GINGIVEKTOMI
DPJP :
drg. Inneke Cahyani, M.DSc., Sp.Perio
Disusun oleh :
Dewi Sartieka Putri, S.KG
G4B019003
Komponen
Pembelajaran Resume Diskusi Keterangan
Daring
Nilai
Tanda Tangan
DPJP
drg. Inneke Cahyani, M.DSc., Sp.Perio
A. Jaringan Gingiva
Gingiva merupakan bagian mukosa rongga mulut yang menutupi tulang
alveolar dan berfungsi melindungi jaringan dibawahnya. Gingiva normal
memiliki warna merah muda, konsistensi yang kenyal dan tekstur stippling
atau seperti kulit jeruk (Ramadhani, 2014). Bagian-bagian dari gingiva antara
lain mukosa alveolar, perlekatan gingiva (mucogingival junction), perlekatan
gingiva (attached gingiva), alur gingiva bebas (free gingiva groove), sulkus
gingiva, gingiva tepi (margin gingiva) dan gingiva interdental (interdental
papilla) (Newman dkk., 2018).
2. Periodontitis kronis
Periodontitis kronis adalah bentuk paling umum yang ditemui.
Periodontitis kronis paling banyak ditemui pada dewasa tapi tidak
terkecuali ditemukan pada anak-anak. Periodontitis kronis berasosiasi
dengan akumulasi plak dan kalkulus. Progresi penyakit ini digolongkan
slow-to-moderate, namun periode perusakannya sangat cepat. Keparahan
periodontitis kronis didukung oleh faktor lokal, sistemik, atau faktor
lingkungan yang memengaruhi interaksi bakteri dengan host. Periodontitis
kronis biasanya terlokalisasi dan ditemui pelepasan perlekatan tulang
(Newman, dkk, 2012). Berikut ini karakteristik periodontitis kronis:
a. Prevalensi paling banyak ditemui pada orang dewasa namun bisa
ditemui pada anak-anak.
b. Tingkat kerusakan dipengaruhi faktor lokal.
c. Kalkulus subgingival bisa ditemukan
d. Periodontitis kronis diklasifikasi kembali menjadi:
1) Localized form (<30% area terlibat)
2) Generalized form (>30% area terlibat)
3) Slight (1 sampai 2 mm clinical attachment loss)
4) Moderate (3 sampai 4 clinical attachment loss)
5) Severe (≥5 mm clinical attachment loss) (Holtfreter dkk., 2015).
3. Periodontitis agresif
Periodontitis agresif berbeda dengan periodontitis kronis. Perbedaan
dari kedua penyakit ini adalah progresi penyakit yang sangat cepat,
ketiadaan akumulasi plak, dan hubungan genetik keluarga yang pernah
terkena periodontitis agresif. Periodontitis agresif biasanya terjadi pada
pasien dewasa muda atau setelah mengalami masa pubertas (Newman,
dkk, 2012). Berikut ini karakteristik dari periodontitis agresif:
a. Kerusakan tulang dan attachment loss yang sangat cepat
b. Biasanya diakibatkan oleh bakteri actinobacillus
actinomycetemcomitans atau aggretibacter actinomycetemcomitans
c. Biasanya terjadi pada usia < 30 tahun
d. Disebut juga Juvenille periodontitis
e. Khas terjadi pada orang dengan kondisi OH baik dan sistem imun
rendah
f. Abnormalitas pada fungsi fagosit sel
g. Hipersensitif makrofag sehingga meningkatkan prostaglandin dan
interleukin-1B.
h. Peridontitis agresif kembali diklasifikasikan menjadi:
1) Localized : biasanya menjangkiti orang setelah masa pubertas;
terlokalisasi pada molar 1 atau insisivus dengan attachment loss
proksimal minimal 2 gigi permanen; meningkatnya serum antibodi
sebagai respon infeksi
2) Generalized form : biasanya menjangkiti orang berusia di bawah 30
tahun; attachment loss proksimal tergeneralisasi minimal 3 gigi
permanen selain molar 1dan insisivus; rendahnya respon serum
antibodi pada agen infeksi (Newman, dkk, 2018).
