Anda di halaman 1dari 16

INSISI

Oleh :

KURNIA PUTRI ANDANI


40617008

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2020
INSISI
1. INFEKSI

Infeksi merupakan akibat dari invasi mikroorganisme patogen ke

dalam tubuh dan reaksi jaringan yang terjadi pada penjamu terhadap

organisme dan toksinnya. sebenarnya hanya ada beberapa dari beribu-ribu

mikroorganisme di alam ini yang bersifat patogen terhadap manusia.

organisme patogen berperan sebagai flora normal dan mereka ini

menimbulkan daya tahan tubuh alamiah terhadap invasi mikroorganisme.

Tanda klinis dari infeksi adalah kemerahan, bengkak, panas dan nyeri.

Fungsi yang hilang merupakan tanda klinis lain yang juga sering terlihat.

Tanda-tanda yang tidak spesifik lain termasuk demam, takikardi dan juga

menggigil. Leukositosis merupakan bukti adanya infeksi secara laboratorium.

Hitung jenis sel darah putih umumnya menunjukkan pergeseran ke kiri

dimana 85% sel darah putih yang terlihat pada sediaan hapus darah tepi

adalah sel-sel granulosit imatur.

Infeksi mulut dan maksilofasial umumnya memiliki ciri- cirsebagai

berikut: Sebagian besar adalah endogen, dan umumnya melibatkan

mikroorganisme yang berada di mulut, infeksi yang sering berasal dari

penyakit gigi dan periodontal yang ada.

2. INFEKSI ODONTOGEN

Infeksi yang berasal atau bersumber dari dalam gigi. Penyebabnya adalah

bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut, yaitu bakteri dalam plak,
dalam sulkus gingiva, dan mukosa mulut. Bakteri yang utama ditemukan

adalah bakteri kokus aerob gram positif, kokus anaerob gram positif dan

batang anaerob gram negatif. Bakteri tersebut dapat menyebabkan karies,

gingivitis, dan periodontitis. Jika mencapai jaringan yang lebih dalam melalui

nekrosis pulpa dan poket periodontal dalam, maka akan terjadi infeksi

odontogen. Infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen.

Lebih dari setengah kasus infeksi odontogen (sekitar 60%) disebabkan oleh

bakteri anaerob.

3. Etiologi dan Parofisiologi

Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan oleh

infeksi bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan

abses ini yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans.

Staphylococcus aureus dalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebut

koagulase yang fungsinya untuk mendeposisi fibrin. Sedangkan Streptococcus

mutans memiliki 3 enzim utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi,

yaitu streptokinase, streptodornase, dan hyaluronidase. Hyaluronidase adalah

enzim yang bersifat merusak jembatan antar sel, yang pada fase aktifnya

nanti, enzim ini berperan layaknya parang yang digunakan petani untuk

merambah hutan. 2 Bakteri Streptococcus mutans memiliki 3 macam enzim

yang sifatnya destruktif, salah satunya adalah enzim hyaluronidase. enzim ini

merusak jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan ikat (hyalin/hyaluronat).

Fungsi enzim ini adalah transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi

antar sel, juga sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini
rusak dalam jumlah besar, kelangsungan hidup jaringan yang tersusun atas

sel-sel dapat terancam. Proses kematian pulpa, salah satu yang bertanggung

jawab adalah enzim dari S.mutans tadi, akibatnya jaringan pulpa mati, dan

menjadi media perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum akhirnya

mereka mampu merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan

periapikal. Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya

mengundang respon inflamasi untuk datang ke jaringan yang terinfeksi

tersebut, namun karena kondisi host tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri

cukup tinggi akan menciptakan kondisi abses. Selain S.mutans yang merusak

jaringan yang ada di daerah periapikal, S.aureus dengan enzim koagulasenya

mampu mendeposisi fibrin di sekitar wilayah kerja S.mutans, untuk

membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat, yang

dikenal sebagai membran abses. Membran ini melindungi dari reaksi

inflamasi dan terapi antibiotika. Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans

dan produksi membran abses saja yang terjadi pada peristiwa pembentukan

abses ini, tetapi ada pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenik),

salah satunya adalah S.aureus. pus terdiri dari leukosit yang mati (oleh karena

itu pus terlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan bakteri dalam jumlah

besar. Secara alamiah, sebenarnya pus yang terkandung dalam rongga tersebut

akan terus berusaha mencari jalan keluar sendiri, namun pada perjalanannya

seringkali menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang cukup mengganggu

seperti nyeri, demam, dan malaise.


