Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PANUM KONSERVASI

KELOMPOK 2
KLASIFIKASI KARIES DAN PENYAKIT PULPA DAN
PERIAPIKAL

OLEH :
ISWARA SARDI
RAYHAN AGNA DANEO
VELYA APRO

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
1.1 Etiologi Karies

Karies gigi berasal dari bahasa latin (decay) yang berarti gigi yang membusuk.

Karies gigi merupakan penyakit kronis dan multifaktorial yang menyebabkan

penguraian dan demineralisasi gigi. Karies merupakan bentuk kerusakan progresif

enamel, dentin dan sementum yang dipicu oleh aktivitas mikroba di permukaan

gigi. Kehilangan substansi gigi biasanya didahului oleh pelunakan jaringan

tersebut, yang disebabkan oleh pelarutan sebagian mineral sebelum akhirnya

mengalami kerusakan total jaringan. Oleh karena itu, karies dapat dibedakan dari

proses destruktif lainnya pada mahkota gigi seperti abrasi karena keausan mekanis

dan erosi akibat cairan asam yang menghilangkan bagian tipis permukaan yang

bersentuhan dengannya lapisan demi lapisan. Terjadinya karies gigi dapat

disebabkan oleh empat faktor, yaitu plak dan mikroorganisme, peran karbohidrat

makanan, gigi dan saliva, dan waktu.

1.1.1 Faktor Penyebab Karies

1. Plak dan Mikroorganisme

Plak adalah substansi yang menempel di permukaan gigi berupa lengketan yang

mengandung bakteri-bakteri yang terakumulasi beserta asam-asam yang

diproduksinya atau bisa disebut sebagai biofilm. Akumulasi bakteri-bakteri ini

tidak muncul dalam sekejap tetapi terjadi dalam beberapa tahapan. Diawali

dengan kumpulan bakteri yang menempel di permukaan gigi karena cairan

saliva. Kemudian koloni bakteri yang terdiri dari bermacam-macam spesies di

permukaan gigi berkembang menjadi biofilm dengan berkembang biak dan

menghasilkan matriks ekstraseluler untuk berakumulasi sehingga menjadi

biofilm yang matang. Plak gigi merupakan substansi lengket yang menempel di
permukaan gigi. Hal ini dianggap sebagai penyebab utama karies gigi. Bakteri

Streptococcus mutans memproduksi asam untuk memfermentasikan sukrosa di

rongga mulut yang menyebabkan lengketnya plak di permukaan gigi. Dari hasil

fermentasi tersebut, S. mutans memproduksi asam laktat yang menyebabkan

dekalsifikasi email.

2. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan bahan yang paling berkaitan dengan karies gigi. Hasil

pecahan dari karbohidrat seperti sukrosa dapat menimbulkan karies gigi karena

dapat menyebabkan turunnya pH saliva secara drastis dan memudahkan

terjadinya demineralisasi gigi, selain itu sukrosa merupakan jenis gula yang

banyak dikonsumsi. Tidak semua karbohidrat memiliki derajat kariogenik yang

sama. Karbohidrat yang kompleks seperti pati, relatif tidak berbahaya karena

tidak dicerna dengan sempurna di rongga mulut, sedangkan karbohidrat yang

sederhana seperti gula dapat segera meresap ke dalam plak dan difermentasi

oleh bakteri sehingga pH plak akan semakin rendah yang dapat menyebabkan

demineralisasi email gigi.

3. Gigi dan Saliva

Permukaan gigi yang dilapisi oleh pelikel hasil pengendapan glikoprotein saliva,

enzim, dan immunoglobulin, menjadi tempat yang ideal untuk perlekatan bakteri

Streptococcus mutans. Jika tidak ada intervensi upaya kebersihan gigi dan mulut

secara mekanis pada permukaan gigi, maka plak akan segera terbentuk sampai

ketebalan tertentu untuk membentuk lingkungan yang bersifat anaerob. Maka

dari itu, daerah permukaan gigi yang memudahkan perlekatan plak sangat

berpeluang untuk diserang karies gigi. Daerah pit dan fissures, permukaan email
bagian aproksimal di bawah titik kontak, sepertiga servikal permukaan

