Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyebab Kelainan Pulpa Gigi Sulung
a. Bakteri
Apabila lapisan luar gigi atau enamel tertutup oleh sisa makanan dalam
waktu yang

lama maka hal ini merupakan media bakteri untuk berkumpul

sehingga terjadi kerusakan di daerah enamel (karies) yang nantinya akan terus
berjalan mengenai dentin hingga ke pulpa sehingga terjadi radang pulpa yang
disebut pulpitis.
b. Mekanis
Gigi yang mengalami atrisi, abrasi, dan trauma akibat preparasi misalnya,
dapat mengiritasi bagian pulpa sehingga menyebabkan inflamasi pulpa.
c. Termal
Suhu panas yang dapat mengiritasi pulpa biasanya timbul karena semen
tertentu yang mempunya reaksi eksotermis, saat memulas restorasi logam
sehingga panas makin meningkat, saat preparasi dilakukan proses pendinginan
yang kurang, dan sebagainya.
d. Kimia
Iritasi dari bahan kimia biasanya berasal dari bahan-bahan kedokteran gigi itu
sendiri seperti semen ZnPO4 yang bersifat asam sehingga penggunaannya dapat
mengiritasi pulpa.
e. Elektrik
Apabila terdapat tumpatan dengan logam berbeda dan bergesekan langsung
maka akan menimbulkan arus galvanik dan mengakibatkan syok galvanic
2.2 Jenis Penyakit Pulpa
a. Pulpitis reversibel.
Pulpitis reversibel merupakan inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika
penyebabnya dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali
normal. Stimulus ringan seperti karies insipien, erosi servikal, atau atrisi oklusal,
sebagian besar prosedur operatif, kuretase periodontal yang dalam, dan fraktur
email yang menyebabkan tubulus dentin terbuka adalah faktor yang dapat
mengakibatkan pulpitis reversibel.
Pulpitis reversibel biasanya asimtomatik. Aplikasi cairan dingin dan panas,
dapat menyebabkan nyeri sementara yang tajam. Jika stimulus ini dihilangkan,
nyeri akan segera hilang.
3

b. Pulpitis irreversibel.
Pulpitis irreversibel merupakan perkembangan dari pulpitis reversibel.
Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama
prosedur operatif, terganggunya aliran darah pada pulpa akibat trauma, dan
pergerakan gigi dalam perawatan ortodonsi dapat menyebabkan pulpitis
irreversibel.
Pulpitis irreversibel merupakan inflamasi parah yang tidak akan dapat
pulih walaupun penyebabnya dihilangkan. Nyeri pulpitis irreversibel dapat berupa
nyeri tajam, tumpul, lokal, atau difus dan berlangsung hanya beberapa menit atau
berjam-jam. Aplikasi stimulus eksternal seperti termal dapat mengakibatkan nyeri
berkepanjangan. Jika inflamasi hanya terbatas pada jaringan pulpa dan tidak
menjalar ke periapikal, respon gigi terhadap tes palpasi dan perkusi berada dalam
batas normal.
Secara klinis, pulpitis irreversibel dapat bersifat simtomatik dan
asimtomatik. Pulpitis irreversibel simtomatik merupakan salah satu jenis pulpitis
irreversibel yang ditandai dengan rasa nyeri spontan. Spontan berarti bahwa
stimulus tidak jelas.

Nyeri spontan terus menerus dapat dipengaruhi dari

perubahan posisi tubuh. Pulpitis irreversibel simtomatik yang tidak diobati dapat
bertahan atau mereda jika sirkulasi dibuat untuk eksudat inflamasi.
Sedangkan pulpitis irreversibel asimtomatik merupakan tipe lain dari
pulpitis irreversible dimana eksudat inflamasi yang dengan cepat dihilangkan.
Pulpitis irreversibel asimtomatik yang berkembang biasanya disebabkan oleh
paparan karies yang besar atau oleh trauma sebelumnya yang mengakibatkan rasa
sakit dalam durasi yang lama.
Pulpitis irreversibel hiperplastik (polip pulpa) adalah bentuk pulpitis
irreversibel pada pulpa yang terinflamasi secara kronis hingga timbul ke
permukaan oklusal. Polip pulpa dapat terjadi pada pasien muda oleh karena ruang
pulpa yang masih besar dan mempunyai pembuluh darah yang banyak, serta
adanya perforasi pada atap pulpa yang merupakan drainase.
Polip pulpa ini merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari serat
jaringan ikat dengan pembuluh kapiler yang banyak. Polip pulpa biasanya
asimtomatik dan terlihat sebagai benjolan jaringan ikat yang berwarna merah
mengisi kavitas gigi di permukaan oklusal. Polip pulpa disertai tanda klinis seperti

nyeri spontan dan nyeri yang menetap terhadap stimulus termal. Pada beberapa
kasus, rasa nyeri yang ringan juga terjadi ketika pengunyahan.
c. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa yang dapat diakibatkan oleh pulpitis
irreversibel yang tidak dirawat atau terjadi trauma yang dapat mengganggu suplai
darah ke pulpa. Jaringan pulpa tertutup oleh email dan dentin yang kaku sehingga
tidak memiliki sirkulasi darah kolateral. Bila terjadi peningkatan jaringan dalam
ruang pulpa menyebabkan kolapsnya pembuluh darah sehingga akhirnya terjadi
nekrosis likuifaksi.
Jika eksudat yang dihasilkan selama pulpitis irreversibel didrainase
melalui kavitas karies atau daerah pulpa yang terbuka, proses nekrosis akan
tertunda dan jaringan pulpa di daerah akar tetap vital dalam jangka waktu yang
lama. Jika terjadi hal sebaliknya, mengakibatkan proses nekrosis pulpa yang cepat
dan total.
Nekrosis pulpa dapat berupa nekrosis sebagian (nekrosis parsial) dan
nekrosis total. Nekrosis parsial menunjukkan gejala seperti pulpitis irreversibel
dengan nyeri spontan sedangkan nekrosis total tidak menunjukkan gejala dan
tidak ada respon terhadap tes termal dan tes listrik. Jika tidak dirawat, akan
menyebabkan abses periapikal jika pertahanan tubuh lemah. Jika pertahanan
tubuh kuat akan membentuk granuloma (Mohan, dkk., 2008).
2.3 Mekanisme Terjadinya Inflamasi pada Pulpa
Banyak hal yang dapat menyebabkan inflamasi pulpa. Iritasi sedang
sampai parah akan mengakibatkan inflamasi lokal dan lepasnya sel-sel inflamasi
dalam konsentrasi tinggi. Iritasi

ini mengakibatkan pengaktifan bermacam-

macam sistem biologis seperti reaksi inflamasi nonspesifik seperti histamin,


bradikinin, metabolit asam arakhidonat, leukosit PMN, inhibitor protease, dan
neuropeptid. Selain itu, respon imun juga dapat menginisiasi dan memperparah
penyakit pulpa.
Pada jaringan pulpa normal dan tidak terinflamasi mengandung sel
imunokompeten seperti limfosit T, limfosit B, makrofag, dan sel dendritik.
Konsentrasi sel-sel tersebut meningkat ketika pulpa terinflamasi sebagai bentuk
mekanisme

pertahanan

untuk

melindungi

jaringan

pulpa

dari

invasi

mikroorganisme dimana leukosit polimorfonuklear merupakan sel yang dominan


pada inflamasi pulpa (Mohan, dkk., 2008).
Sel-sel inflamasi dalam jumlah besar ini akan mengakibatkan peningkatan
permeabilitas vaskular, statis vaskular, dan migrasi leukosit ke tempat iritasi
tersebut. Akibatnya, terjadi pergerakan cairan dari pembuluh ke jaringan
sekitarnya. Jika pergerakan cairan oleh venul dan limfatik tidak dapat
mengimbangi filtrasi cairan dari kapiler, eksudat pun terbentuk. Peningkatan
tekanan jaringan dari eksudat ini akan menimbulkan tekanan pasif dan kolapsnya
venul secara total di area iritasi pulpa oleh karena jaringan pulpa dikelilingi oleh
memiliki dinding yang kaku.
Selain itu, pelepasan sel-sel inflamasi menyebabkan nyeri langsung dan
tidak langsung dengan meningkatnya vasodilatasi arteriol dan permeabilitas venul
sehingga akan

terjadi edema dan peningkatan tekanan jaringan. Tekanan ini

bereaksi langsung pada sistem saraf sensorik. Meningkatnya tekanan jaringan dan
tidak adanya sirkulasi kolateral ini yang dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis
pulpa (Widodo, 2010).
2.4 Perawatan Pulpa Anak
2.4.1 Pulp Capping
A. Pulp Capping Direk
Perawatan ini dapat dilakukan terhadap gigi yang pulpanya terbuka karena
karies atau trauma tapi kecil diyakini keadaan jaringan di sekitar tempat terbuka
itu tidak dalam keadaan patologis. Dengan demikian pulpa dapat tetap sehat dan
bahkan mampu melakukan upaya perbaikan sebagai respon terhadap medikamen
yang dipakai dalam perawatan pulp capping (Kennedy, 1993).
A. Indikasi
1. Umum
Gigi sulung dengan pulpa terbuka karena sebab mekanis dengan besar
tidak melebihi dari 1 mm persegi dan di kelilingi oleh dentin bersih

serta tidak ada gejala.


