ABSTRAK
Perawatan endodontik non-bedah dan bedah memiliki tingkat keberhasilan yang
tinggi dalam perawatan dan pencegahan periodontitis apikal bila dilakukan sesuai
dengan standar dan prinsip klinis yang diterima. Namun, lesi periapikal endodontik
tetap ada dalam beberapa kasus, dan perawatan lebih lanjut harus dipertimbangkan saat
periodontitis apikal berlanjut. Meskipun beberapa modalitas pengobatan telah diusulkan
untuk perawatan endodontik gigi dengan periodontitis apikalis persisten, diperlukan
metode yang kurang invasif dengan hasil yang lebih dapat diprediksi. Keuntungan dan
kekurangan pendekatan yang ada untuk diagnosis dan pengobatan lesi periradikuler
endodontik dibahas dalam ulasan ini.
Kata kunci : Cone-beam computed tomography, kista, granuloma, lesi periradikuler,
perawatan saluran akar
1. Pendahuluan
.1 Infeksi Saluran Akar
Pulpa gigi merupakan jaringan ikat steril yang dilindungi oleh email, dentin, dan
sementum. Cedera ruang pulpa yang signifikan menyebabkan inflamasi dan dapat
menyebabkan pulpa nekrosis jika tidak diobati. Skenario yang mungkin terjadi
dapat menghasilkan radiolusensi periapikal yang biasanya dimulai baik oleh
trauma, karies, atau gigi yang aus. Mikroorganisme dapat menjajah jaringan pulpa
setelah kehilangannya suplai darah sebagai akibat dari trauma, mengakibatkan
patosis periradikuler. Pulpa yang terpapar dapat menjadi nekrosis dan patosis
periradikuler. Mikroorganisme dan produknya memiliki peran penting dalam
inisiasi, perkembangan, dan pembentukan kondisi periradikuler. Dengan
perkembangan inflamasi akibat paparan pulpa karies dan invasi mikroorganisme,
hasil yang paling mungkin adalah nekrosis pulpa. Setelah infeksi saluran akar
terjadi, dan nekrosis pulpa terjadi, baik pertahanan tubuh maupun terapi antibiotik
sistemik tidak akan efektif dalam mengatasi infeksi karena tidak adanya suplai
darah lokal. Hal yang mungkin dilakukan untuk mencegah penyebarannya dengan
sukses yaitu melalui perawatan endodontik non-bedah. Telah dilaporkan bahwa
sebagian besar bakteri endodontik tersuspensi dalam cairan yang ditemukan di
dalamnya saluran akar namun, agregat bakteri dan biofilm cenderung menempel
pada dinding saluran akar untuk membentuk pusat bakteri terkonsentrasi. Infeksi
bisa menyebar ke tubulus dentin dan kompleksitas saluran akar. Infeksi saluran akar
dapat diobati melalui intervensi profesional, menggunakan prosedur endodontik
atau ekstraksi.
Mikroorganisme yang berada di saluran akar memainkan peran penting dalam
inisiasi dan pembentukan lesi periradikuler, yang telah dibuktikan dengan
penelitian yang dilakukan pada tikus dan monyet. Mempertimbangkan peran
mikroorganisme pada periodontitis apikal, dokter harus mengetahui bahwa terapi
endodontik adalah penatalaksanaan penyakit infektif.
Gigi dengan perawatan saluran akar yang tidak adekuat dan lesi periapikal (PA)
asimtomatik biasanya mengandung mikroorganisme obligat anaerobik; gigi seperti
itu bahkan mungkin memiliki koronal restorasi yang baik. Dalam situasi ini,
komposisi bakteri mirip dengan gigi yang terinfeksi tetapi sebelumnya tidak
dirawat. Mikroorganisme anaerob gram positif dan fakultatif dominan pada tahap
awal infeksi. Pengobatan ulang yang sesuai untuk kasus-kasus ini menghasilkan
tingkat keberhasilan 74-82%, sebanding dengan perawatan endodontik non-bedah
primer, yaitu 85-94%. Perawatan ortograde di kasus-kasus ini mungkin meniadakan
kebutuhan akan bedah periapikal.
Bedah periapikal
Gambar 1. Kista periapikal disebabkan oleh adanya infeksi pada ruang saluran akar dan dapat
dikategorikan sebagai kista sejati atau kista poket (a). Bedah periradikuler mungkin diperlukan untuk
mengatasi kista sejati (b) sementara sebagian besar kista poket sembuh setelah perawatan saluran akar
(ulang) tanpa perlu intervensi bedah (c)
Biasanya granuloma terdiri dari jaringan lunak padat, sedangkan kista memiliki area
kistik cair semi-padat. Oleh karena itu, area lesi radiografi yang paling tidak padat harus
diukur untuk mendiagnosis lesi ini dengan benar. Mengukur nilai abu-abu
memungkinkan untuk membedakan jaringan lunak dan cairan atau area kosong.
Abses periapikal memiliki gambaran yang mirip dengan granuloma periapikal dan
kista periapikal dengan tingkat kortikasi perifer yang bervariasi, sehingga sulit untuk
membedakannya dari satu sama lain. Erosi atau perforasi kortikal terlihat pada
pemeriksaan CBCT dan adanya edema mungkin dapat membantu informasi tambahan
dalam membedakan abses; namun, tahap awal abses periapikal seringkali tidak muncul
dengan karakteristik tersebut. Meskipun evaluasi histopatologi merupakan metode yang
pasti untuk membedakan keduanya radiolusen periapikal yang berasal dari endodontik,
jarang dilakukan karena penyakit ini sering diatasi dengan perawatan endodontic non-
bedah; Oleh karena itu, perbedaan antara granuloma dan kista tidak selalu diperlukan.
Perawatan ketiga lesi ini adalah perawatan saluran akar (ulang), bedah periradikuler,
atau ekstraksi, atau kombinasi dari ketiganya.
Beberapa penelitian difokuskan pada etiologi, patogenesis, dan karakteristik
radiografi jaringan parut. Jaringan parut fibrosa memiliki gambaran radiografi yang
mirip dengan granuloma periapikal dan kista periapikal. Penyembuhan oleh jaringan
parut fibrosa daripada tulang mungkin terjadi, terutama setelah bedah endodontik. Bila
porsi dari lempeng kortikal dan tulang periosteum yang hancur cukup banyak, jaringan
fibrosa berkembang dengan penampilan bulat, punch-out dan tidak terlihat iritasi di
daerah tersebut. Ia memiliki tampilan radiografi yang khas dan tidak memerlukan
perawatan lebih lanjut. Meski jaringan parut hanya dapat dikonfirmasi secara
histopatologi, beberapa fitur radiografi mungkin membantu dalam mengidentifikasi
mereka. Penurunan rarefaction1 dengan batas tak beraturan yang memanjang ke ruang
periodontal terletak asimetris dengan apeks akar dengan atau tanpa struktur tulang
internal yang terlihat adalah tanda jaringan parut. Lamina dura mungkin ada di sekitar
apeks dan memisahkan rarefaction dari gigi.
CBCT mungkin merupakan alat diagnostik yang akurat untuk membedakan zat padat
dari lesi atau rongga berisi cairan. Teknik ini merupakan teknik yang paling akurat di
area tengah atau di ujung akar. Seluruh radiolusen harus dipindai dengan tepat untuk
area paling terang guna meningkatkan akurasi CBCT, yaitu daerah paling kurang padat.
