Anda di halaman 1dari 47

DENTAL SIDE TEACHING

SCALLING AND ROOT PLANNING

Oleh :
ANDWITYA PRAMESHWARI
2041412021

Pembimbing :
drg. Gunawan, Sp. RKG

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
BAB I

KAJIAN LITERATUR

1.1 Penyakit Periodontal

Jaringan periodonsium merupakan jaringan yang memberi dukungan atau

menopang gigi. Periodonsium adalah jaringan kompleks yang terdiri dari pembuluh

darah, saraf, dan kumpulan serat, yang memberikan nutrisi dan sensibilitas,

dukungan dan perlekatan gigi. Periodonsium merupakan salah satu komponen

morfofungsional dari sistem stomatognatik, dan "desain" nya tidak hanya merespon

fungsi intrinsik yang berkaitan dengan nutrisi atau pendukung gigi tetapi juga

fungsi yang terintegrasi dalam fisiologi sistem stomatognatik. Fungsi utama

periodonsium adalah menghubungkan gigi dengan jaringan tulang dan menjaga

integritas permukaan mukosa pengunyahan rongga mulut. Periodonsium mencakup

empat jaringan yang terletak di dekat gigi: (1) tulang alveolar (AB), (2) sementum

akar (CR), (3) ligamentum periodontal (PL), dan (4) gingiva (G) (Muñoz-Carrillo

et al., 2019).

Gambar 1.1 Jaringan periodontal


Jaringan periodontal yang sehat dapat dilihat dari tampilan gingiva yang

memiliki stippling pada permukaannya, berwarna merah muda pucat atau coral

pink , warnanya bervariasi dan terdapat korelasi dengan pigmentasi kulit. Gingiva

beradaptasi rapat dengan jaringan di bawahnya, dan memiliki margin berbentuk

knife edge yang berbatasan dengan gigi. Margin gingiva yang sehat melekat ke CEJ

dan menyelimuti gigi dengan bentuk seperti kerah (colar like scalloped fashion)

pada permukaan fasial dan lingual. Sulkus gingiva sehat memiliki kedalaman 1-3

mm serta tidak terjadi perdarahan saat dilakukan probing. Sulkus gingiva sehat

memiliki cairan interstitial (cairan sulkus gingiva) dalam jumlah yang kecil,.

Terdapat stippling pada attached gingiva. Konsistensi gingiva terlihat lunak

marginal gingiva dan terlihat kenyal pada attached gingiva.

Gambar 1.2 Gingiva sehat: berwarna coral pink, terdapat stippling, margin seperti knife
edge.

Penyakit periodontal adalah penyakit peradangan periodonsium kronis dan

bentuk lanjutnya ditandai dengan hilangnya ligamen periodontal dan kerusakan

tulang alveolar di sekitarnya (Nazir, 2017). Penyakit periodontal merupakan

penyakit kompleks yang bersifat multifaktorial yang melibatkan interaksi yang

rumit antara mikrobiota subgingiva, respons imun dan inflamasi inang, dan faktor

modifikasi lingkungan (Lang & Bartold, 2018). Bakteri adalah etiologi utama di

penyakit periodontal, dan diperkirakan lebih dari 500 spesies bakteri yang berbeda
mampu berkoloni di rongga mulut (Saini et al., 2009). Bakteri tersebut dapat

ditemukan pada plak dan kalkulus pada permukaan gigi yang juga merupakan

etiologi dari penyakit periodontal. Plak adalah biofilm bakteri pada permukaan gigi,

termasuk mikroorganisme patogen yang menginvasi jaringan periodontal. Plak

yang tidak dibersihkan dari lapisan luar gigi akan menjadi tempat berkumpulnya

bakteri. Bakteri tersebut akan mengeluarkan zat yang bersifat asam dan dapat

merusak gingiva. Disamping itu bakteri mendukung perubahan plak yang tidak

dibersihkan sehingga akan menjadi karang gigi atau kalkulus. Penyakit periodontal

diklasifikasikan atas gingivitis dan periodontitis (Pranata, 2019).

1.2 Penyakit Gingiva

Penyakit gingiva diklasifikasikan menjadi dua kategori yang luas. Penyakit

yang disebabkan oleh plak (gingivitis) dapat terjadi hanya karna plak dengan atau

tanpa keterlibatan faktor lokal atau bisa dimodifikasi oleh faktor sistemik, obat-

obatan, atau oleh malnutrisi. Gingivitis yang disebabkan oleh plak dapat terjadi

pada jaringan periodontal tanpa kehilangan perlekatan atau dengan kehilangan

perlekatan yang stabil dan tidak bersifat progresif. Penyakit gingiva yang tidak

disebabkan oleh plak meliputi yang disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur atau

virus tertentu, asal genetik, kondisi sistemik (kondisi dermatologis, reaksi alergi),

lesi traumatik, dan reaksi benda asing.

Gambar 1.3 Gingivitis yang dipengaruhi oleh hormon dan obat-obatan. (a) oleh hormone
kehamilan. (b) dan (c) oleh obat-obatan. (b) oleh obat antihipertensi, nifedipine, yang
merupakan antagonis kalsium. (c) oleh cyclosporine, sebuah imunosupresan yang
digunakan untuk mencegah penolakan transplantasi organ.

Gambar 1.4 Benign Mucous Membrane Pemphigoid sebagai contoh lesi yang tidak
disebabkan plak tanpa keterlibatan sosioekonomi. Jaringan gingiva yang sloughing
menyebabkan ulserasi yang menyakitkan pada gingiva.

Gambar 1.5 Gingiva seorang lelaki berumur 29 tahun yang mengalami infeksi herpes
primer dan inflamasi gingiva yang parah.

Gambar 1.6 Inflamasi gingiva yang terlokalisasi akibat alergi nikel.

Gambar 1.7 Respon alergi parah secara umum pada gingiva akibat dari aditif pada
permen karet.

Gambar 1.8 Trauma pada gingiva yang diakibatkan kuku jari pasien.
Gambar 1.9 Pertumbuhan berlebih gingiva proliferasi akibat impaksi benda asing.

Gambar 1.10 Pigmentasi gingiva terkait apicoectomy sebelumnya.

