Anda di halaman 1dari 40

RESUME

BIDANG ILMU PERIODONSIA

GINGIVEKTOMI

DPJP :
drg. Inneke Cahyani, M.DSc., Sp.Perio

Disusun oleh :
Dewi Sartieka Putri, S.KG
G4B019003

Komponen
Pembelajaran Resume Diskusi Keterangan
Daring

Nilai

Tanda Tangan
DPJP
drg. Inneke Cahyani, M.DSc., Sp.Perio

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Jaringan Gingiva
Gingiva merupakan bagian mukosa rongga mulut yang menutupi tulang
alveolar dan berfungsi melindungi jaringan dibawahnya. Gingiva normal
memiliki warna merah muda, konsistensi yang kenyal dan tekstur stippling
atau seperti kulit jeruk (Ramadhani, 2014). Bagian-bagian dari gingiva antara
lain mukosa alveolar, perlekatan gingiva (mucogingival junction), perlekatan
gingiva (attached gingiva), alur gingiva bebas (free gingiva groove), sulkus
gingiva, gingiva tepi (margin gingiva) dan gingiva interdental (interdental
papilla) (Newman dkk., 2018).

Gambar 1.1. Anatomi Gingiva


Gingiva merupakan bagian dari membran mukosa mulut yang melekat
pada tulang alveolar serta menetupi dan menggelilingi leher gigi. Pada
permukaan rongga mulut, gingiva meluas dari puncak marginal gingiva
sampai ke pertautan mokogingiva. Gingiva normal pada orang dewasa
menutupi tulang alveolar dan akar gigi setinggi perbatasan mahkota dengan
cementum enamel junction (CEJ). Gingiva seringkali digunakan sebagai
indikator jika jaringan periodontal terkena penyakit. Salah satu penyakit
periodontal yang sering dijumpai pada masyarakat adalah resesi gingiva
(Weiss, G., dkk,. 2013).
Tanda-tanda klinis gingiva yang normal yaitu gingiva berwarna merah
muda atau merah salmon, warna ini tergantung dari derajat vaskularisasi,
ketebalan epitel, derajat keratinisasi dan konsentrasi pigmen melanin,
memiliki kontur yang berkerut-kerut seperti kulit jeruk dan licin,
konsistensinya kuat dan kenyal, melekat pada struktur dibawahnya yaitu gigi
dan tulang alveolar. Ketebalan margin gingiva yaitu 0,5-1,0 mm yang
menutupi leher gigi dan meluas menjadi papilla interdental, serta sulkus
gingiva memiliki kedalaman 2-3 mm.

Gambar 1.2. Kondisi Klinis Gingiva Sehat


B. Klasifikasi Penyakit Periodontal
Klasifikasi penyakit periodontal dari AAP (American Academy of
Periodontology) tahun 1999 dibagi menjadi 8 kategori, yaitu diantaranya
sebagai berikut (Newman dkk., 2018):
1. Tipe I : Penyakit Gingival Plaque-induced Non Plaque-induced
2. Tipe II : Periodontitis Kronis Lokal General
3. Tipe III : Periodontitis Agresif Lokal General
4. Tipe IV : Periodontitis sebagai Manifestasi Penyakit Sistemik
5. Tipe V : Penyakit Periodontal Nekrosis
6. Tipe VI : Periodontitis Berhubungan dengan Lesi Endodontik
7. Tipe VII : Developmental or Acquired Deformities and Conditions
8. Tipe VIII : Abses pada Periodonsium

Klasifikasi penyakit periodontal secara rinci yaitu sebagai berikut


(Newman dkk., 2018) :
1. Penyakit gingival
Gingiva atau gusi merupakan jaringan yang dilapisi oleh epitel
berlapis pipih bertanduk dan tidak memiliki lapisan submukosa. Pada
gingiva, terdapat lamina propia yang melekat dengan periosteum/membran
periodontal. Gingiva normal memiliki warna merah muda, konsistensi
yang kenyal dan tekstur stippling atau seperti kulit jeruk. Bagian-bagian
dari gingiva antara lain mukosa alveolar, pertautan gingiva (mucogingival
junction), perlekatan gingiva (attached gingiva), alur gingiva bebas (free
gingiva groove), sulkus gingiva, gingiva tepi (margin) dan gingiva
interdental (interdental papilla). Free gingiva adalah bagian gingiva yang
memiliki tepi bebas dan papilla propia. Attached gingiva adalah bagian
gingiva yang melekat pada tulang alveolar dan memiliki interdental
gingiva atau papilla interdentalis. Penyakit gingiva menurut AAP
dibedakan berdasarkan faktor etiologinya yaitu :
a. Di induksi plak
1) Gingivitis akibat plak
2) Kelainan gingiva yang dimodifikasi faktor sistemik
 Kondisi endokrin diantaranya gingivitis pubertas, gingivitis
menstruasi, gingivitis kehamilan (gingivitis dan pyogenic
granuloma), serta diabetes mellitus.
 Kelainan darah yaitu gingivitis leukemia
 Gingivitis dan gingival enlargement akibat medikasi
 Malnutrisi mengakibatkan terjadinya defisiensi vit C
b. Non plak
Peradangan gingiva yang tidak diinduksi oleh plak biasanya
disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, maupun jamur, kelainan
genetik, dan penyakit mukokutan. Selain itu juga bisa diakibatkan
oleh trauma karena sikat gigi ataupun reaksi alergi obat-obatan dan
makanan. Klasifikasi penyakit gingiva tanpa disertai oleh plak adalah
sebagaai berikut (Panagokos, 2011) :
1) Bakteri spesifik
 Neisseria gonorrhea menyebabkan penyakit gonorrhea
 Troponema palidum menyebabkan penyakit sifilis
2) Infeksi virus
 Primary herpetic gingivostomatitis
 Recurrent herpes
 Varicella zoster
3) Infeksi jamur
 Candidosis
 Linier gingival erythema
4) Genetik menyebabkan herediter gingival fibromatosis
5) Manifestasi kondisi sistemik pada gingiva
 Penyakit mukokutan diantaranya lichen planus, phempigoid,
pemphigus vulgaris, lupus eritematous dan erythema multiforme
 Alergi diantaranya alergi terhadap bahan restorasi dan alergi
terhadap obat kumur, pasta gigi, maupun permen karet dll
6) Induksi obat-obatan
Contoh obat-obatan yang menyebabkan lesi gingiva adalah
penitoin, immunosupresan, dan kalsium channel-blocker.
7) Reaksi alergi
 Material restorasi: Bahan merkuri, nikel, akrilik, dan
sebagainya.
 Reaksi atribut: Pasta gigi, obat kumur, permen karet, makanan,
dan lainnya.
8) Lesi traumatik dari reaksi kimia, fisika, dan termal.
Gingivitis merupakan salah satu kelainan periodontal yang
sering ditemui. Gambaran klinis gingivitis yang disebabkan oleh
plak yaitu tepi gingiva yang berwarna kemerahan sampai merah
kebiruan, pembesaran kontur gingivalkarena adema dan mudah
berdarah saat ada stimulasi seperti saat makan serta menyikat gigi
(Andriyani, 2014). Gingivitis dan poket gingiva terjadi karena
rusaknya perlekatan gingiva (loss of gum attachment) dengan akar
gigi menandakan adanya periodontitis ringan. Kerusakan jaringan
karena infeksi jaringan periodontal mengandung bahan-bahan
toksik (berasal dari bakteri maupun respon inflamasi) (Newman
dkk., 2018). Tahap inflamasi gingiva terdiri dari :
a. Initial lesion (2-4 hari setelah akumulasi plak)
Pada tahap initial lesion belum ada manifestasi klinis yang
terlihat karena baru ada perubahan mikroskopik sebagai respon
leukosit dan sel endotel terhadap aktivitas bakteri.Terdapat
beberapa perubahan mikroskopik yang terjadi.
b. Early lesion (7 hari setelah akumulasi plak)
Pada tahap early lesion mulai muncul gejala klinis berupa
kadar GCF yang meningkat, BOP positif, gingiva mengalami
eritema dengan konsistensi lunak.
c. Established lesion (2-3 minggu setelah akumulasi plak)
Perubahan klinis yang terjadi berupa localized gingivitis
anoxemia yaitu gingiva berwarna kebiruan dengan konsistensi
lebih keras akibat penurunan aliran darah, mungkin terbentuk
poket gingiva, dapat juga disertai dengan resesi gingival
d. Advanced lesion
Berupa lesi yang sudah meluas ke tulang alveolar dan
peralihan menuju periodontitis.

