Anda di halaman 1dari 26

STEP 5

LO
1. Definisi nekrosis pulpa
2. Etiologi nekrosis pulpa
3. Faktor predisposisi nekrosis pulpa
4. Klasifikasi nekrosis pulpa
5. Patogenesis nekrosis pulpa
6. Gambaran klinis nekrosis pulpa
7. Pemeriksaan nekrosis pulpa
8. Gambaran radiografis nekrosis pulpa
STEP 7
LO 1
DEFINISI NEKROSIS PULPA

Nekrosis, berasal dari kata necrosis yaitu perubahan morfologis yang menunjukkan
kematian sel dan disebabkan oleh kerja degradatif enzim progresif (Dorland, 1998). Nekrosis
adalah kematian sel atau jaringan di dalam individu hidup. Nekrosis pulpa merupakan proses
lanjut dari radang jaringan pupa. Kematian pulpa yang terjadi secara parsial ataupun total
dikarenakan adanya peradangan lanjut sebagai respon dari infeksi bakteri saprofit dan
patogen. (Vrienze. 1979; Akbar S. M. 1997; Walton dan Torabinejad. 1998). Nekrosis pulpa
atau kematian jaringan pulpa adalah kondisi irreversibel yang ditandai dengan dekstruksi
jaringan pulpa. Luasnya proses nekrosis berkaitan langsung dengan besarnya invasi bakteri.
Kematian pulpa ini sebagai akibat kegagalan jaringan pulpa dalam mengusahakan pemulihan/
penyembuhan. Semakin luas kerusakan jaringan pulpa yang meradang semakin berat sisa
jaringan pulpa yang sehat untuk mempertahankan vitalitasnya.
Proses kematian tersebut dapat terjadi pula pada jaringan pulpa. Nekrosis pulpa ada dua
tipe, yaitu nekrosis pulpa koagulasi dan nekrosis pulpa likuifaksi. Nekrosis pulpa koagulasi
ditandai dengan sel sel protoplasma yang padat dan terfiksasi sedangkan nekrosis pulpa
likuifaksi, jaringan pulpa mencair dan secara mikroskopis terlihat sebagai daerah yang kosong
dikelilingi oleh sel radang dan jaringan mati.
LO 2
ETIOLOGI NEKROSIS PULPA

Bakteri S. Mutans dan Lactobacillus acidophilus tidak begitu berperan dalam


perkembangan nekrosis pulpa, hal ini dikarenakan saat pulpa terbuka akan banyak bakteri
yang menginvasi terutama bakteri anaerob fakultatif seperti Actinomyces yang berperan
dalam nekrosis pulpa, sedangkan Lactobacillus acidophilus dieliminasi oleh pulpa karena
pulpa dapat bersifat selektif dalam menentukan bakteri apa saja yang dapat mendominasi di
pulpa. (Yamin F. dan Natsir N. 2014)
Iritasi pada jaringan pulpa akan mengakibatkan inflamasi. Iritan terhadap jaringan pulpa
dapat terbagi menjadi tiga yaitu iritan mikroba, iritan mekanik, dan iritan kimia.
a. Iritan Mikroba
Bakteri yang terdapat dalam karies merupakan sumber utama iritasi terhadap jaringan
pulpa. Bakteri akan memproduksi toksin yang akan berpenetrasi ke dalam pulpa melalui
tubulus dentinalis sehingga sel-sel inflamasi kronik seperti makrofag, limfosit, dan sel
plasma akan berinfiltrasi secara lokal pada jaringan pulpa. Jika pulpa terbuka, leukosit
polimorfonukleus berinfiltrasi dan membentuk suatu daerah nekrosis pada lokasi
terbukanya pulpa. Jaringan pulpa bisa tetap terinflamasi untuk waktu yang lama sampai
akhirnya menjadi nekrosis atau bisa dengan cepat menjadi nekrosis. Hal ini bergantung
pada virulensi bakteri, kemampuan mengeluarkan cairan inflamasi guna mencegah
peningkatan tekanan intra pulpa, ketahanan host, jumlah sirkulasi, dan drainase limfe.

b. Iritan Mekanik
Preparasi kavitas yang dalam tanpa pendinginan yang memadai, dampak trauma, trauma
oklusal, kuretase periodontal yang dalam, dan gerakan ortodonsi merupakan iritan-iritan
yang berperan terhadap kerusakan jaringan pulpa.
Preparasi kavitas mendekati pulpa dan dilakukan tanpa pendinginan sehingga jumlah
dan diameter tubulus dentinalis akan meningkat. Pada daerah yang mendekati pulpa
menyebabkan iritasi pulpa semakin meningkat oleh karena semakin banyak dentin yang
terbuang. Pengaruh trauma yang disertai atau tanpa fraktur mahkota dan akar juga bisa
menyebabkan kerusakan pulpa. Keparahan trauma dan derajat penutupan apeks
merupakan faktor penting dalam perbaikan jaringan pulpa. Selain itu, aplikasi gaya
yang melebihi batas toleransi fisiologis ligamentum periodontal pada perawatan
ortodonsi akan mengakibatkan gangguan pada pasokan darah dan saraf jaringan pulpa.
Scaling yang dalam dan kuretase juga bisa menyebabkan gangguan pada pembuluh
darah dan saraf di daerah apeks sehingga merusak jaringan pulpa.

c. Iritan Kimia
Iritan pulpa mencakup berbagai zat yang digunakan untuk desentisasi, sterilisasi,
pembersih dentin, base, tambalan sementara dan permanen. Zat antibakteri seperti silver
nitrat, fenol dengan atau tanpa camphor, dan eugenol dapat menyebabkan perubahan
inflamasi pada jaringan pulpa.