1.3 Gingivitis

1.3.1 Tahapan Terjadinya Gingivitis

Kondisi radang gusi mengalami empat tahap sebelum berkembang menjadi

periodontitis jika tidak diobati. Tahapan dari radang gusi pertama kali dijelaskan

oleh Page dan Schroeder pada tahun 1976 (Rathee & Jain, 2020).

a) Initial Lesion: Tahap pertama gingivitis yang ditandai dengan respons

leukosit dan sel endotel terhadap plak (biofilm bakteri). Tahap ini tidak

menunjukkan tanda-tanda klinis peradangan. Namun, pada bagian

histologis, perubahan terlihat jelas. Pembuluh darah lokal melebar sebagai

respons terhadap neuropeptida, yang diproduksi oleh sitokin sebagai hasil

dari produk metabolisme bakteri. Kemudian neutrofil mulai bermigrasi ke

tempat peradangan. Tahap ini terjadi selama dua sampai empat hari.

b) Early Lesion: Early lesion berubah dari initial lesion dalam kurun waktu 1

minggu setelah permulaan akumulasi plak. Tahap ini ditandai dengan


peningkatan jumlah neutrofil. Pada tahap ini, tanda klinis dari radang gusi,

seperti kemerahan dan perdarahan akibat gingiva, mulai terlihat. terutama

karena proliferasi kapiler dan peningkatan pembentukan pembuluh kapiler

diantara rete peg atau ridge. Pada tahap ini juga dapat terjadi bleeding on

probing. Terjadi peningkatan cairan sulkus gingiva. Secara histologis,

terjadi perkembangbiakan epitel membentuk pasak rete. Protein

komplemen diaktifkan.

c) Established Lesion: Tahap ini ditandai dengan pergeseran dari respons imun

bawaan ke respons imun yang didapat. Terjadi peningkatan aktivitas

kolagenolitik pada tahap ini seiring dengan peningkatan jumlah makrofag,

sel plasma, limfosit T dan B. Secara klinis, perubahan warna dan kontur

gingiva dapat dengan mudah terlihat bersamaan dengan perdarahan gingiva.

Ini dikategorikan dalam tahap radang gusi sedang hingga parah. Tahap ini

terjadi selama 2 hingga 3 minggu setelah permulaan akumulasi plak.

d) Advanced Lesion: Tahap ini merupakan transisi ke periodontitis. Hal ini

ditandai dengan hilangnya keterikatan yang tidak dapat diubah. Perubahan

inflamasi dan infeksi bakteri mulai mempengaruhi jaringan pendukung gigi

dan struktur sekitarnya seperti gingiva, ligamentum periodontal, dan tulang

alveolar yang mengakibatkan kerusakan dan, akhirnya, kehilangan gigi.

1.3.2 Klasifikasi Gingivitis

A. Berdasarkan perjalanan dan durasi

Gingivitis dapat terjadi dengan onset yang cepat dan durasi yang

singkat serta dapat terasa sakit atau nyeri. Berdasarkan perjalan dan
durasi, gingivitis terbagi menjadi dua jenis, yaitu gingivitis rekuren dan

gingivitis kronis. Gingivitis rekuren merupakan gingivitis yang dapat

muncul kembali setelah dilakukan eliminasi dengan pengobatan atau

dapat menghilang secara spontan. Gingivitis kronis merupakan gingivitis

yang memiliki onset lambat dan durasi yang lama. Gingivitis ini tidak

menimbulkan rasa sakit, kecuali terdapat eksaserbasi akut atau subakut,

dan merupakan tipe yang paling sering ditemui. Gingivitis kronis adalah

penyakit yang berfluktuasi dimana peradangan berlanjut atau hilang dan

daerah normal menjadi meradang.

B. Penyakit Gingiva yang Diinduksi oleh Plak Gigi

Gingivitis yang berhubungan dengan pembentukan plak gigi

merupakan penyakit gingiva yang paling sering ditemukan. Penyakit

gingiva ini merupakan hasil dari interaksi antara mikroorganisme yang

ditemukan pada biofilm dengan jaringan dan sel inflamasi pada host.

Interaksi antara host dan plak gigi dapat berubah akibat adanyak efek dari

faktor lokal, faktor sistemik, konsumsi obat-obatan, dan malnutrisi yang

dapat mempengaruhi tingkat keparahan dan durasi dari penyakit gingiva.

C. Penyakit Gingiva yang Tidak Diinduksi oleh Plak Gigi

Penyakit gingiva yang tidak diinduksi oleh plak merupakan

manifestasi oral dari keadaan sistemik yang dapat menyebabkan

terjadinya lesi pada jaringan periodonsium. Penyakit ini sering

ditemukan pada kelompok dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah,

negara berkembang dan individu yang mengalami gangguan kekebalan

(autoimun).
1.3.3 Deskripsi Gingivitis

Terbagi menjadi gingivitis terlokalisir, generalisata, marginalis, papilaris

dan difus. Gingivitis terlokalisir terbatas pada gingiva dari satu atau

beberapa gigi, sedangkan gingivitis generalisata melibatkan seluruh

rongga mulut. Gingivitis marginalis melibatkan margin gingiva dan dapat

melibatkan sebagian dari gingiva yang berdekatan. Gingivitis papilaris

melibatkan papila interdental dan seringkali meluas ke bagian tepi gingiva

yang berdekatan. Papila lebih sering terkena daripada margin gingiva, dan

tanda gingivitis paling awal sering terjadi pada papilla. Gingivitis difus

mempengaruhi margin gingiva, attached gingiva, dan papilla interdental.

Penyakit gingivitis pada kasus individu dijelaskan dengan

menggabungkan istilah-istilah sebelumnya sebagai berikut (Newman et

al., 2018):

a. Gingivitis marginal terlokalisir terbatas pada satu atau lebih daerah margin

gingiva.

Gambar 1.11 Gingivitis terlokalisir, difus pada daerah fasial gigi berwarna merah
intens, dan margin gingiva gigi anterior lainnya berwarna merah mudah gelap

b. Gingivitis difus terlokalisir meluas dari margin ke mucobuccal fold dalam

area yang terbatas.


Gambar 1.12 Gingivitis marginalis general pada rahang atas dengan daerah gingivitis
difus

c. Gingivitis papilaris terlokalisir terbatas pada satu atau lebih daerah

interdental dalam area yang terbatas

Gambar 1.13 Gingivitis papilary terlokalisir

d. Gingivitis marginalis umum melibatkan margin gingiva dalam hubungan

seluruh gigi. Papilla interdental biasanya ikut terpengaruh.

Gambar 1.14 Gingivitis marginalis dan papilaris umum.

e. Gingivitis difus umum melibatkan seluruh gingiva. Mukosa alveolar dan

attached gingiva juga terpengaruh, sehingga mucogingival junction

terkadang dihilangkan. Kondisi sistemik dapat terlibat menjadi penyebab

gingivitis difus umum dan perlu dievaluasi apabila dicurigai menjadi faktor

etiologi.
Gambar 1.15 Gingivitis difus umum melibatkan gingiva marginal, papilla, dan
attached.
1.3.4 Temuan Klinis

1) Perubahan Warna

Tanda klinis dari peradangan gingiva adalah perubahan warna. Warna

gingiva ditentukan oleh beberapa faktor termasuk jumlah dan ukuran

pembuluh darah, ketebalan epitel, keratinisasi dan pigmen di dalam

epitel. Gingiva menjadi memerah ketika vaskularisasi meningkat atau

derajat keratinisasi epitel mengalami reduksi atau menghilang. Warna

merah atau merah kebiruan akibat proliferasi dan keratinisasi

disebabkan adanya peradangan gingiva kronis. Pembuluh darah vena

akan memberikan kontribusi menjadi warna kebiruan. Perubahan

warna gingiva akan memberikan kontribusi pada proses peradangan.

