Pembimbing :
dr. H. Abdul Wahid Usman, Sp. PD
Disusun Oleh :
Raditya Rezha Yanoura (2010730086)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan laporankasus ini tepat waktu. Tidak lupa penulis mengucapkan
terimah kasih kepada dr. H. Abdul Wahid Usman, Sp. PD selakupembimbing yang
telah membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan kasusini. Terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
penulisan laporan referat ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi yang membacanya
dan bermanfaat pula bagi penulis.
BAB I
KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Tn.I
Usia
: 65 tahun
Alamat
: Sindanglaka
Status
: Menikah
Masuk RS
Keluhan utama
Sesak Nafas sejak 3 hari SMRS
Riwayat penyakit sekarang
Os datang dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari SMRS keluhan dirasa
semakin lama semakin memberat, sesak sampai membuat os tidak bisa banyak
bergerak, dan sesak dirasakan terus menerus, keluhan disertai rasa nyeri dada,
terutama dada kanan, batuk (+), tidak berdahak, demam (+) dirasakan cukup
tinggi, penurunan berat badan (+), keringat malam (+). 3 bulan SMRS, Os
pernah mengalami keluhan yang sama namun tidak seberat kali ini, saat itu Os
berobat ke klinik sampai sesak hilang.
keluarga disangkal
Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku tidak rutin minum obat, atau menjalani pengobatan jangka
panjang.
Riwayat Alergi
OS mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan, makanan dan
cuaca
Riwayat Psikososial
Pasien mengaku sudah berhenti merokok sejak 5 tahun
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Freukuensi nadi
: 80 kali/menit
Pernapasan
: 26 kali/menit
Suhu
: 38oC
Kepala
Mata
Mulut
Leher
Thoraks Anterior
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Inspeksi : Supel, perut tampak datar, dan tidak ada jaringan parut
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
Leukosit
: 15.800
Trombosit
: 316.000
GDS
: 132mg/dL
Ureum
: 24 mg/dl
Kreatinin
:0.76 mg/dl
Diagnosis Sementara
Efusi Pleura e.c. Tuberkulosis Paru
Penatalaksanaan
Ceftriaxone 2x1g IV
Tramadol 2 x 1
Pracetamol 3 x 500 mg
Prognosis
Dubia ad bonam
Pemeriksaan anjuran
1. Foto rontgen Thorax
Follow up (15 September 2015)
S
Sesak, batuk,
KU/Kes: S.sedang/CM
dan
nyeri
Thoraks e.c
Ceftriaxone 2x1g IV
pada
dada
RR 24x/menit
Tuberkulosis
Omeprazole
HR 88x/menit
Paru
kanan
Suhu 37,8 C
P
1. Empiema
Inf D5%
20mg
1x1 IV
Pracetamol 3 x 500
mg
Konsul
untuk
Seal Drainage
Spesialis
Bedah
pemasangan
Water
kebawah, nyeri
Abd: supel, NTE
Leukosit : 15.800,
Foto thorax : cairan pada
Sesak, batuk,
KU/Kes: S.sedang/CM
dan
nyeri
Thoraks e.c
pada
dada
RR 25x/menit
Tuberkulosis
HR 84x/menit
Paru
kanan
P
1.
Empiema
Inf D5%
Ceftriaxone
IV
Suhu 37,9 C
Omeprazole 20mg
1x1 IV
Pracetamol 3 x 500
mg
Ketorolac 3 x 1
2x1g
Sesak,
KU/Kes: S.sedang/CM
batuk, dan
Thoraks e.c
nyeri pada
RR 24x/menit
Tuberkulosi
dada kanan
HR 84x/menit
s Paru
1.
