Anda di halaman 1dari 26

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Tn. A.Y
Umur : 17 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Pekerjaan : Siswa
Alamat : Mapi
Tanggal masuk RS : 16-09-2018
Ruang rawat : Ruangan bedah pria

B. Anamnesis
Keluhan utama : Bengkak pada pipi sebelah kanan

Riwayat penyakit sekarang :


Bengkak di alami oleh pasien ± 1 tahun sebelum masuk rumah sakit. Awalnya
bengkak kecil seperti kacang tanah yang semakin hari semakin membesar
secara perlahan ± 6 cm semenjak 2 bulan yang lalu. Bengkak berisikan cairan
berwarna putih, nyeri (+), nyeri dirasakan pasien hilang timbul, nyeri lebih
dirasakan ketika bengkak tersebut masih kecil, kemudian nyeri hilang ketika
pipi semakin membengkak. Pasien juga merasakan susah mengunyah (+),
perubahan bentuk wajah, pasien juga mempunyai gigi berlubang (+) molar 2 &
3, sikat gigi 1x sehari, keluhan lainnya demam (-), mual (-), muntah (-),
BAB/BAK lancar.
Pasien sempat berobat ke dokter gigi diberikan obat, sempat membaik
kemudian keluhan muncul lagi.

Riwayat penyakit dahulu


 Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama (+)
 Riwayat gigi berlubang (+), riwayat cabut gigi (-)
 Riwayat trauma (-)
Riwayat penyakit keluarga
- Riwayat sakit serupa disangkal

Riwayat sosial ekonomi

1
Riwayat merokok (-), riwayat konsumsi beralkohol (-), riwayat makan pinang
(+)
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Pasien tampak kesakitan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : T: 110/70 mmHg
N: 68 x/menit RR: 20x/menit
Suhu : 36,8oC (Axilla)

Status Generalis :
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) , Sklera ikterik (-/-)
Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-/-), mukosa hiperemis (-/-), konka
hipertrofi (-/-)
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), OC (-), udem region mandibula dextra
(+), puss (+)
Tenggorok : Faring hiperemis (-) tonsil T1-T1
Telinga : Normotia, deformitas (-), serumen (-/-), sekret (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), struma (-)

Thorax
Pulmo Dextra Sinistra
I Simetris statis dinamis Simetris statis dinamis
P Stem fremitus ka = ki Stem fremitus ka = ki
P Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
A SD Vesikuler, Ronki (-), SD Vesikuler, Ronki (-),
Wheezing (-) Wheezing (-)

Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V 1-2 cm media linea midclavicula

2
sinistra
Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternal kiri
Batas kanan bawah : ICS V linea sternalis kanan
Batas pinggang jantung : ICS III linea parasternal kiri
Batas kiri bawah : ICS V 1-2 cm media linea midclavicula
sinistra
Konfigurasi jantung : normal
Auskultasi : BJ I-II normal, gallop (-) murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Perut datar (+),
Auskultasi : Peristaltik (+) normal,
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Perkusi : Pekak sisi (-), pekak alih (-), tympani (+)

Status Lokalis
Regio submandibula dextra
• Inspeksi : Tampak warna kulit sama dengan kulit sekitarnya, tampak wajah
asimetris, tampak benjolan di submandibula dextra dengan ukuran 6 cm,
ulkus tidak ada, darah tidak ada .
Pada bagian dalam mulut, tampak gigi tidak beraturan (+) puss (+), ulkus
(-), darah (-), caries gigi (+)
• Palpasi : Teraba benjolan padat, kenyal, batas tidak tegas, tepi rata, terfiksir nyeri
tekan tidak ada.

Foto klinis pasien

3
D. Diagnosis Kerja
Ameloblastoma Mandibula Dextra

E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium

Hb 10,2 g/DL
Ht 45,5 %
Leukosit 8.78/mm3
Trombosit 259.000/mm3

SGOT/SGPT 19,5 /16,9

Pemeriksaan Radiologi
1. Foto thorax
Corakan bronchovaskuler dalam batas normal
• Tidak tampak proses spesifik aktif pada kedua paru
• Cor : CTI dalam batas normal, aorta normal
• Kedua sinus dan diafragma baik

4
• Tulang-tulang intak
Kesan : tidak tampak tanda-tanda metastasis pada foto thorax ini

2. Gambaran MSCT kepala (AX + Cor) non kontras


 Tampak lesi ekspansil, ballooning, dengan korteks yang tipis, kesan
berasal dari ramus mandibula kanan
 Kedua bulbus oculi dan ruang retrobulbar yang terscan dalam batas
normal
 Sinus paranasalis dan aircell mastoid yang terscan dalam batas normal
 Tidak tampak pembesaran KGB regional
 Airway yang terscan dalam batas normal, area orofaring dan
nasofaring dalam batas normal

3. Gambaran Skull AP/LAT

5
F. Diagnosis Pasti
Ameloblastoma mandibula dextra

G. Penatalaksanaan
Dx :
Pemeriksaan Darah Lengkap, PT APTT, KL.
Tx :
 IVFD RL 20 TPM
 Bethadine kumur
 Pro Hemimandubulektomi

H. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Gigi

Gambaran (1). Anatomi (Emedicine, 2017)