Perubahan warna terjadi pada papila interdental dan margin gingiva

yang menyebar pada attached gingiva.

2) Perubahan Konsistensi

Kondisi kronis maupun akut dapat menghasilkan perubahan pada

konsistensi gingiva normal yang kaku dan tegas. Pada kondisi

gingivitis kronis terjadi perubahan destruktif atau edema dan reparatif

atau fibrous secara bersamaan serta konsistensi gingiva ditentukan

berdasarkan kondisi yang dominan.

3) Perubahan Klinis dan Histopatologis


Gingivitis terjadi perubahan histopatologis yang menyebabkan

perdarahan gingiva akibat vasodilatasi, pelebaran kapiler dan

penipisan atau ulserasi epitel. Kondisi tersebut disebabkan karena

kapiler melebar yang menjadi lebih dekat ke permukaan, menipis dan

epitelium kurang protektif sehingga dapat menyebabkan ruptur pada

kapiler dan perdarahan gingiva.

4) Perubahan Tekstur Jaringan Gingiva

Tekstur permukaan gingiva normal seperti kulit jeruk yang biasa

disebut sebagai stippling. Stippling terdapat pada daerah subpapila

dan terbatas pada attached gingiva secara dominan, tetapi meluas

sampai ke papila interdental. Tekstur permukaan gingiva ketika

terjadi peradangan kronis adalah halus, mengkilap dan kaku yang

dihasilkan oleh atropi epitel tergantung pada perubahan eksudatif atau

fibrotik. Pertumbuhan gingiva secara berlebih akibat obat dan

hiperkeratosis dengan tekstur kasar akan menghasilkan permukaan

yang berbentuk nodular pada gingiva.

5) Perubahan Posisi Gingiva

Adanya lesi pada gingiva merupakan salah satu gambaran pada

gingivitis. Lesi yang paling umum pada mulut merupakan lesi

traumatik seperti lesi akibat kimia, fisik dan termal. Lesi akibat kimia

termasuk karena aspirin, hidrogen peroksida, perak nitrat, fenol dan

bahan endodontik. Lesi karena fisik termasuk tergigit, tindik pada

lidah dan cara menggosok gigi yang salah yang dapat menyebabkan

resesi gingiva. Lesi karena termal dapat berasal dari makanan dan
minuman yang panas. Gambaran umum pada kasus gingivitis akut

adalah epitelium yang nekrotik, erosi atau ulserasi dan eritema,

sedangkan pada kasus gingivitis kronis terjadi dalam bentuk resesi

gingiva.

6) Perubahan Kontur Gingiva

Perubahan pada kontur gingiva berhubungan dengan peradangan

gingiva atau gingivitis tetapi perubahan tersebut dapat juga terjadi

pada kondisi yang lain. Peradangan gingiva terjadi resesi ke apikal

menyebabkan celah menjadi lebih lebar dan meluas ke permukaan

akar. Penebalan pada gingiva yang diamati pada gigi kaninus ketika

resesi telah mencapai mucogingival junction disebut sebagai istilah

McCall festoon.

7) Gingiva Berdarah saat dilakukan Probing

Dua tanda paling awal dari peradangan gingiva yang mendahului

gingivitis adalah peningkatan produksi cairan sulkus gingiva dan

perdarahan dari sulkus gingiva pada pemeriksaan yang lembut.

8) Gingiva Berdarah karena Faktor Lokal

9) Pendarahan gingiva terkait dengan perubahan sistemik

Tindakan untuk menghilangkan deposit bakteri dan kalkulus yang

menyebabkan gingivitis salah satunya ialah tindakan skeling. Tindakan ini

dikombinasikan dengan selalu memperhatikan kebersihan gigi dan mulut

pasien, merupakan bentuk perawatan dasar yang efektif dalam merawat

gingivitis yang diinduksi oleh plak dan kalkulus.


1.4 Scalling dan Root Planning

Scaling merupakan tindakan perawatan untuk menghilangkan plak, kalkulus

dan stain pada permukaan mahkota dan akar gigi. Sedangkan root planing

merupakan suatu tindakan untuk membersihkan dan menghaluskan permukaan akar

dari jaringan nekrotik maupun sisa bakteri dan produknya yang melekat pada

permukaan akar (sementum). Tindakan scaling perlu diikuti dengan root planing

dengan harapan permukaan akar menjadi halus sehingga menghambat akumulasi

plak dan perlekatan kalkulus. Scalling dan root planning mempunyai keterbatasan,

antara lain: tidak dapat mencapai daerah poket dengan kedalaman lebih dari 3mm

dan tidak dapat mencapai daerah bifurkasi yang merupakan cekungan pada akar

gigi, namun scaling dan root planing masih tetap merupakan perawatan utama,

karena dapat mengurangi inflamasi dan mengurangi kolonisasi bakteri di dalam

sulkus gingiva.

1.4.1 Indikasi dan Kontraindikasi Scalling dan Root Planning

1. Indikasi Scaling dan Root planing

a. Preventive periodontic

Perawatan yang berhubungan dengan kontrol bakteri yang merupakan

etiologi utama dari penyakit periodontal itu sendiri. Sehingga dengan

melakukan scaling dan root planing ini mampu menghilangkan etiologi dari

dari penyakit periodontal. Sebelum terjadinya penyakit periodontal itu

sendiri serta mampu mencegah penjalaran penyakit kearah lebih parah jika

telah terjadi keradangan.

b. Terjadi keradangan berupa gingivitis dan periodontitis


Inflamasi yang terjadi di gingival memiliki etiologi utama yakni bakteri

plak. Dengan adanya prosedur scalling dan root planning dapat mengurangi

bahkan mengeliminasi keradangan tersebut. Selain itu adanya scalling dan

root planning juga dapat mengurangi terjadinya edema dan hemorage.

c. Mempertahankan kesehatan jaringan periodontal

Dengan mengeliminasi faktor faktor etiologi utama dari penyakit

periodontal, maka diharapkan kesehatan dari jaringan periodontal tetap

terjaga

2. Kontraindikasi Scaling dan Root planing

a. Pada pasien anak dengan menggunakan ultrasonik scaler

b. Pasien yang memiliki penyakit menular melalui udara seperti Tuberkulosis

c. Pasien yang mengalami abses

d. Kalkulus yang meluas ke daerah apical

e. Pasien dengan hipertensi tidak terkontrol

f. Pasien Hemophilia

1.4.2 Instrumen Scaling and Root Planning

Alat/instrument periodontal yang dibutuhkan dalam perawatan scaling

umumnya terdiri dari 3 bagian, yakni handle (pegangan), shank (penghubung antra

handle dan blade), serta blade (ujung kerja).


Gambar 1.16 Bagian instrumen periodontal

Gambar 1.17 (a) Kuret, (b) Sickle, (c) File, (d) Chisel, (e) Hoe.

