Anda di halaman 1dari 142

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pulpitis irreversible adalah proses inflamasi parah yang tidak akan sembuh

dengan sendirinya meskipun penyebabnya dihilangkan. Pulpa pada kondisi

tersebut kehilangan kemampuan untuk pulih atau menjadi nekrotik dengan

sangat cepat. Pulpitis irreversible dapat bersifat simptomatik yang ditandai oleh

rasa sakit yang tiba-tiba dan bertahan. Pulpitis ini juga dapat bersifat

asimptomatik dengan tidak adanya tanda klinis atau simptom apapun.

Pulpitis irreversible seringkali merupakan lanjutan dari dan progress dari

pulpitis reversible. Beberapa kerusakan pulpa seperti removal dentin yang

ekstensif selama prosedur operasi atau kerusakan aliran darah ke pulpa akibat

trauma atau pergerakan orthodonti gigi juga dapat menyebabkan pulpitis

irreversible.

1.2. Rumusan Masalah

1) Bagaimana gigi berlubang dapat menyebabkan denyut spontan?

2) Bagaimana mekanisme terjadinya inflamasi dan respon pada pulpa?

3) Mengapa mengonsumsi paracetamol?

4) Jelaskan mengenai paracetamol!

a) Farmakodinamik

b) Farmakokinetik

c) Mekanisme kerja

d) Efek samping

1
e) Indikasi dan kontraindikasi

f) Dosis

g) Interaksi obat

5) Mengapa sakit tidak hilang setelah meminum paracetamol?

6) Bagaimana cara melakukan tes vitalitas gigi?

7) Bagaimana struktur jaringan pulpa?

8) Jelaskan reaksi yang terjadi pada daerah perbatasan dentin dan pulpa!

9) Apakah yang disebut dengan pulpitis Irreversible?

10) Jelaskan DD dari Pulpitis Irreversible!

11) Bagaimana perjalanan karies hingga terjadinya pulpitis Irreversible?

(Patogenesis) sebutkan bakteri yang terlibat!

12) Bagaimana teknik pemeriksaan radiografis?

13) Bagaimana interpretasi hasil radiografi?

14) Bagaimana kesan serta suspect hasil radiografi (dugaan diagnosis)?

15) Bagaimana teknik perawatan saluran akar?

a) Definisi

b) Cara, prinsip, dan tahapan

c) Jenis/macam

16) Jelaskan mengenai GIC!

a) Definisi

b) Komposisi

c) Tipe/klasifikasi

d) Sifat mekanis, fisis, dan biologis

e) Reaksi polimerisasi

2
f) Prinsip adhesi

g) Cara manipulasi

17) Jelaskan tahap preparasi dan restorasi kelas V GIC!

18) Bagaimana cara pembuatan resep?

19) Mengapa dilakukan penggunaan diklofenak?

20) Jelaskan mengenai diklofenak!

a) Farmakodinamik

b) Farmakokinetik

c) Mekanisme kerja

d) Efek samping

e) Indikasi dan kontraindikasi

f) Dosis

g) Interaksi obat

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi kriteria

penilaian dalam mata kuliah Dental Science 1. Sedangkan tujuan khususnya

adalah untuk menambah pengetahuan mengenai ilmu konservasi gigi,

farmakologi, mikrobiologi, oral biology, dan dental material.

1.4. Manfaat Penulisan

1) Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai jaringan pulpa dan inflamasi

pada jaringan pulpa

2) Dapat menjelaskan mengenai farmakologi dari obat analgesic dan

OAINS/NSAID

3) Dapat menjelaskan teknik preparasi dan restorasi kelas V GIC

3
4) Dapat menjelaskan Glass Ionomer Cements

5) Dapat menjelaskan teknik radiografi yang digunakan untuk mendiagnosa

pulpitis irreversible

6) Dapat menjelaskan proses terjadinya karies hingga menjadi pulpitis

irreversible

1.5. Metode penulisan

Metode penulisan yang digunakan yaitu metode pustaka dan studi literature,

dimana kami mencari dan mengumpulkan informasi dari buku maupun sumber-

sumber lainnya seperti jurnal dan internet.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Inflamasi Pulpa

Radang pulpa dapat terjadi karena adanya jejas yang dapat menimbulkan

iritasi pada jaringan pulpa. Jejas tersebut dapat berupa kuman beserta toksin dan

juga karena faktor fisik dan kimia. Namun kebanyakan inflamasi pulpa

disebabkan oleh bakteri dan merupakan kelanjutan proses karies. Apabila lapisan

luar gigi artau enamel tertutup oleh sisa makanan, dalam waktu yang lama maka

hali ini merupakan media kuman sehingga terjadi kerusakan di daerah enamel

yang nantinya akan terus berjalan mengenai dentin hingga ke pulpa.

Ada tiga bentuk pertahanan dalam menanggulangi proses karies yaitu:

1. Penurunan permebilitas dentin

2. Pembentukan dentin reparatif

3. Reaksi inflamasi secara respon immunologik

Apabila pertahanan tersebut tidak dapat diatasi, maka terjadilah radang

pulpa yang disebut pulpitis. Radang adalah reaksi pertahanan tubuh dari

pembuluh darah, saraf, dan cairan sel di jaringan yang mengalami trauma.

Faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit pulpa dapat dikelompokkan

sebagai berikut:

 Fisis

a) Mekanis

1. Trauma

a. Kecelakaan (olah raga kontak)

5
b. Prosedur gigi iatrogenik (pemasangan alat ortho pada gigi,

preparasi gigi atau mahkota, dan lain-lain)

2. Pemakaian patologik (atrisi, abrasi, dll)

3. Retak melalui badan gigi (sindroma gigi retak)

4. Perubahan barometrik (barodontalgia)

b) Termal

1. Panas berasal dari preparasi kavitas pada kecepatan rendah atau tinggi

2. Panas eksotermik karena menjadi kerasnya (setting) semen.

3. Konduksi panas dan dingin melalui tumpatan yang dalam tanpa suatu

bahan dasar protektif

4. Panas friksional (pergesekan) yang disebabkan oleh pemolesan

restorasi

c) Listrik (arus galavanik dari tumpatan metalik yang tidak sama)

 Kimiawi

1. Asam fosfat, monomer akrilik, dll

2. Erosi (asam)

 Bakterial

1. Toksin yang berhubungan dengan karies

2. Invasi langsung pulpa dari karies atau trauma

3. Kolonisasi mikrobial di dalam pulpa oleh mikro organisme blood–bone

(anakerosis)

6
Pulpitis atau inflamasi pulpa dapat akut, sub akut, dan kronis

1. Radang akut

Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang

didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan

berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan

nekrotik. Terdapat dua komponen utama dalam proses radang akut, yaitu

perubahan penampang dan struktural dari pembuluh darah serta emigrasi dari

leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah akan mengakibatkan

meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh

darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan

sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan

emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera.

Kemudian, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului oleh

vasokonstriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat aliran darah

dalam kapiler yang telah berfungsi meningkat dan juga dibukanya anyaman

kapiler yang sebelumnya inaktif. Akibatnya anyaman venular pasca kapiler

melebar dan diisi darah yang mengalir deras. Dengan demikian, mikrovaskular

pada lokasi jejas melebar dan berisi darah terbendung. Kecuali pada jejas yang

sangat ringan, bertambahnya aliran darah (hiperemia) pada tahap awal akan

disusul oleh perlambatan aliran darah, perubahan tekanan intravaskular dan

perubahan pada orientasi unsur-unsur berbentuk darah terhadap dinding

pembuluhnya. Perubahan pembuluh darah dilihat dari segi waktu, sedikit banyak

tergantung dari parahnya jejas. Dilatasi arteriol timbul dalam beberapa menit

setelah jejas. Perlambatan dan bendungan tampak setelah 10-30 menit.

7
Peningkatan permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan

sel-sel darah putih ke dalam jaringan disebut eksudasi dan merupakan gambaran

utama reaksi radang akut. Vaskulatur-mikro pada dasarnya terdiri dari saluran-

saluran yang berkesinambungan berlapis endotel yang bercabang-cabang dan

mengadakan anastomosis. Sel endotel dilapisi oleh selaput basalis yang

berkesinambungan.

Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak

cairan keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal

ini berakibat meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan

osmotic koloid bertambah besar, dengan menarik kembali cairan pada pangkal

kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan dalam

jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran limfatik.

Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas

1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih yang

melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat peningkatan

permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul

besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular sebagai

akibat aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit

leukosit yang menyebabkan emigrasinya

Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada

lokasi jejas, merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih

mampu memfagosit bahan yang bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel

nekrosis, dan enzim lisosom yang terdapat di dalamnya membantu pertahanan

tubuh dengan beberapa cara.

8
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar

dari pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-

sel endotel. Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi

leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-sel

endotel yang tampak tertutup tanpa perubahan nyata.

Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis.

Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului

oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi fagositosis akan sangat

ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang terdapat dalam

serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi melekat

pada permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel,

berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada

vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom.

Meskipun pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-

granula sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke

dalamnya, suatu proses yang disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme

yang telah mengalami pelahapan mudah dihancurkan oleh fagosit yang berakibat

pada kematian mikroorganisme. Walaupun beberapa organisme yang virulen

dapat menghancurkan leukosit

2. Radang kronis

Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang

(berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan

dari inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya dengan

radang akut, radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, dan

9
infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh

infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi

jaringan, dan perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis

dan fibrosis)

Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul

menyusul radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan

radang akut menjadi radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak

dapat reda, disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan

pada proses penyembuhan normal. Ada kalanya radang kronik sejak awal

merupakan proses primer. Sering penyebab jejas memiliki toksisitas rendah

dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang akut. Terdapat 3

kelompok besar yang menjadi penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh

mikroorganisme intrasel tertentu (seperti basil tuberkel, Treponema palidum,

dan jamur-jamur tertentu), kontak lama dengan bahan yang tidak dapat hancur

(misalnya silika), penyakit autoimun. Bila suatu radang berlangsung lebih lama

dari 4 atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi karena banyak kebergantungan

respon efektif tuan rumah dan sifat alami jejas, maka batasan waktu tidak

banyak artinya.

Pada radang akut, sel yang terutama dijumpai adalah PMN (Sel

Polimorfonuklear) neutrofil, sedangkan limfosit dan monosit sedikit. Pada

radang subakut yang banyak adalah sel PMN eosinofil, sedangkan jumlah

limfosit dan monosit bertambah banyak. Pada radang kronis, yang paling

banyak dijumpai adalah sel limfosit dan monosit. Kadang dijumpai sel plasma

dan sel PMN sedikit.

10
Mekanisme inflamasi pulpa

Derajat inflamasi pulpa sangat berhubungan intensitas dan keparahan

jaringan pulpa yang rusak. Iritasi ringan seperti pada karies dan preparasi kavitas

yang dangkal mengakibatkan inflamasi yang sedikit atau tidak sama sekali pada

pulpa sehingga tidak mengakibatkan perubahan yang signifikan. Sebaliknya,

iritan seperti pada karies yang dalam dan prosedur operatif yang luas biasanya

mengakibatkan perubahan inflamasi yang lebih parah.

Iritasi sedang sampai parah akan mengakibatkan inflamasi lokal dan

lepasnya sel-sel inflamasi dalam konsentrasi tinggi. Iritasi ini mengakibatkan

pengaktifan bermacam-macam sistem biologis seperti reaksi inflamasi nonspesifik

seperti histamin, bradikinin, metabolit asam arakhidonat, leukosit PMN, inhibitor

protease, dan neuropeptid. Selain itu, respon imun juga dapat menginisiasi dan

memperparah penyakit pulpa. Pada jaringan pulpa normal dan tidak terinflamasi

mengandung sel imunokompeten seperti limfosit T, limfosit B, makrofag, dan sel

dendritik. Konsentrasi sel-sel tersebut meningkat ketika pulpa terinflamasi sebagai

bentuk mekanisme pertahanan untuk melindungi jaringan pulpa dari invasi

mikroorganisme dimana leukosit polimorfonuklear merupakan sel yang dominan

pada inflamasi pulpa.

Sel-sel inflamasi dalam jumlah besar ini akan mengakibatkan peningkatan

permeabilitas vaskular, statis vaskular, dan migrasi leukosit ke tempat iritasi

tersebut. Akibatnya, terjadi pergerakan cairan dari pembuluh ke jaringan

sekitarnya. Jika pergerakan cairan oleh venul dan limfatik tidak dapat

mengimbangi filtrasi cairan dari kapiler, eksudat pun terbentuk. Peningkatan

tekanan jaringan dari eksudat ini akan menimbulkan tekanan pasif dan kolapsnya

11
venul secara total di area iritasi pulpa oleh karena jaringan pulpa dikelilingi oleh

memiliki dinding yang kaku. Selain itu, pelepasan sel-sel inflamasi menyebabkan

nyeri langsung dan tidak langsung dengan meningkatnya vasodilatasi arteriol dan

permeabilitas venul sehingga akan terjadi edema dan peningkatan tekanan

jaringan. Tekanan ini bereaksi langsung pada sistem saraf sensorik.

Meningkatnya tekanan jaringan dan tidak adanya sirkulasi kolateral ini yang dapat

mengakibatkan terjadinya nekrosis pulpa.

Respon inflamasi awal terhadap karies terlihat dengan akumulasi sel

inflamasi kronis pada suatu titik. Hal ini dimulai oleh odontoblas dan kemudian

sel dendrit. Sebagai sel yang paling tepi dalam pulpa, odontoblas ditempatkan

sebagai yang pertama kali bertempur dengan antigen asing dan memulai respon

imun. Deteksi patogen dilakukan dengan reseptor spesifik yang disebut pattern

recognition receptors (PRRs). Reseptor ini mengenali pola molekuler patogen

(PAMPs) pada organisme yang menginvasi dan memulai pertahanan host melalui

aktivasi nuclear factor (NF)-kB. Salah satu molekul pengenal PAMP adalah toll-

like receptor family (TLRs). Odontoblas telah terbukti dapat meningkatkan

pengeluaran TLRs sebagai respon terhadap produk bakteri. Ketika TLR

odontoblas terstimulasi oleh patogen, cytokine, chemokine, dan peptida

antimikrobial diuraikan oleh odontoblas, menghasilkan stimulasi dari sel imun

efektor sebagai pembunuh bakteri secara langsung. Odontoblas yang terstimulasi

mengeluarkan chemokines tingkat tinggi seperti, interleukin (IL)-8 yang berperan

dengan pelepasan TGF-β1 dari karies dentin, hasil dari peningkatan jumlah sel

dendrit pada suatu titik, dengan tambahan pelepasan mediator kemotaktik. Dengan

berkembangnya lesi karies, jumlah sel dendrite dalam daerah odontoblas

12
meningkat. Sel dendrit pulpa bertanggung jawab untuk pengenalan antigen dan

stimulasi limfosit T. pada pulpa yang belum terinflamasi, mereka tersebar di

seluruh bagian pulpa. Dengan perkembangan karies, mereka awalnya berkumpul

dalam pulpa dan daerah subodontoblas, kemudian meluas ke lapisan odontoblas,

dan akhirnya bermigrasi ke tubulus. Terdapat dua jenis sel dendrite yang berbeda

dalam pulpa. CD11+ ditemukan dalam pulpa atau dentin border dan ke pit dan

fisur. F4/80+ terdapat pada ruang perivascular dalam zona subodontoblas dan

pulpa dalam. Sel dendrit mungkin memainkan peran dalam diferensiasi

odontoblas dan/atau aktivitas dalam pertahanan imun serta dentinogenesis. Pulpal

Schwann sel juga menghasilkan molekul sebagai respon terhadap karies, yang

menunjukkan kemampuan mengenali antigen. Odontoblas juga mempunyai peran

dalam respon imun humoral terhadap karies. IgG, IgM, dan IgA ditempatkan

dalam sitoplasma dan sel memproses odontoblas dalam dentin yang mengalami

karies, menunjukkan bahwa sel ini secara aktif mengirim antibody ke tempat

infeksi. Mediator neurogenik terlibat dalam respon pulpa terhadap iritan dan

mereka dapat menengahi patologi seperti respon penyembuhan. Substansi P,

calcitonin gene-related peptide (CGRP), neurokinin A (NKA), NKY, dan

vasoactive intestinal peptide dilepaskan dan menyebabkan vasodilatasi serta

meningkatkan permeabilitas vascular. Stimulasi nervus simpatetik seperti

norepinephrine, neuropeptide Y, dan adenosine triphospate (ATP) dapat

mengubah aliran darah pulpa. Neuropeptida dapat berperan untuk mengatur

respon imun pulpa. Substansi P berperan sebagai kemotaktik dan agen stimulasi

untuk makrofag dan limfosit T. Hasil dari stimulasi ini adalah peningkatan

produksi arachidonic acid metabolite, stimulasi mitosis limfosit dan produksi

13
sitokin. CGRP melakukan aktivitas imunosupresi, yang ditunjukkan dengan

pengurangan produksi H2O2 oleh makrofag dan proliferasi limfosit. Substansi P

dan CGRP dapat menginisiasi dan menyebarkan respon penyembuhan pulpa.

CGRP dapat menstimulasi produksi bone morphogenic protein oleh sel pulpa.

Hasilnya, hal ini menginduksi dentinogenesis tersier (pembentukan dentin tersier)

Pengaruh rangsangan melalui dentin akan menimbulkan berbagai

perubahan pada jaringan pulpa. Perubahan tersebut dapat terjadi sebagai akibat

jenis serta besarkecilnya rangsangan. Reaksi odontoblast yang paling tepi

mulai timbul padarangsangan ringan dengan mengendapkan mineral dalam

tubulus dentin, sehinggatubulus tersebut menjadi lebih sempit atau buntu sama

sekali. Gambaran klinisnya dentin berwarna bening kecoklatan. Reaksi radang

pada jaringan pulpa berupa radang eksudatif, supuratif,degenerasi pulpa,

nekrosis pulpa atau kalsifikasi jaringan pulpa. Nekrosis jaringan pulpa dapat

mengakibatkan reaksi pada jaringan periapikal, meskipun jaringan pulpadi dalam

saluran akar dalam keadaan sehat. Hal ini mungkin terjadi karena toksin kuman

dan hasil pemecahan protein berhasil menembus jaringan pulpa sehat didalam

saluran akar dan menyebabkan perubahan pada jaringan periapikal. Padagambaran

radiografis terlihat radiolusen di sekitar ujung akar yang merupakan suatureaksi

radang periapikal.Sistem biologis seperti reaksi inflamasi nonspesifik yang

diperantarai olehhistamin, bradikinin, dan metabolit asam arakidonat diaktifkan

pada saat adanyairitasi dari pulpa dental. Produk granul lisosom PMN (elastase,

katepsin G, danlaktoferin), inhibitor protease seperti antitripsin, dan neuropeptid

seperti calcitoningenerelated peptide (CGRP) serta substans (SP). Sel mast yang

terdiri dari histamin,leukotrien, dan faktor pengaktif platelet ditemukan pada

14
pulpa yang terinflamasi.Pentingnya histamin dalam inflamasi pulpa terlihat dari

adanya histamin dalamdinding pembuluh darah dan meningkatnya histamin

secara nyata. Kinin yangmenimbulkan banyak tanda dan gejala inflamasi akut,

dihasilkan ketika kalikreinplasma atau kalikrein jaringan berkontak dengan

kininogen. Berbagai prostaglandin,tromboksan, dan leukotrien dihasilkan pada

metabolisme asam arakidonat. Padapulpitis yang diinduksi secara eksperimental

ditemukan berbagai metabolit asamarakidonat. Pelepasan histamin diakibatkan

oleh adanya cedera fisik pada sel mast ataumenyatunya 2 molekul IgE oleh

satu antigen pada permukaan selnya. Kinindihasilkan ketika kalikrein

plasma atau kalikrein jaringan berkontak dengankininogen. Kinin

menimbulkan banyak tanda dan gejala inflamasi akut. Metabolitasam

arakhidonat berpartisipasi dalam pulpa yang terinflamasi. Pembentukan

berbagai prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien dihasilkan dari

metabolismeasam arakhidonat.Jaringan pulpa memiliki persarafan serabut

sensorik yang padat yang mengandung neuropeptid yang bersifat

imunomodulator seperti SP dan CGRP. Cedera pulpa ringan dan sedang akan

menyebabkan bertumbuhnya saraf sensorik disertai dengan meningkatnya

CGRP imunoreaktif (iCGRP). Sebaliknya cederaparah pada pulpa

menimbulkan efek yakni berkurangnya atau hilangnya sarafiCGRP dan

SP.

2.2 Obat Analgesik

A. Analgesic

Analgesic adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi

rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.

15
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, yang

fungsinya adalah melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya

gangguan-gangguan di dalam tubuh, seperti peradangan (rematik, encok), infeksi-

infeksi kuman atau kejang-kejang otot.

Penyebab rasa nyeri adalah rangsangan-rangsangan mekanis, fisik, atau

kimiawi yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan

melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri yang letaknya

pada ujung-ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir, atau jaringan-jaringan

(organ-organ) lain. Dari tempat ini rangsangan dialirkan melalui saraf-saraf

sensoris ke Sistem Saraf Pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke

thalamus dan kemudian ke pusat nyeri di dalam otak besar, dimana rangsangan

dirasakan sebagai nyeri. Mediator-mediator nyeri yang terpenting adalah

histamine, serotonin, plasmakinin-plasmakinin, dan prostaglandin-prostagladin,

serta ion-ion kalium. Berdasarkan proses terjadinya nyeri, maka rasa nyeri dapat

dilawan dengan beberapa cara, yaitu :

1. Merintangi pembentukan rangsangan dalam reseptor-reseptor nyeri perifer, oleh

analgetika perifer atau anestetika lokal.

2. Merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam saraf-saraf sensoris, misalnya

dengan anestetika local.

3. Blokade dari pusat nyeri dalam Sistem Saraf Pusat dengan analgetika sentral

(narkotika) atau anestetika umum.

Secara umum analgetika dibagi dalam dua golongan, yaitu analgetic non-

narkotinik atau analgesik non-opioid (misalnya parasetamol) dan analgetika

narkotik atau analgesik opioid atau visceral analgesic (misalnya morfin).

16
a. Analgetik narkotik

Zat-zat ini memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat sekali dengan

tingkat kerja yang terletak di Sistem Saraf Pusat. Umumnya mengurangi

kesadaran (sifat meredakan dan menidurkan) dan menimbulkan perasaan

nyaman (euforia). Dapat mengakibatkan toleransi dan kebiasaan (habituasi)

serta ketergantungan psikis dan fisik (ketagihan adiksi). Karena bahaya adiksi

ini, maka kebanyakan analgetika sentral seperti narkotika dimasukkan dalam

Undang-undang Narkotika dan penggunaannya diawasi dengan ketat oleh

Dirjen POM.

Efek-efek samping dari morfin dan analgetika sentral lainnya pada

dosis biasa adalah gangguan-gangguan lambung, usus (mual, muntah,

obstipasi), juga efek-efek pusat lainnya seperti kegelisahan, sedasi, rasa

kantuk, dan perubahan suasana jiwa dengan euforia. Pada dosis yang lebih

tinggi terjadi efek-efek yang lebih berbahaya yaitu depresi pernafasan,

tekanan darah turun, dan sirkulasi darah terganggu. Akhirnya dapat terjadi

koma dan pernafasan terhenti. Efek morfin terhadap Sistem Saraf Pusat

berupa analgesia dan narkosis. Analgesia oleh morfin dan opioid lain sudah

timbul sebelum penderita tidur dan seringkali analgesia terjadi tanpa disertai

tidur. Morfin dosis kecil (15-20 mg) menimbulkan euforia pada penderita

yang sedang menderita nyeri, sedih dan gelisah. Sebaliknya, dosis yang sama

pada orang normal seringkali menimbulkan disforia berupa perasaan kuatir

atau takut disertai dengan mual, dan muntah. Morfin juga menimbulkan rasa

17
kantuk, tidak dapat berkonsentrasi, sukar berfikir, apatis, aktivitas motorik

berkurang, ketajaman penglihatan berkurang.

b. Analgetik perifer (non-narkotik)

Obat obat ini dinamakan juga analgetika perifer, karena tidak

mempengaruhi Sistem Saraf Pusat, tidak menurunkan kesadaran atau

mengakibatkan ketagihan. Semua analgetika perifer juga memiliki kerja

antipiretik, yaitu menurunkan suhu badan pada keadaan demam, maka disebut

juga analgetik antipiretik. Khasiatnya berdasarkan rangsangannya terhadap

pusat pengatur kalor di hipotalamus, yang mengakibatkan vasodilatasi perifer

(di kulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor dan disertai keluarnya

banyak keringat.

