PENDAHULUAN
Kista merupakan kelainan rongga mulut yang sering terjadi. Karena sifat kista
yang membesar secara perlahan-lahan, akan menyebabkan desakan pada tulang
sehingga menyebabkan asimetri muka jika kista telah membesar. Kista adalah
rongga patologis yang berisi cairan atau semicairan, tidak disebabkan oleh
akumulasi pus. Kista ini dikelilingi oleh jaringan ikat atau kapsul dan biasanya
berdinding epitel, namun dapat terjadi tanpa dinding epitel. Dapat menyebabkan
pembesaran intra oral atau ekstra oral yang secraa klinis dapat menyerupai tumor
jinak
Kista dentigerous adalah kista yang terbentuk disekitar mahkota gigi yang belum
erupsi. Kista ini mulai terbentuk bila cairan menumpuk di dalam lapisan-lapisan
epitel email yang tereduksi atau diantara epitel dan mahkota gigi yang belum
erupsi.
Jumlah kasus kista dentigerous cukup banyak sehingga menjadi kista
odontogenik kedua yang paling banyak terjadi setelah kista radikular. Gigi yang
menjadi asal-muasal kista absen secara klinis sebab melibatkan gigi yang biasanya
impaksi atau telat erupsi. Sebagian besar berhubungan dengan gigi
molar tiga
mandibula, lalu juga dengan kaninus maksila, molar tiga maksila, dan
premolar
dua
semua gigi yang tidak erupsi, dimana pada mahkota gigi tersebut terdapat lumen
kista. Kista dentigerous hampir selalu melibatkan gigi permanen meskipun pada
beberapa kasus ditemukan adanya keterlibatan gigi sulung. Beberapa kasus
lainnya berhubungan dengan gigi supernumerary atau dengan odontoma.
BAB 2
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Tn Abd
Alamat
: Langensari
Pekerjaan
: Wiraswasta
Umur
: 38 tahun
Jenis kelamin
: Laki - Laki
Tanggal periksa
: 14 Januari 2015
KELUHAN SUBYEKTIF
Autoanamnesis di Bangsal Raflesia RSUD Banjar pukul 08.00 WIB
Keluhan utama :
Pasien mengeluh adanya benjolan di gusi semenjak kurang lebih 3 bulan yang lalu
Riwayat penyakit sekarang :
+ 3 bulan yang lalu, os mengeluh terdapat benjolan sebesar jagung di gusi atas
depan, warna biru, benjolan semakin lama semakin membesar diikuti pembesaran
pipi sebelah kanan. Nyeri (+) saat makan, tidak ada demam. Pasien juga
mengeluhkan pusing, os mengaku pada malam hari hidung menjadi mampet dan
agak sulit bernafas, tidak ada keluhan di telinga, tenggorokan, tidak ada penurunan
berat badan, dan tidak ada batuk pilek.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Alergi :
Bersin-bersin ketika terkena debu dan perubahan cuaca Alergi Makanan(-),
Alergi Obat (-)
Riwayat Pengobatan :
Pasien belum pernah berobat sebelumnya
Riwayat Kebiasaan
Merokok disangkal
A. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran
Tanda-tanda Vital
: Tampak tenang
: Compos mentis
:
Tekanan Darah
: 120/80mmHg
Nadi
Suhu
: 36.5 C
Frekuensi Napas
: 20 x/menit
1. Status Generalis
Kepala
: Normochepal
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorokan
Thorax
Paru-paru
Perkusi
Inspeksi
: tampak datar
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
: timpani di 4 kuadran
Ekstremitas
Atas
(-/-)
Bawah
(-/-)
2.