labial/bukal dan palatal/lingual mahkota gigi, permukaan akar gigi dekat garis

servikal pada pasien dengan resesi gingiva, daerah subgingiva, tepi tumpatan

terutama yang kurang atau mengemper, permukaan gigi yang berdekatan dengan

gigi tiruan dan jembatan, serta kelainan gigi seperti hipoplasia merupakan

daerah yang berpeluang besar terjadinya pembentukan plak dan pada daerah

tersebut sering ditemukan karies gigi. Karies gigi sering terjadi pada permukaan

gigi yang spesifik baik pada gigi susu maupun gigi permanen. Gigi susu akan

mudah mengalami karies gigi pada permukaan yang halus sedangkan karies

pada gigi permanen ditemukan di permukaan pit dan fissures.

Saliva berperan penting dalam melindungi gigi dan mukosa mulut dari karies

gigi. Saliva memberikan perlindungan dengan mempertahankan mikroorganisme

normal dalam rongga mulut dan mempertahankan keutuhan permukaan gigi

serta menghilangkan bakteri, aktivitas anti-bakteri, sistem buffer, dan proses

remineralisasi. Saliva memiliki efek membersihkan, melarutkan makanan,

membantu pembentukan bolus makanan, membersihkan makanan dan bakteri,

lubrikasi mukosa rongga mulut, membantu pengunyahan, penelanan dan bicara.

Gangguan pada penderita xerostomia menyebabkan mereka lebih rentan terkena

rampan karies karena kelenjar saliva tidak mampu menghasilkan saliva.

4. Waktu

Faktor-faktor penyebab karies gigi seperti bakteri, makanan, gigi yang

berinteraksi dalam periode waktu tertentu dapat menghasilkan pH asam yang

bisa menghancurkan email gigi. Permukaan email gigi yang terpapar asam

secara terus-menerus dapat menyebabkan terjadinya kerusakan. Namun karies


gigi merupakan penyakit yang berkembang dengan lambat dan kemunculannya

terjadi dalam beberapa tahap serta merupakan proses dinamis yang ditandai oleh

periode demineralisasi dan remineralisasi. Hal ini disebabkan karena adanya

kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama

berlangsungnya proses karies gigi.

1.1.2 Proses Terjadinya Karies

Proses karies gigi diawali dengan biofilm bakteri yang menempel pada permukaan

gigi atau disebut juga sebagai plak gigi. Plak yang melekat erat pada permukaan

gigi dan gingiva dan berpotensi cukup besar untuk menimbulkan penyakit pada

jaringan keras gigi. Keadaan ini disebabkan karna plak mengandung berbagai

macam bakteri dengan berbagai macam hasil metabolisme nya. Bakteri seperti

Streptococcus mutans dan Lactobacillus spp memproduksi asam organik yang

merupakan hasil metabolisme fermentasi karbohidrat seperti sukrosa, glukosa,

fruktosa dan maltosa. Asam yang dihasilkan bakteri tersebut dapat dapat merusak

gigi, juga dipergunakan oleh bakteri untuk mendapat energi, dan dapat

menurunkan pH plak gigi hingga di batas kritis menyebabkan penguraian kalsium

fosfat yang terkandung dalam hidroksiapatit. Plak akan tetap bersifat asam selama

beberapa waktu dan untuk kembali ke pH normal dibutuhkan waktu 30 sampai 60

menit. Hal ini terjadi secara berulang-ulang dan dalam periode waktu tertentu,

keadaan pHnya akan tetap dibawah pH normal dan mengakibatkan terjadinya

demineralisasi dari permukaan email yang rentan, yaitu terjadinya pelarutan dari

kalsium yang menyebabkan terjadinya kerusakan email sehingga dapat

menyebabkan karies gigi. Perkembangan karies gigi juga dipengaruhi oleh

frekuensi makanan yang masuk ke dalam mulut seperti karbohidrat, begitu juga
dengan kerentanan permukaan gigi serta laju alir saliva, viskositas saliva, dan

kapasitas buffer saliva.

