Abses dimulai dengan nekrosis pulpa yang mengarah ke invasi bakteri dari ruang
pulpa, proses inflamasi kemudian meluas ke jaringan periapikal melalui foramen apical yang
menyebabkan abses periapical Inflamasi pada pulpa dapat berlangsung hingga ke periapeks
karena adanya jalur anatomis yang menghubungkan pulpa dengan jaringan periodonsium.
Foramen apikal merupakan jalur utama yang menghubungkan antara pulpa dan periapeks.
Pada beberapa kasus, terdapat saluran aksesoris baik ke arah lateral maupun ke arah furkasi
(pada akar ganda). Beberapa penelitian menyatakan adanya saluran aksesoris ke arah furkasi
pada gigi molar memiliki rentang antara 0-76%. Jalur penghubung yang ketiga adalah tubulus
dentin. Umumnya tubulus dilindungi oleh barier sementum. Tubulus dapat terbuka akibat
adanya kerusakan pada sementum, atau karena prosedur skeling dan root planing.
Kemungkinan lain adalah sementum tidak terbentuk akibat kelainan kongenital. Selain itu,
jalur penghubung dapat terjadi akibat perforasi yang disebabkan oleh resorpsi akar patologis
secara interna maupun eksterna.
Gambar 9. Proses inflamasi kemudian meluas ke jaringan periapikal melalui foramen apical
Ketika pulpa nekrosis, pulpa menjadi tempat yang baik bagi pertumbuhan
mikroorganisme, produk sampingannya, dan produk pemecahan mikroba. Infeksi endodontik
termasuk infeksi pada kavitas pulpa dan jaringan periradikular Pulpa yang nekrosis tidak
memiliki sirkulasi darah dan akan kehilangan respon pertahanan yang normal. Hal ini
menyebabkan pulpa nekrosis menjadi tempat yang baik bagi pertumbuhan bakteri. Adanya
cairan jaringan dan sel yang terdisintegrasi dari jaringan nekrosis akan membentuk substrat
nutrisi bagi bakteri (polipeptida dan asam amino)
Berbagai perubahan pada jaringan periapeks dapat terjadi tergantung kepada sifat dan
kualitas iritan, serta durasi terkena paparan iritan. Jika paparan iritan bersifat sementara,
proses inflamasi yang terjadi pendek, dan bersifat self-limiting. Bila sejumlah besar iritan
terjadi atau adanya iritan yang persisten maka akan terjadi berbagai perubahan jaringan. Iritan
yang berlebihan dan paparan yang persisten menimbulkan reaksi imunologi spesifik dan non-
spesifik yang menyebabkan kerusakan jaringan periapeks. Secara radiografis, lesi ini terlihat
sebagai area yang radiolusen mengelilingi ujung akar utama, lateral dan atau saluran
aksesoris.
Respon awal inflamasi pada jaringan periapeks berupa periodontitis apikalis akut.
Adanya jaringan pulpa yang nekrosis di dalam saluran akar (zona nekrosis/infeksi/zona I)
menyebabkan difusi toksin ke daerah hubungan antara pulpa dan jaringan ikat periodontal.
Pada gambaran radiografik belum tampak adanya perbedaan, tetapi infiltrasi selular
sebenarnya sudah terjadi pada bagian pembukaan foramen. Terjadi dilasi kapiler dan leukosit
mulai tertarik ke daerah ini. Dekat dengan zona nekrosis, terdapat leukosit neutrofilik (PMN).
Leukosit ini dikelilingi oleh massa besar limfosit dan sel plasma. Respon kronik ringan awal
akan meningkat seiring dengan bertambah banyaknya produk nekrotik dan mikroorganisme
(pembentukan pus), berdifusi dari saluran akar ke periapeks. Toksisitas iritan saluran akar
akan direduksi oleh aktivitas eksudatif selular dan cairan pada zona kontaminasi (zona II).
Reduksi toksisitas ini akan menstimulasi sel-sel yang belum berdiferensiasi untuk bergabung
bersama membentuk osteoklas multinuklei, yang meresorbsi tulang periapeks yang
terkontaminasi. Penampakan pada gambaran radiografis mulai nyata, terjadi pelebaran ruang
ligamen periodonsium.
Gambar 10. Pulpitis Irreversible dapat mengarah kepada abses maupun kista periapikal
Lesi periapikal yang merupakan infeksi di daerah periapikal dapat disembuhkan melalui
perawatan endodontik konvensional. Dengan membuang jaringan pulpa yang nekrosis dan
menutup saluran akar secara hermetis, lesi periapikal dapat sembuh. Kekhawatiran akan
kambuhnya penyakit ini sering disebabkan perawatan endodontik yang tidak sempurna.