Gigi pada orang dewasa ialah dentes permanentes. Pada tiap belah
maxilla atau mandibula, dari frontal atau medial ke oksipital atau distal
terdapat berturut-turut dens incisivus pertama, dan kedua, dens caninus, dens
premolaris pertama dan kedua, dens molaris pertama dan ketiga. Pada satu
gigi dapat dibedakan corona dentis kelihatan di luar gingiva, collum dentis
terdapat di dalam gingiva, dan radix dentis terdapat di dalam alveolus. Di
dalam gigi terdapat ruangan cavum dentis yang melanjutkan diri di dalam
radix dentis sebagai canalis radicis dentis bermuara pada pucuk radix dentis
sebagai foramen apicis radicis dentis. Pada corona dapat dibedakan 5 dataran.3
Susunan mikroskopis gigi yaitu dinding gigi terdiri atas dentin
(dentinum) atau substansia eburnea, email (enamelum) atau substansia
adamantina, dan cementum atau substansia ossea atau crusta petrosa. Pada

7
minggu keempat perkembangan embriologik, arkus brachial pertama
membentuk mandibula melalui fusi prominensia mandibula bilateral. Struktur
ini kemudian membentuk gigi melaui proses yang disebut odontogenesis.3
Tiap-tiap gigi berkembang dari (a) ectodermal cells, yang berkembang
menjadi ameloblast dan region gigi luar lain, dan (b) ectomesenchymal cells,
yang membentuk odontoblasts dan papila dental. Proses ini dimulai pada
corona gigi dan berlanjut hingga ke akar/radix.3
Odontogenesis terjadi dalam 4 tahap yaitu ; tahap bud, cap, bell, dan
crown. Pada minggu keenam perkembangan embriologi, sel mesenkimal
menebal dan membentuk lamina dental primer. Sel ini mulai untuk
berinvaginasi membentuk tooth bud dengan overlying cap. Pada minggu ke
20, tooth bud nampak menjadi bentuk bell dengan sel ameloblastik dan
odontoblastik aktif. Sel ameloblastik memproduksi enamel gigi, sedangkan sel
odontoblastik membentuk dentin. Produksi enamel memerlukan formasi
lengkap dari dentin. Kedua proses ini selesai pada fase crown, dimana gigi
dalam tahap perkembangan akhir. Sebelum selesainya odontogenesis, baik
lamina dental primer dan sekunder menghilang. Adanya sisa sel embrionik ini
dapat menjadi lesi benigna atau maligna dikemudian hari.3,4

2. Definisi Ameloblastoma
Definisi ameloblastoma (amel, yang berarti enamel dan blastos, yang
berarti kuman) adalah tumor jinak dariepitel odontogenik (ameloblasts, atau
bagian luar pada gigi selama pengembangan) jauh lebih sering muncul di
mandibula daripada maksila. Ini diakui pada tahun 1827 oleh Cusack. Jenis
neoplasma odontogenik ditunjuk sebagai adamantinoma pada 1885.
Ameloblastoma mandibula adalah ameloblastoma yang terdapat di
mandibula.4
Ameloblastoma ialah tumor yang berasal dari jaringan organ enamel
yang tidak menjalani diferensiasi membentuk enamel. Tumor ini biasanya

8
unisentrik, nonfungsional, pertumbuhannya bersifat intermiten, secara
anatomis jinak, secara klinis bersifat persisten, dan secara lokal invasif.6
3. Epidemiologi
Ameloblastoma lebih sering terjadi pada mandibula daripada di
maksila, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kecenderungan sama.
Ameloblastoma dapat terjadi pada usia dimana paling umum terjadi pada
orang-orang yang berusia diantara 20 sampai 50 tahun dan hampir dua pertiga
pasien berusia lebih muda dari 40 tahun. Beberapa literatur mengatakan
bahwa kasus ini pernah terjadi pada usia sekitar 21 tahun. Namun, tumor
mungkin mulai berkembang antara masa anak-anak dan usia dewasa muda.
Pendapat ini divalidasi oleh laporan di tahun selanjutnya dari meningkatnya
frekuensi ameloblastoma pada anak-anak.7,9
Hampir sebagian besar kasus-kasus yang dilaporkan menunjukkan
bahwa ameloblastoma jauh lebih sering dijumpai pada mandibula dibanding
pada maksila. Kira-kira 80% terjadi di mandibula dan kira-kira 75% terlihat di
regio molar kedua dan ketiga juga ramus, hal ini pulalah yang terkadang
menyebabkan deformitas antara maksila dan mandibula.7
4. Etiologi
Etiologi ameloblastoma sampai saat ini belum diketahui dengan jelas,
tetapi beberapa ahli mengatakan bahwa ameloblastoma dapat terjadi setelah
pencabutan gigi, pengangkatan kista dan atau iritasi lokal dalam rongga
mulut.
Selanjutnya tumor akan terbentuk dari :
a. Sisa sel – sel dari organ enamel, sisa lamina dental, sisa-sisa epitel
Mallasez atau sisa-sisa pembungkus Hertwig yang terkandung
dalam ligamen periondontal gigi yang akan erupsi.
b. Epitelium dari kista odontogenik terutama kista dentigerous
c. Gangguan perkembangan organ enamel
d. Sel-sel basal dari epitelium permukaan rahang

9
e. Epitelium heterotropik pada bagian-bagian lain dari tubuh,
khususnya kelenjar pituitary.