Menurut Newman dkk. (2018) klasifikasi gingivitis berdasarkan


keparahannya dibedakan menjadi :
a. Gingivitis Akut
Gambaran klinis pada gingivitis akut adalah pembengkakan yang
berasal dari peradangan akut dan gingiva yang lunak. Debris
yangberwarna keabu-abuan dengan pembentukan membran yang
terdiri dari bakteri, leukosit polimorfonuklear dan degenarasi epitel
fibrous. Pada gingivitis akut terjadi pembentukan vesikel dengan
edema interseluler dan intraseluler dengan degenarasi nukleus dan
sitoplasma serta rupture dinding sel.
b. Gingivitis Kronis
Gambaran gingivitis kronis adalah pembengkakan lunak yang
dapat membentuk cekungan sewaktu ditekan yang terlihat infiltrasi
cairan dan eksudat pada peradangan. Pada saat dilakukan probing
terjadi perdarahan dan permukaan gingiva tampak kemerahan.

Klasifikasi gingivitis berdasarkan perluasan inflamasinya dapat


dibedakan menjadi:
a. Gingivitis lokal hanya melibatkan satu atau beberapa gigi
b. Gingivitis general melibatkan seluruh gigi (Newman dkk. 2018)
Derajat inflamasi gingiva atau gingivitisdiukur menggunakan indeks
gingiva yang diperkenalkan oleh Loe dan Silness Pengukuran dilakukan
pada gigi indeks 16, 12, 24, 36, 32, 44 dengan cara jaringan sekitar tiap
gigi dibagi ke dalam empat unit penilaian gingiva, papila distal-labial,
margin gingiva labial, papila mesial-labial dan margin gingiva lingual
keseluruhan. (Daliemunthe, 2008). Skor pembesaran gingiva metode loe
dan sillnes (Newman dkk., 2018):
No. Kriteria Skor
1. Gingiva sehat 0
Inflamasi gingiva ringan, gingiva yang ditandai dengan
2. perubahan warna, sedikit edema, pada palpasi tidak terjadi 1
perdarahan
Inflamasi gingiva sedang, gingiva berwarna merah, edema dan
3. 2
mengkilat, pada palpasi terjadi perdarahan
Inflamasi gingiva parah, gingiva berwarna merah menyolok,
4. 3
edema, terjadi ulserasi, gingiva cenderung berdarah spontan.

Skor setiap gigi diperoleh dengan menjumlahkan skor keempat sisi


yang diperiksa, lalu dibagi dengan empat (jumlah sisi yang diperiksa).
Jumlah skor semua gigi yang diperiksa dibagi dengan jumlah gigi yang
diperiksa maka diperoleh skor indeks gingiva. Gingival indeks (GI)
adalah derajat keparahan inflamasi gingiva secara klinis dapat
ditentukam dari skor indeks gingiva dengan kriteria sebagai berikut:
Skor indeks gingival Kondisi gingiva
0,1-1,0 Gingivitis ringan
1,1-2,0 Gingivitis sedang
2,1-3,0 Gingivitis parah

2. Periodontitis kronis
Periodontitis kronis adalah bentuk paling umum yang ditemui.
Periodontitis kronis paling banyak ditemui pada dewasa tapi tidak
terkecuali ditemukan pada anak-anak. Periodontitis kronis berasosiasi
dengan akumulasi plak dan kalkulus. Progresi penyakit ini digolongkan
slow-to-moderate, namun periode perusakannya sangat cepat. Keparahan
periodontitis kronis didukung oleh faktor lokal, sistemik, atau faktor
lingkungan yang memengaruhi interaksi bakteri dengan host. Periodontitis
kronis biasanya terlokalisasi dan ditemui pelepasan perlekatan tulang
(Newman, dkk, 2012). Berikut ini karakteristik periodontitis kronis:
a. Prevalensi paling banyak ditemui pada orang dewasa namun bisa
ditemui pada anak-anak.
b. Tingkat kerusakan dipengaruhi faktor lokal.
c. Kalkulus subgingival bisa ditemukan
d. Periodontitis kronis diklasifikasi kembali menjadi:
1) Localized form (<30% area terlibat)
2) Generalized form (>30% area terlibat)
3) Slight (1 sampai 2 mm clinical attachment loss)
4) Moderate (3 sampai 4 clinical attachment loss)
5) Severe (≥5 mm clinical attachment loss) (Holtfreter dkk., 2015).
3. Periodontitis agresif
Periodontitis agresif berbeda dengan periodontitis kronis. Perbedaan
dari kedua penyakit ini adalah progresi penyakit yang sangat cepat,
ketiadaan akumulasi plak, dan hubungan genetik keluarga yang pernah
terkena periodontitis agresif. Periodontitis agresif biasanya terjadi pada
pasien dewasa muda atau setelah mengalami masa pubertas (Newman,
dkk, 2012). Berikut ini karakteristik dari periodontitis agresif:
a. Kerusakan tulang dan attachment loss yang sangat cepat
b. Biasanya diakibatkan oleh bakteri actinobacillus
actinomycetemcomitans atau aggretibacter actinomycetemcomitans
c. Biasanya terjadi pada usia < 30 tahun
d. Disebut juga Juvenille periodontitis
e. Khas terjadi pada orang dengan kondisi OH baik dan sistem imun
rendah
f. Abnormalitas pada fungsi fagosit sel
g. Hipersensitif makrofag sehingga meningkatkan prostaglandin dan
interleukin-1B.
h. Peridontitis agresif kembali diklasifikasikan menjadi:
1) Localized : biasanya menjangkiti orang setelah masa pubertas;
terlokalisasi pada molar 1 atau insisivus dengan attachment loss
proksimal minimal 2 gigi permanen; meningkatnya serum antibodi
sebagai respon infeksi
2) Generalized form : biasanya menjangkiti orang berusia di bawah 30
tahun; attachment loss proksimal tergeneralisasi minimal 3 gigi
permanen selain molar 1dan insisivus; rendahnya respon serum
antibodi pada agen infeksi (Newman, dkk, 2018).
4. Periodontitis sebagai manifestasi kelainan sistemik
Beberapa penyakit sistemik seperti hematologi ataupun penyakit
genetik terbukti berasosiasi dengan perkembangan periodontitis pada
individu. Beberapa peneliti menyakatan bahwa efek utama pada penyakit-
penyakit ini melaui mekanisme pertahanan host. Manifestasi klinis pada
penyakit-penyakit ini memiliki kemiripan dengan periodontitis agresif
dengan attachment loss yang cepat dan potensi prematur loss pada gigi.
Saat ini periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik adalah
diagnosis yang digunakan jika faktor utama dan faktor lokal periodontitis,
seperti akumulasi plak dan kalkulus, tidak ditemukan (Newman, dkk,
2012). Berikut ini penyakit-penyakit sistemik yang memiliki manifestasi
periodontitis adalah:
a. Penyakit hematologi:
1) Acquired neutropeni
2) Leukemia, dan penyakit hematologi lainnya
b. Penyakit genetik :
1) Familial dan cyclic neutropenia
2) Down syndrome
3) Leukocyte adhesion deficiency syndromes
4) Papillon-Lefere syndorme
5) Chediak-Higashi syndrome
6) Histiocytosis syndorme
7) Glycogen storage disease
8) Infantile genetic agranulocytosis
9) Cohen syndrome (Newman, dkk, 2012).
5. Necrotizing periodontal disease
a. Necrotizing ulcerative gingivitis (NUG)
Necrotizing ulcerative gingivitis (NUG) adalah penyakit yang
disebabkan mikroba pada gingiva disertai kegagalan respon host
terhadap bakteri. NUG merupakan penyakit akut dengan onset cepat.
Penyakit ini juga dapat mengalami rekurensi. Daerah yang terlibat
hanya berupa satu gigi atau sekelompok gigi dan melibatkan semua
permukaan gingiva (Newman, dkk, 2012). NUG mempunyai
penampakan klinis berupa:
1) Terdapat ulserasi dan nekrosisi papila interdental dan margin
gingiva. Biasanya dilapisis oleh pesudomembran jaringan nekrotik
berwarna putih kuning keabuan.
2) Terbentuk crater-like depression pada puncak papilla interdental.
3) Terdapat perdarahan spontan atau dengan rangsangan
4) Terasa sakit saat makan pedas atau panas
5) Terdapat halitosis dan hipersalivasi
6) Terkadang disertai limfadenopati, demam, dan malaise
7) NUG ataupun NUP tidak memiliki penampakan klinis
pembentukan poket periodontal karena nekrosisi jaringan sampai
ke epitel junctional.
8) Pasien kadang merasakan terdapat “metal” di dalam mulut
(Newman, dkk, 2018).
b. Necrotizing ulcerative periodontitis (NUP)
Necrotizing ulcerative periodontitis (NUP) adalah suatu penyakit
NUG yang berlanjut kronis hingga melibatkan attachment loss. Satu-
satunya yang membedakan antara NUP dan NUG adalah adanya
attachment loss dan bone loss atau tidak. Pada awalnya, penyakit NUP
ditemukan pada pasien AIDS. manifestasi klinis dari NUG memiliki
beberapa kesamaan, namun masih terdapat beberapa perbedaan
(Newman, dkk, 2012). Berikut manifestasi klinis NUP:
1) Terdapat nekrosis dan ulserasi pada papilla interdental dan gingiva
margin dengan penampakan margin gingiva yang kemarahan,
mudah berdarah, dan mudah terasa sakit.
2) Terdapat attachment loss dan bone loss pada jaringan periodontal.
Tidak terdapat poket periodontal namun terdapat kerusakan
jaringan tulang.
6. Abses Gingiva
Abses gingiva merupakan infeksi purulen terlokalisir yang terbatas
pada margin gingiva atau papilla interdental. Abses gingiva biasanya
disebabkan oleh trauma yang baru terjadi pada daerah gingiva dan tidak
terdapat poket pada gingiva tersebut (Newman dkk., 2018).
7. Abses periodontal
Abses periodontal merupakan infeksi lokal bakteri yang terjadi di
dalam jaringan periodontal. Periodontal merupakan jaringan lunak dan
keras yang terletak pada sekeliling gigi, meliputi gingiva, sementum,
ligamen periodontal dan tulang alveolar. Abses periodontal terbentuk
karena mikroorganisme piogenik endogen, atau karena faktor toksik yang
terkandung pada plak dan atau menurunnya resistensi host akibat faktor
lokal atau sistemik (Newman dkk., 2018).
8. Abses Periapikal
Abses periapikal merupakan kondisi inflamasi yang menyebabkan
terbentuknya eksudat pus karena nekrosis pulpa gigi. Ciri khas abses
periapikal adalah lesi yang terletak pada ujung akar gigi, gigi non-vital,
restorasi atau tambalan yang besar, peka terhadap makanan dingin atau
panas, dan tidak adanya penyakit periodontal
9. Periodontitis yang berhubungan dengan lesi endodontik
Lesi Perio-Endo biasanya terdapat penyakit periodontitis yang parah
sampai terjadi keterlibatan daerah furkasi, periodontitis yang parah dekat
ujung apikal akan mengakibatkan infeksi pulpa, dapat terjadi pada gigi
tanpa karies atau tambalan yang non vital. Lesi Endo-Perio terjadi karena
infeksi pulpa yang menjalar ke arah vertikal melalui kanal lateral ke dalam
poket periodontal, gigi biasanya non vital dengan radiolusen periapikal
dan terdapat poket yang dalam.
a. Lesi endodontic-perio
b. Lesi periodontik endodontic
c. Lesi kombinasi
10. Kelainan pertumbuhan dan perkembangan
a. Kondisi lokal gigi yang berhubungan dengan faktor predisposisi
penyakit gingivaatau periodontal yang diinduksi plak.
1) Faktor anatomi gigi
2) Pengaplikasian bahan restorasi
3) Fraktur akar
4) Cervical root resorption dan cemental tears
b. Deformitas mukogingiva dan kondisi sekitar gigi
1) Resesi gingiva atau jaringan lunak
2) Lack of keratinized gingiva
3) Penurunan ketingian vestibular
4) Abberant frenum atau posisi otot
5) Gingival Excess : Pseudopocket, gingival margin yang inkonsisten,
excessive gingival display, gingival enlargment dan warna yang
abnormal
c. Deformitas mukogingiva dan kondisi dai linggir edentulous
1) Defisiensi linggir secara vetikal atau horizontal
2) Lack of gingiva or keratinized tissue
3) Gingival atau soft tissue enlargement
4) Penurunan ketinggian vestibular
5) Warna abnormal
6) Trauma oklusal primer dan sekunder