Penyebab Inflamasi Pulpa


I. Penyebab Bakteri
II. Penyebab Trauma
III. Penyebab Latrogenik
IV. Penyebab Kimia
V. Penyebab Idiopatik (istilah yang digunakan untuk menjelaskan kondisi medis yang belum
dapat terungkap jelas penyebabnya)

I. PENYEBAB BACTERIAL
1 Portal Koronal
A- Karies
Jauh sebelum bakteri mencapai pulpa untuk benar-benar menginfeksi, pulpa menjadi
meradang karena iritasi oleh bakteri ataupun toksin bakteri sebelumnya (Gambar 1).
Langeland melaporkan reaksi pulpa yang dia amati "dengan pasti" ketika karies fisura email
dangkal ditemukan secara klinis.

Lesi karies aktif tersusun dari lapisan terluar luar dan "lapisan yang terkena (yang mendasari)
yang telah didemineralisasi oleh asam yang dihasilkan oleh bakteri di lapisan permukaan yang
terinfeksi. "Keseluruhan protokol untuk terapi pulpa tidak langsung didasarkan pada premis
bahwa pulpa" terpengaruh "namun tidak" terinfeksi "oleh bakteri. Oleh karena itu, pulpitis
awal harus reversibel. Seltzer menyatakan, "ada resistensi yang luar biasa terhadap penetrasi
mikroorganisme ke dalam pulpa". Hal ini terjadi melalui reaksi dentin yang berbeda terhadap
karies (sklerosis dentinal, dentin reparatif ... dll) (Gambar 2).
B- Fraktur Tidak Lengkap
Fraktur mahkota yang tidak lengkap (infraksi), seringkali dari penyebab yang tidak diketahui,
sering kali memungkinkan masuknya bakteri masuk ke dalam pulpa. Infeksi pulpa dan
peradangan terkait tergantung pada luasnya fraktur, yaitu apakah fraktur selesai, membentang
ke dalam ruang pulpa, atau hanya melalui enamel.

C- Saluran Anomali
Perkembangan gigi anomali dari mahkota dan akarnya, menyebabkan sejumlah besar
kematian pulpa, biasanya oleh invasi bakteri. Pada masing-masing kasus dens invaginatus,
dens evaginatus, dan / atau lobus lingual radikular infeksi bakteri adalah penyebab
peradangan pulpa atau kehilangan gigi. (Gambar 3 dan gambar 4)
Dens Invaginatus adalah malformasi pertumbuhan gigi yang menunjukkan adanya lipatan
email dan dentin bagian dalam yang masuk dan meluas hingga ke dalam rongga pulpa dan
kadang-kadang meluas hingga ujung akar ( Albertus dkk, 2008)

Dens evaginatus adalah suatu anomali pertumbuhan, terdiri dari tonjol ekstra yang langsing,
runcing pada permukaan oklusal atau ridge bukal triangular. Beberapa laporan yang ada,
anomali ini sering terjadi pada keturunan Mongoloid seperti : China, Thailand, Melayu,
Indian dan Eskimo. Anomali ini juga ditemukan pada orang-orang Negro dan Kaukasia, tetapi
sangat jarang. Anomali kelainan ini mempunyai banyak nama terutama dalam bahasa
Inggeris, tetapi paling tepat mungkin disebut tuberkulum evaginatus. Tuberkel ini terdiri dari
lapisan luar enamel, inti dentin dan perluasan pulpa yang tipis. Secara klinis turbekel ini
penting karena segera sesudah muncul akan mengalami keausan atau patah yang dalam
banyak kasus menyebabkan pulpa terbuka.
2 Portal Radiks
A. Karies
Karies akar, tentu saja, kejadian yang jarang terjadi daripada karies koroner, namun tetap
merupakan sumber bakteri dari iritasi pulpa. Karies akar serviks, terutama pada
buccogingival, adalah sekuel umum resesi gingiva.

B. Pocket Periodontal
Pendalaman sulkus gingiva karena penyakit periodontal (kantong periodontal) dapat
meningkatkan atrofi dan kalsifikasi dystrophic pada pulpa gigi.

C. Infeksi hematogenik
Bakteri yang mendapatkan akses ke pulpa melalui saluran vaskular sepenuhnya pasti dengan
alasan. Daya tarik anachoretic bakteri ke lesi mudah terjadi pada jaringan pulpa yang terluka.
Anachoresis bakteri dari bakteremia transien sistemik berfungsi untuk menjelaskan jumlah
yang tidak biasa dari saluran pulp yang terinfeksi, setelah cedera akibat benturan tanpa
fraktur.

II. PENYEBAB TRAUMATIK


1 - Trauma Akut
A - Fraktur Koronal
Sebagian besar kematian pulpa setelah fraktur koronal disengaja terhadap invasi bakteri yang
mengikuti kecelakaan tersebut.