4. JALUR MASUK INFEKSI ODONTOGEN

a. Jalur Pulpo Periapikal

Jalur masuknya bakteri melalui jaringan enamel, dentin, ruang pulpa,

hingga ke apikal gigi. Infeksi pada jalur ini paling sering terjadi yang

biasanya diawali dengan munculnya karies pada permukaan mahkota gigi.

Apabila karies meluas hingga melibatkan ruang pulpa, makan akan

menimbulkan kondisi keradangan pada ruang pulpa.

b. Jalur Periodontal

Jalur masuknya bakteri melalui jaringan penyangga gigi mulai dari

gingiva hingga ke struktur periodontal. Infeksi yang terjadi pada jalur ini

akan di awali oleh penumpukan plak dan kalkulus.


c. Jalur Perikoronal

Perikorona atau disebut juga operkulum merupakan bagian dari

jaringan gingiva yang berada pada sekitar gigi yang belum erupsi

sempurna. Biasanya terdapat pada daerah distal gigi molar 3. pada saat gigi

erupsi sempurna, jaringan operkulum seharusnya berada pada daerah leher

gigi dan membentuk servikal gigi dengan baik. Namun pada gigi yang

tidak erupsi sempurna, jaringan ini akan menutupi sebagian mahkota gigi.

Jaringan operkulum dapat menjadi tempat retensi sisa makanan dan

menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Metabolisme bakteri

tersebut dapat memicu terjadinya infeksi.

5. ABSES PERIODONTAL

Abses periodontal merupakan salah satu kondisi klinik dalam periodontik

dimana pasien diharapkan untuk segera mendapatkan perawatan. Hal ini penting

dilakukan, tidak hanya untuk prognosis periodontitis pada gigi yang dipengaruhi,

tetapi juga kemungkinan adanya penyebaran infeksi.


Abses periodontal adalah suatu inflamasi purulen yang terlokalisir pada

jaringan periodonsium. Lesi ini disebut juga dengan abses periodontal lateral atau

abses parietal. Abses periodontal diketahui sebagai lesi yang dapat dengan cepat

merusak jaringan periodonsium terjadi selama periode waktu yang terbatas serta

mudah diketahui gejala klinis dan tanda-tandanya seperti akumulasi lokal pus dan

terletak di dalam saku periodontal.

Klasifikasi Abses periodontal dapat di klasifikasikan atas 3 kriteria, yaitu:

a. Berdasarkan Lokasi Abses

1. Abses gingiva

Abses gingiva merupakan infeksi lokal purulen yang terletak pada

marginal gingiva atau papila interdental dan merupakan lesi inflamasi akut

yang mungkin timbul dari berbagai faktor, termasuk infeksi plak mikroba,

trauma, dan impaksi benda asing. Gambaran klinisnya merah, licin, kadang-

kadang sangat sakit dan pembengkakan sering berfluktuasi.

2. Abses periodontal

Abses periodontal merupakan infeksi lokal purulen di dalam dinding

gingiva pada saku periodontal yang dapat menyebabkan destruksi ligamen

periodal. Abses periodontal secara khusus ditemukan pada pasien dengan

periodontitis yang tidak dirawat dan berhubungan dengan saku periodontal

yang sedang dan dalam, biasanya terletak diluar daerah mukogingiva.