Jika area ini menunjukkan nilai grayscale negatif pada gambar CBCT, ini menunjukkan
daerah semi-padat atau berisi cairan, baik lumen teluk atau kista sejati (lesi kavitasi).
Meskipun nilai grayscale dapat dengan mudah dipengaruhi bidang pandang dan pilihan
resolusi spasial, hard beaming, scattering, dan jumlah proyeksi, teknik CBCT
menunjukkan nilai grayscale yang lebih rendah, menunjukkan rongga mengandung
cairan dan tidak mengungkapkan lapisan epitel. Jika menghasilkan nilai grayscale
positif, lesi merupakan granuloma epitel atau granuloma, yang mungkin membantu
dokter memprediksi hasil perawatan. Teknik CBCT membedakan antara lesi padat di
jaringan lunak dari lesi dengan jaringan lunak dan area dengan kepadatan kurang, yaitu
yang mengandung cairan rongga dan zat semi padat di lumen. CBCT cukup akurat
dalam membuat perbedaan antara kista periapikal dan granuloma, terutama pada lesi
apikal dengan diameter rata-rata minimum 5 mm. Radiografi periapikal hanya akurat
26-48% dalam mendiagnosis lesi periapikal. CBCT lebih akurat daripada radiografi PA
dalam mengungkapkan patosis periapikal. CBCT lebih akurat daripada Radiografi PA
dalam mengidentifikasi periodontitis apikal, terutama bila lesi >1,4 mm. CBCT adalah
metode non-invasif untuk membedakan kista periapikal dan granuloma, dan
kemampuannya untuk mendiagnosis kista sebelum operasi meyakinkan. Untuk tugas
diagnostik terperinci, seperti endodontik atau visualisasi struktur tulang kecil,
pemindaian resolusi tinggi diperlukan.
Salah satu kelemahan CBCT adalah bahwa hal itu mungkin menghasilkan hasil
positif palsu dari pelebaran PDL pada gigi yang sehat, yang mengindikasikan lesi PA;
selain itu, penggunaannya kontroversial di beberapa situasi karena kekhawatiran terkait
dengan dosis radiasi yang lebih tinggi untuk pasien, waktu pemindaian yang lama, dan
1
biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknik radiografi konvensional. Bahan
dengan nomor atom yang tinggi dapat mempengaruhi kualitas gambar CBCT. Kualitas
gambar dan kontras yang rendah dapat menyebabkan keterbatasan interpretasi dari
volume 3D. Satu studi menunjukkan CBCT mungkin bukan alat diagnostik yang andal
karena luasnya berbagai kemungkinan dalam diagnosis patosis apikal, seperti
granuloma, lesi seperti granuloma, kista, lesi seperti kista, dan lesi lainnya.
Menurut American Association of Endodontists (AAE), 'CBCT hanya boleh
digunakan ketika pertanyaan tentang pencitraan yang diperlukan tidak dapat dijawab
secara memadai dengan dosis radiografi konvensional yang lebih rendah atau modalitas
pencitraan alternatif '.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah modalitas pencitraan tanpa radiasi, yang
memberikan kontras jaringan lunak yang luar biasa. Penggunaan kekuatan medan
tinggi, sistem kumparan unik, dan teknik sekuens yang optimal telah menghasilkan
gambar berkualitas tinggi, yang menarik minat yang signifikan untuk MRI gigi. MRI
tidak hanya digunakan untuk mengkarakterisasi lesi periapikal, tetapi juga dapat
menjadi alat non-invasif yang valid dan andal dalam membedakan periodontitis apikal,
kista/granuloma periapikal, dan condensing osteitis. Metode berbasis sinar-X memiliki
kekurangan dan kinerja terbatas dalam mengukur batas lesi yang akurat. Pada saat yang
sama, MRI sebagai alat diagnostik non-invasif pada periodontitis apikal, lebih akurat
dalam hal ini dan memberikan estimasi yang lebih baik tentang kedekatan lesi dengan
struktur di sekitarnya. MRI lebih unggul dari teknik CT dalam mendiagnosis patosis
terkait jaringan lunak di daerah kepala dan leher, dan itu dapat digunakan untuk menilai
sifat lesi periapikal. Namun, metode ini memiliki beberapa keterbatasan. Diperlukan
pemindaian dalam waktu yang lebih lama untuk mendapatkan resolusi yang memadai.
Visualisasi enamel dan dentin menantang karena tidak memiliki MRI sinyal. Artefak
pencitraan yang disebabkan oleh restorasi logam, bahan dengan nomor atom tinggi, dan
pergerakan pasien mempengaruhi kejernihan gambar. Artefak yang terkait dengan
perangkat mungkin terjadi.
Ekografi (ultrasonografi), sebagai teknik pencitraan ultrasound real-time, memiliki
banyak aplikasi dalam kedokteran. Alat ini bergantung pada pantulan gelombang
ultrasonik. Pemeriksaan ekografi dapat digunakan untuk mengevaluasi lesi endodontic
periradikuler. Jaringan yang berbeda dalam tubuh dengan sifat akustik yang berbeda
mencerminkan gelombang uktrasonik secara berbeda. Tulang menunjukkan refleksi
total; oleh karena itu, teknik seperti itu hanya bisa diimplementasikan melalui bony
windows atau di area di mana susunan tulang telah berubah. Area dengan jenis jaringan
yang berbeda menunjukkan 'gema tidak homogen.' Disarankan bahwa ekografi
merupakan teknik yang dapat diandalkan digunakan sebagai tambahan untuk radiografi
konvensional untuk mendiagnosis lesi periapikal. Selain itu, dapat melengkapi beberapa
informasi tentang ukuran lesi dan isinya serta vaskularisasi, yang dapat membantu
diagnosis banding lesi endodontik dan lesi lain yang mempengaruhi tulang rahang atas.
Persentase akurasi diagnosis lesi periradikuler menggunakan ultrasonografi dilaporkan
95,2%, yang mana lebih tinggi dari radiografi konvensional (47,6%) dan digital
radiografi (55,6%). Ultrasonografi merupakan alat yang berharga untuk mengevaluasi
sifat lesi intra-osseus di rahang, terutama untuk diagnosis banding antara kista
periradikuler (echogenic dalam grayscale) dan granuloma, yang menyebabkan ia dalam
posisi utama untuk dianggap sebagai teknik pencitraan tambahan dalam kedokteran gigi
rutin dan operasi maksilofasial. Padahal pemeriksaan ultrasonografi bisa membantu
mendeteksi periodontitis apikal, kista, granuloma apikal, lesi vaskular, dan keganasan,
dalam beberapa kasus tidak dapat disimpulkan, seperti lesi yang mengandung jaringan
termineralisasi, seperti fibroma yang mengeras atau kista dentigerous, yang juga dapat
bertindak sebagai penghalang gelombang ultrasonik melewati jaringan. Secara klinis
nilai ultrasonografi dalam mendeteksi lesi pada tulang telah dilaporkan. Patut dicatat
bahwa ultrasonografi tidak dapat membedakan antara kista sejati dan kista poket. Plat
kortikal perlu dikikis oleh lesi untuk mendiagnosis lesi intra-osseus dengan USG.
(Tabel 2)
2
protokol apexum menghasilkan penyembuhan dan penghilangan yang lebih cepat
dari lesi PA dibandingkan dengan perawatan saluran akar konvensional. Prosedur ini
tidak menghilangkan lapisan kista, jika ada, yang bisa menjadi penyebab kegagalan
terlambat; karena itu, kegagalan terlambat lebih mungkin terjadi dibandingkan
dengan bedah endodontik. Kurangnya kontrol jangka panjang dan uji klinis acak
mengharuskan kebutuhan penelitian untuk memahami efek prosedur ini pada hasil
pengobatan.