C. Fase Perawatan Periodontal


Terdapat 4 fase perawatan periodontal diantaranya yaitu:
1. Fase preliminary
Fase ini disebut juga sebagai fase emergensi, dilakukan untuk
perawatan emergensi seperti abses (Newman dkk., 2018). Tindakan yang
dilakukan pada fase ini meliputi debridemen dan pemberian antibiotik
sistemik apabila terjadi keterlibatan sistemik seperti demam dan
limfadenopati (Wadia dan Ide, 2017).
2. Fase I (Initial Therapy)
Fase ini merupakan fase non-bedah yang seringkali disebut juga dengan
cause-related therapy. Fase ini bertujuan untuk menghilangkan biofilm
patogen, toksin, dan kalkulus dan mengembalikan permukaan akar yang
dapat diterima secara biologis. Pada fase ini, tindakan yang dilakukan
diantaranya adalah edukasi pasien dan instruksi untuk menjaga kebersihan
mulutnya, penghilangan kalkulus supragingival, koreksi atau penggantian
restorasi yang buruk dan protesa lainnya, restorasi lesi karies, pergerakan
gigi secara orthodontik, perawatan pada area impaksi makanan, perawatan
trauma oklusal, ekstraksi gigi yang tidak dapat dipertahankan, serta
penggunaan agen antibakteri termasuk pengambilan sampel plak atau
biofilm dan tes sensitivitas (Levi dkk., 2016). Keberhasilan terapi fase I
dapat dilihat dari beberapa kriteria, yaitu :
a. Tidak adanya eritema gingiva
b. Tidak ada pembesaran margin atau papila gingiva
c. Tidak ada perdarahan dari sulkus gingiva saat probing
d. Penurunan kedalaman poket
e. Permukaan gigi halus dan keras, bebas dari kalkulus supragingiva dan
subgingiva, disease-altered cementum, dan stain supragingiva
f. Penurunan mobilitas gigi
g. Kontur servikal mahkota bebas dari restorasi yang overhanging dan
ketebalan yang berlebihan (excessive bulkiness) (Levi dkk., 2016).
3. Fase II (Surgical Phase)
Perawatan yang dilakukan pada fase ini adalah bedah periodontal dan
eksodonsia tidak darurat. Terdapat beberapa indikasi klinis dilakukan
bedah periodontal (Levi dkk., 2016):
a. Augmentasi daerah gingiva cekat yang hilang atau sempit
b. Adanya perlekatan frenulum yang tinggi yang membuat tegangan pada
margin gingiva
c. Penutupan permukaan akar yang terbuka
d. Pendalaman anatomi vestibular yang dangkal
e. Eliminasi poket gingiva (resective methods)
f. Eliminasi poket periodontal (resective or regenerative methods)
g. Crown lengthening surgery untuk tujuan fungsional atau estetik (reseksi
jaringan keras dan lunak)
h. Pre-prosthetic edentulous ridge augmentation (graft jaringan keras dan
lunak)
i. Menghilangkan tato amalgam
j. Membenarkan kontur gingiva yang bulky dengan gingivoplasti
k. Prosedur persiapan area implan seperti guided bone regeneration (GBR)
pada area ekstraksi yang sudah sembuh atau area ekstraksi baru (ridge
preservation), serta elevasi sinus dengan pemberian bone graft.
4. Fase III (Restorative Phase)
Tindakan yang dilakukan pada fase ini diantaranya adalah pembuatan
restorasi tetap, piranti orthodontik, maupun pembuatan gigi tiruan (Levi
dkk., 2016).
5. Fase IV (Maintenance Phase)
Terdapat beberapa hal yang dilakukan saat maintenance therapy,
diantaranya adalah (Levi dkk., 2016):
a. Review riwayat medis dan memperbarui data yang penting, seperti
mendata medikasi yang baru, dosis, dan alasan pemberian medikasi.
b. Pemeriksaan ekstraoral dan intraoral
c. Melakukan penilaian periodontal
1) Pengecekan mobilitas, probing depth, bleeding on probing, warna,
ukuran, konsistensi, dan posisi margin gingiva.
2) Evaluasi kembali relasi oklusal, tentukan apakah ada fremitus atau
bruksisme
3) Menentukan diagnosis periodontal yang baru
4) Melihat stabilitas attachment level
d. Pemeriksaan restoratif
1) Melihat keadaan restorasi yang lama untuk mengetahui adanya
kerusakan, margin yang terbuka, kontak yang terbuka, atau
pelanggaran lebar biologis.
2) Menilai adanya lesi karies yang baru
e. Menentukan kebutuhan untuk pengambilan radiograf baru
f. Menentukan banyaknya plak pada pasien
g. Review metode oral hygiene pasien dengan meminta pasien untuk
mendemonstrasikan teknik menyikat gigi dan flossing.
h. Melakukan terapi yang dibutuhkan seperti dental prophylaxis serta root
planing jika dibutuhkan, topikal aplikasi fluoride, atau agen
desensitisasi, dan menjadwalkan pasien untuk prosedur restoratif.
i. Menentukan interval kunjungan terapi (Preshaw, 2015).