5. Klasifikasi Ameloblastoma
Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan terapi antara lain tipe
solid/multikistik, tipe unikistik, dan tipe ekstraosseus/peripheral.

Gambar 2.Ameloblastoma Subtipe Klinis A. Tipe multikistik B. Tipe Unikistik C. Tipe


Periferal (Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 4 ed.
United Kingdom: Elsevier Health Sciences; 2014.)

a. Tipe Solid atau Multikistik atau Konvensional


Tumor ini menyerang pasien pada seluruh lapisan umur. Tumor ini
jarang terjadi pada anak yang usianya lebih kecil dari 10 tahun dan relatif
jarang terjadi pada usia 10 sampai 19 tahun. Tumor ini menunjukan angka
prevalensi yang sama pada usia dekade ketiga sampai dekade ketujuh. 7
Tidak ada predileksi jenis kelamin yang signifikan. Sekitar 85% tumor
ini terjadi pada mandibula, paling sering pada daerah molar di sekitar ramus
asendens. Sekitar 15% tumor ini terjadi pada maksila biasanya pada regio
posterior. 8
Tumor ini biasanya asimptomatik dan lesi yang kecil ditemukan pada
saat pemeriksaan radiografis. Ameloblastoma tipe konvensional tidak
menimbulkan keluhan subjektif pada pasien dan baru menimbulkan keluhan
subjektif ketika ukurannya telah membesar. Pembengkakan pada tulang yang
tidak menimbulkan rasa sakit dan ekspasi tulang kortikal bukal dan lingual

10
adalah salah satu ciri khas dari ameloblastoma tipe ini. Jika tidak diterapi, lesi
akan tumbuh lambat membentuk massa yang masif. 7
Rasa sakit dan parastesia jarang terjadi bahkan pada tumor yang besar.
Tumor ini muncul dengan berbagai macam gambaran histologis antara lain
variasi dalam bentuk folikular, pleksiform dan sel granular. Walaupun terdapat
bermacam tipe histologis tapi hal ini tidak mempengaruhi terapi maupun
prognosis.9
Tipe solid atau multikistik tumbuh invasif secara lokal, memiliki
angka kejadian rekurensi yang tinggi bila tidak diangkat secara tepat. Dari sisi
lain tumor ini memiliki kecenderungan yang rendah untuk bermetastasis. 8

Gambar 3. Adanya Tampilan Multilokular Ameloblastoma besar pada sudut mandibula,


dengan ekspansi ekstensif (panah solid) dan resorpsi gigi yang bersebelahan panah terbuka).
(Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 4 ed. United
Kingdom: Elsevier Health Sciences; 2014.)

b. Tipe Unikistik
Ameloblastoma tipe unikistik ini memiliki persentase sebesar 10 –
15% dan lebih sering ditemukan pada pasien dengan usia muda sekitar umur
20-30 tahun, 50% dari tumor ini ditemukan pada pasien yang berada pada
dekade kedua. Lebih dari 90% ameloblastoma unikisik ditemukan pada
mandibula pada regio posterior. 5

11
Ameloblastoma tipe unikistik umumnya membentuk kista dentigerous
secara klinis maupun secara radiografis walaupun beberapa diantaranya tidak
berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi. Gambaran radiograf
menunjukkan batas lesi yang jelas, radiolusensi unilokular yang berkaitan
dengan mahkota dari gigi yang tidak erupsi, biasanya pada M3 yang tidak
dapat dibedakan dengan kista dentigerous atau odontogenic keratocyst. 8
Tipe ini sulit didiagnosa karena kebanyakan ameloblastoma memiliki
komponen kista. Hasil pembedahan juga dapat menyerupai kista, sehingga
diagnosis ameloblastoma ditegakkan setelah pemeriksaan mikroskopik dari
spesimen struktur unikistik yang dibatasi epithelium ameloblastic. Lesi ini
biasanya berkembang dari perubahan neoplastik dari kista atau sisa epitel
dental lamina. 9
c. Tipe Periferal / Ekstraosseus
Periferal ameloblastoma juga dikenal dengan nama ekstraosseus
ameloblastoma atau ameloblastoma jaringan lunak. Biasanya terjadi pada
gingiva atau mukosa alveolar. Tipe ini menginfiltrasi jaringan di sekelilingnya
yaitu jaringan ikat gingiva dan tidak ada keterlibatan tulang di bawahnya.
Periferal ameloblastoma ini umumnya tidak sakit, sessile, kaku, pertumbuhan
eksofitik yang biasanya halus atau granular. 5
Ameloblastoma jenis ini tidak umum dan menyerang orang tua dengan
rata-rata umur 51 tahun dan 65% tumor ini terjadi pada regio anterior. Tumor
ini mungkin muncul dari sisa-sisa epitel odontogenik di bawah mukosa oral
atau dari sel basal epitel permukaan. Secara histologis, lesi ini memiliki ciri-
ciri yang sama dengan bentuk intraosseous dari tumor, dengan pola plexiform
dan folikular yang paling umum. Ameloblastoma periferal memiliki pulau-
pulau ameloblastoma yang menyerupai lamina propria di bawah epitel
permukaan.