Telah dilaporkan bahwa penggunaan apexum tidak menimbulkan bengkak, dan
hanya sedikit kasus yang mengalami ketidaknyamanan pasca prosedur atau nyeri
ringan (9%). Tidak ada pasien yang menjalani ini protokol melaporkan hasil yang
merugikan; namun, 31% pasien yang menjalani perawatan saluran akar konvensional
melaporkan beberapa ketidaknyamanan atau rasa sakit. Sangat penting untuk
diperhatikan selama atau setelah bedah apikal konvensional, prosedur flap terbuka,
banyak pasien mengalami nyeri, bengkak, atau keduanya, mengharuskan penggunaan
analgesik setelah operasi. Bahkan, 23% dari pasien yang menjalani bedah apikal
melaporkan kehilangan hari kerja karena gejala ini. Metode ini memiliki efek positif
pada kesejahteraan pasien, dengan gejala yang sangat ringan dibandingkan dengan
bedah apikal flap terbuka konvensional dan perawatan saluran akar konvensional.
Teknik apexum sangat berbeda dari overinstrumentasi sederhana dalam perawatan
saluran akar konvensional. Berlawanan dengan apexum, overinstrumentasi
menyebabkan trauma jaringan dan mungkin membawa bakteri atau produknya
masuk ke dalam jaringan. Imunoglobulin mungkin diarahkan terhadap antigen ini,
menghasilkan respon inflamasi akut, menyebabkan edema dan flare-up.
Pengangkatan atau debulking jaringan periapikal yang terinflamasi kronis
mengeliminasi mekanisme yang menyebabkan flare-up. Namun, teknik ini memiliki
beberapa kekurangan; ada risiko pemisahan apeksum di luar foramen apikal. Selain
itu, ada risiko pembesaran foramen apikal yang berlebihan, yang meningkatkan
kemungkinan ekstrusi bahan obturasi, medikamen interappointment, dan larutan
irigasi, dan melukai atau merusak jaringan vital yang berdekatan, seperti saraf
alveolar inferior atau perforasi sinus maksilaris.
GentleWave (Sonendo, Laguna Hills, CA, USA) digunakan untuk irigasi kanal
dan menghasilkan mekanisme fisiokimia yang berbeda, termasuk spektrum
gelombang suara yang luas untuk membersihkan ruang saluran akar. Teknik ini
memiliki kemampuan melarutkan jaringan yang unggul melalui mekanisme yang
dihasilkan. Memiliki kemampuan yang lebih untuk menghilangkan sisa debri
daripada metode konvensional, yang dapat meningkatkan kecepatan penyembuhan
periodontitis apikal. Namun, perlu diperhatikan bahwa teknologi ini mahal dan tidak
tersedia di seluruh dunia.
3
dipertimbangkan, terutama bila perawatan ulang ortograde konvensional terbukti tidak
efektif.
5. Kista periapikal
Kista periradikuler berasal dari sisa sel epitel Malassez di alveolus. Sel-sel ini
berkembang biak karena peradangan periapikal yang disebabkan oleh infeksi sistem
saluran akar. Kista periradikuler lebih sering ditemukan di rahang atas anterior, yang
mungkin disebabkan oleh trauma dan adanya sel epitel. Diagnosis pasti dari kista
periradikuler dicapai hanya melalui evaluasi histopatologi dengan penampang melintang
dari spesimen lesi. Pada kenyataannya, teknik radiografi konvensional tidak bisa
diterapkan untuk diagnosis definitif dari lesi periapikal kistik dan non-kistik. Tidak ada
korelasi yang kuat antara temuan radiografi periapikal, seperti adanya lamina dura, dan
diagnosis histologis kista yang membutuhkan serial section. Dua jenis kista
periradikuler telah didefinisikan: kista sejati, dengan rongga yang seluruhnya tertutup
oleh lapisan epitel, dan kista teluk atau kista poket, dengan rongga berlapis epitel yang
berkomunikasi dengan saluran akar. Sebuah penelitian pada 256 lesi periapikal
melaporkan bahwa 15% adalah kista periapikal, 9% di antaranya adalah kista sejati, dan
6% adalah kista poket.
Berlawanan dengan kista sejati yang self-sufficient karena tidak bergantung pada
iritan di sistem saluran akar, kista poket periapikal dan granuloma dapat sembuh setelah
perawatan saluran akar non-bedah. Sebaliknya, diyakini kista sejati periapikal
cenderung tidak sembuh setelah perawatan saluran akar non-bedah dan mungkin
memerlukan bedah periradikuler (Gambar. 1). Selama lebih dari tiga tahun, penelitian
lanjutan telah mengungkap sekitar 13% dari lesi apikal pasca bedah merupakan kista
sejati. Prevalensi kista yang berasal dari lesi periodontitis apikal telah dilaporkan <20%.
Laju pertumbuhan kista periradikuler biasanya lambat, sentrifugal, dan infiltratif.
Mereka tidak menunjukkan ukuran yang sangat besar, dan pasien tidak merasakan sakit,
kecuali jika ada episode eksaserbasi inflamasi akut. Lesi biasanya ditemukan selama
pemeriksaan radiografi rutin. Dalam kasus eksaserbasi, kista membesar, dengan
beberapa gejala, termasuk pembengkakan, sensitivitas ringan, mobilitas gigi, dan
perpindahan. Hasil uji sensitivitas pulpa negatif.
Karakteristik morfologi rongga kista cenderung membuat pertahanan host tidak
efektif. Keluarnya mikroorganisme yang persisten dan produk sampingannya dari dalam
lumen kistik mungkin bertanggung jawab atas persistensi inflamasi periradikuler pada
sistem saluran akar yang dirawat dengan baik.
6. Biofilm
Biofilm menyediakan perlindungan yang sesuai untuk mekanisme untuk
menghindari sistem pertahanan host. Biofilm merupakan agregat mikroba yang melekat
pada substrat organik atau anorganik dikelilingi oleh produk mikroba ekstraseluler
untuk membentuk matriks intermikroba. Mikroorganisme dalam biofilm lebih tahan
terhadap agen antimikroba dan pertahanan host daripada sel planktonik. Pemeriksaan
gigi dengan kegagalan perawatan saluran akar menunjukkan biofilm bakteri dekat
foramen apikal, dengan koloni bakteri di dalam granuloma periradikuler. Namun,
insidensi rendah (4%) dari biofilm periradikuler telah dilaporkan pada gigi dengan lesi
periradikuler yang tidak dirawat. Hal ini mungkin menjelaskan bahwa biofilm
periradikuler mungkin bertanggung jawab hanya untuk sebagian kecil kasus yang gagal.
Sebagaimana biofilm dan mikroorganisme periradikuler hampir tidak dapat diakses
melalui ruang saluran akar, pendekatan bedah untuk menghilangkan penginvasi ini
tampaknya tidak dapat dihindari.