Gambaran klinisnya terlihat licin, pembengkakan gingiva mengkilat disertai

rasa sakit, daerah pembengkakan gingivanya lunak karena adanya eksudat

purulen dan meningkatnya kedalaman probing, gigi menjadi sensitif bila


diperkusi dan mungkin menjadi mobiliti serta kehilangan perlekatan

periodontal dengan cepat dapat terjadi.

Abses periodontal sering muncul sebagai eksaserbasi akut dari saku

periodontal yang ada sebelumnya terutama terkait pada ketidaksempurnaan

dalam menghilangkan kalkulus dan tindakan medis seperti pada pasien setelah

perawatan bedah periodontal, setelah pemeliharaan preventif, setelah terapi

antibiotik sistemik dan akibat dari penyakit rekuren. Abses periodontal yang

tidak berhubungan dengan inflamasi penyakit periodontal termasuk perforasi

gigi, fraktur dan impaksi benda asing.

Kurangnya kontrol terhadap diabetes mellitus merupakan faktor

predisposisi dari pembentukan abses periodontal. Pembentukan abses

periodontal merupakan penyebab utama kehilangan gigi. Namun, dengan

perawatan yang tepat dan perawatan preventif yang konsisten, gigi dengan

kehilangan tulang yang signifikan dapat dipertahankan selama bertahun-

tahun.

3. Abses perikoronal

Abses perikoronal merupakan akibat dari inflamasi jaringan lunak

operkulum, yang menutupi sebagian erupsi gigi. Keadaan ini paling sering

terjadi pada gigi molar tiga rahang atas dan rahang bawah. Sama halnya

dengan abses gingiva, abses perikoronal dapat disebabkan oleh retensi dari

plak mikroba dan impaksi makanan atau trauma. Gambaran klinis berupa

gingiva berwarna merah terlokalisir, bengkak, lesi yang sakit jika disentuh
dan memungkinkan terbentuknya eksudat purulen, trismus, limfadenopati,

demam dan malaise.

b. Berdasarkan Jalannya Lesi

1. Abses periodontal akut

Abses periodontal akut biasanya menunjukkan gejala seperti sakit,

edematous, lunak, pembengkakan, dengan penekanan yang lembut di jumpai

adanya pus, peka terhadap perkusi gigi dan terasa nyeri pada saku, sensitifitas

terhadap palpasi dan kadang disertai demam dan limfadenopati.

2. Abses periodontal kronis

Abses periodontal kronis biasanya berhubungan dengan saluran sinus

dan asimtomatik, walaupun pada pasien didapatkan gejala-gejala ringan.

Abses ini terbentuk setelah penyebaran infeksi yang disebabkan oleh drainase

spontan, Abses periodontal akut, pada pemeriksaan klinisnya tanda-tanda dan

gejala sangat jelas. Setelah hemeostatis antara host dan infeksi tercapai, pada

pasien hanya sedikit atau tidak terlihat gejalanya. Namun rasa nyeri yang

tumpul akan timbul dengan adanya saku periodontal, inflamasi dan saluran

fistula.

c. Berdasarkan Jumlah Abses

1. Abses periodontal tunggal

Abses periodontal tunggal biasanya berkaitan dengan faktor-faktor

lokal mengakibatkan tertutupnya drainase saku periodontal yang ada.


2. Abses periodontal multipel

Abses ini bisa terjadi pada pasien diabetes mellitus yang tidak

terkontrol, pasien dengan penyakit sistemik dan pasien dengan periodontitis

tidak terawat setelah terapi antibiotik sistemik untuk masalah non oral. Abses

ini juga ditemukan pada pasien multipel eksternal resopsi akar, dimana faktor

lokal ditemukan pada beberapa gigi.

6. TATA LAKSANA INFEKSI ODONTOGEN

a. Terapi Antibiotik

Antibiotik pada kasus infeksi diberikan sesuai dengan karakteristik

bakteri di lokasi tersebut. Pada kasus infeksi oromaksilofasial, bakteri

biasanya berasal dari gigi atau jaringan penyangga gigi. Pemberian antibiotic

yang tepat dengan dosis yang memadai harus diperhatikan agar tidak terjadi

penyebaran infeksi yang lebih luas terutama kearah obstruksi jalan nafas.

