Anda di halaman 1dari 12

Judul Asli : Guided Endodontics: a novel treatment approach for

teeth with pulp calcification and apical pathology


Penulis : John Wiley & Sons Ltd
Sumber : Dental Traumatology 2016

GUIDED ENDODONTICS : PENDEKATAN PERAWATAN JENIS BARU


UNTUK GIGI DENGAN SALURAN PULPA YANG TERKALSIFIKASI
DAN PATOLOGI APIKAL

Abstrak
Tujuan: untuk mempresentasikan pendekatan perawatan jenis baru untuk gigi
dengan saluran pulpa yang terkalsifikasi (PCC) yang memerlukan perawatan
saluran akar. Kasus: pasien laki-laki, 15 tahun memiliki keluhan sakit pada gigi
insisivus kanan atas. Gigi tersebut menunjukkan gejala adanya periodontitis
apical. Karena adanya PCC, lokasi saluran akar sulit diakses dan rentan terhadap
perforasi. Dilakukan pemeriksaan menggunakan cone beam computen
tomography (CBCT) dan pemindaian permukaan introral dan dicocokkan
menggunakan perangkat lunak untuk rencana implant virtual. Setelah perencanaan
lokasi pengeburan untuk saluran akar, didisain suatu virtual template dan
kemudian data tersebut diexport sebagai file STL untuk kemudian dikirimkan ke
printer 3D untuk pembuatan template tersebut. Template tersebut kemudian
diletakkan diatas gigi anterior maksila. Bur khusus digunakan untuk
mempenetrasi bagian yang rusak dari saluran akar dan untuk memperoleh akses
yang seminimal mungkin menginvasi bagian apikal. Saluran akar dapat diakses
dengan jarak 9 mm dari apeks. Preparasi saluran akar yang lebih lanjut dilakukan
menggunakan endodontic rotaty instrumentation system. Setelah perawatan
selama 4 minggu, saluran akar diisi dengan gutta-percha yang dikondensasi
secara vertikal menggunakan sealer epoxy. Kavitas kemudian direstorasi
menggunakan material komposit. Setelah 15 bulan, pasien tidak merasakan
keluhan apapun dan tidak merasakan saat perkusi. Radiografi menunjukkan tidak
adanya patologi apikal. Kesimpulan: metode guided endodontic yang
dipresentasikan dirasa aman dan merupakan metode yang memungkinkan secara
klinis untuk menentukan lokasi dari saluran akar dan menghindari perforasi akar
pada gigi yang mengalami PCC.

Hal tersebut telah didokumentasikan dengan baik bahwa cedera luksasi


memengaruhi kedua hal yaitu periodonsium dan pulpa. Kerusakan jaringan pulpa
bervariasi berdasarkan intensitas cedera dan tahap dari perkembangan akar.
Trauma fisik yang lebih lanjut dapat menyebabkan rupturnya seluruh atau
sebagian atau renggangnya suplai neurovascular ke pulpa pada foramen apikal.
Dengan demikian, nekrosis pulpa merupakan hal yang sering terjadi, terutama
pada gigi dengan formasi akar yang lengkap.
Pada gigi immature dapat terjadi revaskularisasi dan reinnervasi jika tidak ada
infeksi, dan jika ukuran foramen apikal cukup besar untuk pertumbuhan vascular.
Jika proses revaskularisasi sukses atau pada kasus dengan cedera ringan
dengan pulpa yang masih bertahan setelah trauma, dapat terjadi perubahan pulpa
yang regresif dan dapat menghasilkan aposisi dari jaringan keras yang baru pada
saluran akar.
Proses ini biasanya mulai dalam porsi koronal dari saluran akar dan kemudian
diikuti dengan adanya penyempitan bertahap dari ruang pulpa.
Frekuensi tertinggi dari PCC pada gigi immature terjadi antara luksasi lateral
(71%) kemudia diikuti dengan ekstrusi (61%). Pada kasus-kasus intrusi, nekrosis
pulpa merupakan komplikasi penyembuhan yang utama. PCC dianggap sebagai
tanda dari penyembuhan pulpa dan tidak melibatkan intervensi endodontik—tanpa
memerhatikan hasil dari tes sensitivitas pulpa.
Dari sudut pandang estetik, diskolorasi mahkota menjadi kuning, yang sering
dikaitkan dengan PCC, dapat dirawat dengan bleaching eksternal atau veneer.
Pada fase inisial dari PCC, terutama selama 3 tahun pertama, patologi apikal
jarang terjadi. Bagaimanapun, perkembangan dari nekrosis pulpa dan perubahan
periapical dapat terjadi sebagai komplikasi setelah beberapa tahun tanpa adanya
gejala. Nekrosis pulpa sekunder setelah PCC dapat terindikasi karena adanya lesi
tulang periapikal pada 7-27% kasus dan dapat meningkat dengan periode
observasi yang lebih panjang.
Pada gigi dengan radiografi yang menunjukkan lesi periapikal, diindikasikan
untuk dilakukan perawatan saluran akar. Bagaimanapun, pada gigi dengan PCC,
hal tersebut merupakan suatu tantangan. Meskipun pemeriksaan histologis pada
gigi dengan PCC biasanya menunjukkan adanya penyempitan saluran akar dan
meskipun perbedaan morfologik antara jaringan keras terbentuk setelah cedera
dan normalnya adanya pembentukan dentin, menentukan lokasi yang benar dari
saluran akar merupakan hal yang sulit. Pada kasus ini direkomendasikan
penggunaan mikroskop. Namun, hilangnya struktur gigi yang berlebihan dan
tingginya risiko perforasi dapat sangat merusak prognosis dari gigi tersebut.
Laporan kasus ini menjelaskan metode baru untuk menentukan lokasi saluran
akar yang rusak pada gigi dengan PCC dan patologi periapikal.