Efek-efek samping yang biasanya muncul adalah gangguan-gangguan

lambung-usus, kerusakan darah, kerusakan hati, dan ginjal dan juga reaksi-

reaksi alergi kulit. Efek-efek samping ini terutama terjadi pada penggunaan

lama atau pada dosis besar, maka sebaiknya janganlah menggunakan

analgetika ini secara terus-menerus.

B. Analgetik –Antipiretik

Analgetik adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa

menghilangkan kesadaran. Sedangkan antipiretik adalah obat yang dapat

menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi, analgetik-antipiretik adalah obat yang

mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Sebagai

mediator nyeri, antara lain adalah sebagai berikut:

18
1. Histamin

2. Serotonin

3. Plasmokinin (antara lain Bradikinin)

4. Prostaglandin

5. Ion Kalium

Analgetik diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa nyeri yang

dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsang mekanis, kimia, dan fisis yang

melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri). Rasa nyeri tersebut

terjadi akibat terlepasnya mediator-mediator nyeri (misalnya bradikinin,

prostaglandin) dari jaringan yang rusak yang kemudian merangsang reseptor nyeri

di ujung saraf perifer ataupun ditempat lain. Dari tempat-tempat ini selanjutnya

rangsang nyeri diteruskan ke pusat nyeri di korteks serebri oleh saraf sensoris

melalui sumsum tulang belakang dan thalamus.

Antipiretik Bekerja dengan cara menghambat produksi prostaglandin di

hipotalamus anterior (yang meningkat sebagai respon adanya pirogen endogen.

Parasetamol merupakan obat analgetik non narkotik dengan cara kerja.

Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan

tunggal sebagai analgetik-antipiretik.

19
Klasifikasi NSAIDs

Non-selective COX Preferential COX-2 Selective COX- Analgesic-


inhibitor Inhibitor 2 Inhibitor antipyretic with
poor
antiinflamatory

Paraaminophenol Pyrazolone Benzoxacine


derivatives derivatives derivatives

*Acetaminophen *Metamizol, *Nefopam


Prophenazo
ne

Acetaminophen (Paracetamol)

Acetaminophen merupakan derivate para-amino phenol yang bekerja pada

Central Nervous System untuk produksi efek analgesia dan antipyretic.

Acetaminophen adalah satu-satunya aniline derivative yang sekarang digunakan.

a. Mekanisme kerja

Acetaminophen memiliki aktivitas analgesic dan antipyretic yang sama

dengan aspirin. Obat ini merupakan inhibitor lemah pada sintesis prostaglandin di

jaringan peripheral namun lebih aktif pada COX enzim di otak dan juga

meningkatkan ambang sakit. Obat ini memiliki mekanisme kerja yang

menghambat inhibisi sintesis PG (Prostaglandin), dan terdapat perubahan pada

spectrum enzim COX yang diinhibisi. Dikatakan bahwa acetaminophen lebih aktif

20
dalam menginhibisi COX dibandingkan aspirin dan kurang aktif pada peripheral.

Acetaminophen memiliki efek antiinflamasi yang lemah dibandingkan aspirin.

Mekanisme peripheral acetaminophen sebagian bertanggung jawab untuk efek

analgesic. Namun adanya peroxide dari leukosit pada jaringan inflamasi memicu

inhibisi acetaminophen akibat kombinasi dari peroksida dan acetaminophen. Hal

ini sangat membatasi efek acetaminophen pada infalamasi.

b. Efek Farmakologi

Dibandingkan dengan aspirin, acetaminophen menggunakan sedikit efek

penting terhadap organ atau sistem. Potensi dan efficacy acetaminophen saa

dengan aspirin. Pada dosis terapi, acetaminophen memiliki sedikit efek terhadap

cardiovascular atau sistem respirasi. Pada overdosis, organ yang paling terkena

efek adalah liver. Acute renal toxicity juga dapat terjadi. Pad penggunaan jangka

panjang, analgesic nephropathy dapat terjadi namun dengan tingkat resiko yang

rendah.

c. Absorption, Fate, and Excretion

Acetaminophen dapat diserap dengan baik di usus halus setelah

administrasi oral. Obat akan didistribusikan melalui cairan tubuh dan jaringan,

dan ini dapat menembus plasenta. Waktu paruhnya mecapai 2-4 jam, dan area

utama biotransformasi adalah liver. Pada kasus acetaminophen overdose dan pada

beberapa individu yang merupakan pengkonsumsi alcohol berat lalu

mengonsumsi acetaminophen, akumulasi dari metabolisme ini dapat

membahayakan. Ikatan acetaminophen dengan protein plasma bervariasi namun

21
jarang mencapai 40% dari total obat. Eliminasi melalui ginjal oleh filtrasi

glomerulus dan sekresi aktif tubulus proksimal.

d. Penggunaan terapi secara umum

Walaupun acetaminophen sangat mampu menjadi analgesic dan

antipyretic, ini nukan obat antiinflamasi. Untuk seseorang yang kontraindikikasi

dalam menggunakan aspirin dan NSAID, acetaminophen dapat dipilih untuk

digunakan. Seperti untuk orang yang menderita ulcer, asthma, diabetes, influenza

dan hypocoagulation yang kontraindikasi dalam mengggunakan aspirin,sebaiknya

menggunakan acetaminophen. Walaupun acetaminophen tidak digunakan untuk

mengurangi inflamasi, ini dapat efektif menangani sakit yang disebabkan dari

inflamasi. Acetaminophen menjadi antipyretic pilihan untuk anak dan remaja.

e. Therapeutic Uses in Dentistry

Efek samping dari aspirin menyebabkan peningkatan jumlah dokter gigi

yang memilih untuk mengganti aspirin menjadi acetaminophen pada pengobatan

postoperative dental pain, walaupun efek antiinflamsi untuk acetaminophen

adalah minor. Acetaminophen memiliki efek dosis positif untuk analgesia sampai

1000 mg. untuk post surgical dental pain, acetaminophen biasanya digunakan

dengan dikombinasi dengan opioid analgesic agent

f. Efek samping

Efek samping dari acetaminophen dibatasi pada situasi dimana terjadi

overdosis akut atau terjadi interaksi dengan alcohol. Dosis terapi pada

22
acetaminophen tidak menyebabkan mual, menghambat agregasi platelet, atau efek

samping lain. Alergi terhadap acetaminophen jarang terjadi biasanya

manifestasinya adalah ruam pada kulit. Pada kasus yang jarang, acetaminophen

dihubungkan dengan neutropenia, thrombophenia,dan pancytopenia.

Kerusakan liver dihubungkan dengan jumlah obat yang dikonsumsi dan

orang yang sebelumnya memiliki sakit liver adalah yang paling rentan. Pada

acetaminophen dengan dosis berlebihan, berefek pada liver dan kerusakan sel.

Ketika sudah banyak sel liver yang rusak, tanda keracunan akan muncul seperti

muntah, dan jaundice. Hepatotoxicity yang parah setelah kelebihan dosis

acetaminophen adalah situasi yang membahayakan jiwa.

2.3 Tes Vitalitas Gigi

Tujuan dilakukannya tes ini adalah untuk mengetahui bagaimana respon

dari saraf pulpa. Tes vitalitas pulpa meliputi (1) tes thermal, (2) tes elektrik, (3)

dan tes dengan menggunakan alat yang dapat mendeteksi vaskularisasi pulpa.

Namun begitu, status pulpa tetap harus diperiksa secara histological karena

terkadang terdapat ketidakcocokan antara tanda dan gejala klinis dari pasien

dengan histologi pulpa (hasil tes + palsu dan – palsu).

1. Tes termal

Respon normal terhadap panas atau dingin adalah laporan pasien tentang

sensasi yang dirasakan namun akan hilang ketika stimulus thermal dihilangkan,

maka sensasi juga hilang. Respon abnormal mencakup tidak adanya reaksi

terhadap stimulus, masih ada rasa sakit setelah stimulus dihilangkan, atau sakit

berlebihan ketika stimulus dikenakan pada gigi.

23
a. Tes panas

Paling berguna untuk pasien yang memiliki keluhan nyeri ketika makan

makanan panas atau minuman panas. Apabila pasien tidak dapat menentukan gigi

mana yang sensitive, maka operator mencoba stimulus panas dari gigi paling

posterior (masing-masing gigi secara individual diisolasi dengan rubber dam).

1) Alat yang digunakan : syringe berisis liquid

Tes panas ini menggunakan syringe yang diisi liquid (umumnya air) yang

memiliki temperature (biasanya tinggi temperature sama dengan suhu yang bisa

menyebabkan rasa ngilu) dan disemprotkan ke gigi. Dari arah posterior, operator

menggerakan syringe maju dalam kuadran yang sama. Berikan waktu jeda per 10

detik antar gigi. Lihat reaksi pasien.

2) Alat yang digunakan : gutta-percha panas atau stick panas

Alat-alat tersebut diletakkan di permukaan gigi. Antara gigi dan alat

diletakkan “light layer of lubricant” agar gutta percha yang panas tidak menempel

pada permukaan gigi.

3) Alat yang digunakan : karet polish kering yang berputar dengan high-speed

Karet polish diletakkan di atas permukaan gigi. Namun cara yang ini

sudah jarang dilakukan.

Apabila ketika tes panas dihasilkan reaksi yang berlebihan dari pasien

akibat gigi sensitive, berikan liquid dingin pada pasien agar ditempelkan pada

pipinya. Biasanya, gigi yang bereaksi terhadap panas dan sembuh ketika diberikan

benda dingin, dapat didiagnosa sebagai nekrotik.

24
Pasien dengan kasus pulpitis irreversible terhadap panas yang dinetralkan dengan

dingin

b. Tes dingin

Tes pulpa yang paling sering digunakan. Agar lebih meyakinkan, tes

dingin diikuti tes elektrik pulpa. Apabila gigi tidak bereaksi terhadap dingin

maupun tes elektrik, dapat didiagnosa bahwa itu adalah nekrotik. Gigi dengan

akar lebih dari satu, yang dimana satu akar merupakan akar yang vital, dapat

merespon tes dingin ini walaupun akar yang lainnya nekrotik. Tes dingin juga

meliputi pemakaian rubber dam seperti tes panas. Tes dingin sangat berguna bagi

pasien yang menggunakan porcelain jacket crowns atau porcelain-fused-to-metal

crowns (tidak ada permukaan asli gigi).

Keuntungan dari teknik ini adalah tidak memerlukan banyak alat kecuali

rubber dam.

1) alat yang digunakan : ice stick

Apabila operator ingin menggunakan ice stick, perlu menggunakan rubber

dam agar ketika es mencair tidak mengenai gigi dan gingiva dan menghasilkan

respon yang tidak akurat.

25
2) alat yang digunakan : dry ice atau CO2 snow

Tes dengan dry ice sangat efektif apabila pasien tidak mampu dites secara

tes elekrik.

Teknik : CO2 diisikan pada tabung silinder menghasilkan stik CO2. Stik CO2

diletakkan pada gigi menghadap facial atau pada bagian gigi asli (ketika pasien

menggukana crown). Gigi harus diisolasi, dan jaringan halus harus dilindungi

dengan cotton roll agar CO2 tidak berkontak (mengingat suhunya yang sangan

dingin -69 derajat F sampai -119 derajat F; -56 derajat C sampai -98 derajat C)

Dry ice/stik CO2

3) Alat yang digunakan : refrigerant spray

Temperaturenya -26.2 derajat Celsius dan mengandung 1,1,1,2-tetrafluoroethane.

Teknik : refrigerant spray disemprotkan pada cotton pellet lalu cotton pellet

ditempelkan ke gigi (midfacial area gigi atau mahkota)

26
Refrigerant spray

Untuk tes dingin, hasil positif palsu didapatkan ketika cairan dingin

terkena gingiva atau gigi tetangganya dan hasil negative palsu didapatkan untuk

gigi yang mengalami penyempitan (kalsifikasi)

2. Tes elektrik

Alat yang digunakan untuk tes elektrik ini adalah electric pulp tester yang

diperlengkapi dengan elektroda. Elektroda ini ditaruh pada gigi yang dikeluhkan

(incisal edge). Pada dasarnya, listrik akan menjalar pada struktur gigi yang masih

sehat dan masih tervaskularisasi.

Teknik :

1. Tip of the testing probe yang akan berkontak dengan gigi dilapisi dengan

water-or petroleum-based medium (biasanya odol)

2. Pasien memegang sendiri tester atau dengan mulut tertutup

3. Operator menggunakan rubber gloves agar tidak mengganggu jalur arus

listrik.

4. Alat ditaruh di incisal edge (gigi dalam keadaan terisolasi dan kering.)

5. Awalnya, alat diletakkan di gigi normal agar tahu bagaimana sensasi

normal berlangsung, lalu ke gigi yang dites

27
6. Tes dilakukan sebanyak 2 kali.

7. Ketika probe berkontak dengan gigi, pasien diminta untuk menyentuhkan

tangannya ke tester probe. Dan ketika dirasakan adanya sensasi “tingling”

atau “warming”, pasien diminta untuk melepas tangannya.

Electric pulp tester

A. operator menggunakan rubber glovers, pasien diminta memegang alat

B. Alat ditaruh pada incisal edge

Mekanisnya, listrik akan menjalar ke gigi melalui ekeltroda dan voltasenya

dapat diatur secara manual atau otomatis sampai pasen memperlihatkan reaksi.

Namun, hasil tes tidak selalu sesuai, maka harus disesuaikan lagi dengan gejala

dan tes lainnya

Keuntungan dari EPT adalah dapat memperlihatkan secara spesifik resksi

gigi yang dikeluhkan karena, terjadi perbedaan dengan gigi normal. Tes ini juga

28
direkomendasikan untuk gigi yang mengalami traumatic dan untuk melihat

vitalitas gigi. Namun, EPT ini kontraindikasi dengan pasien yang memakai gigi

tiruan.

Apabila tes sebelumnya tidak didapati hasil tes yang maksimal, maka

dapat dipertimbangkan dengan pembuatan kavitas agar akses dari mahkota ke

pulpa lebih “bersih”. Jika ternyata gigi mengalami nekrotik, operator dapat

melakukan perawatan saluran akar, dan jika giginya masih vital, kavitas dapat

ditutupi dengan base dan filling material. Indikasi dilakukannya preparasi kavitas

ini adalah :

- Adanya restorasi mahkota dan marginal ridge yang kontak dengan jaringan gusi

- Gigi masih muda dimana akar serta sarafnya belum berkembang sehingga tidak

menghasilkan reaksi sensitifitas yang jelas.

Sebuah studi meneliti bahwa keakuratan daripada tes dingin mencapai

86%, tes elektrik pula mencapai 81% dan tes panas mencapai 71%. Karena itu,

pemeriksaan sensory supply bisa memberikan respon yang positif ketika pulpa

rusak (yaitu, hasil positif-palsu). Hasil negative palsu (yaitu, tidak ada respon)

diperoleh dalam kasus-kasus calcific metamorphosis, gigi yang baru trauma, dan

terbentuknya gigi yang tidak sempurna.

29
3. Tes dengan alat untuk mengetahui vaskularisasi pulpa

a. Laser Doppler Flowmetry

Untuk melihat sirkulasi darah dalam gigi dengan menggunakan

inframerah. Inframerah diatur sedemikian rupa agar frekuensinya sama dengan

pergerakan sel darah merah tapi hilanag ketika melalui jaringan yang diam.

b. Pulse Oximetry

Untuk mencatat konsentrasi oksigen dalam darah dan nadi. Pulse

oximetry bekerja dengan cara mentransmit 2 buah panjang gelombang cahaya

(merah dan inframerah) lewat bagian tubuh yang translusen (contoh jari, gigi).

Sebagian cahaya diserap ketika melewati jaringan, banyaknya yang diserap

tergantung dengan perbandingan Hb yang memiliki oksigen dengan yang tidak

memiliki oksigen. Pada bagian yang berlawanan dengan jaringan target, sensor

mendeteksi cahaya yang terserap, dan diantara cahaya yang dipancarkan dan yang

diterima, microprocessor menghitung denyut nadi dengan konsentrasi oksigen

dalam darah. Transmisi cahaya terhadap sensor memperlihatkan bahwa tidak ada

ostruksi dari restorasi, dimana dbiasanya membatasi penggunaan pulse oximetry

untuk tes vitalitas pulpa.

Pulse oximetry

30
Apa itu hasil tes positif palsu dan negative palsu?

Ada kekurangan yang dihasilkan dari tes sensitifitas gigi, dan

menampilkan hasil tes positif palsu dan negative palsu.

1. Hasil tes positif palsu adalah ketika gigi non vital beraksi positif terhadap

tes. Ini dapat terjadi pada :

A. Pasien yang ketakutan atau pasien yang masih muda yang melaporkan

adanya rasa sakit padahal sebenarnya tidak karena mereka

mengantisiasi datangnya rasa sakit.

B. Nekrotik parsial. Nekrotik parsial juga menjadi penyebab hasil tes

positif palsu (untuk gigi yang memiliki akar lebih dari satu), jadi saraf

yang masih vital pada akar yang lainnya merespon positif.

C. Konduksi pada restorasi metal ke jaingan periodontal

D. Gigi yang setengah kering

2. Hasil tes negative palsu adalah gigi yang masih vital namun tidak

menghasilkan respon terhadap tes. Dapat terjadi pada :

A. Perkembangan akar yang belum sempurna

B. Gigi yang terluka, trauma, termasuk ketika gigi mengalami pergeseran

orthodonti. Adanya gangguan pada saraf, pembuluh darah pada pulpa

C. Pasien dengan gangguan psikotik yang tidak dapat merespon tes

D. Pasien dengan ketergantungan obat dan alkohol

2.4 Struktur Jaringan Pulpa

Pulpa adalah suatu rongga di bawah lapisan dentin. Pulpa gigi banyak

memiliki kemiripan dengan jaringan ikat lain pada tubuh manusia, namun ia

31
memiliki karakteristik yang unik. Di dalam pulpa terdapat berbagai elemen

jaringan seperti pembuluh darah, persyarafan, serabut jaringan ikat, cairan

interstitial, dan sel-sel seperti fibroblast, odontoblast dan sel imun.

Pulpa adalah sistem mikrosirkuler, di mana komponen vaskular terbesarnya

adalah arteriol dan venula, yang memasuki pulpa melalui lubang di ujung saluran

akar gigi (foramen apikal). Karena dibatasi oleh dinding denting yang kaku,

perubahan volume di dalam rongga pulpa menjadi sangat terbatas

Adapun fungsi pulpa, yaitu :

1. Induktif. Jaringan pulpa berpartisipasi dalam memulai dan perkembangan

dentin, yang bila terbentuk, akan mengarah pada pembentukan email.

Kejadian-kejadian ini merupakan kejadian yang saling bergantung dalam arti

bahwa epitel email akan menginduksi diferensiasi odontoblas, dan odontoblas

serta dentin menginduksi pembentukan email. Interaksi epitel-mesenkim

seperti itu adalah esensi dari pembentukan gigi.

2. Formatif. Odontoblas membentuk dentin. Sel yang sangat special ini

berpartisipasi dalam pembentukan dentin dalam tiga cara :

a. Melalui sintesis dan sekresi matriks anorganik.

b. Melalui pengangkutan komponen anorganik ke matriks yang baru

terbentuk di saat-saat awalnya.

c. Melalui penciptaan lingkungan yang memungkinkan mineralisasi

matriks.

3. Nutritif. Jaringan pulpa memasak nutrient yang sangat penting bagi

pembentukan dentin (misalnya dentin pretubuler) dan hidrasi melalui tubulus

dentin.

32
4. Defensif. Jaringan pulpa juga memiliki kemampuan memroses dan

mengindentifikasi zat asing serta menimbulkan respons imun terhadap

keberadaan zat asing itu. hal ini adalah cirri khas respons pulpa terhadap

karies dentin.

5. Sensatif. Jaringan pulpa mentransmisikan sensasi saraf yang berjalan melalui

email atau dentin ke pusat saraf yang lebih tinggi. Sensasi pulpa yang berjalan

melalui dentin dan email biasanya cepat, tajam, parah, dan ditransmisikan oleh

serabut bermielin. Sensasi yang dialami diawali di dalam inti pulpa dan

ditransmisikan oleh serabut C yang lebih kecil, biasanya lambat, lebih tumpul,

dan lebih menyebar (difus).

Ruang pulpa adalah ruangan di dalam gigi yang dibatasi oleh dentin

kecuali foramen apical. Bentuk, ukuran dan jumlah saluran akar dipengaruhi oleh

umur

orang muda : - saluran akar lebar

- foramen apikal besar

orang tua : - kamar pulpa dan saluran akar

- sempit (krn deposisi dentin)

- foramen apikal sempit

Zona Pada Pulpa

1. Odontoblast Layer

Terletak di bawah predentin. Didalamnya terdapat badan sel odontoblas,

kapiler, serabut saraf, sel dendritik. Bentuk selnya bermacam macam, di

pulpa coronal berbentuk tall columnar , di mid root region berbentuk

33
kuboid dan di apikal berbentuk lapisan squamosa dengan sel yang

flattened. Berfungsi membentuk dentin

2. Cell-Free Zone/Subodontoblastik

Terletak di bawah lapisan odontoblas. Memiliki lebar 40 µm dan relatif

“bebas dari sel”. Cell-free zone sering juga di sebut cell-free of weil. Cell-

free zone biasanya tidak terlihat pada pulpa muda saat bentuk dentin

berubah-ubah secara cepat dan pulpa tua saat pembentukan dentin

reparatif. Zona ini juga dilintasi oleh:

- Kapiler darah

- Unmyelinated nerve fibres

- Proses sitoplasmik oleh fibroblas

3. Cell-Rich Zone

Terletak di dalam lapisan subodontoblastic dan didalamnya terdapat

fibroblas, makrofag, sel dendritik dan sel mesenkim yang tidak

berkembang. Pada zona ini pulpa cornal lebih menonjol dibandingkan

pulpa radicular. Dentin Reparatif terbentuk dari fibroblas pada zona ini

4. Pulp Proper

Merupakan massa sentral dari pulpa dan berisi jaringan ikat bebas dan

pembuluh saraf & pembuluh darah yang lebar. Sel yang paling menonjol

di sini adalah fibroblas

34
Sel pada Pulpa

Odontoblas

Odontoblas adalah sel pulpa yang paling khas. Sel ini membentuk lapisan

tunggal diperifernya dan mensintesis matriks yang kemudian termineralisasi dan

menjadi dentin. Dibagian mahkota ruang pulpa terdapat odontoblas yang

jumlahnya banyak sekali dan bentuknya seperti kubus relatif besar. Jumlahnya di

daerah itu sekitar 45.000 dan 65.000/mm2. Di daerah serviks dan tengah-tengah

akar jumlahnya lebih sedikitb dan tampilannya lebih gepeng (skuamosa).

Morfologi sel umumnya secara signifikan mencerminkan aktivitas fungsionalnya,

dan sel yang lebih besar memiliki kapasitas mensintesis lebih banayak matriks.

Odontoblas adalah sel akhir yakni tidak mengalami lagi pembelahan sel. Seumur

hidupnya, yang bisa sama dengan umur vitalitas pulpa, odontoblas mengalami

masa fungsional, transisi, transisional, dna fase istrahat, yang masing-masing

berbeda dalam ukuran dan ekspresi organelnya.

35
Odontoblas terdiri atas dua komponen structural dan fungsional utama

yakni badan sel dan prosesus sel. Badan sel terletak dissebelah matriks dentin tak

termineralisasi (predentin). Prosesus sel memanjang ke luar kea rah tubulus di

dentin dan predentin. Sampai dimana prosesu odontoblas berjalan di tubulus.

Badan sel adalah bagian dari sel yang begrfungsi sintesis dan mengandung

nucleus yang terletak dibasal serta struktur organel didalam sitoplasma yang

adalah khas dari suatu sel pensekresi. Selama dentinogenesis aktif, reticulum

endoplasma dan apparatus golgi tampak menonjol disertai banyak mitokondria

dan vesikel. Badan sel dilengkapi dengan berbagai junction ayng kompleks yang

mengandung gap junction, tight junction, dan desmosom yang lokasinya

bbervariasi dan ditentukan oleh fungsinya. Junction mengisolasi lokasi tempat

terbentuknya dentin dan mengatur aliran zat ke dalam dan keluar area. Produk

ekskresi dari odontoblas ke dalam membrane sel diujung perifer badan sel dan

ujung basal dari prosesus sel. Pada mulanya produk ini mencakup komponen

matriks yang di sekresi ke luar. Odontoblas bekerja paling aktif selama

dentinogenesis primer dan selama pembentukan dentin reparatif. Aktivitas nya

banyak berkurang selama dentinogenesis sekunder sedang berjalan.

