Endodontic: suatu usaha pengangkatan jaringan yang terinfeksi pada saluran akar yang
dilakukan untuk mencegah berkembangnya peradangan pulpa yg dpt mengakibatkan sakit
infeksi saluran akar
Endodontik merupakan bagian dari ilmu kedokteran gigi yang menyangkut diagnosis serta
perawatan penyakit atau cedera pada jaringan pulpa dan jaringan periapikal.
Kamar pulpa : Kamar pulpa, lapisan ini merupakan jaringan lunak gigi yang berisi syaraf
dan pembuluh darah
2. Apakah penyakit yang diderita pasien bisa sembuh hanya dengan menggunakan obat?
tidak akan menyembuhkan infeksi gigi Anda. ... Karena anatomi gigi, bakteri menjadi terjebak di
akar. Tanpa pembersihan yang tepat, seperti melalui terapi saluran akar, infeksi akan tetap dan
berpotensi menyebar ke rahang atau bahkan ke otak
Pengisian kanal yang tidak memadai (saluran yang tidak dibersihkan dan didapat dengan
buruk)
Urutan gigi pada mandibula dari jumlah yang paling banyak sampai sedikit yang
mengalami underfilling dan overfilling adalah gigi 46 diikuti gigi 36, 47, 37. Gigi molar
pertama memiliki jumlah tertinggi pada mandibula, hal ini disebabkan karena anatomi
gigi tersebut, terutama adanya lebih dari satu saluran akar dan akar yang lebih
melengkung dari molar kedua bawah, adanya cekungan antara bifurkasi dan garis
servikal sehingga batangnya relatif pendek, mahkota yang runcing lebih sempit pada
sepertiga distal, hal tersebut yang membuat perawatan saluran akar lebih sukar
Mesiobuccal, mesiolingual and distobuccal root canals were the most frequently canals
with endodontic problems and failures
Jika timbul rasa tidak nyaman pada gigi setelah dilakukan obturasi, sebaiknya dilakukan
pengecekan oklusinya dan pengisian saluran akar dievaluasi kembali. Pertolongan bagi
kasus darurat dengan rasa tidak nyaman adalah pemberian analgetik ringan untuk
mengurangi tingkat kecemasan pasien dan mencegah terjadinya reaksi berlebihan
mengenai ketidaknyamanan yang dirasakan.
Bila terjadi komplikasi serius dan memerlukan tindak lanjut, perawatan ulang
diindikasikan pada kasus nyeri persisten yang perawatan terdahulunya tidak memadai,
misalnya pada saluran akar yang obturasinya berlebih atau tidak tepat atau pengisiannya
tidak hermetis. Jika nyeri tidak kunjung reda tetapi tanpa pembengkakan, maka dilakukan
bedah apikal. Pasien yang mendapat perawatan saluran akar yang baik tetapi mengalami
pembengkakan setelah obturasi, hendaknya dirawat dengan insisi dan drainase kemudian
diberi antibiotika dan analgetik, biasanya kasus ini pulih tanpa perlu perawatan lanjutan.
Kadang-kadang pasien mengatakan adanya sakit yang hebat, tetapi tidak terlihat
pembengkakan dan perawatan saluran akar diselesaikan dengan baik. Untuk pasien-
pasien ini bisa dilakukan pemberian analgetik dan ditenangkan, sering gejala reda dengan
sendirinya (Grossman, 1988; Walton anf Torabinejad, 2002).
Telah ditunjukkan bahwa locator apex elektronik lebih akurat daripada radiografi untuk
mengidentifikasi panjang kerja saluran akar. Selain itu instrumen putar Ni-Ti membentuk
saluran akar lebih baik daripada instrumen stainless steel konvensional dengan lebih
sedikit kesalahan iatrogenik.
Kegagalan
PSA tidak selalu memiliki hasil akhir yang memuaskan. Dan, sering didapatkan kegagalan PSA
yang dapat disebabkan oleh infeksi pada pulpa gigi yang berlanjut. Termasuk karena kesalahan
prosedur perawatan/iatrogenik. Di mana teknik dan protokol pembersihan saluran akar tidak
dilakukan dengan tata cara yang benar.
Pada laporan kasus berikut menjelaskan riwayat gigi pasien yang telah dirawat saluran akar,
namun masih memiliki keluhan nyeri pada gigi tersebut. Pasien wanita usia 23 tahun dirujuk ke
Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Universitas Airlangga (Spesialis Konservasi Gigi) dengan keluhan
utama nyeri setelah PSA sebelumnya dan belum dilakukan tambalan permanen pada gigi
tersebut.
Gambaran radiografi periapikal menunjukkan pengisian saluran akar yang kurang 3 mm dari
panjang saluran akar gigi dan didapatkan pelebaran ligamen periodontal. Rencana perawatan
yang akan dilakukan adalah perawatan ulang saluran akar non bedah. Pasien paham dengan
segala resiko yang dapat terjadi dan memberikan persetujuan untuk dilakukan perawatan.
Bahan pengisi saluran akar gutta percha diambil menggunakan sistem file resiprok ukuran
25/primary., berikutnya dilanjutkan preparasi saluran akar menggunakan file resiprok ukuran
35/medium dan dilakukan pembersihan saluran akar dengan bantuan alat menggunakan
EndoActivator. Selanjutnya, dilakukan pengisian saluran akar menggunakan sealer dan diisi
kembali dengan gutta percha, dan dilakukan foto radiografi untuk konfirmasi hasil pengisian
saluran akar.
Dari hasil foto tampak pengisian telah sesuai dengan panjang saluran akar gigi. Selanjutnya,
dilakukan restorasi gigi menggunakan penguat pasak fiber, membangun sisa mahkota gigi
dengan bahan resin komposit dan gigi diselubungi menggunakanmahkota porselen karena
memiliki estetik yang sangat baik dan cukup kuat menahan beban kunyah.
Perawatan ulang saluran akar merupakan suatu pilihan perawatan non bedah untuk mengatasi
kegagalan perawatan saluran akar. Pengambilan bahan pengisi saluran akar sebelumnya
merupakan suatu langkah penting pada perawatan ulang saluran akar. Untuk metode
pengambilan bahan pengisi saluran akar, instrumen yang dapat dipilih antara lain: Gate-Glidden
drill, alat ultrasonik, hand-use files, motor instruments seperti rotary atau resiprok, dan juga
dapat menggunakan bantuan bahan pelunak gutta percha untuk mempermudah pengambilan
bahan gutta percha.
Penulis:
Ramadhani Putri Salicha, drg, dan Dr. Kun Ismiyatin, drg., Sp.KG (K)., M.Kes
Informasi detail dari laporan kasus ini dpat dilihat pada tulisan kami di:
https://www.actamedicaphilippina.org/article/10732-endodontic-retreatment-using-reciprocal-
file-system-in-underfilled-root-canal-a-case-report
Salicha RP, Ismiyatin K. Endodontic Retreatment Using Reciprocal File System in Underfilled
Root Canal : A Case Report. 2019;53(47).
Perawatan saluran akar adalah perawatan yang dilakukan dengan mengangkat jaringan pulpa
yang telah terinfeksi dari kamar pulpa dan saluran akar, kemudian diisi padat oleh bahan
pengisi saluran akar agar tidak terjadi kelainan lebih lanjut atau infeksi ulang. Tujuannya adalah
untuk mempertahankan gigi selama mungkin di dalam rahang, sehingga fungsi dan bentuk
lengkung gigi tetap baik.
- Tahap 1
Mahkota gigi di-bur untuk mendapatkan jalan masuk ke kamar pulpa. Semua tambalan dan
jaringan rusak pada gigi (karies) dibuang.
- Tahap 2
Pulpa dikeluarkan dari kamar pulpa dan saluran akar. Suatu instrumen kecil yang disebut “file”
digunakan untuk membersihkan saluran akar. Gigi ditutup dengan tambalan sementara untuk
melindungi kamar pulpa dan saluran akar agar tetap bersih. Tambalan sementara akan
dibongkar pada kunjungan selanjutnya.
- Tahap 3
Saluran akar diisi dan dibuat kedap dengan suatu bahan yang mencegah bakteri masuk. Kamar
pulpa sampai dengan permukaan mahkota gigi ditutup dengan tambalan sementara.
- Tahap 4
Tambalan sementara dibongkar dan diganti dengan tambalan tetap atau dibuatkan “crown”
(sarung gigi).
- Tahap 5
Saluran akar, tambalan tetap, atau “crown” dievaluasi untuk melihat ada / tidaknya masalah.
Setelah PSA selesai, gigi akan disuplai nutrisinya oleh tulang dan gusi di sekitarnya.