Empiema
Inf D5%
Omeprazole
20mg
1x1 IV
2x1g
IV
Suhu 37,6 C
Pulmo
Meropenem
+/+,
Pracetamol 3 x 500
mg
Rh-/-,
Ketorolac 3 x 1
Sesak agak
KU/Kes: S.sedang/CM
perbaikan,
RR 22x/menit
Thoraks
HR 82x/menit
e.c
Suhu 37,6 C
Tuberkul
osis Paru
batuk,
sedikit
nyeri
P
1.
Empiem
Inf D5%
Omeprazole
Pracetamol 3 x 500
mg
Wh -/-,
Ketorolac 3 x 1
20mg
1x1 IV
2x1g
IV
Meropenem
Sesak
agak
perbaikan,
sedikit nyeri
KU/Kes: S.sedang/CM
2.
Empiema
Inf D5%
Thoraks e.c
RR 22x/menit
Tuberkulosis
HR 80x/menit
Paru
Meropenem 2x1g
IV
Suhu 37,3 C
Omeprazole 20mg
1x1 IV
Pracetamol
500 mg
Ketorolac 3 x 1
Sesak
KU/Kes: S.sedang/CM
Sudah
ma
RR 20x/menit
Thora
HR 84x/menit
ks e.c
Suhu 37,6 C
Tuberk
ulosis
Paru
hilang,
sedikit
nyeri
P
3.
Empie
Inf D5%
Meropenem
IV
Omeprazole 20mg
1x1 IV
Pracetamol 3 x 500
mg
Wh
Ketorolac 3 x 1
-/-, , nyeri
2x1g
Sesak Sudah
KU/Kes: S.sedang/CM
hilang,
Thoraks e.c
RR 18x/menit
Tuberkulosis
HR 88x/menit
Paru
pada
nyeri
tempat
pemasangan
WSD
4.
Empiema
Inf D5%
Meropenem
2x1g IV
Suhu 36,7 C
Omeprazole
20mg 1x1 IV
Pracetamol 3 x
500 mg
Wh -/-, , nyeri
Ketorolac 3 x 1
O
ada
keluhan , nyeri
pada
WSD
bekas
KU/Kes: S.sedang/CM
P
5.
Empiema
Thoraks e.c
RR 18x/menit
Infeksi
HR 82x/menit
Bakterial
Rawat Jalan
Suhu 37,0 C
Mata: KA+/+, SI-/Thorax: Cor BJ1=2 reg
Pulmo VBS +/+, Rh-/-,
Wh -/-, , nyeri
Hasil PA, non spesifik
ANALISA MASALAH;
10
Empiema Thoraks
-
a.Anamnesis
Demam dan keluar keringat
malam.
Nyeri pleura.
Dispnea.
b. Pemeriksaan Fisik
- Pada auskultasi dada
napas.
- Pada perkusi dada ditemukan
suara flatness.
- Pada palpasi ditemukan
penurunan fremitus.
- Sisi yang sakit lebih cembung,
tertinggal pada pernapasan
- Mediastinum terdorong ke sisi
yang sehat
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi:
-
Foto toraks
Pada pasien empiema, aliran bebas cairan pleura terkumpul di bagian tertentu dari
cavum pleura dan mengaburkan sudut kostofrenikus
Pemeriksaan darah tepi menunjukkan leukositosis dan pergeseran ke kiri seperti pada
infeksi akut umumnya
Selanjutnya dilakukan torakosentesis, cairan yang didapat diperiksa warna, purulensi,
viskositas, bau dan analisis cairan pleura
Pada pasien ini dilakukan tindakan pungsi pleura dilakukan pungsi pleura, keluar
cairan pleura pus, dan dilakukan analisa cairan pleura. terdapat cairan eksudat dan
kemudian dilakukan tindakan pemasangan WSD.
Penatalaksanaan
11
Pengosongan nanah
Prinsip ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses, untuk mencegah efek
toksisnya.
Closed drainage-tube toracostory water scaled drainage dengan indikasi:
Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi.