Aurikula
Telinga Kiri
Heliks sign (-)
MAE
Serumen (-)
Serumen (-)
Sekret (-)
Intak (+)
Sekret (-)
Intak (+)
Membran tympani
Hipremis (-)
Hiperemis (-)
Perforasi (-)
Edema (-)
Perforasi (-)
Edema (-)
RA
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Radang (-)
Radang (-)
Tumor (-)
Tumor (-)
Sikatriks (-)
Tes Garpu Tala:
Sikatriks (-)
Rinne
: tidak dilakukan
Weber
: tidak dilakukan
Hidung kiri
Hidung luar
Bentuk dbn
Inflamasi (-)
Inflamasi (-)
Deformitas (+)
Deformitas (-)
Rinoskopi anterior
Mukosa tenang (+)
Kavum nasi
Hiperemis (+)
Hieperemis (-)
Sekret (-)
Sekret (-)
Massa (-)
Massa (-)
Nyeri (-)
Nyeri (-)
Ulkus (-)
Vestibulum nasi
Ulkus (-)
Edema (-)
Konka nasi
Edema (-)
Hipertrofi (-)
Hipertrofi (-)
Hieperemis (-)
Hiperemis (-)
Menyempit
Lurus
Septum nasi
Deviasi (-)
Lurus
Deviasi (-)
(+) (melemah)
Passase udara
(+)
Sinus paranasal
Palpasi :
c. Tenggorok
Nasofaring
: dbn
Orofaring
Mukosa
Tonsil
Laringofaring : dbn
d. Maksilofasial
NI
: Normosmia (+/+)
N II
NIII
NIV
NV
NVI
NVII
+)
NVIII
: pendengaran normal
NIX
: Deviasi uvula ()
NX
NXI
NXII
e. Leher
Pembesaran KGB
- Pre aurikuler
(-/-)
- Post aurikuler
(-/-)
Submental
(-/-)
Submandibula
(-/-)
Supraklavikula (-/-)
Suprasternal
(-/-)
(-/-)
Palpasi : fluktuasi (+), nyeri takan (-), konsistensi keras, batas tegas
Leher
Inspeksi : Simetris
Palpasi : pembesaran nnll -/Pemeriksaan Intra oral
Mukosa pipi
Mukosa faring
Kelainan periodontal
: mesiodens incisivus
Ginggiva
Karang gigi
: (-)
gigi
Ginggiva :
I
DIAGNOSA KERJA :
kista dentigerous a/r Gingiva superior Dextra
DIAGNOSA BANDING :
kista radikuler - Ameloblastoma
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium darah
Pemeriksaan radiologis
Penatalaksanaan
Asam Mefenamat 500mg 3 dd 1
Ranitidin 150mg 2 dd 1
Pro Biopsi Eksisi
: foto panoramik
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Kista dentigerous merupakan kantung tertutup berbatas epitel atau kantung
jaringan ikat yang berbatas epitel squamosa
mahkota gigi yang tidak erupsi atau dentikel dan terdapat cairan 1. Kista ini
melekat pada cemento-enamel junction hingga jaringan folikular yang menutupi
mahkota gigi yang tidak erupsi. Kista dentigerous yang terjadi pada saat erupsi
dinamakan dengan kista erupsi, biasanya menghalangi erupsi. Separuh bagian dari
kista ini biasanya sudah tidak dibatasi oleh tulang. Kista dentigerous juga disebut
sebagai
cairan mendorong
cemento-enamel
junction dari gigi. Saat telah terbentuk sempurna, mahkota akan berprotrusi ke
dalam lumen, dan akar-akarnya memanjang ke sisi luar kista1.
Pada setiap teori, cairan menyebabkan proliferasi kistik karena kandungan
hiperosmolar
gigi, menyebabkan
Kista dentigerous tipe lateral menunjukkan kista yang besar disepanjang akar
mesial gigi inpaksi
c. Kista Dentigerous Sirkumferensial
Pada tipe sirkumferensial, seluruh organ email disekitar leher
kistik, sering menyebabkan gigi bererupsi menembus
gigi menjadi
kista sehingga
molar tiga
mandibula, lalu juga dengan kaninus maksila, molar tiga maksila, dan
premolar
dua
semua gigi yang tidak erupsi, dimana pada mahkota gigi tersebut terdapat lumen
kista. Kista dentigerous hampir selalu melibatkan gigi permanen meskipun pada
beberapa kasus ditemukan adanya keterlibatan gigi sulung. Beberapa kasus
lainnya berhubungan dengan gigi supernumerary atau dengan odontoma1.
Karena
berhubungan
dengan
gigi
impaksi
maka
kemungkinan
terjadinya kista ini akan bertambah seiring bertambahnya usia. Sebagai contoh
seseorang berusia 50 tahun dengan gigi impaksi, kemungkinannya memiliki kista
dentigerous
lebih besar
impaksi pula. Namun karena sebagian besar masyarakat telah membuang gigi
impaksinya saat masih muda, maka kelompok usia muda
ke-3)
mendominasi
statistik
yang
ada. Penelitian
(dekade
ke-2
dan
terakhir menunjukkan
terjadi pemerataan jumlah kasus dari berbagai usia dalam lima dekade terakhir
ini. Kista dentigerous terjadi dua kali lipat lebih banyak pada pria dibandingkan
wanita1.
Kista dentigerous biasanya asimtomatik kecuali bila ukurannya menjadi
sangat besar (10-15cm) atau bila terjadi infeksi sekunder sehingga akan
sakit.
Infeksi
sekunder
ini
sering
terjadi.
Dapat
terasa
pula menyebabkan
patologis
dan infeksi ini dapat mempengaruhi sensasi nervus alveolar inferior dan
pleksus
nervus
alveolar
superior
dapat terdeteksi melalui pemeriksaan radiografik rutin, atau dalam proses encari
penyebab retained deciduous tooth , atau pada pemeriksaan ekspansi klinis1.
Kista dapat terjadi pada pasien dengan cleidocranial dysostosis dan kadang
juga terjadi pada kelainan hipoplastik amelogenesis imperfekta dan menyebabkan
normal ruang
folikular
kurang
dari 2,5
mm
pada
radiografi intraoral dan 3 mm pada radiograf panoramik; spasi yang lebih besar
dianggap temuan diagnostik yang penting yakni kista dentigerous sebagai kista.
melekat pada
dan biasanya
ditemukan.