B. Fraktur Radikal
Fraktur yang tidak disengaja dari akar mengganggu pasokan vaskular pulpa; Dengan
demikian pulpa koronal yang terluka bisa kehilangan vitalitasnya.

2 - Trauma Kronis
Gesekan atau Abrasi dan Erosi
Kematian pulpa atau pembengkakan yang berkaitan dengan pemakaian insisal (Gambar 5)
atau erosi gingiva (gambar 6) tidak dianggap sangat umum, karena kekuatan pulpa reparatif
untuk meletakkan dentin saat ia mengundurkan diri menjelang stimulus ini sangat fenomenal.
III PENYEBAB LATROGENIK
Preparasi Kavitas
A- Preparasi Panas
Panas yang dihasilkan oleh prosedur penggilingan / grinding struktur gigi sering disebut
sebagai penyebab tunggal kerusakan pulpa terbesar selama preparasi kavitas. Putaran
alat/instrumen dental dapat menyebabkan kenaikan suhu pada pulpa
1. Force yang diterapkan oleh operator
2. Ukuran, bentuk, dan kondisi alat pemotong
3. Revolusi per menit
4. Durasi waktu pemotongan yang aktual
Tujuan dokter gigi adalah untuk menghindari atau meminimalkan pembangkitan panas saat
memotong struktur gigi. Penggunaan pendinginan yang tepat sangat penting. Semprotan
pendinginan yang terus menerus diarahkan pada titik kontak dapat meminimalisasi kerusakan
pulpa.

B-Kedalaman Preparasi
Dapat dinyatakan secara kategoris bahwa semakin dalam preparasi, semakin luas peradangan
pulpa dimana tingkat respons pulpa berbanding terbalik dengan ketebalan dentin yang tersisa.

C- Ekstensi Tanduk Pulpa


Kedekatan pulpa ke permukaan luar gigi, terutama di daerah pesawat furcal, dimana
preparasi gigi untuk cakupan penuh gigi yang terlibat secara periodontal sangat penting.

D. Dehidrasi
Efek yang merusak pada pulpa oleh dehidrasi dentin yang terpapar dianggap sebagai faktor
penting yang berkontribusi terhadap peradangan pulpa. Pengeringan konstan dan chip yang
bertiup dengan udara hangat selama persiapan kavitas dapat menyebabkan peradangan pulpa
dan kemungkinan nekrosis yang kadang-kadang saat perawatan restoratif, terutama pada
pulpa yang "sudah tertekan".

E. Pulp Exposure
Semua dokter gigi telah mengalami peningkatan kejadian kematian pulpa setelah pemaparan
pulp. Jika memungkinkan, lapisan dentin padat (tidak kasar) harus disisakan tetap sebagai
penutup pulpa.

F. Penyisipan Pin
Sejak munculnya penempatan pin ke dentin untuk mendukung restorasi amalgam, atau
sebagai kerangka kerja untuk membangun gigi yang rusak parah untuk konstruksi mahkota
penuh, peningkatan peradangan pulpa dan kematian semakin tinggi. (Gbr.7).

2 - Restorasi
A. Penyisipan/Insersi
Hipersensitivitas dan pulpalgia yang parah, gejala peradangan pulpa yang mendasari dan
nekrosis berikutnya, telah dicatat setelah penyisipan foil emas dan kurang sering dengan
restorasi amalgam perak.

B-Heat of Polishing
Akhirnya, namun sama sekali tidak terakhir sesuai dengan kepentingan, kerusakan pulpa yang
disebabkan oleh restorasi pemolesan harus dipertimbangkan dan dihindari.
3. Gerakan Orthodontik
Meskipun ortodontis mungkin menolak kemungkinan, pulpa gigi dapat menjadi devitalized
atau menjadi hiperplastik dan menyebabkan resorpsi akar internal (gambar 8) mengikuti
gerakan ortodontik. Ortodontik yang cepat juga dapat menyebabkan resorpsi akar eksternal.
The resorpsi dalam banyak kasus adalah kecil dan hasil dari blunting akar apex. Dalam
beberapa kasus, bagaimanapun, akarnya dapat disingkat menjadi titik bahwa gigi menjadi
kendur dan akhirnya gigi hilang.

4. Kuretase periodontal
Meskipun perencanaan akar dan kuretase akar telah ditunjukkan untuk merangsang
pengendapan dentin iritasi, kuretase penskalaan agresif yang diperluas dapat menyebabkan
hipersensitivitas pada gigi, pulpitis dan bahkan deviasi pulpa.