4. Periodontitis sebagai manifestasi kelainan sistemik
Beberapa penyakit sistemik seperti hematologi ataupun penyakit
genetik terbukti berasosiasi dengan perkembangan periodontitis pada
individu. Beberapa peneliti menyakatan bahwa efek utama pada penyakit-
penyakit ini melaui mekanisme pertahanan host. Manifestasi klinis pada
penyakit-penyakit ini memiliki kemiripan dengan periodontitis agresif
dengan attachment loss yang cepat dan potensi prematur loss pada gigi.
Saat ini periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik adalah
diagnosis yang digunakan jika faktor utama dan faktor lokal periodontitis,
seperti akumulasi plak dan kalkulus, tidak ditemukan (Newman, dkk,
2012). Berikut ini penyakit-penyakit sistemik yang memiliki manifestasi
periodontitis adalah:
a. Penyakit hematologi:
1) Acquired neutropeni
2) Leukemia, dan penyakit hematologi lainnya
b. Penyakit genetik :
1) Familial dan cyclic neutropenia
2) Down syndrome
3) Leukocyte adhesion deficiency syndromes
4) Papillon-Lefere syndorme
5) Chediak-Higashi syndrome
6) Histiocytosis syndorme
7) Glycogen storage disease
8) Infantile genetic agranulocytosis
9) Cohen syndrome (Newman, dkk, 2012).
5. Necrotizing periodontal disease
a. Necrotizing ulcerative gingivitis (NUG)
Necrotizing ulcerative gingivitis (NUG) adalah penyakit yang
disebabkan mikroba pada gingiva disertai kegagalan respon host
terhadap bakteri. NUG merupakan penyakit akut dengan onset cepat.
Penyakit ini juga dapat mengalami rekurensi. Daerah yang terlibat
hanya berupa satu gigi atau sekelompok gigi dan melibatkan semua
permukaan gingiva (Newman, dkk, 2012). NUG mempunyai
penampakan klinis berupa:
1) Terdapat ulserasi dan nekrosisi papila interdental dan margin
gingiva. Biasanya dilapisis oleh pesudomembran jaringan nekrotik
berwarna putih kuning keabuan.
2) Terbentuk crater-like depression pada puncak papilla interdental.
3) Terdapat perdarahan spontan atau dengan rangsangan
4) Terasa sakit saat makan pedas atau panas
5) Terdapat halitosis dan hipersalivasi
6) Terkadang disertai limfadenopati, demam, dan malaise
7) NUG ataupun NUP tidak memiliki penampakan klinis
pembentukan poket periodontal karena nekrosisi jaringan sampai
ke epitel junctional.
8) Pasien kadang merasakan terdapat “metal” di dalam mulut
(Newman, dkk, 2018).
b. Necrotizing ulcerative periodontitis (NUP)
Necrotizing ulcerative periodontitis (NUP) adalah suatu penyakit
NUG yang berlanjut kronis hingga melibatkan attachment loss. Satu-
satunya yang membedakan antara NUP dan NUG adalah adanya
attachment loss dan bone loss atau tidak. Pada awalnya, penyakit NUP
ditemukan pada pasien AIDS. manifestasi klinis dari NUG memiliki
beberapa kesamaan, namun masih terdapat beberapa perbedaan
(Newman, dkk, 2012). Berikut manifestasi klinis NUP:
1) Terdapat nekrosis dan ulserasi pada papilla interdental dan gingiva
margin dengan penampakan margin gingiva yang kemarahan,
mudah berdarah, dan mudah terasa sakit.
2) Terdapat attachment loss dan bone loss pada jaringan periodontal.
Tidak terdapat poket periodontal namun terdapat kerusakan
jaringan tulang.
6. Abses Gingiva
Abses gingiva merupakan infeksi purulen terlokalisir yang terbatas
pada margin gingiva atau papilla interdental. Abses gingiva biasanya
disebabkan oleh trauma yang baru terjadi pada daerah gingiva dan tidak
terdapat poket pada gingiva tersebut (Newman dkk., 2018).
7. Abses periodontal
Abses periodontal merupakan infeksi lokal bakteri yang terjadi di
dalam jaringan periodontal. Periodontal merupakan jaringan lunak dan
keras yang terletak pada sekeliling gigi, meliputi gingiva, sementum,
ligamen periodontal dan tulang alveolar. Abses periodontal terbentuk
karena mikroorganisme piogenik endogen, atau karena faktor toksik yang
terkandung pada plak dan atau menurunnya resistensi host akibat faktor
lokal atau sistemik (Newman dkk., 2018).
