Pasien yang telah melakukan restorasi kavitas kurang memperhatikan tumpatan pasca
restorasi tersebut. Padahal sebaik apapun restorasi yang telah dilakukan oleh dokter gigi tetap
harus dilakukan kontrol untuk melihat adanya perubahan yang terjadi pada restorasi tersebut
Menurut Philips, tidak ada satupun bahan tumpatan di bidang kedokteran gigi yang dapat
melekat sempurna pada struktur gigi. Celah mikro selalu ada pada tumpatan sehingga dapat
menyebabkan cairan atau sisa makanan masuk pada celah sehingga bisa menyebabkan
terjadinya kebocoran tepi (mikroleakage) (Philips, 2003).
Kebocoran tumpatan merupakan hal yang dapat ditemukan baik pada restorasi yang
telah lama maupun restorasi yang masih tergolong baru. Terjadinya kebocoran tepi
merupakan akibat kegagalan adaptasi tumpatan terhadap dinding kavitas. Bila telah terjadi
kebocoran tepi pada tumpatan maka dampak pada gigi akan terlihat, karies sekuder, marginal
stain, dan diskolorisasi gigi (Mukuan, 2013).
Karies sekunder adalah karies yang terjadi di jaringan sekitar tumpatan sehingga
menggagalkan usaha penumpatan tersebut. Karies sekunder biasa disebut karies rekuren.
Pemeriksaan histologik lesi dini karies sekunder memberikan beberapa indikasi tentang
bagaimana lesi dibentuk. Bila tumpatan telah di letakkan, email disekitar tumpatan dapat
dibagi menjadi dua bagian yaitu email permukaan dan email pada dinding kavitas. Oleh
karena itu lesi karies sekunder terdiri dari dua bagian. Suatu lesi luar yang dibentuk pada
permukaan gigi sebagai akibat dari karies pertama dan kavitas lesi dinding yang hanya akan
terlihat bila ada bakteri, cairan, molekul, atau ion hidrogen diantara tumpatan dan dinding
kavitas. Celah di sekitar tepi tumpatan yang tidak terdeteksi ini secara klinik dikenal dengan
celah mikro (Kidd, 1991).
Penyebab dari karies sekunder yaitu kegagalan restorasi resin komposit yang
menyebabkan kebocoran dari resin komposit, dikarenakan:
1. Perbedaan masing-masing koefisien thermal ekspansi diantara resin komposit,
dentin, dan enamel.
2. Penggunaan oklusi dan pengunyahan yang normal.
3. Kesulitan karena adanya kelembaban, mikroflora yang ada, lingkungan mulut
bersifat asam. (Hermina, 2003)
4. Adanyamicroleakage, yang merupakan suatu celah berukuran mikro antara bahan
restorasi dengan sruktur gigi, sehingga margin restorasi terbuka. (Yuwono, 1990)
5. Adaptasi yang buruk, yang menyebabkan masuknya cairan oral, bakteri maupun
toksinnya sehingga menyebabkan karies sekunder (Sularsih, 2007).
Invasi bakteri melalui tubulus dentin
Tubulus dentin dapat terbuka sebagai hasil dari prosedur operatif atau prosedur
restoratif yang kurang baik atau akibat material yang bersifat iritatif. Bisa juga diakibatkan
karena fraktur pada enamel, fraktur dentin, proses erosi, atrisi dan abrasi. Dari tubulus dentin
inilah infeksi bakteri dapat mencapai jaringan pulpa dan menyebabkan peradangan.
Sedangkan terbukanya pulpa bisa disebabkan karena proses trauma, prosedur operatif dan
yang paling umum adalah karena adanya karies. Hal ini mengakibatkan mikroba atau bakteri
mengiritasi jaringan pulpa dan terjadi peradangan pada jaringan pulpa (Soames dan Southam,
1998).