Gigi tetap dengan pulpa terbuka karena sebab mekanis atau karena

karies dan lebarnya tidak lebih dari 1 mm persegi dan tidak ada gejala.
B. Kontraindikasi
Nyeri spontan dan malam hari
Mobilitas berlebihan
Pendarahan tidak terkendali
Pembengkakan

Fistula
Peka terhadap perkusi
Kegoyangan patologik
Resorpsi akar eksterna dan interna
Radiolusensi di periapeks dan antar akar
Kalsifikasi pulpa
Peradangan yang banyak sekali pada tempat terbukanya pulpa
Terdapat pus atau eksudat pada tempat terbukanya pulpa
C. Keberhasilan perawatan tergantung pada :
Diagnosis yang tepat sebelum perawatan
Tidak ada bakteri yang mencapai pulpa
Tidak ada tekanan pada daerah pulpa yang terbuka
D. Tehnik
Siapkan peralatan dan bahan. Gunakan kapas, bor, dan peralatan lain yang
Isolasi gigi. Selain menggunakan rubber dam, isolasi gigi juga dapat

menggunakan kapas dan saliva ejector, juga posisinya selama perawatan


Preparasi kavitas. Tembus permukaan oklusal pada tempat karies sampai
kedalaman 1,5 mm (yaitu kira-kira 0,5 mm ke dalam dentin. Pertahankan
bor pad kedalaman kavitas dan dengan hentakan intermiten gerakan bor

melalui fisur pad permukaan oklusal.


Eksavasi karies yang dalam. Dengan perlahan-lahan buang karies dengan
ekskavator, hilangkan dentin lunak sampai dasar pulpa. Jika pulpa vital
dan bagian dalam terbuka tidak lebih besar diameternya dari ujung jarum

maka dapat dilakukan tahap selanjutnya.


Kavitas disterilkan dengan air calxyl. Hindari penggunaan alkohol karena

dapat memicu terjadinya dehidrasi cairan tubulus dentin.


Berikan Kalsium Hidroksida. Keringkan kavitas dengan cotton pellet lalu
tutup bagian kavitas dengan Kalsium Hidroksida (Walton & Torabinejad,

2008)
G. Pemilihan Bahan Pulp Capping Direk
1. Hidroksida Kalsium
Hasil penelitian klinis jangka pendek dari perawatan pulp capping gigi
sulung yang terbuka pulpanya karena karies memperlihatkan presentasi
keberhasilan sebanyak 75% (Hargreaves, 1969; Jepperson, 1971).
Sedangkan

pulpotomi

formokresol

memperlihatkan

presentasi

keberhasilan 90% (Berger, 1965; Redig, 1968) (Kennedy, 1993).


Jaringan pulpa yang terletak di bawah hidroksida kalsium
menunjukkan gambaran milroskopik yang khas. Setelah 24 jam disekitar

pasta Ca(OH)2 yang pH nya kurang lebih 11 terdapat jaringan pulpa


nekrotik. Setelah 7 hari terlihat banyak aktivitas fibroblast dan selular pada
hari ke 28 terlihat pembentukan barrier dentin (Glass dan Zander, 1949).
Barier dentin ini akan tampak di radiograf tersebut secara histologic
sebetulnya belum sempurna dan hanya terlihat berbentuk jembatan yang
belum sempurna (Spedding,1963).
Gagalnya pulp capping dengan hidroksida kalsium pada gigi
sulung terlihat dengan adanya resorpsi interna pada radiograf. Hargreaves
(1969) mengemukakakan bahwa penyebabnya adalah terkontaminasinya
pulpa oleh saliva sebelum perlekatan bahan pulp cappingnya. Penemuan
ini menyakinnkan kita agar isolator karet harus selalu digunakan rutin.
Akan tetapi, mungkin juga kegagalan itu disebabkan oleh adanya inflamasi
pulpa sebelum perawatan yang tidak terdeteksi yang menghambat
kemungkinan terjadinya perbaikan jaringan pulpa dan pembentukan
jembatan dentin.
2. Semen antibiotikal/ Kortikosteroid
Banyak para klinisi yang memakai Laedermix bagi perawatan pulp
capping. Bahan ini terdiri atas :
a) Bubuk merupakan campuran

dari

dimetilkhlortetrasiklin

hidrokhlorida dan triamsinolon asetonid serta ZnO dan hidroksida


kalsium;
b) Cairan yang merupakan katalisator dan dibuat dari eugenol dan
minyak terpentin murni.
Hargreaves (1969) menemukan bukti bahwa bahan ini lebih baik
daripada Ca(OH)2 bagi perawatan pulp capping gigi sulung. Diduga hal
ini disebabkan oleh karena kortikosteroid dan antibiotika menekan respon
inflamasi dalam pulpa dan mengembalikan kondisi yang memungkinkkan
bagi berlangsungnya perbaikan (Kennedy, 1993).
B. Pulp Capping Indirek
Indirek Pulp Capping merupakan prosedur indirek yang digunakan dalam
menajemen lesi karies yang dalam namun tidak sampai mengenai pulpa. Indirek
Pulp Capping hanya dipertimbangkan jika tidak ada riwayat pulpagia atau tidak
ada tanda-tanda pulpitis irreversible (Walton & Torabinejad, 2008)
A. Indikasi
1. Riwayat

2.

3.

Ketidaknyamanan yang ringan karena rangsangan kimia dan termal.


Tidak ada nyeri spontan.
Pemeriksaan Klinis
Lesi karies besar.
Tidak ada lymphadenopathy.
Gingiva yang berdekatan normal.
Warna gigi normal.
Pemeriksaan Radiografik
Lesi karies besar didekat pulpa.
Lamina dura normal.
Ruang ligamen periodontal normal.
Tidak ada interradicular atau radiolusensi periapikal (Ingle &

Backland, 2002).
B. Kontraindikasi
1. Riwayat
Nyeri yang tajam, penetrasi sakit bertahan setelah penarikan stimulus.
Nyeri spontan yang berkepanjangan, terutama malam hari.
2. Pemeriksaan Klinis
Mobilitas gigi yang berlebihan.
Paruks pada gingiva mendekati akar gigi.
Perubahan warna gigi.
Pada pengujian pulpa tidak ada respon.
3. Pemeriksaan Radiografik
Lesi karies besar dengan paparan jelas pada pulpa.
Terganggunya atau rusaknya lamina dura.
Ruang ligamen periodontal melebar.
Radiolusensi di daerah apeks akar atau didaerah furkasi (Ingle &
Backland, 2002).
C. Bahan Pulp Capping
a. Kalsium Hidroksida
Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus Ca(OH)2.
Kalsium hidroksida dapat berupa kristal tidak berwarna atau bubuk
putih. Kalsium hidroksida dapat dihasilkan melalui reaksi kalsium

oksida (CaO) dengan air.


Kalsium hidroksida adalah suatu bahan yang bersifat basa kuat dengan
pH 12-13. Bahan ini sering digunakan untuk direct pulp capping. Jika
diletakkan

kontak

dengan

jaringan

pulpa,

bahan

ini

dapat

mempertahankan vitalitas pulpa tanpa menimbulkan reaksi radang, dan


dapat menstimulasi terbentuknya batas jaringan termineralisasi atau
jembatan terkalsifikasi pada atap pulpa.

10

Sifat bahan yang alkalis inilah yang banyak memberikan pengaruh


pada jaringan. Bentuk terlarut dari bahan ini akan terpecah menjadi

ion-ion kalsium dan hidroksil.


Sifat basa kuat dari bahan kalsium hidroksida dan pelepasan ion
kalsium akan membuat jaringan yang berkontak menjadi alkalis.
Keadaan basa akan menyebabkan resorpsi atau aktivitas osteoklas akan
terhenti karena asam yang dihasilkan dari osteoklas akan dinetralkan
oleh kalsium hidroksida dan kemudian terbentuklah kalsium fosfat
kompleks. Selain itu, osteoblas menjadi aktif dan mendeposisi jaringan

terkalsifikasi, maka batas dentin terbentuk diatap pulpa.