Penggunaan antibiotic untuk kasus infeksi odontogen pada tahap awal

menggunakan antibiotic secara empiris, dimana antibiotic diberikan

berdasarkan hasil-hasil penelitian yang menunjukan efektivitas dari antibiotic

tersebut. Antibiotic secara empiris untuk kasus infeksi oromaksilofasial

memiliki cakupan pada bakteri gram positif, gram aerob, negative, dan

anaerob.

Terapi sistemik antibiotic berperan penting untuk menghilangkan

sumber infeksi. Antibiotic tersebut diberikan mulai awal perawatan da

dilanjutkan sampai penyebab infeksi dihilangkan dan gejala infeksi berkurang.


b. Insisi dan Drainase

Insisi adalah pembuatan jalan keluar nanah secara bedah (dengan

scapel). Drainase adalah tindakan eksplorasi pada fascial space yang terlibat

untuk mengeluarkan nanah dari dalam jaringan, biasanya dengan

menggunakan hemostat. untuk mempertahankan drainase dari pus perlu

dilakukan pemasangan drain, misalnya dengan rubber drain atau penrose

drain, untuk mencegah menutupnya luka insisi sebelum drainase pus tuntas.

Tindakan drainase haru segera dilakukan apabila secara klinis maupun

pemeriksaan penunjang menunjukan adanya hasil cairan purulen atau pus.

7. INSISI

Tindakan insisi dilakukan untuk mencegah abses meluas ke spasoa yang lain dan

juga untuk menghindari terjadinya drainase spontan. Apabila abses terdrainase

secara spontan, maka resiko terjadinya scar lebih tinggi terutama pada daerah

wajah karena akan menggangu estetik.

a. Indikasi insisi abses

Tindakan ini dilakukan apabila secara klinis terdapat fluktuasi pada daerah

edema atau abses. Teknik pemeriksaan fluktuasi dengan menekan

menggunakan jari telunjuk dan jari tengah secara bergantian pada daerah

abses, apabila terasa seperti gerakan gelombang berarti fluktuasi positif.

Abses pada spasia profunda, dapat dilakukan drainase pus apabila dalam

pemeriksaan penunjang menunjukkan keberadaan pus dengan jelas.

b. Kontraindikasi insisi abses


Kondisi abses dengan adanya fluktuasi pada palpasi, harus segera dilakukan

pembuatan jalan keluar (drainase) pus yang terbentuk. Hal ini dikarenakan

abses regio oromaksilofasial yang tidak tertangani dapat terdrainase spontan

sehingga menyebabkan terbentuknya jaringan parut di daerah wajah

mengganggu estetik. Resiko lainnya apabila abses menyebar ke area yang

lebih luas akan menyebabkan perawatan yang lebih kompleks. Abses tersebut

dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas. Kondisi sepsis pada pasien abses

regio oromaksiofasial dapat terjadi sepsis, dimana bakteri sudah beredar ke

seluruh tubuh.

Oleh karena itu tidak ada kontraindikasi untuk penanganan insisi drainase

abses. Cairan pus yang terbentuk harus sesegera mungkin dikeluarkan.

c. Prinsip insisi abses

1) Insisi diusahakan pada kulit atau mukosa sehat

2) Arah insisi pada daerah ekstraoral harus mengikuti arah garis Langer’s

wajah sehingga tidak mengganggu estetik

3) Insisi harus memperhatikan struktur vital seperti pembuluh darah dan

saraf dibawahnya

4) Diseksi tumpul pada kavitas dilakukan ke segala arah agar pus dapat

keluar secara maksimal

5) Pemasangan drain dapat dilakukan apabila area cukup luas, hal ini

bertujuan membantu sisa pus terdrainase spontan.