Terjadinya demineralisasi lapisan email, menyebabkan email menjadi rapuh. Jika
karies gigi di biarkan tidak dirawat, proses karies akan terus berlanjut sampai ke lapisan
dentin dan pulpa gigi, apabila sudah mencapai pulpa gigi penderita biasanya mengeluh
giginya terasa sakit. Jika tidak dilakukan perawatan, akan menyababkan kematian pulpa, serta
proses radang berlanjut sampai ke tulang alveolar. (Kidd, 2002)
Soames J.V.and Southam J.C. 1998. Oral Pathology. 3 th ed. United States: Oxford
University Press,pp:53-9.
kemudian terjadi edema pulpa. Karena kekurangan sirkulasi kolateral pada pulpa, maka dapat
terjadi iskemia infark sebagian atau total pada pulpa dan menyebabkan respon pulpa terhadap
inflamasi rendah. Hal ini memungkinkan bakteri untuk penetrasi sampai ke pembuluh darah
kecil pada apeks (Shafer et al., 1963).
Cedera pulpa yang disebabkan oleh sebab-sebab yang telah disebutkan di atas dapat
mengakibatkan kematian sel, dan menyebabkan inflamasi. Derajat inflamasinya proporsional
dengan intensitas dan keparahan kerusakan jaringannya. Cedera ringan, misalnya karies
insipien atau preparasi kavitas yang dangkal, hanya menimbulkan inflamasi sedikit saja atau
bahkan tidak sama sekali. Sebaliknya, karies dalam, prosedur operatif yang luas, atau iritasi
yang terus menerus pada umumnya akan menimbulkan kelainan inflamasi yang lebih parah.
Bergantung kepada keparahan dan durasi gangguan dan kemampuan pejamu untuk
menangkalnya, respon pulpa berkisar antara inflamasi sementara (pulpitis reversibel) sampai
pada pulpitis yang irreversibel dan kemudian menjadi nekrosis total (Walton and Torabinejad,
1996).
Patogenesis pulpa dapat dijelaskan sebagai berikut, cedera pulpa mengakibatkan
kerusakan sel dan kematian sel yang diikuti dengan pelepasan mediator inflamasi nonspesifik
seperti histamin, bradikinin, dan metabolit asam arakidonat. Selain itu dikeluarkan juga
produkproduk granula lisosom polimorfonuklear (elastase, katepsin G, dan laktoferin),
inhibitor protease misalnya antitripsin, dan neuropeptida misalnya peptide calcitonin
generelated (CGRP) dan substansi P (SP) (Torabinejad, 1994; Rauschensenberger et al.,
1991;Mc Clanahan et al., 1991;Byers et al., 1990).
Selain reaksi inflamasi nonspesifik, respon imunologis juga mungkin akan mengawali
dan memperberat penyakit pulpa (Torabinejad, 1994). Antigen yang potensial adalah bakteri
dan produk-produk sampingannya di dalam karies dentis, yang secara langsung (atau melalui
tubulus) dapat memicu berbagai reaksi yang berbeda. Di dalam pulpa normal dan
terinflamasi, dapat dijumpai adanya limfosit B, sel-sel plasma, antibodi dan limfosit T (Hanh
and Falkler, 1992). Keberadaan antigen yang potensial di dalam karies dan terdapatnya sel
yang berkemampuan imunologis seperti leukosit PMN, makrofag, limfosit, sel plasma, dan
sel mast dalam pulpa yang terinflamasi menunjukkkan bahwa mediator dari reaksi
imunologis ikut berpartisipasi dalam mengatur pathogenesis nekrosis pulpa.
Cedera ringan pada pulpa mungkin tidak akan menyebabkan perubahan yang nyata.
Akan tetapi cedera moderat dan parah akan menyebabkan pelepasan mediator inflamasi.
Suatu peningkatan dalam inhibitor protease pada pulpa yang terinflamasi secara moderat atau
parah menunjukkan adanya natural modifiers (Mc Clanahan et al., 1991). Pelepasan sejumlah
dapat
mencapai
pulpa
melalui
perforasi
karies,
prosedur
penumpatan, atau trauma yang menyebabkan fraktur gigi, retak atau aposisi. Sumber
paling umum infeksi pulpa yaitu karies. Bakteri pada karies bersifat motil berjalan
melalui tubulus dentinalis dengan pembelahan sel (binary fission) dan melalui
pergerakan cairan dentine Dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang
sudah mendekati ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya
akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Pada pulpa yang mengalami
nekrotik, mekanisme pertahanan tubuh seperti inflamasi dan imunitas tidak ada, ruang
pulpa menjadi reservoir bakteri yang akan berinvasi. Cairan jaringan dan sel yang
mengalami disentegrasi dari jaringan nekrotik membentuk substrat makanan yang
penting bagi mokroba. Substrat makanan, tekanan oksigen yang rendah dan interaksi
bakteri merupakan faktor ekologi yang penting bagi mikroorganisme untuk
berkembang.(Artha, Wira. 2013. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum Ektrak
Propolis. Available at http://adln.lib.unair.ac.id/. Accesed on November 3rd 2015)
2. Jalur Periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket
3. Jalur Perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya makanan di bawah operkulum
tetapi hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak atau belum dapat tumbuh sempuna.