12
Periferal Ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral
and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 2008: 136-143)

Ameloblastoma dapat menggeser gigi lebih jauh, dan sering


mendorong gigi yang terlibat ke daerah apikal, serta dapat menyentuh palatum
dan menyebabkan resorpsi akar yang luas, dan terlihat bentuk tidak teratur. 6
Dengan oklusal foto, dapat terlihat perluasan lingual kortex, dan
penipisan tulang kortikal yang berdekatan, serta meninggalkan lapisan luar
tipis tulang (seperti kulit telur). Tumor ini memiliki potensi sangat besar untuk
proses perluasan tulang, sampai terjadi perforasi tulang ke jaringan
sekelilingnya yang merupakan ciri khusus ameloblastoma. Variasi kistik
biasanya dapat menyebabkan lebih banyak perluasan daripada odontogenic
keratocyst. Batas anterior prosesus coronoid tampak hilang pada tumor-tumor
besar di ramus mandibula.
6. Diagnosis
a. Pemeriksaan klinis
Pada tahap yang sangat awal, riwayat pasien asimtomatis. Tumor
tumbuh secara perlahan selama bertahun-tahun dan ditemukan pada
rontgen foto. Pada tahap berikutnya, tulang menipis dan ketika teraba
seluruhnya tumor yang menonjol terasa lunak pada penekanan. Dengan
pembesarannya, maka tumor tersebut dapat mengekspansi tulang kortikal
yang luas dan memutuskan batasan tulang serta menginvasi jaringan

13
lunak. Pasien jadi menyadari adanya pembengkakan, biasanya pada
bagian bukal mandibula dan dapat mengalami perluasan ke permukaan
lingual, suatu gambaran yang tidak umum pada kista odontogenik. Sisi
yang paling sering dikenai adalah sudut mandibula dengan pertumbuhan
yang meluas ke ramus dan ke dalam badan mandibula. Secara ekstra oral
dapat terlihat adanya pembengkakan wajah dan asimetri wajah. Sisi
asimetri tergantung pada tulang-tulang yang terlibat. Perkembangan tumor
tidak menimbulkan rasa sakit kecuali ada penekanan pada saraf atau
terjadi komplikasi infeksi sekunder. Ukuran tumor yang bertambah besar
dapat menyebabkan gangguan pengunyahan dan penelanan. 3
Pada pemeriksaan ekstraoral dan intraoral terdapat beberapa
parameter lesi yang dievaluasi meliputi:3 9
- Lokasi
- Ukuran
- Karakter (makula, ulcer, massa)
- Warna, termasuk penilaian homogenitas warna
- Morfologi permukaan (halus, pebbly, granular, verrucous)
- Batas tepi (halus, tidak beraturan, tidak jelas, berbatas tegas)
- Konsistensi terhadap palpasi
- Gejala lokal
- Distribusi lesi jika multiple atau konfluen
Pada ameloblastoma, penampakan klinis yang paling umum adalah
adanya pembesaran tanpa rasa nyeri pada rahang. Perubahan
neurosensorik jarang terjadi, meskipun pada tumor yang besar.
Pertumbuhan yang lambat juga merupakan petunjuk, dimana tumor yang
tidak diobati dapat menimbulkan perubahan wajah yang nyata. Terkadang
dapat terjadi maloklusi dental, nyeri dan paresthesia pada area yang
terpengaruh. Peningkatan ukuran lesi dapat menyebabkan asimetri wajah,
perpindahan posisi gigi geligi yang menyebabkan maloklusi, gigi
mengalami resorpsi akar, kehilangan gigi geligi, peningkatan mobilitas

14
gigi, dan fraktur patologis. Peningkatan ukuran ini disebabkan karena
ekspansi tulang dan invasi lesi ke dalam jaringan lunak. Paresthesia juga
dapat disebabkan akibat ameloblastoma yang menekan percabangan
nervus trigeminal yang berfungsi sebagai saraf sensoris untuk daerah
maksila dan mandibula.5,7
b. Pemeriksaan radiologis
Tampak radiolusen unilokular atau multilokular dengan tepi
berbatas tegas. Tumor ini juga dapat memperlihatkan tepi kortikal yang
berlekuk, suatu gambaran multilokular dan resobsi akar gigi yang
berkontak dengan lesi tanpa pergeseran gigi yang parah dibanding pada
kista. Tulang yang terlibat digantikan oleh berbagai daerah radiolusen
yang berbatas jelas dan lesi memberi suatu bentuk seperti sarang lebah
atau gelembung sabun. Kemungkinan juga ada radiolusen berbatas jelas
yang menunjukkan suatu ruang tunggal.8
Pada pasien dengan pembengkakan di rahang, langkah pertama
dalam diagnosis adalah radiografi panoramik. Namun, jika pembengkakan
yang keras dan fixed dengan jaringan yang berdekatan, CT-scan
disarankan. Meskipun dosis radiasi jauh lebih tinggi di CT-scan, perlunya
mengidentifikasi kontur lesi, isinya dan ekstensinya ke dalam,
membuatnya lebih dipilih untuk diagnosis. Foto polos tidak menunjukkan
interfaces antara tumor dan soft tissues yang normal, hanya interface
antara tumor dan tulang yang normal yang dapat dilihat. Aksial view
dalam gambar CT-scan dengan kontras dan koronal juga aksial view dalam
magnetic resonance imaging (MRI) jelas menunjukkan kedua jenis
interface. Meskipun tidak ada perbedaan yang cukup antara MRI dan CT
untuk mendeteksi komponen kistik tumor, untuk memvisualisasikan
proyeksi papiler ke dalam rongga kistik, MRI sedikit lebih unggul. MRI
sangat penting untuk mengetahui gambaran yang tepat dari suatu
ameloblastoma maksilaris yang advanced dan dengan demikian dapat
menentukan prognosis dari operasi.6