Preodontoblas

Odontoblas baru dapat tumbuh setelah odontoblas yang lama hilang akibat

cedera. Namun tumbuhnya odontoblas baru hanya baru terjadi jika pada zona

kaya akan sel telah ada preodontoblas. Preodontoblas adalah sel yang telah

terdiferensiasi sebagian sepanjang garis odontoblas. Preodontoblas ini akan

36
bermigrsi ke tempat terjadinya cedera dan melanjutkan differensiasinya pada

tenpat tersebut.

Fibroblast

Preodontoblas adalah tipe sle yang paling umum terlihat dalam jumlah

yang paling besar di pulpa mahkota. Sel ini menghasilkan dan mempertahankan

kolagen serta zat dasar pulpa juka ada penyakit. Seperti odontoblas , penonjolan

organel sitoplasmanya berubah-ubah sesuai dengan aktivitasnya. Makin aktif

selnya, makin menonjol organel dan komponen lainnya yang diperlukan untuk

sintesis dan sekresi. Akan tetapi, tidak seperti odontoblas, sel-sel ini mengalami

kematian apoptosis dan diganti jika perlu oleh maturasi dari sel-sel yang kurang

terdiferensiasi.

Sel Cadangan (Sel Tak Berdiferensiasi)

Sel ini merupakan sumber bagi sel jaringan ikat pulpa. Sel precursor ini

ditemukan di zona kaya akan sel dan inti pulpa serta dekat sekali dengan

pembuluh darah. Tampaknya, sel-sel ini merupakan sel yang pertama kali

membelah ketika terjadi cedera. Sel ini akan berkurang jumlahnya sejalan dengan

meningkatnya kalsifikasi pulpa dan berkurangnya aliran darah akan menurunkan

kemampuan regeneratifnya.

Sel-Sel Sistem Imun

Makrofag, limfosit T, dan sel dendritik merupakan penghuni seluler yang

normal dari pulpa. Sel dendritik dan ptosesusnya ditemukan diseluruh lapisan

37
odontblas dan memiliki hubungan dekat dengan elemen veskular dan elemen

saraf. Sel-sel ini merupakan bagian Dario system respon imun awal dan pemantau

(surveillance) dari pulpa. Sel ini akan menangkap dan memaparkan antigen

terhadap sel T residen dan makrofag. Secara kolektif, kelompok sel ini merupakan

sekitar 8% populasi sel dalam pulpa.

Pulpa gigi terdiri dari jaringan penghubung vascular yang terdapat didalam

dinding dentin yang kerasa. Meskipun sama dengan jaringan penghubung lainnya

didalam badan manusia, jaringan ini khusus dan lingkungannya.4

b. Sel imunokompeten

Sel imunokompeten adalah sel yang mampu membedakan sel tubuh

dengan zat asing dan menyelenggarakan inaktivasi atau perusakan benda-benda

asing. Sel imunokompeten yang berperan dalam respon imunologik pada

inflamasi pulpa adalah limfosit T, limfosit B (lebih sedikit), makrofag, dan sel

dendritik yang mengekspresikan molekul kelas II yang secara morfologik serupa

dengan makrofag dalam jumlah yang cukup banyak.

Sel dendritik merupakan salah satu antigen-presenting cell (APC) yang

berbentuk seperti dendrit pada saraf namun berfungsi untuk menstimulasi molekul

pada pengaktivan sel T bukan berfungsi sebagai sel saraf. Sel ini pada pulpa

terletak di perifer jaringan, dimana biasanya antigen masuk. Fungsi utama sel

dendritik ini adalah memperingatkan sistem imun untuk mengeleminasi secara

efektif

38
Anatomi Pulpa

o Tanduk Pulpa yaitu ujung dari ruang pulpa

o Mahkota pulpa yaitu terletak pada korona gigi

o Ruang pulpa yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian tengah korona gigi

dan selalu tunggal

o Saluran pulpa/saluran akar yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian akar

gigi

o Suplementary canal. Beberapa akar gigi mungkin mempunyai lebih dari satu

foramen, dalam hal ini, saluran tersebut mempunyai 2 atu lebih cabang dekat

apikal nya yang disebut multiple foraminal/supplementary canal

o foramene apical yaitu ujung dari saluran pulpa yang terdapat pada apeks,akar

berupa suatu lubang kecil

o kanal pulpa yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian tengah korona gigi

o orifice yaitu pintu masuk ke saluran akar gigi. Saluran pulpa di hubungkan

dengan ruang pulpa

o radix pulpa yaitu suatu bagian yang terletak pada daerah akar gigi

39
Saraf dan Pembuluh Darah pada Pulpa

A. Suplai Saraf pada Pulpodentino Complex

Saraf menghantarkan sinyal yang sangat penting jika terjadi inflamasi,

sebagai stimulant perbaikan dan untuk membantu membersihkan daerah dentin-

pulp border. Fibroblast membuat neurotrophin growth factor (NGF) yang

ditunjukkan ketika setalah terjadi injury, dan perubahan-perubahan dideteksi oleh

odontoblast, sel imun, dengan serat saraf sebagai reseptor high affinity untuk

NGF.

Innervasi pada pulpa ada dua, afferent neurons untuk impuls sensoris dan

autonomic fibers untuk microcirculation. Serat saraf ada yang myelinated (A

fibers) yang distimulasi oleh pergerakan cairan dentin dan unmyelinated (C

Fibers). Hampir semua implus afferent memberi sensasi sakit.

Saraf simpatik dari superior cervical ganglion muncul bersama dengan

pembuluh darah di dental papilla. Pada gigi dewasa saraf simpatik dari plexus

berada diantara arteriol pulpa.

Serat saraf diklasifikasikan berdasarkan diameter, fungsi, dan

percepatannya.

40
Type of Fiber Function Diameter Conduction
Velocity
A alpha Motor,proprioception 12-20 70-120
A beta Pressure, touch 5-12 30-70
A gamma Motor, to muscle 3-6 15-30
spindles
A Delta Pain, temperature, 1-5 6-30
touch
B Preganglionic <3 3-15
autonomic
C dorsal root Pain 0.4-1 0.5-2
Sympathetic Postganglionic 0.3-1.3 0.7-2.3
sympathetic

Fiber Myelination Location of Pain Stimulation


Terminals Characteristics Threshold

A delta Yes Daerah pulpa- Tajam, menusuk rendah


dentin junction

C No Terdistribusi Panas, nyeri, Tinggi,


sepanjang pulpa kurang dapat biasanya
ditahan karena ada
dibanding tissue injury
sensasi A fibers

Pada bell-stage, serat saraf masuk ke dental papilla bersama dengan

pembuluh darah. Walaupun hanya unmyelinated fibers yang terlihat pada dental

papilla, sebenarnya beberapa dari itu adalah A fibers yang belum termyelinasi.

41
Saraf sensoris pulpa muncul dari saraf trigeminal. Setiap saraf yang

memasuki pulpa didalam sel schwann, dan A fibers mendapat myelin dari sel

schwann. Bersamaan dengan perkembangam akar, myelinated fibers muncul

bergrup pada daerah sentral pulpa. Unmyelinated C fibers masuk pulpa didalam

kumpulan fibers (di peripheral pulpa).

Ketika serat saraf mencapai coronal pulp, dia menyebar dibawah zona cell-

rich, bercabang menjadi lebih kecil dan akhirnya bercabang ke plexus axon single

nerve (plexus of Raschkow) sampai final stage pembentukan akar. Pada plxus, A

fibers muncul dari selubung myelinnya dan cabang mulai terbantuk

subodontoblastic plexus. Akhirnya ujung axon keluar dari sel schwann dan

melewati antara odontoblas sebagai ujung saraf bebas. Ujung saraf intratubular

yang paling banyak pada tanduk pulpa. Membrane sel dari process odontoblast

dan serat saraf jaraknya dekat serta parallel tapi tidak berhubungan.

B. Respon Saraf pada Gigi yang Injuri dan Infeksi

Ketika ada injuri, saraf tidak hanya mengirim sinyal cepat

elektrophysiologic ke ganglion dan central pain pathways, tapi saraf juga

menghasilkan neuropeptides dari ujung peripheral yang meregulasi vasodilatasi

dan invasi leukosit pada bagian yang injuri.

Saraf sensorik gigi juga bereaksi pada injuri gigi karena perluasan

anatomis dan perubahan sitokimia pada ujung cabangnya. pada percobaan model

tikus, adanya penipisan awal neuropeptides dan pertumbuhan ujung serat sehari

setelah injuri.

42
Sitmulan yang tidak berbahaya seperti dingin, panas, getar dapat

menyebabkan serat saraf jadi aktif yang dapat menyebabkan perubahan regulasi

saraf peredaran darah dan tekanan cairan intestinal.

Tipe Injuri

Type of Injury Tissue reaction Outcome

Type I Transient inflammation Heals within days to


weeks
Superficial injury pada Local infection control
dentin
Little or no pulp loss

Nerve sprouting for a few


days

Reactive dentinogenesis

Type II Prolonged acute Heals within a few


inflammation months
Kavitas dentin yang
dalam Leukocytes influx

Focal pulp loss

Abscess sealed off by


dense scar

Nerve sprouting at acute


inflammation

Reparative dentinal
formation

Type III Irreversible pulpitis Persists until treated

Paparan pulpa yang Advancing pulpal


besar atau damage necrosis

Retreating vital pulp

Persistent acute
inflammation in vital pulp

43
Persistent nerve sprouting
in vital pulp

Failure to repair dentin or


heal the pulp

Type IV Tooth loss Persist until treated

Keterlibatan pulpa dan


periodontal

C. Respon Odontoblast terhadap Injuri

Pulpo dentin complex memiliki respon yang unik saat pertahanan dan

perbaikan yang tidak dapat kita lihat di jaringan ikat lainnya. Reaksi ini

melibatkan pembentukan jaringan baru yang termineralisasi pada respon injuri.

Berdasarkan kondisi fisiologis, odontoblast primer pada gigi dewasa

membentuk dentin baru (dentin sekunder). Saat odontoblast primer terluka,

pembentukan dentin meningkat sebagai pertahanan dan perbaikan. Dentin yang

terbentuk pada respon setelah injuri disebut dentin tersier. Dentin tersier secara

fisik menipiskan stimuli luar ke pulpa yand diperoleh dari tubulus dentin, dengan

begitu pembentukannya dapat dianggap sebagai reaksi pertahanan.

D. Mikrosirkulasi Pulpa

44
Darah dari dental artery masuk ke gigi lewat arterioles melalui foramen

apical. Pembuluh yang lebih kecil bisa masuk lewat lateral atau accessory canals.

Arterioles melewati coronal pulp, dia menyebar ke dentin dan membentuk

hubungan kapiler pada subodontoblastic.

Banyaknya pembuluh darah pada coronal dua kali lipat dibanding pada

akar. Namun ditanduk pulpa aliran pembuluh darah lebih banyak dibanding

tempat lain.

Sistem ini sangat penting dalam mengatur homeostasis jaringan dan tetapi

bisa mengalami respon dinamis pada injuri, memulai immunologi respon pada

injuri dan inflamasi, dan menyebar via angiogenesis.

1. Arteriol

Arteriol adalah pembuluh yang resisten, memilki beberapa lapisan otot

halus.perbatasan antara arteriol dengan kapiler disebut terminal arteriol. Arteriol

terbagi menjadi terminal arteriol dan prekapiler. Metarteriol menyemburkan kea

rah kapiler. Inflamasi pulpa bisa menimbulkan respon sirkulasi local yang dibatasi

pada area inflamasi dan tidak menghasilkan perubahan besar pada sirkulasi pulpa.

2. Kapiler

Kapiler sangat berperan penting pada sistem sirkulasi, karena mereka

berfungsi sebagai pertukaran regulasi pembuluh transport atau difusi dari

substansi antara darah dan jaringan interstinal local. Kapiler terdiri dari satu

lapisan endothelium yang dikelilingi basement membrane dan serat kolagen. Pada

pulpa, kapiler biasanya membentuk loops pada subodontoblastic.

Ada beberapa kelas pada kapiler yang dibedakan berdasarkan

semipermeable membrane. Kelas pertama adalah kapiler fenestrasi ditandai

45
dengan endothel terbuka pada dinding kapiler. Kelas yang kedua adalah kapiler

continue (non-fenestrasi), struktur vaskularnya ditandai dengan endothel yang

tanpa fenestrasi. Kelas ketiga adalah kapiler discontinued, terdiri dari discontinued

endothel. Kelas keempat adalah tight-junction kapiler.

Mikrosirkulasi dari subodontoblastic dibagi menjadi 3 layer besar.

Terminal kapiler berada pada pada lapisan pertama, disebut juga seagai lapisan

odontoblastic. Lapisan kedua disebut sebagai capillary network, yang terdiri dari

prekapiler dan postkapiler. Lapisan ketiga terdiri dari venular network kapiler.

Semakin bertambahnya umur, lapisan ini akan berkurang kearah venula.

3. Venule

Venule pada dentalpulp memiliki karakteristik. Pertama, mengumpulkan

venule yang menerima aliran darah pulpa dari kapiler dan transfer ke venule.

Berperan penting pada regulasi tekanan hidrostatik postcapillar.

4. Pembuluh limfe

Sangat berperan pada homeostatis dan respon pada injuri. Penting sebagai

fungsi immunosurveillance oleh transport dari antigen ke nodal dari sel imun.

2.5 Pulpitis Irreversible

Definisi

Pulpitis irreversible dapat diklasifikasikan menjadi simptomatik (akut) dan

asimptomatik (kronik). Kondisi klinis tersebut diasosiasikan dengan penemuan

subjektif dan objektif yang mengindikasikan adanya inflamasi yang parah pada

jaringan pulpa.

46
Pulpitis irreversible seringkali merupakan lanjutan dari dan progres dari

pulpitis reversible. Beberapa kerusakan pulpa seperti removal dentin yang

ekstensif selama prosedur operasi atau kerusakan aliran darah ke pulpa akibat

trauma atau pergerakan orthodonti gigi juga dapat menyebabkan pulpitis

irreversible.

Pulpitis irreversible adalah proses inflamasi parah yang tidak akan sembuh

dengan sendirinya meskipun penyebabnya dihilangkan. Pulpa pada kondisi

tersebut kehilangan kemampuan untuk pulih atau menjadi nekrotik dengan sangat

cepat. Pulpitis irreversible dapat bersifat simptomatik yang ditandai oleh rasa sakit

yang tiba-tiba dan bertahan. Pulpitis ini juga dapat bersifat asimptomatik dengan

tidak adanya tanda klinis atau simptom apapun. Etiologi pulpitis :

1. Fisis

A. Mekanis

Injuri pulpa secara mekanis ini biasanya disebabkan oleh trauma atau

pemakaian patologik gigi. Injuri traumatic dapat disertai atau tidak disertai dengan

fraktur mahkota atau akar. Injuri traumatic pulpa dapat disebabkan karena adanya

pukulan keras pada gigi, baik sewaktu olahraga, kecelakaan,atau ketika

perkelahian. Selain itu, injuri traumatic pulpa juga dapat disebabkan oleh prosedur

kedokteran gigi. Misalnya terbukanya pulpa secara tidak sengaja ketika ekskavasi

struktur gigi yang terkena karies. Pulpa juga dapat terbuka atau hampir terbuka

oleh pemakaian patologik gigi, baik abrasi maupun atrisi bila dentin sekunder

tidak cukup cepat ditumpuk.

B. Termal

47
Penyebab termal injuri pulpa adalah panas yang didapat karena preparasi

kavitas, dan konduksi panas dari tumpatan. Panas karena preparasi kavitas

merupakan panas yang ditimbulkan oleh bur ketika sedang mempreparasi kavitas.

Ketika menggunakan bur, sebaiknya gunakan pendingin agar injuri pulpa dapat

dihindari. Bukti menunjukkan bahwa kerusakan pulpa lebih cepat disembuhkan

bila preparasi kavitas dilakukan dibawah semprotan air. Konduksi panas dari

tumpatan dihasilkan dari tumpatan metalik. Tumpatan metalik yang dekat pada

pulpa tanpa suatu dasar semen perantara dapat menyalurkan secara cepat

perubahan panas ke pulpa dan mungkin dapat merusak pulpa tersebut.

2. Kimiawi

Aplikasi suatu permbersih kavitas pada lapisan dentin yang tipis dapat

menyebabkan inflamasi pulpa. Pada suatu studi, pembersih kavitas seperti asam

sitrat menyebabkan respon radang yang sangat dalam yang secara berangsur-

angsur berkurang dalam kira-kira satu bulan. Erosi yang lambat dan progresif

pada permukaan labial atau fasial leher gigi akhirnya dapat mengiritasi pulpa dan

dapat menyebabkan kerusakan permanen.

3. Bakterial

Penyebab paling umum injuri pulpa adalah bakteri. Bakteri atau produk-

produknya mungkin masuk ke dalam pulpa melalui suatu keretakan di dentin, baik

dari karies maupun terbukanya pulpa karena kecelakaan, dari perluasan infeksi

dari gusi atau melalui peredaran darah.

Pathogenesis Pulpitis

Pulpitis atau inflamasi pulpa dapat akut atau kronis, sebagian atau

seluruhnya, dan pulpa dapat terinfeksi atau steril. Keradangan pulpa dapat terjadi

48
karena adanya jejas yang dapat menimbulkan iritasi pada jaringan pulpa. Jejas

tersebut dapat berupa kuman beserta produknya yaitu toksin, dan dapat juga

karena factor fisik dan kimia (tanpa adanya kuman).

Kebanyakan inflamasi pulpa disebabkan oleh kuman dan merupakan

kelanjutan proses karies, dimana karies ini proses kerusakannya terhadap gigi

dapat bersifat local dan agresif. Apabila lapisan luar gigi atau enamel tertutup oleh

sisa makanan, dalam waktu yang lama akan menjadi kuman sehingga terjadinya

kerusakan di daerah enamel yang akan terus berjalan mengenai dentin hingga

pulpa.

Ada tiga bentuk pertahanan dalam menanggulangi proses karies, yaitu :

-Penurunan permebialitas dentin

-Pembentukan dentin reparative

-Reaksi inflamasi secara respon immunologic

Apabila pertahanan ini tidak dapat mengatasi, maka terjadilah radang

pulpa (pulpitis). Radang merupakan reaksi pertahanan tubuh dari pembuluh darah,

saraf, dan cairan sel di jaringan yang mengalami trauma.

Gejala Klinis

Pulpitis irreversible biasanya bersifat asimptomatik. Meskipun demikian,

pasien terkadang mengeluhkan beberapa simptom. Pulpitis irreversible juga dapat

diasosiasikan dengan episode rasa sakit yang berlanjut (tanpa adanya stimulus dari

luar). Inflamasi pada pulpa dapat menyebabkan rasa sakit yang tajam,

terlokalisasi, atau terdifusi dan dapat berlangsung mulai dari beberapa menit

hingga beberpa jam. Penempatan lokasi rasa sakit pada pulpa akan lebih sulit

49
daripada penempatan lokasi rasa sakit periadicular, terutama saat rasa sakit

tersebut meningkat tajam.

Adanya stimulus eksternal, seperti panas atau dingin, dapat menyebabkan

rasa sakit berlangsung lebih lama. Pada dasarnya, untuk tingkatan rasa sakit,

respons pulpa akan berbeda jika berasal dari gigi yang tidak terinflamasi atau gigi

dengan pulpitis reversible. Sebagai contoh, pemberian panas pada gigi dengan

pulpitis irreversible mungkin menghasilkan respons yang segera; juga, terkadang

dengan pemberian stimulus dingin, respons tersebut tidak menghilang dan justru

bertambah panjang.

Pemberian stimulus dingin pada pasien dengan pulpitis irreversible

simptomatik mungkin dapat menyebabkan vasokontriksi, penurunan tekanan

pulpal, dan diikuti oleh hilangnya rasa sakit.

Test dan treatment

Jika inflamasi terbatas hanya pada pulpa dan belum menyebar ke

periapikal, gigi mungkin masih merespons dalam limit normal palpasi dan

perkusi. Ekstensi inflamasi ke periapikal dental lamina menyebabkan sensitivitas

perkusi dan memungkinkan penempatan rasa sakit yang lebih baik. Perawatan

saluran akar atau ekstraksi diindikasikan untuk gigi dengan tanda dan simptom

pulpitis irreversible.

50
Pulpitis irreversible, Beer, Pocket Atlas of Endodontics, 2006

Keterangan gambar :

A. Perkembangan dentin karies dibawah fissure sudah mencapai jaringan pulpa;

lihat akumulasi daripada sel yang terinflamasi. Saluran akar menunjukkan

kalsifikasi yang tersebar, tetapi bebas dari infamasi

B. Didalam coronal pulp, terlihat adanya perembesan inflamasi besar sel di

daerah kecil jaringan yang hancur

C. Di dalam tubulus dentin, bakteri menyerang neutrophilic granulocytes. “ruang

kosong” di dalam subodontoblastic layer memperlihatkan micronecrosis,

dengan akumulasi nanah dan polymorphonuclear granulocytes

D. Granulocytes mendominasi perivascular dan intravascular; ini adalah gambar

chemotactic irritation yang bertahan. “ruang kosong” yang lebih besar

menunjukkan initial tissue necrosis. Ada juga sel plasma dan makrofag, yang

memproduksi sitokin dan chemokines, berujung pada reaksi kimia leukosit.

51
Monosit yang bergerak ini, neutrofilik granulocytes, dan sel lainnya,

mengerubunginya untuk fokus pada infeksi

2.6 Bakteri Penyebab Karies

Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya

karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan

mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan

melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Komposisi

mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, bakteri

yang paling banyak dijumpai adalah Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis,

Streptokokus mitis dan Stretokokus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain

itu, dijumpai juga Lactobacillus dan beberapa spesies Actinomyces.

Mikroorganisme menempel di gigi bersama plak sehingga plak terdiri dari

mikroorganisme (70 %) dan bahan antar sel (30 %). Plak akanterbentuk apabila

adanya karbohidrat, sedangkan karies akan terbentuk apabila terdapat plak dan

karbohidrat.

2.7 Diagnosa Banding Pulpitis Irreversible

1) Pulpitis Reversibel

Definisi pulpitis reversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa ringan

sampai sedang yang disebabkan oleh adanya jejas, tetapi pulpa masih mampu

kembali pada keadaan tidak terinflamasi setelah jejas dihilangkan. Rasa sakit

biasanya sebentar, yang dapat dihasilkan oleh karena jejas termal pada pulpa yang

sedang mengalami inflamasi reversibel, tetapi rasa sakit ini akan hilang segera

52
setelah jejas dihilangkan. Pulpitis reversibel yang disebabkan oleh jejas ringan

contohnya erosi servikal atau atrisi oklusal, fraktur email.

Mekanisme

Awal manifestasi histologis dari reaksi inflamasi dalam pulpa terjadi

selama perkembangan karies dari enamel ke dentin. Proses odontoblastic berakhir

pada dentinoenamel junction pada lapisan sclerosed dentin, dimana dentin

pertibular terbentuk, diikuti oleh proses mineralisasi dari odontoblastik. Di sisi ini,

banyak terdapat bakteri.

Jika proses karies yang terjadi adalah superfisial dan kronis, pembentukan

dentin sekunder dan inflamasi akan mengurangi lapisan odontoblastic.

Dengan karies aktif, di sisi lain, terdapat inflamasi sel secara besar-besaran

dengan hanya sedikitnya formasi dentin sekunder. Enzim lisosom dilepaskan oleh

netrofil granulosit yang rusak dan makrofag dibawa ke endotel sel nekrosis, dan

mengakibatkan meningkatnya permeabilitas vaskular dan edema. Pada tahap

proses karies ini, serabut saraf tampak hanya untuk meringankan kerusakan.

Area inflamasi akan meluas, tetapi terlokalisasinya hanya fokus di dalam

tanduk pulpa. Mineralisasi patologis di sepanjang dinding kanal, serta di awal

formasi dentin, juga dapat terjadi.

Selama inflamasi, sel endotil di dalam pembuluh darah aktif untuk

perlekatan molekul, untuk mengangkat benda di sekitar leukosit. Hal ini dan aliran

darah yang lambat, mengizinkan netrofil granulosit untuk memberikan endotelium

dan elstravasate ke dalam jaringan pulpa. Pada permukaan reseptor dari makrofag,

bakteri lipopolisakarida (LPS) mengikat, yang dapat dilepaskan tubuli dentin

53
setelah kematian bakteri gram negatif. Aktivitas makrofag ini mensekresikan

cytokines dan chemokines yang dapat meningkatkan inflamasi.