Laporan Kasus
Pasien laki-laki, 15 tahun, pada Januari 2014 dengan keluhan rasa sakit pada
gigi insisivus sentral kanan atas. Pasien memiliki riwayat trauma 7 tahun yang
lalu pada regio anterior rahang atas.
Pemeriksaan klinis menunjukkan adanya sedikit diskolorasi pada gigi insisivus
sentral kanan atas (Gambar 1). Pada pemeriksaan perkusi timbul sedikit rasa sakit
dan terdapat respon yang negatif pada tes termal. Radiografi periapikal
menunjukkan adanya kamar pulpa dan saluran pulpa yang cukup rusak (Gambar
2). Daerah periapikal dari gigi 11 sulit untuk diinterpretasi. Dilakukan
pemeriksaan CBCT untuk mendapatkan gambaran yang lebih detail pada daerah
periapikal. CBCT (Morita Accuitomo 80; J. Morita Mfg. Corp., Irvine, CA, USA)
menunjukkan tanda periodontitis apikal yang jelas. Pengukuran panjang gigi dari
incisal edge ke apeks secara radiografi sekitar 24.4 mm. Saluran akar hanya
terlihat sepertiga apikal dari akar pada jarak sekitar 7.7 mm dari apeks (Gambar
3).
Gambar 1. Terdapat sedikit diskolorasi dari gigi insisivus sentral kanan rahang atas
karena trauma sekunder

Gambar 2. Radiografi dari gigi yang sama menujukkan PCC yang hamper menyeluruh
dan ruang ligamen periodontal yang melebar pada periapeks.

Gambar 3. CBCT menunjukkan adanya periodontitis apikal dan PCC. Saluran akar
terlihat pada bagian apikal dari akar.