15
i. Radiografi:
Dental foto: periapikal dan oklusal foto, Panoramik, PA, lateral dan
submento vertex. 6
ii. CT Scan:
Penampilan pada tomografi pada dasarnya adalah gambaran seperti
lapisan-lapisan tipis, kecuali pada batas luar dan hubungannya dengan
struktur-struktur disekelilingnya tampak lebih jelas dan akurat.
Gambaran CT dapat mendeteksi perforasi kortex luar dan perluasan
ke jaringan lunak sekitarnya. Pada gambaran resonansi magnet (MRI),
tampak resolusi lebih baik, tentang sifat dan tingkat invasi tersebut,
sehingga menjadi sangat penting dalam penilaian evaluasi setelah
operasi ameloblastoma. 6
c. Pemeriksaan patologi anatomi
Kandungan tumor ini dapat keras atau lunak, tetapi biasanya ada suatu
cairan mukoid berwarna kopi atau kekuning-kuningan. Kolesterin jarang
dijumpai. Secara makroskopis ada dua tipe yaitu tipe solid (padat) dan tipe
kistik. Tipe yang padat terdiri dari massa lunak jaringan yang berwarna
putih keabu-abuan atau abu-abu kekuning-kuningan. Tipe kistik memiliki
lapisan yang lebih tebal seperti jaringan ikat dibanding kista sederhana.
Daerah-daerah kistik biasanya dipisahkan oleh stroma jaringan fibrous tetapi
terkadang septum tulang juga dapat dijumpai. Mikroskopis terdiri atas
jaringan tumor dengan sel-sel epitel tersusun seperti pagar mengelilingi
jaringan stroma yang mengandung sel-sel stelate retikulum, sebagian
menunjukkan degenerasi kistik. 9
d. Insisi Biopsi
Insisi Biopsi meliputi pengambilan sebagian lesi yang relative
ekstensif untuk pemeriksaan histopatologis dan penegakan diagnosis. Insisi
biopsi diindikasikan pada lesi yang lebih besar dari 1-2 cm dan untuk lesi
besar yang berkapsul atau neoplasma yang berpotensi keganasan. 9

16
7. Diagnosis Banding
Dapat di diagnosis banding dengan kista dentigerus, kista primordial,
odontogenik keratosis, odontogenik myxoma atau ossifying fibroma.
Ameloblastoma unilokular kecil yang terletak di sekitar mahkota gigi yang
tidak erupsi seringkali tidak dapat dibedakan dengan kista dentigerous.
Karena tampakan septum tulang di dalam tumor penting untuk identifikasi
ameloblastoma, tipe lesi lainnya yang juga memiliki septum tulang interna
(seperti odontogenik keratosis, giant cell granuloma, odontogenik myxoma,
dan ossifying fibroma) dapat memiliki tampakan yang mirip. Odontogenik
keratosis dapat memiliki septum yang berkurva tetapi biasanya keratosis
cenderung tumbuh di sepanjang tulang tanpa ekspansi yang jelas, yang
merupakan karakeristik ameloblastoma.7
Giant cell granuloma umumnya terjadi di bagian anterior dari gigi-
gigi molar, terjadi pada kelompok usia yang lebih muda, dan memiliki septum
yang lebih granular dan kurang jelas. Odontogenic myxoma dapat memiliki
tampakan septum yang serupa, namun biasanya terdapat 1 atau 2 septum yang
tipis, tajam, dan lurus yang merupakan karakteristik myxoma. Adanya 1
septum dengan karakteristik tersebut saja sudah mengindikasikan sebuah
myxoma. Selain itu myxoma tidak seekspansif ameloblastoma dan cenderung
tumbuh di sepanjang tulang. Septum pada ossifying fibroma biasanya lebar,
granular, dan berbatas kurang jelas. Selain itu terdapat trabekula kecil yang
tidak rata. 7
8. Komplikasi
Ameloblastoma yang besar dapat membuat hilangnya fungsi rahang dan
kesulitan menelan makanan. Selanjutnya, kurangnya nutrisi dapat
menyebabkan hipoproteinemia. Pasien juga berisiko perdarahan karena
ulserasi dan dapat menunjukkan gejala anemia.2
Dua faktor yang diasumsikan menjadi penyebab hipoproteinemia pada
ameloblastoma kistik yang besar: dinding kista bertindak sebagai membran
semipermeabel; dan kebocoran cairan intrakistik secara langsung melalui