Setelah bakteri menyerbu ke dalan tubulus dentin, netrofil granulosit

berpindah ke arah pintu masuk tubulus dekat pulpa. Disana, granulosit mati dan

melepaskan enzim lisosom yang dapat merusak jaringan pulpa. selama fagositosis

berikutnya dari jaringan yang dihancurkan oleh mononuklear fagosit, penyerapan

debris seluler mengarah pada pelepasan enzim lisosom, dengan perusakan

jaringan dan chemotactic bagi sel inflamasi.

Serangan agen yang meningkatkan reaksi inflamasi adalah bakteri dan

metabolik dan keruskan produk, serta produk-produk penguraian dentin itu

sendiri. Hal ini lalu berlanjut ke pulpitis irreversibel.

Histopatologi

Pulpitis reversibel dapat berkisar dari hiperemia ke perubahan inflamasi

ringan hingga sedang terbatas pada daerah dimana tubuli dentin terlibat. Secara

mikroskopis terlihat dentin reparatif, gangguan lapisan odontoblas, pembesaran

pembuluh darah dan adanya sel inflamasi kronis yang secara imunologis

kompeten. Meskipun sel inflamasi kronis menonjol dapat dilihat juga sel

inflamasi akut (Grossman: 1998).

Penyebab

Pulpitis reversibel dapat disebabkan oleh apa saja yang mampu melukai

pulpa, antara lain: trauma, misalnya dari suatu pukulan atau hubungan oklusal

yang terganggu; syok termal, seperti yang timbul saat preparasi kavitas dengan

bur yang tumpul, atau membiarkan bur terlalu lama berkontak dengan gigi atau

panas yang berlebihan saat memoles tumpatan; dehidrasi kavitas dengan alkohol

54
atau kloroform yang berlebihan, atau rangsangan pada leher gigi yang dentinnya

terbuka, adanya bakteri dari karies.

Kadang-kadang setelah insersi suatu restorasi, pasien sering mengeluh

tentang sensitivitas ringan terhadap permukaan temperatur, terutama dingin. Hal

ini dapat berlangsung dua sampai tiga hari atau satu minggu, tetapi berangsur-

angsur akan hilang. Sensitivitas ini adalah gejala pulpitis reversibel. Rangsangan

tersebut di atas dapat menyebabkan hiperemia atau inflamasi ringan pada pulpa

sehingga menghasilkan dentin sekunder, bila rangsangan cukup ringan atau bila

pulpa cukup kuat untuk melindungi diri sendiri. Jadi dapat disimpulkan bahwa

penyebab terjadinya pulpitis reversibel bisa karena trauma yaitu apa saja yang

dapat melukai pulpa. Seperti telah diterangkan di atas bahwa sejak lapisan terluar

gigi terluka sudah dapat menyebabkan perubahan pada pulpa.

Gejala

Pulpitis reversibel simtomatik ditandai oleh rasa sakit tajam yang hanya

sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh makanan atau minuman dingin daripada

panas, tidak timbul secara spontan dan tidak berlanjut bila penyebabnya

ditiadakan. Perbedaan klinis antara pulpitis reversibel dan irreversibel adalah

kuantitatif; rasa sakit pulpitis irreversibel adalah lebih parah dan beralngsung

lebih lama.

Pada pulpitis reversibel penyebab rasa sakit umumnya peka terhadap suatu

stimulus, seperti air dingin atau aliran udara, sedangkan irreversibel rasa sakit

dapat datang tanpa stimulus yang nyata. Pulpitis reversibel asimtomatik dapat

disebabkan karena karies yang baru mulai dan menjadi normal kembali setelah

karies dihilangkan dan gigi direstorasi dengan baik (Grossman: 1998).

55
Diagnosis

Pulpitis reversibel yang simtomatik, seacara klinik ditandai dengan gejala

sensitif dan rasa sakit tajam yang hanya sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh

rangsangan dingin daripada panas. Ada keluhan rasa sakit bila kemasukan

makanan, terutama makanan dan minuman dingin. Rasa sakit hilang apabila

rangsangan dihilangkan, rasa sakit yang timbul tidak secara spontan.

Perawatan

Perawatan terbaik untuk pulpitis reversibel adalah pencegahan. Perawatan

periodik untuk mencegah perkembangan karies, penumpatan awal bila kavitas

meluas, desensitisasi leher gigi dimana terdapat resesi gingiva, penggunaan pernis

kavitas atau semen dasar sebelum penumpatan, dan perhatian pada preparasi

kavitas dan pemolesan dianjurkan untuk mencegah pulpitis lebih lanjut. Bila

dijumpai pulpitis reversibel, penghilangan stimulasi (jejas) biasanya sudah cukup,

begitu gejala telah reda, gigi harus dites vitalitasnya untuk memastikan bahwa

tidak terjadi nekrosis. Apabila rasa sakit tetap ada walaupun telah dilakukan

perawatan yang tepat, maka inflamasi pulpa dianggap sebagai pulpitis irreversibel,

yang perawatannya adalah eksterpasi, untuk kemudian dilakukan pulpektomi.

Prognosis

Prognosa untuk pulpa adalah baik, bila iritasi diambil cukup dini, kalau tidak

kondisinya dapat berkembang menjadi pulpitis irreversibel.

2) Nekrosis Pulpa

Pulpa terbentuk dari dinding yang kaku, tidak memiliki sirkulasi darah

kolateral, dan venula serta limfatik berada di bawah tekanan jaringan yang

56
meningkat. Oleh karena itu pulpitis ireversibel dapat menyebabkan dua jenis

nekrosis, yaitu nekrosis liquefaction dan nekrosis koagulasi. Nekrosis liquefaction

merupakan akibat dari pulpitis irreversibel yang menyebabkan pencairan nekrosis.

Jika eksudat dihasilkan selama pulpitis ireversibel diserap atau dia alirkan melalui

karies atau melalui pulpa yang terbuka ke dalam rongga mulut dan nekrosis

tertunda. Pulpa radikuler dapat tetap penting untuk jangka waktu yang lama.

Sebaliknya, penutupan atau isolasi pulpa yang mengalami inflamasi dapat

menginduksi dengan cepat dan jumlah nekrosis pulpa serta periradikuler patosis.

Selain itu ada nekrosis iskemik pulp atau nekrosis koagulasi, terjadi sebagai akibat

dari cedera traumatis dari gangguan suplai darah. Nekrotik pulpa adalah suatu

kondisi klinis yang terkait dengan temuan subyektif dan obyektif yang

menunjukkan kematian pulpa gigi.

Gejala Klinis

Nekrosis pulpa biasanya asimtomatik namun mungkin berkaitan dengan

rasa sakit yang spontan, ketidaknyamanan atau nyeri saat diberi tekanan. Gigi

yang mengalami nekrosis pulpa, apabila dirangsang dengan panas

berkemungkinan untuk menimbulkan rasa nyeri (terutama pada nekrosis

liquefaction) karena terjadi ekspansi termal dari gas yang ada pada saluran akar

dan menimbukan rasa nyeri. Namun kenyataannya stimulus termal maupun

elektrik tidak memberikan respon pada gigi yang mengalami nekrosis. Selain itu

perubahan warna juga dapat terjadi pada gigi tersebut.

57
Gigi yang mengalami nekrosis dan perubahan warna

(http://orthoshalom.wordpress.com/)

Test dan Treatment

Gigi yang mengalami nekrosis seharusnya tidak merespon uji vitalitas.

Namun dengan adanya berbagai derajat respon inflamasi yang dimulai dari

pulpitis reversibel hingga nekrosis maka hasil uji vitalitas pun akan berbeda-beda.

Selain itu karena adanya inflamasi yang menyebar pada jaringan periadikular, gigi

yang nekrosis akan lebih sensitif terhadap perkusi dan palpasi. Dianjurkan

treatment dengan root canal treatment atau ekstraksi pada nekrosis gigi ini.

3) Abses Apikalis Akut

Abses apikalis akut adalah proses inflamasi pada jaringan periapikal gigi,

yang disertai pembentukan eksudat. Abses apikalis akut disebabkan masuknya

bakteri, serta produknya dari saluran akar gigi yang terinfeksi.(ingel) Abses

apikalis akut ditandai dengan nyeri yang spontan, adanya pembentukan nanah,

dan pembengkakan. Pembengkakan biasanya terletak divestibulum bukal, lingual

atau palatal tergantung lokasi apeks gigi yang tekena. Abses apikialis akut juga

terkadang disertai dengan manifestasi sistemik seperti meningkatnya suhu tubuh,

dan malaise. Tes perkusi abses apikalis akut akan mengahasilkan respon yang

58
sangat sensitif, tes palpasi akan merespon sensitif. Sedangkan tes vitalitas tidak

memberikan respon.

Secara histologi abses apikalis akut menunjukkan adanya lesi destruktif

dari nekrosis yang mengandung banyak leukosit PMN yang rusak, debris, dan sel

serta eksudat purulen. Gambaran radiografis abses apikalis akut, terlihat

penebalan pada ligamen periodontal dengan lesi pada jaringan periapikal.

Gambaran radiografi dari abses periapikal akut

Sumber : Ingle J.I. Endodontics 5th ed. 2002.p.185.

4) Abses Apikalis Kronis

Abses apikalis kronis merupakan keadaan yang timbul akibat lesi yang

berjalan lama yang kemudian mengadakan drainase ke permukaan. Abses apikalis

kronis disebabkan oleh nekrosis pulpa yang meluas ke jaringan periapikal, dapat

juga disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya terjadi. Abses adalah kumpulan

pus yang terbentuk dalam jaringan. Pus ini merupakan suatu kumpulan sel-sel

jaringan lokal yang mati, sel-sel darah putih, organisme penyebab infeksi atau

benda asing dan racun yang dihasilkan oleh orgnisme dan sel darah. Abses

apikalis kronis merupakan reaksi pertahanan yang bertujuan untuk mencegah

infeksi menyebar kebagian tubuh lainnya.

59
Abses apikalis kronis berkembang dan membesar tanpa gejala yang

subjektif, hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografis atau dengan

adanya fistula didaerah sekitar gigi yang terkena. Fistula merupakan ciri khas dari

abses apikalis kronis. Fistula merupakan saluran abnormal yang terbentuk akibat

drainasi abses.

Abses apikalis kronis pada tes palpasi dan perkusi tidak memberikan

respon non-sensitif, Sedangkan tes vitalitas tidak memberikan respon. Gambaran

radiografis abses apikalis kronis terlihat putusnya lamina dura hingga kerusakan

jaringan periradikuler dan interradikuler.

Gambaran radiografi dari abses periapikal kronis

5) Periodontitis apikal simtomatik

Sebuah gigi dengan periodontitis apikal gejala akan memiliki respon akut

menyakitkan untuk tekanan menggigit atau perkusi. Gigi ini mungkin atau

mungkin tidak merespon tes vitalitas pulpa, dan radio-grafik atau gambar gigi ini

umumnya akan menunjukkan setidaknya ruang ligamen periodontal melebar dan

mungkin atau mungkin tidak memiliki radiolusensi apikal terkait dengan salah

satu atau semua akar.

60
6) Periodontitis apikal Asimtomatik

Sebuah gigi dengan periodontitis apikal asimtomatik umumnya pra sents

tanpa gejala klinis. Gigi ini tidak merespon tes vitalitas pulpa, dan radiografi atau

gambar akan menunjukkan suatu radiolusensi apikal. Gigi ini umumnya tidak

sensitif terhadap tekanan menggigit tetapi mungkin "merasa berbeda" kepada

pasien pada perkusi.

61
2.8 Radiografi

A. Radiografi Periapikal

Radiogafi periapikal dapat menunjukkan secara keseluruhan dari

permukaan oklusal atau incisal edge menuju apeks dan 2-3 mm dari tulang

periapikal, tujuannya untuk mendiagnosa kondisi normal atau patologi dari

mahkota gigi, akar, tulang, serta erupsi gigi.

62
Indikasi radiografi periapikal, antara lain yaitu:

1. Mengevaluasi kondisi jaringan periapikal dan periodontal

2. Sebelum, selama dan setelah perawatan endodontik

3. Penilaian terhadap gigi dan jaringan setelah terjadi trauma

4. Evaluasi patologi apikal dalam tulang alveolar

5. Untuk memperjelas ada atau tidaknya gigi yang tidak erupsi.

Pemerikasaan radiografi periapikal secara umum ada dua teknik, yaitu:

1. Periapikal dengan Teknik Paralel

Pertama, film diletakkan pada bagian palatinal atau lingual gigi yang akan

difoto. Film kemudian diletakkan sejajar dengan long axis gigi dengan memakai

film holder. Selanjutnya sinar sentral diarahkan tegak lurus terhadap aksis gigi

dalam film. Teknik ini akan menghasilkan gambar yang lebih baik dari pada

teknik bisecting angle.

Pada radiografi dengan menggunakan teknik paralel, kemungkinan adanya

distorsi yang di dapat pada rontgen foto sangat kecil dan juga gambar yang

dihasilkan sangat representatif dengan gigi yang asli. Keuntungan lain dari teknik

63
paralel ini, selain mudah dipelajari juga mudah digunakan. Jika teknik paralel ini

dilakukan dengan benar, maka akan membentuk gambar di film dengan akurasi

linear dan dimensional untuk mendukung diagnosa yang lebih valid.

Kerugian dari teknik paralel adalah sulit meletakkan film holder, terutama

pada anak-anak dan pasien yang mempunyai mulut kecil. Selain itu, film holder

mudah mengenai jaringan sekitarnya.

2. Periapikal dengan teknik Bisekting

Film diletakkan pada lingual atau palatinal gigi yang akan difoto.

Kemudian salah satu ujung film menyentuh bagian insisal dari gigi dan

membentuk sudut dengan long axis gigi. X-ray tube atau sinar sentral tegak lurus

dengan garis (khayal) yang membagi 2 sudut yang dibentuk antara long axis gigi

dengan film. Metode yang biasa digunakan adalah menggunakan telunjuk pasien

untuk menjaga film tetap pada permukaan lingual. Namun metode ini memiliki

banyak kekurangan. Pasien biasanya menggunakan tenaga yang berlebih dan

menekuk film menyebabkan terjadi distorsi.

Keuntungan yang didapat yaitu teknik ini tidak menggunakan film holder

sehingga lebih nyaman pada pasien.

64
Kerugian dari teknik ini adalah distorsi lebih mudah terjadi dan juga sering

terdapat masalah angulasi (banyak angulasi yang harus diperhatikan)

B. Gambaran Radiografi Tahap Karies

1. Incipient caries

Tidak dapat dilihat dengan gambaran radiografi, harus dideteksi secara klinis

menggunakan explorer.

2. Moderate caries

Karies meluas ke dentin dan terlihat sebagai gambaran radiolusen yang sangat

tipis di bawah DEJ.

3. Severe caries

Karies meluas ke dentin dan gambarannya radiolusen yang terlihat cukup

besar.

65
C. Keterbatasan Radiografi

1. Radiografi konvensional memberikan gambar dua dimensi. Sedangkan gigi

merupakan objek tiga dimensi yang kompleks. Akibat dari gambar yang

tumpang tindih, detail bentuk tulang menjadi tidak terlihat.

2. Radiografi tidak memperlihatkan permulaan dari penyakit periodontal.

Setidaknya 55 – 60 % demineralisasi terjadi dan tidak terlihat pada gambaran

radiografi.

3. Radiografi tidak memperlihatkan kontur jaringan lunak dan tidak merekam

perubahan jaringan – jaringan lunak pada periodontium.

4. Oleh karena itu, pemeriksaan klinis yang teliti dikombinasi dengan

pemeriksaan radiografik yang tepat dapat memberikan data adekuat untuk

diagnosa keberadaan dan penyebaran dari penyakit periodontal.

D. Interpretasi

a. Interpretasi mahkota

 Kondisi mahkota/keadaan kelainan pada mahkota berupa radiolusen atau

radioopak

66
 Arah perjalanannya/ kedalamannya kelainan seperti dari oklusal ke

sampai dentin, atau dari mesial sampai mendekati pulpa atau sudah

kamar pulpa.

b. Interpretasi akar

 Jumlah akar, seperti dua buah, tunggal atau tiga buah

 Bentuk akar seperti bengkok kearah distal, mesial, konvergen atau

divergen

 Kondisi patologis seperti adanya garis fraktur, resobsi interna ataupun

eksterna

c. Interpretasi membran periodontal

 Membran periodontal adalah jaringan ikat yang melekatkan gigi dengan

tulang alveolar

 Dalam batas normal: membran yang tidak ada kelainan diperlihatkan

dalam bentuk tidak adanya bayangan radiolusen sepanjang akar

 Melebar: membran yang mengalami peradangan ditunjukkan dengan

garis radiolusen sepanjang akar dapat sebagian ataupun keseluruhan

 Menghilang: ditunjukkan dengan tidak adanya membran digantikan oleh

lesi yang jauh lebih besar

d. Interpretasi lamina dura

 Lamina dura adalah lapisan terluar pada tulang alveolar.

 Dalam batas normal: bila tidak tampak garis radiolusen disepanjang

tulang alveolar yang mengelilingi gigi

 Terutus-putus: bila terdapat bayangan radioopak disepanjang tulang baik

keseluruhan ataupun sebagian

67
 Menebal: apabila bayangan radioopak terlihat jelas disepanjang tulang

alveolar

 Menghilang: apabila lamina dura telah tertutup oleh lesi ataupun lainnya

yang berukuran lebih besar

e. Interpretasi daerah furkasi

 Furkasi secara klinis atau radiografis adalah daerah percabangan akar.

 Dalam batas normal: bila tidak terdapat kalainan

 Bayangan radiolusen bila terdapat lesi ataupun furkasi yang terbuka

(tidak terdukung tulang lagi)

 Radiopak apabila ada lesi yang radioopak

f. Interpretasi puncak tulang alveolar

 Puncak tulang alveolar adalah bagian tulang yang secara anatomi

mengelilingi gigi dari mulai cementoenamel junction sampai foramen

 Resorpsi puncak tulang alveolar ini terdiri dari resorpsi horisontal dan

vertikal dengan menarik garis khayal antara dua CEJ dari dua gigi yang

berdampingan.

 Dalam batas normal: apabila tidak terdapat kelainan pada puncak tulang

 Resorbsi: apabila puncak tulang mengalami penurunan baik secara

horizontal, vertikal ataupun bentuk lainnya, disertai berapa milli besar

penurunannya.

g. Interpretasi daerah periapikal

 Periapikal gigi secara anatomi adalah daerah dibawah foramen apikal

gigi.

 Dalam batas normal: apabila tidak tampak adanya lesi ataupun kelainan

68
 Berupa lesi radiolusen dengan karakteristik batas lesi: difus dengan

batas tidak jelas dan tidak tegas, batas jelas tetapi tidak tegas atau batas

jelas dan tegas

 Berupa lesi radioopak: merupakan bayangan radioopak yang berada di

daerah periapikal

h. Kesan Radiografi

 Merupakan kesimpulan dari semua poin yang ada kelainan

 Diisi dengan keterangan poin yang bermasalah mulai dari mahkota

sampai periapikal

 Dituliskan kesan: terdapat kelainan pada mahkota, akar, membran

periodontal, lamina dura tergantung pada poin yang menunjukkan

kelainana secara radiografi diatas.

i. Suspect radiografi / dugaan diagnosa secara radiografi

 Berisi tentang kemungkinan diagnosa radiografis yang dapat ditentukan

berdasarkan keterangan yang dijelaskan.

E. Interpretasi kasus

Mahkota: radiolusen pada servikal mencapai pulpa

Akar: 1, bengkok ke distal

Membran periodontal: dalam batas normal

Lamina dura: dalam batas normal

Daerah furkasi: dalam batas normal

Puncak tulang alveolar: dalam batas normal

Periapikal: dalam batas normal

69
Kesan: kelainan pada mahkota

Radiodiagnosis: pulpitis irreversible

70
2.9 Perawatan Saluran Akar

Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan endodontik.

Tujuan perawatan saluran akar adalah mengembalikan keadaan gigi yang sakit

agar dapat diterima secara biologis oleh jaringan sekitarnya. Salah satu tujuan

perawatan saluran akar yaitu membersihkan dan mendisinfeksi sistem saluran akar

sehingga mengurangi munculnya bakteri, menghilangkan jaringan nekrotik, dan

membantu proses penyembuhan periapikal. Berbagai upaya dilakukan untuk

mengurangi mikroba di dalam saluran akar antara lain dengan cara sterilisasi

saluran akar, irigasi dengan bahan antimikroba dan bahan pengisi yang bersifat

antibakteri. Namun kompleksitas sistem saluran akar sering kali menimbulkan

hambatan.

Setiap melakukan perawatan saluran akar, prinsip-prinsip perawatan

endodontik harus selalu diperhatikan, yaitu teknik asepsis, akses langsung saluran

akar, pembersihan dan pembentukan saluran akar, pengisian saluran akar dan

pembuatan restorasi.

PEMASANGAN ISOLATOR KARET

Untuk mempertahankan suatu teknik operasi yang aman dan aseptik,

pemasangan adalah penting sekali. Alat ini adalah satu-satunya usaha

perlindungan yang pasti terhadap karet kontaminasi bakterial dari ludah dan

tertelannya alat saluran akar yang tidak disengaja. Hanya gigi yang akan

dilakukan perawatan yang harus diisolasi. Pembatasan ini memakan waktu lebih

sedikit dan mengurangi kemungkinan kontaminasi dari gigi berdekatan dengan

ludah. Dalam kasus ini dengan gigi 35, maka digunakan penjepit HF No. 27.

71
Lubang-lubang pada karet harus dibuat kira-kira di atas pusat permukaan

oklusal atau insisal gigi yang digunakan. Selain itu, lubang pemandu harus dibuat

sepanjang tepi atas isolator karet untuk identifikasi permukaan atas dengan segera

sementara menyesuaikan isolator, terutama di gigi posterior.

Cara tahapan ini diawali dengan penjepit lebih baik dimasukkan setengah

jalan ke dalam lubang yang baru saja dibuat pada isolator karet, dan lengan

penjepit kemudian direnggangkan dengan tang penjepit. Isolator karet dipegang

dengan tangan kiri dan ditahan agar tidak menghalangi pandangan sementara

penjepit dipasang di atas gigi dengan tangan kanan. Tang kemudian dilepaskan

dari penjepit, dan isolator karet dimasukkan di bawah lengan anterior penjepit.

Bila digunakan penjepit bersayap, sayap penjepit dimasukkan ke dalam lubang

isolator karet, penjepit dipasang pada gigi, tang penjepit diambil, dan isolator

karet dimasukkan di bawah lengan penjepit.

STERILISASI INSTRUMEN

Begitu isolator karet dipasang, gigi dan isolator harus diseka secara cermat

dengan kapas yang dibasahi dengan antiseptik yang cepat menguap dan tidak

mengotori (nonstaining), biasanya digunakan Hidrogen Peroksida diikuti Tingtur

Iodin. Bur-bur untuk membuka kamar pulpa harus disterilkan dengan autoklaf,

sterilisator panas kering, atau disterilkan dengan mencelupkan ke dalam alcohol

dan dipanaskan dengan nyala api 2 atau 3 kali, sebelum digunakan dalam kavitas

pulpa.

Instrument pertama-tama harus dibersihkan dari debris tanpa memandang

cara yang digunkan untuk sterilisasi. Instrument harus dibersihkan dengan

menekan bilah dengan kain kasa 2x2, atau gulungan kapas, yang dibasahi dengan

72
hydrogen peroksida atau alcohol, sementara menarik alat menggunakan gerakan

berputar berlawanan arah dengan jarum jam sebelum disterilisasi.

Untuk poin absorben, jarum-jarum, kikir, dan alat-alat saluran akar lainnya

harus segera disterilisasi ke dalam suatu alat sterilisasi garam panas sebelum

digunakan. Instrumen dibenamkan dalam sterilisator garam-panas untuk 5 detik,

sedangkan poin absorben dan bulatan kapas memerlukan pembenaman selama 10

detik untu mensterilisasinya. Poin absorben lebih baik dibenamkan ujungnya

dahulu dalam sterilisator garam panas untuk menghindari pembengkokan ujung

tersebut.

Untuk instrument bertangkai panjang, ujung penjepit kapas, bilah gunting,

dan peralatan lain dapat disterilisasi dengan menggunakan ujung kerja dalam

alcohol dan 2 kali dipanaskan dengan nyala api dan untuk kerucut gutta percha

dijaga steril dalam botol alcohol sedangkan yang baru saja dikeluarkan,

hendaknya direndam dalam 5,2% sodium hipoklorit selama 1 menit, kemudian

dibersihkan dengan hydrogen peroksida dam dikeringkan di antara 2 lapisan kain

kasa steril.