IV. PENYEBAB KIMIA


1. Bahan Pengisi

Selama beberapa generasi, profesi tersebut telah bekerja di bawah kesalahpahaman yang
paling banyak mengisi bahan sangat beracun bagi pulpa gigi. Dalam beberapa tahun terakhir,
dokter gigi menyadari bahwa terutama bakteri yang menyebabkan peradangan pulpa
berlanjut, efek toksik yang disebut lama yang disalahkan pada berbagai liner, basa, dan bahan
pengisi tidak sepenuhnya benar. Pengungkapan ini mengajukan pertanyaan: Bagaimana
bakteri masuk ke posisi untuk mengiritasi pulpa setelah pengisian selesai? Microleakage
adalah salah satu jawaban. Selain itu, bakteri tertinggal di lapisan apus juga dapat memberi
kontribusi racun jika dibiarkan tetap bertahan dengan diberi substrat "diberi makan" melalui
microleakage.
Beberapa toksisitas dari bahan memang ada, namun sebagian besar berkontribusi terhadap
peradangan segera setelah penempatan. Seiring waktu, dan jika bakteri tidak ada, efek toksik
ini memudar kecuali, tentu saja, pulpa sangat ditekankan sehingga sudah berjuang bertahan
sebelum penghinaan baru ini ditambahkan. Bagaimanapun, berbagai bahan pengisi masih
harus dipertimbangkan, baik dari segi toksisitas maupun untuk kemampuan penyegelan
marjinal mereka juga.

2 - Desinfektan
Kebiasaan empiris dokter gigi yang mencoba mensterilkan rongga disiapkan sebelum
memasukkan restorasi dihormati waktu.????

V. PENYEBAB IDIOPATIS
1 - Penuaan
Perubahan penuaan retrogresif yang tak terelakkan terjadi di pulpa seperti pada semua
jaringan tubuh lainnya. Penurunan jumlah dan ukuran sel dan peningkatan kandungan serat
kolagen telah lama tercatat sebagai perubahan usia. Resesi konstan dari pulp normal dan
produksi dentin sekunder dan irritasionalnya sama pastinya seperti kematian.

2 - Resorpsi Internal
Meskipun resorpsi internal dapat terjadi pada peradangan pulpa kronis, hal ini juga terjadi
secara idiopatik.

3 - Resorpsi Eksternal
Seseorang tidak dapat mengatakan bahwa resorpsi akar eksternal adalah distrofi pulpa karena
letaknya terletak di dalam jaringan ruang membran periodontal. Umum untuk semua bentuk
resorpsi gigi adalah pengangkatan komponen mineral dan mineral jaringan gigi melalui sel
klastik.
LO 3
FAKTOR PREDISPOSISI NEKROSIS PULPA

1. Tahap Pembentukan Akar


Foramen apikal di gigi padapembentukan akar yang belumsempurnamemiliki diameter
sekitar2 mm, dan bandingkan dengan gigi dengan pembentukan akar yang
sempurnadengan diameter foramensekitar 0,5 mm. Daerah yang tersedia untuk
pertumbuhan pembuluh darah meningkat pada foramen apikal terbuka, sebuah faktor yang
dapat menjelaskan pengaruh pembentukan akar pada terjadinya nekrosis pulpa setelah
cedera. Proses revaskularisasi lebih mudah pada gigi dengan foramen yang lebih luas
seperti pada gigi sulung, sehingga memudahkan kelangsungan hidup pulpa
(AndreasendanVestergaard, 1985)

2. Umur
Umur individu mempengaruhi angka kejadian nekrosis pulpa dengan abses periapikal di
mana semakin tua umur individu, maka kesadaran untuk menjaga kebersihan gigi dan
mulut mulai berkurang (Jain dkk., 2012), sedangkan semakin muda umur individu,
kesadaran untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut belum baik dan teratur karena masih
perlu pendampingan orang yang lebih dewasa sebagai pengawas yang memiliki lebih
banyak ilmu tentang kesehatan gigi dan mulut (Chu dkk., 2012). Pada individu tua mudah
ditemukan penyakit sistemik jika dibandingkan dengan individu umur dewasa dan anak-
anak sehingga imunitasnya menurun dan menjadi mudah terkena penyakit gigi dan mulut
(Martinez dkk., 2011; Shetty dkk., 2012).

3. Kebiasaan
Merokok dapat meningkatkan jumlah plak dan kalkulus di permukaan gigi yang
mempengaruhi sehingga risiko nekrosis pulpa akan meningkat(Kundudkk., 2011;
Barnabedkk., 2014). Beberapa penelitian telah melaporkan adanya hubungan antara jumlah
rokok yang dihisap dan tingkat bakteri dalam saliva. Terdapat peningkatan pertumbuhan
bakteri rongga mulut, terutama Streptococcus mutanspada perokok. S.mutans adalah
mikroorganisme utama yang menyebabkan karies gigi. Baru-baru ini, telah ditunjukkan
bahwa asap kondensat dan nikotin pada konsentrasi fisiologis yang ditemukan pada saliva
perokok meningkatkan ekspresi gen beberapa faktor adhesi dan aktivitas virulensi S.
mutans. Perlekatan S. mutans yang ditingkatkan meliputi antigen I / II, glukosiltransferase
(GTF), dan protein pengikat glukan A dan B. Tembakau dan / atau nikotin pada
konsentrasi fisiologis meningkatkan pertumbuhan S.mutans, hidrofobisitas, pembentukan
biofilm, produksi asam, GTF, fruktosiltransferase, laktat dehidrogenase, dan aktivitas
enzim glukosa-fosfotransferase. Bersama-sama, efek ini meningkatkan virulensi S. mutans
dan berpotensi meningkatkan kariogenitasnya (Bernhard, 2011)
LO 4
KLASIFIKASI NEKROSIS PULPA