Ion hidroksil diketahui dapat memberikan efek antimikroba, ion
hidroksil akan memberikan efek antimikroba dengan cara merusak
lipopolisakarida dinding sel bakteri dan menyebabkan bakteri menjadi

lisis, baik dari bakteri maupun produknya.


a. Zinc Oxide Eugenol
ZOE sering digunakan dalam indirect pulp capping dan mempunyai

kemampuan dalam pembentukan odontoblas (Karitna, 2005)


Eugenol, secara biologis merupakan bagian yang paling aktif dari
bahan ini dan mempunyai derivat fenol yang menunjukkan toksisitas
serta memiliki sifat antibakteri. Manfaat eugenol dalam pengendalian
nyeri disebabkan karena kemampuan memblokir transmisi impuls
saraf. Selain itu, penelitian menunjukan terjadinya inflamasi kronis
setelah aplikasi ZOE akan diikuti oleh pembentukan lapisan
odontoblastik yang baru dan terbentuklah dentin sekunder (Walton &

Torabinejad, 2008)
ZOE tidak sering lagi digunakan saat ini karena menyebabkan
persentasi yang tinggi terhadap resorpsi internal dan tingkat

kesuksesannya hanya 55-57% (Bargenholtz, 2010)


b. Resin Adhesive
Berdasarkan beberapa penelitian, bahan resin adhesive yang terbukti
dapat digunakan sebagai bahan kaping pulpa secara langsung adalah
bahan resin adhesive yang mengandung kombinasi utama Polyethylene
Glycidyl Methacrylate (PEGDMA), Glutaraldehide 5% dan BisphenolGlycidyl Methacrylate (Bis-GMA), kombinasi 4- Methacrylate

11

Trimmellitate anhydride (4-META), Hydroxyethyl Methacrylate


(HEMA) dan PolyMethyl Methacrylate (PMMA), serta kombinasi
Methacryloxyethyl Phenyl Hidrogen Phospatase (Phenyl-P), NMethacryloyl-5-aminosalicylic Acid (5-NMSA), Bis-GMS, HEMA

dan Methacryloxydcl Dehydrogen Phospate (MDP).


Pada dasarnya, bahan resin adhesive terdiri dari bahan etsa, larutan
primer, dan komponen adhesive yang dikemas dan digunakan sesuai

dengan generasi sistem adhesive bahan itu sendiri (Dewi, Julita, 2003)
Penelitian menunjukkan pada perbandingan resin adhesive dan dycal,
untuk indirect pulp capping, material ini menunjukkan tingkat

kesuksesan 96% untuk resin dan 83% untuk dycal (Bargenholtz, 2010)
D. Prosedur Kerja
Langkah langkah Pulp Capping :
1. Siapkan peralatan dan bahan. Gunakan kapas, bor, dan peralatan lain yang
2. Isolasi gigi. Selain menggunakan rubber dam, isolasi gigi juga dapat
menggunakan kapas dan saliva ejector, juga posisinya selama perawatan
3. Preparasi kavitas. Tembus permukaan oklusal pada tempat karies sampai
kedalaman 1,5 mm (yaitu kira-kira 0,5 mm ke dalam dentin. Pertahankan
bor pad kedalaman kavitas dan dengan hentakan intermiten gerakan bor
melalui fisur pad permukaan oklusal.
4. Eksavasi karies yang dalam. Dengan perlahan-lahan buang karies dengan
ekskavator, hilangkan dentin lunak sampai dasar pulpa tanpa membuka
kamar pulpa.
5. Kavitas disterilkan dengan air calxyl. Hindari penggunaan alkohol karena
dapat memicu terjadinya dehidrasi cairan tubulus dentin.
6. Berikan Zinc Oxide Eugenol. Keringkan kavitas dengan cotton pellet lalu
tutup bagian kavitas dengan Kalsium Hidroksida, lalu Zinc Oxide Eugenol
di dasar kemudian dilapisi semen seng fosfat (tambalan sementara)
7. Perawatan dilanjutkan 1-2 minggu kemudian.
8. Apabila tidak ada keluhan, dilakukan penambalan tetap (Walton &
Torabinejad, 2008)
E. Evaluasi
Keberhasilan perawatan Indirek Pulp Capping, ditandai dengan hilangnya
rasa sakit serta reaksi sensitiv terhadap rangsangan panas atau dingin, selain itu
ditandai dengan pulpa yang ada tetap vital, terbentuknya jembatan dentin yang
dapat dilihat dari gambar radiografi pulpa yang terbentuk karena adanya fungsi sel

12

odontoblas pada daerah pulpa yang terbuka, berlanjut pertumbuhan akar dan
penutupan apikal pada gigi yang pertumbuhannya belum sempurna.
2.4.2 Pulpotomi
Pengambilan pulpa yang telah mengalami infeksi di dalam kamar pulpa dan
meninggalkan jaringan pulpa dibagian radikular. Pulpotomi dapat dibagi 3 bagian:
1. Pulpotomi vital.
2. Pulpotomi devital / mumifikasi / devitalized pulp amputation.
3. Pulpotomi non vital / amputasi mortal.
Keuntungan dari pulpotomi :
1. Dapat diselesaikan dalam waktu singkat satu atau dua kali kunjungan.
2. Pengambilan pulpa hanya di bagian korona hal ini menguntungkan karena
pengambilan pulpa di bagian radikular sukar, penuh ramikasi dan sempit.
3. Iritasi obat obatan instrumen perawatan saluran akar tidak ada.
4. Jika perawatan ini gagal dapat dilakukan pulpektomi.
A. Pulpotomi Vital
Pulpotomi vital atau amputasi vital adalah tindakan pengambilan jaringan
pulpa bagian koronal yang mengalami inflamasi dengan melakukan anestesi,
kemudian memberikan medikamen di atas pulpa yang diamputasi agar pulpa
bagian radikular tetap vital.
Pulpotomi vital umunya dilakukan pada gigi sulung dan gigi permanen
muda. Pulpotomi gigi sulung umunya menggunakan formokresol atau
glutaradehid. Pada gigi dewasa muda dipakai kalsium hidroksid. Kalsium
hidroksid pada pulpotomi vital gigi sulung menyebabkan resorpsi interna.
Berdasarkan penelitian, menurut Finn keberhasilan pulpotomi vital formokresol
97% secara rontgenologis dan 82% secara histologis. Reaksi formokresol terhadap
jaringan pulpa yaitu membentuk area yang terfiksasi dan pulpa di bawahnya tetap
dalam keadaan vital. Pulpotomi vital dengan formokresol hanya dilakukan pada
gigi sulung dengan singkat dan bertujuan mendapat sterilisasi yang baik pada
kamar pulpa.
Indikasi
1. Gigi sulung dan gigi tetap muda vital, tidak ada tanda tanda gejala
peradangan pulpa dalam kamar pulpa.
2. Terbukanya pulpa saat ekskavasi jaringan karies / dentin lunak prosedur
pulp capping indirek yang kurang hati hati, faktor mekanis selama
preparasi kavitas atau trauma gigi dengan terbukanya pulpa.

13

3. Gigi masih dapat dipertahankan / diperbaiki dan minimal didukung lebih


dari 2/3 panjang akar gigi.
4. Tidak dijumpai rasa sakit yang spontan maupun terus menerus.
5. Tidak ada kelainan patologis pulpa klinis maupun rontgenologis.
Kontra indikasi
1.
2.
3.
4.

Rasa sakit spontan.


Rasa sakit terutama bila diperkusi maupun palpasi.
Ada mobiliti yang patologik.
Terlihat radiolusen pada daerah periapikal, kalsifikasi pulpa, resorpsi akar

interna maupun eksterna.


5. Keadaan umum yang kurang baik, di mana daya tahan tubuh terhadap
infeksi sangat rendah.
6. Perdarahan yang berlebihan setelah amputasi pulpa.
Obat yang dipakai formokresol dari formula Buckley :
- Formaldehid 19%
- Kresol 35%
- Gliserin 15%
- Aquadest 100
Khasiat formokresol :
Formokresol mengkoagulasi protein sehingga merupakan bakterisid yang
kuat dan kaustik. Pemakaian formokresol pada pulpotomi tidak merangsang
pembentukan dentinal bridge atau calcific barrier, tetapi jaringan pulpa akan
membentuk zona fiksasi yang bersifat keras, tahan terhadap autolysis dan
merupakan barrier terhadap serangan bakteri yang menuju ke apikal.
Pemakaian formokresol pada pulpotomi vital terdiri 2 metode :
1. Pulpotomi 1 kali kunjungan atau metode 5 menit. Pada pulpa yang
mengalami peradangan kronis jaringan pulpa seharusnya perdarahan akan
berhenti dalam 3 5 menit setelah diletakkan formokresol.
2. Pulpotomi 2 kali kunjungan atau metode 7 hari. Karena adanya persoalan
kontrol perdarahan yaitu perdarahan yang berlebihan.
Pulpotomi gigi tetap muda dengan Ca(OH)2 lebih berhasil karena apeks masih
relatif terbuka dan vaskularisasi pulpa cukup membantu. Pulpotomi Ca(OH)2
pada gigi sulung merupakan kontra indikasi karena terjadinya resorpsi interna
akibat stimulasi yang berlebihan dari Ca(OH)2 yang mengaktifkan sel odontoklas.
Keberhasilan yang dilaporkan secara klinis 94% dan secara radiografis 64%.
Resorpsi akan lebih cepat terjadi pada gigi sulung yang telah dirawat pulpotomi.
Teknik pulpotomi vital :
Kunjungan pertama