DEBRIDEMEN

Merupakan suatu dasar pembedahan bahwa luka yang terinfeksi harus

dibersihkan terlebih dahulu secara mekanis. Demikian juga halnya bahwa saluran

akar yang terinfeksi harus dibersihkan terlebih dahulu dari debris. Saluran akar

dan kamar pulpa harus diirigasi secara hati-hati dengan larutan sodium hipoklorit

sebelum dicoba dimasuki instrument, karena larutan ini mempunyai efek pelarut

pada pulpa dan juga mempunyai pengaruh antibacterial. Pada semua kasus,

diperlukan suatu kombinasi biomekanis dan biokimiawi, yaitu instrumentasi dan

73
irigasi untuk debridement yang sempurna dan permbersihan saluran akar.

Instrumentasi sempurna saluran akar dalam satu kunjungan adalah suatu prosedur

aman bila saluran diirigasi dengan cermat, bekerja dengan hati-hati untuk tidak

mendorong debris melalui saluran akar karena kalau tidak dapat mengiritasi

jaringan periapikal.

DRAINASE

Jika dijumpai infeksi luas dan pembengkakan seperti abses alveolar akut

dengan banyak edema, drainase harus dilakukan, baik melalui saluran akar, atau

dengan insisi, atau dengan keduanya. Drainase dilakukan dengan membuat

preparasi kavitas di bagian lingual (anterior) atau oklusal (posterior). Turbin udara

mempermudah pemasukan cepat ke dalam saluran akar, apakah digunakan bur

atau batu untuk menembus email. Jaringan pulpa, bila ada, harus diambil dengan

instrument yang tepat. Bila drainase melalui saluran akar lambat atau jalan masuk

sukar, atau giginya begitu sensitive sehingga mempreparasi kavitas tidak dapat

dilakukan, dan terdapat suatu pembengkakan lunak yang fluktuan, suatu insisi

harus dibuat pada bagian yang paling bergantung dari pembengkakan dekat apeks

akar. Begitu insisi dibuat, suatu drain harus dimasukkan untuk menjaga luka tetap

terbuka. Dapat digunakan sepotong isolator karet yang dimasukkan ke dalam luka.

KEMOPROFILAKSIS

Bila pasien mempunyai riwayat demam rematik atau penyakit ringan yang

melibatkan katup jantung, suatu antibiotika harus diberikan 1 jam sebelum operasi

dan kemudian 6 jam pasca operasi.

74
IMOBILISASI

Imobilisasi dilakukan untuk mengistirahatkan suatu organ, untuk

menghilangkan rasa sakit atau mempercepat penyembuhan. Imobilisasi

mengurangi potensi penyebaran mikroorganisme.

PENGHINDARAN TRAUMA

Jaringan lunak harus ditangani dengan lemah lembut dan hati-hati, serta

semua trauma harus dihindari. Instrument jangan sampai dimasukkan ke saluran

akar melebihi foramen apikal. Untuk mencegah hal tersebut, suatu stop mekanis

atau diskus karet atau plastic dapat dipasang di atas instrument dan disesuaikan

kurang dari panjang gigi dari apeks ke permukaan insisal atau oklusal.

Perawatan saluran akar terdiri dari tiga tahap (Triad Endodontik), yaitu:

(1) preparasi biomekanis meliputi pembersihan dan pembentukan,

(2) sterilisasi yang meliputi irigasi dan disinfeksi,

(3) pengisian saluran akar.

I. PREPARASI SALURAN AKAR: PEMBERSIHAN, PEMBENTUKAN,

IRIGASI

Preparasi biomekanis yaitu pembuangan jaringan pulpa dengan cara

ekstirpasi jaringan yang vital maupun nekrotik. Preparasi saluran akar yang ideal

meliputi 4 tahap, yaitu: (1) menentukan arah saluran akar, (2) membersihkan

saluran akar, (3) membentuk saluran akar, (4) preparasi daerah apikal. Alat yang

digunakan adalah round diamond dan diamond bur. Tujuan dilakukan preparasi

adalah untuk memperoleh akses yang lurus dan membuka atap pulpa. Prinsip dari

tahapan ini adalah outline form yang akan membentuk akses yang tepat, bentuk

75
konvenien dan toilet of cavity, yaitu semua debris, karies, dan jaringan nekrotik

harus bersih dari gigi yang akan dilakukan perawatan saluran akar.

Suatu saluran akar yang telah dibersihkan dan dibentuk harus merupakan

suatu kerucut yang meruncing, dengan diameter potongan melintang tersempit

pada sebelah apikal dan diameter terlebah sebelah koronal. Dinding-dinding

hendaknya meruncing ke arah apeks dan hendaknya bersatu dengan kavitas jalan

masuk untuk memberikan saluran akar yang telah dipreparasi “kualitas aliran”,

yaitu suatu bentuk yang memungkinkan gutta percha yang telah dibuat plastis

mengalir pada dinding tanpa rintangan.

PULPEKTOMI

Bila jalan masuk koronal yang memadai telah diperoleh, langkah

selanjutnya adalah ekstirpasi pulpa dari kamar dan saluran akar. Pulpektomi atau

ekstirpasi adalah pengambilan seluruh jaringan pulpa menggunakan barbed

broach, dengan cara dimasukkan sedalam 2/3 panjang saluran akar diputar 180o

searah jarum jam dan ditarik keluar. Bila gigi telah dibiarkan terbuka untuk

drainase, dan bila sisa makanan dan debris lain telah menumpuk di dalam kavitas

pulpa, di samping sisa debris pulpa nekrotik, pengambilan bahan-bahan ini dari

kavitas pulpa disebut debridement. Pada pulpektomi, pulpa benar-benar dirobek

dari saluran akar waktu diekstirpasi. Prosedur ini meninggalkan suatu luka koyak.

Reaksi terdiri daru perdarahan, inflamasi, dan perbaikan. Meskipun dapat timbul

rasa sakit, biasanya minimal dan dapat ditanggulangi dengan analgesika ringan.

Teknik Pulpektomi dan Debridemen Mikroskopik

Gigi yang menjalani terapi saluran akar adalah dengan penembusan email

pada tempat kavitas jalan masuk. Isolator karet dipasang, dan medan operasi

76
didisinfeksi; yaitu gigi, penjepit, dan isolator karet digosok dengan aplikator ujung

kapas steril yang dibasahi dengan larutan hipoklorit 5,2%. Pada gigi posterior

seperti pada kasus, setelah pengambilan seluruh atap kamar pulpa, pulpa koronal

diambil dengan ekskavator sendok endodontic tajam. Kamar diirigasi dengan

larutan sodium hipoklorit 5% dan dikeringkan dengan penyedotan. Setelah itu,

orifis ditemukan dengan probing menggunakan eksplorer endodontic di sekitar

alur anatomik yang terletak pada dasar kamar pulpa atau pada sudut titik yang

dibentuk oleh dinding-dinding dan dasar kamar pulpa dan menuju ke saluran akar.

Sekali saluran ditembus, harus diselidiki dengan broach halus atau alat

endodontik kecil. Pulpektomi dan debridement makroskopik saluran akar adalah

langkah selanjutnya dalam membersihkan dan membentuk saluran akar. Harus

digunakan barbed broach, yang merupakan alat endodontik bertangkai pendek

yang digunakan untuk ektirpasi seluruh pulpa dan untuk pengambikan debris

nekrotik, poin absorben, butiran kapas, dan bahan asing lainnya dari saluran akar.

IRIGASI

Selama proses preparasi saluran akar dilakukan irigasi untuk

membersihkan sisa jaringan pulpa, jaringan nekrotik dan serbuk dentin. Tujuan

irigasi saluran akar yaitu: (1) mengeluarkan debris, (2) melarutkan jaringan smear

layer, (3) antibakteri, (4) sebagai pelumas.

Teknik irigasi adalah sederhana. Satu-satunya alat yang diperlukan adalah

suatu pipet plastic disposibel atau alat semprit kaca dengan jarum endodontik

yang bertakik. Larutan yang digunakan untuk irigasi adalah sodium hipoklorit

5,2%. Jarum dimasukkan sebagian ke dalam saluran akar. Jarum jangan

dimasukkan sampai terjepit. Ruang yang cukup antara jarum dan dinding saluran

77
memungkinkan pengaliran kembali larutan dan menghindari penekanan larutan ke

dalam jaringan periapikal.

Bila sudah yakin jarum tidak terjepit, larutan hendaknya disemprotkan dari

alat semprit dengan sedikit atau tanpa tekanan. Tujuannya adalah membersihkan

saluran dan tidak menekan larutan ke dalam jaringan periradikular. Saat

membersihkan dan membentuk saluran akar, harus diperhatikan agar saluran

selalu penuh dengan larutan baru.

Irigasi hendaknya diikuti dengan pengeringan saluran akar yang cermat

setelah selesai pembersihan dan pembentukan. Kebanyakan sisa larutan irigasi

dapat dihilangkan dari saluran akar dengan menahan jarum alat semprit di dalam

saluran dan menarik penyedotnya perlahan-lahan. Pengeringan terakhir

hendaknya dilakukan dengan poin absorben.

PENENTUAN PANJANG

. Tahap ini menggunakan metode radiograf. Diawali dengan ukur perkiraan

panjang gigi pada radiograf preoperative = dari titik referensi sampai foramen

apical (X). Selanjutnya, perkiraan panjang kerja (PK) dikurangi 1 mm (distorsi)

(PK = X – 1 mm). Lalu, ukur file yang akan digunakan untuk mengukur panjang

kerja dan diberi stopper sesuai dengan PK, yang telah diukur, kemudian masukkan

file ke dalam saluran akar, rubber stop berada pada titik referensi. Selanjutnya

buat radiograf, lalu evaluasi radiograf, apabila tampak over instrument/under

instrument, dikurangi atau ditambah panjang kerjanya.

Metode Step Back

Diawali dengan preparasi apikal, yaitu tahapan-tahapannya adalah

menentukan initial file (file terbesar yang dapat masuk saluran sesuai PK), lalu

78
file digerakkan secara watch windinf ¼ putaran bolak-balik 2-3 kali. Kemudian,

preparasi apikal diakhiri sampai white dentin (minimal 3 nomer file di atas initial

file sepanjang PK, rekapitulasi nomor file sebelumnya), dan file terakhir adalah

MAF (Master Apical File).

Selanjutnya yaitu preparasi badan saluran, yaitu dengan menggunakan 3

atau 4 nomor file di atas MAF, lalu tiap penambahan nomor file di atasnya PK

dikurangi 1 mm, rekapitulasi nomor MAF.

Dan tahap terakhir yaitu finishing, dengan menggunakan headstrom file 1

nomor di atas nomor file terakhir dan PK terakhir. Untuk menghaluskan dinding

saluran akar dengan K-file ukuran MAF gerakan sirkumferensial.

Setiap pergantian file diirigasi menggunakan NaOCl 2,5% atau saline

isotonic, atau khlorheksidin glukonat 0,2-2%.

II. DISINFEKSI SALURAN AKAR

Disinfeksi saluran akar adalah pembinasaan mikroorganisme patogenik, yang

mensyaratkan pengambilan terlebih dahulu jaringan pulpa dan debris yang

memadai, pembersihan dan pelebaran saluran dengan cara biokimiawi, dan

pembersihan dengan irigasi. Disinfeksi saluran akar dilengkapi dengan medikasi

intrasaluran.

Syarat disinfeksi saluran akar adalah sebagai berikut: (1) haru suatu germisidia

dan fungisida yang efektif; (2) harus tidak mengiritasi jaringan periapikal; (3)

harus tetap stabil dalam larutan; (4) harus mempunyai efek antimicrobial yang

lama; (5) harus aktif dengan adanya darah, serum, dan derivat protein jaringan; (6)

harus mempunyai tegangan permukaan rendah; (7) harus tidak mengganggu

perbaikan jaringan periapikal; (8) tidak menodai struktur gigi; (9) harus mampu

79
dinonaktifkan dalam medium biakan dan; (10) harus tidak menginduksi respon

imun berantara-sel.

Bahan sterilisasi saluran akar yaitu Ca(OH)2, CHKM, Cresophene,

Formokresol, CMCP. Tujuan dressing adalah memperoleh aktivitas antimikroba

di pulpa dan periapikal, menetralkan sisa-sisa debris di saluran akar, dan

mengontrol dan mencegah nyeri pasca rawat. Jika menggunakan Ca(OH)2 yaitu

dengan diaplikasikan menggunakan lentulo, lalu dari orifis sampai ujung saluran

akar, kemudian control 1 minggu dan setelah itu mengeluarkan Ca(OH)2 dengan

mengirigasi saluran akar dengan NaOCl.

III. OBTURASI SALURAN AKAR

Fungsi bahan pengisi saluran yaitu mengobturasi saluran dan menghilangkan

semua pintu masuk antara periodonsium dan saluran akar. Tujuan mengobturasi

saluran akar sendiri yaitu memasukkan suatu bahan pengisi pengganti lamban

(inert) ke dalam ruangan yang sebelumnya ditempati oleh jaringan pulpa, guna

mencegah infeksi berulang melalui sirkulasi (anakoresis) atau melalui suatu retak

pada keutuhan mahkota gigi. Suatu saluran akar dapat diobturasi bila giginya

asimtomatik dan saluran akar cukup kering dan tejadi penurunan jumlah

mikroorganisme karena preparasi dan medikasi (sterilitas bedah).

Bahan pengisi saluran akar dari bahan utama yang berbentuk padat

misalnya guta perca, dan bahan semipadat yang berbentuk pasta disebut siler

saluran akar. Untuk mendapatkan hasil obturasi yang baik bagian terbesar dari

saluran akar diisi dengan bahan padat seperti konus guta perca dan celah – celah

dinding saluran akar diisi dengan pasta siler saluran akar yang dapat beradaptasi

dengan dinding saluran akar.

80
Siler adalah substansi yang membantu menghasilkan perlekatan yang kuat

antara dua permukaan. Tujuan dari siler saluran akar adalah untuk mencegah

rekolonisasi bakteri serta rekontaminasi dari sistem saluran akar, untuk mencegah

pertumbuhan bakteri residu pada sistem saluran akar serta untuk menghilangkan

celah antara bahan pengisi utama dan dinding saluran akar.

Siler dapat diperoleh dengan mencampur serbuk dan cairan, kemudian

campuran tersebut dapat mengeras. Menurut bahan dasarnya siler dapat

diklasifikasikan menjadi siler dengan bahan dasar seng oksida eugenol, resin,

kalsium hidroksida, silikon dan ionomer kaca.

Bahan pengisi saluran akar yang ideal adalah: (1) bahan harus dapat

dengan mudah dimasukkan ke dalam saluran akar; (2) harus menutup saluran ke

arah lateral dan apikal; (3) harus tidak mengerut setelah dimasukkan; (4) harus

kedap terhadap cairan; (5) harus bakterisidal atau, paling tidak, harus menghalangi

pertumbuhan bakteri; (6) harus radioopak; (7) tidak menodai struktur gigi; (8)

tidak mengiritasi jaringan periapikal atau mempengaruhi struktur gigi; (9) harus

steril, atau segera disterilkan dengan cepat sebelum dimasukkan; dan (10) bila

perlu dapat dikeluarkan dengan mudah dari saluran akar.

Teknik Obturasi

Banyak cara digunakan untuk mengobturasi saluran akar dengan guta

perca dan siler. Cara-cara tersebut meliputi: (1) kondensasi lateral; (2) kondensasi

vertical (guta-perca panas); (3) kondensasi seksional; (4) kompaksi (teknik guta

perca yang dibuat plastis dengan pemanasan).

Adapun teknik yang akan dijelaskan sesuai indikasi kasus adalah teknik

kondensasi lateral, yaitu:

81
1. Pasang isolator karet, dan sterilkan bidang operasi. Keringkan saluran

secara cermat dengan poin absorben

2. Periksa radiograf, dan pilih sebuah kerucut guta-perca yang telah

distandarisasi yang nomornya sama dengan rimer atau kikir terakhir yang

digunakan di dalam saluran akar. Potong sesuai panjang gigi. Sterilkan

dalam sodium hipoklorit selama paling tidak 1 menit, kemudian cuci

dalam alcohol

3. Letakkan kerucut dalam saluran akar yang kering. Pangkalnya harus rata

dengan permukaan insisal atau oklusal gigi. Buat radiograf untuk

menentukan apakah kerucut telah mengisi saluran dengan memuaskan, di

bagian apikal dan lateral, 1 mm dari apeks

4. Keluarkan kerucut dan masukkan dalam alcohol

5. Periksa radiograf, bila kerucut guta perca tidak memuaskan kesesuaiannya,

betulkan atau pilih kerucut lain dan buat rdiograf

6. Campur semen saluran akar pada slab yang baru saja disterilkan dengan

spatula steril. Uji konsistensinya yang tepat. Keluarkan poin absorben.

Angkat sejumlah kecil semen dengan broach halus, kikir atau rimer dan

lapisi permukaan saluran akar. Ulangi.

7. Keringkan kerucut guta-perca dengan udara, dan lapisi separuh apikal

dengan semen. Masukkan ke dalam saluran sampai permukaan yang

sebelumnya telah diukur.

8. Bila kerucut tidak pas pada apeks, dorong pada lokasi asalnya dengan

plugger saluran

82
9. Dengan menggunakan spreader, isi saluran dengan guta perca poin

tambahan yang lebih kecil (kondensasi lateral). Ulangi hingga terpenuhi

semua saluran akar tanpa celah sedikitpun

10. Potong pangkal guta perca dengan instrument panas dan hilangkan

kelebihannya dari kamar pulpa. Usap kamar pulpa dengan kapas yang

dibahasi dengan kloroform, untuk menyempurnakan pembersihan. Tutup

kamar pulpa dan kavitas gigi dengan penumpatan sementara

IV. GARIS BESAR PERAWATAN

Teknik perawatan gigi terinfeksi dapat dibuat garis besarnya sebagai berikut:

Kunjungan Pertama

1. Pasang isolator karet, dan disinfeksi bidang operasi. Persiapkan kavitas

jalan masuk

2. Kamar pulpa dibuka dengan bur steril sehingga diperoleh jalan masuk

bebas ke semua saluran melalui garis-garis lurus

3. Tanpa tekanan, keluarkan isi kamar pulpa dengan ekskavator steril.

Tentukan orifis saluran akar dengan ujung eksplorer yang berbilah

panjang. Letakkan larutan sodium hipoklorit pada orifis saluran akar

4. Secara hati-hati eksplorasi sebagian saluran dengan broach halus, rimer,

atau kikir untuk menentukan bebas rintangan. Semua instrument yang

digunakan di dalam saluran akar harus dilengkapi dengan stop instrument

agar tidak keluar dari saluran akar.

5. Dengan stop instrument atau penanda yang terikat pada instrument dengan

gaya “B” pada panjang gigi sementara +/- 1 mm, masukkan instrument ke

dalam saluran, dan buat radiograf. Hati-hati agar tidak melukai jaringan

83
periapikal. Keluarkan instrument, periksa radiograf, dan pasang kembali

stop instrument jika perlu

6. Berangsur-angsur besarkan saluran dengan kikir dan rimer sampai saluran

selesai dipreparasi untuk akhirnya diisi dengan guta perca

7. Hilangkan serpihan dentin dan debris organic di dalam saluran dengan

mengirigasi secara bergantian menggunakan larutan sodium hipoklorit dan

hydrogen peroksida, dan sodium hipokloritsebagai larutan irigasi terakhir.

Keringkan saluran. Pada tahap ini, jalan masuk ke foramen apikal di

seluruh panjang saluran harus diperoleh

8. Tutup medikamen di dalam saluran. Lepaskan isolator karet

Kunjungan Kedua

1. Pasang isolator karet, dan bidang operasi didisinfeksi

2. Keluarkan dan buang dressing, dam bila kondisi klinis memuaskan, ambil

biakan seperti berikut:

3. Teknik biakan:

a. Seka permukaan gigi dengan alcohol. Biarkan menguap atau

keringkan dengan butiran kapas steril

b. Dengan tang kapas yang baru saja disterilkan, masukkan poin

absorben steril ke dalam saluran dan dengan gerakan menghapus

hilangkan bekas medikamen. Ulangi tindakan ini

c. Masukkan poin absorben yang kering dan steril ke dalam saluran.

Biarkan poin di saluran selama sedikitnya 1 menit. Pada waktu

pengambilan poin absorben, bila ujungnya basah oleh eksudat,

ambil tutup dati tabung tes, panaskan bibir tabung dengan nyala

84
api, dan jatuhkan poin absorben ke dalam tabung berisi medium

biakan steril. Tabung ditutup kembali

d. Pasang label pada tabung biakan, dan letakkan tabung di dalam

incubator

e. Tutup medikamen

f. Minta pasien kembali pada waktu yang dijanjikan

Kunjungan Ketiga

1. Bila biakan negatif dan tidak terdapat kontraindikasi klinis, saluran

akar dapat diobturasi. Jika tidak, ulangi prosedur

2. Kecuali apabila dalam keadaan menantikan reseksi akar segera,

saluran akar sebaiknya tidak diobturasi selagi masih ada infeksi,

seperti yang ditunjukkan biakan atau bila asimtomatik

2.10 Glass Ionomer Cement

a. Definisi

Glass ionomer cement (GIC) merupakan bahan campuran dari silicate

cement dan polycarboxylate cement. Biasa juga disebut sebagai Polyalcenoates

atau Alumino – Silicate Polyacrylic Acid (ASPA). Pencampuran ini dimaksudkan

dengan tujuan untuk mendapatkan sifat translusensi, pelepasan flour dari semen

silikat dan kemampuan untuk melekat secara kimia pada struktur gigi dari semen

polikarboksilat. GIC merupakan semen yang digunakan sebagai base, liner, filling

atau bahan adhesive untuk menyatukan protesa dengan struktur gigi

(Anusavice,2003)

85
GIC adalah bahan restorasi yang paling akhir berkembang dan

mempunyai sifat perlekatan yang baik. Sifat utama GIC adalah kemampuan utama

untuk melekat pada email dan dentin tanpa ada penyusutan atau panas yang

bermakna, mempunyai sifat biokompatibilitas dengan jaringan periodontal dan

pulpa, ada pelepasan flour yang berfungsi sebagai antimikroba dan kariostatik,

kontraksi volume pada pengerasan sedikit, koefesien ekspansi termal sama dengan

struktur gigi.

Selain sebagai bahan restorasi, GIC dapat digunakansebagai bahan

perekat, bahan pengisi untuk restorasi gigi anterior dan posterior, pelapiskavitas,

penutup pit dan fisur, bonding agent pada resin komposit, serta sebagai

semen adhesif pada perawatan ortodontik. Ukuran partikel GIC bervariasi, yaitu

sekitar 50 µm sebagai bahan restorasi dan sekitar 20 µm sebagai bahan luting.

Reaksi yang terbentuk dari GIC adalah reaksi antara glass silicate alumina

dalam bentuk powder dengan asam poliakrilik sebagai liquid.

b. Komposisi

Bubuk

Bubuk GIC adalah alumina-silikat. Walaupun memiliki karakteristik yang sama

dengan silikat tetapi perbandingan alumina-silikat lebih tinggi pada semen silikat

(Anusavice, 2003)

Silica SiO₂ 30.1%  opacity

Alumina Al₂O₃ 19.9%  translucency

Aluminium fluoride AlF₃ 2.6%

Calcium fluoride CaF₂ 34.5%

86
Sodium fluoride NaF 3.7%

Aluminium phosphate AlPO₄ 10%

Liquid

Polyacrlic acid 40 %

Itaconic acid 5%

Maleic acid 5%

Tricarboxylic acid 5%

Tartaric acid

Water 50%

Cairan yang digunakan GIC adalah larutan dari asam poliakrilat dalam

konsentrasi kira-kira 50%. Cairan ini cukup kental cenderung membentuk gel

setelah beberapa waktu. Pada sebagian besar semen, cairan asam poliakrilat

adalah dalam bentuk kopolimer dengan asam itikonik, maleic atau asam

trikarbalik. Asam-asam ini cenderung menambah resktifitas dari cairan,

mengurangi kekentalan dan mengurangi kecenderungan membentuk gel

(Anusavice, 2003).

Asam tartarik juga terdapat dalam cairan yang memperbaiki karakteristik

manipulasi dan meningkatkan waktu kerja, tetapi memperpendek pengerasan.