D. Gingival Hiperplasia
Gingival hiperplasia adalah pembesaran gingiva atau sering dikenal
dengan istilah gingival enlargement, yaitu jaringan gusi membesar secara
berlebihan di antara gigi dan atau pada daerah leher gigi. Pembesaran gingiva
disebut sebagai hypertrophic gingivitis atau gingival hyperplasia. Hiperplasi
adalah penambahan jumlah sel dan hipertropi adalah peningkatan ukuran sel.
Hiperplasi dan hipertrofi gingiva hanya dapat didiagnosis secara histologis
dan memerlukan analisis mikroskopis jaringan.
Pembesaran gingiva merupakan suatu peradangan pada gingiva yang
disebabkan oleh banyak faktor baik faktor lokal maupun sistemik, yang
paling utama adalah faktor lokal yaitu plak bakteri. Tanda klinis yang muncul
yaitu gingiva membesar, halus, mengkilat, konsistensi lunak, warna merah
dan pinggirannya tampak membulat. Hal ini menimbulkan estetik yang
kurang baik, sehingga memerlukan perawatan yaitu gingivektomi.
Pertambahan ukuran gingiva adalah hal yang umum pada penyakit
gingiva. Kondisi tersebut sering disebut gingival enlargement. Gambaran
klinisnya yaitu hipertropi gingivitis atau hiperplasi gingiva dengan warna
merah, konsistensi fibrotik, tepi tumpul dan tidak adanya stipling (licin).
Pembesaran gingiva merupakan hasil dari perubahan inflamsi akut atau
kronis. Gambaran klinis inflamasi kronis pembesaran gingiva adalah pada
tahap awal merupakan tonjolan sekitar gigi pada papila dan margin gingiva.
Tonjolan tersebut dapat bertambah ukurannya sampai menutupi mahkota.
Gingiva hiperplasia dapat disebabkan oleh faktor lokal maupun sistemik,
yang paling utama adalah faktor lokal yaitu adanya akumulasi plak dan
bakteri. Etiologinya dapat terbagi menjadi inflamasi akut dan kronis yang
diakibatkan oleh kondisi tertentu misalnya hormonal, leukimia, dan defisiensi
vitamin C, non-inflamasi misalnya karena obat-obatan, atau juga dapat terjadi
kombinasi dari keduanya. Gingiva hiperplasia yang disebabkan oleh
inflamasi akut berasal dari plak dan debris yang tidak dibersihkan setelah
makan yang kemudian masuk ke dalam jaringan, diantaranya yaitu abses
gingiva dan abses periodontal. Gingiva hiperplasia yang disebabkan oleh
inflamasi kronis berasal dari akumulasi plak dan bakteri yang menetap lama,
kebersihan mulut yang buruk, iritasi karena kelainan anatomi, restorasi yang
tidak tepat serta karena pemakaian alat ortodontik (Newman dkk., 2018).
Klasifikasi pembesaran gingival menurut Newman dkk. (2018),
berdasarkan faktor etiologi yaitu:
1. Inflamatory enlargement akut dan kronis
Gingiva hiperplasia yang disebabkan oleh inflamasi akut berasal
dari plak dan debris yang tidak dibersihkan setelah makan yang
kemudian masuk ke dalam jaringan, diantaranya yaitu abses gingiva
dan abses periodontal. Gingiva hiperplasia yang disebabkan oleh
inflamasi kronis berasal dari akumulasi plak dan bakteri yang
menetap lama, kebersihan mulut yang buruk, iritasi karena kelainan
anatomi, restorasi yang tidak tepat serta karena pemakaian alat
ortodontik
2. Drug-induced enlargement
Obat-obatan yang dapat menyebabkan pembesaran gingiva,
misalnya phenythoin (anticonvulsant), cyclosporine
(immunosupresan), serta obat nefidipine dan felodipine (calcium
chanel blokers.
3. Enlargement akibat kondisi sistemik
a. Enlargement yang kondisional
1) Kehamilan : granuloma pyogenicum
2) Pubertas : bisa terjadi pada anak usia 11-17 tahun, terjadi
akibat peningkatan hormon dan diperparah dengan akumulasi
plak, kalkulus dan bakteri. Kondisi dapat kembali normal bila
masa pubertas sudah lewat dan akumulasi plak kalkulus
dibersihkan.
3) Defisiensi vitamin C: perdarahan degenerasi kolagen dan
edema pada jariangan ikat gingiva, dapat disertai perdarahan
spontan pada gingiva.
4) Plasma cell gingivitis : terjadi akibat respon alergi,, dapat
berhubungan dengan cheilitis dan glositis.
b. Penyakit sistemik
1) Leukimia
Perbesaran bisa terjadi lokal atau general, pada margin
gingiva atau diffuse. Pembesaran dan perdarahan gingiva
merupakan komplikasi oral yang paling umum dari leukemia.
Jaringan gingiva pada penderita leukemia menjadi lebih
rentan terhadap infiltrasi sel leukemia yang menyebabkan
pengeluaran komponen molekul adhesi endotelial sehingga
infiltrasi leukosit meningkat. Klasifikasi etiologi lesi gingiva
pada pasien leukemia telah dibuat oleh Barrett. Klasifikasi ini
terdiri dari empat kategori yang membedakan antara lesi
akibat langsung dari proses penyakit dan perawatan penyakit
serta yang disebabkan oleh efek sekunder seperti depresi
sumsum tulang dan jaringan limfoid.
2) Hipertensi
Pada penderita hipertensi umumnya terjadi peningkatan C-
reactive protein sebagai tanda adanya peradangan dan
peningkatan sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, dan
IL-6 dan angiotensin II. Pada kondisi hipertensi, tekanan
darah meningkat secara progresif seiring dengan keparahan
penyakit periodontal, pembuluh jantung mempunyai
mikrosirkulasi yang sama, tekanan darah berlebih akan
menginduksi perkembangan hipertrofi ventrikel kiri dan
secara umum dapat menyempitkan lumen pembuluh darah
mikro, penyempitan pembuluh darah ini mengakibatkan
iskemia pada jaringan jantung dan periodontal.
3) Diabetes Mellitus
Menurut ADA (American Diabetes Assocation) diabetes
melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang
mempunyai karakteristik hiperglikemi dan terjadi akibat
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Gejala
umum yang tampak pada penderita DM adalah poliuria,
polidipsia, polifagia serta penurunan berat badan (Ermawati,
2012). Penyakit diabetes melitus dapat menimbulkan
beberapa manifestasi didalam rongga mulut diantaranya
adalah terjadinya gingivitis dan periodontitis, kehilangan
perlekatan gingiva, peningkatan derajat kegoyangan gigi,
xerostomia, burning tongue, sakit saat perkusi, resorpsi tulang
alveolar dan tanggalnya gigi. Pada penderita diabetes melitus
tidak terkontrol kadar glukosa didalam cairan krevikular
gingiva (GCF) lebih tinggi dibanding pada diabetes melitus
yang terkontrol.
4) Granulomatosa disease:
a) Wegener’s granulomatosis
Wegener’s granulomatosis merupakan suatu penyakit
yang ditandai adanya inflamasi, nekrosis, granuloma,
vaskulitis pada pembuluh darah kecil dan sedang yang
sebagian besar mengenai saluran nafas atas, paru-paru dan
ginjal. Manifestasi awal dari WG dapat melibatkan regio
orofasial termasuk ulserasi mukosa mulut, pembesaran
gingiva, immobilitas gigi sampai tanggalnya gigi dengan
sendirinya. Prevalensi dari WG sekitar 3 dari 100.000 orang
dengan perbandingan laki-laki sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan (3:2) dengan puncak
insiden terjadi pada usia 50-60 tahun.
b) Sarcidosis
Sarkoidosis adalah sebuah penyakit granulomatous
nonkaseosa multisistem yang belum diketahui etiologinya.
Penyakit ini banyak terjadi pada dewasa muda usia 20 atau
30 tahun. Sarkoidosis banyak terjadi pada ras kulit hitam
dan dapat mempengaruhi hampir semua organ tubuh,
seperti paru-paru, mata, hati, kulit, limpa, tulang, sendi, otot
rangka, jantung dan sistem saraf pusat serta gingiva.
Sarkoidosis juga disebut sarcoid yang berasal dari bahasa
Yunani sark dan oid yang berarti kelihatan seperti daging.
Sarkoidosis juga disebut penyakit Besnier-Boeck.
5) Gagal ginjal
Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis
dapat mempengaruhi kondisi rongga mulut, diperkirakan 90%
pasien mengalami perubahan pada jaringan lunak rongga
mulut serta tulang rahang (Rezeki dkk., 2016). Manifestasi oral
yang dapat timbul salah satunya adalah periodontitis. Pada
penderita gagal ginjal terjadi penurunan produksi viamin D
sehingga kelenjar paratiroid terstimulasi untuk mensekresi
hormon paratiroid. Akan tetapi vitamin D tidak dapat
bertambah karena kerusakan nefron yang dialami, akibatnya,
hormon paratiroid, TNF dan IL-1 kemudian mengaktivasit
erjadinya remodeling tulang (Little dkk., 2002: Bhatsange
dkk., 2012). Periodontitis dapat disebabkan oleh produksi
vitamin D yang tidak adekuat pada ginjal sehingga terjadi
resorbsi tulang dan keadan serostomia.
6) Idiopatik
Idiopatik fibromatosis gingiva disebabkan oleh faktor
genetik. Progresifitasnya berjalan lambat, bersifat jinak, tidak
mudah berdarah, asimptomatis, dapat sampai menutupi lebih
dari 2/3 mahkota gigi, warna gingiva seperti keadaan normal
dan secara klinik berhubungan dengan periodontitis kronik.
Kasus ini merupakan kasus yang jarang terjadi dan biasanya
merupakan bagian dari suatu sindrome. Hereditary gingiva
fibromatosis (HGF) dapat dikarenakan mutasi gen SOS-1
ataupun mutasi gen yang lain.
4. Neoplastic enlargement
a. Tumor benigna: biasanya terjadi perbesaran gingiva yag bersifat
lokal dan general. Misalnya epulis, fibroma, papiloma, giant cell
granuloma, dan gingival cyst.
b. Tumor maligna: jarang terjadi di daerah gingiva, dapat
mendestruksi tulang alveolar dan jariang periodontal lainnya.
Misalnya squamous cell carcinoma, maligna melanoma, dan
kaposi’s sarcoma.
5. False enlargement
Merupakan perbesaran tulang namun tapak terjadi pembesaran
pada gingiva, misalnya osteoma dan kista eruptive.
Gingival enlargement berdasarkan distribusi dan lokasinya dibagi
menjadi lokalisata, generalisata, marginal, papiler, diffuse, dan diskret.
Pembesaran lokalisata terbatas pada satu atau sekelompok gingiva.
Pembesaran generalisata meliputi keseluruhan gingiva pada gigi geligi yang
ada (misalnya pada kasus drug-induced gingival overgrowth). Pembesaran
marginal berlokasi pada sisi tepi gingiva dan pembesaran papillary berada di
papilla interdental. Pembesaran diffuse dapat meliputi bagian tepi gingiva,
gingiva cekat dan papilla interdental. Pembesaran diskret bentuknya seperti
tumor dapat bertangkai atau tidak (Carranza dkk., 2012).
Gingival enlargement lokalisata secara umum disebut epulis,
diantaranya yaitufibrous epulis atau fibroma perifer, angiogranuloma atau
granogenik piogenik, granuloma sel raksasa perifer, kista gingiva, neoplastik,
lesi lokal lainnya yaitu mucocele palatal, kista periodontal. Gingival
enlargement generalisata, diantaranya yaitu gingival enlargement akibat
inflamasi, gingival enlargement pada pernafasan mulut, gingival enlargement
yang diinduksi oleh obat (DIGO), gangguan genetik, hormonal, pengaruh usia
dan gingivitis pada ibu hamil, defisiensi vitamin C, gingivitis sel plasma, dan
gingival overgrowth karena penyakit sistemik yaitu seperti leukimia,
Wegener’s Granulomatosis, Crohn’s disease, Sarcoidosis, tuberculous
gingival enlargement (Newman dkk., 2018).
Gambaran histologis gingival enlargement menunjukkan adanya
akantosis sel epitel dan rete pegs yang memanjang meluas jauh ke dalam
jaringan ikat. Jaringan ikat tampak memadat serta menyusun rangkaian
kolagen disertai peningkatan jumlah fibroblas dan pembuluh darah baru serta
banyak ditemukan zat dasar amorfik. Pembesaran berawal seperti hiperplasia
inti jaringan ikat marginal gingiva dan meningkat akibat proliferasi dan
ekspansi jaringan ikat melebihi puncak marginal gingiva. Infiltrasisel
inflamasi dapat ditemukan pada dasar sulkus atau poket (Laskaris, 2013).
Skor indeks pembesaran gingiva dapat ditentukan dengan metode loe dan
sillnes. Metode ini bertujuan untuk menilai derajat inflamasi. Kriteria
penentuan skornya dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut (Pariati dan
Angki, 2019).
Tabel 1. Skor pembesaran gingiva metode Loe dan Sillnes.