14

a. Ro-foto.
b. Anestesi lokal dan isolasi daerah kerja.
c. Semua kotoran pada kavitas gigi dan jaringan karies disingkirkan,
kemudian gigi diolesi dengan larutan yodium.
d. Selanjutnya lakukan pembukaan atap pulpa dengan bur fisur steril dengan
kecepatan tinggi dan semprotan air pendingin kemudian pemotongan atau
amputasi jaringan pulpa dalam kamar pulpa sampai batas dengan
ekskavator yang tajam atau dengan bur kecepatan rendah.
e. Setelah itu irigasi dengan aquadest untuk membersihkan dan mencegah
masuknya sisa sisa dentin ke dalam jaringan pulpa bagian radikular.
Hindarkan penggunaan semprotan udara.
f. Perdarahan sesudah amputasi segera dikontrol dengan kapas kecil yang
dibasahi larutan yang tidak mengiritasi misalnya larutan salin atau
aquadest, letakkan kapas tadi di atas pulp stump selama 3 5 menit.
g. Sesudah itu, kapas diambil dengan hati hati. Hindari pekerjaan kasar
karena pulp stump sangat peka dan dapat menyebabkan perdarahan
kembali.
h. Dengan kapas steril yang sudah dibasahi formokresol, kemudian orifis
saluran akar ditutup selama 5 menit. Harus diingat bahwa kapas kecil yang
dibasahi dengan formokresol jangan terlalu basah, dengan meletakkan
kapas tersebut pada kasa steril agar formokresol yang berlebihan tadi dapat
diserap.
i. Setelah 5 menit, kapas tadi diangkat, pada kamar pulpa akan terlihat warna
coklat tua atau kehitam hitaman akibat proses fiksasi oleh formokresol.
j. Kemudian di atas pulp stump diletakkan campuran berupa pasta dari ZnO,
eugenol dan formokresol dengan perbandingan 1:1, di atasnya tempatkan
tambalan tetap.
Kunjungan kedua
Apabila perdarahan tidak dapat dihentikan sesudah amputasi pulpa berarti
peradangan sudah berlanjut ke pulpa bagian radikular. Oleh karena itu diperlukan
2 kali kunjungan.
Teknik pulpotomi dua kali kunjungan :
a. Sebagai lanjutan perdarahan yang terus menerus ini pulpa ditekan kapas
steril yang dibasahi formokresol ke atas pulp stump dan ditutup dengan
tambalan sementara.

15

b. Hindarkan pemakaian obat obatan untuk penghentian perdarahan,


seperti adrenalin atau sejenisnya, karena problema perdarahan ini dapat
membantu dugaan keparahan keradangan pulpa.
Kunjungan kedua (sesudah 7 hari)
a. Tambalan sementara dibongkar lalu kapas yang mengandung formokresol
diambil dari kamar pulpa.
b. Letakkan di atas orifis, pasta campuran dari formokresol, eugenol dengan
perbandingan 1:1 dan zink oksid powder.
c. Kemudian di atasnya, diletakkan semen fosfat dan tutup dengan tambalan
tetap.
B. Pulpotomi Devital (Mumifikasi = Devitalized Pulp Amputation)
Pulpotomi devital atau mumifikasi adalah pengembalian jaringan pulpa
yang terdapat dalam kamar pulpa yang sebelumnya di devitalisasi, kemudian
dengan pemberian pasta anti septik, jaringan dalam saluran akar ditinggalkan
dalam keadaan aseptik. Untuk bahan devital gigi sulung dipakai pasta para
formaldehid.
Indikasi :
1.
2.
3.
4.

Gigi sulung dengan pulpa vital yang terbuka karen karies atau trauma.
Pada pasien yang tidak dapat dilakukan anestesi.
Pada pasien yang perdarahan yang abnormal misalnya hemofili.
Kesulitan dalam menyingkirkan semua jaringan pulpa pada perawatan

pulpektomi terutama pada gigi posterior.


5. Pada waktu perawatan pulpotomi vital 1 kali kunjungan sukar dilakukan
karena kurangnya waktu dan pasien tidak kooperatif.
Kontra indikasi
1. Kerusakan gigi bagian koronal yang besar sehingga restorasi tidak
mungkin dilakukan.
2. Infeksi periapikal, apeks masih terbuka.
3. Adanya kelainan patologis pulpa secara klinis maupun rontgenologis.
Teknik pulpotomi devital :
Kunjungan pertama
1. Ro-foto, isolasi daerah kerja.
2. Karies disingkirkan kemudian pasta devital para formaldehid dengan
kapas kecil diletakkan di atas pulpa.
3. Tutup dengan tambalan sementara, hindarkan tekanan pada pulpa.

16

4. Orang tua diberitahu untuk memberikan analagesik sewaktu waktu jika


timbul rasa sakit pada malamnya.
Kunjungan kedua (setelah 7 10 hari)
1.
2.
3.
4.
5.

Diperiksa tidak ada keluhan rasa sakit atau pembengkakan.


Diperiksa apakah gigi goyang.
Gigi diisolasi.
Tambalan sementara dibuka, kapas dan pasta disingkirkan.
Buka atap pulpa kemudian singkirkan jaringan yang mati dalam kavum

pulpa.
6. Tutup bagian yang diamputasi dengan campuran ZnO / eugenol pasta atau
ZnO dengan eugenol / formokresol dengan perbandingan 1:1.
7. Tutup ruang pulpa dengan semen kemudian restorasi.
C. Pulpotomi Non Vital (Amputasi Mortal)
Amputasi pulpa bagian mahkota dari gigi yang non vital dan memberikan
medikamen / pasta antiseptik untuk mengawetkan dan tetap dalam keadaan
aseptik.
Tujuan
Mempertahankan gigi sulung non vital untuk space maintainer
Indikasi
1. Gigi sulung non vital akibat karies atau trauma.
2. Gigi sulung yang telah mengalami resorpsi lebih dari 1/3 akar tetapi masih
diperlukan sebagai space maintainer.
3. Gigi sulung yang telah mengalami dento alveolar kronis.
4. Gigi sulung patologik karena abses akut, sebelumnya abses harus dirawat
dahulu.
Obat yang dipakai :
- Formokresol
- CHKM
Teknik non vital pulpotomi :
1.
2.
3.
4.

Kunjungan pertama
Ro-foto daerah kerja.
Buka atap pulpa / ruang pulpa
Singkirkan isi ruang pulpa dengan ekskavator atau bur bulat yang besar

sejauh mungkin dalam saluran akar.


5. Bersihkan dari debris dengan aquadest kemudian keringkan dengan kapas.
6. Formokresol yang telah diencerkan atau CHKM diletakkan dengan kapas
kecil ke dalam ruang pulpa kemudian ditambal sementara.
Kunjungan kedua (setelah 2 10 hari)
1. Periksa gigi tidak ada rasa sakit atau tanda tanda infeksi.
2. Buka tumpatan sementara, bersihkan kavitas dan keringkan.

17

3. Letakkan pasta dari ZnO dengan formokresol dan eugenol (1:1) dalam
kamar pulpa, tekan agar pasta dapat sejauh mungkin masuk dalam saluran
akar.
Evaluasi Setelah Perawatan
Pasien dan orang tuanya perlu diberitahu bahwa mungkin gigi terasa
kurang enak dalam beberapa hari, dan untuk itu dianjurkan untuk memberikan
analgetik yang tepat kepada anak. Bila gejala tersebut menetap dalam jangka
waktu yang lebih lama, dianjurkan kepada pasien untuk devitalisasi pulpa, dan
selanjutnya perawatan pulpa yang lebih radikal atau pencabutan gigi (Budiyanti,
2012).
Evaluasi selanjutnya dilakukan setiap 6 bulan secara klinis dan setiap
tahun secara radiografis untuk melihat keadaan gigi yang dirawat dan keadaan
gigi pengganti. Kegagalan pulpotomi formokresol biasanya dapat dideteksi secara
radiografis. Tanda pertama kegagalan perawatan adalah terjadinya resorbsi
internal pada akar yang berdekatan dengan tempat pemberian formokresol. Pada
keadaan lanjut akan diikuti dengan terjadinya resorbsi eksternal. Pada molar
sulung, radiolusensi berkembang di daerah bifurkasi atau trifurkasi, sedangkan
pada gigi anterior di daerah apeks atau sebelah lateral akar. Pada kerusakan yang
parah, gigi akan goyang dan biasanya timbul fistel. Perawatan pulpotomi
formokresol yang gagal jaeang menimbulkan rasa sakit. Oleh karena itu,
kegagalan baru terdeteksi setelah pasien datang pada pemeriksaan ulang
(Budiyanti, 2012).
Bila infeksi pulpa meluas sampai melibatkan benih gigi pengganti, atau
gigi mengalami resorpsi internal atau eksternal yang luas, maka sebaiknya dicabut
(Budiyanti, 2012).
2.4.3 Pulpektomi
Pengambilan seluruh jaringan pulpa dari kamar pulpa dan saluran akar.
Pada gigi molar sulung pengambilan seluruh jaringan secara mekanis tidak
memungkinkan sehubungan bentuk morfologi saluran akar yang kompleks.
Indikasi
1. Gigi sulung dengan infeksi melebihi kamar pulpa pada gigi vital atau non
vital.
2. Resorpsi akar kurang dari 1/3 apikal.
3. Resorpsi interna tetapi belum perforasi akar.