Antibiotik
Biasanya diberikan penicilin. Pemilihan awal didasarkan pada CAP dan HAP
( laktam, penisilin, sefalosporin, kabapenem). Jika dicurigai bakteri anaerob:
ditambah metronidazole atau clindamycin
Prognosis dipengaruhi oleh umur serta penyakit yang melatarbelakanginya. Angka
kematian meningkat pada usia tua, penyakit asal yang berat, dan pengobatan yang
terlambat. Faktor prognosis buruk pada empiema apabila:
1. Didapatkan nanah di rongga pleura
2. Pewarnaan Gram cairan pleura positif
3. Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 40mg/dL
4. Biakan cairan pleura positif
5. pH cairan pleura < 7,0
6. Kadar LDH cairan pleura > 3 kali nilai normal serum(4)
Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad bonam, karena penanganan yang
cepat dan pemberian antibiotik yang adekuat sehingga keadaan pasien membaik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Empiema toraks didefinisikan sebagai suatu infeksi pada ruang pleura yang
berhubungan dengan pembentukan cairan yang kental dan purulen baik
terlokalisasi atau bebas dalam ruang pleura yang disebabkan karena adanya dead
space, media biakan pada cairan pleura dan inokulasi bakteri. Empiema adalah
12
akumulasi pus diantara paru dan membran yang menyelimutinya (ruang pleura)
yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini berisi sel-sel darah putih
yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel polimorfonuklear) dan juga
berisi protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). Ketika pus
terkumpul dalam ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru
sehingga pernapasan menjadi sulit dan terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya
perjalanan penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan memisahkan pleura menjadi
kantong kantong (lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat membuat sebagian
paru tertarik dan akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen(4)
B. Etiologi
Stafilokokus aureus merupakan bakteri penyebab empiema yang paling
sering ditemukan dalam isolasi mikrobiologi, selebihnya adalah bakteri gram
negatif. Sering ditemukannya bakteri gram negatif pada biakan terjadi diantaranya
karena tingginya insidensi resisten karena pemberian antibiotik pada fase awal
pneumonia. Pada penelitian yang dilakukan Yu Chen dkk pada pasien efusi pleura
dengan empiema didapatkan Klebsiella Pneumoniae merupakan penyebab
terbanyak(5). Penyebab terjadinya empiema sendiri terbagi menjadi:
1.
Infeksi yang berasal dari dalam paru :
Pneumonia
Abses paru
Bronkiektasis
TBC paru
Aktinomikosis paru
Fistel Bronko-Pleura
2.
Infeksi yang berasal dari luar paru :
Trauma Thoraks
Pembedahan thorak
Torasentesi pada pleura
Sufrenik abses
Amoebic liver abses (6)
C. Klasifikasi
Empiema dibagi menjadi 3 fase yaitu:
1. Stadium 1 disebut juga stadium eksudatif atau stadium akut, yang terjadi pada
hari-hari pertama saat efusi. Inflamasi pleura menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan terjadi penimbunan cairan pleura namun masih sedikit.
Cairan yang dihasilkan mengandung elemen seluler yang kebanyakan terdiri
atas netrofil. Stadium ini terjadi selama 24-72 jam dan kemudian berkembang
13
menjadi
stadium
fibropurulen.
Cairan
pleura
mengalir
bebas
dan
dikarakterisasi dengan jumlah darah putih yang rendah dan enzim laktat
dehidrogenase (LDH) yang rendah serta glukosa dan pH yang normal,
drainase yang dilakukan sedini mungkin dapat mempercepat perbaikan.
2. Stadium 2 disebut juga dengan stadium fibropurulen atau stadium transisional
yang dikarakterisasi dengan inflamasi pleura yang meluas dan bertambahnya
kekentalan dan kekeruhan cairan. Cairan dapat berisi banyak leukosit
polimorfonuklear, bakteri, dan debris selular. Akumulasi protein dan fibrin
disertai pembentukan membran fibrin, yang membentuk bagian atau lokulasi
dalam ruang pleura. Saat stadium ini berlanjut, pH cairan pleura dan glukosa
menjadi rendah sedangkan LDH meningkat. Stadium ini berakhir setelah 7-10
hari dan sering membutuhkan penanganan yang lanjut seperti torakostomi dan
pemasangan tube.