Kista
yang
ukurannya
melekat
mahkota
molar
tiga
dinding tulang.
hilang.
mungkin disertai dengan sindrom nevoid basal sel karsinoma. Secara radiografik,
aspek internal kista terlihat radiolusen kecuali untuk
terlibat. Kista
terlihat
translusen
mahkota
gigi
yang
dentigerous
memiliki
kecenderungan
untuk
menggeser
dan
meresorpsi gigi tetangga. Dilaporkan ada 50% kasus kista dentigerous yang
menyebabkan resorpsi akar gigi tetangga. Kista biasanya akan menggeser
gigi yang terlibat ke arah apikal. Tingkat pergeserannya dapat bervariasi. Sebagai
contoh, gigi molar tiga maksila atau kaninus dapat terdorong ke dasar orbita,
dan gigi molar tiga mandibula dapat tergeser ke regio kondil atau koronoid
atau bahkan sampai ke korteks inferior mandibula. Dasar dari maxillary
antrum
dapat
bergeser
jika
kista menginvaginasi
antrum.
Kista
juga
kista
dibentuk
oleh
folikel
gigi
ketika
dinding
kista
junction .
Sering
perlekatan
gigi
pada
akantosis dari rete ridge dengan infiltrasi sel radang. Pada kista dentigerous yang
tidak terinflamasi, batas epitelnya kira-kira
berketebalan
4-6
lapisan
sel.
Batas jaringan epitel konektif biasanya datar meskipun pada beberapa kasus
terjadi inflamasi kronis atau infeksi
sekunder
sehingga terjadi
hiperplasia
Kista dentigerous terinflamasi menunjukkan dinding epitel yang lebih tipis dengan
hiperplastic rete ridge
dentigerous maksila dapat ditemukan area fokal sel-sel mukus. Kadang juga
terlihat sel bersilia. Elemen sel sebasea juga kadang terlihat dalam struktur
dindingnya. Kadang terdapat area keratinisasi (metaplasia berkeratin) dan
hasil
aspirasi
kista
dengan keratosis.
ini
kadang
membingungkan
untuk membedakannya
proses
Scattered mucous cell dapat terlihat pada dinding epitel kista dentigerous
komplikasi, yakni
ameloblastoma
transformasi
Suatu
penelitian
menunjukkan
kistik menjadi
bahwa
17%
kasus
namun
jarang
terjadi.
berupa
karsinoma
adanya
kemungkinan
terjadinya
dari
proliferasi epitel
perlu
pertama
hal
perdarahan. Jika pada aspirasi kedua yang dilakukan beberapa hari kemudian
juga
barrel disconnected atau Doppler sounding yang positif untuk suara vaskular
maka dibutuhkan
angiogram . Computed
Tomography
(CT)
Scan
atau
cairan dan tumor solid. Namun densitas cairan kistik sangat beragam, dapat
serupa dengan konsistensi tumor solid tipe lainnya sehingga membuat
perbandingannya jadi membingungkan1.
Kista dentigerous yang berukuran kecil (kurang dari 2cm) biasanya dapat
dienukleasi dengan mudah, bersamaan dengan pencabutan gigi yang berhubungan
dengan
ortodontik
digunakan (seperti
kista
mempertahankan
pada gigi kaninus
gigi
yang
terlibat
maksila). Jika
telah berhasil
enukleasi beresiko
sebagai
yang besar, menghasilkan pergeseran ekstrim dari gigi impaksi yang berhubungan.
Pergeseran gigi yang terjadi bisa jauh dari posisinya yang normal terutama pada
regio maksila, sehingga gigi asal kista akan sulit ditentukan. Gigi tersebut
dapat bermigrasi ke arah suborbital, baik ke prosesus koronoid atau kondiloid.
Jika fraktur patologis mengancam, kadang dipilih cangkok tulang autologous
untuk rekonstruksinya sesegera mungkin1.
dan
tidak
ada
kemungkinan
kista residual dapat berkembang jika lesi tidak dienukleasi dengan sempurna.
2.9. Diagnosa Banding
Dilihat
yakni
dari
kondisi
biologisnya,
keratosis odontogenik,
ameloblastoma
dalam
ameloblastic fibroma
kista
diagnosis
ameloblastoma
banding
kista dentigerous,
Jika
kista
utama
kista
dentigerous
didapat
Referensi
1. Balaji SM, Textbook of oral & maxillofacial surgery. Paperbag 19
November 2009, diunduh 16 01 2015
2. Brad W. Neville , Douglas D. Damm , Carl M. Allen, Textbook of Oral and
MaxilloFacial Pathology,3E. Hardcover 25 Juni 2008, diunduh 18 01
2015
3. Robert P. Langlais MS, Craig S. Miller , Jill S. Gehrig, Color Atlas of
Common Oral Disease. Paperback 7 April 2009, diunduh 18 01 - 2015