18

4. Kelanjutan perawatan jika pulpotomi gagal.


Kontra indikasi
1.
2.
3.
4.
5.

Bila kelainan sudah mengenai periapikal.


Resorpsi akar gigi yang meluas.
Kesehatan umu tidak baik.
Pasien tidak koperatif.
Gigi goyang disebabkan keadaan patologis
Pilihan kasus pulpektomi untuk gigi sulung yaitu pada gigi yang pulpanya

telah mengalami infeksi dan jaringan pulpa di saluran akar masih vital. Jika
dibiarkan dalam keadaan ini pulpa mengalami degenerasi / nekrose yang akan
menimbulkan tanda dan gejala negatif, keadaan akan berkelanjutan. Pulpektomi
masih dapat dilakukan tetapi keberhasilannya akan menurun karena degenerasi
pulpa bertambah luas. Indikasi tersebut di atas ada hubungan dengan faktor
faktor lainnya seperti :
1.
2.
3.
4.

Berapa lama gigi masih ada di mulut.


Kepentingan gigi di dalam mulut (space maintainer).
Apakah gigi masih dapat direstorasi.
Kondisi jaringan apikal.

Pulpektomi dilakukan dengan beberapa prosedur :


1.
2.
3.
4.

Untuk gigi sulung vital 1 kali kunjungan.


Untuk gigi sulung non vital beberapa kali kunjungan.
Teknik pulpektomi disebut partial atau total tergantung penetrasi
instrumen saluran akar.

Bahan pengisi saluran akar :


1. ZnO eugenol
2. Kalsium hidroksid
Syarat bahan pengisi saluran akar gigi sulung :
1. Dapat diresorpsi sesuai kecepatan resorpsi akar.
2. Tidak merusak jaringan periapikal.
3. Dapat diresorpsi bila overfilling.
4. Bersifat antiseptik.
5. Bersifat hermetis dan radiopak.
6. Mengeras dalam waktu yang lama.
7. Tidak menyebabkan diskolorasi.
Hal hal yang harus diperhatikan pada perawatan pulpektomi :
1. Diutamakan memakai file daripada reamer.
2. Memakai tekanan yang ringan untuk menghindari pengisian saluran akar
yang berlebihan (overfilling).

19

3. Diutamakan sterilisasi dengan obat obatan daripada secara mekanis.


4. Pemakaian alat alat tidak sampai melewati bagian apikal gigi.
Pulpektomi dapat dilakukan dengan 3 cara :
1. Pulpektomi vital.
2. Pulpektomi devital.
3. Pulpektomi non vital.
A. Pulpektomi vital
Pengambilan seluruh jaringan dalam ruang pulpa dan saluran akar secara vital.
Indikasi
1. Insisivus sulung yang mengalami trauma dengan kondisi patologis.
2. Molar sulung kedua, sebelum erupsi molar permanen pada umur 6 tahun.
3. Tidak ada bukti bukti kondisi patologis dengan resorpsi akar yang lebih
dari 2/3
Teknik pulpektomi vital pada gigi molar sulung :
1.
2.
3.
4.

Ro-foto.
Anestesi lokal dan isolasi daerah kerja.
Preparasi kavitas sesuai dengan lesi karies
Untuk mengangkat sisa sisa karies dan debris pada ruang pulpa dipakai
bur besar dan bulat. Periksa apakah semua jaringan pulpa koronal telah

terangkat.
5. Setelah ruang pulpa terbuka, perdarahan dievaluasikan dan eksudasi
purulent.
6. Jaringan pulpa diangkat dengan file endodonti.Mulai dengan file ukuran
no. 15 dan diakhiri dengan no. 35. Pada gigi sulung, preparasi dilakukan
hanya untuk mengangkat jeringan pulpa, bukan untuk memperluas saluran
akar. Irigasi saluran akar dengan bahan H2O2 3%.
7. Keringkan dengan gulungan kapas kecil dan paper point. Jangan sekali
kali mengalirkan udara langsung ke saluran akar
8. Apabila perdarahan terkontrol dan saluran akar sudah kering maka saluran
akar diisi dngan semen zink oksid eugenol. Campur pada pad, angkat
dengan amalgam carrier dan masukkan ke dalam ruang pulpa
9. Gunakan amalgam plugger dan berikan tekanan secara konstan untuk
memadatkan semen zink oksid eugenol.
10. Metode alternatif lainnya adalah menggunakan campuran tipis zink oksid
eugenol pada file atau paper point dan menempatkannya pada saluran akar.
Bentuklah campuran tebal zink oksid eugenol seperti cone dan padatkan
pada saluran akar dengan menggunakan gulungan kapas lembab sebagai
kondensor.

20

11. Roentgen foto untuk memastikan bahwa saluran akar sudah terisi dengan
zink oksid eugenol. Karena kalsifikasi saluran akar, zink oksid eugenol
tidak mencapai apeks gigi, tetapi gigi - geligi ini sering tetap berfungsi
sebelum molar permanen pertama erupsi.
12. Pasien diminta datang lagi dalam satu atau dua minggu untuk
mengevaluasi keberhasilan perawatan. Gigi geligi yang menunjukkan
gejala bebas penyakit secara klinis dan radiografis dengan eksfolisasi
dalam batas batas waktu normal dianggap sukses.
B. Pulpektomi devital
Pengambilan seluruh jaringan pulpa dalam ruang pulpa dan saluran akar yang
lebih dahulu dimatikan dengan bahan devitalisasi pulpa.
Indikasi
Sering dilakukan pada gigi posterior sulung yang telah mengalami pulpitis
atau dapat juga pada gigi anterior sulung pada pasien yang tidak tahan terhadap
anestesi. Pemilihan kasus untuk perawatan pulpektomi devital ini harus benar
benar dipertimbangkan dengan melihat indikasi dan kontra indikasinya.
Perawatan pulpektomi devital pada gigi sulung menggunakan bahan devitalisasi
yang mengandung para formaldehid seperti toxavit dan lain lain.
Teknik Perawatan
Kunjungan pertama :
1. Ro-foto dan isolasi daerah kerja.
2. Karies diangkat dengan ekskavitas atau bur dengan kecepatan rendah.
3. Letakkan para formaldehid sebagai bahan devitalisasi kemudian
ditambalkan sementara.
Kunjungan kedua (setelah 7 10 hari) :
1. Tambalan sementara dibuka dilanjutkan dengan instrumen saluran akar
dengan file Hedstrom pemakaian Reamer tidak dianjurkan.
2. Irigasi dengan H2O2 3% keringkan dengan kapas.
3. Beri bahan obat antibakteri formokresol atau CHKM dan ditambal
sementara.
Kunjungan ketiga (setelah 2-10 hari) :
Buka tambalan sementara jika tidak ada tanda tanda dapat dilakukan
pengisian saluran akar dengan salah satu bahan sebagai berikut : ZnO dan
formokresol eugenol (1:1) atau ZnO formokresol, atau pasta ZnO eugenol.
C. Pulpektomi non vital

21

Gigi sulung yang dirawat pulpektomi non vital adalah gigi sulung dengan
diagnosis gangren pulpa atau nekrose pulpa.
Indikasi
1.
2.
3.
4.

Mahkota gigi masih dapat direstorasi dan berguna untuk keperluan estetik.
Gigi tidak goyang dan periodontal normal.
Belum terlihat adanya fistel.
Ro-foto : resorpsi akar tidak lebih dari 1/3 apikal, tidak ada granuloma

pada gigi-geligi sulung.