8. Abses Periapikal
Abses periapikal merupakan kondisi inflamasi yang menyebabkan
terbentuknya eksudat pus karena nekrosis pulpa gigi. Ciri khas abses
periapikal adalah lesi yang terletak pada ujung akar gigi, gigi non-vital,
restorasi atau tambalan yang besar, peka terhadap makanan dingin atau
panas, dan tidak adanya penyakit periodontal
9. Periodontitis yang berhubungan dengan lesi endodontik
Lesi Perio-Endo biasanya terdapat penyakit periodontitis yang parah
sampai terjadi keterlibatan daerah furkasi, periodontitis yang parah dekat
ujung apikal akan mengakibatkan infeksi pulpa, dapat terjadi pada gigi
tanpa karies atau tambalan yang non vital. Lesi Endo-Perio terjadi karena
infeksi pulpa yang menjalar ke arah vertikal melalui kanal lateral ke dalam
poket periodontal, gigi biasanya non vital dengan radiolusen periapikal
dan terdapat poket yang dalam.
a. Lesi endodontic-perio
b. Lesi periodontik endodontic
c. Lesi kombinasi
10. Kelainan pertumbuhan dan perkembangan
a. Kondisi lokal gigi yang berhubungan dengan faktor predisposisi
penyakit gingivaatau periodontal yang diinduksi plak.
1) Faktor anatomi gigi
2) Pengaplikasian bahan restorasi
3) Fraktur akar
4) Cervical root resorption dan cemental tears
b. Deformitas mukogingiva dan kondisi sekitar gigi
1) Resesi gingiva atau jaringan lunak
2) Lack of keratinized gingiva
3) Penurunan ketingian vestibular
4) Abberant frenum atau posisi otot
5) Gingival Excess : Pseudopocket, gingival margin yang inkonsisten,
excessive gingival display, gingival enlargment dan warna yang
abnormal
c. Deformitas mukogingiva dan kondisi dai linggir edentulous
1) Defisiensi linggir secara vetikal atau horizontal
2) Lack of gingiva or keratinized tissue
3) Gingival atau soft tissue enlargement
4) Penurunan ketinggian vestibular
5) Warna abnormal
6) Trauma oklusal primer dan sekunder
D. Gingival Hiperplasia
Gingival hiperplasia adalah pembesaran gingiva atau sering dikenal
dengan istilah gingival enlargement, yaitu jaringan gusi membesar secara
berlebihan di antara gigi dan atau pada daerah leher gigi. Pembesaran gingiva
disebut sebagai hypertrophic gingivitis atau gingival hyperplasia. Hiperplasi
adalah penambahan jumlah sel dan hipertropi adalah peningkatan ukuran sel.
Hiperplasi dan hipertrofi gingiva hanya dapat didiagnosis secara histologis
dan memerlukan analisis mikroskopis jaringan.
Pembesaran gingiva merupakan suatu peradangan pada gingiva yang
disebabkan oleh banyak faktor baik faktor lokal maupun sistemik, yang
paling utama adalah faktor lokal yaitu plak bakteri. Tanda klinis yang muncul
yaitu gingiva membesar, halus, mengkilat, konsistensi lunak, warna merah
dan pinggirannya tampak membulat. Hal ini menimbulkan estetik yang
kurang baik, sehingga memerlukan perawatan yaitu gingivektomi.
Pertambahan ukuran gingiva adalah hal yang umum pada penyakit
gingiva. Kondisi tersebut sering disebut gingival enlargement. Gambaran
klinisnya yaitu hipertropi gingivitis atau hiperplasi gingiva dengan warna
merah, konsistensi fibrotik, tepi tumpul dan tidak adanya stipling (licin).
Pembesaran gingiva merupakan hasil dari perubahan inflamsi akut atau
kronis. Gambaran klinis inflamasi kronis pembesaran gingiva adalah pada
tahap awal merupakan tonjolan sekitar gigi pada papila dan margin gingiva.
Tonjolan tersebut dapat bertambah ukurannya sampai menutupi mahkota.