17
lubang pada dinding kista. Beberapa penulis mengemukakan bahwa kista
odontogenik berkualitas membran semipermeabel dan memiliki kemampuan
untuk mentransfer protein secara positif. Kadar albumin cairan kista
odontogenik hampir sama dengan serum albumin. Hal ini mungkin
berdasarkan berat molekul albumin yang lebih kecil dari globulin; sehingga
mudah berpindah melalui membran. Ameloblastoma bersifat odontogenik
juga dan formasi kista sering ditemukan pada pasien dengan kelainan tersebut.
Dalam kondisi ini, mungkin protein diserap melalui dinding kista dan
ditransfer ke dalam rongga kista. 2
9. Terapi
Terapi untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma
sampai jaringan sehat yang berada di bawah tumor. Hasilnya kemudian
dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis, hal ini akan menentukan
terapi yang selanjutnya dilakukan. Setelah eksisi, harus dilanjutkan dengan
elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan Karnoy.5
Terapi bedah ameloblastomas dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu,
Eksisi tumor, rekonstruksi dan rehabilitasi.
Kemungkinan untuk terjadi rekurensi ada dan pasien harus
diinstruksikan untuk mengikuti pemeriksaan secara berkala sampai bertahun-
tahun setelah operasi. Sebuah ameloblastoma yang dilakukan eksisi, memiliki
tingkat rekurensi sebesar 50%-90%. Hal ini sangat sulit diprediksi tergantung
dari jenis ameloblastoma yang menyerang. Ameloblastoma mempunyai
reputasi untuk mengalami kekambuhan kembali setelah dsingkirkan. Hal ini
disebabkan sifat lesi tersebut menginvasi secara lokal pada penyingkiran yang
tidak adekuat. 6
Beberapa prosedur operasi yang mungkin digunakan untuk mengobati
ameloblastoma antara lain:6
a. Enukleasi
Enukleasi merupakan penyingkiran tumor dengan mengikisnya dari
jaringan normal yang ada di sekelilingnya. Lesi unikistik, khususnya yang

18
lebih kecil hanya memerlukan enukleasi dan seharusnya tidak dirawat secara
berlebihan. 6
Teknik enukleasi diawali dengan insisi, flap mukoperiostal dibuka.
Kadang-kadang tulang yang mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat
pada periosteum, maka harus dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup,
lesi biasanya dapat diangkat dari tulang. Gunakan sisi yang konveks dari kuret
dengan tarikan yang lembut. Saraf dan pembuluh darah biasanya digeser ke
samping dan tidak berada pada daerah operasi. Ujung tulang yang tajam
dihaluskan dan daerah ini harus diirigasi dan diperiksa. Gigi-gigi yang berada
di daerah tumor jinak biasanya tidak diperlukan terapi khusus. Jika
devitalisasi diperlukan, terapi endodontik sebelum operasi dapat dilakukan. 6
Penggunaan metode ini lebih disukai, terutama pada anak-anak, karena
pertumbuhan rahang bawah belum lengkap dan saat bentuk mandibula perlu
dipertahankan atau saat fasilitas atau keahlian untuk rekonstruksi tidak
tersedia.
b. Cryosurgery
Adalah pembedahan yang dilakukan dengan cara memaparkan
temperatur dingin yang ekstrem ke jaringan yang telah diseleksi menggunakan
alat yang mengandung nitrogen cair. Tujuan cryosurgery adalah untuk
mengeliminasi sel-sel yang abnormal.9
Efek pendinginan yang ekstrem: konsentrasi cairan intraseluler
meningkat, kadar air intraseluler berkurang, sel mengkerut, membran sel
rusak, terbentuk kristal es di intraseluler maupun di ekstraseluler.
c. Eksisi Blok
Kebanyakan ameloblastoma harus dieksisi daripada dienukleasi. Eksisi
sebuah bagian tulang dengan adanya kontinuitas tulang mungkin
direkomendasikan apabila ameloblastomanya kecil. Insisi dibuat pada mukosa
dengan ukuran yang meliputi semua bagian yang terlibat tumor.9
Insisi dibuat menjadi flap supaya tulang dapat direseksi di bawah tepi
yang terlibat tumor. Lubang bur ditempatkan pada outline osteotomi, dengan

19
bur leher panjang Henahan. Osteotom digunakan untuk melengkapi
pemotongan. Sesudah itu, segmen tulang yang terlibat tumor dibuang dengan
tepi yang aman dari tulang yang normal dan tanpa merusak border tulang.9
Setelah meletakkan flap untuk menutup tulang, dilakukan penjahitan
untuk mempertahankan posisinya. Dengan demikian eksisi tidak hanya
mengikutkan tumor saja tetapi juga sebagian tulang normal yang
mengelilinginya. Gigi yang terlibat tumor dibuang bersamaan dengan tumor.
Gigi yang terlibat tidak diekstraksi secara terpisah.9
d. Reseksi Tumor
Reseksi tumor sendiri dari reseksi total dan reseksi segmental
termasuk hemimaksilektomi dan hemimandibulektomi. Apabila
ameloblastoma ditemukan pada pemeriksaan, serta dapat dijumpai adanya
perubahan kembali serta aktifitas lesi yang baru setelah operasi maka pada
kasus tersebut harus direseksi. Pada ameloblastoma mandibula dilakukan
hemimandibulektomi. 7
Hemimandibulektomi merupakan pola yang sama dengan eksisi blok
yang diperluas yang mungkin saja melibatkan pembuangan angulus, ramus
atau bahkan pada beberapa kasus dilakukan pembuangan kondilus.
Pembuangan bagian anterior mandibula sampai ke regio simfisis tanpa
menyisakan border bawah mandibula akan mengakibatkan perubahan bentuk
wajah yang dinamakan ” Andy Gump Deformity”. 7
Reseksi mandibula dilakukan setelah trakeostomi dan diseksi leher
radikal (bila diperlukan) telah dilakukan. Akses biasanya diperoleh dengan
insisi splitting bibir bawah. Bibir bawah dipisahkan dan sebuah insisi vertikal
dibuat sampai ke dagu. Insisi itu kemudian dibelokkan secara horizontal
sekitar ½ inchi dibawah border bawah mandibula. Kemudian insisi diperluas
mengikuti angulus mandibula sampai mastoid. Setelah akses diperoleh, di
dekat foramen mentale mungkin saja dapat terjadi pendarahan karena adanya
neurovascular. 8