5. Kondisi pasien baik.
6. Keadaan sosial ekonomi pasien baik.
Kontra indikasi
1. Gigi tidak dapat direstorasi lagi.
2. Kondisi kesehatan pasien jelek, mengidap penyakit kronis seperti diabetes,
TBC dan lain-lain.
3. Terdapat pembengkokan ujung akar dengan granuloma (kista) yang sukar
dibersihkan.
Teknik perawatan
Kunjungan pertama :
1. Ro-foto dan isolasi daerah kerja.
2. Buka atap pulpa dan setelah ruang pulpa terbuka, jeringan pulpa diangkat
dengan file Hedstrom.
3. Instrumen saluran akar pada kunjungan pertama tidak dianjurkan jika ada
pembengkakkan, gigi goyang atau ada fistel.
4. Irigasi saluran akar dengan H2O2 3% keringkan dengan gulungan kapas
kecil.
5. Obat anti bakteri diletakkan pada kamar pulpa formokresol atau CHKM
dan diberi tambalan sementara.
Kunjungan kedua (setelah 2 10 hari ) :
1. Buka tambaln sementara.
2. Jika saluran akar sudah kering dapat diisi dengan ZnO dan eugenol
formokresol (1:1) atau ZnO dan formokresol.
3. Kemudian tambal sementara atau tambal tetap. Jumlah kunjungan, waktu
pelaksanaannya dan sejauh mana instrumen dilakukan ditentukan oleh
tanda dan gejala pada tiap kunjungan. Artinya saluran sakar diisi setelah
kering dan semua tanda dan gejala telah hilang.
2.5 Faktor Kegagalan Perawatan Endodontik
a. Faktor Patologis

22

Faktor patologi yang dapat mempengaruhi hasil perawatan saluran akar adalah:

Keadaan patologis jaringan pulpa.


Beberapa peneliti melaporkan tidak ada perbedaan yang berarti dalam

keberhasilan atau kegagalan perawatan saluran akar yang melibatkan jaringan


pulpa vital dengan pulpa nekrosis. Peneliti lain menemukan bahwa kasus
dengan pulpa nekrosis memiliki prognosis yang lebih baik bila tidak terdapat
lesi periapikal.

Keadaan patologis periapikal


Adanya granuloma atau kista di periapikal dapat mempengaruhi hasil

perawatan saluran akar. Secara umum dipercaya bahwa kista apikalis


menghasilkan prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan lesi
granulomatosa. Teori ini belum dapat dibuktikan karena secara radiografis
belum dapat dibedakan dengan jelas ke dua lesi ini dan pemeriksaan histologi
kista periapikal sulit dilakukan.

Keadaan periodontal
Kerusakan

jaringan

periodontal

merupakan

faktor

yang

dapat

mempengaruhi prognosis perawatan saluran akar. Bila ada hubungan antara


rongga mulut dengan daerah periapikal melalui suatu poket periodontal, akan
mencegah terjadinya proses penyembuhan jaringan lunak di periapikal.
Toksin yang dihasilkan oleh plak dentobakterial dapat menambah
bertahannya reaksi inflamasi.

Resorpsi internal dan eksternal


Kesuksesan perawatan saluran akar bergantung pada kemampuan

menghentikan perkembangan resorpsi. Resorpsi internal sebagian besar


prognosisnya buruk karena sulit menentukan gambaran radiografis, apakah
resorpsi internal telah menyebabkan perforasi. Bermacam-macam cara
pengisian saluran akar yang teresorpsi agar mendapatkan pengisian yang
hermetis.
b. Faktor Penderita
Faktor penderita yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu
perawatan saluran akar adalah sebagai berikut:

Motivasi Penderita

23

Pasien yang merasa kurang penting memelihara kesehatan mulut dan


melalaikannya, mempunyai risiko perawatan yang buruk. Ketidaksenangan
yang mungkin timbul selama perawatan akan menyebabkan mereka memilih
untuk diekstraksi

Usia Penderita
Usia penderita tidak merupakan faktor yang berarti bagi kemungkinan

keberhasilan atau kegagalan perawatan saluran akar. Pasien yang lebih tua
usianya mengalami penyembuhan yang sama cepatnya dengan pasien yang
muda. Tetapi penting diketahui bahwa perawatan lebih sulit dilakukan pada
orang tua karena giginya telah banyak mengalami kalsifikasi. Hali ini
mengakibatkan prognosis yang buruk, tingkat perawatan bergantung pada
kasusnya
Keadaan kesehatan umum
Pasien yang memiliki kesehatan umum buruk secara umum memiliki
risiko yang buruk terhadap perawatan saluran akar, ketahanan terhadap
infeksi di bawah normal. Oleh karena itu keadaan penyakit sistemik, misalnya
penyakit jantung, diabetes atau hepatitis, dapat menjelaskan kegagalan
perawatan saluran akar di luar kontrol ahli endodontis.
c. Faktor Perawatan
Faktor perawatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu
perawatan saluran akar bergantung kepada :

Perbedaan operator
Dalam perawatan saluran akar dibutuhkan pengetahuan dan aplikasi ilmu

biologi serta pelatihan, kecakapan dan kemampuan dalam manipulasi dan


menggunakan instrumen-instrumen yang dirancang khusus. Prosedurprosedur khusus dalam perawatan saluran akar digunakan untuk memperoleh
keberhasilan perawatan. Menjadi kewajiban bagi dokter gigi untuk
menganalisa pengetahuan serta kemampuan dalam merawat gigi secara benar
dan efektif
Teknik-teknik perawatan
Banyak teknik instrumentasi dan pengisian saluran akar yang tersedia bagi
dokter gigi, namun keuntungan klinis secara individual dari masing-masing
ukuran keberhasilan secara umum belum dapat ditetapkan. Suatu penelitian

24

menunjukan bahwa teknik yang menghasilkan penutupan apikal yang buruk,


akan menghasilkan prognosis yang buruk pula.
Perluasan preparasi atau pengisian saluran akar.
Belum ada penetapan panjang kerja dan tingkat pengisian saluran akar
yang ideal dan pasti. Tingkat yang disarankan ialah 0,5 mm, 1 mm atau 1-2
mm lebih pendek dari akar radiografis dan disesuaikan dengan usia penderita.
Tingkat keberhasilan yang rendah biasanya berhubungan dengan pengisian
yang berlebih, mungkin disebabkan iritasi oleh bahan-bahan dan penutupan
apikal yang buruk. Dengan tetap melakukan pengisian saluran akar yang lebih
pendek dari apeks radiografis, akan mengurangi kemungkinan kerusakan
jaringan periapikal yang lebih jauh.
d. Faktor Anatomi Gigi
Faktor anatomi gigi dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan suatu
perawatan saluran akar dengan mempertimbangkan :

Bentuk saluran akar


Adanya pengbengkokan, penyumbatan,saluran akar yang sempit, atau

bentuk abnormal lainnya akan berpengaruh terhadap derajat kesulitan


perawatan saluran akar yang dilakukan yang memberi efek langsung terhadap
prognosis
Kelompok gigi
Ada yang berpendapat bahwa perawatan saluran akar pada gigi tunggal
mempunyai hasil yang lebih baik dari pada yang berakar jamak. Hal ini
disebabkan karena ada hubungannya dengan interpretasi dan visualisasi
daerah apikal pada gambaran radiografi. Tulang kortikal gigi-gigi anterior
lebih tipis dibandingkan dengan gigi-gigi posterior sehingga lesi resorpsi
pada apeks gigi anterior terlihat lebih jelas. Selain itu, superimposisi struktur
radioopak daerah periapikal untuk gigi-gigi anterior terjadi lebih sedikit,
sehingga interpretasi radiografinya mudah dilakukan. Radiografi standar lebih
mudah didapat pada gigi anterior, sehingga perubahan periapikal lebih mudah
diobservasi dibandingkan dengan gambaran radiologi gigi posterior.

Saluran lateral atau saluran tambahan


Hubungan pulpa dengan ligamen periodontal tidak terbatas melalui bagian

apikal saja, tetapi juga melalui saluran tambahan yang dapat ditemukan pada

25

setiap permukaan akar. Sebagian besar ditemukan pada setengah apikal akar
dan daerah percabangan akar gigi molar yang umumnya berjalan langsung
dari saluran akar ke ligamen periodontal.
Preparasi dan pengisian saluran akar tanpa memperhitungkan adanya
saluran tambahan, sering menimbulkan rasa sakit yang hebat sesudah
perawatan dan menjurus ke arah kegagalan perawatan akhir
e. Kecelakaan Prosedural
Kecelakaan pada perawatan saluran akar dapat memberi pengaruh pada hasil akhir
perawatan saluran akar, misalnya :

Terbentuknya ledge (birai) atau perforasi lateral.