Dalam masa Perawatan Saluran Akar (PSA) gigi, adakalanya gigi mengalami rasa sakit, bisa
karena saraf pulpa belum seluruhnya mati, bisa juga karena pembersihan yang belum selesai.
Bila gigi mempunyai akar yang bengkok, maka tingkat kesulitan pembersihan saluran akar lebih
tinggi daripada saluran akar yang normal lurus. Belum lagi bila saluran akar utama mempunyai
cabang-cabang. Oleh karena itu PSA kadang bisa gagal karena faktor-faktor di atas.
Pulpa dalam gigi sewaktu-waktu dapat terkena infeksi atau radang. Pemicu hal ini antara lain
lubang yang sudah dalam, proses lubang yang berlanjut di bawah tambalan, kebiasaan
mengerot-ngerot saat tidur (bruxisme), perokok (menurut penelitian lebih sering menderita
masalah pada gigi yang membutuhkan penanganan berupa PSA), peradangan gusi parah,
tindakan penambalan yang berulang-ulang pada gigi, “crack” atau keretakan pada gigi, serta
trauma (misalnya gigi terbentur karena kecelakaan).
Walaupun secara visual tidak terdapat kerusakan (misalkan pada “crack” yang halus), namun
hal-hal di atas dapat menghancurkan lapisan pelindung pulpa sehingga bakteri dapat masuk.
Bakteri kemudian dapat keluar dari ujung akar dan menimbulkan infeksi pada tulang dan gusi di
sekitar akar gigi. Bila pulpa yang telah terinfeksi tidak diobati maka dapat menimbulkan sakit
dan akan terbentuk nanah.
PSA dibutuhkan karena dapat membuang pulpa dan bakteri yang menyebabkan infeksi,
sehingga tulang di sekitar gigi dapat sehat kembali dan sakit gigi pun hilang. Gejala-gejala gigi
yang membutuhkan perawatan yaitu: sakit sepanjang waktu, selalu sensitif terhadap panas
atau dingin, sakit saat mengunyah atau bila disentuh, gigi goyang, gusi bengkak, diskolorasi
(perubahan warna) gigi, pipi bengkak dan adanya jerawat kecil berwarna putih di gusi yang
mengeluarkan nanah. Bagaimana pun, terkadang ada juga kasus yang tidak terdapat gejala-
gejala tersebut sama sekali.
Bila satu atau lebih gejala tersebut terjadi pada anda, bisa jadi anda membutuhkan perawatan
saluran akar. Pencabutan belum tentu menyelesaikan masalah. Bila gigi yang sakit dicabut, gigi-
gigi di sebelahnya akan bergeser sehingga mengganggu gigitan dan pengunyahan. Gigi yang
hilang bisa saja diganti dengan gigi palsu, tapi rasanya tidak akan bisa senyaman gigi asli,
khususnya saat dipakai menggigit dan mengunyah makanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada perawatan saluran akar, setelah jaringan pulpa di keluarkan akan terdapat luka yang
kemudian dibersihkan dan didesinfeksi dengan instrumentasi dan irigasi. Luka ini tidak akan
tertutup epitelium, seperti luka pada bagian tubuh lain karena itu mudah terkena infeksi ulang.
Untuk mencegah penetrasi mikroorganisme dan toksin dari luar melalui ruang pulpa ke tubuh,
ruang ini harus ditutup dibagian koronal dan apikal, hal ini untuk mencegah infeksi dan juga
untuk memblokir lubang masuk ke periapikal bagi organisme. Selain itu untuk mencegah infeksi
ulang dari ruang pulpa oleh mikroorganisme dari rongga mulut. Seluruh ruang pulpa harus diisi,
jadi memblokir tubula dentin dan saluran asesori (Harty, 1992).
Perawatan saluran akar merupakan salah satu jenis perawatan yang bertujuan
mempertahankan gigi agar tetap dapat berfungsi. Tahap perawatan saluran akar antara lain :
preparasi saluran akar yang meliputi pembersihan dan pembentukan (biomekanis), disinfeksi,
dan pengisian saluran akar. Keberhasilan perawatan saluran ini dipengaruhi oleh preparasi dan
pengisian saluran akar yang baik, terutama pada bagian sepertiga apikal. Tindakan preparasi
yang kurang bersih akan mengalami kegagalan perawatan, bahkan kegagalan perawatan 60%
diakibatkan pengisian yang kurang baik. Pengisian saluran akar dilakukan untuk mencegah
masuknya mikro-organisme ke dalam saluran akar melalui koronal, mencegah multiplikasi
mikroorganisme yang tertinggal, mencegah masuknya cairan jaringan ke dalam pulpa melalui
foramen apikal karena dapat sebagai media bakteri, dan menciptakan lingkungan biologis yang
sesuai untuk proses penyembuhan jaringan. Hasil pengisian saluran akar yang kurang baik tidak
hanya disebabkan teknik preparasi dan teknik pengisian yang kurang baik, tetapi juga
disebabkan oleh kualitas bahan pengisi saluran akar. Pasta saluran akar merupakan bahan
pengisi yang digunakan untuk mengisi ruangan antara bahan pengisi (semi solid atau solid)
dengan dinding saluran akar serta bagian-bagian yang sulit terisi atau tidak teratur (Walton &
Torabinejad, 1996).
Setelah dilakukan pembersihan, perbaikan bentuk dan desinfeksi, saluran akar akan diisi. Ada
beberapa kriteria yang perlu diperhatikan sebelum dilakukan tindakan pengisian saluran akar
yaitu gigi bebas dari rasa sakit, saluran akar bersih dan kering, tidak terdapat nanah, tidak
terdapat bau busuk (Tarigan, 1994).
Sebelum pengisian saluran akar, dilakukan preparasi saluran akar. Preparasi saluran akar
biomekanikal dalam perawatan endodonti bertujuan untuk membersihkan dan membentuk
saluran dalam mempersiapkan pengisian yang hermetis dengan bahan dan teknik pengisian
yang sesuai. Bila preparasi saluran akar tidak dilakukan, maka perawatan endodontik akan
gagal. Oleh karena itu, preparasi saluran akar biomekanikal harus dilakukan sebaik mungkin,
sesuai dengan bentuk saluran akar (Harty, 1992).
Dengan adanya bentuk gigi yang berbeda, anatomi rongga pulpa dari setiap gigi juga tidak
sama, sehingga teknik preparasi saluran akar pada gigi yang satu akan berbeda dengan gigi yang
lain. Jadi dalam melakukan preparasi saluran akar pada gigi yang mempunyai bentuk anatomi
saluran yang berbeda, diperlukan beberapa teknik preparasi saluran akar yang sesuai yaitu :
teknik preparasi konvensional, telescope, flaring, step-back (Tarigan, 1994; Rodneey, dkk,
1994).
Saluran akar harus dikeringkan setelah irigasi yang terakhir, terutama sebelum pengisian
saluran akar. Cairan dapat diaspirasi dengan meletakkan ujung spuit pada dinding saluran akar.
pengeringan menyeluruh dapat dilakukan dengan menggunakan paper point yang tediri dari
berbagai macam ukuran. Secara klinis perlu disadari bahwa paper point bekerja seperti kertas
penyerap dan harus diberi waktu dalam saluran akar agar dapat bekerja efektif. Paper point
dapat dipegang dengan pinset dan diukur sesuai dengan panjang kerja sehingga ujungnya tidak
terdorong secara tidak sengaja melalui foramen apikal. Paper point dimasukkan secara
perlahan sehingga mengurangi terdorongnya cairan irigasi ke dalam jaringan apikal. Kecelakaan
seperti ini dapat menyebabkan pasien merasa sakit pada terapi endodontik (Harty, 1992).
Saluran akar segera diisi setelah pengeringan. Pada kasus pulpektomi vital, pengisian saluran
segera dilakukan setelah preparasi dan pembersihan, hal ini dapat mengurangi resiko
kontaminasi saluran akar, waktu yang diperlukan untuk perawatan dan menghasilkan tingkat
keberhasilan yang tinggi (Harty, 1992).
Ada berbagai macam teknik pengisian saluran akar, yang dapat dibagi menjadi teknik sementasi
cone, teknik guttapercha hangat, teknik preparasi dentin. Hasil penelitian belum dapat
membuktikan keunggulan teknik tersebut walaupun memang ada beberapa teknik yang
kemungkinan kebocorannya lebih besar dari yang lain (Harty, 1992).
Pada umumnya bahan pengisi saluran akar digolongkan dalam golongan padat, pasta, dan
semen. Yang termasuk golongan padat ialah poin gutaperca, poin perak, poin titan, poin emas.
Golongan pasta; bahan ini tidak mengeras dalam saluran akar misalnya jodoform pasta
(Walkhoff). Golongan semen; bahan ini setelah beberapa waktu dalam saluran akar akan
mengeras (Tarigan, 1994).