1. Kuret digunakan untuk scaling and root planning subgingiva, dan

membersihkan jaringan lunak yang melapisi poket. Desainnya

berbentuk seperti sendok dengan ujung membulat,dari potongan

melintang blade semisirkuler dengan dasar cembung, cutting edge

dibentuk oleh bagian muka blade dengan sisi/pinggir blade

dibandingkan sickle kuret lebih tipis.

Gambar 1.18 (A) Columbia #4R-4L universal curette. (B) Younger-Good #7-8,
McCall's #17-18, and Indiana University #17-18 universal curettes

2. Sickle scalers digunakan untuk membersihkan kalkulus supragingiva.

Dimana permukaan dari sickle datar dan mempunyai 2 cutting edge

yang bertemu pada satu ujung yang tajam. Shank yang lurus untuk gigi

anterior dan premolar sedangan shank yang bersudut untuk gigi


posterior. Teknik dari penggunaan sickle yaitu cara memegangnya

dengan cara modified pen grasp,blade diadaptasikan didasar kalkulus

dengan sudut antara blade dengan gigi , aktifasi alat dengan gerakan

tarikan (pull stroke)kearah vertical dan oblique.

Gambar 1.19 Sickle scaler: berbentuk triangular, memiliki 2 cutting-edge, ujung


yang tajam

Gambar 1.20 Sickle scaler digunakan untuk membuang kalkulus supragingiva

3. Hoe scaler digunakan untuk mengambil dan meratakan permukaan akar

dari sisa kalkulus dan semetum yang rusak. Desain dari hoe scaller yaitu

blade membentuk sudut, cutting edge dibentuk oleh pertemuan

permukaan ujung yang datar dengan aspek dalam blade, cutting edge

dibevel 45°blade agak bengkok terdiri dari dua titik kontak dengan

gigi,bagian belakang blade bulat sehingga mudah masuk dalam poket.


Cara pengunaan dari hoe scaler yaitu blade diinsersikan pada dasar

poket sehingga terdapat dua kontak dengan gigi, alat diaktivasi dengan

pull stroke arah mahkota dengan tetap mempertahankan dua titik

kontak.

Gambar 1.21 (A) Hoe Scaler dirancang untuk permukaan gigi yang berbeda,
menunjukkan kontak "dua titik". (B) Hoe Scaler di pocket periodontal. Bagian
belakang blade dibulatkan untuk memudahkan akses. Instrumen menyentuh
gigi pada dua titik untuk stabilitas.

4. File scaler digunakan untuk mematahkan atau menghancurkan deposit

kalkulus yang besar atau lembaran kalkulus yang mengilap. File scaler

dapat dengan mudah mencungkil akar dan membuat permukaan akar

menjadi kasar jika tidak digunakan dengan benar. Oleh karena itu,file

scaler tidak cocok untuk SRP. File scaler terkadang digunakan untuk

menghilangkan margin restorasi gigi yang overhanging.

5. Chisel scaler digunakan untuk menghilangknan kalkulus di daerah

proksimal yang sempit. Penggunaannya yaitu alat diinsersikan dari

fasial ke lingual diaktifasi dengan push motion. Chisel scaler merupakan

instrument double ended dengan shank lurus dan bengkok. Blade sedikit

melengkung dengan cutting edge yang lurus.


Gambar 1. 22 (A) Chisel scaler; (B) File Scaler

6. Ultrasonic dan sonic scaller

Sonic dan ultrasonic scaller merupakan alat skeling yang

sumber dayanya berasal dari mesin (power-driven). Power-driven

scaller tidak memerlukan gerakan mencungkil sehingga operator

tidak mengeluarkan banyak energi saat membuang kalkulus. Sonic

scaller menggunakan frekuensi 2500-6500 Hz sehingga alat ini

lebih stabil digunakan untuk membersihkan kalkulus daripada

ultrasonic scaler. Ultrasonic scaller menggunakan frekuensi

18.000-50.000 Hz. Ultrasonic scaller terbagi menjadi

magnetostrictive ultrasonic dan piezoelektrik scaller.

Magnetostictive scaller memiliki tip yang bergerak dalam

pola getaran elips atau orbital. Tip magnetostrictive memiliki

empat active working surface dan memiliki diameter yang lebih

besar sehingga dapat digunakan untuk menghilangkan kalkulus

yang besar.

Piezoelektirk scaller memiliki tip yang memeiliki 2 active

surfaces yang bergerak dengan pola linear sehingga dapat

digunakan untuk membersihkan kalkulus subgingiva.


Gambar.1.23 Magnetostrictive ultrasonic

Gambar.1.24 Piezoelektrik ultrasonic

1.4.3 Faktor yang Terkait Efektivitas Perawatan

1. Asesibilitas

Faktor ini menetukan efektifitas perawatan, yang berhubungan dengan posisi

operator terhadap pasien. Hal ini penting karena berkaitan pula dengan
kenyamanan dan ketahanan fisik operator selama perawatan. Scaling dan root

planing merupakan tindakan perawatan yang dilakukan pada seluruh gigi,

sehingga membutuhkan waktu dan energi yang cukup, oleh karena itu perlu

dipertimbangkan faktor kenyamanan posisi.

a. Posisi duduk netral untuk operator

 Lengan bawah sejajar dengan lantai.

 Berat badan seimbang.

 Paha sejajar dengan lantai.

 Sudut pinggul 90 derajat

 Tinggi jok diposisikan cukup rendah sehingga tumit kaki menyentuh

lantai.

 Saat bekerja dari posisi jam 9-12, sebarkan kaki terpisah sehingga kaki

dan alas kursi terbentuk tripod yang menciptakan posisi stabil.

 Hindari posisi kaki Anda di bawah bagian belakang kursi pasien.

 Punggung tegak dan kepala tegak.

b. Posisi pasien

Pasien harus dalam posisi supine dan tempatkan sedemikian rupa mulut

pasien dekat dengan siku operator dalam posisi istirahat.

 Badan : Tumit pasien harus sedikit lebih tinggi dari ujung hidung.

Bagian belakang kursi hampir sejajar dengan lantai untuk area

perawatan rahang atas. Kursi belakang dapat dinaikkan sedikit untuk

area perawatan mandibula.


 Kepala : Bagian depan kepala pasien harus sejajar dengan tepi atas

sandaran kepala. Untuk perawatan mandibula posisi chin down

sedangkan untuk perawatan maksila posisi chin up.

 Sandaran Kepala : Sandaran kepala dapat disesuaikan dengan cara

menurunkan ataupun menaikkan sehingga posisi leher dan kepala

pasien sejajar dengan batang tubuh.