3. Stadium 3 disebut juga stadium organisasi (kronik). Terjadi pembentukan kulit
fibrinosa pada membran pleura, membentuk jaringan yang mencegah ekspansi
pleura dan membentuk lokulasi intrapleura yang menghalangi jalannya tuba
torakostomi untuk drainase. Kulit pleura yang kental terbentuk dari resorpsi
cairan dan merupakan hasil dari proliferasi fibroblas. Parenkim paru menjadi
terperangkap dan terjadi pembentukan fibrotoraks. Stadium ini biasanya
terjadi selama 2 4 minggu setelah gejala awal.(4)
D. Patofisiologi
Akibat invasi basil piogenik ke pleura akan mengakibatkan timbulnya radang
akut yang diikuti pembentukan eksudat serous. Dengan banyaknya sel PMN yang
mati akan meningkatkan kadar protein dimana mengakibatkan timbunan cairan
kental dan keruh. Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantongkantong yang melokalisasi nanah tersebut.
Apabila nanah menembus bronkus, timbul fistel bronkus pleural. Sedangkan
bila nanah menembus dinding thorak dan keluar melalui kulit disebut emphiema
nesessitasis. Emphiema dapat digolongkan menjadi akut dan kronis. Emphiema
akut dapat berlanjut ke kronis. Organisasi dimuli kira-kira setelah seminggu dan
proses ini berjalan terus sampai terbentuknya kantong tertutup.(4)
E. Manifestasi Klinis
Empiema dibagi menjadi dua stadium yaitu :
a. Empiema Akut
14
Terjadi sekunder akibat infeksi tempat lain, bukan primer dari pleura.
Pada permulaan, gejala-gejalanya mirip dengan pneumonia, yaitu panas tinggi
dan nyeri pada dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya
tanda-tanda cairan dalam rongga pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai
beberapa minggu maka akan timbul toksemia, anemia, dan clubbing finger.
Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleura. Adanya
fistel ditandai dengan batuk yang makin produktif, bercampur nanah dan darah
masif, serta kadang-kadang bisa timbul sufokasi (mati lemas).(1)
Pada kasus empiema karena pneumotoraks pneumonia, timbulnya
cairan adalah setelah keadaan pneumonianya membaik. Sebaliknya pada
Streptococcus pneumonia, empiema timbul sewaktu masih akut. Pneumonia
karena baksil gram negatif seperti E. coli atau Bakterioids sering kali
menimbulkan empiema.(4)
b. Empiema Kronis
Batas yang tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan.
Disebut kronis jika empiema berlangsung selama lebih dari tiga bulan.
Penderita mengeluh badannya terasa lemas, kesehatan makin menurun, pucat,
clubbing fingers, dada datar, dan adanya tanda-tanda cairan pleura. Bila terjadi
fibrotoraks, trakea , dan jantung akan tertarik ke sisi yang sakit.(5)
F. Diagnostik
c. Anamnesis
Demam dan keluar keringat malam.
Nyeri pleura.
Dispnea.
Anoreksia dan penurunan berat badan.(1)
d. Pemeriksaan Fisik
- Pada auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas.
- Pada perkusi dada ditemukan suara flatness.
- Pada palpasi ditemukan penurunan fremitus.
- Sisi yang sakit lebih cembung, tertinggal pada pernapasan
- Mediastinum terdorong ke sisi yang sehat
- Pada empiema yang kronis hemitoraks yang sakit mungkin sudah mengecil
karena terbentuknya schwarte.(4)
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi:
-
Foto toraks(5)
Pada pasien empiema, aliran bebas cairan pleura terkumpul di bagian
foto thorax lateral sekitar 75 ml. Pada foto thorax PA jumlah cairan yang
menyebabkan penumpulan sudut kostofrenikus sekitar 200 ml.