1.2 Klasifikasi Karies

Semua faktor yang dapat menyebabkan kehilangan struktur gigi semua dapat

dicegah, distabilkan atau disembuhkan sampai taraf tertentu. Sehingga penting

adanya cara untuk mengklasifikasikan dan mengidentifikasi semua lesi dengan

tepat pada saat pemeriksaan awal sehingga rencana perawatan logis yang tepat

dapat dirumuskan tidak hanya untuk memperbaiki kerusakan tetapi juga dapat

menghilangkan penyebabnya. Karies merupakan penyakit yang dapat

diklasifikasikan berdasarkan beberapa kelompok

1.2.1 Berdasarkan Letak Anatomi

Berdasarkan letak anatomi, jenis karies dibagi menjadi 3, diantaranya :

1. Pit and Fissure Caries

Karies ini ditemukan pada pit dan fissure di permukaan oklusal gigi

posterior, permukaan bukal dan lingual molar, dan permukaan lingual gigi

anterior.

2. Smooth Surface Caries

Karies terlihat pada semua permukaan gigi yang halus seperti

sepertiga gingiva dari permukaan bukal dan lingual di proksimal gigi.


3. Root Caries

Karies terjadi pada permukaan akar yang terbuka.

1.2.2 Klasifikasi Karies Berdasarkan Stadium (Kedalaman)

1. Karies Superfisialis (KME)

Karies Superfisialis merupakan karies yang baru mengenai atau mencapai

bagian terluar gigi (Enamel) dan belum mengenai dentin.

2. Karies Media (KMD)

Karies media merupakan karies yang telah mengenai atau mencapai dentin tetapi

belum mengenai setengah dentin.

3. Karies Profunda (KMP)

Karies Profunda merupakan karies yang telah mengenai atau mencapai setengah

dentin bahkan hingga kepulpa.

1.2.3 Klasifikasi Karies Menurut WHO

1. Tingkat keparahan sangat rendah dengan nilai DMF-T sebesar 0,0-1,0.


2. Tingkat keparahan rendah dengan nilai DMF-T sebesar 1,2-2,6.

3. Tingkat keparahan sedang dengan nilai DMF-T sebesar 2,7-4,4.

4. Tingkat keparahan tinggi dengan nilai DMF-T sebesar 4,5-6,5.

5. Tingkat keparahan sangat tinggi dengan nilai DMF-T sebesar >6,6.

1.2.4 Klasifikasi karies menurut system G.V Black

1. Klas I

Karies ini yang terdapat pada bagian oklusal (pits dan fissur) dari gigi premolar

dan molar (gigi posterior) terdapat pada gigi anterior di foramen caecum.

2. Klas II

Kavitas yang terdapat pada permukaan aproksimal gigi posterior, karies klas II

dapat mengenai permukaan mesial dan distal atau hanya salah satunya

sehingga dapat digolongkan menjadi kavitas MO (mesio-oklusal) atau

MOD(Mesio-Oklusal_Distal).

3. Klas III

Lesi Klas III hanya mengenai gigi anterior. Lesi ini dapat terjadi pada bagian

approximal dari gigi depan, tetapi belum mencapai 1/3 incisal gigi.

4. Klas IV

Kavitas ini adalah kelanjutan dari kavitas klas III. Lesi ini pada permukaan

proksimal gigi anterior yang telah meluas sampai ke sudut insisal. Jika karies ini

luas atau abrasi hebat dapat melemahkan sudut dan menyebabkan terjadinya

fraktur.

5. Klas V
Kavitas gingival adalah kavitas pada permukaan yang halus. Terlepas dari

etiologinya karies, abrasi, atau erosi tipe lesi ini disebut juga karies klas V.

Karies Klas V terjadi pada permukaan facial maupun lingual, namun lebih

dominan timbul pada permukaan yag menghadap bibir dan pipi daripada lidah.

Kavitas ini bisa mengenai sementum selain email.

6. Klas VI

Tipe kavitas ini terjadi pada ujung tonjol gigi posterior dan edge insisal gigi

insisivus

1.2.5 Klasifikasi karies menurut G.J Mount and WR.Hume

A. Berdasarkan site (lokasi)

1. Site 1 : karies terletak pada pit dan fissure.

2. Site 2 : karies terletak di area kontak gigi (proksimal), baik anterior

maupun posterior
3. Site 3 : karies terletak di daerah servikal, termasuk enamel/permukaan

akar yang terbuka.