2. Visibilitas, Iluminasi, dan Retraksi

Bila memungkinkan, melihat langsung menggunakan pencahayaan dari

dental unit adalah yang paling diinginkan (gambar a). Namun apabila tidak

memungkinkan, penglihatan tidak langsung harus diperoleh dengan

menggunakan kaca mulut untuk merefleksikan cahaya ke tempat yang

dibutuhkan (gambar b). Selain itu, penerangan tidak langsung dapat

diperoleh dengan menggunakan cermin untuk memantulkan cahaya ke

tempat yang dibutuhkan (gambar c). Penglihatan tidak langsung dan

pecahayaan tidak langsung sering digunakan secara bersamaan (gambar d)

Gambar 1.25 Kiri: gambar a; Kanan: gambar b


Gambar 1.26 Kiri: gambar c; Kanan: gambar d

Retraksi memberikan visibilitas, aksesibilitas, dan iluminasi. Kaca mulut dapat

digunakan untuk menarik pipi atau lidah; jari telunjuk digunakan untuk menarik

bibir atau pipi.

Gambar 1.27 Retraksi

3. Kondisi Alat (Ketajaman)

Sebelum instrumentasi, semua instrument harus diperiksa untuk

memastikan bahwa instrumen bersih, steril, dan dalam kondisi yang baik.

Ujung kerja instrumen yang runcing atau pisau harus tajam agar efektif.

Berikut keuntungan instrumen yang tajam:

a. Membersihkan kalkulus lebih mudah,

b. Meningkatkan control stroke,


c. Mengurangi jumlah stroke,

d. Meningkatkan kenyamanan pasien,

e. Mengurangi kelelahan pada klinisi.

4. Menjaga Wilayah Kerja agar Tetap Bersih

Saliva, darah, dan debris yang banyak dapat mengganggu pandangan ke

wilayah kerja. Suction yang adekuat diperlukan dan dapat dicapai dengan

saliva ejector atau respirator. Wilayah kerja harus dibilas sesekali dengan

air.

5. Stabilisasi Alat

Stabilisasi instrumen dan tangan adalah syarat utama untuk instumentasi

yang terkontrol, stabilitas dan control diperlukan untuk efektivitas

instrumentasi dan untuk menghindari terluka pada pasien atau klinisi.

a. Instrument grasp. Cara memegang instrumen yang paling efektif dan

stabil selama instrumentasi jaringan periodontal adalah modified pen

grasp. Modified pen grasp merupakan metode yang paling efektif dan

stabil untuk scaling dan root planning. Pada modified pen grasp, bagian

bawah ujung jari tengah berada pada shank. Cara ini memungkinkan

kepekaan untuk mendeteksi kondisi permukaan gigi terutama

subgingiva. Dengan modified pen grasp maupun standard pen grasp

dapat mencegah perputaran alat di luar kontrol ketika digunakan. Pada

pen grasp, bagian sisi ujung jari tengah berada pada shank
Gambar 1.28 kanan: Modified pen grasp; kiri: Pen grasp.

Palm and thumb grasp umumnya digunakan untuk menstabilkan

instrumen selama mengasah dan pada saat penggunaan syringe air dan

udara, tetapi tidak disarankan untuk digunakan pada instrumentasi

periodontal.

Gambar 1.29 Palm and Thumb grasp

b. Finger rest. Tumpuan digunakan untuk mencegah adanya pergerakan

alat yang tidak terkontrol. Dengan tumpuan, akan mencegah kerusakan

jaringan dan injuri pada tangan operator. Tumpuan umumnya

diperankan oleh jari manis. Tumpuan dapat diletakkan pada intra

maupun ekstra oral (pada jaringan lunak). Tumpuan pada gigi yang

berdekatan dengan area perawatan, lebih stabil dibandingakn dengan

tumpuan pada ekstra oral. Intra oral finger rest terdiri dari 4 cara, yaitu:
conventional (tumpuan pada gigi dalam 1 rahang sisi yang sama), cross

arch (tumpuan pada gigi dalam 1 rahang sisi yang berlawanan),

opposite arch (tumpuan pada gigi pada rahang yang berlawanan), finger

on finger (tumpuan pada jari telunjuk/ibu jari tangan yang lain yang

diletakkan pada gigi yang berdekatan dengan area perawatan pada

rahang yang sama).

Gambar 1.30 Conventional Fingerrest

Gambar 1.31 Intraoral cross-arch finger rest

Gambar 1.32 Intraoral opposite-arch finger rest.


Gambar 1.33 Intraoral finger-on-finger rest.

Tumpuan ekstra oral digunakan untuk scaling gigi posterior

rahang atas. Caranya dengan menempelkan jari tangan sisi telapak

tangan maupun punggung tangan pada pipi/bibir. Metode yang paling

sering digunakan adalah palm-up (dengan meletakkan punggung jari

tengah dan jari manis pada sisi lateral kanan mandibula, digunakan

untuk scaling region posterior atas kanan) dan palm-down (dengan

meletakkan jari tengah dan jari manis sisi telapak pada lateral kiri

mandibula, digunakan untuk scaling regio posterior atas kiri).

Gambar 1.34 Kanan: Palm-up Finge rest; Kiri: Palm-Dwon Finger rest

6. Aplikasi Alat (Scaler)

a. Adaptasi alat pada permukaan gigi. Merupakan tindakan untuk

meletakkan blade pada permukaan gigi sesuai konturnya. Ketepatan

adaptasi alat dapat dicapai dengan memutar alat sedemikian rupa


sehingga selalu menempel pada permukaan gigi mengikuti

konturnya. Jika hanya middle third yang menempel pada permukaan

gigi, hal ini akan menyebabkan trauma pada jaringan lunak terutama

pada scaling subgingiva.

Gambar 1.35 Blade scaler, terdiri dari 3 bagian, (a) Lower one third, (b) Middle
third, (c) Upper one third

Gambar 1.36 Adaptasi blade pada gigi (sisi kiri benar, sisi kanan salah)

b. Angulasi. Merupakan sudut yang dibentuk antara alat dengan

permukaan gigi, sering diistilahkan dengantooth-blade relationship.

Angulasi yang benar akan mempermudah menghilangkan kalkulus

pada permukaan gigi. Sudut yang disarankan adalah sebesar 45 -

90. Khusus untuk scaling subgingiva, ketika blade dimasukkan ke


dalam sulkus, maka sudut angulasi seharusnya 0 agar tidak melukai

gingiva.

Gambar 1.37 Sudut angulasi blade pada gigi.

c. Tekanan arah lateral. Dimaksudkan sebagai kekuatan yang

diaplikasikan pada permukaan gigi selama tindakan scaling dan root

planning. Besar kekuatan bervariasi tergantung besar kecilnya

kalkulus, serta tahapan scaling. Pada tahap awal scaling dengan

kalkulus yang besar, memerlukan kekuatan yang besar pula,

sedangkan jika sudah memasuki tahap root planning, maka yang

diperlukan adalah tekanan ringan dengan peningkatan kepekaan

terhadap keberadaan sisa kalkulus. Kekuatan yang berlebihan pada

tahap root planning menyebabkan permukaan gigi (khususnya

sementum) tergores dan timbul cekungan.

d. Gerakan alat. Perawatan scaling dan root planning meliputi 3

gerakan mendasar, yaitu exploratory stroke, scaling stroke dan root

planning stroke.
Gambar 1.38 Gerakan scaling. (a) Vertical stroke, (b) Oblique stroke, (c) Horizontal
stroke.

a) Placement stroke merupakan penempatan ujung alat terhadap

kalkulus atau poket.

b) Exploratory stroke. Merupakan cara aplikasi alat pada daerah

perawatan. Artinya sebelum dilakukan scaling dan root planning,

alat dimasukkan secara perlahan dengan perabaan yang

mengandalkan kepekaan tangan dan alat untuk mendetekasi posisi

kalkulus terutama tepi apikal.

c) Scaling stroke. Merupakan gerakan selama melakukan scalling.