Terlihat peningkatan yang berkesinambungan secara perlahan pada kekentalan

semen yang tidak mengendung asam tartaric. Kekentalan semen yang

mengandung asam tartaric tidak menunjukkan kenaikan kekentalan (Anusavice,

2003).

Ketika bubuk dan cairan semen ionomer kaca dicampurkan, cairan asam

akan memasuki permukaan partikel kaca kemudian bereaksi dengan membentuk

87
lapisan semen tipis yang akan mengikuti inti. Selain cairan asam, kalsium,

aluminium, sodium sebagai ion-ion fluoride pada bubuk semen ionomer kaca akan

memasuki partikel kaca yang akan membentuk ion kalsium (Ca2+) kemudian ion

aluminium (Al3+) dan garam fluor yang dianggap dapat mencegah timbulnya

karies sekunder. Selanjutnya partikel-partikel kaca lapisan luar membentuk

lapisan (Anusavice, 2003).

c. Klasifikasi

- Menurut A.D.Wilson dan J.W.McLean

Type I  Luting cements

Type II  Restorative cements  a. aesthetic b. reinforced

- Berdasarkan karakteristik pembuatan

Type I --- Luting cement eg. Fuji I, KETAC

Type II --- Restorative material eg. Ketacfil, Fuji II, fuji IX

Type III --- a. Bases & liners --weak with less acidic

b. Bases & liners --stronger but more acidic

c. Bases & liners --strong even in thin layer

Type IV --- Admixture eg. Ketac silver, miracle mix

- Berdasarkan Skinners

Type I – Luting

Type II- Restorative

Type III- Liner and base

- Berdasarkan penggunaan

Type I – Luting cements

88
GIC tipe luting semen sangat baik untuk sementasi permanen

mahkota, jembatan,veneer dan lainnya. Dapat digunakan sebagai liner

komposit. Secara kimiawi berikatan dengan dentin enamel, logam mulia dan

porselen. Memiliki translusensi yang baik dan warna yang baik, dengan

kekuatan tekan tinggi. GIC yang diberikan pada dasar kavitas akan

menghasilkan ion fluorida serta berkurangnya sensitifitas gigi, perlindungan

pulpa dan isolasi. Hal ini mengurangi timbulnya kebocoran mikro ( micro-

leakage) ketika digunakan sebagai semen inlay komposit atau onlay (Craig,

2004).

Type II – Restorasi

Karena sifat perekatnya, kerapuhan dan estetika yang cukup

memuaskan, GIC juga digunakan untuk mengembalikan struktur gigi yang

hilang seperti abrasi servikal. Abrasi awalnya diakibatkan dari iritasi kronis

seperti kebiasaan menyikat gigi yang terlalu keras (Craig, 2004).

Type III – Liners and Bases

Pada teknik sandwich, GIC dilibatkan sebagai pengganti dentine,

dan komposit sebagai pengganti enamel. Bahan-bahan lining dipersiapkan

dengan cepat untuk kemudian menjadi reseptor bonding pada resin

komposit (kelebihan air pada matriks GIC dibersihkan agar dapat

memberikan kekasaran mikroskopis yang nantinya akan ditempatkan oleh

resin sebagi pengganti enamel (Anusavice, 2009).

89
Type IV – Fissure Sealants

GIC dapat digunakan juga sebagai fissure sealant. Pencampuran

bahan dengan konsistensi cair, memungkinkan bahan mengalir ke lubang

dan celah gigi posterior yang sempit (Powers, 2008).

Type V - Orthodontic Cements

Pada saat ini, braket ortodonti paling banyak menggunakan bahan

resin komposit. Namun GIC juga memiliki kelebihan tertentu. GIC memiliki

ikatan langsung ke jaringan gigi oleh interaksi ion Polyacrylate dan kristal

hidroksiapatit, dengan demikian dapat menghindari etsa asam. Selain itu,

GIC memiliki efek antikariogenik karena kemampuannya melepas fluor.

Bukti dari tinjauan sistematis uji klinis menunjukkan tidak adanya

perbedaan dalam tingkat kegagalan braket Ortodonti antara resin modifikasi

GIC dan resin adhesif (Powers, 2008).

Type VI – Core build up

Beberapa dokter gigi menggunakan GIC sebagai inti (core),

mengingat kemudahan GIC dalam jelas penempatan, adhesi, fluor yang

dihasilkan, dan baik dalam koefisienekspansi termal. Logam yang

mengandung GIC (misalnya cermet, Ketac perak, EspeGMbH, Germanyn)

atau campuran GIC dan amalgam telah populer. Saat ini, banyak GIC

konvensional yang radiopaque lebih mudah untuk menangani daripada

logam yang mengandung bahan-bahan lain. Namun demikian, banyak yang

menganggap GIC tidak cukup kuat untuk menopang inti (core). Maka

direkomendasikan bahwa gigi harus memiliki minimal dua dinding utuh jika

menggunakan GIC (Powers, 2008).

90
Type VII - Fluoride releasing

Banyak laboratorium percobaan telah mempelajari fluorida yang

dihasilkan GIC dibandingkan dengan bahan lainnya. Namun, tidak ada

review sistematis dengan atau tanpa meta-analisis yang telah dilakukan.

Hasil dari satu percobaan, dengan salah satu tindak lanjut periode

terpanjang, menemukan bahwa GIC konvensional menghasilkan fluorida

lima kali lebih banyak daripada kompomer dan 21 kali lebih banyak dari

resin komposit dalam waktu 12 bulan. Jumlah fluorida yang dihasilkan,

selama 24 jam periode satu tahun setelah pengobatan, adalah lima sampai

enam kali lebih tinggidari kompomer atau komposit yang mengandung fluor

(Craig, 2004).

Type VIII - ART (atraumatic restorative technique)

ART adalah metode manajemen karies yang dikembangkan untuk

digunakan dinegara-negara dimana tenaga terampil gigi dan fasilitas terbatas

namun kebutuhan penduduk tinggi. Hal ini diakui oleh organisasi kesehatan

dunia. Teknik menggunakan alat-alat tangan sederhana (seperti pahat dan

excavator) untuk menerobos enamel dan menghapus karies sebanyak

mungkin. Ketika karies dibersihkan,rongga yang tersisa direstorasi dengan

menggunakan GIC viskositas tinggi. GIC memberikan kekuatan beban

fungsional (Craig, 2004).

Type IX - Deciduous teeth restoration

Restorasi gigi susu berbeda dari restorasi di gigi permanen karena

kekuatan kunyah dan usia gigi. Pada awal tahun 1977, disarankan bahwa

semen ionomer kaca dapat memberikan keuntungan restoratif bahan dalam

91
gigi susu karena kemampuan GIC untuk melepaskan fluor dan untuk

menggantikan jaringan keras gigi, serta memerlukan waktu yang cepat

dalam mengisi kavitas. Hal ini dapat dijadikan keuntungan dalam merawat

gigi pada anak-anak. Namun, masih diperlukan tinjauanklinis lebih

lanjut (Craig, 2004)

- Berdasarkan Bahan Pengisi

GIC Konvensional

GIC secara luas digunakan untuk kavitas Klas V, hasil klinis dari prosedur

ini baik meskipun penelitian in vitro berpendapat bahwa GIC modifikasi resin

dengan ketahanan fraktur yang lebih tinggi dan peningkatan kekuatan perlekatan

memberikan hasil yang jauh lebih baik. Beberapa penelitian berpendapat bahwa

versi capsulated lebih menguntungkan karena pencampuran oleh mesin sehingga

memberikan sifat merekatkan yang lebih baik. Penggunaan GIC telah meluas

antara lain sebagai bahan perekat, pelapis dan bahan restoratif untuk restorasi

konservatif Klas I dan Klas II karena sifatnya yang berikatan secara kimia pada

struktur gigi dan melepaskan fluorida. Selain itu respon pasien juga baik karena

teknik penempatan bahan yang konservatif dimana hanya memerlukan sedikit

pengeboran sehingga pasien tidak merasakan sakit dan tidak memerlukan anastesi

lokal. Meskipun demikian GIC tidak dianjurkan untuk restorasi Klas II dan klas

IV karena sampai saat ini formulanya masih kurang kuat dan lebih peka terhadap

keausan penggunaan jika dibandingkan dengan komposit (McCabe, 2008).

92
Semen Ionomer Hybrid

Komponen bubuk terdiri dari partikel kaca ion-leachable

fluoroaluminosilicate dan inisiator untuk light curing atau chemical curing.

Komponen cairan biasan yaterdiri dari air dan asam polyacrylic atau asam

polyacrilyc yang dimodifikasi dengan monomer methacrylate hydroxyethyl

methacrylate. Komponen yang dua terakhir bertanggung jawab untuk

polimerisasi. Reaksi pengerasan awal dari bahan ini terjadi melalui polimerisasi

dari gugus methacrylate. Reaksi asam basayang lambat pada akhirnya akan

bertanggung jawab pada proses pematangan yangunik dan kekuatan akhir.

Kandungan air secara keseluruhan lebih sedikit untuk tipe ini untuk menampung

bahan yang berpolimerisasi (Gladwin, 2009).

Semen Ionomer Tri-cure

Terdiri dari partikel kaca silicate, sodium florida dan monomer yang

dimodifikasi polyacid tanpa air. Bahan ini sangat sensitif terhadap cairan,

sehingga biasanya disimpan didalam kantong anti air. Pengerasan di awali oleh

foto polimerisasi dari monomer asam yang menghasil bahan yang kaku. Selama

restorasi digunakan bahan yang telah di pasang menyerap air di dalam saliva dan

menambah reaksi asam basa antara gugus fungsi asam dengan matrix dan partikel

kaca silicate. Reaksi asam basa yang di induce memungkinkan pelepasan

floridakarena tidak adanya air dalam formulasi, pengadukan semen tidak self-

adhesiveseperti semen ionomer kaca konvensional dan hibrid. Sehingga dentin-

bondingagent yang terpisah di perlukan untuk kompomer yang digunakan sebagai

bahan restorasi (Gladwin, 2009).

93
GIC yang diperkuat dengan Metal

Semen glass ionomer kurang kuat, dikarenakan tidak dapat menahan

gayamastikasi yang besar. Semen ini juga tidak tahan terhadap keausan

penggunaan dibandingkan bahan restorasi estetik lainnya, seperti komposit dan

keramik. Ada 2 metode modifikasi yang telah dilakukan, metode I adalah

mencampur bubuk logam campur amalgam yang berpartikel sferis dengan bubuk

glass ionomer tipe II. Semen ini disebut gabungan logam campur perak. Metode II

adalah mencampur bubuk glass dengan partikel perak dengan menggunakan

pemenasanyang tinggi. Semen ini disebut sebagai cermet. Mikrograf skening

electron dari bubuk cermet menunjukan partikel-partikel bubuk perak melekat ke

permukaan dari partikel-partikel bubuk semen. Jumlah dari fluoride yang

dilepaskan dari kedua sistem modifikasi logam ini cukup besar. Namun, fluoride

yang dilepaskan dari semen cermet lebih sedikit daripada yang dilepaskan dari

semen ionomer kaca tipe II. Hal ini dikarenakan sebagian partikel glass, yang

mengandung fluoride telah dilapisi logam. Pada awalnya semen gabungan

melepas lebih banyak fluoride daripada semen tipe II. Tetapi besarnya pelepasan

ini menurun dengan berjalannya waktu. Karena partikel-partikel logam pengisi

tidak terikat pada matriks semen, sehingga permukaan antar semen menjadi

berjalan untuk pertukaran cairan. Ini sangatmeningkatkan daerah permukaan yang

tersedia untuk pelepasan fluoride (Anusavice, 2004).

d. Kelebihan dan Kekurangan GIC

Kelebihan:

1) Potensi antikariogenik

2) Translusen

94
3) Biokompatibel

4) Melekat secara kimia dengan struktur gigi

5) Sifat fisik yang stabil

6) Mudah dimanipulasi (Craig, 2004).

Kekurangan :

1) Water in and water out

2) Compressive strenght kurang baik

3) Resistensi terhadap abrasi menurun

4) Estetik kurang baik

5) Warna tambalan lebih opaque, sehingga dapat dibedakan secara jelas

antara tambalan dengan gigi asli (Craig, 2004)

e. Indikasi dan kontraindikasi

Indikasi :

1) Restorasi pada lesi erosi/abrasi tanpa preparasi kavitas

2) Penumpatan pit dan fisura oklusal

3) Restorasi gigi sulung

4) Restorasi lesi karies kl. V

5) Restorasi lesi karies kl. III lebih diutamakan yang pembukaannya arah

lingual

6) Reparasi kerusakan tepi restorasi mahkota (Craig, 2004).

Kontraindikasi :

1) Kavitas-kavitas yang ketebalannya kurang

2) Kavitas-kavitas yang terletak pada daerah yang menerima tekanan

tinggi

95
3) Lesi karies kelas IV atau fraktur insisal

4) Lesi yang melibatkan area luas pada email labial yang mengutamakan

faktor estetika (Craig, 2004)

f. Sifat semen ionomer Kaca

Sifat Fisis

1) anti karies ion fluor yang dilepaskan terus menerus membuat gigi

lebih tahan terhadap karies.

2) Termal ekspansi sesuai dengan dentin dan enamel

3) Tahan terhadap abrasi, ini penting khususnya pada penggunaan dalam

restorasi dari groove (Power, 2008).

Sifat Mekanis

1) Compressive strength: 150 Mpa, lebih rendah dari silikat

2) Tensile strength : 6,6 Mpa, lebih tinggi dari silikat

3) Hardness : 4,9 KHN, lebih lunak dari silikat

4) Frakture toughness : beban yang kuat dapat terjadi fraktur (Power,

2008).

Sifat Kimia

GIC melekat dengan baik ke enamel dan dentin, perlekatan ini

berupa ikatan kimia antara ion kalsium dari jaringan gigi dan ion COOH

dari semen ionomer kaca. Ikatan dengan enamel dua kali lebih besar

daripada ikatannya dengan dentin. Dengan sifat ini maka kebocoran tepi

tambalan dapat dikurangi. GIC tahan terhadap suasana asam, oleh karena

adanya ikatan silang diantara rantai-rantai semen ionomer glass. Ikatan ini

96
terjadi karena adanya polyanion dengan berat molekul yang tinggi (

Anusavice, 2004).

g. Manipulasi Semen Ionomer Kaca

(1) permukaan gigi yang disiapkan harus bersih dan kering,

(2) konsistensi campuran semen harus memungkinkan untuk dapat melapisi

seluruh permukaan yang bergelombang dan dudukan prostesis,

(3) semen yang berlebih harusdikeluarkan pada waktu yang tepat,

(4) permukaan harus selesai tanpa pengeringan yang berlebihan, dan

(5) perlindungan permukaan restorasi harus dipastikan untuk mencegah

retak atau disolusi. Kondisi-kondisi ini serupa untuk aplikasi luting, tetapi

tidak dibutuhkan finishing permukaan (Anusavice, 2009).

GIC merupakan sistem bubuk-cairan yang dikemas di dalam botol

atau kapsul. Botol bubuk harus disentak dengan lembut sebelum

pengeluaran. Bubuk dan cairan dikeluarkan pada paper pad atau glass

slab. Bubuk dibagi menjadi dua bagian yang sama. Bagian pertama dari

bubuk dicampur dengan spatula kaku ke dalam cairan sebelum bagian

berikutnya ditambahkan. Waktu pencampuran antara 30 hingga 60 detik,

tergantung pada produk.

Semen digunakan segera karena working time setelah pencampuran

sekitar 2 menit pada 22 derajat Celcius. Pendinginan mixing slab

memperlambat setting reaction dan memberikantambahan working time.

Semen tidak boleh digunakan dalam bentuk ”kulit” pada permukaan atau

ketika konsistensi terasa menjadi lebih tebal. Hindari kontak dengan air

97
selama aplikasi ruangan harus diisolasi sepenuhnya. Semen set di dalam

mulut sekitar 7 menit dari awal pencampuran (Powers, 2008).

h. Reaksi Pengerasan GIC

Reaksi pengerasan dimulai saat cairan asam polielektrolit berkontak

dengan permukaan kaca aluminosilikat yang kelak akan menghasilkan

pelepasan sejumlah ion.

Fase pertama adalah fase pelepasan ion yang diawali reaksi

ionisasiradikal karboksil (COOH) yang terdapat dalam rantai asam (asam

poliakrilat)menjadi ion COO- (ion karboksilat) dan ion H+. Ion H+ bereaksi

pertama kalipada permukaan partikel kaca menyebabkan terlepasnya ion-ion

seperti Ca2+ dan Na+ ke dalam cairan. Kemudian ion H+ tersebut

berpenetrasi kembali hinggamencapai struktur yang kurang terorganisasi

menyebabkan terlepasnya ion Al3+. Saat fase ini, dilepaskan panas dengan

suhu berkisar antara 3oC sampai 7oC. Semakin besar rasio bubuk dan cairan

GIC maka panas yang dilepaskan akan semakin besar (Craig, 2004).

Selama tahap awal tersebut terjadi, GIC berikatan dengan struktur

gigi. Secarafisik GIC terlihat berkilau. Penempatan pada struktur gigi harus

dilakukan padafase ini karena matriks poliasam bebas yang dibutuhkan

untuk perlekatan ke gigitersedia dalam jumlah yang maksimum. Pada tahap

akhir dari fase pelepasan ionini, yang ditandai dengan hilangnya tampilan

berkilau GIC, matriks poliasambebas bereaksi dengan kaca sehingga kurang

mampu berikatan dengan strukturgigi atau struktur lainnya (Craig, 2004).

98
Fase kedua dari reaksi pengerasan GIC adalah fase hidrogel. Fase

hidrogel terjadi 5 sampai 10 menit setelah pencampuran dilakukan. Selama

fase ini, ion-ionkalsium yang dilepas dari permukaan kaca akan bereaksi

dengan rantai poliasam polianionik yang bermuatan negatif untuk

membentuk ikatan silang ionik. Pada fase hidrogel ini mobilitas rantai

polimer berkurang sehingga menyebabkan terbentuknya gelasi awal matriks

ionomer.Selama fase hidrogel berlangsung,permukaan GIC harus dilindungi

dari lingkungan yang lembab dan kering karena ion kalsium yang bereaksi

dengan rantai poliasam polianionik mudah larutdalam air. Jika GIC tidak

dilindungi, maka ikatan silang ionik yang mudah laruttersebut akan

melemahkan GIC secara keseluruhan dan terjadi penurunan derajat

translusensi sehingga turut mempengaruhi estetika (Craig, 2004).

Pada fase hidrogel ini, GIC memiliki bentuk yang keras dan opak.

Opaksitastersebut disebabkan adanya perbedaan yang besar pada indeks

refraksi antarafiller kaca dan matriks. Opaksitas GIC ini sifatnya sementara

dan akanmenghilang selama reaksi pengerasan akhir terjadi.

Fase terakhir adalah gel poligaram, yang terjadi ketika GIC

mencapai pengerasan akhir, dapat berlanjut selama beberapa bulan. Matriks

yang terbentuk akan menjadi mature ketika ion-ion aluminium, yang

pelepasannya dari permukaan kaca lebih lambat, terikat ke dalam campuran

semen membantu membentuk hidrogel poligaram yang menyebabkan semen

menjadi lebih kaku (Anusavice, 2009).

Fase gel poligaram ini menyebabkan GIC terlihat lebih menyerupai

gigi, disebabkan indeks refraksi gel silika yang mengelilingi filler kaca

99
hampir sama dengan matriks. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya

penyebaran cahaya dan opaksitas. Jika GIC masih terlihat opak, maka hal

tersebut mengindikasikan bahwa gel poligaram tidak terbentuk disebabkan

karena adanya kontaminasi air. GIC yang telah mengeras secara sempurna

terdiri atas tiga komponen, yaitukaca pengisi, gel silika, dan matriks

poliasam (Anusavice, 2009).

i. Prinsip preparasi gigi pada GIC

1. Outline form

Yaitu garis terluar dari hasil preparasi kavitas yang terdapat di permukaan

gigi. Untuk kelas III mengambil jaringan karies yang disertai pembuatan

dovetail dengan cara mengambil sedikit jaringan sehat sekitarnya. Untuk

kelas V sendiri mengambil jaringan karies disertai pengambilan sedikit

jaringan sehat biasanya berbentuk seperti ginjal.

2. Resistance form adalah bentuk dan penempatan dinding kavitas pada

kedudukan yang tepat sehingga rstorasi dan jaringan gigi yang masih sehat

dan berfungsi sebagai tempat penahan dapat bekerja sama dalam menahan

tekanan tanpa menimbulkan fraktur.

3. Retention form adalah bentuk dari preparasi kavitas yang tahan terhadap

pergeseran atau hilangnya restorasi dari gaya dorong dan daya angkat.

Kebutuhan retensi berhubungan dengan jenis material restorasi yang

digunakan, prinsip dari retention form bermacam-macam tergantung dari

bahan material yang digunakan. Restorasi Glass Ionomer Cement

100
(GIC) melekat di dalam gigi oleh ikatan kimiawi yang timbul antara

material dan gigi yang dikondisikan.

4. Removal of caries merupakan Pembuangan jaringan karies dentin dan

debris-debris pada dinding kavitas . Karies tidak boleh ditinggalkan didalam

kavitas. Sebab jika terjadi kebocoran bakteri yang tinggal didalam kavitas

akan terjadi aktif dan dapat menimbulkan gejala sakit dan masalah

endodontic

5. Finishing of the enamel wall merupakan Suatu tindakan yang dilakukan

untuk membentuk dinding enamel margin yang halus dan rata agar

mendapatkan kontak marginal serta adaptasi tumpatan yang baik.

Penghalusan dinding dan dasar kavitas menggunakan fine finishing bur

sampai halus dan rata. Pada kunjungan berikutnya penghalusan akhir bisa

dilakukan dengan menggunakan bur batu putih (white stone), bur tungsten

carbide dan karet abrasif dengan kecepatan rendah.

6. Convenience form dilakukan dengan cara membentuk kavitas sedemikian

rupa untuk mempermudah pengerjaan kavitas dan memasukkan bahan

tumpatan ke \dalam kavitas. Convenience form dapat diperoleh dengan cara

– Memperluas preparasi kavitas

– Pemilihan alat yg dapat memudahkan pekerjaan

– Pemasangan separator mekanis untuk retraksi gingiva.

101
7. Toilet of the cavity merupakan tindakan terakhir dari prinsip preparasi

kavitas yang bertujuan untuk membersihkan kavitas dari debris. Kavitas

dibersihkan dengan air hangat, menggunakan cleanser cavity atau aquadest.

2.11 Teknik Preparasi dan Restorasi Kelas V GIC

Clinical Placement of Glass Ionomer

Penempatan klinis untuk GIC memerlukan beberapa step, yaitu :

1. Isolasi

2. Tooth preparation

3. Cement placement

4. Finishing and polishing

5. Perlindungan permukaan (Surface protection)

I. Isolation

kontrol dari saliva diperlukan dalam restorasi GIC. Saliva, cairan sulcular

dan gingival haemorrhage harus dikontrol saat prosedur restorasi. Rubber dam,

retraction cord, cotton rolls dengan saliva ejectors biasanya digunakan tetapi

tidak wajib pada restorasi yang lesinya dekat dengan margin gingival dari gigi.

II. Tooth Preparation

Kelas V definisinya yaitu berlokasi di sepertiga gingival dari fasial dan

lingual permukaan gigi. Preparasi untuk kelas V melibatkan :

1. Membuat akses ke defek (karies, non-carios defek)

2. Membuang defek (karies, defective dentin dan enamel, defective

restoration dan base material)

102
3. Membentuk convenience form untuk restorasi

Preparasi gigi untuk kelas V yang besar lebih memerlukan lebih perhatian

untuk retention form daripada defek kelas V yang kecil, terutama saat sedikit

enamel yang ada untuk bonding, area yang hypermineralized (sclerotic) dentin

juga memerlukan perhatian lebih, karena dapat menjadi respon yang berbeda ke

bonding daripada area dengan dentin yang normal.

Tooth preparation dari restorasi glass ionomer dibagi menjadi :

A. Mechanical Preparation

Glass ionomer cement digunakan untuk restorasi kavitas kelas V dan juga

kavitas kelas III yang tersembunyi. Kavitas kelas V biasanya ada dua tipe, „V‟

shaped notch dengan batas tajam yang pasti atau lesi berbentuk piring dengan

batas yang menyatu.

Step pada preparasi kavitas dan fundamental dari restorasi amalgam

bertahan baik juga pada mechanical preparation dengan glass ionomer cement.

Tetapi preparasi gigi tidak didictated oleh semua peraturan yang spesifik dari GV

Black untuk restorasi amalgam. Ini karena sifat adhesive alami dari semen,

kurangnya abrasive resistance, keuntungan dari anti-cariogenic dan terbatasnya

mechanical properties dari semen.

