suatu inflamasi purulent terlokalisir pada jaringan
periodontal. Suatu infeksi yang terletak disekitar poket periodontal serta dapat
mengakibatkan kerusakan ligamentum periodontal dan tulang alveolar. Infeksi
purulen lokal pada jaringan yang berbatasan/ berdekatan dengan poket
periodontal yang dapat memicu kerusakan ligamen periodontal dan tulang
alveolar. Abses periodontal dapat dihubungkan dengan patologis endopulpa.

Gambaran klinis abses periodontal

4. Abses Vestibular
Abses vestibular biasanya berasal dengan gigi premolar rahang atas dan
geraham. Pemeriksaan klinis biasanya memperlihatkan pembengkakan yang terasa
sakit dalam vestibulum bukal dekat gigi yang menyebabkan kondisi tersebut. Sering
disebabkan oleh penjalaran infeksi gigi menyebabkan adanya pembengkakan di
daerah vestibular yang pada perabaan sangat keras biasanya tidak terabaadanya

11
fluktuasi. Sering mendorong lidah keatas dan kebelakang dapat menyebabkan
trismus. Hal ini sering menyebabkan sumbatan jalan napas.

Gambaran klinis abses Vestibular


5. Abses Sublingual
Abses sublingual merupakan pembengkakan mukosa dari dasar
mulut, yang mengakibatkan elevasi lidah ke arah langit-langit dan lateral.
Abses yang terbentuk dan terletak pada spasia sublingual di atas musculus mylohyoid
kanan atau kiri. Terdapat dua ruang sublingual pada superior dari muskulus
mylohyoid yaitu ruangan kanan dan kiri. Ruang ini dibagi oleh fasia yang padat, abses
terbentuk disebut sebagai abses sublingual. Ruang sublingual dibatasi oleh
superior mukosa dasar mulut, inferior oleh otot mylohyoid, anterior dan
lateral oleh permukaan bagian dalamtubuh mandibula, medial oleh
septum lingual, dan posterior oleh tulang hyoid. Ruang ini berisi saluran
submandibular (Wharton saluran), kelenjar sublingual, dan saraf lingual, cabang
terminal dari arteri, dan bagian dari kelenjar  submandibular
Gigi yang paling sering bertanggung jawab untuk infeksi ruang
sublingualadalah gigi mandibula yang gigi anterior, premolar dan molar pertama,
yang apikal akarnyaterdapat diatas otot milohioid juga, infeksi dapat menyebar ke
2,15
rruang berdekatan yanglainnya (submandibular, submental, lateral faring).

12
Gambaran abses sublingual
6. Abses Bukal
Spasia bukal; dibatasi oleh kulit superfisial wajah pada bagian lateral
dan muskulus buccinator pada bagian medial. Spasia ini dapat terlibat baik
akibat perluasan infeksi gigi pada maksila maupun mandibula. Selain itu,
spasia bukal terjadi akibat infeksi yang merusak tulang di atas perlekatan
muskulus buccinator. Gejala klinis yang ditimbulkan berupa pembengkakan di
sudut zigomatikus dan sekitar batas bawah dari mandibula (Gambar 2.2). Abses
membesar pada mukosa bukal dan menonjol ke dalam rongga mulut dengan batas
tegas yang terlihat pada lengkung zigomatikus dan batas bawah mandibula. 4

Gambar Perluasan spasia bukal

7. Abses Submandibula
Abses ini teretak pada spasium submandibula. Spasium ini terletak di
mandibula, dibagian bawah m. Mylohioid yang memisahkannya dari spasium
sublingual. Dibatasi oleh m. Hipoglosus dan m. Digastricus dan bagian
posterior oleh m. Pterygoid externus, spasium ini berisi kelenjar ludah
submandibula dan kelenjar getah bening submandibula.
Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar. Abses
periodontal dan perikoronitis yang biasanya dari gigi molar kedua, ketiga, dan
kadang molar pertama mandibula, bila ujung apeks gigi tersebut berada pada
m. Mylohioid. Selain itu dapat juga berasal dari penyebaran infeksi spasium
sublingual atau submental.
Gambaran klini dari abses submandibula adalah pembengakakan pada
daerah submandibula yang menyebar, sudut dari mandibula menjadi tidak
tampak, kulit tampak berwarna merah, nyeri saat palpasi, dan trismus karena
keterlibatan m. Pterygoideus medialis. 2,15

13
Penatalaksanaan

Perawatan abses dapat dilakukan secara lokal atau sistemik. Perawatan


lokal meliputi irigasi, aspirasi, pencabutan gigi terinfeksi, perawatan saluran akar,
insisi, dan drainase. Sedangkan perawatan sistemik terdiri dari pengobatan untuk
menghilangkan rasa sakit, terapi antibiotik dan terapi pendukung. Walaupun
pasien kelihatannya memerlukan intervensi lokal dengan segera, tetapi lebih
bijaksana apabila diberi antibiotik terlebih dahulu untuk mengurangi
kemungkinan terjadi bakterimia dan difusi lokal sebagai akibat sekunder dari
perawatan yang telah dilakukan. Semua infeksi orofasial yang serius memerlukan
rawat inap, karena perkembangan dari banyak infeksi dapat dioperasi lebih lama
dan mudah dikerjakan di rumah sakit.