Gerakan scalling tidak dibenarkan jika hanya dilakukan oleh jari-jari

tangan. Seharusnya pergerakan alat dikontrol oleh seluruh telapak

tangan dengan peran utama pada sendi pergelangan. 3 tipe gerakan

selama scalling adalah vertikal (arah koronal), oblique dan

horizontal. Pada gigi yang goyang, saat melakukan scalling

disarankan untuk memegang gigi tersebut sehingga dapat

menghindari semakin parahnya kegoyangan gigi.

d) Root planning stroke. Root planning ditujukan untuk menghaluskan

permukaan akar. Gerakan ini memerlukan kekuatan ringan sampai


sedang. Tidak disarankan dengan kekuatan besar karena pada

dasarnya kalkulus sudah tidak lagi sebanyak pada tahap scaling. Jika

tetap digunakan kekuatan yang besar akan membuat goresan yang

tidak diinginkan pada permukaan gigi sehingga dapat merupakan

tempat retensi plak dan kalkulus yang sulit dibersihkan.

1.4.4 Teknik Scalling

1. Teknik Scalling Kalkulus Supragingiva

Kalkulus supragingiva tidak sekeras kalkulus subgingiva.

Keuntungan lain adalah pada kalkulus subgingiva tidak dibatasi oleh

jaringan yang mengelilinginya. Hal ini merupakan kemudahan dalam

aplikasi dan penggunaan alat. Sickle lebih umum digunakan untuk

scaling supragingiva, sedangkan hoe dan chisel lebih jarang digunakan.

Tata cara scaling supragingiva diawali dengan penempatan alat pada

apikal dari kalkulus supragingiva, membentuk sudut 45- 90 terhadap

area permukaan gigi yang akan dibersihkan. Dengan gerakan yang kuat

dan dalam jarak pendek arah vertikal (koronal), horisontal maupun

oblique mendorong maupun mengungkit kalkulus sampai terlepas dari

gigi. Scaling dilakukan sampai permukaan gigi terbebas dari kalkulus

baik secara visual maupun perabaan dengan bantuan alat (misalnya:

sonde). Scaling dikatakan bersih jika tidak ada kalkulus pada

permukaan gigi dan permukaan gigi tidak ada yang kasar. Alat dengan

ujung yang tajam (sickle) hendaknya digunakan secara hati-hati karena

lebih mudah melukai jaringan lunak di bawahnya.


2. Teknik Scalling dan Root Planning Kalukulus Subgingiva

Scaling subgingiva jauh lebih kompleks dan rumit dibandingkan

scaling supragingiva. Kalkulus subgingiva umumnya lebih keras

daripada supragingiva, selain itu kalkulus subgingiva kadang melekat

pada permukaan akar yang sulit dijangkau (misalnya daerah bifurkasi).

Jaringan lunak yang membatasi kalkulus subgingiva juga merupakan

masalah, karena pandangan operator menjadi terhalang, terutama jika

saat tindakan scaling, darah yang keluar cukup banyak maka pandangan

menjadi semakin tidak jelas. Oleh karena itu operator dituntut

menggunakan kepekaan perasaan dengan bantuan scaler untuk

mengetahui keberadaan dan posisi kalkulus subgingiva.

Pada scaling subgingiva, arah dan keleluasaan menjadi sangat

terbatas dengan adanya dinding poket yang mengelilinginya. Oleh

karena itu untuk mencegah trauma dan kerusakan jaringan yang lebih

besar, maka alat scaler harus diaplikasikan dan digunakan secara hati-

hati serta yang lebih penting lagi adalah pemilihan alat dengan

penampang yang tipis agar mudah masuk ke dalam subgingiva. Selain

itu operator dituntut untuk menguasai morfologi gigi per gigi dengan

berbagai kemungkinan variasinya. Hal ini penting untuk membedakan

antara adanya kalkulus atau karena adanya bentukan yang variatif dari

permukaan akar.

Daerah lain yang sulit dijangkau adalah kalkulus di bawah titik

kontak antara 2 gigi, yaitu daerah K karena pada daerah ini terdapat

cekungan yang lebih dalam dibanding CEJ pada permukaan fasial


maupun lingual/palatal. Kalkulus pada daerah ini umumnya melekat

erat pada cekungan, sehingga diperlukan berbagai variasi gerakan


+
scaler secara vertikal, oblique maupun horisontal agar kalkulus dapat

terlepas.

Tata cara scaling kalkulus subgingiva mirip dengan scaling kalkulus

supragingiva, hanya ada batasan-batasan tertentu seperti yang tersebut

di atas. Scaling subgingiva diawali dengan penempatan scaler sedapat

mungkin pada apikal dari kalkulus subgingiva, membentuk sudut 45 -

90 terhadap area permukaan gigi yang akan dibersihkan. Dengan

+ gerakan yang kuat dan dalam jarak pendek arah vertikal (koronal),
+ maupun oblique mengungkit dan menarik kalkulus terlepas dari gigi.

1.5 Pemeriksaan Klinis Periodontal

1.5.1 Rekam Kontrol Plak (Plaque Control Record)

Rekam Kontrol Plak (RKP) diciptakan oleh O’Leary dkk dan digunakan

untuk memantau pelaksanaan control plak oleh pasien yang dirawat. Untuk

pengukurannya terlebih dahulu gigi-geligi diwarnai dengan bahan pewarna

plak (disclosing solution atau disclosing tablet). Yang dicatat adalah ada atau

tidaknya deposit yang diwarnai dentogingiva pada empat permukaan (mesial,

vestibular, distal dan oral) dan diberikan tanda positif pada permukaan gigi

yang terdapat pewarnaan deposit.

Skor RKP = Jumlah permukaan gigi dengan plak X 100%


Jumlah permukaan gigi yang diperiksa x 4
Contoh lembar pengisian Rekam Kontrol Plak (RKP).