7. Infeksi ekstraradikuler
Beberapa pemeriksaan kultur dan mikroskopis mengkonfirmasi terjadinya infeksi
ekstraradikuler pada saluran akar yang dirawat dan tidak dirawat. Dari sudut pandang
histologis, Ada dua jenis infeksi ekstraradikuler:
a. Abses periapikal akut: Ini merupakan bentuk peradangan purulen di periapex
sebagai respons keluarnya pathogen bakteri dari saluran akar. Hal ini tergantung
pada infeksi intraradikuler; oleh karena itu, infeksi ekstraradikuler akan mereda
setelah perawatan (ulang) infeksi intraradikuler dan juga respon tubuh.
b. Infeksi permukaan akar luar: Mikroorganisme seperti Actinomyces,
Propionibacterium propionicum, dan spesies Bacteroides bersarang di jaringan
periapikal dengan menempel pada permukaan akar apikal sebagai biofilm atau
dalam tubuh lesi inflamasi dalam bentuk koloni kohesif. Karena strategi perawatan
saluran akar di dalam ruang saluran akar, mikroorganisme berada di ruang
periradikuler tidak dapat menerima desinfeksi selama prosedur perawatan
endodontik non-bedah. Mereka dapat mengatasi aksi defensif sel, molekul, dan
sistem komplemen, dan menghindari eliminasi oleh fagosit, melalui imunosupresi,
mengubah lapisan antigenic mereka dan menginduksi proteolisis molekul antibodi.
Rembesan cairan jaringan periapikal kaya glikoprotein ke dalam saluran akar
merupakan sumber substrat untuk sisa mikroorganisme sehingga dapat berkembang
biak dan mencapai jumlah yang cukup untuk menginduksi lesi periradikuler.
Instrumentasi yang berlebihan harus dianggap sebagai hal lain penyebab kegagalan,
yang memindahkan dentinal debris yang terkontaminasi ke dalam ruang
periradikuler, sehingga terjadi inflamasi dan infeksi ekstraradikuler. Debris tersebut
dapat menjadi tempat berlindung bagi mikroorganisme agar terlindungi secara fisik
melawan pertahanan host, bertahan di area lesi, dan mempertahankan peradangan
periradikuler. Hal ini pada akhirnya akan mempengaruhi file penyembuhan lesi.
8. Bedah periapikal
Bedah periapikal merupakan terapi endodontik melalui pembedahan flap yang
berfokus pada pengangkatan sebagian dari akar dengan kompleksitas anatomis dan
saluran yang tidak terdebradasi saat complete seal tidak dapat dicapai melalui
pendekatan orthograde non-bedah. Hal ini dilakukan untuk mengurung mikroorganisme
saluran akar dengan menutup saluran akar secara apikal, menghilangkan bagian paling
apikal yang lebih rumit dari saluran akar, dan menghilangkan lesi periapikal untuk
evaluasi histologis lebih lanjut. Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan kondisi agar
jaringan periapikal bisa sembuh, dan apparatus perlekatan bisa beregenerasi.
Tingkat keberhasilan penyembuhan dari bedah periapikal dilaporkan berkisar dari
60% sampai 91%. Beberapa faktor mungkin mempengaruhi hasil bedah periapikal.
Retrofiling adalah faktor prognostik yang signifikan. Ada atau tidaknya bahan pengisi
ujung akar merupakan faktor penting dalam prognosis jangka panjang intervensi bedah.
Dimungkinkan untuk meningkatkan tingkat keberhasilan sebesar 10-13%,
menggunakan obturasi retrograde.
Ukuran lesi apikal merupakan faktor lain; ada tingkat penyembuhan yang jauh lebih
tinggi pada gigi dengan lesi preoperatif yang lebih kecil (<5 mm). Kualitas pengisian
sakuran akar yang ada sebelumnya memiliki dampak tersendiri. Gigi yang memiliki
pengisian akar preoperatif panjang/pendek menunjukkan tingkat penyembuhan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan gigi dengan obturasi saluran akar yang memadai. Hal
ini mungkin karena pengangkatan penyebab infeksi (bagian yang tidak terisi dari ruang
saluran akar) dan iritasi (ekstrusi pengisian akar dan debri yang terinfeksi). Lokasi gigi
juga dapat memainkan perannya. Gigi insisif lateral rahang atas memiliki kecepatan
penyembuhan tertinggi dengan pembentukan jaringan parut. Gigi premolar rahang atas
tampak menunjukkan hasil yang lebih buruk dibandingkan dengan gigi anterior. Gigi
posterior memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan dengan gigi anterior, dengan gigi
onsisif rahang bawah menunjukkan hasil yang paling tidak baik. Jumlah kehilangan
tulang alveolar dapat mempengaruhi hasil bedah juga. Hilangnya plat tulang yang cukup
besar atau tulang marjinal memiliki efek merugikan pada hasil akhir bedah periapikal.
Restorasi sementara, post, dan mahkota tiruan memberikan efek merusak pada hasil dari
bedah periradikuler.
Telah terbukti bahwa gigi yang menjalani proses perawatan konvensional sebelum
intervensi bedah periapikal menunjukkan peningkatan 24% dalam tingkat keberhasilan
dibandingkan dengan situasi di yang hanya dilakukan bedah periapikal; jika perawatan
ulang konvensional dilakukan sebelum prosedur pembedahan, tingkat keberhasilan
dapat meningkat hingga 90%. Menurut beberapa laporan, perawatan ulang bedah telah
menunjukkan tingkat kegagalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perawatan
ulang orthograde. Perawatan ulang bedah memiliki indikasi terbatas, seperti ketika
obstruksi kanal tidak dapat dihilangkan, atau risiko kerusakan mahkota atau restorasi
sangat besar dan tidak memungkinkan. Lesi periodontitis apikal dirawat dengan
pembedahan, sembuh selama 12 bulan, dengan kemajuan dan kecepatan penyembuhan
yang sebanding dengan mereka yang dirawat dengan modalitas perawatan ulang non-
bedah, ditambah tidak ada perbedaan yang signifikan pada tingkat kesembuhan dalam
jangka panjang. Lesi periapikal sembuh dengan cepat setelah bedah apikal; ini
merupakan indikasi bahwa bedah pengangkatan jaringan periapikal yang terinflamasi
secara kronis dapat mengakibatkan pembentukan bekuan darah segar, yang kemudian
membentuk jaringan granulasi, membuka jalan untuk penyembuhan yang cepat. Namun,
operasi apikal mungkin menyiratkan risiko kegagalan yang lebih tinggi. Terlepas dari
keunggulan bedah periapikal seperti proses dan kecepatan penyembuhan yang lebih
cepat, cara ini memiliki kekurangan; bedah mempengaruhi kesejahteraan pasien, dengan
pembengkakan, nyeri, dan ketidaknyamanan. Apalagi banyak letak anatomi dan struktur
yang berdekatan dapat mempengaruhi kelayakan bedah periapikal karena tidak dapat
diaksesnya atau risiko kerusakan struktur anatomi yang berdekatan. Namun,
peningkatan signifikan telah dilakukan pada prosedur bedah endodontik dalam beberapa
tahun terakhir ini berkat kemajuan teknik, peralatan, dan bahan. Mikroskop operasi gigi
meningkatkan visibilitas, memfasilitasi pemahaman yang lebih baik tentang anatomi
saluran akar, dan memungkinkan ahli bedah untuk melakukan reseksi apikal yang lebih
baik dan lebih dapat diprediksi. Saat ini, retrotips ultrasonik memungkinkan preparasi
ujung akar yang lebih konservatif dan tepat. Kemajuan ini memungkinkan ahli bedah
gigi untuk melakukan pembedahan yang lebih dapat diprediksi hasilnya dengan tingkat
keberhasilan yang lebih tinggi.