B. Berdasarkan size (ukuran).

1. Size 0 : lesi dini.

2. Size 1 : kavitas minimal, belum melibatkan dentin.

3. Size 2 : Adanya keterlibatan dentin. Perawatan dengan preparasi kavitas

dimana gigi tersebut masih kuat untuk mendukung.


4. Size 3 : kavitas yang berukuran lebih besar, sehingga preparasi kavitas di

perluas agar restorasi dapat digunakan untuk melindungi struktur gigi

yang tersisa dari retak/patah.

5. Size 4 : sudah terjadi kehilangan sebagian besar struktur gigi seperti

cups/sudut insisal

1.2.6 Klasifikasi karies menurut ICDAS (International Caries Detection and

Assessment System)

a. 0 : gigi yang sehat.


b. 1 : Perubahan awal pada email yang tampak secara visual. Biasa dilihat

dengan cara mengeringkan permukaan gigi, dan tampak adanya lesi

putih di gigi.

c. 2 : Perubahan pada email yang jelas tampak secara visual. Terlihat lesi

putih pada gigi, walau gigi masih dalam keadaan basah.

d. 3 : Kerusakan email, tanpa keterlibatan dentin.

e. 4 : Terdapat bayangan dentin (tidak kavitas pada dentin). Karies pada

tahap ini sudah menuju dentin, berada pada perbatasan dentin dan

email (Dentino Enamel Junction).


f. 5 : Kavitas karies yang tampak jelas dan juga terlihatnya dentin (Karies

sudah mencapai dentin).

g. 6 : Karies dentin yang sudah sangat meluas (melibatkan pulpa)

1.2.7 Klasifikasi karies menurut ADA (American Dental Assosiation)

A. Berdasarkan Site

- Pit and fissure : Lubang atau celah anatomi gigi, seperti permukaan oklusal,

wajah, atau lingual gigi posterior, atau permukaan lingual gigi seri atau taring

rahang atas

- Aproximal : Area kontak permukaan gigi yang berdekatan

- Servical and smooth surface : Area serviks atau permukaan enamel halus

lainnya dari mahkota anatomi yang berdekatan dengan ruang tak bergigi

- Root : Mengacu pada permukaan akar di apikal mahkota anatomi

B. Berdasarkan Keparahan

1. Sound Surface

Dalam keadaan sehat, permukaannya sehat, dan tidak ada lesi yang terdeteksi

secara klinis. Jaringan gigi tampak normal dalam warna, tembus cahaya, dan
kilap, atau gigi memiliki restorasi atau penyekat yang memadai tanpa tanda lesi

karies.

2. Initial caries lesion

Merupakan lesi terdeteksi paling awal yang kompatibel dengan kehilangan

mineral bersih. Lesi terbatas pada enamel atau sementum atau lapisan terluar

dentin pada permukaan akar dan, dalam bentuk yang paling ringan, hanya dapat

dideteksi setelah pengeringan. Presentasi klinis termasuk perubahan warna

menjadi putih atau coklat (misalnya, "demineralisasi serviks" di sepanjang area

gingiva), atau area yang terdefinisi dengan baik (misalnya, "lesi bercak putih"

pada permukaan halus). Pada pit dan fisura, terdapat perubahan warna yang jelas

menjadi coklat tetapi tidak ada tanda demineralisasi yang signifikan pada dentin

(yaitu, tidak ada bayangan abu-abu gelap yang mendasari). Lesi awal ini

dianggap noncavitated dan, dengan remineralisasi, reversibel. Sebagian besar

lesi ini akan diklasifikasikan sebagai "sehat" dalam studi epidemiologi.