Pemeriksaan foto toraks posteroanterior (PA) dan lateral mempunyai
arti penting untuk diagnosis empiema. Pasien yang difoto dengan posisi
berdiri, cairan pleura bebas akan terakumulasi di bagian terendah
hemitoraks dan sudut kostofrenikus. Foto toraks dengan diafragma normal
tetapi tampak gambaran berkantong yang terlokalisir sebaiknya juga
diperiksa ultrasonografi (USG) toraks atau computed tomography
scan (CT scan), terlebih bila terlihat gambaran efusi. Selanjutnya
dilakukan torakosentesis, cairan yang didapat diperiksa warna, purulensi,
viskositas, bau dan analisis cairan pleura. Cairan pleura berupa transudat
tidak dilakukan pemeriksaan lebih lanjut(7).
Foto thorax PA
laki-laki
tahun
selama
yang
usia
2
telah
mendapatkan
pengobatan
pneumonia.
50
minggu
Pasien
mengeluh demam persisten dan nyeri dada. Gambaran opasitas patchy bilateral pada
parenkim paru menunjukkan adanya pneumonia. Sudut kostofrenikus kiri yang tumpul
menunjukkan adanya efusi pleura kiri (7).
16
abses paru(9)
Computed
CT scan
tomography.
digunakan
membedakan
kelainan
untuk
parenkim
17
Chest
x-
ray menunjukkan
adanya
atelektasis pulmo,
empiema
masiv
yang
dikelilingi oleh kalsifisi dan masa pada bagian bawah dinding empiema, termasuk
semua lapisan dinding dada anterolateral. Chest x-ray menunjukkan ada bayangan
masif pada bagian bawah kanan thorax sampai dinding dada. Masa berdiameter 3 cm.
Kontras computed tomography aksial (CT) scan pada tingkat pembuluh darah paru
inferior, pasien adalah seorang pria berusia 50-an yang memiliki riwayat 2 minggu
pneumonia diobati secara parsial. Gambar menunjukkan cairan terlokalisasi dalam
18
fisura utama kiri, pseudotumor a (panah). Gelembung gas hadir dalam koleksi
tergantung dari cairan pleura (panah) (7).
Tes kultur dan kepekaan dari drainase hasil aspirasi dari pleura.
d. Diagnosis banding secara radiologis
- Efusi Pleura
Pada foto thorax dalam posisi erek, cairan dalam rongga pleura tampak
berupa perselubungan semiopak, homogen, menutupi paru bawah yang
biasanya relatif radioopak dengan permukaan atas cekung, berjalan dari
lateral atas ke medial bawah (meniscus sign). Penumpukan cairan ini
menyebabkan sinus kostofrenikus menumpul. Karena cairan mengisi
hemithorax maka paru akan terdorong ke arah sentra/hilus, dan kadang-
19
tertekan ke bawah(8).
TB Paru
20
Komplikasi
Fistel Bronko pleura
Syok
Sepsis
Gagal jantung kongesti(4)
H. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan empiema adalah
a. Pengosongan nanah
Prinsip ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses, untuk mencegah efek
toksisnya.
Closed drainage-tube toracostory water scaled drainage dengan indikasi:
Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi.
Nanah terus terbentuk setelah dua minggu.
Terjadinya piopneumotoraks.
Upaya WSD juga dapat dibantu dengan pengisapan negatif sebesar 1020
cmH2O. Jika setelah 3-4 minggu tidak ada kemajuan, harus diempuh cara lain
seperti empiema kronis.
b. Drainage terbuka (open drainage)
Karena menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai juga
dengan reseksi tulang iga. Open drainage ini dikerjakan pada empiema kronis,
hal ini bisa terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat
misalnya aspirasi yang terlambat atau tidak adekuat, drainase tidak adekuat
sehingga harus mengganti atau membersihkan drain.(4)
21
c. Antibiotik
Mengingat kematian sebagai akibat utama dari sepsis, maka antibiotik
memegang peranan penting. Antibiotik harus segera diberikan begitu
diagnosis ditegakkan dan dosisnya harus tepat. Pemilihan antibiotik
didasarkan pada hasil pengecatan gram dan apusan nanah. Pengobatan
selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan sensitivitasnya. Antibiotik dapat
diberikan secara sistematik atau topikal. Biasanya diberikan penicilin.