20
Permukaan dalam mandibula secara perlahan-lahan dibuka dengan
mendiseksi mukosa oral. Dengan menggunakan gigli saw pemotongan
dilakukan secara vertikal di daerah mentum. Hal ini akan memisahkan
mandibula secara vertikal. Mandibula terbebas dari otot yang melekat antara
lain muskulus depressor labii inferior, depressor anguli oris dan platysma.
Bagian mandibula yang akan direseksi dibebaskan dari perlekatannya dari
mukosa oral dengan hati-hati. Setelah itu, komponen rahang yang
mengandung massa tumor dieksisi dengan margin yang cukup. Bagian margin
dari defek bedah harus dibiopsi untuk pemeriksaan untuk menentukan apakah
reseksi yang dilakukan cukup atau tidak. Jika bagian itu bebas dari tumor,
bagian ramus dan kondilus mandibula harus dipertahankan untuk digunakan
pada rekonstruksi yang akan datang. Ramus paling baik dipotong secara
vertikal. Ketika mandibula disartikulasi, maka ada resiko pendarahan karena
insersi temporalis dan otot pterygoid lateral dipisahkan. Hal ini dapat
dihindari dengan membiarkan kondilus dan prosessus koronoid berada tetap
in situ. Setelah hemimandibulektomi, penutupan luka intraoral biasanya
dilakukan dengan penjahitan langsung.
e. Rekontruksi Pasca Bedah
Terapi adekuat melalui bedah reseksi tumor yang secara fungsional
maupun estetik memerlukan rekonstruksi karena defek yang terjadi. Soft
tissue yang hilang diminimalisir, walaupun reseksi yang tidak lengkap pada
lesi primer dapat menimbulkan angka kekambuhan yang tinggi. Beberapa
pilihan rekonstruksi telah direncanakan, tapi graft kortikokanselous blok
masih dipertimbangkan sebagai metode yang dipilih pada defek kurang dari 5
cm. Graft tersebut diambil dari anterior atau posterior iliac crest dengan angka
survival yang bergantung pada angka revaskularisasi graft. 3
Microvaskular bone grafting menunjukkan angka keberhasilan yang
lebih tinggi pada defek yang ukurannya lebih dari 5 cm. Fibula flap
merupakan gold standar untuk rekonstruksi mandibula.3
10. Prognosis

21
Prognosis dalam hal pengobatan tumor ini baik jika kita memperhatikan
angka kematian, tetapi jika kemampuan tumor untuk menyerang secara lokal dan
menghancurkan dengan pertumbuhan yang luas ke dalam jaringan dari wajah
dan rahang diperhatikan, maka harus disimpulkan bahwa itu adalah tumor yang
serius dan satu di antara metode pengobatan yang paling memadai harus dipilih.1
Rekurensi kemungkinan dapat timbul karena tidak sempurnanya tindakan
operasi, yaitu : (1) pada jaringan spongiosa, sebaiknya tindakan yang dilakukan
harus lebih cepat dengan reseksi, dan sebaiknya 1 cm jaringan sehat
disekitarnya harus turut diambil. (2) Jaringan kortikal sebaiknya direseksi secara
terpisah, (3) Mukosa yang melapisi prosesus alveolar, sebaiknya direseksi juga. 5
Ameloblastoma memiliki tingkat rekurensi yang tinggi setelah terapi,
yakni 23% pada ameloblastoma multikistik dan 14% pada ameloblastoma
unikistik. Rekurensi dapat terjadi karena ameloblastoma memiliki sel satelit yang
dapat berinvasi. Ameloblastoma menyebar dengan membentuk psudopods pada
sumsum tulang tanpa resorpsi tulang trabekular yang nyata. 6
Rekurensi juga diketahui dapat terjadi karena beberapa alasan berikut.
Pertama, adanya pulau-pulau kecil dari jaringan neoplastik di tulang cancellous
pada margin dari specimen atau implantasi dari sel tumor selama enukelasi. Yang
kedua, merupakan konsekuensi dari rekurensi jaringan lunak, Sehingga mukosa
di sekitarnya juga harus direseksi jika tumor menginvasi alveolus dan perforasi
melalui tulang alveolar. Ketiga, tumor seeding. Ini sebaiknya dipertimbangkan
sebagai penyebab paling penting dari rekurensi ameloblastoma pada graft tulang.
Pengambilan total massa tumor ameloblastoma dengan mengikut sertakan
jaringan tulang yang sehat di sekitarnya akan memberikan hasil yang optimal.
Mengingat pola pertumbuhannya, cenderung meluas melalui marrow space, bila
pengangkatannya tidak adekuat maka tumor ini sering kambuh, sehingga
ameloblastoma memerlukan penatalaksanaan tindakan yang radikal. 6
Mengingat sifat ameloblastoma yang cenderung rekuren walaupun sudah
dilakukan enblok reseksi, kemungkinan rekurensi tetap bisa terjadi (10%). Oleh
karena itu penderita dianjurkan untuk kontrol setiap 3 bulan selama 5 tahun. Bila