Untuk mendapatkan lokasi dari saluran akar pada sepertiga apikal, digunakan
template 3D yang sudah dicetak. Untuk fabrikasi, dilakukan langkah-langkah
selanjutnya.
Dilakukan pemindaian intra-oral (iTero, Align Technology Inc., San Jose, CA,
USA) dan diunggah ke perangkat lunak untuk rencana implant virtual
(coDiagnostiXTM Version 9.2; Dental Wings Inc., Montreal, Canada). Setelah
pengunggahan tambahan dari CBCT, kedua CBCT dan permukaan yang dipindai
dicocokkan berdasarkan struktur yang terlihat secara radiografi, contohnya gigi
pasien. Bur, yang digunakan, untuk guided endodontics (Drill for Tempimplants,
Ref.: 80381; Institut Straumann, Basel, Switzerland) dengan total panjang 37 mm,
panjang kerja 18.5 mm dan diameter 1.5 mm (Gambar 4) didisain secara virtual
dengan menerapkan implant designer tool dari perangkat lunak coDiagnostiX dan
secara virtual superimpose pada saluran akar. Axis bur diarahkan sedemikian rupa
hingga ujung bur dapat mencapai apeks yang terlihat secara radiografis (Gambar
5). Setelah perencanaan posisi bur, virtual template didisain dengan
mengaplikasikan perangkat disain dari perangkat lunak CODIAGNOSTIX
(Gambar 6). Seperti untuk bur, lengan pemandu (diameter eksternal 2.8 mm,
diameter internal 1.5 mm dan panjang 6 mm) telah disesuaikan karena perangkat
lunak dan secara virtual tergabung dalam pererncanaan sebelumnya pada
pembuatan template.
Virtual template diekspor sebagai data STL dan dikirim ke printer 3D (Objet
Eden 260 V, Material: MED610, Stratasys Ltd., Minneapolis, MN, USA).
Teknologi computerized numerical control (CNC) digunakan untuk membuat
lengan yang telah didisain, yang telah terintegrasi dengan template yang telah
dicetak untuk memandu bur selama preparasi kavitas (Gambar 7).
Perawatan saluran akar dimulai tanpa anestesi dan dengan penggunaan rubber
dam. Template diposisikan pada gigi anterior maksila dan ketepatannya diperiksa
(Gambar 8). Suatu penanda ditempatkan melalui lengan template untuk
mengindikasikan regio yang tepat dari akses kavitas endodontik. Pada kasus ini,
kavitas kavitas diperluas sampai ke incisal edge untuk mendapatkan akses yang
lurus, paralel dengan sumbu panjang gigi. Enamel dihilangkan pada daerah ini
menggunakan bur diamond sampai dentin terekspos.
Kemudian, digunakan bur spesifik pada RPM 10000 dengan gerakan
memompa untuk menembus bagian yang terkalsifikasi dari saluran akar dan
mencapai akses ke regio apikal. Bur dibersihkan secara rutin dari debris selama
preparasi. Dilakukan irigasi dengan sodium hypoclorite 1%. Setelah mendapatkan
kedalaman 2 mm, digunakan K-file 10 untuk memeriksa apakah saluran akar
dapat diakses. Hal tersebut dapat diakses pada jarak 9 mm dari apeks, sekitar 1
mm sebelum mencapai target point apikal. Dengan menggunakan teknik yang
telah dijelaskan, lokasi dari saluran akar dan akses ke apeks dapat dicapai kurang
dari 5 menit (Gambar 9).
Penentuan panjang kerja didapatkan dengan menggunakan kombinasi dari
apex locator (Raypex 5, VDW, Munich, Germany) dan radiografi (Gambar 10).
Preparasi saluran akar menggunakan endodontic rotary instrumentation system
(Mtwo, VDW, Munich, Germany) sampai file 50/.04. Digunakan sodium
hypoclorite 1% untuk irigasi. Setelah saluran akar dikeringkan menggunakan
paper points, digunakan dressing calcium hydroxide setiap kunjungan (Ultracal
XS; Ultradent Products Inc., South Jordan, UT, USA). Akses kavitas ditutup
menggunakan CavitTM (3M ESPE, Seefeld, Germany). Setelah 4 minggu, saluran
akar diisi dengan gutta-percha yang dikondensasi secara vertikal (BeeFill, VDW,
Munich, Germany) menggunakan sealer epoxy (AH plus, De Trey, Konstanz,
Germany). Obturasi bahan dikurangi 1 mm dibawah CEJ. Akses kavitas
dibersihkan dan direstorasi dengan bahan komposit (Filtek Supreme XTE, 3M
ESPE, Seefeld, Germany) dengan agen bonding multistep (FL, Kerr, Orange, CA,
USA).
Setelah pengisian saluran akar (Gambar 11), pasien tidak merasakan adanya
gejala secara klinis dan tidak ada rasa sakit pada saat perkusi. Lima belas bulan
setelah perawatan, pasien tetap tidak mengeluhkan adanya rasa sakit. Tidak ada
sensitivitas saat perkusi, dan kedalaman probing pada semua daerah < 3mm.
Radiografi tidak menunjukkan adanya patologi apikal (Gambar 12).

Gambar 4. Bur khusus digunakan untuk mengetahui letak saluran akar.


Gambar 5. Bur secara virtual superimpose dengan saluran akar pada perangkat lunak
untuk perencanaan perawatan.

Gambar 6. Template yang telah didisain secara virtual.

Gambar 7. Template yang telah dicetak meliputi lengan metal.

Gambar 8. Template ditempatkan pada gigi-gigi maksila untuk mengecek


ketepatannya.