Ringkasan indikasi perawatan bedah:
1) Perawatan ulang ortograde tidak mungkin dilakukan karena berbagai alasan,
termasuk instrumen yang patah, ledge, penyumbatan, dan ketidakmampuan untuk
menghilangkan bahan obturasi saluran akar.
2) Perawatan ulang ortograde yang gagal: Bakteri hidup di daerah seperti isthmus,
percabangan, delta, iregularitas, dan tubulus dentin, dan mungkin tidak terpengaruh
oleh prosedur desinfeksi endodontik dan mungkin bertahan dari perawatan saluran
akar sebelumnya. Riwayat perawatan sebelumnya dapat membantu dokter membuat
keputusan yang lebih baik terhadap pilihan pengobatan lebih lanjut.
3) Perawatan ulang non-bedah dipertanyakan atau tidak praktis, seperti dalam kasus
restorasi koronal yang luas yang harus dikorbankan.
4) Pasien mungkin tidak menerima perawatan ulang rutin karena kendala keuangan
atau waktu.
5) Diperlukan biopsi. Untuk diagnosis banding entitas patologis, mungkin dibutuhkan
biopsi dari area periapikal. Beberapa lesi (non-) odontogenik mungkin mirip
radiolusen periapikal yang berasal dari endodontik.
Para pasien juga harus berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Dokter
harus membantu pasien bersuara keputusan dengan memberikan informasi yang
relevan. Para pasien cenderung memilih perawatan yang direkomendasikan oleh dokter.
Komunikasi yang efektif antar pasien dan dokter sebelum membuat keputusan
membantu menghindari kesalahpahaman, kekecewaan, dan litigasi. Namun, karena
rekomendasinya biasanya subjektif, ada ketidaksepakatan di antara praktisi gigi tentang
pemilihan modalitas pengobatan terbaik. Hal ini sangat penting karena modalitas
pengobatan yang direkomendasikan dan dipilih mungkin panjang, sulit, dan mahal.
Perawatan saluran akar, serta perawatan kembali, tampaknya merupakan cara yang tepat
dan hemat biaya untuk menyelamatkan gigi; Namun, ketika dibutuhkan bedah apikal
setelah kegagalan perawatan saluran akar, implan mungkin menjadi pilihan yang lebih
baik. Misalnya, pembedahan dianjurkan ketika pasien menolak prosedur perawatan
ulang yang rumit. Namun, dokter harus memberi tahu pasien tentang kemungkinan
prognosis/hasil jangka panjang yang tidak menguntungkan dari prosedur pembedahan
saja tanpa perawatan ulang. Ketika tidak ada motivasi untuk memelihara gigi,
pencabutan diikuti dengan penempatan implan atau menjaga celah untuk penempatan
implan di masa depan mungkin merupakan perawatan pilihan; alternatif lain yang valid
adalah restorasi cekat dan lepasan dan menjaga celah yang harus didiskusikan dengan
pasien.
Ada banyak perdebatan tentang pengobatan kista periapikal yang besar. Pilihan
terapeutik untuk lesi ini mencakup berbagai perawatan saluran akar konvensional
ditambah penggunaan kalsium hidroksida untuk waktu yang lama hingga modalitas
bedah berbeda. Menurut beberapa ahli endodontik, kista sejati dapat ditangani dengan
sukses hanya melalui bedah, sementara yang lain percaya bahwa tindakan perawatan
lebih lanjut harus dipertimbangkan. Perawatan endodontik tidak berhasil pada semua
kasus. Namun, beberapa radiolusen mungkin merupakan lesi penyembuhan.
Pendekatan bedah untuk mengobati lesi periapikal mungkin pendekatan bijak untuk
pengobatan kista periapikal besar di mana perawatan non-bedah dianggap tidak efektif
atau memberatkan. Radiolusensi periapikal yang besar, sebagai akibat dari nekrosis
pulpa karena infeksi yang persisten, mungkin diyakini menyulitkan perawatan saluran
akar konvensional dan dianggap sebagai kista dan membutuhkan bedah endodontik.
Namun, marsupialisasi atau dekompresi tabung mungkin merupakan modalitas
pengobatan alternatif yang tepat untuk kista besar.
Perlu ditegaskan bahwa meskipun bedah periapikal endodontik menawarkan
keberhasilan awal yang menguntungkan, ada kemungkinan kegagalan yang terlambat,
yang mungkin sebagian karena jenis bahan pengisi retrograde, metode retro-preparasi,
kualitas perawatan ortograde sebelumnya, jenis gigi, posisi, dan lokasi, dan
pengangkatan lapisan kista yang tidak lengkap.
Retreatment retrograde bedah adalah pilihan lain untuk pengobatan gigi dengan
periodontitis apikalis pasca perawatan. Harus dicatat ketika perawatan ulang ortograde
gagal memberikan hasil yang diprediksi atau tidak dapat dilakukan. Ada indikasi dan
pertimbangan serupa dengan bedah periapikal. Prosedur dapat dilakukan dengan
ultrasonic tips atau hand file untuk membersihkan dan membentuk sisa saluran yang
belum dirawat. Hasil yang menjanjikan telah dilaporkan dengan menggunakan teknik
ini.
10. Kesimpulan
Meskipun histopatologi masih menjadi standar diagnosis lesi PA, teknologi seperti
CBCT, MRI, dan ekografi menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam membedakan
granuloma dan kista, yang dapat mempengaruhi strategi pengobatan. Ada beberapa
yang pilihan perawatan baru yang tersedia untuk menghilangkan lesi periradikuler atau
meningkatkan proses penyembuhan untuk menyelamatkan gigi dengan lesi periapikal
yang persisten. Meskipun beberapa modalitas perawatan telah diusulkan untuk gigi-gigi
yang telah gagal secara endodontik, terdapat kebutuhan untuk metode yang kurang
invasif dengan hasil yang lebih dapat diprediksi. Sangat disarankan bahwa dengan
kemajuan teknologi, pendekatan invasif minimal lebih lanjut harus dipertimbangkan
untuk mengatasi masalah periodontitis apikal persisten dan kista sejati untuk
mengurangi beban pasien.
Daftar Pustaka
5. Ramachandran Nair PN. Light and electron microscopic studies of root canal
flora and periapical lesions. J Endod 1987; 13(1):29–39.
7. Cheung GS, Ho MW. Microbial flora of root canal-treated teeth associated with
asymptomatic periapical radiolucent lesions. Oral Microbiol Immu- nol 2001;
16(6):332–7.
10. de Chevigny C, Dao TT, Basrani BR, Marquis V, Farzaneh M, Abitbol S, et al.
Treatment outcome in endodontics: the Toronto study--phases 3 and 4:
orthograde retreatment. J Endod 2008; 34(2):131–7.
12. Orstavik D. Time-course and risk analyses of the development and heal- ing of
chronic apical periodontitis in man. Int Endod J 1996; 29(3):150– 5.
13. Figdor D. Apical periodontitis: a very prevalent problem. Oral Surg Oral Med
Oral Pathol Oral Radiol Endod 2002; 94(6):651–2.
18. Yu VS, Messer HH, Yee R, Shen L. Incidence and impact of painful exacer-
bations in a cohort with post-treatment persistent endodontic lesions. J Endod
2012; 38(1):41–6.
19. Chugal NM, Clive JM, Spångberg LS. Endodontic treatment outcome: ef- fect
of the permanent restoration. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol
Endod 2007; 104(4):576–82.
20. Bhaskar SN. Oral surgery-oral pathology conference No. 17, Walter Reed Army
Medical Center. Periapical lesions--types, incidence, and clinical features. Oral
Surg Oral Med Oral Pathol 1966; 21(5):657–71.