Skor Derajat Inflamasi


0 Gingiva normal
1 Inflamasi ringan pada gingiva yang ditandai perubahan
warna, sedikit edema, palpasi tidak terjadi perdarahan.
2 Inflamasi gingiva sedang, warna kemerahan, terdapat
edema, saat di palpasi terjadi perdarahan.
3 Inflamasi gingiva parah, warna merah mencolok, edematus
terjadi ulserasi, gingiva terjadi peradarahan spontan.
E. Perawatan Gingivektomi
Gingivektomi adalah pemotongan jaringan gingiva dengan membuang
dinding lateral poket yang bertujuan untuk 2 menghilangkan poket dan
keradangan gingiva sehingga didapat gingiva yang fisiologis, fungsional dan
estetik baik (Widagdo, 2015).Keuntungan teknik gingivektomi Gingivektomi
adalah pemotongan jaringan gingiva dengan membuang dinding lateral poket
yang bertujuan untuk menghilangkan poket dan keradangan gingiva sehingga
didapat gingiva yang fisiologis, fungsional dan estetik baikadalah teknik
sederhana, dapat mengeliminasi poket secara sempurna, lapangan penglihatan
baik, morfologi gingiva dapat diramalkan sesuai keinginan. Gingivektomi
diindikasikan pada pembesaran gingiva yang tumbuh berlebih, jaringan yang
fibrosis dan poket supraboni (Andriani, 2009).
Gingivektomi dan gingivoplasti merupakan tindakan bedah periodontal
yang bertujuan untuk menghilangkan poket dan keradangan gingiva sehingga
didapat gingiva yang fisiologis, fungsional dan estetik yang baik (Donald,
2004). Gingivektomi atau tindakan bedah periodontal hanya bisa dilakukan
ketika indeks plak sekitar 10%, sehingga akan memperoleh penyembuhan
yang optimal dan mencegah terjadinya kekambuhan pembesaran gingiva
(Newman, 2006). Indikasi gingivektomi dan gingivoplasti menurut Cohen
(2007) adalah:
a. Poket supraboni ringan dengan kedalaman lebih dari 3 mm
b. Enlargement gingiva
c. Bentuk topografi gingiva yang tidak estetis dan tidak simetris
d. Untuk meningkatkan aspek fisiologis dan kontur gingiva pada postacute
necrotizing ulcerative gingivitis dan prosedur flap

Kontraindikasi gingivektomi menurut Newman dkk. (2018) adalah:


a. Prosedur bedah yang melibatkan tulang atau memeriksa bentuk dan
morfologi tulang.
b. Dasar poket berada di apikal mucogingival junction.
c. Pertimbangan estetis, jarang dilakukan pada region anterior maxilla
d. Adanya penyakit sistemik.
e. Gingival cekat sempit.
f. Adanya hidden recesion yang parah.
g. Menimbulkan sensitivitas pada permukaan akar gigi.
Prinsip dan teknik gingivektomi yaitu setelah ditandai dengan poket
marker, jaringan gingiva kemudian dieksisi dengan sudut 45° kemudian
gingiva dibentuk sesuai kontur dan bentuk ketajaman tepi gingiva yang
normal baik anatomi maupun fisiologis. Keuntungan teknik gingivektomi
adalah teknik sederhana, dapat mengeliminasi poket secara sempurna,
lapangan penglihatan baik, morfologi gingiva dapat diramalkan sesuai
keinginan (Trijani, 1996) .
Kombinasi gingivektomi dengan pisau periodontal dan gingivoplasti
menggunakan electrocautery memberikan keuntungan antara lain
mendapatkan kontur dan bentuk gingiva yang baik, mengurangi perdarahan
serta mempercepat proses operasi. Motivasi yang tinggi, usia pasien yang
relatif muda, tidak adanya kebiasaan buruk serta dukungan tulang alveolar
yang sangat baik, turut mempengaruhi keberhasilan operasi ini dan
memberikan prognosis yang baik (Widagdo, 2015).Prosedur gingivektomi ini
bisa dilakukan menggunakan tiga cara yaitu scalpel (pisau bedah) , sinar
laser, atau elektrosurgeri.