(Prasetiyo, Adhi. 2013. Identifikasi Bakteri Escherichia Coli Pada Lalap Pedagang
Penyet Di Daerah Barusari Semarang Selatan. Available at http://digilib.unimus.ac.id/.
Accesed on November 3rd 2015)
Dalam kasus infeksi odontogenik yang sering terjadi melalui jalur periapikal.
Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya
proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan
struktur gigi yang nekrosis tersebut.
Gambar 1. Ilustrasi keadaan gigi yang mengalami infeksi dapat menyebabkan abses
odontogen.(A) Gigi normal, (B) gigi mengalami karies, (C) gigi nekrosis yang
mengalami infeksi menyebabkan abses.
DAFTAR PUSTAKA
Philips. 2003. Science of dental material. 11th ed. Philadelphia, W.B. Ounders Company. pp
516
Mukuan, Theo. Et al. 2013. Gambaran Kebocoran Tepi Tumpatan Pasca Restorasi Resin
Komposit Pada Mahasiswa Program Studi Kedokteran Gigi Angkatan 2005-2007. Jurnal
E-Gigi (Eg). Vol 1. No 2. pp 115-120
Kidd, Edwina AM, Sally JB. Dasar-dasar karies penyakit dan penanggulangannya. Jakarta:
EGC;1991. pp 188
Kidd EAM, Joyston-Bechal S. Dasar-dasarkaries. Alihbahasa.Sumawinata N. Jakarta: EGC,
2002: 1-40.
Torabinejad M, Walton RE. Principles and practice of endodontics 4 th ed. Philadelphia:
Saunders Company; 2009. p. 1,7,21, 28, 38-40, 49-56.
Langlais RP, Miller CS. Kelainanronggamulut yang lazim. Jakarta: Hipokrates, 1998: 94-97.
Saito D, Leonardo RT, Rodrigues JLM. Siu Mui Tsai, Hofling JF, Goncalves RB.
Identification of bacteria in endodontic infections by sequence analysis of 16S rDNA
clone libraries. J Med Microbiol 2006; 55:101-7.
Jawetz E, Melnick JL, Adelberg E.A. Mikrobiologi Kedokteran Ed. 23. Jakarta : EGC; 2007.
hal.238,245,311-3.
Hermina, M.T. 2003. PerbaikanRestorasi Resin KompositKlas I. Sumatera Utara: USU
Digital Library.
Edwina, A.M., 2001.,Diagnosis of Secondary Caries., Journal of Dental Education 65(10):
997- 1000
Soames J.V.and Southam J.C. 1998. Oral Pathology. 3 th ed. United States: Oxford
University Press,pp:53-9.
Walton R.E. and Torabinejad M. 1996. Principles and Practise of Endodontics. 2nd
ed. Philadelphia.W.B Saunders Company.pp:41-2
Shafer W.G., Hine M.K., Levy B.M. 1963. A Textbook of Oral Pathology. 2 nd ed.
Philadelphia :W.B Saunders, pp:378-86.
Vriezen TH.C., Oort J., velthuizen R.W., Waal I.V.D.1979. Radang Rahang. 2nd ed.
Leiden.Stafleu & Tholen B.V.p:35.
Prasetiyo, Adhi. 2013. Identifikasi Bakteri Escherichia Coli Pada Lalap Pedagang Penyet Di
Daerah Barusari Semarang Selatan. Available at http://digilib.unimus.ac.id/. Accesed on
November 3rd 2015.
Artha, Wira. 2013. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum Ektrak Propolis. Available at
http://adln.lib.unair.ac.id/. Accesed on November 3rd 2015.