23. Natkin E, Oswald RJ, Carnes LI. The relationship of lesion size to diagnosis,
incidence, and treatment of periapical cysts and granulomas. Oral Surg Oral
Med Oral Pathol 1984; 57(1):82–94.
24. Lalonde ER. A new rationale for the management of periapical granulo- mas and
cysts: an evaluation of histopathological and radiographic find- ings. J Am Dent
Assoc 1970; 80(5):1056–9.
27. Browne RM. The origin of cholesterol in odontogenic cysts in man. Arch Oral
Biol 1971; 16(1):107–13.
28. Nair PN. New perspectives on radicular cysts: do they heal? Int Endod J 1998;
31(3):155–60.
29. Ramachandran Nair PN, Pajarola G, Schroeder HE. Types and incidence of
human periapical lesions obtained with extracted teeth. Oral Surg Oral Med Oral
Pathol Oral Radiol Endod 1996; 81(1):93–102.
30. Sjogren U, Hagglund B, Sundqvist G, Wing K. Factors affecting the long- term
results of endodontic treatment. J Endod 1990; 16(10):498–504.
31. Shear M. Cysts of the jaws: recent advances. J Oral Pathol 1985; 14(1):43– 59.
33. Hoen MM, LaBounty GL, Strittmatter EJ. Conservative treatment of per- sistent
periradicular lesions using aspiration and irrigation. J Endod 1990; 16(4):182–6.
34. Becconsall-Ryan K, Tong D, Love RM. Radiolucent inflammatory jaw le- sions:
a twenty-year analysis. Int Endod J 2010; 43(10):859–65.
35. Ricucci D, Mannocci F, Ford TR. A study of periapical lesions correlating the
presence of a radiopaque lamina with histological findings. Oral Surg Oral Med
Oral Pathol Oral Radiol Endod 2006; 101(3):389–94.
36. Cunningham CJ, Penick EC. Use of a roentgenographic contrast medium in the
differential diagnosis of periapical lesions. Oral Surg Oral Med Oral Pathol
1968; 26(1):96–102.
37. Howell FV, De la Rosa VM. Cytologic evaluation of cystic lesions of the jaws: a
new diagnostic technique. J South Calif Dent Assoc 1968; 36(4):161–6.
39. Simon JH, Enciso R, Malfaz JM, Roges R, Bailey-Perry M, Patel A. Differ-
ential diagnosis of large periapical lesions using cone-beam computed
tomography measurements and biopsy. J Endod 2006; 32(9):833–7.
40. Trope M, Pettigrew J, Petras J, Barnett F, Tronstad L. Differentiation of
radicular cyst and granulomas using computerized tomography. Endod Dent
Traumatol 1989; 5(2):69–72.
42. White SC, Pharoah MJ. Oral radiology-E-Book: Principles and interpreta- tion.
7th ed. Elsevier Health Sciences; 2014.
44. White SC. Cysts of the jaws. In: White SC, Pharoah MJ, editors. Oral Radiol-
ogy. 4th ed: Mosby, St. Louis; 2000.
46. Mascrès C, Marchand JF. Experimental apical scars in rats. Oral Surg Oral Med
Oral Pathol 1980; 50(2):164–75.
47. Rud J, Andreasen JO, Jensen JE. A follow-up study of 1,000 cases treated by
endodontic surgery. Int J Oral Surg 1972; 1(4):215–28.
48. Molven O, Halse A, Grung B. Observer strategy and the radiographic clas-
sification of healing after endodontic surgery. Int J Oral Maxillofac Surg 1987;
16(4):432–9.
49. Molven O, Halse A, Grung B. Incomplete healing (scar tissue) after peri- apical
surgery--radiographic findings 8 to 12 years after treatment. J En- dod 1996;
22(5):264–8.
50. Rud J, Andreasen JO, Jensen JE. Radiographic criteria for the assessment of
healing after endodontic surgery. Int J Oral Surg 1972; 1(4):195–214.
51. Parsa A, Ibrahim N, Hassan B, Motroni A, van der Stelt P, Wismeijer D. In-
fluence of cone beam CT scanning parameters on grey value measure- ments at
an implant site. Dentomaxillofac Radiol 2013; 42(3):79884780.
52. Guo J, Simon JH, Sedghizadeh P, Soliman ON, Chapman T, Enciso R. Eval-
uation of the reliability and accuracy of using cone-beam computed tomography
for diagnosing periapical cysts from granulomas. J Endod 2013; 39(12):1485–
90.
55. Estrela C, Bueno MR, Azevedo BC, Azevedo JR, Pécora JD. A new periapi- cal
index based on cone beam computed tomography. J Endod 2008; 34(11):1325–
31.
59. Ludlow JB, Davies-Ludlow LE, Brooks SL, Howerton WB. Dosimetry of 3
CBCT devices for oral and maxillofacial radiology: CB Mercuray, NewTom 3G
and i-CAT. Dentomaxillofac Radiol 2006; 35(4):219–26.
60. Katsumata A, Hirukawa A, Noujeim M, Okumura S, Naitoh M, Fujishita M, et
al. Image artifact in dental cone-beam CT. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral
Radiol Endod 2006; 101(5):652–7.
61. Rosenberg PA, Frisbie J, Lee J, Lee K, Frommer H, Kottal S, et al. Evaluation of
pathologists (histopathology) and radiologists (cone beam computed
tomography) differentiating radicular cysts from granulomas. J Endod 2010;
36(3):423–8.
66. Idiyatullin D, Corum C, Moeller S, Prasad HS, Garwood M, Nixdorf DR. Dental
magnetic resonance imaging: making the invisible visible. J En- dod 2011;
37(6):745–52.
67. Geibel MA, Schreiber E, Bracher AK, Hell E, Ulrici J, Sailer LK, et al. Charac-
terisation of apical bone lesions: Comparison of MRI and CBCT with his-
tological findings - a case series. Eur J Oral Implantol 2017; 10(2):197–211.
68. Juerchott A, Pfefferle T, Flechtenmacher C, Mente J, Bendszus M, Heiland S, et
al. Differentiation of periapical granulomas and cysts by using dental MRI: a
pilot study. Int J Oral Sci 2018; 10(2):17.
70. Geibel MA, Schreiber ES, Bracher AK, Hell E, Ulrici J, Sailer LK, et al. As-
sessment of apical periodontitis by MRI: a feasibility study. Rofo 2015;
187(4):269–75.
71. Kim EY, Kim HJ, Chung SK, Dhong HJ, Kim HY, Yim YJ, et al. Sinonasal or-
ganized hematoma: CT and MR imaging findings. AJNR Am J Neuroradiol
2008; 29(6):1204–8.
72. Schellinger PD, Meinck HM, Thron A. Diagnostic accuracy of MRI com- pared
to CCT in patients with brain metastases. J Neurooncol 1999; 44(3):275–81.
74. Drăgan OC, Fărcăşanu AŞ, Câmpian RS, Turcu RV. Human tooth and root canal
morphology reconstruction using magnetic resonance imaging. Clujul Med
2016; 89(1):137–42.
75. Assaf AT, Zrnc TA, Remus CC, Schönfeld M, Habermann CR, Riecke B, et al.
Evaluation of four different optimized magnetic-resonance-imaging sequences
for visualization of dental and maxillo-mandibular structures at 3 T. J
Craniomaxillofac Surg 2014; 42(7):1356–63.