Pemberian obat antibiotik penicilin dan metronidazol mencapai tingkat


terapeutik dalam 1 jam, sedangkan erytromycin memerlukan waktu sedikit lebih
lama untuk mencapai tingakat terpeautik. Apabila rasa sakit sudah berkurang
dapat dilakukan pengukuran temperatur oral, dan apabila terjadi peningkatan
dapat diberikan antipiretik (aspirin, acetaminophen).

Prognosis
Prognosis dapat bervariasi dari yang meragukan sampai yang baik,
tergantung dari : derajat kerusakan jaringan yang terkena, berapa banyak jaringan
yang rusak, kondisi fisik umum dari pasien. Walau gejala klinis abses
dentoalveolar kadang terkesan cukup parah, namun kebanyakan pada kasus, rasa
sakit dan pembengkakan akan mereda bila dilakukan tindakan perawatan yang
tepat. Prognosa gigi biasanya baik, dan banyak diantaranya dapat diselamatkan
dengan perawatan saluran akar, sehingga harus dipahami bahwa keparahan di
dalam penyakit secara klinis tidak berhubungan dengan sukar atau mudahnya
perawatan.
Pada beberapa kasus, jika kerusakan tulang apikal cukup besar, namun
fisioligis gigi masih baik, dapat diindikasikan untuk perawatan reseksi akar
(amputasi akar). Sedangkan pada kasus-kasus lainnya, penanganan abses

14
dentoalveolar yang optimal dapat dicapai melalui kombinasi perawatan saluan
akar, periodontal, dan bedah mulut.

Komplikasi
Komplikasi terjadi karena keterlambatan diagnosis, terapi yang tidak tepat
dan tidak adekuat. Komplikasi dapat diperberat jika disertai dengan penyakit
diabetes melitus, adanya kelainan hati dan ginjal. Komplikasi yang dapat
disebabkan abses rongga mulut diantaranya sebagai berikut :
1. Penyebaran infeksi jaringan lunak.
2. Penyebaran infeksi tulang, seperti terjadi osteomyelitis.
3. Penyebaran infeksi pada organ yang lain, seperti abses cerebral,
endokarditis, pneumonia.
4. Komplikasi yang berat dapat menyebabkan kematian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ohara-Nemoto, Ono T, Nemoto TK. Characterization of the Glutamyl


Endopeptidase from Staphylococcus Aureus Expressed in Escherichia
coli. FEBS J. 2008; 275(3):573-87
2. Pedersen GW. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC. 2013. 191-
219
3. Astri AA. Hubungan Abses dengan Demam sebagai Gejala Infeksi
Odontogenik. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Gigi. 2012. Makassar:
Universitas Hassanuddin
4. Dirks SJ, Terezhalmy GT. The Patient with an Odontogenic Infection.
Quintessence Int. 2004:35:482-502
5. Steiner RB, Thomson RD. Oral Surgery and Anesthesia. Philadelphia: W.
B. Saunders Comp; 1977:178-199

15
6. Prihandini OA. Kasus Pembengkakan yang disebabkan oleh Infeksi
Odontogenik pada Klinik Bedah Mulut FKG UPDM(B) Periode Januari-
Desember 2012. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Gigi. Jakarta: Universitas
Prof. Dr. Moestopo (Beragama). 2012
7. Robert D, Smith AJ. The Microbiology of The Acute Dental Abccess. J
Med Micro. 2009; 58, 155-162
8. Bahl R, Sandhu S, Singh K, Sahai N, Gupta M. Odontogenic Infections:
Microbiology and Management. Contemp Clin Dent 2014; 5: 307-311
9. Townsend CM, Sabiston DC. Sabiston Textbook of Surgery: The
Biological Basis of Modern Surgical Practice. Philadelphia: Saunders.
2004
10. Department of Education Republic of the Philippines. Promoting Oral
Healthin Public Elementary Schools. DepEd ORDER No.73, 19
September 2007
11. Pourdanesh F, Dehghani N, Azarsima M, Malekhosein Z. Pattern of
Odontogenic Infections at a Tertiary Hospital in Tehran, Iran: A 10-Year
Retrospective Study of 310 Patients. J Dent. 2013. 10(4): 319-328
12. Vasa AA, Sahana S, Sekhar R, Prasad V. Incongruousperiapical abscess,
A Case Report. Annals and Essences of Dent J. 2010; 2 (2): 44-47
13. Husby L, Lumintang N, Limpelch H. Profil Abses Submandibula di
Bagian Bedah RS. Prof. Dr. R. D. Kando Manado Periode Juni 2009
Sampai Juli 2012. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran. Manado: Universitas
Sam Ratulangi. 2012
14. Martin, Michael, and Jacoob W. Ufberg. “Dental Abscess.” eMedicine
Health. Eds. Ruben Olmodo, Francisco Talavera, and Steven L, Bernstein..
http://www.emedicinehealth.com/articles/20555-1.asp
15. Fragiskos FD. Oral Surgery. Germany: Spinger. 2007. 205-239
16. Hupp JR, Ellis E, Tucker MY. Contemporarry Oral and Maxillofacial
Surgery, 6th Edition. Missouri : Elsevier Inc. 2014. 295-318, 319-338

16

Anda mungkin juga menyukai