22
ditemukan adanya rekurensi dapat segera dilakukan operasi ulang. Beberapa
studi menunjukkan tingkat rekurensi ameloblastoma adalah 50% - 90% paska
kuretase dan 15% setelah blok reseksi. Oleh karena itu para ahli bedah
menyatakan bahwa pembuangan ameloblastoma setidaknya 1 cm lebihnya dari
batas tumor pada radiograf. Rekurensi memakan waktu bertahun-tahun setelah
pembedahan pertama sebelum akhirnya bermanifestasi klinis.5

BAB III

23
PEMBAHASAN

Seorang laki – laki 17 tahun datang dengan keluhan benjolan ± 1 tahun


sebelum masuk rumah sakit. Awalnya bengkak kecil seperti kacang tanah
yang semakin hari semakin membesar secara perlahan ± 6 cm semenjak 2
bulan yang lalu. Bengkak berisikan cairan berwarna putih, nyeri (+), nyeri
dirasakan pasien hilang timbul, nyeri lebih dirasakan ketika bengkak tersebut
masih kecil, kemudian nyeri hilang ketika pipi semakin membengkak. Pasien
juga merasakan susah mengunyah (+), perubahan bentuk wajah, pasien juga
mempunyai gigi berlubang (+) molar 2 & 3, sikat gigi 1x sehari, keluhan
lainnya demam (-), mual (-), muntah (-). Pasien sempat berobat ke dokter gigi
diberikan obat, sempat membaik kemudian keluhan muncul lagi sehingga
pasien dialihkan ke spesialis bedah untuk mendapatkan penanganan
selanjutnya.
Dari pemeriksaan ekstra-oral, pada inspeksi tampak asimetri (+),
pembengkakan (+) pada regio mandibula dekstra, warna kemerahan (-). Pada
palpasi teraba sebuah benjolan ukuran ± 6x5x5 cm pada regio mandibula
dekstra, batas tegas, keras, terfiksir, nyeri tekan (-), perabaan hangat (-),
fluktuasi (-), fenomena pingpong (+). Pada pemeriksaan intra oral, pada
mukosa rahang bawah ditemukan benjolan (+), edem (-),hiperemis (-), ulkus
(-), massa teraba tunggal, keras dan terfiksir, batas tegas, ukuran ± 5x5x5 cm,
nyeri tekan (-), perabaan hangat (-), fluktuasi (-), halitosis (-), gangguan
neurologi (-). Tidak ditemukan kelainan pada status dental.

Pada pemeriksaan CT Scan Wajah didapatkan kesan honey comb


appearance (sesuai gambaran ameloblastoma).

Dari anamensis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien


ini didiagnosis ameloblastoma mandibula dekstra dan direncanakan

24
hemimandibulektomi dekstra. Sebagai dokter umum, jika menemukan pasien
seperti ini maka yang harus dilakukan adalah merujuknya ke dokter spesialis
bedah.

DAFTAR PUSTAKA

25
1. Mansjoer & Arif, 2016. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1.UI: Media.
2. Price, Sylvia A, 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
3. Snell et al, 2006. Anatomi Klinik. Bagian 2. Edisi keenam. Jakarta: EGC.
4. Harahap S, 2014. Gigi Impaksi, Hubungannya dengan Kista &
Ameloblastoma Dentika Dental Journal. Vol 6. FKG USU. Medan. 212 – 6
5. Sjamsuhidajat R, Jong W, 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta:
EGC.
6. Kim SG, Jang HS, 2011. Ameloblastoma: A clinical, radiographic, and
histopathologic analysis of 71 cases. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral
Radiol Endod:649–653.
7. Adebiyi KE, Ugboko VI, Omoniyi-Esan GO, Ndukwe KC, Oginni FO, 2006.
Clinicopathological analysis of histological variants of ameloblastoma in a
suburban Nigerian population. Head Face Med. 24;2:42.
8. Kahairi A, Ahmad RL, Wan Islah L, Norra H, 2015. Management of large
mandibular ameloblastoma - a case report and literature reviews. Archives of
Orofacial Sciences 3(2):52-55.
9. Oliveira, L. R., Matos, B. H., Dominguete, P. R., & Zorgetto, V. A., & Silva,
A. R. 2014. Ameloblastoma: Report of Two Cases and a Brief Literature
Review. In, J. Odontostomat. 5(3):293-299, 201. [on line]. http://ircmj.com/?
page=download&file_id=302

26

Anda mungkin juga menyukai