Gambar 9. Akses kavitas endodontik setelah didapatkan lokasi saluran akar.


Gambar 10. Radiografi kontrol dengan silver cone pada saluran akar.

Gambar 11. Pemeriksaan radiografi postoperative.

Gambar 12. Radiografi periapikal setelah 15 bulan. Tidak menunjukkan adanya


gambaran radiolusen pada periapikal.

Diskusi
Laporan kasus ini mendeskripsikan mengenai metode baru untuk memfasilitasi
perawatan saluran akar pada gigi dengan PCC dan periodontitis. Kasus-kasus
tersebut secara radiografis tidak terlihat saluran akarnya termasuk dalam kasus
dengan tingkat kesulitan tertinggi menurut America Association of Endodontics
karena adanya fakta bahwa perkiraan hasil dari perawatan tersebut belum tentu
baik meskipun dilakukan oleh dokter gigi yang sangat berpengalaman. Dengan
mempertimbangkan hal tersebut, seperempat gigi dengan post-traumatic PCC
dapat berkembang menjadi patologi apikal dalam jangka waktu panjang, sehingga
membutuhkan intervensi endodontikk, topik ini memiliki relevansi klinis yang
tinggi.
Pada pandangan pertama, pendeketan yang ada terlihat jauh dari rutinitas
sehari-hari. Pengeluaran memerlukan perencanaan 3-dimensi dan fabrikasi dari
template juga cukup tinggi. Bagaimanapun, lamanya perawatan di dental untuk
perawatan saluran akar dapat dikurangi, dan perforasi juga dapat dihindari.
Keuntungan-keuntungan tersebut merupakan hal yang dapat membuat
peningkatan biaya. Dibandingkan dengan biaya terapi yang diperlukan lebih lanjut
jila perawatan endodontik konvensional gagal dan menyebabkan kehilangan gigi,
pendeketan seperti pada kasus ini dapat merupajan intervensi dengan keefektifan
biaya.
Dengan mempertimbangkan digitalisasi kedokteran gigi yang cepat
berkembang selama beberapa tahun belakangan ini, kemungkinan
mengombinasikan informasi yang didapat dari CBCT dan cetakan digital akan
menjadi standar pada masa yang akan datang. Dengan demikian, menyediakan
alur kerja terapi yang layak seperti itu harus dilakukan dari sekarang, terdapat
peluang realistis untuk mengimplementasi pendeketan perawatan ini pada praktik
rutin sehari-hari.
Bagaimanapun, intervensi endodontik dibatasi terutama pada gigi-gigi anterior
karena aksesibilitas idealnya untuk guided template.
Pada implantology, teknik guided surgery telah diterima oleh kalangan luas.
Template dapat difabrikasi secara manual di laboratorium dental atau difabrikasi
dengan cara stereolithography. Kedua tipe tersebut memerlukan template
radografi sebelumnya untuk akuisisi CBCT. Bagaimanapun, perkembangan
terbaru memperbolehkan penyesuaian pemindaian permukaan dengan data CBCT
untuk pembuatan virtual template dan produksi dengan menggunakan printer 3D.
berdasarkan tingkat akurasi yang tinggi dari template yang sudah dicetak dan
perluasan fleksibilitas, teknologi ini tampak sangat menjanjikan.
Pada dental traumatology dan endodontology, prosedur guided merupakan hal
yang baru. Penelitian in vitro baru dilakukan oleh kelompok kerja kami yang
menunjukkan guided lokasi dari saluran akar. Dengan mean deviasi dari target
point apikal mulai dari 0.17 sampai 0.47 mm untuk aspek-aspek yang berbeda,
pendekatan guided yang ada membuktikan bahwa hal tersebut memiliki akurasi
yang cukup baik untuk melakukan metode perawatan yang aman pada gigi dengan
metamorphosis kalsifikasi dan periodontitis apikal. Dengan demikian, teknik yang
ada dapat memfasilitasi perawatan endodontik dengan kasus-kasus yang sulit
untuk operator yang berpengalaman dengan menyediakan konservasi maksimal
dari struktur koronal gigi, dengan mengurangi risiko dari perforasi akar dan waktu
perawatan di dental chair.
Satu hal yang membatasi dari pendeketan ini yaitu hilangnya struktur dan
modifikasi dari geometri saluran akar natural berdasarkan dimensi dari bur. Untuk
memungkinkan preparasi guided, akses ke saluran akar yang lurus merupakan hal