Pasta dan semen dapat dibagi dalam lima kelompok; berbahan dasar zinc okside eugenol, resin
komposit, gutta perca, bahan adhesif dentin, bahan yang ditambah obat- obatan (Harty, 1992).
Tidak ada bahan pengisi saluran akar yang mempunyai sifat yang ideal. Tetapi paling tidak
memenuhi beberapa kriteria yaitu mudah dimasukkan kedalam saluran akar, harus dapat
menutup saluran lateral atau apikal, tidak boleh menyusut sesudah dimasukkan kedalam
saluran akar gigi. Tidak dapat ditembus oleh air atau kelembaban, bakteriostatik, radiopague,
tidak mewarnai struktur gigi, tidak mengiritasi jaringan apikal, steril atau dapat dengan mudah
disterilkan, tidak larut dalam cairan jaringan, bukan penghantar panas, pada waktu dimasukkan
harus dalam keadaan pekat atau semi solid dan sesudahnya menjadi keras (Tarigan, 1994;
Walton & Torabinejad, 1996).
Seperti halnya seluruh perawatan gigi, penggabungan beberapa faktor mempengaruhi hasil
suatu perawatan endodontik. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan
perawatan saluran akar adalah faktor patologi, factor penderita, faktor anatomi, faktor
perawatan dan kecelakaan prosedur perawatan (Ingle, 1985; Cohen & Burn, 1994; Walton &
Torabinejab, 1996).
1. Faktor Patologis
Keberadaan lesi di jaringan pulpa dan lesi di periapikal mempengaruhi tingkat keberhasilan
perawatan saluran akar. Beberapa penelitian menunjukan bahwa tidak mungkin menentukan
secara klinis besarnya jaringan vital yang tersisa dalam saluran akar dan derajat keterlibatan
jaringan peripikal. Faktor patologi yang dapat mempengaruhi hasil perawatan saluran akar
adalah (Ingle, 1985; Walton & Torabinejad, 1996) :
Beberapa peneliti melaporkan tidak ada perbedaan yang berarti dalam keberhasilan atau
kegagalan perawatan saluran akar yang melibatkan jaringan pulpa vital dengan pulpa nekrosis.
Peneliti lain menemukan bahwa kasus dengan pulpa nekrosis memiliki prognosis yang lebih
baik bila tidak terdapat lesi periapikal.
Adanya granuloma atau kista di periapikal dapat mempengaruhi hasil perawatan saluran akar.
Secara umum dipercaya bahwa kista apikalis menghasilkan prognosis yang lebih buruk
dibandingkan dengan lesi granulomatosa. Teori ini belum dapat dibuktikan karena secara
radiografis belum dapat dibedakan dengan jelas ke dua lesi ini dan pemeriksaan histologi kista
periapikal sulit dilakukan.
3. Keadaan periodontal
2. Faktor Penderita
Faktor penderita yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu perawatan
saluran akar adalah sebagai berikut (Ingle, 1985; Cohen & Burns, 1994; Walton &Torabinejad,
1996) :
1. Motivasi Penderita
Pasien yang merasa kurang penting memelihara kesehatan mulut dan melalaikannya,
mempunyai risiko perawatan yang buruk. Ketidaksenangan yang mungkin timbul selama
perawatan akan menyebabkan mereka memilih untuk diekstraksi (Sommer, 1961).
2. Usia Penderita
Usia penderita tidak merupakan faktor yang berarti bagi kemungkinan keberhasilan atau
kegagalan perawatan saluran akar. Pasien yang lebih tua usianya mengalami penyembuhan
yang sama cepatnya dengan pasien yang muda. Tetapi penting diketahui bahwa perawatan
lebih sulit dilakukan pada orang tua karena giginya telah banyak mengalami kalsifikasi. Hali ini
mengakibatkan prognosis yang buruk, tingkat perawatan bergantung pada kasusnya (Ingle,
1985).
Pasien yang memiliki kesehatan umum buruk secara umum memiliki risiko yang buruk terhadap
perawatan saluran akar, ketahanan terhadap infeksi di bawah normal. Oleh karena itu keadaan
penyakit sistemik, misalnya penyakit jantung, diabetes atau hepatitis, dapat menjelaskan
kegagalan perawatan saluran akar di luar kontrol ahli endodontis (Sommer, dkk, 1961; Cohen &
Burns, 1994).
3. Faktor Perawatan
Faktor perawatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu perawatan
saluran akar bergantung kepada :
1. Perbedaan operator
Dalam perawatan saluran akar dibutuhkan pengetahuan dan aplikasi ilmu biologi serta
pelatihan, kecakapan dan kemampuan dalam manipulasi dan menggunakan instrumen-
instrumen yang dirancang khusus. Prosedur-prosedur khusus dalam perawatan saluran akar
digunakan untuk memperoleh keberhasilan perawatan. Menjadi kewajiban bagi dokter gigi
untuk menganalisa pengetahuan serta kemampuan dalam merawat gigi secara benar dan
efektif (Healey, 1960; Walton &Torabinejad, 1996).
2. Teknik-teknik perawatan
Banyak teknik instrumentasi dan pengisian saluran akar yang tersedia bagi dokter gigi, namun
keuntungan klinis secara individual dari masing-masing ukuran keberhasilan secara umum
belum dapat ditetapkan. Suatu penelitian menunjukan bahwa teknik yang menghasilkan
penutupan apikal yang buruk, akan menghasilkan prognosis yang buruk pula (Walton &
Torabinejad, 1996).
Belum ada penetapan panjang kerja dan tingkat pengisian saluran akar yang ideal dan pasti.
Tingkat yang disarankan ialah 0,5 mm, 1 mm atau 1-2 mm lebih pendek dari akar radiografis
dan disesuaikan dengan usia penderita. Tingkat keberhasilan yang rendah biasanya
berhubungan dengan pengisian yang berlebih, mungkin disebabkan iritasi oleh bahan-bahan
dan penutupan apikal yang buruk. Dengan tetap melakukan pengisian saluran akar yang lebih
pendek dari apeks radiografis, akan mengurangi kemungkinan kerusakan jaringan periapikal
yang lebih jauh (Walton & Torabinejad, 1996).
Faktor anatomi gigi dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan suatu perawatan saluran
akar dengan mempertimbangkan :
Adanya pengbengkokan, penyumbatan,saluran akar yang sempit, atau bentuk abnormal lainnya
akan berpengaruh terhadap derajat kesulitan perawatan saluran akar yang dilakukan yang
memberi efek langsung terhadap prognosis (Walton & Torabinejad, 1996).
2. Kelompok gigi
Ada yang berpendapat bahwa perawatan saluran akar pada gigi tunggal mempunyai hasil yang
lebih baik dari pada yang berakar jamak. Hal ini disebabkan karena ada hubungannya dengan
interpretasi dan visualisasi daerah apikal pada gambaran radiografi. Tulang kortikal gigi-gigi
anterior lebih tipis dibandingkan dengan gigi-gigi posterior sehingga lesi resorpsi pada apeks
gigi anterior terlihat lebih jelas. Selain itu, superimposisi struktur radioopak daerah periapikal
untuk gigi-gigi anterior terjadi lebih sedikit, sehingga interpretasi radiografinya mudah
dilakukan. Radiografi standar lebih mudah didapat pada gigi anterior, sehingga perubahan
periapikal lebih mudah diobservasi dibandingkan dengan gambaran radiologi gigi posterior
(Walton & Torabinejad, 1989).
Hubungan pulpa dengan ligamen periodontal tidak terbatas melalui bagian apikal saja, tetapi
juga melalui saluran tambahan yang dapat ditemukan pada setiap permukaan akar. Sebagian
besar ditemukan pada setengah apikal akar dan daerah percabangan akar gigi molar yang
umumnya berjalan langsung dari saluran akar ke ligamen periodontal (Ingle, 1985).
Preparasi dan pengisian saluran akar tanpa memperhitungkan adanya saluran tambahan, sering
menimbulkan rasa sakit yang hebat sesudah perawatan dan menjurus ke arah kegagalan
perawatan akhir (Guttman, 1988).
5. Kecelakaan Prosedural
Kecelakaan pada perawatan saluran akar dapat memberi pengaruh pada hasil akhir perawatan
saluran akar, misalnya :
Birai adalah suatu daerah artifikasi yang tidak beraturan pada permukaan dinding saluran akar
yang merintangi penempatan instrumen untuk mencapai ujung saluran (Guttman, et all, 1992).
Birai terbentuk karena penggunaan instrumen yang terlalu besar, tidak sesuai dengan urutan;
penempatan instrument yang kurang dari panjang kerja atau penggunaan instrumen yang lurus
serta tidak fleksibel di dalam saluran akar yang bengkok (Grossman, 1988, Weine, 1996).