Gingiva hiperplasia dapat disebabkan oleh faktor lokal maupun sistemik,
yang paling utama adalah faktor lokal yaitu adanya akumulasi plak dan
bakteri. Etiologinya dapat terbagi menjadi inflamasi akut dan kronis yang
diakibatkan oleh kondisi tertentu misalnya hormonal, leukimia, dan defisiensi
vitamin C, non-inflamasi misalnya karena obat-obatan, atau juga dapat terjadi
kombinasi dari keduanya. Gingiva hiperplasia yang disebabkan oleh
inflamasi akut berasal dari plak dan debris yang tidak dibersihkan setelah
makan yang kemudian masuk ke dalam jaringan, diantaranya yaitu abses
gingiva dan abses periodontal. Gingiva hiperplasia yang disebabkan oleh
inflamasi kronis berasal dari akumulasi plak dan bakteri yang menetap lama,
kebersihan mulut yang buruk, iritasi karena kelainan anatomi, restorasi yang
tidak tepat serta karena pemakaian alat ortodontik (Newman dkk., 2018).
Klasifikasi pembesaran gingival menurut Newman dkk. (2018),
berdasarkan faktor etiologi yaitu:
1. Inflamatory enlargement akut dan kronis
Gingiva hiperplasia yang disebabkan oleh inflamasi akut berasal
dari plak dan debris yang tidak dibersihkan setelah makan yang
kemudian masuk ke dalam jaringan, diantaranya yaitu abses gingiva
dan abses periodontal. Gingiva hiperplasia yang disebabkan oleh
inflamasi kronis berasal dari akumulasi plak dan bakteri yang
menetap lama, kebersihan mulut yang buruk, iritasi karena kelainan
anatomi, restorasi yang tidak tepat serta karena pemakaian alat
ortodontik
2. Drug-induced enlargement
Obat-obatan yang dapat menyebabkan pembesaran gingiva,
misalnya phenythoin (anticonvulsant), cyclosporine
(immunosupresan), serta obat nefidipine dan felodipine (calcium
chanel blokers.
3. Enlargement akibat kondisi sistemik
a. Enlargement yang kondisional
1) Kehamilan : granuloma pyogenicum
2) Pubertas : bisa terjadi pada anak usia 11-17 tahun, terjadi
akibat peningkatan hormon dan diperparah dengan akumulasi
plak, kalkulus dan bakteri. Kondisi dapat kembali normal bila
masa pubertas sudah lewat dan akumulasi plak kalkulus
dibersihkan.
3) Defisiensi vitamin C: perdarahan degenerasi kolagen dan
edema pada jariangan ikat gingiva, dapat disertai perdarahan
spontan pada gingiva.
4) Plasma cell gingivitis : terjadi akibat respon alergi,, dapat
berhubungan dengan cheilitis dan glositis.
b. Penyakit sistemik
1) Leukimia
Perbesaran bisa terjadi lokal atau general, pada margin
gingiva atau diffuse. Pembesaran dan perdarahan gingiva
merupakan komplikasi oral yang paling umum dari leukemia.
Jaringan gingiva pada penderita leukemia menjadi lebih
rentan terhadap infiltrasi sel leukemia yang menyebabkan
pengeluaran komponen molekul adhesi endotelial sehingga
infiltrasi leukosit meningkat. Klasifikasi etiologi lesi gingiva
pada pasien leukemia telah dibuat oleh Barrett. Klasifikasi ini
terdiri dari empat kategori yang membedakan antara lesi
akibat langsung dari proses penyakit dan perawatan penyakit
serta yang disebabkan oleh efek sekunder seperti depresi
sumsum tulang dan jaringan limfoid.
2) Hipertensi
Pada penderita hipertensi umumnya terjadi peningkatan C-
reactive protein sebagai tanda adanya peradangan dan
peningkatan sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, dan
IL-6 dan angiotensin II. Pada kondisi hipertensi, tekanan
darah meningkat secara progresif seiring dengan keparahan
penyakit periodontal, pembuluh jantung mempunyai
mikrosirkulasi yang sama, tekanan darah berlebih akan
menginduksi perkembangan hipertrofi ventrikel kiri dan
secara umum dapat menyempitkan lumen pembuluh darah
mikro, penyempitan pembuluh darah ini mengakibatkan
iskemia pada jaringan jantung dan periodontal.