yang wajib. Pada kasus ini, akses kavitas harus diperluas sampai ke incisal edge.
Kehilangan dari jaringan keras sebanding dengan preparasi postspace dan dapat
merusak stabilitas dari akar, dengan demikian membuat gigi lebih rentan terhadap
fraktur. Bagaimanapun, dapat terjadi kehilangan struktur yang lebih banyak jika
perawatan saluran akar dilakukan tanpa guidance meski dilakukan dibawah
operating microscope. Selanjutnya, seperti yang terlihat pada laporan kasus ini,
bukan merupakan hal yang penting untuk mencapai endpoint yang telah
ditentukan secara virtual dengan bur. Sebagai gantinya, instrument saluran akar
dapat digunakan pada kedalaman tertentu untuk memeriksa apakah saluran akar
dapat diakses pada point tersebut untuk mengurangi kehilangan struktur gigi yang
lebih lanjut. Pada kasus ini, saluran akar dapat diakses dengan K-file ukuran 10
pada kedalaman 9 mm dari apeks. Dengan demikian, preparasi dengan bur khusus
dengan diameter 1.5 mm dapat diberhentikan pada point tersebut dan preparasi
saluran akar dapat dilakukan menggunakan rotary files konvensional. Bentuk
akhir dari saluran akar yang telah dipreparasi tidak dapat dianggap terlalu
berlebihan pada gigi insisivus sentral pasien muda. Dengan perkembangan lebih
lanjut dan miniaturisasi dari bur preparasi dan lengan yang sesuai, dapat
mengurangi kehilangan struktur dan membuat teknik guided endodontic cocok
bahkan untuk insisivus rahang bawah.
Kekurangan potensial lainnya dari penggunaan bur untuk penentuan lokasi
saluran akar ada inisiasi dari retaknya dentin. Telah diketahui bahwa preparasi
saluran akar mekanis menghasilkan defek pada dentin seperti garis dan keretakan.
Defek-defek tersebut telah didiskusikan sebagai penyebab dari fraktur vertikal
pada gigi, yang biasanya kemudian menyebabkan kehilangan gigi. Investigasi
lebih lanjut dilakukan untuk mengevaluasi instrumentasi saluran akar
konvensional atau preparasi postspace. Sebaliknya, karena adanya perencanaan
yang tepat dan penempatan dari akses kavitas, gigi dengan PCC dapat bermanfaat
dalam meningkatkan resistensi terhadap fraktur jika lebih banyak dentin yang
dipertahankan seperti pada kasus ini.
Sebagai alternatif dari perawatan endodontik orthograde, apicoectomy dengan
penempatan dari bahan pengisi retrograde dapat dipertimbangkan pada gigi
dengn PCC dan patologi apikal. Bagaimanapun, identifikasi dari saluran akar
yang terkalsifikasi setelah reseksi ujung akar maupun pembersihan dari bagian
yang terinfeksi dari saluran akar dapat menjadi hal yang sulit. Demikian, metode
perawatan bedah bukan merupakan pilihan pertama untuk kasus-kasus tersebut.
Untuk pendekatan perawatan pada laporan kasus ini, CBCT merupakan hal
yang sangat wajib. Meskipun alat CBCT baru dengan daerah pandang yang
terbatas dapat memiliki dosis radiasi yang lebih rendah, hal tersebut tetap lebih
baik dibandingkan dengan radiografi konvensional. Bagaimanapun, tanpa adanya
gambaran 3D, perawatan saluran akar yang memerlukan radiograf multiple untuk
menentukan lokasi dari saluran akar atau perawatan selanjutnya untuk
penatalaksanaan hilangnya gigi anterior pada masa remaja dapat memiliki jumlah
total dari radiasi yang lebih tinggi.

Kesimpulan
Pendekatan guided endodontic yang ada pada kasus ini merupakan metode
yang tampak aman, dan metode yang memungkinkan secara klinis untuk
mengetahui lokasi dari saluran akar dan mencegah perforasi akar pada gigi dengan
PCC yang tidak dapat diakses melalui terapi endodontik tradisional. Disamping
karena gigi yang mengalami PCC, pada masa yang akan datang, prosedur guided
dalam endodontik dapat membantu untuk mempermudah dan mendapatkan akses
yang tepat dan daerah yang spesifik pada akar, yang terhambat karena adanya
resorpsi, perforasi atau instrument endodontik yang fraktur.

Anda mungkin juga menyukai