76. Auer LM, van Velthoven V. Intraoperative ultrasound (US) imaging. Com-
parison of pathomorphological findings in US and CT. Acta Neurochir (Wien)
1990; 104(3-4):84–95.
77. Cotti E, Campisi G, Garau V, Puddu G. A new technique for the study of
periapical bone lesions: ultrasound real time imaging. Int Endod J 2002;
35(2):148–52.
78. Raghav N, Reddy SS, Giridhar AG, Murthy S, Yashodha Devi BK, et al. Com-
parison of the efficacy of conventional radiography, digital radiography, and
ultrasound in diagnosing periapical lesions. Oral Surg Oral Med Oral Pathol
Oral Radiol Endod 2010; 110(3):379–85.
80. Schilder H. Cleaning and shaping the root canal. Dent Clin North Am 1974;
18(2):269–96.
81. Ashley M, Harris I. The assessment of the endodontically treated tooth. Dent
Update 2001; 28(5):247–52.
82. Torabinejad M, Anderson P, Bader J, Brown LJ, Chen LH, Goodacre CJ, et al.
Outcomes of root canal treatment and restoration, implant-support- ed single
crowns, fixed partial dentures, and extraction without replace- ment: a
systematic review. J Prosthet Dent 2007; 98(4):285–311.
83. de Chevigny C, Dao TT, Basrani BR, Marquis V, Farzaneh M, Abitbol S, et al.
Treatment outcome in endodontics: the Toronto study--phase 4: initial treatment.
J Endod 2008; 34(3):258–63.
87. Vire DE. Failure of endodontically treated teeth: classification and evalua- tion.
J Endod 1991; 17(7):338–42.
89. Nair PN. On the causes of persistent apical periodontitis: a review. Int En- dod J
2006; 39(4):249–81.
90. Lin LM, Skribner JE, Gaengler P. Factors associated with endodontic treat- ment
failures. J Endod 1992; 18(12):625–7.
91. Engstrom B. Correlation of positive cultures with the prognosis for root canal
therapy. Odontol. Rev 1964; 15(3):257–70.
92. Lopes HP, Siqueira Jr JF. Endodontia: biologia e técnica. Brasil: Elsevier; 2015.
93. Nair PN, Sjögren U, Krey G, Kahnberg KE, Sundqvist G. Intraradicular bacteria
and fungi in root-filled, asymptomatic human teeth with thera- py-resistant
periapical lesions: a long-term light and electron microscop- ic follow-up study.
J Endod 1990; 16(12):580–8.
94. Peters OA, Barbakow F, Peters CI. An analysis of endodontic treatment with
three nickel-titanium rotary root canal preparation techniques. Int Endod J 2004;
37(12):849–59.
95. Kersten HW, Wesselink PR, Thoden van Velzen SK. The diagnostic reliability
of the buccal radiograph after root canal filling. Int Endod J 1987; 20(1):20–4.
96. Siqueira JF Jr, de Uzeda M. Disinfection by calcium hydroxide pastes of
dentinal tubules infected with two obligate and one facultative anaero-
96. bic bacteria. J Endod 1996; 22(12):674–6.97. Gillen BM, Looney SW, Gu LS,
Loushine BA, Weller RN, Loushine RJ, et al.
97. Impact of the quality of coronal restoration versus the quality of root ca- nal
fillings on success of root canal treatment: a systematic review and meta-
analysis. J Endod 2011; 37(7):895–902.
99. Touré B, Faye B, Kane AW, Lo CM, Niang B, Boucher Y. Analysis of reasons
for extraction of endodontically treated teeth: a prospective study. J En- dod
2011; 37(11):1512–5.
100. Ruiz XF, Duran-Sindreu F, Shemesh H, García Font M, Vallés M, Roig Cayón
M, et al. Development of Periapical Lesions in Endodontically Treated Teeth
with and without Periodontal Involvement: A Retrospective Co- hort Study. J
Endod 2017; 43(8):1246–9.
101. Iqbal MK, Johansson AA, Akeel RF, Bergenholtz A, Omar R. A retrospective
analysis of factors associated with the periapical status of restored, end-
odontically treated teeth. Int J Prosthodont 2003; 16(1):31–8.
103. Iwaku M, Hoshino E, Kota K. Lesion sterilization and tissue repair (LSTR)
therapy: new pulpal treatment. How to conserve infected pulps. Tokyo, Japan:
Nihon-Shika-Hyoron; 1996.
104. Austin JH, Taylor HD. Behavior of hypochlorite and of chloramine-T solu- tions
in contact with necrotic and normal tissues in vivo. J Exp Med 1918; 27(5):627–
33.
105. Valera MC, Silva KC, Maekawa LE, Carvalho CA, Koga-Ito CY, Camargo CH,
et al. Antimicrobial activity of sodium hypochlorite associated with intracanal
medication for Candida albicans and Enterococcus faecalis in- oculated in root
canals. J Appl Oral Sci 2009; 17(6):555–9.
106. Naenni N, Thoma K, Zehnder M. Soft tissue dissolution capacity of cur- rently
used and potential endodontic irrigants. J Endod 2004; 30(11):785– 7.
110. Ingham HR, Selkon JB, Hale JH. The antibacterial activity of netronida- zole. J
Antimicrob Chemother 1975; 1(4):355–61.
116. Bhaskar SN. Nonsurgical resolution of radicular cysts. Oral Surg Oral Med Oral
Pathol 1972; 34(3):458–8.
117. Bender IB. A commentary on General Bhaskar's hypothesis. Oral Surg Oral Med
Oral Pathol 1972; 34(3):469–76.
119. Siqueira Jr JF. Reaction of periradicular tissues to root canal treatment: benefits
and drawbacks. Endod Topics 2005; 10(1):123–47.
121. Rud J, Andreasen JO. A study of failures after endodontic surgery by ra-
diographic, histologic and stereomicroscopic methods. Int J Oral Surg 1972;
1(6):311–28.
123. Baumgartner JC, Falkler WA Jr. Reactivity of IgG from explant cultures of
periapical lesions with implicated microorganisms. J Endod 1991; 17(5):207–12.
128. Sigurdsson A, Garland RW, Le KT, Woo SM. 12-month Healing Rates after
Endodontic Therapy Using the Novel GentleWave System: A Prospective
Multicenter Clinical Study. J Endod 2016; 42(7):1040–8.
131. Sundqvist G, Reuterving CO. Isolation of Actinomyces israelii from peri- apical
lesion. J Endod 1980; 6(6):602–6.
132. Nair PN, Sjögren U, Krey G, Sundqvist G. Therapy-resistant foreign body giant
cell granuloma at the periapex of a root-filled human tooth. J En- dod 1990;
16(12):589–95.
136. Nair PN. Cholesterol as an aetiological agent in endodontic failures--a re- view.
Aust Endod J 1999; 25(1):19–26.
137. Koppang HS, Koppang R, Solheim T, Aarnes H, Stølen SO. Cellulose fibers
from endodontic paper points as an etiological factor in postendodontic
periapical granulomas and cysts. J Endod 1989; 15(8):369–72.
138. Love RM, Firth N. Histopathological profile of surgically removed per- sistent
periapical radiolucent lesions of endodontic origin. Int Endod J 2009;
42(3):198–202.
139. Strindberg LZ. The dependence of the results of pulp therapy on certain factors-
an analytical study based on radiographic and clinical follow-up examination.
Acta Odontol Scand 1956; 14:1–175.