Nekrosis pulpa parsialis mempunyai gejala sakit yang sedang tetapi intermitten, dan
selesai setelah beberapa minggu atau bulan. Sensitifitas pulpa akan tes vitalitas hasilnya
bercampur dan tidak konsisten dengan deskripsi dan respon dari pasien. Gigi dengan nekrosis
parsialis ini dapat memiliki apikal periodontitis dengan gambaran radiografi yang terdapat
pelebaran space dari ligamen periodontal, yang itu tidak terduga karena pasien masih
merasakan adanya sensitifitas atau respon terhadap stimulus dingin dan hangat (PV Abbott,
2007).
Pada dasarnya nekrosis total tidak menimbulkan rasa nyeri, tetapi apabila bakteri sudah
sampai ke apikal dan masuk dalam jaringan periodontal, bakteri akan berkembang dan
menimbulkan proses inflamasi. Jadi meskipun itu nekrosis total tetapi dapat terasa nyeri
apabila penyebaran infeksinya sudah sampai ke jaringan periodontal (Astuti, 2015).

Nekrosis pulpa dibagi menjadi dua tipe :


1. Nekrosis Koagulasi
Pada kondisi ini, terjadi kerusakan sel, yaitu proses fosforilasi oksidatif terganggu sebagai
respon dari kerusakan pada mitokondria. Transpor intraseluler dan ekstraseluler juga
terganggu. Sel akan mengeluarkan proteolisat yang akan menarik granulosit ke jaringan
nekrosis. Bentuk khusus dari nekrosis koagulasi adalah gangren (dry type), yang
mewakili efek dari nekrosis, dimana terjadi proses pengeringan atau desikasi, yang
menghambat pertumbuhan bakteri dan destruksi autolitik. Pada nekrosis koagulasi,
protoplasma sel menjadi kaku dan opak. Massa sel dapat dilihat secara histologis, dimana
bagian intraselular hilang.
2. Nekrosis Liquefaksi
Nekrosis liquefaksi (wet type) disebabkan oleh kolonisasi primer atau sekunder bakteri
anaerob, dimana terjadi dekstruksi enzimatik jaringan. Area nekrosis liquefaksi
dikelilingi oleh zona leukosit PMN, dan sel inflamatori kronik yang padat. Pada tipe ini,
enzim proteolitik merubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan yang lunak atau cair. Pada
setiap proses kematian pulpa selalu terbentuk hasil akhir berupa H2S, amoniak, bahan-
bahan yang bersifat lemak, indikan, protamain, air dan CO2. Diantaranya juga dihasilkan
indol, skatol, putresin, dan kadaverin yang menyebabkan bau busuk pada peristiwa
kematian pulpa. Bila pada peristiwa nekrosis juga ikut masuk kuman-kuman yang
saprofit anaerob, maka kematian pulpa ini disebut gangrene pulpa.
Klasifikasi nekrosis pulpa berdasar derajatnya:
1. Nekrosis Pulpa Parsial
Pulpa terkurung dalam ruangan yang dilindungi oleh dinding yang kaku, tidak memiliki
sirkulasi darah kolateral dan venula serta system limfenya akan lumpuh jika tekanan
intrapulpanya meningkat. Oleh karena itu, pulpitis ireversibel akan menyebabkan
nekrosis likuefaktif. Jika eksudat yang timbul selama pulpitis ireversibel diabsorbsi atau
terdrainase melalui karies atau daerah pulpa terbuka ke dalam rongga mulut, terjadinya
nekrosis akan tertunda. Pulpa di akar mungkin masih tetap vital untuk waktu yang lama.
Sebaliknya penutupan atau penambalan pulpa terinflamasi akan menginduksi nekrosis
pulpa yang cepat dan total serta penyakit periradikuler. Selain nekrosis likuefaksi,
nekrosis pulpa iskemik dapat timbul akibat trauma karena terganggunya pembuluh darah.
Dapat dikatakan nekrosis pulpa parsial terjadi apabila sebagian jaringan pulpa di dalam
saluran akar masih dalam keadaan vital. Nekrosis pulpa biasanya tidak menimbulkan
gejala tetapi dapat juga disertai dengan episode nyeri spontan atau nyeri ketika ditekan
(dari periapeks). Gejala klinis nekrosis pulpa parsial adalah pada anamnesa terdapat
keluhan spontan, dan pada pemeriksaan obyektif dengan jarum Miller terasa sakit
sebelum apical.