Alat yang
Kekurangan Kelebihan
digunakan

a. Perdarahan sulit di control


a. Biaya lebih murah
sehingga area operasi
Scalpel (pisau b. Mudah digunakan
kurang jelas
bedah) c. Pengerjaan lebih cepat
b. Memerlukan anestesi
dibandingkan laser
c. Luka tidak steril

Memerlukan anestesi
a. a. Biaya lebih murah
Saat pengerjaan ada bau
b. dibanding laser
terbakar b. Hasil potongan lebih halus
c. Untuk beberapa saat ada c. Memotong lebih cepat
rasa daging terbakar di dibanding laser
Elektrosurgeri
dalam mulut d. Perdarahan minimal
d. Pemotongan jaringan e. Luka minimal, hampir
cepat, jika tidak hati-hati tidak ada rasa sakit
dapat terpotong berlebihan f. Lebih mudah
e. Tidak bisa digunakan untuk contouring(memben
disekitar implant tuk gusi) terutama pada
area sempit

a. Tanpa anestesi atau


anestesi yang dibutuhkan
a. Harga lebih mahal
lebih sedikit
dibanding elektrosurgeri
b. Panas yang dihasilkan
dan scalpel (pisau bedah)
lebih sedikit dibanding
b. Memotong jaringan lebih
elektrosurgeri
Laser lama
c. Bisa digunakan disekitar
dibanding scalpel (pisau
implant
bedah) dan elektrosurgeri
d. Perdarahan minimal
c. Sinar laser berbahaya
e. Penyembuhan lebih cepat
(perlu perlindungan mata)
dibandingkan
elektrosurgeri

Setelah 12-24 jam pasca gingivektomi, sel epitel pinggiran luka mulai
migrasi ke atas jaringan granulasi. Epitelisasi permukaan pada umumnya
selesai setelah 5-14 hari. Selama 4 minggu pertama setelah gingivektomi
keratinisasi akan berkurang. Keratinisasi permukaan mungkin tidak tampak
hingga hari ke 28- 42 setelah operasi. Perbaikan epitel selesai sekitar satu
bulan, perbaikan jaringan ikat selesai sekitar 7 minggu setelah gingivektomi.
Vasodilatasi dan vaskularisasii mulai berkurang setelah hari ke empat
penyembuhan dan tampak hampir normal pada hari ke 16. Enam belas
minggu setelah gingivektomi, gingival tampak sehat, berwarna merah muda
dan kenyal (Newman, 2002). Menurut Fedi, dkk (2004) prosedur perawatan
gingivektomi yaitu sebagai berikut:
a. Melakukan anestesi lokal dengan teknik blok atau infiltrasi.
b. Mengukur kedalaman poket di daerah operasi menggunakan probe
terkalibrasi. Kedalaman poket ditandai dengan menusuk dinding luar
jaringan gingiva dengan pocket marker untuk membuat titik-titik
perdarahan. Apabila keseluruhan daerah operasi telah diukur dan ditandai
dengan lengkap, titik-titik perdarahan tersebut akan membentukoutline
insisi yang harus dilakukanmenandai dasar poket dengan pocket marker.
c. Insisi dibevel pada sudut kurang lebih 45 derajat terhadap akar gigi dan
berakhir pada ujung atau lebih ke bawah dari ujung apikal perlekatan
epitel. Apabila gingiva cukup tebal, bevel sebaiknya diperpanjang untuk
menghilangkan bahu atau plato. Kadang-kadang, akses sangat terbatas atau
sulit dicapai sehingga bevel yang cukup tidak dapat dibuat pada insisi
awal. Pada keadaan ini, bevel dapat diperbaiki menggunakan pisau
bermata lebar untuk mengerok atau diamond bur.
d. Jaringan gingiva yang telah dieksisi dibuang
e. Membersihkan deposit yang menempel pada permukaan akar dengan
skeling dan root planning. Pembuangan dinding jaringan lunak poket
periodontal membuat permukaan akar lebih mudah dicapai dan
memperluas lapang pandang operator dibandingkan pada tahap-tahap lain.
Pembersihan permukaan akar pada tahap ini menentukan keberhasilan
seluruh prosedur bedah.
f. Menyempurnakan kontur gingiva seperti yang diinginkan dengan diamond
bur atau pisau bermata lebar untuk mengerok jaringan.
g. Membilas daerah bedah dengan air steril atau larutan saline steril untuk
membersihkan pertikel-partikel yang tersisa.
h. Menekan daerah luka dengan kain kasa yang telah dibasahi dengan air
steril atau larutan saline steril selama 2-3 menit, untuk menghentikan
perdarahan.
i. Memasang periodontal dressing atau periodontal pack, mula-mula yang
berukuran kecil, bersudut di daerah interproksimal, menggunakan
instrumen plastik. Selanjutnya, pasang gulungan-gulungan yang lebih
panjang di bagian fasial, lingual, dan palatal serta hubungkan dengan
dressing yang telah terpasang dengan di daerah tanpa interproksimal.
Seluruh daerah luka ditutup dressing mengganggu oklusi atau daerah
perlekatan otot. Kesalahan yang sering terjadi adalah dressing yang
dipasang terlalu lebar sehingga terasa mengganggu.
j. Mengganti dressing dan membuang debris pada daerah luka setiap minggu
sampai jaringan sembuh sempurna dan dengan mudah dibersihkan oleh
pasien.
k. Setelah dressing terakhir dilepas, poles gigi, dan instruksikan pasien untuk
menjaga kesehatan rongga mulut (DHE) dan berikan medikasi berupa
analgesik, antibiotik dan obat kumur jika diperlukan.
l. Setelah seluruh prosedur gingivektomi dilaksanakan, pasien perlu diberi
informasi yang lengkap tentang cara-cara perawatan pascaoperasi, yaitu:
1) Menghindari makan atau minum selama satu jam
2) Dilarang minum minuman panas atau alkohol selama 24 jam. Dilarang
berkumur-kumur satu hari setelah operasi.
3) Dilarang makan makanan yang keras, kasar atau lengket dan
mengunyah makanan dengan sisi yang tidak dioperasi.
4) Minum analgesik bila merasa sakit setelah efek anestesi hilang.
5) Menggunakan larutan kumur saline hangat setelah satu hari.
6) Apabila terjadi perdarahan, dressing ditekan selama 15 menit dengan
menggunakan sapu tangan bersih yang sudah dipanaskandan dilarang
berkumur.
7) Sikat bagian mulut yang tidak dioperasi saja.

F. Prognosis Perawatan Periodontal


Kriteria prognosis, diantaranya yaitu:
1. Excellent (Sangat baik)
Tidak ada bone loss, kondisi gingiva baik, tidak ada kelainan sistemik,
pasien kooperatif.
2. Good (Baik)
Kondisi tulang alveolar baik, ada kelainan sistemik namun tetap
terkontrol, pasien kooperatif.
3. Fair (Sedang)
Bone loss 25%, furcation involvement derajat 1, mobilitas derajat 1
atau 2, pasien kooperatif.
4. Poor (Buruk)
Bone loss 50%, furcation involvement derajat 1 atau 2, mobilitas
derajat 2 atau 3, ada kelainan sistemik dan pasien tidak kooperatif.
5. Questionable (Meragukan)
Bone loss 50%, furcation involvement derajat 2-3, mobilitas derajat 3,
ada kelainan sistemik.
6. Hopeless (Tidak ada harapan)
Bone loss parah, furcation involvement derajat 4, pasien tidak
kooperatif, kondisi sistemik tidak terkontrol, indikasi untuk diekstraksi
(Carranza, 2012).
Faktor yang mempengaruhi prognosis perawatan yaitu:
1. Usia pasien
2. Tingkat keparahan penyakit periodontal
3. Tingkat kooperatif pasien
4. Kondisi sistemik pasien
5. Kondisi psikologis pasien (Carranza, 2012)
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Skenario Kasus
Seorang pasien laki-laki berusia 20 tahun datang ke Departemen dari
Periodontologi, Perguruan Tinggi dan Rumah Sakit Gigi dan Mulut Seema
dengan keluhan gusi bengkak pada gigi bagian belakang kiri atas dan kiri
bawah dan mengalami kesulitan untuk mengunyah makanan dari sisi kiri.
Pasien mengungkapkan memiliki riwayat trauma pada sisi kiri wajahnya tiga
bulan lalu setelah itu pembengkakan gusi pertama kali muncul dan secara
bertahap ukurannya meningkat hingga saat ini. Pasien datang untuk berobat
hanya ketika pembengkakan mulai mengganggu pengunyahan. Pasien tidak
memiliki riwayat penyakit sistemik. Pasien tidak bisa memberikan riwayat
keluarga yang memadai karena mengalami buta huruf dan tidak dapat
memberikan informasi secara rinci. Pasien ingin dilakukan perawatan.