Birai dan ferforasi lateral dapat memberikan pengaruh yang merugikan pada prognosis selama
kejadian ini menghalangi pembersihan, pembentukan dan pengisian saluran akar yang
memadai (Walton & Torabinejad, 1966).
2. Instrumen patah
Patahnya instrumen yang terjadi pada waktu melakukan perawatan saluran akar akan
mempengaruhi prognosis keberhasilan dan kegagalan perawatan. Prognosisnya bergantung
pada seberapa banyak saluran sebelah apikal patahan yang masih belum dibersihkan dan
belum diobturasi serta seberapa banyak patahannya. Prognosis yang baik jika patahan
instrumen yang besar dan terjadi ditahap akhir preparasi serta mendekati panjang kerja.
Prognosis yang lebih buruk jika saluran akar belum dibersihkan dan patahannya terjadi dekat
apeks atau diluar foramen apikalis pada tahap awal preparasi (Grossman, 1988; Walton &
Torabinejad, 1996).
Fraktur akar vertikal dapat disebabkan oleh kekuatan kondensasi aplikasi yang berlebihan pada
waktu mengisi saluran akar atau pada waktu penempatan pasak. Adanya fraktur akar vertikal
memiliki prognosis yang buruk terhadap hasil perawatan karena menyebabkan iritasi terhadap
ligamen periodontal (Walton &Torabinejad, 1996).
1. PULP CAPPING
a. DIREK
b. INDIREK
2. PULPOTOMI
3. PERAWATAN S.A
a. PULPEKTOMI
b. ENDOINTRAKANAL
4. APEKSIFIKASI
1. KURETASE APEKS
2. RESEKSI APEKS
3. INTENTIONAL REPLANT
4. HEMISEKSI
5. IMPLAN ENDODONTIK
1. Gigi dengan kelainan yang telah mengenai jaringan pulpa dan periapikal
9. Operator mampu.
3.2.4. Kontraindikasi perawatan endodonsia :
3. Gigi yang tidak strategis, tidak mempunyai nilai estetik dan fungsional. Misalnya gigi yang
lokasinya jauh di luar lengkung.
4. Fraktur vertikal
6. Gigi dengan saluran akar yang tidak dapat dipreparasi; akar terlalu bengkok, saluran akar
banyak dan berbelit-belit.
Secara umum penyebab kegagalan dapat didaftar secara kasar dari yang frekuensinya paling
sering sampai ke yang paling jarang, yaitu kesalahan dalam diagnosis dan rencana perawatan;
kebocoran tambalan di mahkota; kurangnya pengetahuan anatomi pulpa; debridement yang
tidak memadai; kesalahan selama perawatan; kesalahan dalam obturasi; proteksi tambalan
yang tidak cukup; dan fraktur akar vertikal.
Berbagai prosedur yang terkait dengan perawatan saluran akar dibagi menjadi tiga tahap yaitu
tahap praperawatan, selama perawatan dan pasca perawatan. Mengingat kegagalan perawatan
saluran akar terkait dengan tiap-tiap tahap tersebut, maka penyebab kegagalannya pun
diklasifikasi sesuai dengan tahap-tahap itu.
Kegagalan perawatan saluran akar pada TAHAP PRAPERAWATAN sering disebabkan oleh :
a. Diagnosis yang tidak tepat, biasanya berasal dari kurangnya atau salahnya interpretasi
informasi, baik informasi klinis maupun radiografis. Radiograf merupakan alat bantu utama
dalam penilaian konfigurasi anatomik sistem saluran akar perawatan.
b. Tidak teridentifikasinya penyimpangan berbagai sistem saluran akar pada radiograf sering
menjadi penyebab kegagalan perawatan saluran akar. Fraktur dentin akar atau didiagnosis
keliru. Inflamasi kronis yang timbul akan menyebabkan defek periodontal, defek ini sering baru
terlihat di kemudian hari.
c. Dalam mendiagnosis suatu penyakit sangat diperlukan ketelitian dan pemahaman dokter gigi
akan gejala-gejala suatu penyakit. Karena keterbatasan pengetahuan, peralatan ataupun karena
kelalaian dokter gigi, tidak jarang terjadi kesalahan dalam mendiagnosis penyakit yang dapat
mengakibatkan timbulnya masalah dalam proses penyembuhan.
Sebagian rencana perawatan adalah mengidentifikasi kasus-kasus mana yang cenderung akan
mengalami kegagalan walaupun baiknya perawatan yang dilakukan.
Banyak kegagalan perawatan saluran akar yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan dalam
prosedur perawatan, kesalahan dapat terjadi pada saat pembukaan kamar pulpa, saat
melakukan preparasi saluran akar dan saat pengisian saluran akar.
Tujuan utama pembukaan kamar pulpa adalah untuk mendapatkan jalan langsung ke foramen
apikal tanpa adanya hambatan serta untuk memudahkan penglihatan pada semua orofis
saluran akar. Pembukaan kamar pulpa untuk setiap gigi mempunyai desain yang berbeda, suatu
pembukaan yang dilakukan dengan baik akan menghilangkan kesulitan-kesulitan teknis yang
dijumpai dalam perawatan saluran akar.
Kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi selama melakukan pembukaan kamar pulpa adalah :
Perforasi dapat terjadi ke arah proksimal atau labial. Perforasi disebabkan karena preparasi
pembukaan dilakukan dengan sudut yang tidak mengarah ke kamar pulpa. Hal ini terjadi karena
waktu melakukan preparasi akses, ditemui kesulitan menemukan lokasi kamar pulpa walaupun
dari gambaran foto Rontgen jelas.
Bor yang memotong dasar kamar pulpa dapat menyebabkan terjadinya perforasi pada furkasi.
Selai itu, pemakaian bor fisur yang berujung datar akan membuat dasar kamar pulpa menadi
datar sehingga merusak bentuk corong alamiah orifis yang akan menyulitkan pemasukan
instrumen, paper point serta bahan pengisian ke dalam saluran akar.
Preparasi yang terlalu dangkal akan menyebabkan saluran akar dicapai melalui tanduk pulpa,
selain itu akan menyulitkan pembersihan kamar pulpa dan saluran akar dengan baik.
Pembukaan yang dilakukan melalui karies yang ada proksimal akan menyebabkan instrumen
yang dipakai untuk saluran akar harus dibengkokkan, akibatnya preparasi saluran akar tidak
tepat dan instrumen dapat patah dalam saluran akar.
Pembukaan yang terlalu kecil akan mengakibatkan terperangkapnya jaringan pulpa terutama
yang berada dibawah tanduk pulpa, juga akan menyulitkan pencarian orifis sehingga saluran
akar tidak dapat ditemukan.
Pada preparasi yang melebar ke arah dasar kamar pulpa akan mengakibatkan melemahnya
kemampuan menerima daya kunyah sehingga dapat melepaskan tambalan sementara dan
akhirnya terjadi kebocoran.
Tahap preparasi saluran akar mencakup proses pembersihan (cleaning) dan pembentukan
(shaping). Pada tahap ini dapat terjadi kegagalan perawatan saluran akar yang disebabkan
oleh :
Instrumen menembus ke luar melalui foramen apikal sehingga dapat menyebabakan terjadinya
inflamasi periapikal. Instrumentasi yang melewati konstriksi apikal dapat mentransfer
mikroorganisme dan mendorong bubuk dentin dari saluran akar ke jaringan periapikal sehingga
dapat memperburuk hasil perawatan.
Instrumen tidak mencapai panjang kerja yang benar sehingga pembersihan saluran akar tidak
sempurna, masih meninggalkan jaringan nekrotik di dalam saluran akar.
3. Preparasi berlebihan
Yang dimaksud dengan preparasi berlebihan adalah pengambilan jaringan gigi yang berlebih
dalam arah mesio-distal dan buko-lingual. Hal ini dapat terjadi dibagian koronal atau
pertengahan saluran sehingga melemahkan akar dan dapat menyebabkan fraktur akarselama
berlangsungnya kondensasi.
Preparasi yang kurang adalah kegagalan dalam pengambilan jaringan pulpa, kikiran dentin dan
mikroorganisme dari sistem saluran akar. Saluran dibentuk sempurna sehingga pengisian
kurang hermetis.
Instrumen patah dalam saluran menyebabkan kesulitan tahap perawatan saluran akar
selanjutnya. Prognosisnya buruk bila saluran akar disebelah apical patahan yang belum
dibersihkan masih panjang atau fragmen patahan keluar dari foramen apikal.
Mikroorganisme masih tersisa di dalam tubuli dentin, saluran lateral atau ramifikasi saluran
akar karena obat-obat disinfeksi yang digunakan kurang efektif, sehingga dapat menyebabkan
terjadinya reinfeksi.