2. Nekrosis Pulpa Total


Nekrosis totalis merupakan matinya pulpa yang menyeluruh. Gejala klinis biasanya
asimtomatik tetapi dapat juga ditandai dengan nyeri spontan dan ketidaknyamanan nyeri
tekan (dari periapeks). Diskolorisasi gigi merupakan indikasi awal matinya pulpa.
LO 5
PATOGENESIS NEKROSIS PULPA

Beberapa saat setelah seseorang menyikat gigi, gigi akan dilapisi oleh lapisan tipis yang
lengket, lapisan ini disebut pelikel. Pada dasarnya bakteri tidak mampu atau sulit untuk
melekat pada permukaan gigi, sehingga bakteri akan memanfaatkan pelikel sebagai tempatnya
untyk berkoloni, karena pelikel lengket tidak hanya bakteri saja yang melekat tetapi debris,
sukrosa maupun benda lainnya. Sukrosa akan dimanfaatkan bakteri untuk metabolisme
dengan memanfaatkan enzim GTF (glukosyltransferase) dan FTF (fructosyltransferase)
sehingga terbentuk polisakarida glukan, fruktan, dan asam laktat. Glukan digunakan bakteri
untuk sumber energi sedangkan fruktan membantu agregasi dan adhesi bakteri membentuk
plak. Didalam plak ini bakteri akan terus menerus memproduksi toksin dan asam sehingga
akan menjadikan ph saliva menurun. Asam ini akan menyebabkan adanya demineralisasi pada
enamel gigi dan terbentuk suatu karies superfisial. Pada karies superfisial akan terbentuk 4
zona yaitu:
1. Zona permukaan (zona yang paling jauh dari pulpa) : adanya white spot,
remineralisasi tinggi karena terpapar langsung dengan saliva
2. Zona Badan Lesi : pada zona ini porus besar karena proses demineralisasi lebih besar
daripada remineralisasi dan ada invasi bakteri
3. Zona Gelap : Lebih porus dari zona translucent
4. Zona Translucent : Lebih porus daripada enamel yang sehat dan normal
Apabila tidak ada suatu proses pemulihan ataupun perawatan, karies akan menjadi lebih parah
hingga karies dentin. Karies dentin ini akan membentuk 5 zona, yaitu :
1. Zona Destruksi : Merikpakan zona nekrotik, dimana biasanya sudah ada kavitas
2. Zona Invasi Bakteri : Pada zona ini dentin berkurang karena adanya demineralisasi
oleh karena invasi bakteri
3. Zona Demineralisasi : Belum ada invasi bakteri tetapi sudah ada demineralisasi
4. Zona Sklerotik, merupakan zona untuk melindungi pulpa, dimana terjadi mineralisasi
pada tubulus dentin sehingga permeabilitas dentin turun dan menyulitkan bakteri
untuk masuk ke pulpa
5. Zona Dentin Reaktif : Merupakan zona pertahanan non spesifik
Karena banyaknya toksin dan asam yang dibproduksi oleh bakteri, toksin dan asam
akan menembus tubulus dentin dan apabila ini berlebihan akan merusak odontoblast sehingga
bakteri akan mudah masuk ke dalam pulpa. Bakteri akan menembus zona odontoblast lalu
zona free cel yang sedikit akan sel lalu masuk kedalam zona rich cel yang memiliki banyak
sekali sel, disini juga akan terjadi proses fagosit besar-besaran. Apabila bakteri terlalu banyak
bakteri akan menembus rich sel dan masuk dalam zona tengah. Saat terjadi respon inflamasi
akan ada vasodilatasi dari pembuluh darah sehingga sel radang maupun cairan plasma akan
keluar karena permeabilitas meningkat, lalu hal ini akan menyebabkan adanya timbunan
eksudat pada rongga pulpa yang akan menekan saraf dan menyebabkan kolaps pembulu
venule karena tidak adanya sirkulasi kolateral. Kolaps venule menyebabkan tidak adanya
proses drainase sehingga eksudat akan terbendung didalam pulpa. Bakteri dalam keadaan ini
bisa beradaptasi sehingga akan menyebabkan nekrosis pulpa. (Astuti. 2015; Yamin F. dan
Natsir N. 2014, Ramayanti. 2013, Larasati. 2014).
LO 6
GAMBARAN KLINIS NEKROSIS PULPA

1. Diskolorisasi gigi
2. Riwayat dari pasien, seperti oral hygiene, pulpitis yang tidak diterapi, serta riwayat
trauma.
3. Radiografi, menunjukkan adanya kavitas yang besar atau ada restorasi, atau juga bisa
ditemukan penampakan normal kecuali jika ada periodontitis apikal atau osteitis.
4. Tes vitalitas. Gigi tidak merespon terhadap tes vitalitas, namun gigi dengan akar ganda
dapat menunjukkan respon campuran, apabila hanya satu yang terjadi nekrosis (Ari
Wibowo, 2016).
LO 7
PEMERIKSAAN NEKROSIS PULPA
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan Ekstra Oral
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan di daerah sekitar mulut bagian luar. Meliputi bibir,
TMJ, kelenjar linfe, hidung, mata, telinga, wajah, kepala dan leher. Pemeriksaan ekstra oral
dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan yang terlihat secara visual, seperti kecacatan,
pembengkakan, benjolan, luka, cedera, memar, fraktur, dislokasi dll.
Pemeriksaan Intra Oral
Pada pemeriksaan intra oral biasanya menggunakan instrument seperti sonde dan kaca mulut.
Pada pemeriksaan intra oral yang dapat dilihat adalah jaringan lunak (mukosa, bibir, lidah,
tonsil, palatum molle, palatum durum dan gingiva) serta gigi (meliputi kebersihan mulut,
keadaan gigi geligi, posisi gigi geligi, spasing dan oklusi)
A. Test Perkusi
Test perkusi digunakan untuk menentukan adanya patosis pulpa dan jaringan
periapikal dengan cara mengetuk permukaan insisal atau oklusal dengan ujung
pegangan kaca mulut yang diletakkan paralel dengan aksis gigi atau dengan jari. Jika
didapatkan rasa sakit yang tajam menunjukkan adanya inflamasi periapikal.