NILAI PLAK

Nama Pasien : Ny. Manis

Umur : 21 Tahun

Operator : drg. Andwitya

Kunjungan :I Persentase : 20,4%

Tanggal Periksa : 28 Februari 2021

X
8

8
+

7
6

6
+ +

5
4

4
+

3
+
2

2
+

1
1

1
+
2

2
+
3

3
4

4
+

5
6

6
7

7
X
8

XX +
+
+

Jumlah permukaan gigi dengan plak = 22


+
+
+
+
+ +
+ + + +
X
Jumlah permukaan gigi yang diperiksa = 27 x 4 = 108

Skor Nilai Plak = (22/108) x 100% = 20,4 %

1.5.2 Pemeriksaan Kedalaman Probing (Probing depth)/ Periodontal probing

depth

Pemeriksan kedalaman probing menggunakan probe periodontal yang

dimasukkan kedalam sulkus gingiva atau poket. diukur pada 6 sisi pengukuran

pada permukaan vestibular (mesial,bukal,distal) dan permukaan oral (mesial, oral,

distal). Tahapan menentukan gigi pada setiap kuadran yaitu gigi yang memiliki

kedalaman poket paling dalam. Jika terdapat lebih dari 1 gigi pada setiap kuadran
maka yang dipilih hanya 1 gigi per kuadran dengan kedalaman poket yang paling

dalam.

Gambar 1.39 Sisi pengukuran probing depth

Kriteria kedalaman poket : (Jacob, 2011; Holtfreter dkk., 2015)

 Kedalaman poket ringan = 3 - 4 mm

 Kedalaman poket sedang = 5 mm

 Kedalaman poket parah = > 6 mm

Teknik probing

Probing adalah sebuah tindakan menggerakkan tip pada periodontal probe di

dalam sulkus atau poket menyusuri junctional epitelium. Teknik gerakan probing

menyusuri junctional epitelium dikenal dengan walking stroke. Teknik walking

stroke:

1. Masukkan probe kedalam sulkus atau poket dan dijaga agar tip probe

senantiasa nempel permukaan gigi.

2. Melakukan walking stroke dengan menggerakkan probe ke atas dan ke bawah

permilimeter. Tip probe tidak boleh sampai keluar dari dalam sulkus atau poket
Gambar 1.40 Teknik walking stroke

1.5.3 Pemeriksaan Mobility (Kegoyangan gigi)

Pemeriksaan mobility menggunakan 2 tangkai instrumen atau dengan satu

tangkai instrument (arah vestibular) dan satu jari (arah oral), gigi didorong ke segala

arah.

Gambar 1.41 Pemeriksaan kegoyangan gigi dengan 2 ujung instrument

Gambar 1.42 Pemeriksaan Mobility

Derajat kegoyangan gigi :

Derajat I : Peningkatan mobilitas gigi yang terdeteksi tidak melebihi 1 mm

dalam arah buko-lingual.

Derajat II : Peningkatan mobilitas gigi yang terdeteksi melebihi 1 mm tetapi

kurang dari 2 mm dalam arah buko lingual.


Derajat III : Peningkatan mobilitas gigi yang terdeteksi melebihi 2 mm dalam

arah buko-lingual dan adanya gerakan ke apikal yang terbukti secara

klinis setelah penerapan gaya dengan pegangan instrumen pada

mahkota gigi yang diarahkan ke arah apikal.

1.5.4 Pemeriksaan Bleeding on Probing

Pemeriksaan Bleeding on Probing (BOP) Menggunakan probe untuk melihat

pendarahan gingiva yang timbul setelah prob diselipkan pada sulkus gingiva. Probe

dimasukkan ke dasar sulkus, secara perlahan-lahan prob digerakan sepanjang

permukaan vestibular dengan menggunakan teknik walking stroke. Permukaan gigi

yang diperiksa meliputi permukaan oral dan vestibular dan dinilai menurut kriteria

papillary bleeding index/PBI.

Skor PBI, Keterangan :

Skor 0: Tidak terjadi perdarahan

Skor 1: Muncul titik perdarahan 20 - 30 detik setelah probing pada sulkus gingiva

bagian mesial dan distal dengan menggunakan prob periodontal

Skor 2: Terlihat garis tipis darah atau beberapa titik perdarahan pada tepi gingiva

Skor 3: Interdental papila terlihat dipenuhi dengan sedikit atau banyak darah

Skor 4: Perdarahan spontan yang banyak. Setelah probing, darah mengalir ke

daerah interdental sampai menutupi gigi dan atau gingiva.

Indeks PBI = Jumlah seluruh skor gigi yang diperiksa


Jumlah permukaan gigi yang diperiksa
BAB II

TELAAH KASUS

2.1. Identitas Pasien

Nama Pasien : Ny. Manis

Umur : 21 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Jl. Minahasa

2.2. Pemeriksaan Subjektif

a) Chief complaint

Pasien datang ke RSGM dengan keluhan gigi bawah sebelah kiri terasa kasar

saat bersentuhan dengan lidah.

b) Present Illness

Pasien merasakan keluhan sejak 7 bulan yang terakhir.

c) Past Dental History

scalling terakhir kali 2 tahun yg lalu. Pasien terakhir kali ke dokter gigi

melakukan penambalan gigi 36 pada bulan Maret 2020. Pasien menyikat gigi

2 kali sehari dengan gerakan membulat dengan tekanan sedang dan tidak

disertai penggunaan obat kumur serta dental floss. Pasien mengunyah 2 sisi.

d) Past Medical History

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik, tidak sedang mengonsumsi

obat rutin, tidak ada alergi obat dan makanan.

e) Family History

Ayah dan Ibu pasien diketahui tidak memiliki riwayat penyakit keturunan.
f) Social History

Pasien merupakan mahasiswi tahun akhir dan tidur selama ±7 jam. Pasien

mengkonsumsi air cukup, namun jarang konsumsi sayur dan buah.

2.3. Pemeriksaan Objektif

2.3.1. Pemeriksaan Ekstraoral

a) Mata : TAK

b) Leher : TAK

c) Bibir : TAK

d) TMJ : TAK

2.3.2. Pemeriksaan Intraoral

a) Mukosa : TAK

b) Gingiva

- Bentuk : TAK

- Warna : 31, 32, 41, dan 42

- Konsistensi : TAK

- Pitting test :-

- Stippling : (+)

- Permukaan : TAK

- Resesi : (-)

- Interdental papil : TAK

- Stillman’s cleft :-

- MC.Call’s festoon : -
- Frenulum : sedang

- Perkusi :-

- Mobility :-

c) Oklusi

- Kontak prematur : Ada

- Permukaan gigi

o Atrisi : Pada gigi 13, 23, 33 dan 43

o Abrasi :-

o Erosi :-

- Gigi geligi tidak beraturan : -

a) Evaluasi oral hygiene

- Nilai plak : sedang

- Kalkulus : Terdapat kalkulus supragingiva pada

permukaan lingual gigi 31, 32, 33, 36, 47, 46, 42 dan 41 dan pada

permukaan labial pada gigi 31, 32, 41 dan 42. Terdapat karies

superfisial gigi 36 dan 46.

b) Evaluasi pra perawatan

- Diagnosis : Gingivitis Marginalis Kronis Lokalisata

- Etiologi : Dental plak dan Kalkulus

- Sikap pasien : Kooperatif

- Prognosa : Baik
c) Tahapan perawatan gigi (menyeluruh)