Kegagalan perawatan saluran akar dapat disebabkan karena kesalahan-kesalahan yang terjadi
saat pengisian saluran akar, yaitu :
Pengisian yang berlebih (overfilling), pengisian yang kurang (underfilling) atau pengisian yang
tidak hermetis, dapat memicu terjadinya inflamasi jaringan periapikal, saluran akar dapat
terkontaminasi bakteri dari periapikal sehingga terjadi reinfeksi.
Pengisian saluran akar dilakukan pada keadaan belum steril, masih terdapat eksudat yang
persisten atau masih terdapat sisa jaringan yang terinfeksi.
Keadaan rongga mulut maupun alat-alat yang digunakan pada waktu dilakukan pengisian
saluran akar, tidak steril.
Restorasi yang baik akan melindungi sisa gigi dan mencegah kebocoran dari rongga mulut
kedalam sistem saluran akar. Restorasi pasca perawatan saluran akar yang kurang baik akan
menyebabkan terbukanya semen dan menyebabkan terkontaminasinya kamar pulpa dan
saluran akar oleh saliva dan bakteri, sehingga mengakibatkan kegagalan perawatan saluran
akar.
Kesalahan preparasi pada waktu pembuatan pasak dapat menyebabkan kegagalan perawatan.
Pengambilan dentin saluran akar yang terlalu banyak akan melemahkan akar gigi, sehingga
dapat menyebabkan terjadinya fraktur vertikal.
Kegagalan bisa disebabkan karena non endodontik, walaupun perawatan saluran akar dilakukan
dengan baik. Hal ini dapat disebabkan karena efek merusak dari perawatan ortodontik atau
penyakit periodontium.
Di samping kurangnya konsensus mengenai kriteria untuk menilai keberhasilan atau kegagalan,
rentang waktu yang diperlukan bagi tindak lanjut pasca perawatan yang memadai juga masih
kontroversial. Periode yang dianjurkan berkisar 6 bulan sampai 4 tahun. Keberhasilan yang
nyata dalam kurun waktu satu tahun bukan keberhasilan yang langgeng karena kegagalan
mungkin terjadi setiap saat. Penentuan berhasil atau tidaknya suatu perawatan diambil dari
pemeriksaan klinis dan radigrafis dan histologis (mikroskopis). Hanya temuan klinis dan
radiografis yang dapat dievaluasi dengan mudah oleh dokter gigi, pemeriksaan histologis pada
umumnya digunakan sebagai alat penelitian.
Kegagalan perawatan saluran akar yang dilihat secara klinis yang lazim dinilai adalah tanda
gejala klinis, yaitu :
Kemungkinan kesalahan dalam interprestasi radiografis adalah faktor penting yang dapat
merumitkan keadaan. Konsistensi dalam jenis film dan waktu pengambilan, angulasi tabung
sinar dan film, kondisi penilaian radiograf yang sama merupakan hal-hal yang penting untuk
diperhatikan. Biasa perorangan juga akan mempengaruhi interpretasi radiografis. Perubahan
radiologis cenderung bervariasi menurut orang yang memeriksanya sehingga pendapat yang
dihasilkan pun berbeda. Tanda-tanda kegagalan perawatan saluran akar secara radiografis
adalah adanya :
Karena kurangnya penelitian histologis yang terkendali dengan baik, ada ketidakpastian
mengenai derajat korelasi antara temuan histologis dengan gambaran radiologisnya.
Pemeriksaan histologis rutin jaringan periapikal pasien jarang dilakukan. Tanda-tanda kegagalan
secara histologis adalah :
1. Adanya sel-sel radang akut dan kronik di dalam jaringan pulpa dan periapikal.
Pembuatan gigi tiruan jembatan dan mahkota tidak harus melalui pulpektomi. Pulpektomi
dilakukan apabila pulpa gigi dari gigi yang akan dipreparasi terkena infeksi. Bila gigi dalam
keadaan vital (pulpa belum terkena) maka pulpektomi tidak perlu dilakukan.
- Open bur, mengambil atap pulpa, mencari orifice : preparasi cavity entrance
- DWF ; tentukan panjang kerja
- Preparasi saluran akar dengan file, irigasi, foto preparasi : teknik konvensional, teknik step
back, teknik crown down
- Sterilisasi memakai paper point, obat, kapas steril, tumpatan sementara. Sterilisasi ulang,
sampai paper point kering dan tidak berbau
- Tes perbenihan
- Pengisian pasta Zn Oxide Eugenol : teknik single cone, teknik kondensasi lateral, teknik
kondensasi vertikal
- Foto pengisian
- Basis Zn PO4
- Control 2 minggu kemudian, apabila tidak ada keluhan, dapat ditumpat tetap.
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan suatu perawatan saluran akar
adalah faktor patologi, faktor penderita, faktor perawatan, faktor anatomi gigi dan faktor
kecelakaan prosedural.
3. Tanda-tanda kegagalan perawatan saluran akar yang mudah ditentukan oleh dokter gigi
adalah dengan cara pemeriksaan klinis dan radiologis, cara histologis jarang dilakukan.
4. Kegagalan perawatan saluran akar sebagian besar disebabkan oleh faktor kesalahan selama
perawatan dan pengisian saluran akar yang tidak sempurna.
1. Definisi
Flare up adalah keadaan terjadinya rasa nyeri, pembengkakan, atau kombinasi keduanya
selama rangkaian perawatan saluran akar, yang menyebabkan kunjungan tak terjadwal
dari pasien.1 Rasa sakit dapat terjadi segera setelah perawatan endodontik awal pada gigi
yang asimtomatik atau tidak berapa lama setelah perawatan kegawatdaruratan endodontik
awal atau selama rangkaian perawatan.
2. Etiologi
Penyebab dari flare up dapat berupa mekanis, kimiawi, ataupun trauma yang terjadi pada
pulpa atau jaringan periapikal hasil dari banyaknya mediator inflamasi yang ada. Sakit
yang terjadi akibat dari stimulasi langsung yang dialami oleh syaraf disebabkan oleh
mediator-mediator inflamasi atau edema yang berasal dari meningkatnya tekanan
hidrostatik dengan tekanan yang terus menerus pada ujung syaraf. Selain itu, terdapat
faktor lain yang dapat menimbulkan flare up, seperti umur pasien, jenis kelamin, kondisi
sistemik pasien, jenis gigi, dan kecemasan.
a. Faktor Mekanis
- Overinstrumentation : penyebab yang paling sering terjadi pada pertengahan
perawatan. (Gambar 1)
- Pembersihan jaringan pulpa yang kurang memadai (Gambar 2)
- Periapical extursion dari debris dapat mengakibatkan inflamasi periapikal dan
flare up. (Gambar 3)
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3
b. Faktor Kimiawi
- Irigasi
- Medikamen Saluran Akar
- Material pengisi yang terlalu berlebihan (Gambar 4)
c. Mikroba
Mikroba merupakan faktor yang sering menjadi penyebab timbulnya flare up.
Keberadaan factor mikroba dapat hadir bersamaan dengan faktor latrogenik yang
menyebabkan inner-appointment pain.
Sumber:
1. Garg Nisha, Garg Amit. 2010. Textbook of Endodontics. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publisher.
2. Ingle John Ide,Leif K. Bakland,J. Baumgartner Craig. 2008. Ingle’s Endodontics
6. Ontario: BC Decker.
LO
Flare up dapat disebabkan karena trauma mekanik dan kimiawi yang dilakukan oleh operator
yang merawatnya (iatrogenic). Selain itu mikroba dpt pula menjadi penyebab terjadinya flare
up. Bahkan dpt menjadi suatu penyebab utama maupun penyebab yg plg sering ditermukan.
Awal infeksi ini biasanya dijumpai saat dilakukannya prosedur PSA. Flareup dapat disebabkan
oleh debride,emt yg tidak memedai dan tidak dilakukkan desinfeksi yg max pada saat
dilakukannnya PSA. Masuknya sisa2 mikroba yg melekat pd instrument untuk preparasi saluran
akar maupun terjadinya over instrumentation dapat menimbulkan kerusakan bag apical gigi,
selain itu adanya sejumlah debris yg terdorong keluar apeks gigi pd saat irigasi atau selama
instrumentasi dpt menyebabkan flareup. Menurut penelitian yuanita (1996) Teknik yg bs
menyebabkan sejumlah debris yg terdorong keluar apeks yaitu teknik stepback dan crowndown
pressureless. (Flare-Up Endodontic oleh tamara yuanita. Surabaya airlangga university press.