Sumber Jurnal Kasus:


Judul: Unusual Gingival Enlargement: A Rare Case Report
Penulis: Ashutosh Dixit, Seema Dixit, dan Pravin Kumar.
Jurnal Hindawi: Case Reports in Dentistry tahun 2014.

B. Pembahasan Kasus
1. Identitas Pasien
a. Jenis Kelamin : Laki-laki
b. Umur : 20 tahun
c. Keadaan Umum : Compos mentis
d. Alamat : Rishikesh, India
2. Pemeriksaan Subyektif
a. CC : Pasien laki-laki datang dengan keluhan gusi bengkak pada
gigi bagian belakang kiri atas dan kiri bawah dan mengalami
kesulitan untuk mengunyah makanan dari sisi kiri.
b. PI : Pasien mengalami pembengkakan pada gusi yang mulai
mengganggu pengunyahan. Pasien mengungkapkan memiliki
riwayat trauma pada sisi kiri wajahnya tiga bulan lalu setelah
itu pembengkakan gusi pertama kali muncul dan secara
bertahap ukurannya meningkat hingga saat ini.
c. PDH : Pasien belum pernah ke dokter gigi sebelumnya
d. PMH : Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.
e. FH : Pasien tidak bisa memberikan riwayat keluarga yang
memadai karena mengalami buta huruf dan tidak dapat
memberikan informasi secara rinci.
f. SH : Tidak dijelaskan dalam jurnal kasus.
3. Pemeriksaan Obyektif
a. Pemeriksaan ekstraoral : Tidak dijelaskan dalam jurnal kasus.
b. Pemeriksaan intraoral
1) Lesi intraoral :
Tidak dijelaskan dalam jurnal kasus.
2) Pembengkakan gingiva :
Gingiva tampak parah membesar di sisi kiri. Pembesaran
gingiva dari regio premolar pertama ke molar kedua di lengkung
rahang atas (Gambar 1) dan lengkung rahang bawah (Gambar 2).
Pembesaran tegas dan fibrotik disertai peradangan gingiva.

Gambar 2.1 dan 2.2. Hiperplasia gingiva pada sisi kiri rahang atas dan rahang bawah
B. Stippling : Tidak dijelaskan dalam jurnal kasus
C. Bleeding on Probing : Tidak dijelaskan dalam jurnal kasus
D. Resesi Gingiva & CAL : Tidak dijelaskan dalam jurnal kasus
E. Dehisence/ Fenestration : Tidak dijelaskan dalam jurnal kasus
F. Kegoyangan Gigi : Tidak dijelaskan dalam jurnal kasus
G. OHI-S : Tidak dijelaskan dalam jurnal kasus
H. Skor Plak O’leary : Tidak dijelaskan dalam jurnal kasus
c. Pemeriksaan penunjang:
1) Pemeriksaan radiografi panoramik (OPG)
Pada pemeriksaan radiografi tampak adanya tulang yang tersisa di
kisaran 30 sampai 35% pada sisi kiri kedua lengkungan. Keropos
tulang yang parah berkaitan dengan molar pertama kiri rahang atas
dan molar pertama kiri rahang bawah. (Gambar 3).

Gambar 2.3. Pemeriksaan radiografi panoramik


2) Pemeriksaan Hematologi (Darah Rutin)
Pada pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan hemoglobin
12,6% dan diferensial jumlah leukosit dari leukosit polimorfonuklear
75%, limfosit 23%, monosit 0%, eosinofil 2%, dan basofil 0%.
3) Pemeriksaan Histologis
Biopsi insisi dilakukan, menunjukkan adanya epitel skuamosa
bertingkat di atasnya stroma jaringan ikat. Di beberapa area, merata
dari punggung bukit terlihat sedangkan di daerah lain tampak
memanjang. Jaringan ikat tampak padat kolagen dan terlihat diselingi
dengan fibroblas menonjol berbentuk spindel. Beberapa peradangan
kronis sel-sel yang sebagian besar terdiri dari limfosit terlihat tersebar
di seluruh bagian. Area berukuran kecil hingga sedang pembuluh
darah berlapis endotel juga terlihat jelas. (Gambar 2.4)

Gambar 2.4. Pemeriksaan histologis


4. Diagnosis / Assesment
a. Diagnosis
Idiopatik gingival fibromatosis (K06.1) disertai periodontitis
agresif (K05.4)
b. Diagnosis banding (DD)
Hereditary gingival fibromatosis dan gingival enlargement
inflamasi kronis.
c. Prognosis : Baik
5. Rencana Perawatan
a. Kunjungan Pertama
1) Fase Initial Therapy (Fase I)
Perawatan pada kunjungan pertama dilakukan scaling
supragingiva, subgingiva disertai kuretase dan bedah gingivektomi
dengan tujuan mengembalikan fungsi dan estetika serta
memberikan edukasi kesehatan gigi dan mulut (DHE) kepada
pasien.
b. Kunjungan Kedua
1) Fase Maintenance (Fase IV) dan Fase Surgical Therapy (Fase II)
Setelah 1 minggu perawatan, dilakukan evaluasi dan tindakan
pembedahan. Gingivektomi dilakukan dalam dua tahap. Pada
kunjungan kedua dilakukan pembedahan pada lengkung rahang
atas kiri terlebih dahulu dan dinstruksikan menggunakan
periodontal pack dan diberikan medikasi pasca perawatan berupa
ibuprofen 600 mg (analgesik), antibiotik, serta vitamin B-
kompleks.

Gambar 2.5 dan 2.6 Tindakan gingivektomi pada rahang atas


c. Kunjungan Ketiga
1) Fase Maintenance (Fase IV)
Setelah 3 minggu perawatan, dilakukan evaluasi gingivektomi
pada rahang atas
2) Fase Surgical Therapy (Fase II)
Tindakan pembedahan selanjutnya dilakukan pada rahang
bawah kiri dan dinstruksikan menggunakan periodontal pack dan
diberikan medikasi pasca perawatan berupa ibuprofen 600 mg
(analgesik), antibiotik, serta vitamin B-kompleks.

Gambar 2.7. Tindakan gingivektomi pada rahang bawah


d. Kunjungan Keempat
1) Fase Maintenance (Fase IV)
Evaluasi dilakukan setelah satu minggu, yaitu memeriksa
kondisi jaringan gingiva pasca perawatan gingivektomi.
Periodontal pack dilepas kemudian pasien diberikan medikasi
pasca pelepasan periodontal pack berupa obat kumur Chlorhexidine
gluconate 0,12% digunakan 2 kali sehari.
Luka jaringan ikat tertutup beku darah. Daerah di baliknya
akan mengalami fase inflamasi akut yang singkat, diikuti dengan
demolisi dan organisasi. Sel-sel epitel bermigrasi dari tepi luka ke
balik beku darah. Sel akan menutupi luka dalam waktu 7-14 hari
dan terkertinisasi setelah 2-3 minggu. Pembentukan perlekatan
epitel yang baru berlangsung selama 4 minggu. Kebersihan mulut
yang baik sangat diperlukan selama periode pemulihan ini.
e. Kunjungan Kelima
1) Fase Maintenance (Fase IV)
Evaluasi dilakukan setelah satu bulan / 4 minggu
pascaperawatan, menunjukkan hasil yang baik. Evaluasi dilakukan
dengan memeriksa kondisi jaringan gingiva apakah tejadi rekurensi
atau tidak. Jika kondisi sudah membaik, pasien diberikan edukasi
menjaga kesehatan gigi dan mulut (DHE).