140. Murazabal M, Erausquin J, Devoto FH. A study of periapical overfill- ing root
canal treatment in the molar of the rat. Arch Oral Biol 1966; 11(4):373–83.
141. Barbosa SV, Araki K, Spångberg LS. Cytotoxicity of some modified root canal
sealers and their leachable components. Oral Surg Oral Med Oral Pathol 1993;
75(3):357–61.
142. Sjögren U, Sundqvist G, Nair PN. Tissue reaction to gutta-percha parti- cles of
various sizes when implanted subcutaneously in guinea pigs. Eur J Oral Sci
1995; 103(5):313–21.
143. Lin LM, Huang GT, Rosenberg PA. Proliferation of epithelial cell rests,
formation of apical cysts, and regression of apical cysts after periapical wound
healing. J Endod 2007; 33(8):908–16.
144. Lalonde ER, Luebke RG. The frequency and distribution of periapical cysts and
granulomas. An evaluation of 800 specimens. Oral Surg Oral Med Oral Pathol
1968; 25(6):861–8.
145. Simon JH. Incidence of periapical cysts in relation to the root canal. J En- dod
1980; 6(11):845–8.
146. Lin LM, Ricucci D, Lin J, Rosenberg PA. Nonsurgical root canal therapy of
large cyst-like inflammatory periapical lesions and inflammatory apical cysts. J
Endod 2009; 35(5):607–15.
148. Tek M, Metin M, Sener I, Bereket C, Tokac M, Kazancioglu HO, et al. The
predominant bacteria isolated from radicular cysts. Head Face Med 2013; 9:25.
149. 149. Nainani P, Sidhu GK. Radicular Cyst –An Update with emphasis on Patho-
genesis. J Adv Med Dent Scie Res 2014; 2(3):97–101.
150. Costerton JW, Cheng KJ, Geesey GG, Ladd TI, Nickel JC, Dasgupta M, et al.
Bacterial biofilms in nature and disease. Annu Rev Microbiol 1987; 41:435–64.
151. Siqueira Junior JF, Lopes HP. Periradicular biofilm: structure, implication in the
endodontic failure, and treatment strategies. Rev Paul Odontol 1998; 20(6):4–6,
8.
152. Gilbert P, Das J, Foley I. Biofilm susceptibility to antimicrobials. Adv Dent Res
1997; 11(1):160–7.
153. Tronstad L, Barnett F, Cervone F. Periapical bacterial plaque in teeth re- fractory
to endodontic treatment. Endod Dent Traumatol 1990; 6(2):73– 7.
154. Siqueira JF Jr, Lopes HP. Bacteria on the apical root surfaces of untreated teeth
with periradicular lesions: a scanning electron microscopy study. Int Endod J
2001; 34(3):216–20.
156. Siqueira JF Jr, Rôças IN, Souto R, de Uzeda M, Colombo AP. Actinomyces
species, streptococci, and Enterococcus faecalis in primary root canal in-
fections. J Endod 2002; 28(3):168–72.
158. Arnold M, Ricucci D, Siqueira JF Jr. Infection in a complex network of api- cal
ramifications as the cause of persistent apical periodontitis: a case report. J
Endod 2013; 39(9):1179–84.
160. Signoretti FG, Endo MS, Gomes BP, Montagner F, Tosello FB, Jacinto RC.
Persistent extraradicular infection in root-filled asymptomatic human tooth:
scanning electron microscopic analysis and microbial investiga- tion after apical
microsurgery. J Endod 2011; 37(12):1696–700.
161. Siqueira JF Jr. Aetiology of root canal treatment failure: why well-treated teeth
can fail. Int Endod J 2001; 34(1):1–10.
164. Hirsch JM, Ahlström U, Henrikson PA, Heyden G, Peterson LE. Periapical
surgery. Int J Oral Surg 1979; 8(3):173–85.
167. Rapp EL, Brown CE Jr, Newton CW. An analysis of success and failure of
apicoectomies. J Endod 1991; 17(10):508–12.
171. Rud J, Andreasen JO, Jensen JF. A multivariate analysis of the influence of
various factors upon healing after endodontic surgery. Int J Oral Surg 1972;
1(5):258–71.
173. Rud J, Munksgaard EC, Andreasen JO, Rud V, Asmussen E. Retrograde root
filling with composite and a dentin-bonding agent. 1. Endod Dent Traumatol
1991; 7(3):118–25.
174. Skoglund A, Persson G. A follow-up study of apicoectomized teeth with total
loss of the buccal bone plate. Oral Surg Oral Med Oral Pathol 1985; 59(1):78–
81.
177. Frank AL, Glick DH, Patterson SS, Weine FS. Long-term evaluation of sur-
gically placed amalgam fillings. J Endod 1992; 18(8):391–8.
181. Gray GJ, Hatton JF, Holtzmann DJ, Jenkins DB, Nielsen CJ. Quality of root-
end preparations using ultrasonic and rotary instrumentation in cadav- ers. J
Endod 2000; 26(5):281–3.
184. Foster KH, Harrison E. Effect of presentation bias on selection of treat- ment
option for failed endodontic therapy. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral
Radiol Endod 2008; 106(5):e36–9.
185. Aryanpour S, Van Nieuwenhuysen JP, D'Hoore W. Endodontic retreat- ment
decisions: no consensus. Int Endod J 2000; 33(3):208–18.
186. Kvist T, Reit C. The perceived benefit of endodontic retreatment. Int En- dod J
2002; 35(4):359–65.
187. Pennington MW, Vernazza CR, Shackley P, Armstrong NT, Whitworth JM,
Steele JG. Evaluation of the cost-effectiveness of root canal treatment using
conventional approaches versus replacement with an implant. Int Endod J 2009;
42(10):874–83.
188. Gallego Romero D, Torres Lagares D, GarcIa Calderón M, Romero Ruiz MM,
Infante Cossio P, Gutiérrez Pérez JL. Differential diagnosis and ther- apeutic
approach to periapical cysts in daily dental practice. Med Oral 2002; 7(1):54–8;
59–2.
191. Jonasson P, Ragnarsson MF. Surgical endodontic retreatment. Clin Dent Rev
2018; 2(1):17.
192. Reit C, Hirsch J. Surgical endodontic retreatment. Int Endod J 1986; 19(3):107–
12.
193. Jonasson P, Reit C, Kvist T. A preliminary study on the technical feasibil- ity
and outcome of retrograde root canal treatment. Int Endod J 2008; 41(9):807–13.
194. Freedland JB. Conservative reduction of large periapical lesions. Oral Surg Oral
Med Oral Pathol 1970; 29(3):455–64.
195. Neaverth EJ, Burg HA. Decompression of large periapical cystic lesions. J
Endod 1982; 8(4):175–82.
199. Martin SA. Conventional endodontic therapy of upper central inci- sor combined
with cyst decompression: a case report. J Endod 2007; 33(6):753–7.
200. Gardner AF. A survey of odontogenic cysts and their relationship to squa- mous
cell carcinoma. Dent J 1975; 41(3):161–7.
201. Schneider LC. Incidence of epithelial atypia in radicular cysts: a prelimi- nary
investigation. J Oral Surg 1977; 35(5):370–4.
203. periapical lesions--3 case reports. J Can Dent Assoc 2004; 70(10):691–4. 204.
Walker TL, Davis MS. Treatment of large periapical lesions using cannuli-
204. zation through the involved teeth. J Endod 1984; 10(5):215–20.205. Saghiri MA,
Saghiri AM. In Memoriam: Dr. Hajar Afsar Lajevardi MD, MSc,