2019)
Bakteri utama penyebab infeksi sekunder pada kegagalan PSA adalah E. faecalis. E. faecalis
mempunyai kemampuan penetrasi ke dalam tubuli dentin sehingga memungkinkan bakteri
tersebut terhindar dari instrumentasi alat-alat preparasi dan bahan irigasi yang digunakan
selama preparasi biomekanikal. Selain itu, bakteri ini mampu mengkatabolisme berbagai
sumber energi dan dapat bertahan hidup dalam berbagai lingkungan termasuk pH alkali dan
suhu yang ekstrim. (Perawatan Ulang Saluran Akar Insisivus Lateralis Kiri Maksila dengan
Medikamen Kalsium Hidroksida-Chlorhexidine Ni Gusti Ayu Ariani* dan Wignyo Hadriyanto)
Faktor Mekanis
- Overinstrumentation : penyebab yang paling sering terjadi pada pertengahan
perawatan. (Gambar 1)
- Pembersihan jaringan pulpa yang kurang memadai (Gambar 2)
- Periapical extursion dari debris dapat mengakibatkan inflamasi periapikal dan
flare up. (Gambar 3)
Faktor Kimiawi
- Irigasi
- Medikamen Saluran Akar
- Material pengisi yang terlalu berlebihan (Gambar 4)
Mikroba
Mikroba merupakan faktor yang sering menjadi penyebab timbulnya flare up.
Keberadaan factor mikroba dapat hadir bersamaan dengan faktor latrogenik yang
menyebabkan inner-appointment pain. (Garg Nisha, Garg Amit. 2010. Textbook of
Endodontics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher.)
-Faktor mikroba: Bakteri anaerob secara signifikan lebihtinggi di sepertiga apikal saluran akar
karena pada daerah tersebutmemiliki kondisi daerah yang anaerobik (Priyanka & Veronika,
2013).
Fusobacterium nucleatum : bakteri batang gram negatif anaerobik Organisme ini telah
ditemukan menghasilkan enzim kolagenolitik dan fibrinolitik yang mengaktifkan 15 faktor
Hageman untuk menghasilkan bradikinin yang merupakan mediator nyeri yang kuat
Bacteroides melaninogenicus terkait dengan pengembangan bentuk-bentuk paling parah dari
flare-up
actinomyces radicidentis
- Prosedur perawatan (mekanik atau kimia) Debridement yang tidak sempurna, ekstrusi apikal
dari debris, overinstrumentation, ekstrusi irigasi, obturasi overextended atau underextended.
(Priyanka, S.R. dan Veronica. 2013. Flare-Ups in Endodontics – A Review. IOSRJournal of
Dental and Medical Sciences (IOSR-JDMS). Volume 9(4). pp. 26 31. Retrivied from
http://www.iosrjournals.org on November, 7th 2016.)
2) Rasa sakit yang persisten dari kondisi yang akut adalah tanda dari adanya sisa jaringan pulpa pada
penggunaan instrument yang tidak adekuat atau adanya saluran yang tidak terdeteksi
3) Ekstrusi debris 12 Pengontrolan panjang kerja yang terbatas dari instrument, preparasi saluran akar
yang menyisakan bagian jaringan pulpa, jaringan yang mati, mikroorganisme, dan irigasi saluran akar
yang keluar melalui foramen apikal.
4) Instrumentasi yang berlebihan Insiden nyeri moderat sampai berat dilaporkan bermakna lebih tinggi
jika instrumen melewati foramen apikal.
5) Pengisian yang berlebihan Ekstrusi sealer atau guttap-percha atau keduanya ke daerah periapikal gigi
tanpa daerah radiolusen besar kemungkinan menyebabkan insiden dan derajat nyeri pasca obturasi
yang lebih tinggi.
7) Perawatan ulang endodontik. Kasus perawatan ulang memungkinkan insiden flare-up lebih tinggi.
8) Lesi periapikal Radiolusensi pada periapikal memiliki hubungan dengan peningkatan frekuensi dari
flare-up.
9) Host Intensitas nyeri preoperasi dan pemahaman pasien memiliki hubungan dengan tingkat nyeri
setelah operasi.
Cohen, A.S. dan Brown Clifford D. 2000. Orafacial dental pain emergencies: endodontik diagnoses and
management. Dalam. Pathways of the pulp. Cohen S, Ed. Ke-8, United States: Mosby. Hlm. 62-3.
TANDA KLINIS
Flare up ditandai dgn nyeri dan pembengkakan yang dpt timbul setelah tindakan preparasi aatau
debridement awal sal. Akar atau saat tahapan obturasi saluran akar. (Flare-Up Endodontic oleh
tamara yuanita. Surabaya airlangga university press. 2019)
5. Adanya fistula pada daerah apikal. (Flare-Up Endodontic oleh tamara yuanita. Surabaya
airlangga university press. 2019)
2. PEMERIKSAAN FLARE UP
SUB
Poin2 ini sgt relevan untuk ditanyakan pd penderita
1. Dimana rasa sakitnya
2. Kapan nyeri pertama kali terasa?
3. Deskripsi dari rasa sakit
4. Dalam keadan apa rasa sakit itu terjadi?
5. Apakah ada sesuatu yg dpt meringkankan nyeri tsb?
6. Setiap nyeri berhubungan atau pembengkakan
7. Previous dental history
-perawatan yg dilakukan baru2 ini
-perawatan periodontal
-riwayat trauma gigi
Catatan harus hibuat dr setiap gangguan yg dapat memengahuri diagnosis diferensial dr sakit
gigi, spt mycofasial pain dysfuncition syndrome(MPD), gang. Neurologis spt trigeminal
neuralgia, vascular pain syndrome serta gang. Sinus maksilaris (Flare-Up Endodontic oleh
tamara yuanita. Surabaya airlangga university press. 2019)
OBJ
dengan melihat area pembengkakan, perubahan warna, ulserasi, eksudasi, cacat dan/atau kehilangan
restorasi, dan fraktur gigi. Selain itu, uji klinis harus mencakup perkusi, palpasi apikal, tes thermal (dingin
dan panas jika diindikasikan) dan probing periodontal
Electric pulp tester untuk menguji respon pulpa, ice sticks, hot gutta percha, cold spray, hot water
untuk menguji respon termal, periodontal probe (Flare-Up Endodontic oleh tamara yuanita.
Surabaya airlangga university press. 2019)
PENUNJANG
Pemeriksaan radiograf berguna dalam menentukan perawatan darurat yang tepat,
memberikan banyak informasi mengenai ukuran, bentuk dan konfigurasi sistem saluran akar.
Pemeriksaan radiograf mempunyai keterbatasan, penting diperhatikan bahwa lesi
periradikuler mungkin ada, tetapi tidak terlihat pada gambar radiograf karena kepadatan
tulang kortikal, struktur jaringan sekitarnya atau angulasi film. Demikian pula lesi yang
terlihat pada film, ukuran radiolusensinya hanya sebagian dari ukuran kerusakan tulang
sebenarnya (Bence, 1990, Cohen and Burn, 1994).
Karena kurangnya penelitian histologis yang terkendali dengan baik, ada ketidakpastian
mengenai derajat korelasi antara temuan histologis dengan gambaran radiologisnya.
Pemeriksaan histologis rutin jaringan periapikal pasien jarang dilakukan. Tanda-tanda kegagalan
secara histologis adalah :
1. Adanya sel-sel radang akut dan kronik di dalam jaringan pulpa dan periapikal.
Radiografi periapikal yg diambil dengan teknik parallel (Flare-Up Endodontic oleh tamara
3. DIAGNOSA FLARE UP
Flare-up endodontik adalah suatu komplikasi dari perawatan endodontik yang didefinisikan
sebagai eksaserbasi akut pada pulpa asimptomatik atau pathosis periapikal setelah perawatan
saluran akar. (Priyanka, S.R. dan Veronica. 2013. Flare-Ups in Endodontics – A Review.
IOSRJournal of Dental and Medical Sciences (IOSR-JDMS). Volume 9(4). pp. 26 31. Retrivied
from http://www.iosrjournals.org on November, 7th 2016.)
Flare-up adalah salah satu komplikasi perawatan pada perawatan endodontik yang terjadi berupa rasa
sakit dan atau bengkak selama perawatan endodontik yang memerlukan kunjungan pasien tak terjadwal
dan intervensi aktif oleh dokter gigi. (Cohen, A.S. dan Brown Clifford D. 2000. Orafacial dental pain
emergencies: endodontik diagnoses and management. Dalam. Pathways of the pulp. Cohen S, Ed. Ke-8,
United States: Mosby. Hlm. 62-3.)
Kedaruratan antar kunjungan disebut juga sebagai flare-up yaitu suatu kedaruratan murni dan demikian
parahnya sehingga perlu perawatan dengan segera. Walaupun prosedur perawatan telah dilakukan
dengan hati-hati danteliti, namun komplikasi dapat timbul berupa nyeri dan pembengkakan.