Birai adalah suatu daerah artifikasi yang tidak beraturan pada permukaan

dinding saluran akar yang merintangi penempatan instrumen untuk mencapai


ujung saluran.
Birai terbentuk karena penggunaan instrumen yang terlalu besar, tidak
sesuai dengan urutan; penempatan instrumen yang kurang dari panjang kerja
atau penggunaan instrumen yang lurus serta tidak fleksibel di dalam saluran
akar yang bengkok.
Birai dan ferforasi lateral dapat memberikan pengaruh yang merugikan
pada prognosis selama kejadian ini menghalangi pembersihan, pembentukan
dan pengisian saluran akar yang memadai.
Instrumen patah
Patahnya instrumen yang terjadi pada waktu melakukan perawatan saluran
akar akan mempengaruhi prognosis keberhasilan dan kegagalan perawatan.
Prognosisnya bergantung pada seberapa banyak saluran sebelah apikal
patahan yang masih belum dibersihkan dan belum diobturasi serta seberapa
banyak patahannya. Prognosis yang baik jika patahan instrumen yang besar
dan terjadi ditahap akhir preparasi serta mendekati panjang kerja. Prognosis
yang lebih buruk jika saluran akar belum dibersihkan dan patahannya terjadi
dekat apeks atau diluar foramen apikalis pada tahap awal preparasi.
Fraktur akar vertikal
Fraktur akar vertikal dapat disebabkan oleh kekuatan kondensasi
aplikasi yang berlebihan pada waktu mengisi saluran akar atau pada waktu
penempatan pasak. Adanya fraktur akar vertikal memiliki prognosis yang

26

buruk terhadap hasil perawatan karena menyebabkan iritasi terhadap


ligamen periodontal.
2.6 Upaya Pencegahan Karies
a. Modifikasi Kebiasaan Anak
Modifikasi kebiasaan anak bertujuan untuk merubah kebiasaan anak yang salah
mengenai kesehatan gigi dan mulutnya sehingga dapat mendukung prosedur
pemeliharaan dan pencegahan karies
b. Pendidikan Kesehatan Gigi = DHE (Dental Health Education)
DHE merupakan pendidikan kesehatan gigi yang diberikan kepada anak
besertaorang tuanya. Pendidikan kesehatan yang dapat kita berikan kepada pasien
seperti memberikan petunjuk tentang bagaimana cara menyikat gigi yang benar,
kemudian kontrol diet berupa pengecekan jumlah asupan gula dari pasien
sehingga kita dapat mencegah terjadinya kerusakan gigi, serta langkah-langkah
yang dapat diambil oleh pasien untuk peningkatan oral hygiene (kebersihan
rongga mulut).
c. Kebersihan Mulut
Penyikatan gigi, flossing dan profesional propilaksis disadari sebagai
komponen dasar dalam menjaga kebersihan mulut. Keterampilan penyikatan gigi
harus diajarkan dan ditekankan pada anak di segala umur. Anak di bawah umur 5
tahun tidak dapat menjaga kebersihan mulutnya secara benar dan efektif maka
orang tua harus melakukan penyikatan gigi anak setidaknya sampai anak berumur
6 tahun kemudian mengawasi prosedur ini secara terus menerus. Penyikatan gigi
anak mulai dilakukan sejak erupsi gigi pertama anak dan tatacara penyikatan gigi
harus ditetapkan ketika molar susu telah erupsi.
d. Diet dan Konsumsi Gula
Kontrol diet yang dimaksud disini bukanlah diet yang dilakukan untuk
menurunkan berat badan, melainkan pengaturan jumlah dan frekuensi asupan
makanan serta minuman yang dilakukan 3-7 hari sehingga dapat kita ketahui
kebiasaan makan dari pasien apakah itu baik atau buruk.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan kontrol diet adalah
Kita mengurangi frekuensi makan dari pasiennamun tidak mengurangi
jumlahnya. jadi, dalam sehari pasien makan 3 makanan utama dan 2 atau 3
makanan tambahan. Makanan tambahan berupa makanan yang hanya
mengandung sedikit sukrosa (gula).

27

Jangan ngemil diantara jam makan karena dapat mengganggu kerja saliva
dalam menetralkan asam.
Anak-anak boleh dikasih permen hanya sekali seminggu atau diberikan permen
yang tidak mengandung gula seperti xylitol.
Cara melakukan kontrol diet:
Pada kunjungan pertama, kita berikan borang kepada pasien untuk diisi
dirumah. Borang ini berupa tabel yang harus diisi pasien dengan jujur
mengenai apa saja yang dikonsumsi oleh pasien setiap harinya dalam
seminggu. Catat juga waktunya saat pasien makan.
Pada kunjungan berikutnya, pasien menyerahkan borang yang sudah diisi lalu
kita hitung asupan makanan pasien (dalam hal ini jumlah sukrosa).
Kita berikan penjelasan mengenai kontrol diet yang benar kepada pasien
e. Topikal Aplikasi
Yang dimaksud dengan topikal aplikasi fluor adalah pengolesan langsung
fluor pada enamel. Setelah gigi dioleskan fluor lalu dibiarkan kering selama 5
menit, dan selama 1 jam tidak boleh makan, minum atau berkumur (Lubis, 2001).

2.7 Trauma
Trauma merupakan kerusakan jaringan keras gigi dan atau periodontal karena
kontak yang keras dengan suatu benda yang tidak terduga sebelumnya pada gigi
baik pada rahang atas maupun rahang bawah atau kedua-duanya.
Penyebab trauma gigi pada anak yang paling sering adalah karena jatuh saat
bermain, baik diluar maupun didalam rumah dan saat berolahraga, trauma gigi
anterior terjadi secara langsung maupun tidak langsung sepertiketika benturan
yang mengenai dagu menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi rahang
atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan tiba-tiba (Kohc, 2001).
2.7.1 Klasifikasi Trauma
Para ahli mengklasifikasikan berbagai macam kelainan akibat trauma gigi
anterior. Klasifikasi trauma gigi yang telah diterima secara luas adalah klasifikasi
menurut Ellis dan Davey (1970) dan klasifikasi yang direkomendasikan dari
World Health Organization (WHO) dalam Application of International
Classification of Diseases to Dentistry and Stomatology.

28

Ellis dan Davey menyusun klasifikai trauma pada gigi anterior menurut
banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu :
Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan email.
Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan dentin
tetapi belum melibatkan pulpa.
Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan menyebabkan
terbukanya pulpa.
Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi nonvital dengan atau
tanpa kehilangan struktur mahkota.
Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi.
Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan strukturmahkota.
Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacementgigi.
Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi sulung
Klasifikasi yang direkomendasikan dari world Health Organization
(WHO) dalam Application of internal clasification of disease to dentistry and
stomatology diterapkan baik gigi sulung dan gigi tetap, yang meliputi
jaringan keras gigi. Jaringan pendukung gigi dan jaringan lunak rongga mulut
I.

yaitu sebagai berikut:


Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa :
1. Retak mahkota (enamel infraction), yaitu suatu fraktur yang tidak
sempurna pada email tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horiontal
atau vertikal.
2. Fraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture), yaitu
fraktur email yang tidak komplek yang hanya mengenai lapisan email saja.
3. Fraktur email-dentine (uncomplicated crown fracture), yaitu fraktur pada
mahkota gigi yang hanya mengenai email dan dentine saja tanpa
melibatkan pulpa.
4. Fraktur mahkota yang kompleks (uncomplicated crown fracture), yaitu

II.

fraktur yang mengenai email.


Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa, dan tulang alveolar
1. Fraktur mahkota-akar, yaitu suatu fraktur yang mengenai email, dentine,
dan sementum. Fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan pulpa
disebutfraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root
fracture) dan fraktur mahkota yang tidak melibatkan jaringan pulpa disebut

29

fraktur mahkota-akar yang tidak kompleks

kompleks (uncomplicated

crown-root fracture).
2. Fraktur akar, yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa
tanpa melibatkan lapisan email.
3. Fraktur dinding soket gigi, yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan
dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual
dari dinding soket.
4. Fraktur prosesus alveolaris yaitu fraktur yang mengenai prosesus
alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi.
5. Fraktur korpus mandibula atau maksila yaitu fraktur pada korpus
mandibula atau maksila yang melibatkan prosesus alveolaris dengan atau
III.

tanpa melibatkan soket gigi.


Keruskan pada jaringan periodontal
1. Concusion yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang
menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa
adanya kegoyangan atau perubahan posisi.
2. Subluxation yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi
akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.
3. Luksasi ekstrusi (partial displacement)yaitu pelepasan sebagian gigi keluar
dari soketnya. Ekstruksi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih panjang.
4. Luksasi merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan
gigi ke arah labial, palatal, maupun lateral, hal ini menyebabkan kerusakan
atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang
menyebabkan luksasi lateral menyebabkan mahkota bergerak kearah
palatal.
5. Luksasi intrusi yaitu pergerakan gigi kedalam tulang alveolar, dimana
dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi intrusi
menyebabkan mahkota gigiterlihat lebih pendek.
6. Laserasi (hilang atau ekstrartikulasi) yaitu pergerakan seluruh gigi keluar

dari soket.
IV. Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut
1. Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang
disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka terbuka
tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel.
2. Kontusio yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda
tumpul dan menyebabkan terjadinya pendarahan pada aderah submukosa
tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.