Prinsip dasar perawatan ini adalah adanya hubungan antara dimulainya suatu proses radang
dan proses kesembuhan jaringan. Hal ini yang menjadi dasar pemikiran rasional dalam
perawatan endodontik. Disamping itu berbagai faktor yang ditemui selama perawatan
(kronis), condensing osteitis, abses periapikal akut dan abses periapikal kronis. Kista
Pengaruh pulpa gigi yang terinfeksi oleh suatu mikroorganisme yang masuk dalam
saluran akar dan tidak dilakukan perawatan dapat proses infeksi menyebar kearah apikal.
Kemungkinan etiologi terjadinya suatu lesi periapkal pada kasus ini adalah karena karies
sekunder yang berjalan terus menerus sampai mengenai pulpa gigi akibat adanya bocoran
pada tambalan, yang menjadi jalan masuk iritan bakteri, sehingga terjadi inflamasi pada
Penyakit periapeks merupakan kelainan yang terjadi akibat adanya penyakit pulpa yang
berlanjut akibat karies, trauma dan kelainan periodontal. Reaksi pertahanan jaringan
periapeks merupakan reaksi pertahanan kedua setelah pulpa gagal melokalisir kerusakan
akibat bakteri di dalam saluran akar. Invasi bakteri akan terus berlanjut dan jaringan
periapeks akan terus berusaha melakukan perbaikan jaringan. Iritasi bakteri yang terus
menerus mengakibatkan jaringan periapikal kehilangan kemampuan melakukan reaksi
pertahanan sehingga terjadi reaksi kronis. Pada tahap ini terjadi jaringan granulasi pada
Perawatan endodontik dapat dilakukan secara non bedah dan bedah. Indikasi untuk
perawatan saluran akar non bedah antara lain adalah anatomi akar dapat diakses melalui
koronal dan kerusakan luas jaringan periapikal yang tidak melibatkan lebih dari sepertiga
panjang akar. Kontra indikasi untuk perawatan endodontik non bedah yaitu saluran akar tidak
dapat diakses, kerusakan luas jaringan periapikal yang melibatkan lebih dari sepertiga
panjang akar.6,7
Perawatan endodontik non bedah akan mengeliminasi bakteri dari saluran akar,
drainase, dan mencegah terjadinya reinfeksi setelah obturasi. Preparasi biomekanis yang
adekuat memegang peranan penting karena akan menghilangkan seluruh iritan yang terdapat
dalam saluran akar. Faktor lain yang juga mempengaruhi yaitu penggunaan larutan irigasi
dan medikamen intrakanal karena tidak semua bakteri dapat dihilangkan selama preparasi
biomekanis.6,7
sebagai medikamen intrakanal dalam jangka panjang. Kalsium hikdroksida merupakan suatu
bahan yang bersifat basa kuat dengan pH antara 11-12,8, memiliki aksi antiinflamasi, bersifat
higroskopis yang dapat menyerap eksudat dari daerah lesi. Dalam bentuk terlarut kalsium
hidroksida akan pecah menjadi ion-ion kalsium dan hidroksil. Ion hidroksil diketahui
memberikan efek antibakteri dan mampu melarutkan jaringan. Ion hidroksil akan
memberikan efek antibakteri dengan cara merusak dinding sel bakteri dan juga akan merusak
lipopolisakarida bakteri dan menyebabkan bakteri menjadi lisis.4 Sifat basa kuat dari kalsium
hidroksida dan pelepasan kalsium membuat jaringan yang berkontak menjadi alkalis. Dalam
suasana basa, resorpsi atau aktivitas osteoklas akan terhenti dan osteoblas menjadi aktif dan
Pemakaian sealer diharapkan dapat meningkatkan kerapatan pada saat pengisian saluran
akar. Sealer lain yang juga dapat digunakan antara lain resin based-sealers, pasta iodoform,
calcium hydroxide-sealers.1,3,4
Setelah perawatan, sel epitel yang melapisi kista berhenti berproliferasi dan mengalami
regenerasi yang meliputi tulang, ligamen periodontal, dan sementum. Tulang yang teresorpsi
akan terisi oleh tulang baru yang iregular, sehingga pada foto radiografis tampak densitas
yang meningkat. Penyembuhan akan tampak setelah melakukan foto radiografis secara
Pengisian saluran akar dilakukan apabila pada gambaran radiografis tampak mulai
terjadi pembentukan jaringan keras, ukuran lesi mengecil, tidak ada keluhan pasien, tes
perkusi dan tes tekan (-), palpasi dan mobiliti (-), serta kalsium hidroksida dalam saluran akar
tampak kering. Pada saat kontrol, dilakukan pemeriksaan radiografis yang menunjukkan
dapat mempengaruhi penyembuhan abses periapikal pada kasus ini, yaitu perawatan saluran
akar yang adekuat, usia pasien yang masih muda (21 tahun) sehingga proses penyembuhan
relatif lebih cepat, kedaan umum pasien yang baik dan tidak memiliki kelainan sistemik.