3) Diabetes Mellitus
Menurut ADA (American Diabetes Assocation) diabetes
melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang
mempunyai karakteristik hiperglikemi dan terjadi akibat
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Gejala
umum yang tampak pada penderita DM adalah poliuria,
polidipsia, polifagia serta penurunan berat badan (Ermawati,
2012). Penyakit diabetes melitus dapat menimbulkan
beberapa manifestasi didalam rongga mulut diantaranya
adalah terjadinya gingivitis dan periodontitis, kehilangan
perlekatan gingiva, peningkatan derajat kegoyangan gigi,
xerostomia, burning tongue, sakit saat perkusi, resorpsi tulang
alveolar dan tanggalnya gigi. Pada penderita diabetes melitus
tidak terkontrol kadar glukosa didalam cairan krevikular
gingiva (GCF) lebih tinggi dibanding pada diabetes melitus
yang terkontrol.
4) Granulomatosa disease:
a) Wegener’s granulomatosis
Wegener’s granulomatosis merupakan suatu penyakit
yang ditandai adanya inflamasi, nekrosis, granuloma,
vaskulitis pada pembuluh darah kecil dan sedang yang
sebagian besar mengenai saluran nafas atas, paru-paru dan
ginjal. Manifestasi awal dari WG dapat melibatkan regio
orofasial termasuk ulserasi mukosa mulut, pembesaran
gingiva, immobilitas gigi sampai tanggalnya gigi dengan
sendirinya. Prevalensi dari WG sekitar 3 dari 100.000 orang
dengan perbandingan laki-laki sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan (3:2) dengan puncak
insiden terjadi pada usia 50-60 tahun.
b) Sarcidosis
Sarkoidosis adalah sebuah penyakit granulomatous
nonkaseosa multisistem yang belum diketahui etiologinya.
Penyakit ini banyak terjadi pada dewasa muda usia 20 atau
30 tahun. Sarkoidosis banyak terjadi pada ras kulit hitam
dan dapat mempengaruhi hampir semua organ tubuh,
seperti paru-paru, mata, hati, kulit, limpa, tulang, sendi, otot
rangka, jantung dan sistem saraf pusat serta gingiva.
Sarkoidosis juga disebut sarcoid yang berasal dari bahasa
Yunani sark dan oid yang berarti kelihatan seperti daging.
Sarkoidosis juga disebut penyakit Besnier-Boeck.
5) Gagal ginjal
Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis
dapat mempengaruhi kondisi rongga mulut, diperkirakan 90%
pasien mengalami perubahan pada jaringan lunak rongga
mulut serta tulang rahang (Rezeki dkk., 2016). Manifestasi oral
yang dapat timbul salah satunya adalah periodontitis. Pada
penderita gagal ginjal terjadi penurunan produksi viamin D
sehingga kelenjar paratiroid terstimulasi untuk mensekresi
hormon paratiroid. Akan tetapi vitamin D tidak dapat
bertambah karena kerusakan nefron yang dialami, akibatnya,
hormon paratiroid, TNF dan IL-1 kemudian mengaktivasit
erjadinya remodeling tulang (Little dkk., 2002: Bhatsange
dkk., 2012). Periodontitis dapat disebabkan oleh produksi
vitamin D yang tidak adekuat pada ginjal sehingga terjadi
resorbsi tulang dan keadan serostomia.
6) Idiopatik
Idiopatik fibromatosis gingiva disebabkan oleh faktor
genetik. Progresifitasnya berjalan lambat, bersifat jinak, tidak
mudah berdarah, asimptomatis, dapat sampai menutupi lebih
dari 2/3 mahkota gigi, warna gingiva seperti keadaan normal
dan secara klinik berhubungan dengan periodontitis kronik.
Kasus ini merupakan kasus yang jarang terjadi dan biasanya
merupakan bagian dari suatu sindrome. Hereditary gingiva
fibromatosis (HGF) dapat dikarenakan mutasi gen SOS-1
ataupun mutasi gen yang lain.