Pemilihan awal didasarkan pada CAP dan HAP ( laktam, penisilin,
sefalosporin,
kabapenem).
Jika
dicurigai
bakteri
anaerob:
ditambah
Kontraindikasi
fistula
bronkopleura,
gangguan
koagulan . Fibrinolitik intra pleura volume total 50-100ml. Jenis obat yang
-
diberikan:
Streptokinase 200.000 250.000 IU 1-2x/hari
Urokinase 50.000 100.000 IU 1 x 1 hari
Saat pemberian WSD di klem 4 8 jam. Obat diberikan selama 3 hari
berturut-turut(5)
e. Penutupan Rongga Empiema
Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak menutup karena
penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilakukan
sensitivitas kultur organism dari sputum. Pasien mungkin akan diberikan obat
antibiotic selama bertahun-tahun dengan tipe antibiotic yang berbeda sesuai
dengan perubahan dalam interval. Beberapa dokter sering kali memeberikan
penyakit ISPA timbul. Pasien dianjurkan untuk diberikan vaksin ulangan
influenza dan pneumonia.
Postural drainage merupakan dasar dari rencana penatalaksanaan medis
untuk bronkhiektasis. Drainase yang memanfaatkan gaya gravitasi diharapkan
akan mengurangi jumlah sekret dan tingkat infeksi (seringkali sputum
mukopurulen harus diangkat dengan bronchospy). Pada area dada, lakukan
perkusi untuk membantu menaikkan sekresi. Postural drainase dimulai pada
jangka waktu pendek dan selanjutnya meningkat.
Untuk meningkatkan pengenceran dan pengeluaran sputum, dapat
diberikan aerosolized nebulizerdan dapat meningkatkan intake cairan. Facetent
sangat ideal untuk memberikan kelembapan tambahan pada aerosol. Pasien
harus dicegah untuk merokok, karena hal tersebut akan dapat merusak
drainase bronchial akibat dari paralisis kerja siliari, meningkatkan sekresi
bronchial, dan menyebabkan peradangan pada membrane mukosa sehingga
mengakibatkan hyperplasia dari kelenjar mukus.
Intervensi surgical, meskipun sering digunakan, diindikasikan untuk pasien
dengan pengenceran dan pengeluaran sputum yang berlanjut dalam jumlah
besar, serta pasien dengan pneumonia dan hemoptisis berulang karena tidak
berobat secara teratur.(4)
23
I. Prognosis
Prognosis dipengaruhi oleh umur serta penyakit yang melatarbelakanginya.
Angka kematian meningkat pada usia tua, penyakit asal yang berat, dan
pengobatan yang terlambat. Faktor prognosis buruk pada empiema apabila:
7. Didapatkan nanah di rongga pleura
8. Pewarnaan Gram cairan pleura positif
9. Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 40mg/dL
10. Biakan cairan pleura positif
11. pH cairan pleura < 7,0
12. Kadar LDH cairan pleura > 3 kali nilai normal serum(4)
24
Daftar Pustaka
1. C.Guyton.MD. Fisiologi Kedokteran.2009 .Penerbit buku kedokteran EGC :10101013.
2. Isselbacher.Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Horison.volume 5. Penerbit Buku
kedokteran EGC : 2200,2201,2211-2214.
3. PriseA.S dan Wilson M.L,Patofisiologi Proses Proses penyakit. Edisi 6 Volume
2,EGC. Jakarta 1259-1269.
25