30

3. Luka abrasi yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena
gesekan atau goresan suatu benda sehingga terdapat permukaan yang
berdarah atau lecet.
2.7.2 Penatalaksanaan Trauma
Trauma gigidapat mengenai satu atau lebih dari dua gigi sulung maupun gigi
tetap. Perawatan yang dilakukan harus berdasarkan pada diagnosa yang tepat.
Penanganan dini trauma gigi sangat berpengaruh pada vitalitas dan proses
penyembuhan gigi serta jaringan sekitarnya. Langkah-langkah penanganan yang
sebaiknya dilakukan adalah sebagai berikut:
I. Penangan Umum, ditujukan untuk menegakkan diagnosis yang tepat meliputi:
1.Pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang.
Salah satu cara untuk memeriksa bayi dan anak-anak yang terkena trauma
yaitu menidurkan anak pada pangkuan ibu/ayah/atau pengasuh dengan
pandangan keatas. Tangan anak diletakkan di bawah tangan ibudan dokter gigi
duduk di depan ibu dengan kepala anak terletak pada pangkuannya. Posisi
demikian dapat memungkinkan dokter gigi untuk dapat melihat keduarahang
anak. Dokter gigi dapat menggunakan molt mouth-prop atau mengikat jari
tangannya dengan menggunakan bantalan dan adhesive tape.Anamnesis secara
lengkap dengan menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan riwayat
terjadinya trauma dilakukan dengan memberikanpertanyaan kapan terjadinya
trauma, bagaimana trauma bisa terjadi, apakah ada luka di bagian tubuh
lainnya, perawatan apa yang telah dilakukan, apakah pernah terjadi trauma gigi
pada masa lalu, dan imunisasi apa saja yang telah diberikan pada anak.
Pemeriksaan luka ekstra oral dilakukan dengan cara palpasi pada bagianbagian wajah sekitar. Palpasi dilakukan pada alveolus dan gigi, tes mobilitas,
reaksi terhadap perkusi, transiluminasi, tes vitalitas baik konvensional maupun
menggunakan vitalitester, gigi-gigi yang bergeser diperiksa dan dicatat, apakah
terjadi maloklusi akibat trauma, apakah terdapat pulpa yang terbuka, perubahan
warna, maupun kegoyangan. Gigi yang mengalami trauma akan memberikan
reaksi yang sangat sensitif terhadap tes vitalitas, oleh karena itu tes vitalitas
hendaknya dilakukan beberapa kali dengan waktu yang berbeda-beda.

31

Pembuatan foto periapikal dengan beberapa sudut pemotretan ataupun


panoramik sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosa.
2.Perawatan darurat merupakan awal dari perawatan.
Pertolongan pertama dilakukan untuk semua luka pada wajah dan mulut.
Jaringan lunak harus dirawat dengan baik. Pembersihan luka dengan baik
merupakan tolak ukur pertolongan pertama. Pembersihan dan irigasi yang
perlahan dengan saline akan membantu mengurangi jumlah jaringan yang mati
dan resiko adanya keadaan anaerobik. Antiseptik permukaan juga digunakan
untuk mengurangi jumlah bakteri, khususnya stafilokokus dan streptokokus
patogen pada kulit atau mukosa daerah luka.
3. Imunisasi Tetanus.
Salah satu tindakan pencegahanyang dapat dilakukan pada anak yang
mengalamitrauma yaitu melakukan imunisasi tetanus. Pencegahan tetanus
dilakukan dengan membersihkan luka sebaik-baiknya, menghilangkan benda
asing, dan eksisi jaringan nekrotik. Dokter gigi bertanggungjawab untuk
memutuskan apakah pencegahan tetanus dipelrukan bagi pasien anak-anak
yang mengalami avulsi gigi, kerusakan jaringan lunak yang parah, luka karena
objek yang terkontaminasi tanah atauluka berlubang. Riwayat imunisasi
sebaiknya didapatkan dari orang tua penderita. Pada umumnya anak-anak telah
mendapatkan proteksi yang memadai dari imunisasi aktif berupa serangkaian
injeksi tetanus toksoid. Apabila imunisasi aktif belum didapatkan, maka dokter
gigi sebaiknya segera menghubungi dokter keluarga untuk perlindungan ini.
Imunisasi dengan antitoksin tetanus dapat diberikan, tetapi imunisasi pasif ini
bukan tanpa bahaya karena dapat menimbulkan anafilaktik syok. Pemberian
antibiotik diperlukan hanya sebagai profilaksis bila terdapat luka pada jaringan
lunak sekitar. Apabila luka telah dibersihkan dengan benar maka pemberian
antibiotik harus dipertimbangkan kembali.
II. Penangan Gigi dan Jaringan Sekitar
Penanganan untuk gigi dan jaringan sekitar dilakukan bila keadaan umum
pasien telah baik dan seluruh langkah-langkah penanganan umum telah dilakukan.
Penentuan rencana perawatan yang tepat didasarkan pada diagnosa serta
anamnesa yang lengkap.

32

1.Perawatan segera pada trauma gigi sulung


Pada awal perkembangan gigi tetap, gigi insisif terletak pada palatal dan
sangat dekat dengan apeks gigiinsisif sulung. Oleh karena itu bila terjadi
trauma

pada

gigi

sulung

maka

dokter

gigi

harus

benar-benar

mempertimbangkan kemungkinan terjadi kerusakan pada gigi tetap di


bawahnya.
1.1 Fraktur Email dan Email-Dentin
Perawatan fraktur yang terjadipada email dan email-dentin pada anak
yang tidak kooperatif cukup dengan menghilangkan bagian-bagian yang
tajam, namun bila anak kooperatif dapat dilakukan penambalan dengan
menggunakan semen glass ionomer atau kompomer.
1.2 Fraktur Mahkota Lengkap
Pencabutan gigi merupakan perawatan yang terbaik namun bila pasien
kooperatif maka dapat dilakukan perawatan saluran akar dan dilanjutkan
dengan penambalan.

1.3 Fraktur Mahkota-Akar


Perawatan terbaik adalah ekstraksi, karena umumnya kamar pulpa akan
terbuka dan keberhasilan perawatan kurang memuaskan.
1.4 Fraktur Akar
Apabila pergeseran mahkota terlihat menjauh dari posisi seharusnya
maka pencabutan adalah perawatan terbaik. Bagian akar yang tertinggal
hendaknya tidak dicabut agar tidak mengganggu gigi tetap di bawahnya.
Pada beberapa kasus terlihat bila bagian mahkota menjadi nekrosis namun
pada bagian akar tetap vital, oleh karena itu resorpsi akar oleh gigi tetap
dapat terjadi dan pertumbuhannya tidak terganggu
1.5 Concussion
Concussion umumnya tidak terlihat pada saat setelah terjadinya trauma.
Keluhan akan muncul bila telah timbul perubahan warna pada gigi. Daerah
sekitar umumnya akan terjadi luka (bibir, lidah), pembersihan daerah luka

33

dengan mengoleskan kapas yang dicelupkan pada cairan klorheksidin 0,1%


sehari 2 kali selama 1-2 minggu.
1.6 Subluksasi
Orang tua dianjurkan untuk membersihkan daerah luka dan memberikan
makanan lunak beberapa hari. Kegoyangan akan berkurang dalam 1-2
minggu.
1.7 Extrusive luxation
Perawatan terbaik adalah dengan mencabut gigi yang mengalami trauma.
1.8 Lateral luxation
Luksasi mahkota ke arah palatal akan menyebabkan akar bergeser ke
arah bukal, sehingga tidak terjadi gangguan pada benih gigi tetap di
bawahnya. Perawatan terbaik adalah dengan mengevaluasi gigi tersebut.
Gigi akan kembali pada posisi semula dalam waktu 1-2 bulan oleh karena
tekanan lidah.
Pada gigi yang mengalami luksasi mahkota ke arah bukal perawatan
terbaik adalah melakukan pencabutan, oleh karena akar akan mengarah ke
palatal sehingga mengganggu benih gigitetap di bawahnya.
1.9 Intrusive luxation
Pada gigi yang mengalami intrusi ke arah palatal perawatan terbaik
adalah ekstraksi. Alat yang digunakanuntuk ekstraksi hendaknya hanya tang
ekstraksi dan daerah pencabutan dilakukan sedikit penekanan untuk
mengembalikan tulang yang bergeser. Apabila intrusi ke arah bukal cukup
dilakukan evaluasi karena gigi akan erupsi kembali ke arah semula. Orang
tua dianjurkan untuk membersihkan daerah trauma dengan menggunakan
cairan klorheksidin 0,1%. Daerah trauma rawan terjadi infeksi terutama
pada 2-3 minggu pertama selama proses reerupsi. Apabila tanda-tanda
inflamasi terlihat pada periode ini maka perawatan terbaik adalah ekstraksi.
Waktu yang diperlukan untuk reerupsi umumnya antara 2-6 bulan. Bila
reerupsi gagal terjadi akan timbul ankilosis dan pada kasus ini ekstraksi
adalah pilihan yang terbaik.
1.10 Avulsi

34

Pada gigi sulung yang mengalami avulsi replantasi merupakan


kontraindikasi oleh karena koagulum yang terbentuk akan mengganggu
benih gigi tetap (Kohc, 2001).

Anda mungkin juga menyukai