4. Neoplastic enlargement
a. Tumor benigna: biasanya terjadi perbesaran gingiva yag bersifat
lokal dan general. Misalnya epulis, fibroma, papiloma, giant cell
granuloma, dan gingival cyst.
b. Tumor maligna: jarang terjadi di daerah gingiva, dapat
mendestruksi tulang alveolar dan jariang periodontal lainnya.
Misalnya squamous cell carcinoma, maligna melanoma, dan
kaposi’s sarcoma.
5. False enlargement
Merupakan perbesaran tulang namun tapak terjadi pembesaran
pada gingiva, misalnya osteoma dan kista eruptive.
Gingival enlargement berdasarkan distribusi dan lokasinya dibagi
menjadi lokalisata, generalisata, marginal, papiler, diffuse, dan diskret.
Pembesaran lokalisata terbatas pada satu atau sekelompok gingiva.
Pembesaran generalisata meliputi keseluruhan gingiva pada gigi geligi yang
ada (misalnya pada kasus drug-induced gingival overgrowth). Pembesaran
marginal berlokasi pada sisi tepi gingiva dan pembesaran papillary berada di
papilla interdental. Pembesaran diffuse dapat meliputi bagian tepi gingiva,
gingiva cekat dan papilla interdental. Pembesaran diskret bentuknya seperti
tumor dapat bertangkai atau tidak (Carranza dkk., 2012).
Gingival enlargement lokalisata secara umum disebut epulis,
diantaranya yaitufibrous epulis atau fibroma perifer, angiogranuloma atau
granogenik piogenik, granuloma sel raksasa perifer, kista gingiva, neoplastik,
lesi lokal lainnya yaitu mucocele palatal, kista periodontal. Gingival
enlargement generalisata, diantaranya yaitu gingival enlargement akibat
inflamasi, gingival enlargement pada pernafasan mulut, gingival enlargement
yang diinduksi oleh obat (DIGO), gangguan genetik, hormonal, pengaruh usia
dan gingivitis pada ibu hamil, defisiensi vitamin C, gingivitis sel plasma, dan
gingival overgrowth karena penyakit sistemik yaitu seperti leukimia,
Wegener’s Granulomatosis, Crohn’s disease, Sarcoidosis, tuberculous
gingival enlargement (Newman dkk., 2018).
Gambaran histologis gingival enlargement menunjukkan adanya
akantosis sel epitel dan rete pegs yang memanjang meluas jauh ke dalam
jaringan ikat. Jaringan ikat tampak memadat serta menyusun rangkaian
kolagen disertai peningkatan jumlah fibroblas dan pembuluh darah baru serta
banyak ditemukan zat dasar amorfik. Pembesaran berawal seperti hiperplasia
inti jaringan ikat marginal gingiva dan meningkat akibat proliferasi dan
ekspansi jaringan ikat melebihi puncak marginal gingiva. Infiltrasisel
inflamasi dapat ditemukan pada dasar sulkus atau poket (Laskaris, 2013).
Skor indeks pembesaran gingiva dapat ditentukan dengan metode loe dan
sillnes. Metode ini bertujuan untuk menilai derajat inflamasi. Kriteria
penentuan skornya dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut (Pariati dan
Angki, 2019).
Tabel 1. Skor pembesaran gingiva metode Loe dan Sillnes.
Alat yang
Kekurangan Kelebihan
digunakan
Memerlukan anestesi
a. a. Biaya lebih murah
Saat pengerjaan ada bau
b. dibanding laser
terbakar b. Hasil potongan lebih halus
c. Untuk beberapa saat ada c. Memotong lebih cepat
rasa daging terbakar di dibanding laser
Elektrosurgeri
dalam mulut d. Perdarahan minimal
d. Pemotongan jaringan e. Luka minimal, hampir
cepat, jika tidak hati-hati tidak ada rasa sakit
dapat terpotong berlebihan f. Lebih mudah
e. Tidak bisa digunakan untuk contouring(memben
disekitar implant tuk gusi) terutama pada
area sempit
Setelah 12-24 jam pasca gingivektomi, sel epitel pinggiran luka mulai
migrasi ke atas jaringan granulasi. Epitelisasi permukaan pada umumnya
selesai setelah 5-14 hari. Selama 4 minggu pertama setelah gingivektomi
keratinisasi akan berkurang. Keratinisasi permukaan mungkin tidak tampak
hingga hari ke 28- 42 setelah operasi. Perbaikan epitel selesai sekitar satu
bulan, perbaikan jaringan ikat selesai sekitar 7 minggu setelah gingivektomi.