B. Test Palpasi
Test perkusi digunakan untuk menentukan adanya proses inflamasi yang sudah
mencapai ke periapikal. Test palpasi dilakukan dengan cara melakukan tekanan ringan
pada mukosa sejajaf dengan apeks gigi. Jika didapatkan rasa sakit, menandakan bahwa
inflamasi sudah mencapai tulang dan mukosa regio apikal gigi.
C. Test Vitalitas
Test vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu
gigi masih bisa dipertahankan atau tidak. Biasanya digunakan untuk mengetahui
apakah saraf sensori masih bisa melanjutkan ransangan atau tidak.
1. Test Dingin
Test dingin perumakan pemeriksaan untuk menentukan sensitivitas terhadap
perubahan termal. Test dingin dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
bahan, yaitu etil klorida, salju karbon dioksida (es kering) dan refrige rant (-500C).
Aplikasi test dingin dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksa dengan menggunakan cotton roll
maupun rubber dam.
Mengeringkan gigi yang akan dites
Apabila menggunakan etil klorida maupun refrigerant dapat dilakukan
dengan menyemprotkan etil klorida pada cotton pellet.
Mengoleskan cotton pellet pada seper tiga servikal gigi
Mencatat respon pasien.
Apabila pasien merespon ketika diberi stimulus dingin dengan keluhan nyeri
tajam yang singkat makan menandakan bahwa gigi tersebut vital. Apabila tidak
ada respon atau pasien tidak merasakan apa-apa maka gigi tersebut nonvital atau
nekrosis pulpa.
2. Tes Panas
Pemeriksaan ini jarang digunakan karena dapat menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah apabila stimulus yang diberikan terlalu berlebihan. test panas
dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan yaitu gutta perca panas,
compound panas dan alat yang dapat menghantarkan panas dengan baik.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara :
1. Isolasi gigi yang akan diperiksa
2. Gutta perca dipanaskan di atas bunsen
3. Gutta perca diaplikasikan pada bagian okluso bukal gigi.
Apabila tidak ada respon maka oleksan pada sepertiga servikal bagian bukal. Rasa
nyeri yang tajam dan singkat ketika diberi stimulus gutta perca menandakan gigi
vital, sebaliknya respon negatif atau tidak merasakan apa-apa menandakan gigi
sudah non vital.

D. Test Tekan
Test tekan merupakan pemeriksaan menggunakan handle instrument di bagian
oklusal, kemudia ditekan ke bawah. Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat reaksi
pada jaringan periodontal (Trimurni, 2012)
LO 8
GAMBARAN RADIOGRAFIS NEKROSIS PULPA

Tidak ada perubahan gambaran radiografis yang signifikan pada apikal akar gigi
kecuali juga terdapat keikutsertaan periapikal, dan ini hanya terjadi apabila jaringan nekrosis
terinfeksi. Ini sangat penting untuk diketahui bahwa nekrosis pulpa tidak menyebabkan apikal
periodontitis kecuali telah terinfeksi (PV Abbott, 2007).
Secara radiografi, gigi dengan pulp nekrotik bisa memiliki tanda seperti karies yang tidak
diobati, restorasi yang luas, atau tanda karena trauma. Trauma pada gigi dapat menyebabkan nekrosis
pulpa sebagai akibat putusnya suplai darah apikal jika gigi telah berpindah dari posisi normalnya atau
jika telah terjadi kerusakan dan peradangan yang signifikan ligamentum periodontal apikal. Tidak ada
perubahan radiografi yang signifikan apeks akar gigi kecuali ada juga keterlibatan periapikal
(misalnya gambaran radiolusen diffuse pada periapikal karena mengalami periodontitis apikal), dan ini
hanya terjadi jika jaringan nekrotik terinfeksi. Penting untuk diketahui bahwa nekrosis tidak bisa
menimbulkan periodontitis apikal kecuali ada infeksi (Abbott dan Yu, 2007).
Lesi radiolusen yang bersifat patologi memiliki empat karakteristik khusus:
1. Apikal/ radikular lamina dura yang hilang. Hal ini disebabkan karena terjadinya resorbsi pada
apeks gigi oleh aktivitas osteoklas akibat iritasi toksin bakteri.
2. Pada umumnya terdapat Hanging drop of oil tetapi masih memungkinkan terjadinya berbagai
variasi.
3. Radiolusen yang tetap di berbagai angulasi.
4. Biasanya ada nekrosis pulpa (Torabinejad dkk, 2009).
PR
PEMBULUH DARAH PADA PULPA
YANG TERLIBAT SAAT NEKROSIS PULPA