3. Moderate caries lession

Kehilangan mineral sedang menyebabkan demineralisasi yang lebih dalam

dengan kemungkinan mikrokavitasi permukaan email, kavitasi awal yang

dangkal, dan / atau bayangan dentin yang terlihat melalui email, yang

menunjukkan kemungkinan keterlibatan dentin (misalnya, kavitasi mikro

dengan pewarnaan dentin yang terlihat). Lesi ini menunjukkan tanda-tanda

kehilangan email pada pits dan fisura, pada permukaan halus, atau tanda

kehilangan sementum / dentin pada permukaan akar. Meskipun pit dan fisura

mungkin tampak utuh (namun berwarna coklat), keterlibatan dentin


(demineralisasi) seringkali dapat dideteksi dengan munculnya bayangan abu-abu

gelap atau tembus pandang yang terlihat melalui email. Keterlibatan dentin dari

lesi sedang di daerah kira-kira dapat dideteksi dengan cara yang sama dengan

memeriksa ridge marginal di atas lokasi lesi yang dicurigai, yang mungkin

memiliki perubahan warna abu-abu atau tampak tembus cahaya. Jika lokasi yang

dicurigai dari lesi kira-kira tidak dapat diperiksa secara langsung, yang sering

terjadi, keberadaan dan luas kavitasi lesi tidak dapat dinilai tanpa menggunakan

radiografi, 25 pemisahan gigi, 26,27 atau keduanya, dalam kombinasi dengan

penilaian aktivitas lesi, jika memungkinkan.

4. Advance caries lession

Lesi karies stadium lanjut memiliki kavitasi penuh melalui email, dan dentin

secara klinis terbuka. Dalam ADA CCS, setiap lesi berlubang yang terlihat jelas

yang menunjukkan dentin pada permukaan gigi mana pun diklasifikasikan

sebagai "advance". Dalam studi epidemiologi, lesi ini diklasifikasikan sebagai

"decay".
1.3 Klasifikasi Penyakit Pulpa Menurut AAE (American Association of

Endodontists)

1. Pulpa Normal

Kategori diagnostik klinis dimana pulpa bebas dari gejala dan memiliki respon

normal terhadap uji pulpa.

2. Pulpitis Reversibel

Merupakan peradangan ringan pada saraf gigi (pulpa) yang menyebabkan rasa

sakit atau tidak nyaman saat gigi terpapar makanan manis maupun dingin dan
kemudian rasa sakit akan segera menghilang apabila sudah tidak terpapar oleh

hal-hal tersebut. Berdasarkan pemeriksaan objektif dan subjektif

menunjukan bahwa manajemen etiologi yang baik dapat

menghilangkan inflamasi dan mengembalikan ke keadaan normal.

3. Pulpitis Ireversibel Simptomatik

Berdasarkan permeriksaan objektif dan subjektif menunjukan bahwa pulpa

vital yang terinflamasi tidak dapat sembuh dan diindikasikan untuk

perawatan saluran akar. Karakteristik mungkin dapat meliputi nyeri tajam

dikarenakan stimulus suhu, nyeri yang menetap biasanya 30 detik

atau lebih setelah stimulus diangkat, nyeri spontan, dan nyeri yang

menyebar.

4. Pulpitis Ireversibel Asimptomatik

Berdasarkan permeriksaan objektif dan subjektif menunjukan bahwa pulpa

vital yang terinflamasi tidak dapat sembuh dan diindikasikan untuk

perawatan saluran akar. Kasus ini tidak memiliki gejala klinis dan
biasanya respon normal terhadap tes suhu dan mungkin mempunyai trauma

atau karies yang dalam.

5. Pasca Perawatan Endodontik Non Vital

Kategori diagnostik klinis yang menunjukan bahwa gigi telah dirawat

endodontik, dan saluran akar telah di obturasi dengah berbagai bahan

pengisi selain medikamen intrakanal.

6. Pasca Perawatan Endodontik Vital

Kategori diagnostik klinis yang menunjukan bahwa gigi yang telah dirawat

endodontik sebagian sebelumnya. Seperti, pulpotomi atau pulpektomi.

1.4 Klasifikasi Penyakit Periapikal Menurut AAE (American Association of

Endodontists)

1. Jaringan Periapikal yang Normal


Tidak sensitif terhadap uji perkusi atau palpasi, dan secara radiografi lamina

dura disekeliling akar masih utuh, dan ruang ligamen periodontal uniform.