Pada kavitas kelas V, lesi dapat hanya berada di enamel atau berada dalam

enamel dan sementum. Preparasi untuk kelas V melibatkan :

 Membuat akses ke defek (karies, non-carios defek)

 Membuang defek (karies, defective dentin dan enamel, defective

restoration dan base material)

 Membentuk convenience form untuk restorasi

103
Preparasi gigi untuk kelas V yang besar lebih memerlukan lebih perhatian

untuk retention form daripada defek kelas V yang kecil, terutama saat sedikit

enamel yang ada untuk bonding, area yang hypermineralized (sclerotic) dentin

juga memerlukan perhatian lebih, karena dapat menjadi respon yang berbeda ke

bonding daripada area dengan dentin yang normal.

a. Outline form

Mechanical preparation berkonsentrasi terutama di pembuangan karies dan

struktur gigi yang rusak. Karenanya outline form terdeteksi dari karies,

diskolorasi, dan juga estetik.

Pada lesi proximal, tidak perlu membuat untuk menghancurkan kontak

yang membawa restorasi ke area self cleansing. Apapun material gigi yang masih

ada,harus ditinggalkan dan menjaga kontak sebaik mungkin walaupun tidak

disupport oleh dentin. Hanya titik yang diperhatikan saat meninggalkan enamel

tipis yang seharusnya tidak boleh terkena beban langsung dari gigi lawan saat

mastikasi.

Bagian perifer kasar mungkin meninggalkan geographic outline jika

pertemuan antar gigi dan restorasi terkena stained. Karenanya perlu untuk hai-hati

pada saat mempersiapkan gigi dan meninggalkan dinding ter exposed facially

sepanjang axis gigi dan pada kontur dengan axial angle. Ini dapat menyebabkan

tertutupnya sedikit penampilan yang menarik perhatian dan membantu

menyatukan dengan geometric dan pattern textural dari gigi aslinya.

104
Perluasan gingival dari preparasi gigi biasanya ditujukan dengan perluasan

dari lesi. Ini biasanya dekat untuk atau perluasan ke sulkus. Perhatian diperlukan

untuk mengatur sulcular fluid pada saat penempatan restorasi.

b. Retention and resistance form

Pembuatan undercut dan dovetail tidak diperlukan. Diperlukan untuk

mempunyai material dalam jumlah besar untuk semen agar dapat menjadi self

supported dan resisten terhadap fraktur. Karenanya outline sebaiknya di perdalam

untuk memberikan kurang lebih 1 mm jumlah besar untuk semen. Ini juga

memberikan outline yang pasti dalam kavitas untuk membantu mengimprove

finishing dari restorasi tersebut.

c. Convenience form

Pada kavitas kelas III, bagian dinding lingual rusak untuk akses di gigi

maxilla. Gigi mungkin secara mekanis terpisah untuk kenyamanan operasi juga.

Drills terkecil digunakan untuk membantu dalam pembuangan kerusakan material

gigi tanpa memotong lebih enamel dan dentin. Pada preparasi kavitas kelas V,

retractors bibir dan pipi dan tongue guards diperlukan untuk kenyamanan pada

saat operasi.

d. Prophylaxis and debriding

Glass ionomer menyatu ke dentin dan enamel. Penyatuannya ditingkatkan

jika permukaan sudah bersih dan conditioned. Prophylaxis biasanya dilakukan

dengan semiliquid pumice menggunakan rubber cups, bristle brush atau burlew‟s

brush. Ini akan menghilangkan plak dan pelikel. Perlu dipastikan kembali agar

tidak ada jaringan lunak yang terluka bersanding yang akan menyebabkan situasi

sulit untuk dikontrol dan perdarahan dan staining ke restorasinya. Perdarahan dari

105
jaringan gingiva diperlukan untuk pengaplikasian sangat ringan dari trichloro-

acetic acid.

B. Chemical Preparation

Setelah melewati prophylaxis, permukaan di conditioned dengan

menggunakan chemical agents. Beberapa conditioning agents sudah dicoba dan

beberapa darinya masih digunakan. Citric acid 50%, phenolic acid, hydrogen

peroxide 3%, tannic acid 25%, dodicin 0,9%, mineralising solutions, EDTA 10%

dan polyacrylic acid 20% adalah beberapa conditioning agents yang disarankan

untuk mendapatkan ikatan yang lebih baik antara semen ke enamel dan dentin.

Diantara itu, polyacrylic acid 10%-20% yang paling sering digunakan dan sudah

disupplied dan disarankan untuk adhesi terbaik. Asam di aplikasikan kurang lebih

10-20 detik dan di bersihkan.

Light activated glass ionomer mempunyai step tambahan yaitu priming the

tooth surface. Priming agents diaplikasikan pada dua atau lebih lapisan tipis

dengan embusan udara yang lembut dan light activated selama 20 detik.

III. Penempatan semen

a. Pencampuran semen

Cara yang terbaik dalam pencampuran dan penempatan gic adalah

dengan menggunakan semen kapsul yang biasa digunakan dengan teknik

jarum suntik. Pencampuran menggunakan tangan harus dilakukan dengan

hati-hati. Rasio yang tepat antara bubuk dan liquid harus dipastikan dan

teknik pencampuran harus diikuti dengan hati-hati sesuai dengan prosedur.

Pencampuran dapat dilakukan pada paper pad atau glass slab. Keuntungan

dengan menggunakan glass slab adalah dapat didinginkan sedikit untuk

106
memperpanjang waktu kerja. Meskipun untuk restoratif semen tipe spatula

yang digunakan tidak dianggap sangat penting, tetapi harus diakui bahwa

semen tidak harus lebih spatulated, dan berhati-hatilah untuk

menggunakan batu akik atau spatula plastic. Tujuan utama dari

pencampuran semen adalah hanya untuk membasahi permukaan partikel

bubuk dengan cairan dan tidak untuk membantu melarutkan bubuk

sepenuhnya dalam larutan. Ini harus dicatat bahwa tidak cairan yang cukup

untuk melarutkan seluruh bubuk partikel didalam rasio bubuk/liquid yang

disarankan untuk restorasi semen.

Saat mengeluarkan bubuk, aduk botol secara perlahan terlebih

dahulu untuk menghaluskan bubuknya. Kemudian lihat bahwa sendok

sudah cukup penuh oleh bubuk dan ratakan permukaan menggunakan

bagian bibir pada botol, yang disediakan untuk tujuan tertentu.

Serbuk dibagiakan pertama pada slab dan dibagi menjadi dua bagian

dengan spatula. Botol liquid kemudia dimiringkan secara horizontal untuk

memungkinkan cairan menggantikan udara melalui mulut pipa. Sekarang

botol diorientasikan kearah vertical dan diperas secara lembut untuk

mengeluarkan rasio liquid yang diperlukan yaitu hanya satu tetes dalam

satu waktu, tanpa masuknya gelembung udara. Jika cairan menjadi lebih

kental dari waktu ke waktu, maka dapat diredakan dengan cara merendam

botol dalam air dengan suhu 70 derajat dalam waktu 15 menit. Biarkan

hingga dingin lagi sebelum digunakan.

Dengan kedua bubuk dan cairan dikeluarkan pada pad, satu

setengah dari bubuk dicampurkan dengan memutar bubuk kedalam liquid

107
untuk membasahi permukaan partikel bubuk. Jangan terlalu berlebihan

mengaduknya. Setengah bubuk pertama harus basah seluruhnya dalam

waktu 10 sampai 15 detik. Gulungkan bubuk yang tersisa kedalam massa.

Jangan menyebarkan hasil campuran semen disekitar pad. Pencampuran

tersebut kemudian diselesaikan dalam waktu sekitar 30 detik.

b. Loss of gloss or slump test

Tes ini membantu untuk mengetahui bahwa semen sudah benar

tercampur. Hasil campuran semen sitempatkan pada glass slab. Ankat

bagian atas tumpukan semen dengan spatula. Semen terputus dan merosot

kembali. Akan ada titik ketika semen akan terputus tetapi tidak merosot

kembali. Waktu kerja biasanya sekitar 60-90 detik untuk gic tradisional

dan 3 menit untuk gic resin modified. Sensitivitas air selam asatu jam

pertama sangatlah penting, oleh karena semen dilapisi dengan baik leh

varnish, cocoa butter, copal ether atau unfilled resin.

c. Restorasi

Teknik untuk penempatan auto-cure atau resin modified glass ionomer

restorasi pada dasarnya sama. Setelah pencampuran, baik chemical cure cement

dan light cure cement dilakukan dalam satu ukuran besar untuk penempatan

kedalam kavitas. Kotoran yang berlebih harus dihilangkan dengan cepat dan

lakukan pengisian kontur. Penggunaan matrix selalu digunakan karena akan

membantu dalam penempatan positif dari semen pada permukaan gigi dan juga

akan mengakibatkan penurunan void dan porositas dalam restorasi

108
Sebuah jarum suntik dispenser seperti jarum suntik centrix merupakan

alternative yang sangat baik dan unggul. Menyemprotkan keluar semen kedalam

kavitas dapat membantu untuk mengisi kavitas tanpa adanya jebakan gelembung

udara di semen dan memberikan control mutlak dari kuantitas semen yang

ditempatkan di gigi. Ujung dari jarum suntik ditempatkan ke lantai kavitas dan

semen dikeluarkan ke dalam kavitas. Chemical cure cement dilakukan dengan

matrix sampai mencapai kekerasan awal dan light cure cement. Hal ini tidak

mungkin untuk masa penyembuhan dengan aktivasi cahaya yang berlebihan. Jadi

restorasiharus dikenaka paparan lebih lama dari yang disarankan untuk

menghindari kekurangan aktivasi cahaya karna jarak cahaya dari restorasi.

Restorasi yang besar terkena cahaya lagi selama 60 detik.

Bahan yang disediakan dalam bentuk compule atau sebagai single paste

tidak memerlukan pencampuran, hal ini tidak dapat memiliki reaks asam basa dan

karna juga bukan glass ionomer. Tidak aka nada adhesi kimia untuk struktur gigi

dengan bahan tersebut dan pelepasan fluoride akan terbatas.

IV. Finishing dan Polishing

Konturing awal dapat dilakukan dengan alat tajam seperti pisau Bard

Parker, pisau foil emas atau poin diamond pada kecepatan tinggi. Pemolesan akhir

dilakukan setelah 24 jam. Banyak dokter lebih memilih untuk melakukan initial

contouring setelah 24 jam untuk menghindari air yang mempengaruhi semen.

Finishing akhir dilakukan dengan menggunakan cakram atau disc Sof-lex‟ atau

disc dengan abrasive gradasi yang berbeda dari kasar ke halus, dalam satu

rangkaian. Superfine diamond points, abrasive silicon tertanam didalam karet

109
dengan berbagai bentuk dan strip abrasive yang tersedia untuk menyelesaikan

berbagai bidang restorasi. Finishing menggunakan abrasive harus dilakukan daam

kondisi lembab.

Dry cutting akan mengalami dehidrasi permukaan dan memberikan

penampilan yang berpori dan berbintik-bintik yang mengakibatkan disintegrasi

awal semen. Pada akhir initial contouring serta finishing akhir dari permukaan,

permukaan semen harus dilindungi dengan varnish, proprietary coats atau bahan

glasir resin.

V. Surface Protection

Resin merupakan enamel bonding agents yang mampu menjadi proteksi

permukaan terbaik pada semen. Resin mengisi ketidakbiasaan yang ada di

permukaan dan memberikan hasil akhir yang halus untuk jangka waktu yang lebih

panjang dibandingkan dengan varnish dan petroleum jelly. Resin juga lebih

impermeable dibandingkan dengan varnish sekalipun. Cocoa butter dan

petrolatum mudah di bersihkan pada jangka waktu pendek saat waktu proteksi

optimal itu 24 jam.

Penempatan terbaru semen harus ditutup segera setelah melepas matrix

untuk mencegah pertukaran air. Jika seal tetap bertahan pada 24 jam pertama

maka semen akan mendapatkan kematangan yang cukup hingga berkembang

menjadi translusensi penuh. Pada kasus jika permukaannya tidak terlindungi pada

saat maturase, akan mengantarkan ke perpecahan formasi di permukaan. Masalah

dari perkembangan translusensi penuh dan estetik sudah diselesaikan dengan

menggunakan viskositas sangat rendah, light aktivasi, resin enamel bond sebagai

110
sealant daripada sebagai varnish yang direkomendasi, yang dapat menyebabkan

beberapa transmsi air.

2.12 Penulisan Resep

Menurut Jas ( 2009 ) yang berhak menulis resep adalah :

 Dokter Umum

 Dokter Gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut.

 Dokter Hewan, terbtas pada pengobatan pada hewan/ pasien hanya hewan.

Kriteria resep yang rasional menurut WHO/INRUD

1. Jumlah obat setiap datang maksimal 2

2. Nama generik digunakan pada semua obat ( 100% )

3. Peresepan antibiotika <30% dari semua peresepan

4. Peresepan obat injeksi <20% dari semua peresepan

5. Peresepan obat esensial/formularium pada semua obat ( 100% )

Ketentuan dan kaidah penulisan resep yang bener

Beberapa ketentuan tentang menulis resep:

1. Secar hukum dokter yang menandatangani suatu resep bertanggungjawab

spenuhnya tentang resep yang ditulisnya untuk penderita.

2. Resep ditulis sedemikian rupa sehingga dapat dibaca oleh apoteker

tanpa keraguaan.

3. Resep ditulis dengan tinta sehingga tidak mudah terhapus.

4. Tanggal resep dituliskan harus tertera dengan jelas.

111
5. Umur pasien harus dicantumkan dengan jelas, terutama padaanak. Ini

penting bagi apoteker untuk mengkalkulasi apakah dosis obat yang ditulis

pada resep sudah cocok dengan umur si anak.

6. Di bawah nama pasien hendaknya dicantumkan alamatnya. Hal ini penting

dalam keadan darurat ( misalnya salah obat ) sehingga pasien dapat

langsung dihubungi. Alamat pasien pada resep juga akan mengurangi

kesalahan /tertukarnya pemberian obat bila pasien dengan nama yang

kebetulan sama.

7. Untuk jumlah obat yang diberikan dalam resep, hindarilah

menggunakan angka desimal untuk menghindri kemungkinan kesalahan.

Contoh: untuk obat yang diberikan dalam jumlah kurang dari satu gram

maka ditulis dalm miligram; misalnya jika obat diberikan setengah gram

mka ditulis 500 mg ( bukan 0,5 gram ).

8. Untuk obat yang dinyatakan dengan satuan unit jangan disingkat menjadi

U.

9. Untuk obat atau jumlah obat berupa cairan, dinyatakan dengan satuan ml,

hindari menulis satuan cc atau cm3.

Komponen resep dan penulisan pada keadaan tertentu

Resep yang lengkap mengandung informasi berikut ini :

112
1. Inscriptio

a. Identitas dokter : Nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter.

Dapat dilengkapi dengan nomor telepon, jam praktek serta hari

praktek.

b. Nama kota dan tanggal penulisan resep.

c. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. Tanda ini adalah

singkatan dari recipe yang berarti “ harap diambil “.

2. Praescriptio

Inti resep dokter atau komposisi berisi: Nama setiap jenis/bahan

obat, dan jumlah bahan obat ( mg, g, ml, I ) dengan angka Arab. Untuk

penulisan jumlah obat dalam satuan biji ( tablet, kapsul, botol ) dalam

angka Romawi.

Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari:

a. Remedium cardinale : obat pokok yang mutlak harus ada, dapat berupa

bahan tunggal atau beberapa bahan.

b. Remedium adjuvans: bahan yang membantu kerja obat pokok, tiak

mutlak ada dalam tiap resep.

c. Corrigens: bahan untuk memperbaiki rasa ( corrigens saporis ), warna (

corrigens coloris ) atau bau obat (corrigens odoris).

d. Konstituens atau vehikulum: bahan pembawa, seringkali perlu

terutama pada formula magistralis. Misalnya konstituens obat minum

umumnya air.

113
Perintah pembutan bentuk sediaan obat yang dikehendaki,

misalnya f.l.a. pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai

aturan obat berup puyer.

3. Signatura

a. Aturan pemakaian obat ( frekuensi, jumlah obat dan saat obat

diminum, informasi lain ), umumnya ditulis dengan singkt dalam

bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan sigma yang disingkat

dengan S.

b. Identita pasien di belakang kata Pro: Nama pasien, umur, alamat

lengkap. Bila penderita seorang anak harus ditulis umurnya. Bila

resep untuk orang dewasa dicantumkan Tuan/Nyonya/Bapak/Ibu

diikuti nama penderita dan umurnya.

4. Subscriptio

a. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep untuk menjadikn

suatu resep otentik. Resep obat dari golongan narkotika harus

dibubuhi tandatangan dokter, tidak cukup dengan paraf saja.

Resep yang mengandung obat golongan narkotika:

 Tidak boleh ada tanda iter ( iterasi ), m. i ( mihi ipsi ), dan u. c ( usus

cognitus). Mihi ipsi artinya untuk pemakaian sendiri.

 Resep tidak boleh diulang, harus dengan resep asli, resep baru.

Resep yang perlu penanganan segera :

 CITO ( segera )

 STATIM ( penting )

114
 URGENT ( sangat penting )

 PIM ( periculum in moa = berbahaya bila ditunda )

 Urutan yang didahulukan: PIM,Urgent, Statim, dan Cito

Penulisan tanda segera di atas digarisbawahi dan diberi tanda seru, kemudian

diparaf/tandatangan dibelakang Cito ( contoh: Cito! Paraf )

Resep yang dapat/tidak dapat diulang:

 Iter  Boleh diulang

 NI ( Ne Iteratur  Tidak boleh diulang

 Resep mengandung narkotika tidak boleh diulang

Pedoman penulisan resep dokter

1. Ukuran blangko resep ( lebar 10-12 cm, panjang 15-18 cm )

2. Penulisan nama obat:

a. Dimulai huruf besar

b. Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi ( menurut

Farmakope Indonesia atau nomenklatur Internasional ), misal

Asetosal atau disingkat Ac.salic

3. penulisan jumlah obat:

a. satuan berat : mg, g

b. satuan volume/ unit : ml, l, UI

c. penulisan jumlah obat dalam satuan biji: Angka Romawi

d. penulisan alat penakar : C = sendok makan ( 15 ml ), Cth = sendok

teh ( 5 ml )

115
4. penulisan jadwal dosis/aturan pemakaian:

a. ditulis secara benar

b. pemakaian yang rumit ditulis dengan S.U.C ( sigma usus cognitus

= pemakaian diketahui )

5. setiap selesia penulisan resep diberi tanda penutup berupa garis penutup

atau tanda pemisah diantara dua R/ dan paraf atau tanda tangan.

6. Oenulisan tanpa iter ( iteretur ) dan NI ( Ne Iteretur ) disebelah kiri

atas dari resep apabila diulang/tidak diulang seluruhnya. Bila tidak semua

resep diulang, maka ditulis dibawah setiap resep. Demikian juga untuk N.I

7. Tanda Cito atau PIM ( resep segera dilyani ) dituliskan disebelah

kanan atas.

Istilah – istilah dan singkatan Latin yang berkaitan dengan penulisan resep

 a.c. = ante coenam = sebelum makan

 a.n. = ante noctem = malam sebelum tidur

 ad us. ext. = ad usum externum = untuk obat luar

 ad. us. int = ad usum internum = untuk obat dalam

 agit. = agitation = kocok

 alt. hor. = alternis horis = tiap jam

 aq.dest. = aqua destilata = air suling

 c. = cohlear = sendok makan = 15 ml

 c.th. = cochlear theae = sendok teh = 5 ml

 caps. = capsulea = kapsul

 collut.or. = collutio oris = obat kumur ( cuci mulut )

116
 collyr. = collyrium = obat cuci mata

 da.in.dim = da in dimidio = berilah separuhnya

 d.in 2plo = da in duplo = berilah dua kali banyaknya

 d.c. = durante coenam = sedang makan

 d.d. = de die = sehari

 1.d.d. = s.d.d. = semel de die = sekali sehari

 2.d.d. = b.d.d. = b.i.d. = bis de/in die = dua kali sehari

 3.d.d.= t.d.d.= t.i.d. = ter de/in die = tiga kali sehari

 4.d.d.= q.d.d.= q.i.d. = quarter de/in die = empat kali sehari

 d.t.d = da tales doses = berilah sekian takaran

 dext. = dexter = kanan

 dext.et.sin. = dexter et sinister = kanan dan kiri

 o.d./o.s. = oculus dexter et oculus sinister = mata kanan dan

mata kiri

 f. = fac = buat, harap dibuatkan

 f.l.a = fac lege artis = buat menurut semestinya

 fls. = fles = botol

 g. = gramma = gram

 gr. = granum = 65 mg, grain

 garg. = gargarisma = obat kumur

 gtt. = guttae = tetes

 gtt.ad.aur = guttae ad aures = tetes telinga

 gtt.auric = guttae auriculares = tetes telinga

 gtt.nasal = guttae nasals = tets hidung

117
 gtt.ophth. = guttae ophthalmicae = tetes mata

 h. = hora = jam

 h.s. = hora somni = jam sebelum tidur

 i.m.m. = in manum medici = berikan ke tangan dokter

 inj. = injectio = obat suntik

 iter. = iteratur = harap diulang

 iter. 1x = iteretur 1x = harap diulang satu kali

 ne. iter. = ne iteratur = tidak diulang

 lin. = linimentum = obat gosok

 lot. = lotio = obat cair untuk pakai luar

 m. = misce = campurlah

 m.f. = misce fac = campurlah dan buatlah

 m.f.l.a = misce fac lefe artis = campur dan buat menurut

semestinya

 man. = mane = pagi

 m.et.v. = mane et vespere = pagi dan sore

 mg. = milligramma = miligram

 o.h. = omni hora = tiap jam

 o.b.h = omni bihorio = tiap 2 jam

 o.t.h = omni trihorio = tiap 3 jam

 o.4.h. = omni quarerhorio = tiap 4 jam

 o.m. = omni mane = tiap pagi

 o.n. = omni nocte = tiap malam

 o.h.c. = omni hora cochlear = tiap jam 1 sendok makan

118
 p.c. = post coenam = sesudah makan

 p.r.n. = pro re nata = kalau perlu

 pulv. = pulvis = serbuk (tunggal)

 pulv. = pulveres = serbuk terbagi ( puyer )

 pulv. adsp. = pulvis adspersorius = serbuk tabur ( bedak )

 R/ = recipe = ambillah

 S = sigma = tanda

 S.L. = saccharum lactis = gula susu ( bahan pemanis

obat )

 s.q. = sufficiante quantitate = dengan jumlah yang cukup

 q.s. = quantum satis = secukupnya

 si op. sit = si opus sit = bila perlu

 sol. = solutio = larutan

 u.c. = usus cognitus = aturan pakai diketahui

 u.n. = usus notus = aturan pakai diketahui

 ung. = unguentum = salep

 u.e. = usum externum = dipakai untuk luar

 u.i. = usum internum = dipakai untuk dalam

 S.s.d.d.c = semel de die cochlear = 1 kali sehari sekali sendok

makan

 t.d.d.c. = ter de die cochlear = 3 kali sehari sekali sendok

makan

119
contoh resep sesuai case yang dibahas

paracetamol 500 mg sebanyak 12 tablet yang diberikan sebanyak 3x sehari

dikombinasikan denan diklofenak 50 mg sebanyak 6 tablet 2x sehari sesudah

makan.

DINAS KESEHATAN KOTA SUMEDANG

PUSKESMAS JATINANGOR

Jalan Raya Jatinangor 123

Dokter : Andi Budiman

Tanggal : 12 April 2016

R/ Paracetamol tab 500 mg No.XII

S.t.d.d.p.c

R/ Diklofenak tab 50 mg No. VI

S.2.d.d.p.c

Pro : Tn. Ipul Pulperi

Umur : 35 Tahun

Alamat : Jl. Tan Malaka

120
2.13 Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs) / Obat Anti-

Inflamasi Non-Steroid (OAINS)

Merupakan kelompok obat yang paling banyak dikonsumsi di seluruh

dunia untuk mendapatkan efek analgetika, antipiretika, dan anti-inflamasi. OAINS

juga merupakan pengobatan dasar untuk mengatasi peradangan-peradangan di

dalam dan sekitar sendi seperti lumbago,artralgia, osteoarthritis, arthritis

rheumatoid, dan gout arthritis.