Vasodilatasi dan vaskularisasii mulai berkurang setelah hari ke empat
penyembuhan dan tampak hampir normal pada hari ke 16. Enam belas
minggu setelah gingivektomi, gingival tampak sehat, berwarna merah muda
dan kenyal (Newman, 2002). Menurut Fedi, dkk (2004) prosedur perawatan
gingivektomi yaitu sebagai berikut:
a. Melakukan anestesi lokal dengan teknik blok atau infiltrasi.
b. Mengukur kedalaman poket di daerah operasi menggunakan probe
terkalibrasi. Kedalaman poket ditandai dengan menusuk dinding luar
jaringan gingiva dengan pocket marker untuk membuat titik-titik
perdarahan. Apabila keseluruhan daerah operasi telah diukur dan ditandai
dengan lengkap, titik-titik perdarahan tersebut akan membentukoutline
insisi yang harus dilakukanmenandai dasar poket dengan pocket marker.
c. Insisi dibevel pada sudut kurang lebih 45 derajat terhadap akar gigi dan
berakhir pada ujung atau lebih ke bawah dari ujung apikal perlekatan
epitel. Apabila gingiva cukup tebal, bevel sebaiknya diperpanjang untuk
menghilangkan bahu atau plato. Kadang-kadang, akses sangat terbatas atau
sulit dicapai sehingga bevel yang cukup tidak dapat dibuat pada insisi
awal. Pada keadaan ini, bevel dapat diperbaiki menggunakan pisau
bermata lebar untuk mengerok atau diamond bur.
d. Jaringan gingiva yang telah dieksisi dibuang
e. Membersihkan deposit yang menempel pada permukaan akar dengan
skeling dan root planning. Pembuangan dinding jaringan lunak poket
periodontal membuat permukaan akar lebih mudah dicapai dan
memperluas lapang pandang operator dibandingkan pada tahap-tahap lain.
Pembersihan permukaan akar pada tahap ini menentukan keberhasilan
seluruh prosedur bedah.
f. Menyempurnakan kontur gingiva seperti yang diinginkan dengan diamond
bur atau pisau bermata lebar untuk mengerok jaringan.
g. Membilas daerah bedah dengan air steril atau larutan saline steril untuk
membersihkan pertikel-partikel yang tersisa.
h. Menekan daerah luka dengan kain kasa yang telah dibasahi dengan air
steril atau larutan saline steril selama 2-3 menit, untuk menghentikan
perdarahan.
i. Memasang periodontal dressing atau periodontal pack, mula-mula yang
berukuran kecil, bersudut di daerah interproksimal, menggunakan
instrumen plastik. Selanjutnya, pasang gulungan-gulungan yang lebih
panjang di bagian fasial, lingual, dan palatal serta hubungkan dengan
dressing yang telah terpasang dengan di daerah tanpa interproksimal.
Seluruh daerah luka ditutup dressing mengganggu oklusi atau daerah
perlekatan otot. Kesalahan yang sering terjadi adalah dressing yang
dipasang terlalu lebar sehingga terasa mengganggu.
j. Mengganti dressing dan membuang debris pada daerah luka setiap minggu
sampai jaringan sembuh sempurna dan dengan mudah dibersihkan oleh
pasien.
k. Setelah dressing terakhir dilepas, poles gigi, dan instruksikan pasien untuk
menjaga kesehatan rongga mulut (DHE) dan berikan medikasi berupa
analgesik, antibiotik dan obat kumur jika diperlukan.
l. Setelah seluruh prosedur gingivektomi dilaksanakan, pasien perlu diberi
informasi yang lengkap tentang cara-cara perawatan pascaoperasi, yaitu:
1) Menghindari makan atau minum selama satu jam
2) Dilarang minum minuman panas atau alkohol selama 24 jam. Dilarang
berkumur-kumur satu hari setelah operasi.
3) Dilarang makan makanan yang keras, kasar atau lengket dan
mengunyah makanan dengan sisi yang tidak dioperasi.
4) Minum analgesik bila merasa sakit setelah efek anestesi hilang.
5) Menggunakan larutan kumur saline hangat setelah satu hari.