Kedaruratan antar kunjungan ini adalah peristiwa yang sangat tidak diinginkan dan sangat mengganggu
serta harus segera ditangani (Walton and Torabinejad, 2002).
-Faktor Host : Pasien usia : flare-up yang dirasakan pasca perawatan endodontic lebih banyak dialami
pada pasien umur 18-33 tahun, jenis kelamin : wanita lebih sering mengalami flare-up dibandingkan
dengan laki-laki. , stres dan faktor psikologis, statusimunologi, penyakit sistemik : penderita
diabetes punya resiko dua kali lebih banyak pada tingkat flare-up dibandingkan dengan penderita non
diabetes, adaptasi lokal, respon jaringan periapikal, perubahan tekanan jaringan periapikal, efek
mediator kimia, Faktor Fisiologis dan Kecemasan : Pengalaman pernah mengalami trauma pada gigi
sebelumnya, juga memiliki peranan pada tingkat keparahan flare-up (Ingle, 1985; Cohen & Burns,
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan suatu perawatan saluran akar
adalah faktor patologi, faktor penderita, faktor perawatan, faktor anatomi gigi dan faktor
kecelakaan prosedural.
1. Faktor Patologis
Keberadaan lesi di jaringan pulpa dan lesi di periapikal mempengaruhi tingkat keberhasilan
perawatan saluran akar. Beberapa penelitian menunjukan bahwa tidak mungkin menentukan
secara klinis besarnya jaringan vital yang tersisa dalam saluran akar dan derajat keterlibatan
jaringan peripikal. Faktor patologi yang dapat mempengaruhi hasil perawatan saluran akar
adalah (Ingle, 1985; Walton & Torabinejad, 1996) :
Beberapa peneliti melaporkan tidak ada perbedaan yang berarti dalam keberhasilan atau
kegagalan perawatan saluran akar yang melibatkan jaringan pulpa vital dengan pulpa nekrosis.
Peneliti lain menemukan bahwa kasus dengan pulpa nekrosis memiliki prognosis yang lebih
baik bila tidak terdapat lesi periapikal.
Adanya granuloma atau kista di periapikal dapat mempengaruhi hasil perawatan saluran akar.
Secara umum dipercaya bahwa kista apikalis menghasilkan prognosis yang lebih buruk
dibandingkan dengan lesi granulomatosa. Teori ini belum dapat dibuktikan karena secara
radiografis belum dapat dibedakan dengan jelas ke dua lesi ini dan pemeriksaan histologi kista
periapikal sulit dilakukan.
3. Keadaan periodontal
2. Faktor Penderita
Faktor penderita yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu perawatan
saluran akar adalah sebagai berikut (Ingle, 1985; Cohen & Burns, 1994; Walton &Torabinejad,
1996) :
1. Motivasi Penderita
Pasien yang merasa kurang penting memelihara kesehatan mulut dan melalaikannya,
mempunyai risiko perawatan yang buruk. Ketidaksenangan yang mungkin timbul selama
perawatan akan menyebabkan mereka memilih untuk diekstraksi (Sommer, 1961).
2. Usia Penderita
Usia penderita tidak merupakan faktor yang berarti bagi kemungkinan keberhasilan atau
kegagalan perawatan saluran akar. Pasien yang lebih tua usianya mengalami penyembuhan
yang sama cepatnya dengan pasien yang muda. Tetapi penting diketahui bahwa perawatan
lebih sulit dilakukan pada orang tua karena giginya telah banyak mengalami kalsifikasi. Hali ini
mengakibatkan prognosis yang buruk, tingkat perawatan bergantung pada kasusnya (Ingle,
1985).
Pasien yang memiliki kesehatan umum buruk secara umum memiliki risiko yang buruk terhadap
perawatan saluran akar, ketahanan terhadap infeksi di bawah normal. Oleh karena itu keadaan
penyakit sistemik, misalnya penyakit jantung, diabetes atau hepatitis, dapat menjelaskan
kegagalan perawatan saluran akar di luar kontrol ahli endodontis (Sommer, dkk, 1961; Cohen &
Burns, 1994).
3. Faktor Perawatan
Faktor perawatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu perawatan
saluran akar bergantung kepada :
1. Perbedaan operator
Dalam perawatan saluran akar dibutuhkan pengetahuan dan aplikasi ilmu biologi serta
pelatihan, kecakapan dan kemampuan dalam manipulasi dan menggunakan instrumen-
instrumen yang dirancang khusus. Prosedur-prosedur khusus dalam perawatan saluran akar
digunakan untuk memperoleh keberhasilan perawatan. Menjadi kewajiban bagi dokter gigi
untuk menganalisa pengetahuan serta kemampuan dalam merawat gigi secara benar dan
efektif (Healey, 1960; Walton &Torabinejad, 1996).
2. Teknik-teknik perawatan
Banyak teknik instrumentasi dan pengisian saluran akar yang tersedia bagi dokter gigi, namun
keuntungan klinis secara individual dari masing-masing ukuran keberhasilan secara umum
belum dapat ditetapkan. Suatu penelitian menunjukan bahwa teknik yang menghasilkan
penutupan apikal yang buruk, akan menghasilkan prognosis yang buruk pula (Walton &
Torabinejad, 1996).
Belum ada penetapan panjang kerja dan tingkat pengisian saluran akar yang ideal dan pasti.
Tingkat yang disarankan ialah 0,5 mm, 1 mm atau 1-2 mm lebih pendek dari akar radiografis
dan disesuaikan dengan usia penderita. Tingkat keberhasilan yang rendah biasanya
berhubungan dengan pengisian yang berlebih, mungkin disebabkan iritasi oleh bahan-bahan
dan penutupan apikal yang buruk. Dengan tetap melakukan pengisian saluran akar yang lebih
pendek dari apeks radiografis, akan mengurangi kemungkinan kerusakan jaringan periapikal
yang lebih jauh (Walton & Torabinejad, 1996).
Adanya pengbengkokan, penyumbatan,saluran akar yang sempit, atau bentuk abnormal lainnya
akan berpengaruh terhadap derajat kesulitan perawatan saluran akar yang dilakukan yang
memberi efek langsung terhadap prognosis (Walton & Torabinejad, 1996).
2. Kelompok gigi
Ada yang berpendapat bahwa perawatan saluran akar pada gigi tunggal mempunyai hasil yang
lebih baik dari pada yang berakar jamak. Hal ini disebabkan karena ada hubungannya dengan
interpretasi dan visualisasi daerah apikal pada gambaran radiografi. Tulang kortikal gigi-gigi
anterior lebih tipis dibandingkan dengan gigi-gigi posterior sehingga lesi resorpsi pada apeks
gigi anterior terlihat lebih jelas. Selain itu, superimposisi struktur radioopak daerah periapikal
untuk gigi-gigi anterior terjadi lebih sedikit, sehingga interpretasi radiografinya mudah
dilakukan. Radiografi standar lebih mudah didapat pada gigi anterior, sehingga perubahan
periapikal lebih mudah diobservasi dibandingkan dengan gambaran radiologi gigi posterior
(Walton & Torabinejad, 1989).
Hubungan pulpa dengan ligamen periodontal tidak terbatas melalui bagian apikal saja, tetapi
juga melalui saluran tambahan yang dapat ditemukan pada setiap permukaan akar. Sebagian
besar ditemukan pada setengah apikal akar dan daerah percabangan akar gigi molar yang
umumnya berjalan langsung dari saluran akar ke ligamen periodontal (Ingle, 1985).
Preparasi dan pengisian saluran akar tanpa memperhitungkan adanya saluran tambahan, sering
menimbulkan rasa sakit yang hebat sesudah perawatan dan menjurus ke arah kegagalan
perawatan akhir (Guttman, 1988).
5. Kecelakaan Prosedural
Kecelakaan pada perawatan saluran akar dapat memberi pengaruh pada hasil akhir perawatan
saluran akar, misalnya :
Birai adalah suatu daerah artifikasi yang tidak beraturan pada permukaan dinding saluran akar
yang merintangi penempatan instrumen untuk mencapai ujung saluran (Guttman, et all, 1992).
Birai terbentuk karena penggunaan instrumen yang terlalu besar, tidak sesuai dengan urutan;
penempatan instrument yang kurang dari panjang kerja atau penggunaan instrumen yang lurus
serta tidak fleksibel di dalam saluran akar yang bengkok (Grossman, 1988, Weine, 1996).
Birai dan ferforasi lateral dapat memberikan pengaruh yang merugikan pada prognosis selama
kejadian ini menghalangi pembersihan, pembentukan dan pengisian saluran akar yang
memadai (Walton & Torabinejad, 1966).