Etiologi karena Trauma


Nekrosis pulpa yang disebabkan adanya trauma pada gigi dapat menyebabkan nekrosis
pulpa dalam waktu yang segera yaitu beberapa minggu. Pada dasarnya prosesnya sama yaitu
terjadi perubahan sirkulasi darah di dalam pulpa yang menyebabkan nekrosis pulpa. Ketika
terjadi trauma sel-sel inflamasi dalam jumlah besar akan mengakibatkan peningkatan
permeabilitas vaskular, statis vaskular, dan migrasi leukosit ke tempat iritasi tersebut.
Akibatnya terjadi pergerakan cairan dari pembuluh ke jaringan sekitarnya. Jika pergerakan
cairan oleh venul dan limfatik tidak dapat mengimbangi filtrasi cairan dari kapiler, eksudat
pun terbentuk. Peningkatan tekanan jaringan dari eksudat ini akan menimbulkan tekanan pasif
dan kolapsnya venul secara total di area iritasi pulpa oleh karena jaringan pulpa dikelilingi
oleh memiliki dinding yang kaku. Selain itu, pelepasan sel-sel inflamasi menyebabkan nyeri
langsung dan tidak langsung dengan meningkatnya vasodilatasi arteriol dan permeabilitas
venul sehingga akan terjadi edema dan peningkatan tekanan jaringan. Tekanan ini bereaksi
langsung pada sistem saraf sensorik. Meningkatnya tekanan jaringan dan tidak adanya
sirkulasi kolateral ini yang dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis pulpa.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Trimurni. 2012. Diagnosa Dalam Perawatan Endodonti. Medan : Universitas Sumatra
Utara

Abbott, P. V., C. Yu. 2007. A Clinical Classification of The Status of The Pulp and The Root Canal
System. Australian Dental Journal. 52(1): 17-31.

Albertus,K .dkk. Pilihan Perawatan Endodontik Pada Kasus Dens Invaginatus . 2008 Juni ;
Majalah Kedokteran Gigi ;15 (1): 65-70.ISSN: 1978-0206.

Andreasen FM, Vestergaard Pedersen B. 1985. Prognosis of Luxated Permanent Teeth - The
Development of Pulp Necrosis.Endod Dent Traumatol; 1: 207-220.

Astuti S.M. 2015. Frekuensi Pulpitis Reversibel dan Pulpitis Ireversibel pada Ibu Hamil di
Kabupaten Pangkep. Skripsi. FKG UNHAS

Barnabe E, Delgado-Angulo, Vehkalahti MM, Aromaa A, Suominen AL. 2014. Daily


Smoking and 4-Year Caries Increment in Finnish Adults. Community Dent Oral
Epidemiology., Vol. 42: 428-434.

Bernhard, David. 2011. Cigarette Smoke Toxicity: Linking Individual Chemicals to Human
Diseases. Jerman: Wiley-VCH.

Chu CH, Ho PL, Lo E. 2012.Oral Health Status and Behaviors of Preschool Children in Hong
Kong.BMC Public Health., Vol. 12: 767

Jain M, Kaira L, Sikka G, Singh SK, Gupta A, Sharma R, Sawla L, Mathur A. 2012. How Do
Age and Tooth Loss Affect Oral Health Impacts and Quality of Life? A Study
Comparing Two State Samples of Gujarat and Rajasthan.Journal of Dentistry of Tehran
University of Medical Sciences., Vol.9(2):135-144.

Kundu D, Mehta R, Rozza S. 2011. Periodontal Status of Given Population of West Bengal:
An Epidemiological Study. Journal of Indian Society of Periodontology., Vol.15: 126-
129.

Larasati N., dkk. 2014. Distribusi Penyakit Pulpa Berdasarkan Etiologi dan Klasifikasi di
RSGM FKG UI Tahun 2009-2013. Departement of Conservative Dentistri, FKG UI.
Jakarta

Martinez, Perez, Bermejo, Moles, Ilundain, Meurman. 2011. Periodontal Disease and
Diabetes-Review of The Literature. Med Oral Patol Oral Cir Bucal., Vol.16(6): 722-
729.

Proteksi Pada Dens Evaginatus Dengan Pit Dan Fissure Sealant. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/42320411_Proteksi_Pada_Dens_Evaginatus_
Dengan_Pit_Dan_Fissure_Sealant [accessed Sep 5, 2017].

PV Abbott, C Yu. A clinical classification of the status of the pulp and the root canal system.
Australian Dental Journal Supplement 2007;52:(1 Suppl):S17-S31
Shetty D, Dua M, Kumar K, Dhanapal R, Astekar M, Shetty DC. 2012. Oral Hygiene Status
of Individuals with CVD and Associated Risk Factors. Clinics and Practice.,
Vol.2(4):e86.

Siti Mardewi Soerono Akbar. Gambaran Sitologik Lesi Periapeks Pada Gigi dengan Pulpa
Nekrosis. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Vol.4.No.1.,1997

Torabinejad, Mahmoud, Richard E. Walton, Ashraf Fouad. 2009. Endodontics: Principles and
Practice. China: Elsevier Saunders.

Wibowo, Ari. Laporan Hasil KTI Pengaruh Pemberian Asap Cair Pada Berbagai Konsentrasi
Terhadap Pertumbuhan Phorphyromonas gingivalis Penyebab Nekrosis Pulpa.
Universitas Diponegoro; Semarang, 27 Juni 2016

Yamin F. I dan Natsir N. 2014. Bakteri Dominan di Dalam Saluran Akar Gigi Nekrosis.
Dentofasial, Vol. 13 No. 2

Anda mungkin juga menyukai