2. Periodontitis Apikal Simptomatik

Menunjukan inflamasi, dan pada umumnya periodontal apikalis menghasilkan

simptom klinis meliputi respon sakit saat menggigit dan/atau perkusi atau

palpasi .

3. Peridontitis Apikal Asimptomatik

Inflamasi dan destruksi dari periodontal apikalis yang berasal dari pulpa.

Peridontitis ini menunjukan gambaran radiolusen pada bagian apikal dan tidak

menunjukan simptom klinis.


4. Abses Apikal Kronis

Reaksi inflamatori dari infeksi dan nekrosis pulpa yang memiliki karakteristik

onset yang perlahan tapi bertahap, sedikit tidak nyaman dan menghasilkan pus

secara intermitten melalui saluran sinus sekitar.

5. Abses Apikal Akut

Reaksi inflamtori dari infeksi dan nekrosis pulpa yang memiliki karakteristik

onset yang cepat, nyeri spontan, pembentukan pus dan

pembengkakan jaringan sekitar.

6. Condensing Osteitis

Lesi radioopak difus lokalisata yang menunjukan reaksi tulang akibat stimulus

ringan oleh jaringan inflamasi yang biasanya terlihat pada apeks dari gigi.
DAFTAR PUSTAKA

American Association of Endodontics. (2013). Endodontic Diagnosis. Endodontics:


Colleagues for Excellence.
Cameron, A. C., & Widmer, R. P. (2013). Handbook of Pediatric Dentistry: Fourth
Edition. In Handbook of Pediatric Dentistry: Fourth Edition.
Chandki, R., Banthia, P., & Banthia, R. (2011). Biofilms: A microbial home. Journal of
Indian Society of Periodontology, 15(2), 111–114.
Garg, N., & Garg, A. (2013). Textbook Of Operative Dentistry (2nd editio). New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers.
Ghani, L. dan Tjahja, I. N. 2015. Pemeriksaan Karies Gigi pada Beberapa Kelompok
Usia oleh Petugas dengan Latar Belakang Berbeda di Provinsi Kalimantan Barat.
Buletin Penelitian Kesehatan. 43(4): 257-264.
Gugnani, N., Pandit, IK., Srivastava, N., Gupta, M., Sharma, M., (2011). International
Caries Detection and Assessment System (ICDAS): A New Concept. International
Journal of Clinical Pediatric Dentistry, 4(20, 93-100.
Ismail, A., Sohn, W., Tellez, M., Amaya, A., Sen, A., Hasson, H., & Pitts, N. (2007).
The International Caries Detection and Assessment System (ICDAS): an integrated
system for measuring dental caries. Comunity and Dentistry and Oral
Epidemiology, (1), 170–178.
Karpiński, T. M., & Szkaradkiewicz, A. K. (2013). Microbiology of dental caries.
Journal of Biology and Earth Sciences, 3(1), 21–24.
Kidd, E. A. M., & Bechal, S. J. (1992). Dasar-dasar karies penyakit dan
penanggulangannya. Jakarta: Egc.
Mount, G.J., & Hume, W.R., (1998). A New Cavity Classification. Australian Dental
Journal. 43(3), 153-159.
Ramayanti, S., & Purnakarya, I. (2013). Peran Makanan terhadap Kejadian Karies Gigi.
Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Sibarani, M. R. (2014). Karies Gigi: Etiologi, Karakteristik Klinis dan Tatalaksana
Merry. Majalah Kedokteran UKI.
Sihotang, 2010. Pengertian Karies Gigi.(http://repository.usu.ac.id/pdf ). diakses 3
Januari 2017.
Tahir, L., & Nazir, R. (2018). Dental Caries, Etiology, and Remedy through Natural
Resources. In Dental Caries - Diagnosis, Prevention and Management.
Young DA, Nový BB, Zeller GG, Hale R, Hart TC, Truelove EL. 2015. The American
Dental Association Caries Classification System for clinical practice: a report of
the American Dental Association Council on Scientific Affairs. J Am Dent
Assoc. 146(2):79-86.

Anda mungkin juga menyukai