2. Instrumen patah
Patahnya instrumen yang terjadi pada waktu melakukan perawatan saluran akar akan
mempengaruhi prognosis keberhasilan dan kegagalan perawatan. Prognosisnya bergantung
pada seberapa banyak saluran sebelah apikal patahan yang masih belum dibersihkan dan
belum diobturasi serta seberapa banyak patahannya. Prognosis yang baik jika patahan
instrumen yang besar dan terjadi ditahap akhir preparasi serta mendekati panjang kerja.
Prognosis yang lebih buruk jika saluran akar belum dibersihkan dan patahannya terjadi dekat
apeks atau diluar foramen apikalis pada tahap awal preparasi (Grossman, 1988; Walton &
Torabinejad, 1996).
Fraktur akar vertikal dapat disebabkan oleh kekuatan kondensasi aplikasi yang berlebihan pada
waktu mengisi saluran akar atau pada waktu penempatan pasak. Adanya fraktur akar vertikal
memiliki prognosis yang buruk terhadap hasil perawatan karena menyebabkan iritasi terhadap
ligamen periodontal (Walton &Torabinejad, 1996).
5. SURAT RUJUKAN KE SP. KG
Aspek terpenting perawatan flare-up adalah menenangkan pasien. Umumnya pasien merasa ketakutan
dan kesal bahkan menyangka bahwa perawatan telah gagal dan gigi harus dicabut. Berilah keyakinan
kepada pasien bahwa rasa nyeri yang timbul dapat ditanggulangi dan kasusnya akan segera ditangani.
(Walton, R. and Torabinejad, M., 2002. Principle and Practice of Endodontics. 2 nd ed.
Philadelphia : W.B. Saunders Co. weine, F.S. 1996. Endodontic Therapy. 5 th ed. St. Louis :
Mosby Year Book. Inc.)
(Jayakodi dkk, 2012; Sharma, 2017; Sindhu dkk) Penatalaksanaan flare-up dapat dilakukan dengan
pendekatan 3D untuk mengontrol rasa sakit yaitu dengan diagnosis, definitive treatment, dan drugs.
8. Diagnosis
Langkah awal mengobati pasien dengan nyeri endodontik adalah dengan menegakkan diagnosis.
Mengetahui keluhan utama pasien harus menjadi langkah pertama dalam manajemen yang tepat.
Pemeriksaan klinis secara menyeluruh juga harus dilakukan, misalnya dengan melihat area
pembengkakan, perubahan warna, ulserasi, eksudasi, cacat dan/atau kehilangan restorasi, dan fraktur
gigi. Selain itu, uji klinis harus mencakup perkusi, palpasi apikal, tes thermal (dingin dan panas jika
diindikasikan) dan probing periodontal, serta pemeriksaan radiografi.
2.definitif treatment
a. Instrumentasi ulang (Re-instrumentation) Gigi atau area yang terlibat harus dianestesi lokal dengan
benar sebelum perawatan untuk menghilangkan rasa sakit. Akses kavitas kemudian dibuka dan
pemeriksaan anatomi tambahan harus diperiksa untuk memeriksa kemungkinan yang terlewatkan
pada kunjungan awal. Panjang kerja harus diukur kembali untuk menyesuaikan panjang kerja yang
sudah diukur sebelumnya, penetapan foramen apikal, dan membuang atau membersihkan debris
dan sisa jaringan dengan irigasi.
b. Trepanasi kortikal (Cortical trephination) Cortical trephination adalah perforasi bedah tulang
alveolar dalam upaya untuk melepaskan akumulasi eksudat jaringan periradikular.
c. Insisi dan drainase (I&D) Dalam kasus dengan abses, insisi dan drainase dilakukan untuk
menghilangkan pus, mikroorganisme dan produk beracun dari jaringan periapikal. Dalam kasus
incomplete endodontic treatment dianjurkan untuk memasukkan kembali saluran akar untuk
menghilangkan faktor etiologi melalui debridemen, irigasi dan penempatan dressing antimikroba. Jika
abses terjadi setelah obturasi saluran akar, insisi jaringan yang berfluktuasi dapat dilakukan jika
pengisian saluran akar sudah memadai. Dalam kasus kanal yang terisi kurang baik dan sebagai
tambahan untuk insisi, bahan pengisi harus dibuang untuk memungkinkan drainase pus tambahan
melalui ruang saluran akar.
d. Obat-obatan intrakanal (Intracanal medicaments) Penggunaan intracanal steroid, non-steroid anti-
inflammatory drugs (NSAID) atau corticosteroid antibiotic telah terbukti mengurangi rasa sakit pasca
perawatan.
e. Pengurangan oklusal (Occlusal reduction) 26 Gigi dengan rasa sakit pada saat menggigit dapat
ditangani secara efektif dengan pengurangan oklusal sehingga dapat mengurangi nyeri pasca operasi.
Drugs
b. Antibiotik
Penggunaan antibiotik secara sistemik harus dibatasi untuk pasien yang menunjukkan tanda-tanda
sistemik seperti selulitis, demam, malaise, dan toksemia contohnya seperti penicillin dan
formokresol. Kultur mikroba dan antibiogram merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan
dalam kasus flare-up. Kultur mikroba dan antibiogram dapat digunakan untuk memandu pengobatan
sehingga dengan adanya kultur mikroba dan antibiogram dapat mengetahui antibiotik jenis apa yang
tepat digunakan dalam pengobatan sehingga menunjang keberhasilan dalam kasus flare-up.
b. Non-nacrotic analgesics
Analgesik non-narkotik, NSAID dan acetaminophen secara efektif digunakan untuk mengobati pasien
nyeri endodontik. Pada pasien yang diketahui memiliki sensitivitas terhadap NSAID atau aspirin, dan
pada mereka yang mengalami ulserasi gastrointestinal atau hipertensi karena efek ginjal dari NSAID,
acetaminophen harus dipertimbangkan untuk nyeri pasca perawatan. Pemberian NSAID saja biasanya
cukup untuk sebagian besar nyeri endodontik untuk pasien yang dapat mentolerir kelas obat ini.
Kombinasi dari NSAID dan acetaminophen menunjukkan analgesia aditif untuk mengobati sakit gigi.
c. Analgesik opioid
Untuk nyeri yang tidak dapat dikendalikan oleh NSAID dan acetaminophen, diperlukan analgesik
narkotik yang dikombinasi dengan NSAID untuk efek aditif. Semua opioid memberikan tingkat pereda
nyeri yang sama jika diberikan pada dosis equipoten. Pentazocine adalah pilihan yang baik untuk pasien
yang memiliki riwayat penyalahgunaan opioid sebelumnya karena tidak memberikan efek euforik yang
signifikan. Tramadol telah terbukti dalam manajemen nyeri kronis, namun dalam manajemen nyeri akut
kurang terbukti baik. Tramadol harus hati-hati digunakan pada pasien dengan riwayat kejang. Jayakodi,
H, Kailasam, S, Kumaravadivel, K, Thangavelu, B, Mathew, S. 2012. Clinical and pharmacological
management of endodontic flare-up. J Pharm Biolallied Sci. 2:294-8
d. COX-2 inhibitors
Rofecoxib memiliki keuntungan yaitu analgesik yang berhasil dengan dosis satu hari untuk meningkatkan
kepatuhan dan meminimalkan efek samping. Namun Rofecoxib harus diresepkan dengan hati-hati pada
pasien anti hipertensi, warfarin, kehamilan, pasien di bawah usia 18 tahu
Grossman, L.I., Oliet, S. and Del Rio, C.E., 1988. Endodontics Practice. 11 th ed. Philadelphia :
Lea & febiger.
DAFTAR PUSTAKA
Bence, R. 1990. Buku Pedoman Endodontik Klinik, terjemahan Sundoro. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia.
Cohen, S. and Burns, R.C. 1994. Pathway of the pulp. 6 th ed. St. Louis : Mosby.
Grossman, L.I., Oliet, S. and Del Rio, C.E., 1988. Endodontics Practice. 11 th ed. Philadelphia :
Lea & febiger.
Harty. FJ. alih bahasa Lilian Yuono. 1992. Endodontik Klinis. Jakarta : Hipokrates.
Ingle, J.L. & Bakland, L.K. 1985. Endodontics. 3 rd ed. Philadelphia : Lea & Febiger.
Tarigan, R. 1994. Perawatan Pulpa Gigi (endodonti). Cetakan I, Jakarta : Widya Medika.
Walton, R. and Torabinejad, M., 1996. Principles and Practice of Endodontics. 2nd ed.
Philadelphia : W.B. Saunders Co.
Weine, F.S. 1996. Endodontics Theraphy. 5 th ed. St. Louis : Mosby Year Book. Inc