1) Fase Pendahuluan : Grinding gigi 1.7

2) Fase Intial : Scalling Manual

3) Fase bedah :-

4) Fase restoratif : Restorasi gigi 36 dan 46

5) Fase pemeliharaan : Kontol periodik 6 bulan sekali


2.4. Catatan Keadaan Intraoral

NILAI PLAK

Kunjungan I
Persentase: 20,7%

CATATAN KEADAAN INTRAORAL

Gigi 18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28

Kunjungan I x 111 111 111 111 211 121 211 112 111 111 111 111 111 111 X

Facial Kunjungan II X X

Kunjungan III X X

Kunjungan I X 111 111 121 111 211 111 112 111 111 111 111 121 111 111 X

Palatal Kunjungan II X X

Kunjungan III X X

Mobility X - - - - - - - - - - - - - - X

BOP X - - - - - - - - - - - - - - X

Gigi 48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

Kunjungan I X X 132 111 111 112 111 121 112 211 211 111 121 112 111 X

Facial Kunjungan II X X X

Kunjungan III X X X

Kunjungan I X X 111 112 211 211 212 111 111 111 111 112 121 111 211 X

Palatal Kunjungan II X X X

Kunjungan III X X X

Mobility X X - - - - - - - - - - - - X

BOP X X - - - - - - - - - - - - X
BAB III

PROSEDUR KERJA

3.1 Alat dan Bahan

ALAT BAHAN

a. Diagnostic set a. Masker

b. Probe UNC 15 b. Handscoon

c. Nierbeken c. Gelas kumur

d. Scaller U15/30 d. Dental bib

e. Low speed handpiece e. Cotton roll

f. Brush f. Cotton pellet

g. Suction

h. Disclosing Solution

i. Povidone iodine 3%

j. Pasta gigi

3.2 Tahap Pekerjaan

1. Lakukan pemeriksaan subjektif dan objektif pada pasien

2. Lakukan Rekam Kontrol Plak (RKP) menggunakan disclosing solution

dan hitung skor RKP.

3. Ukur kedalaman poket dengan menggunakan probe UNC 15

4. Lakukan asepsis terlebih dahulu dengan povidon iodine pada seluruh

permukaan gigi atau berkumur menggunakan 0,12% chlorexidine untuk

mengurangi kontaminasi aerosol.

5. Opeartor menggunakan protective eyewear atau faceshield dan masker


6. Lakukan SRP menggunakan sickle scaller.

Pegang alat dengan teknik pen grasp atau modified pen graps dengan

finger rest atau Extraoral finger rest harus digunakan pada gigi maksila

dan pada gigi mandibula menggunakan intraoral atau ekstraoral

fingerest. Lakukan gerakan exploratory stroke terlebih dahulu untuk

mengetahui posisi kalkulus. Kemudian lakukan gerakan scalling stroke.

Ujung scaler manual harus berkontak dengan permukaan kalkulus agar

kalkulus bisa terlepas dari permukaan gigi, tip ujung scaler manual juga

harus berkontak dengan semua permukaan gigi yang terdapat deposit

yang terwarnai oleh disclosing solution setelah di RKP untuk

menghilangkan lapisan plak biofilm. Instrumentasi dilakukan dengan

tekanan ringan sampai sedang. Tip digerakkan secara konstan dan

sejajar dengan permukaan gigi. Selama instrumentasi selingi juga

dengan penggunaan suction untuk menyerap saliva dan air di mulut

pasien. Selama instrumentasi permukaan gigi diperiksa dengan sonde

untuk mengevaluasi hasil debridement.

7. Selingi degan pemeriksaan menggunakan eksplorer pada saat

melakukan perawatan.

8. Jika seluruh seluruh permukaan gigi telah halus dan bersih dari kalkulus,

bersihkan permukaan gigi menggunakan brush yang diolesi pasta gigi

9. Instruksikan pasien untuk berkumur dengan air yang telah ditetesi

povidon iodin.

10. Berikan instruksi kepada pasien :

a. Jangan menghisap daerah daerah yang telah dirawat


b. Jangan sering meludah terlalu keras

c. Jangan memakan makanan yang keras, kasar dan pedas

d. Jangan menyentuh daerah yang telah dirawat dengan lidah

e. Jangan minum minuman yang panas

f. Dianjurkan untuk minum minuman dingin

g. Instrusksikan pasien untuk tidak terlalu keras saat menyikat gigi dan

gunakan bulu sikat yang halus

h. Beritahukan kepada pasien jika ada keluhan pasca perawatan segera

hubungi dokter yang telah merawat

i. Kontrol kembali setalah 1 minggu perawatan

11. Berikan DHE kepada pasien :

a. Pasien diinstruksikan untuk menyikat gigi 2× sehari pagi setelah

sarapan dan malam sebelum tidur

b. Pasien diinstruksikan untuk menerapkan teknik menyikat gigi yang

benar dengan metode bas

c. Pasien diinstruksikan untuk mengurangi makanan yang manis dan

lengket

d. Pasien diinstruksikan untuk berukumur setelah makan

e. Pasien dianjurkan untuk makan buah dan sayur secara teratur

12. Kontrol 1 minggu

a. Tanyakan keluhan pasien

b. Cek warna, kontur, tekstur, dan konsistensi gingiva

c. RKP

13. Kontrol 1 bulan


a. Tanyakan keluhan pasien

b. Cek warna, kontur, tekstur, dan konsistensi gingiva

c. RKP

d. Probbing depth
DAFTAR PUSTAKA

Lang, Niklaus P., and P. Mark Bartold. 2018. “Periodontal Health.” Journal of

Periodontology 89(August 2016):S9–16.

Muñoz-Carrillo, José Luis, Viridiana Elizabeth Hernández-Reyes, Oscar Eduardo

García-Huerta, Francisca Chávez-Ruvalcaba, María Isabel Chávez-

Ruvalcaba, Karla Mariana Chávez-Ruvalcaba, and Lizbeth Díaz-Alfaro.

2019. “Pathogenesis of Periodontal Disease.” 1,4.

Nazir, Muhammad Ashraf. 2017. “Prevalence of Periodontal Disease, It’s

Association with Systemic Diseases and Prevention.” Prevalence of

Periodontal Disease, It’s Association with Systemic Disease and Prevention

1(2):360–63.

Newman, Michael G., Henry H. Takei, Perry R. Klokkevold, and Fermin A.

Carranza. 2018. Newman and Carranza’s Clinical Periodontology 13th Ed.

Pranata, Natallia. 2019. “Dental Calculus as The Unique Calcified Oral

Ecosystem A Review Article.” Oceana Biomedicina Journal 2(2):52.

Rathee, Manu, and Prachi Jain. 2020. “Chapter · June 2020.” (June).

Saini, Rajiv, PP Marawar, Sujata Shete, and Santosh Saini. 2009. “Periodontitis, a

True Infection.” Journal of Global Infectious Diseases 1(2):149.

Anda mungkin juga menyukai