6) Apabila terjadi perdarahan, dressing ditekan selama 15 menit dengan
menggunakan sapu tangan bersih yang sudah dipanaskandan dilarang
berkumur.
7) Sikat bagian mulut yang tidak dioperasi saja.
A. Skenario Kasus
Seorang pasien laki-laki berusia 20 tahun datang ke Departemen dari
Periodontologi, Perguruan Tinggi dan Rumah Sakit Gigi dan Mulut Seema
dengan keluhan gusi bengkak pada gigi bagian belakang kiri atas dan kiri
bawah dan mengalami kesulitan untuk mengunyah makanan dari sisi kiri.
Pasien mengungkapkan memiliki riwayat trauma pada sisi kiri wajahnya tiga
bulan lalu setelah itu pembengkakan gusi pertama kali muncul dan secara
bertahap ukurannya meningkat hingga saat ini. Pasien datang untuk berobat
hanya ketika pembengkakan mulai mengganggu pengunyahan. Pasien tidak
memiliki riwayat penyakit sistemik. Pasien tidak bisa memberikan riwayat
keluarga yang memadai karena mengalami buta huruf dan tidak dapat
memberikan informasi secara rinci. Pasien ingin dilakukan perawatan.
B. Pembahasan Kasus
1. Identitas Pasien
a. Jenis Kelamin : Laki-laki
b. Umur : 20 tahun
c. Keadaan Umum : Compos mentis
d. Alamat : Rishikesh, India
2. Pemeriksaan Subyektif
a. CC : Pasien laki-laki datang dengan keluhan gusi bengkak pada
gigi bagian belakang kiri atas dan kiri bawah dan mengalami
kesulitan untuk mengunyah makanan dari sisi kiri.
b. PI : Pasien mengalami pembengkakan pada gusi yang mulai
mengganggu pengunyahan. Pasien mengungkapkan memiliki
riwayat trauma pada sisi kiri wajahnya tiga bulan lalu setelah
itu pembengkakan gusi pertama kali muncul dan secara
bertahap ukurannya meningkat hingga saat ini.
c. PDH : Pasien belum pernah ke dokter gigi sebelumnya
d. PMH : Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.
e. FH : Pasien tidak bisa memberikan riwayat keluarga yang
memadai karena mengalami buta huruf dan tidak dapat
memberikan informasi secara rinci.
f. SH : Tidak dijelaskan dalam jurnal kasus.
3. Pemeriksaan Obyektif
a. Pemeriksaan ekstraoral : Tidak dijelaskan dalam jurnal kasus.
b. Pemeriksaan intraoral
1) Lesi intraoral :
Tidak dijelaskan dalam jurnal kasus.
2) Pembengkakan gingiva :
Gingiva tampak parah membesar di sisi kiri. Pembesaran
gingiva dari regio premolar pertama ke molar kedua di lengkung
rahang atas (Gambar 1) dan lengkung rahang bawah (Gambar 2).
Pembesaran tegas dan fibrotik disertai peradangan gingiva.
Gambar 2.1 dan 2.2. Hiperplasia gingiva pada sisi kiri rahang atas dan rahang bawah
B. Stippling : Tidak dijelaskan dalam jurnal kasus
C. Bleeding on Probing : Tidak dijelaskan dalam jurnal kasus
D. Resesi Gingiva & CAL : Tidak dijelaskan dalam jurnal kasus
E. Dehisence/ Fenestration : Tidak dijelaskan dalam jurnal kasus
F. Kegoyangan Gigi : Tidak dijelaskan dalam jurnal kasus
G. OHI-S : Tidak dijelaskan dalam jurnal kasus
H. Skor Plak O’leary : Tidak dijelaskan dalam jurnal kasus
c. Pemeriksaan penunjang:
1) Pemeriksaan radiografi panoramik (OPG)
Pada pemeriksaan radiografi tampak adanya tulang yang tersisa di
kisaran 30 sampai 35% pada sisi kiri kedua lengkungan. Keropos
tulang yang parah berkaitan dengan molar pertama kiri rahang atas
dan molar pertama kiri rahang bawah. (Gambar 3).
Gambar 2.8 dan 2.9. Kondisi klinis intraoral RA dan RB satu bulan pascaperawatan