OAINS merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa

obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian, obat-obat ini mempunyai

banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping.15 Prototip obat

golongan ini adalah aspirin, karena itu OAINS sering juga disebut sebagai obat-

obat mirip aspirin (aspirin-like drug). Aspirin-like drugs dibagi dalam lima

golongan, yaitu:

1. Salisilat dan salisilamid, derivatnya yaitu asetosal (aspirin), salisilamid,

diflunisal

2. Para aminofenol, derivatnya yaitu asetaminofen dan fenasetin

3. Pirazolon, derivatnya yaitu antipirin (fenazon), aminopirin (amidopirin),

fenilbutazon dan turunannya

4. Antirematik nonsteroid dan analgetik lainnya, yaitu asam mefenamat dan

meklofenamat, ketoprofen, ibuprofen, naproksen, indometasin,

piroksikam, dan glafenin

5. Obat pirai, dibagi menjadi dua, yaitu (i) obat yang menghentikan proses

inflamasi akut, misalnya kolkisin, fenilbutazon, oksifenbutazon, dan (ii)

121
obat yang mempengaruhi kadar asam urat, misalnya probenesid,

alupurinol, dan sulfinpirazon.

Sedangkan menurut waktu paruhnya, OAINS dibedakan menjadi:

1. AINS dengan waktu paruh pendek (3-5 jam), yaitu aspirin, asam

flufenamat, asam meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat, asam

tiaprofenamat, diklofenak, indometasin, karprofen, ibuprofen, dan

ketoprofen.

2. AINS dengan waktu paruh sedang (5-9 jam), yaitu fenbufen dan

piroprofen.

3. AINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu diflunisal dan

naproksen.

4. AINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu piroksikam dan

tenoksikam.

5. AINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam), yaitu

fenilbutazon dan oksifenbutazon.

Klasifikasi Kimiawi Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid

Nonselective Cyclooxygenase Inhibitors

1. Derivat asam salisilat: aspirin, natrium salisilat, salsalat, diflunisal, cholin

magnesium trisalisilat, sulfasalazine, olsalazine

2. Derivat para-aminofenol: asetaminofen

3. Asam asetat indol dan inden: indometasin, sulindak

4. Asam heteroaryl asetat: tolmetin, diklofenak, ketorolak

5. Asam arylpropionat: ibuprofen, naproksen, flurbiprofen, ketoprofen,

fenoprofen, oxaprozin

122
6. Asam antranilat (fenamat): asam mefenamat, asam meklofenamat

7. Asam enolat: oksikam (piroksikam, meloksikam)

8. Alkanon: nabumeton

Selective Cyclooxygenase II inhibitors

1. Diaryl-subtiuted furanones: rofecoxib

2. Diaryl-subtituted pyrazoles: celecoxib

3. Asam asetat indol: etodolac

4. Sulfonanilid: nimesulid

Diklofenak

1. Definisi

Diklofenak adalah salah satu obat antiinflamasi non-steroid (OAINS)

yang digunakan untuk meredakan rasa sakit tingkat ringan hingga

menengah dan inflamasi. Contoh kondisi yang dapat ditangani dengan

obat ini adalah rheumatoid arthritis, osteoartritis, penyakit asam urat,

nyeri punggung, terkilir, serta sakit gigi

2. Farmakokinetik

a. Absorbsi

 Bioavailabilitas

Diabsorpsi dengan baik setelah penggunaan oral.

mengalami metabolisme lintas pertama; hanya 50-60% dari dosis

mencapai sirkulasi sistemik sebagai obat tidak berubah,

konsentrasi plasma puncak biasanya dicapai dalam waktu sekitar

1 jam (kalium diklofenak tablet konvensional), 2 jam (tablet

123
natrium diklofenak tertunda-release), atau 5,25 jam (natrium

diklofenak tablet extended-release) .

Diserap ke dalam sirkulasi sistemik setelah pemberian

topikal gel atau sistem transdermal; konsentrasi plasma umumnya

sangat rendah dibandingkan dengan penggunaan oral .

Setelah penerapan diklofenak sistem epolamine transdermal

tunggal untuk kulit utuh pada lengan atas, konsentrasi plasma

puncak terjadi pada 10-20 jam.

Setelah aplikasi topikal dari natrium diklofenak 1% gel,

konsentrasi plasma puncak terjadi pada sekitar 10-14 jam.

Olahraga ringan tidak mengubah penyerapan sistemik

dioleskan diklofenak (sistem transdermal atau 1% gel)

Penerapan patch panas selama 15 menit sebelum penerapan

1% gel tidak mempengaruhi absorpsi sistemik. Belum ditentukan

apakah aplikasi panas berikut aplikasi gel mempengaruhi absorpsi

sistemik.

 Onset

Dosis 50- atau 100 mg tunggal kalium diklofenak

memberikan bantuan nyeri dalam waktu 30 minutes.

 Durasi

Efek pengurangan Nyeri berlangsung hingga 8 jam setelah

pemberian dosis tunggal 50- atau 100-mg diklofenak potassium.

124
 Makanan

Makanan menundaan waktu untuk mencapai konsentrasi

plasma puncak tetapi tidak mempengaruhi tingkat absorpsi

setelah pemberian sebagai konvensional, tertunda-release, atau

diperpanjang-release tablets.

b. Distribusi

Luas di hewan. Setelah pemberian oral, konsentrasi dalam cairan

sinovial dapat melebihi mereka yang di plasma.

 Protein Plasma Binding

> 99%

c. Metabolisme

Dimetabolisme di hati melalui hidroksilasi dan konjugasi.

Beberapa metabolit mungkin menunjukkan aktivitas anti-inflamasi,

d. Eliminasi

 Rute Eliminasi

Diekskresikan dalam urin (65%) dan dalam kotoran melalui

eliminasi empedu (35%) sebagai metabolites.

 Walktu Paruh

Sediaan oral: 1-2 jam.

Diklofenak epolamine transdermal system: Sekitar 12 jam.

 Populasi khusus

Pada pasien geriatri, profil farmakokinetik mirip dengan

yang di dewasa muda

125
Pada pasien dengan gangguan ginjal, plasma clearance

tidak diubah, meskipun clearance metabolit mungkin menurun.

3. Farmakodinamik

Kalium diklofenak adalah suatu zat anti inflamasi non steroid dan

mengandung garam kalium dari diklofenak. Pada kalium diklofenak, ion

sodium dari sodium diklofenak diganti dengan ion kalium. Zat aktifnya

adalah sama dengan sodium diklofenak. Obat ini mempunyai efek

analgesik dan antiinflamasi. Tablet kalium diklofenak memiliki mula kerja

yang cepat.

Penghambatan biosintesa prostaglandin, yang telah dibuktikan

pada beberapa percobaan, mempunyai hubungan penting dengan

mekanisme kerja kalium diklofenak. Prostaglandin mempunyai peranan

penting sebagai penyebab dari inflamasi, nyeri dan demam. Pada

percobaan-percobaan klinis Kalium Diklofenak juga menunjukkan efek

analgesik yang nyata pada nyeri sedang dan berat.

Dengan adanya inflamasi yang disebabkan oleh trauma atau setelah

operasi, kalium diklofenak mengurangi nyeri spontan dan nyeri pada

waktu bergerak serta bengkak dan luka dengan edema. Kalium diklofenak

secara in vitro tidak menekan biosintesa proteoglikan di dalam tulang

rawan pada konsentrasi setara dengan konsentrasi yang dicapai pada

manusia.

4. Indikasi

Sebagai pengobatan jangka pendek untuk kondisi-kondisi akut sebagai

berikut:

126
 Nyeri inflamasi setelah trauma seperti terkilir.

 Nyeri dan inflamasi setelah operasi, seperti operasi gigi atau

tulang.

Sebagai adjuvant pada nyeri inflamsi yang berat dari infeksi telinga,

hidung, atau tenggorokan misalnya tonsilofaringitis, otitis.

Sesuai dengan prinsip pengobatan umum, penyakitnya sendiri harus

diobati dengan terapi dasar. Demam sendiri bukan suatu indikasi.

5. Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap zat aktif dan tukak lambung. Juga

dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat tercetusnya serangan

asma, urtikaria atau rhinitis akut akibat obat-obat anti nonsteroid lainnya

6. Efek samping

Saluran pencernaan :

 Kadang- kadang : nyeri epigastrum, gangguan saluran pencernaan

seperti mual, muntah, diare, kejang perut, dyspepsia, perut

kembung, anoreksia.

 Jarang : perdarahan saluran pencernaan ( hematemesis, melena,

tukak lambung dengan atau tanpa perdarahan/ perforasi, diare

berdarah )

 Sangat jarang : gangguan usus bawah seperti “nonspesifik

haemorrhagic colitis” dan eksaserbasi colitis ulseratif atau chron‟s

disease, stomatitis aphthosa, glositis, lesi esophagus, konstipasi.

Saluran saraf pusat dan perifer :

 Kadang- kadang : sakit kepala, pusing, vertigo

127
 Jarang : perasaan ngantuk

 Sangat jarang : gangguan sensasi ternasuk parestesia, gangguan

memori, disorientasi, gangguan penhlihatan ( blurred vision,

diplopia ), gangguan pendengaran, tinnitus, insomnia, iritabilitas,

kejang, depresi, kecemasan,mimpi buruk, tremor, reaksi psikotik,

gangguan perubahan rasa.

Kulit :

 Kadang-kadang : ruam atau erupsi kulit

 Jarang : urtikaria

 Sangat jarang : erupsi bulosa , eksema, eritema multiforme, SSJ,

lyell syndrome ( epidermolisis toksik akut ), eritrodema (

dermatitis exfoliatif ), rambut rontok, reaksi fotosensitivitas,

purpura termasuk purpura alergik

Sistem urogenital, fungsi hati, darah, hipersensitivitas, susunan organ

lainnya.

7. Mekanisme kerja

Kalium diklofenak adalah suatu zat anti inflamasi non steroid dan

mengandung garam kalium dari diklofenak. Pada kalium diklofenak, ion

sodium dari sodium diklofenak diganti dengan ion kalium. Zat aktifnya

adalah sama dengan sodium diklofenak. Obat ini mempunyai efek

analgesik dan antiinflamasi. Tablet kalium diklofenak memiliki mula kerja

yang cepat.

Penghambatan biosintesa prostaglandin, yang telah dibuktikan

pada beberapa percobaan, mempunyai hubungan penting dengan

128
mekanisme kerja kalium diklofenak. Prostaglandin mempunyai peranan

penting sebagai penyebab dari inflamasi, nyeri dan demam. Pada

percobaan-percobaan klinis Kalium Diklofenak juga menunjukkan efek

analgesik yang nyata pada nyeri sedang dan berat.

Dengan adanya inflamasi yang disebabkan oleh trauma atau setelah

operasi, kalium diklofenak mengurangi nyeri spontan dan nyeri pada

waktu bergerak serta bengkak dan luka dengan edema. Kalium diklofenak

secara in vitro tidak menekan biosintesa proteoglikan di dalam tulang

rawan pada konsentrasi setara dengan konsentrasi yang dicapai pada

manusia.

8. Interaksi obat

Apabila diberikan bersamaan dengan preparat yang mengandung

lithium atau digoxin, kadar obat-obat tersebut dalam plasma meningkat

tetapi tidak dijumpai adanya gejala kelebihan dosis.

Beberapa obat antiinflamasi nonsteroid dapat menghambat aktivitas

dari diuretika. Pengobatan bersamaan dengan diuretika golongan hemat

kalium mungkin mungkin disertai dengan kenaikan kadar kalium dalam

serum.

Pemberian bersamaan dengan antiinflamasi nonsteroid sistemik dapat

menambah terjadinya efek samping. Meskipun pada uji klinik diklofenak

tidak mempengaruhi efek antikoagulan, sangat jarang dilaporkan adanya

penambahan resiko perdarahan dengan kombinasi diklofenak dan

antikoagulan, oleh karena itu dianjrkan untuk dilakukan pemantauan yang

ketat terhadap pasien tersebut. Seperti dengan anti inflamasi nonsteroid

129
lainnya, diklofenak dalam dosis tinggi (200 mg ) dapat menghambat

agrregasi platelet untuk sementara.

Uji klinik memperlihatkan bahwa diklofenak dapat diberikan

bersamaan dengan anti diabetic oral tanpa mempengaruhi efek klinis dari

masing-masing obat. Sangat jarang dilaporkan efek hipoglikemik dan

hiperglikemik dengan adanya diklofenak sehingga diperlukan penyesuaian

dosis obat-obat hipoglikemik. Perhatian harus diberikan bila antiinflamasi

nonsteroid diberikan kurang dari 24 jam sebelum atau setelah pengobatan

dengan methotrexate dalam darah dapat meningkat dan toksisitas dari obat

ini bertambah.

Penambahan nefrotoksisitas cyclosporine munkin terjadi oleh karena

efek obat-obat antiinflamasi nonsteroid terhadap prostaglandin ginjal.

9. Dosis

Umumnya takaran permulaan untuk dewasa 100-150 mg sehari. Pada

kasus-kasus yang sedang, juga untuk anak-anak di atas usia 14 tahun 75-

100 mg sehari pada umumnya sudah mencukupi. Dosis seharian harus

diberikan dengan dosis terbagi 2-3 kali. Tablet harus diberikan dengan air,

sebaiknya sebelum makan, tidak dianjurkan untuk pemakaian anak-anak.

130
BAB III

PEMBAHASAN

Tutorial 1

Part 1

Seorang laki-laki bernama Tn. Ipul Pulperi berusia 35 tahun datang ke RSGM

dengan keluhan gigi premolar kiri bawah berlubang dan terasa sakit berdenyut

spontan sejak 3 hari yang lalu. Sakit bertambah ketika minum dingin dan ketika

malam hari. Pasien sudah mengonsumsi parasetamol namun sakitnya tidak hilang.

Part 2

Pasien memiliki kondisi umum yang baik. Hasil pemeriksaan ekstraoral tidak

memperlihatkan kelainan sedangkan hasil pemeriksaan intraoral memperlihatkan

adanya karies di servikal mencapai pulpa dengan tes dingin (+), tes perkusi (-),

tekan (-), dan hasil EPT (+). Hasil pemeriksaan bakteriologis pulpa ditemukan

adanya bakteri. Hasil pemeriksaan radiografis adanya gambaran radiolusen

mencapai pulpa, jaringan periapikal dan periodontal tidak ada kelainan. Dokter

gigi mendiagnosa Pulpitis Irreversible gigi 35 dan direncanakan untuk melakukan

perawatan saluran akar dan menambal bagian servikalnya untuk mencegah

kontaminasi bakteri

Tutorial 2

Dokter gigi melakukan perawatan saluran akar karena pasien masih sakit maka

setelahnya dokter gigi meresepkan paracetamol 500 mg sebanyak 12 tablet yang

131
diberikan sebanyak 3x sehari dikombinasikan dengan diklofenak 50 mg sebanyak

6 tablet sebanyak 2x sehari sesudah makan. Pasien diminta datang kembali 3 hari

kemudiaan untuk control.

132
1. IDENTITAS PASIEN

Tn. Ipul Pulperi, Pria, 35 Tahun

2. TERMS

- Parasetamol

- Sakit denyut spontan

- EPT

- diklofenax

3. PROBLEMS

- Gigi premolar kiri bawah berlubang dan terasa sakit berdenyut spontan

sejak 3 hari yang lalu

- Sakit bertambah ketika minum dingin dan ketika malam hari

- Pasien mengonsumsi Parasetamol namun sakit tidak hilang

4. HIPOTESIS

- Karies pada gigi Premolar kiri rahang bawah

- Pulpitis Irreversible

5. MEKANISME

Lubang pada gigi Premolar kiri rahang bawah

Sakit berdenyut spontan

Sakit bertambah ketika minum dingin dan saat malam hari

Mengonsumsi parasetamol  sakit tidak hilang

133
Pemeriksaan fisik baik

Pemeriksaan EO tidak ada kelainan

Pemeriksaan IO

Karies di servikal hingga pulpa

Tes dingin (+)

Tes perkusi (+)

Tes tekan (+)

EPT (+)

Pemeriksaan Bakteriologis

Bakteri pada pulpa

Pemeriksaan Radiografis

Radiolusen mencapai pulpa

Tidak ada kelainan pada jaringan apical dan periodontal

Pulpitis Irreversble

Perawatan Saluran Akar

6. MORE INFO

- Pemeriksaan EO, IO

- Pemeriksaan Bakteriologi

- Pemeriksaan Radiologi

7 I DON‟T KNOW

134
- Penggolongan analgesic

- Penggolongan OAINS/NSAID

8. LEARNING ISSUES

1. Bagaimana gigi berlubang dapat menyebabkan denyut spontan?

2. Bagaimana mekanisme terjadinya inflamasi dan respon pada pulpa?

3. Mengapa Tn. Ipul Pulperi meminum paracetamol?

4. Jelaskan mengenai paracetamol!

a. Farmakodinamik

b. Farmakokinetik

c. Mekanisme kerja

d. Efek samping

e. Indikasi dan kontraindikasi

f. Dosis

g. Interaksi obat

5. Mengapa sakit tidak hilang setelah meminum paracetamol?

6. Bagaimana cara melakukan tes vitalitas gigi?

7. Bagaimana struktur jaringan pulpa?

8. Jelaskan reaksi yang terjadi pada daerah perbatasan dentin dan pulpa!

9. Apakah yang disebut dengan pulpitis Irreversible?

10. Jelaskan DD dari Pulpitis Irreversible!

11. Bagaimana perjalanan karies hingga terjadinya pulpitis Irreversible?

(Patogenesis) sebutkan bakteri yang terlibat!

12. Bagaimana teknik pemeriksaan radiografis?

13. Bagaimana interpretasi hasil radiografi?

135
14. Bagaimana kesan serta suspect hasil radiografi (dugaan diagnose)?

15. Bagaiman teknik perawatan saluran akar?

a. Definisi

b. Cara, prinsip, dan tahapan

c. Jenis/macam

16. Jelaskan mengenai GIC

a. Definisi

b. Komposisi

c. Tipe/klasifikasi

d. Sifat mekanis, fisis, biologis

e. Reaksi polimerisasi

f. Prinsip adhesi

g. Cara manipulasi

17. Jelaskan tahap preparasi dan restorasi Kelas V GIC!

18. Bagaimana cara pembuatan resep?

19. Mengapa dilakukan penggunaan diklofenak?

20. Jelaskan mengenai diklofenak

a. Farmakodinamik

b. Farmakokinetik

c. Mekanisme kerja

d. Efek samping

e. Indikasi dan kontraindikasi

f. Dosis

g. Interaksi obat

136
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pulpitis Irreversible biasanya terjadi karena lanjutan dari Pulpitis

Reversible. Ditandai dengan adanya inflamasi pada pulpa dan dengan gejala

adanya nyeri spontan. Diagnose bisa diperkuat dengan adanya pemeriksaan

radiografi maupun test vitalitas gigi.

Tindakan yang diambil oleh dokter untuk Tn. Ipul Pulperi ini adalah

dengan teknik perawatan saluran akar, serta diberikan obat anti inflamasi sesuai

indikasi.

137
DAFTAR PUSTAKA

Uzdah Wasilah Nisa (160110140110)

Garg, Nisha., Amit Garg. 2013. Textbook of Endodontics. JP Medical Ltd.

Grossman, Louis I., Oliet S., dan Del Rio C.E. 1995. Ilmu Endodontik Dalam

Praktek. Edisi 11. Jakarta:EGC.

Tarigan, R. 2004. Perawatan Pulpa Gigi Endodonti. Jakarta:EGC

Walton dan Torabinejad. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Edisi 3.

Jakarta:EGC.

Weine, Franklin S. 2004. Endodontic Therapy. Edisi 6. Amerika Serikat:Mosby

Pratama Rizkiriandri H (160110140111)

Powers, J.M. dan Sakaguchi, R.L. 2006. Craig’s Restorative Dental Materials.

Edisi ke-12. USA: Mosby.

Roberson, T.M., Heyman, H.O. dan Swift, E.J. 2006. Studervant’s Art and

Science of Operative Dentistry. Edisi ke-5. India: Mosby

Parlin Nurtani (160110140112)

Cohen, S. dan Burn. 2011. Pathway of the Pulp. Edisi ke-10. St. Louis Missouri:

Mosby Inc.

Seltzer and Bender. 2002. Dental Pulp. Edisi ke-3. Chicago: Quintessence

Publishing Co, Inc.

138
Ignes Nathania (160110140114)

Grossman, LouisI. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek. Jakarta: EGC

Seltzer and Bender. 2002. Dental Pulp 3rd ed. Chicago: Quintessence Publishing
Co, Inc.

Makalah:

Novianti, Evi dkk. 2014. Patogenesis Terjadinya Penyakit Pulpa, Meliputi


Respon Inflamasi dan Imun. Universitas Sriwijaya

Internet:

http://www.academia.edu/13230618/Patogenesis_kelainan_pulpa_

Denta Asnatasia Nurmadhini (160110140115)

Anon. 2008. Drug Prescribing in Dentistry: Dental Clinical Guidance. Scottish

Dental Clinical Effectiveness Programme

Brunton, L.L., J.S. Lazo, K. Parker. 2005. Goodman and Gillman’s The

Pharmacological Basic and Therapeutics. Edisi ke-11

Neal,M.J., 2006, Farmakologi Medis, 70-71, Erlangga, Jakarta

Yagiela, J.A., Dowd, F.J., Neidle, E.A. 2005. Pharmacology and Therapeutics for

Dentistry. Edisi ke-5

Singh, S. 2007. Pharmacology for Dentsitry. New Delhi: New Age International

Publisher

Amalia Erdiana (160110140116)

Cohen, S. dan Burn. 2011. Pathway of the Pulp. Edisi ke-10. St. Louis Missouri:

Mosby Inc.

139
Seltzer and Bender. 2002. Dental Pulp. Edisi ke-3. Chicago: Quintessence

Publishing Co, Inc.

Meizi Asrina M (160110140117)

Anon. 2008. Drug Prescribing in Dentistry: Dental Clinical Guidance. Scottish

Dental Clinical Effectiveness Programme

Brunton, L.L., J.S. Lazo, K. Parker. 2005. Goodman and Gillman’s The

Pharmacological Basic and Therapeutics. Edisi ke-11

Neal,M.J., 2006, Farmakologi Medis, 70-71, Erlangga, Jakarta

Yagiela, J.A., Dowd, F.J., Neidle, E.A. 2005. Pharmacology and Therapeutics for

Dentistry. Edisi ke-5

Singh, S. 2007. Pharmacology for Dentsitry. New Delhi: New Age International

Publisher

Amelia Maharani (160110140118)

Haring, Joen Iannuci and Laura Jansen Howerton. 2006. Dental Radiography

Principles and Techniques. St. Louis : Saunders.

Pasler, Friedrich A. and Heiko Visser. 2007. Pocket Atlas of Dental Radiology.

New York : Thieme.

White, Stuart C. and Michael J. Pharoah. 2009. Oral Radiology Principles and

Interpretation 6th edition. St. Louis : Mosby.

140
Nadiya Mujaheda Alwafa (160110140119)

Powers, J.M. dan Sakaguchi, R.L. 2006. Craig’s Restorative Dental Materials.

Edisi ke-12. USA: Mosby.

Roberson, T.M., Heyman, H.O. dan Swift, E.J. 2006. Studervant’s Art and

Science of Operative Dentistry. Edisi ke-5. India: Mosby.

Anusavice, Kenneth J. 2003. Phillip’s Science of Dental Materials. Edisi Ke-11

Gladwin, Marcia dan Bagby Michael. 2012. Clinical Aspect of Dental Materials.

Edisi Ke-4. Elsevier

Tamara Priskila (160110140121)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28136/4/Chapter%20II.pdf

Ingle J.I. Endodontics 5th ed. 2002.p.186.

Cohen‟s. Pathway‟s of the pulp

Tronstad, Leif. 2003. Clinical Endodontics A Textbook Second Revised Edition.


Norway : University of Oslo, Faculty of Dentistry Department of
Endodontics

International Journal of Paediatric Dentistry 2009; 19: 7-8

Tiara Ika (160110130061)

Anon. 2008. Drug Prescribing in Dentistry: Dental Clinical Guidance. Scottish

Dental Clinical Effectiveness Programme

Brunton, L.L., J.S. Lazo, K. Parker. 2005. Goodman and Gillman’s The

Pharmacological Basic and Therapeutics. Edisi ke-11

Neal,M.J., 2006, Farmakologi Medis, 70-71, Erlangga, Jakarta

141
Yagiela, J.A., Dowd, F.J., Neidle, E.A. 2005. Pharmacology and Therapeutics for

Dentistry. Edisi ke-5

142

Anda mungkin juga menyukai