6) Fiksasi drain dengan jahitan dan segera melepas drain apabila drainase

sudah minimal.
d. Persiapan sebelum tindakan insisi abses

1) Anamnesis pasien dengan lengkap termasuk kondisi

kesehatanumum pasien

2) Pemeriksaaan fisik secara umum dan lokal, untuk mengetahui

fokus infeksi penyebab abses dan luas area abses untuk menentukan

posisi insisi.

3) Pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan

diagnosia

4) Informed consent pasien.

e. Alat dan bahan untuk tindakan insisi

1) Larutan antiseptik povidon iodine 10%

2) Duk lubang kecil

3) Blade no 11 dan handle scalpel

4) Klem bengkok

5) Needle holder

6) Pinset chirurgis

7) Normal scaline (NaCl 9%)

8) Drain karet

9) Jarum jahit dan benang silk 3.0

10) Kasa steril dan plester

f. Teknik insisi abses


1) Asepsis area insisi dengan larutan antiseptik sebelum tindakan.

2) Melakukan insisi superfisial dengan blade tidak terlalu dalam.

3) Insisi dilakukan pada titik terendah dari akumulasi pus dengan tujuan

memfasilitasi keluarnya pus mengikuti gravitasi.

4) Drainase abses dilakukan dengan diseksi tumpul kesegala arah dengan

cara memasukkan klem bengkok pada kavitas abses dengan beak

tertutup, dan mengeluarkannya dengan beak terbuka.

5) Setelah pus yang keluar sudah minimal, dilakukan irigasi kavitas abses

dengan normal saline diulang beberapa kali.

6) Dilakukan pemasangan drain karet dan stabilisasi dengan jahitan. Drain

tidak perlu dipasang apabila abses tidak terlalu besar.

7) Pembeian antibiotik selama 5-7 hari.

8) Pemberian analgetik untuk mengurangi rasa sakit.

g. Resep Antibiotik pada kasus infeksi Odontogen

Antibiotik Dosis Efek samping


Amoksisilin 500 mg/8 jam Diare, mual, reaksi
hipersensitifitas
Amoksisilin- asam 500-875 mg/8 jam Diare, mual, reaksi
clavulanat hipersensitifitas, candidiasis
Klindamisin 300 mg/8 jam Pseudomembranous colitis
Azithromycin 500 mg/12 jam Gangguan saluran pencernaan
Ciprofloxacin 500 mg/12 jam Gangguan saluran pencernaan
Metronidazole 500-750 mg/8 jam Diare, mual, muntah, distres
epigastrik, kram abdomen

h. Terapi penunjang
Pasien yang mengalami abses karena penyebaran infeksinya, kemungkinan

besar juga mengalami penurunan daya tahan tubuh. Sehingga perawatan kasus

abses tidak hanya dengan drainase dan eliminasi faktor penyebab,namun juga

peningkatan sistem imun dari pasien. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan

adalah :

1) Meningkatkan kualitas nutrisi dengan

diet tinggi kalori dan tinggi protein

2) Pemberian multivitamin

3) Mempertahankan keseimbangan cariran

tubuh

4) Istirahat cukup

5) Pemeberian analgesik sebagai terapi

penunjang untuk membantu mengurangi rasa nyeri yang timbul oleh

karena tindakan insisi dan drainase abses.


DAFTAR PUSTAKA

Fragiskos, FG. 2007. Oral Surgery. Thieme, New York.

Mardiyantoro Fredy. 2017. Infeksi Odontogen dan Tatalaksana. Malang; UB Press

Roda RP., Bagan JV, et all. Antibiotic use in dental practice. A review. Med Oral

Patol Oral Cir Bucal 2007:12:E186-92.

Sawair., FA, Shayyab., MH. Prevalence and clinical characteristics of tori and jaw

exostoses in a teaching hospital in Jordan. J Saudi Med (2009); 30(12): 1557-

1562.

Topazian, RG. Oral and Maxillofacial Infection. WB Saunders. Londom. 1999

Anda mungkin juga menyukai