Gambar 2.8 dan 2.9. Kondisi klinis intraoral RA dan RB satu bulan pascaperawatan

6. Prosedur Perawatan Gingivektomi


Prosedur perawatan gingivektomi yaitu sebagai berikut:
a. Pemeriksaan subjektif, objektif dan penunjang.
b. Penegakan diagnosis dan rencana perawatan.
c. Pemberian informed consent kepada pasien, berikan edukasi dan
penjelasan kepada pasien tentang perawatan gingivektomi.
d. Persiapan alat dan bahan
Alat: Diagnostic set, probe periodontal, scaler USS, saliva ejector,
blade Bard Parker nomor 12 dan 15, scalpel holder, pisau Kirlkland
dan Orban, kuret, glass plate, spatula.
Bahan: Masker, handscoon, nurse cap, gelas kumur, suction, slaber,
povidone iodine, pehacaine, spuit, saline steril, cotton pellet, cotton
roll, kasa, coe pack.
e. Pasien duduk di dental chair. Operator mengatur posisi kerja disebelah
kanan pasien.
f. Scaling dan root planning dan berikan edukasi (DHE) pada kunjungan
pertama.
g. Melakukan anestesi lokal dengan teknik blok atau infiltrasi.
h. Mengukur kedalaman poket di daerah operasi menggunakan probe
terkalibrasi. Kedalaman poket ditandai dengan menusuk dinding luar
jaringan gingiva dengan pocket marker untuk membuat titik-titik
perdarahan. Apabila keseluruhan daerah operasi telah diukur dan
ditandai dengan lengkap, titik-titik perdarahan tersebut akan
membentuk outline insisi yang harus dilakukan menandai dasar poket
dengan pocket marker. Beberapa tanda yang dibuat pada gingiva fasial
dan lingual dapat digunakan sebagai acuan dalam membuat insisi
gingivektomi.
i. Insisi menggunakan blade no.12 dan no. 15 (sesuai kebutuhan), insisi
harus dibuat di sebelah apikal dari tanda yang sudah dibuat yaitu di
apikal dasar poket dan bersudut 45o sehingga blade dapat menembus
seluruh gingiva menuju ke dasar poket. Insisi yang kontinyu dibuat
mengikuti dasar poket. Insisi yang akurat akan dapat menghilangkan
dinding poket dan membentuk kontur jaringan yang ramping; bila
insisi terlalu datar akan terbentuk kontur pascaoperasi yang kurang
memuaskan. Kesalahan yang paling sering dibuat pada operasi ini
adalah insisi pada posisi koronal sehingga dasar poket tetap tertinggal
dan penyakit cenderung timbul kembli. Setelah pembuatan insisi
bevel, dapat dibuat insisi horizontal di antara setiap daerah interdental
dengan menggunakan blade no.12 yang mempunyai pegangan skapel
konvensional, untuk memisahkan sisa jaringan interdental.
j. Jaringan gingiva yang telah dieksisi dibuang.
k. Membersihkan deposit yang menempel pada permukaan akar dengan
scaling dan root planning. Pembuangan dinding jaringan lunak poket
periodontal membuat permukaan akar lebih mudah dicapai dan
memperluas lapang pandang operator dibandingkan pada tahap-tahap
lain. Pembersihan permukaan akar pada tahap ini menentukan
keberhasilan seluruh prosedur bedah.
l. Menyempurnakan kontur gingiva seperti yang diinginkan dengan
pisau bermata lebar untuk mengerok jaringan.
m. Membilas daerah bedah dengan air steril atau larutan saline steril
untuk membersihkan pertikel-partikel yang tersisa.
n. Menekan daerah luka dengan kain kasa yang telah dibasahi dengan air
steril atau larutan saline steril selama 2-3 menit, untuk menghentikan
perdarahan.
o. Memasang periodontal periodontal pack / coe-pack, mula-mula yang
berukuran kecil, bersudut di daerah interproksimal, menggunakan
instrumen plastik. Selanjutnya, pasang gulungan-gulungan yang lebih
panjang di bagian fasial, lingual, dan palatal serta hubungkan dengan
dressing yang telah terpasang dengan di daerah tanpa interproksimal.
Seluruh daerah luka ditutup coe-pack dapat mengganggu oklusi atau
daerah perlekatan otot. Kesalahan yang sering terjadi adalah coe-pack
yang dipasang terlalu lebar sehingga terasa mengganggu.
p. Berikan medikasi berupa analgesik, antibiotik, vitamin dan obat
kumur jika diperlukan.
R/ Amoxicilin mg 500 tab No. XV
S.3.d.d. tab.I p.c. dsp
R/ Ibuprofen mg 600 tab No. XII
S.3.d.d. p.r.n. tab.I p.c. aggred dol dsp
R/ Vitamin B complex No. X
S.2.d.d tab.I.p.c. dsp
R/ Chlorhexidine gluconate 0,12% fls No.I
S.2.d.d. garg. dsp
q. Setelah seluruh prosedur gingivektomi dilaksanakan, pasien perlu
diberi informasi yang lengkap tentang cara-cara perawatan
pascaoperasi, yaitu:
1) Menghindari makan atau minum selama satu jam
2) Dilarang minum minuman panas atau alkohol selama 24 jam.
Dilarang berkumur-kumur satu hari setelah operasi.
3) Dilarang makan makanan yang keras, kasar atau lengket dan
mengunyah makanan dengan sisi yang tidak dioperasi.
4) Minum analgesik bila merasa sakit setelah efek anestesi hilang.
5) Menggunakan larutan kumur saline hangat setelah satu hari.
6) Apabila terjadi perdarahan, dressing ditekan selama 15 menit
dengan menggunakan sapu tangan bersih yang sudah
dipanaskandan dilarang berkumur.
7) Sikat bagian mulut yang tidak dioperasi saja.
r. Berikan edukasi kepada pasien untuk menjaga kesehatan rongga mulut
(DHE) dan kontrol satu minggu kemudian.
s. Kontrol satu minggu kemudian untuk mengevaluasi kondisi jaringan
gingiva dan mengganti coe-pack dan membuang debris pada daerah
luka setiap minggu sampai jaringan sembuh sempurna.
t. Berikan edukasi kepada pasien untuk menjaga kesehatan rongga mulut
(DHE) dan kontrol satu bulan kemudian.
u. Evaluasi kondisi jaringan gingiva, jika kondisi membaik coe-pack
dilepas.
v. Setelah coe-pack terakhir dilepas, poles gigi, dan instruksikan pasien
untuk menjaga kesehatan rongga mulut (DHE).
BAB III
PEMBAHASAN

Fibromatosis gingiva sering ditemukan dikaitkan dengan berbagai sindrom


seperti Sindrom Rutherford, Sindrom Laband, Cross Sindroma, Sindrom Murray-
Puretic-Drescher, Sindrom Jones, hipertrikosis, dan epilepsi. Bisa juga disebabkan
oleh sejumlah faktor, termasuk peradangan, infiltrasi leukemia, dan penggunaan
obat-obatan seperti fenitoin, siklosporin, atau nifedipine (Padmanabhan dan
Dwarakanath, 2013). Pada laporan ini kasus pembesaran gingiva terjadi di daerah
posterior kiri rahang atas dan rahang bawah. Pemeriksaan hematologi dilakukan
dan tidak ditemukan adanya kelainan. Secara klinis, gambaran histologis serta
pemeriksaan sistemik tidak menunjukkan adanya pembesaran neoplastik yang
mengarah pada tumor (Dixit dkk., 2014).
Hiperplasia gingiva terjadi pada beberapa kasus pasien yang memakai obat
tertentu seperti fenitoin, siklosporin, dan nifedipine. Pasien tidak sedang
mengonsumsi obat-obatan penyakit sistemik. Penderita normal tanpa gejala
retardasi mental. Pasien tidak menderita epilepsi dan juga tidak memiliki tumor
atau distrofi kornea. Pemeriksaan ekstra oral tidak ditemukan adanya kelainan
sehingga disimpulkan terjadinya pembesaran gingiva bukan karena sindrom
tertentu (Newman dkk., 2018).
Pada kebanyakan kasus pembesaran gingiva, hilangnya tulang alveolar
secara drastis atau hilangnya perlekatan biasanya tidak ditemukan, namun pada
kasus ini pasien menunjukkan kerusakan jaringan periodontal yang cepat dan
progresif. Keropos tulang alveolar terlihat pada pemeriksaan radiografi. Pada
pemeriksaan intraoral terjadi sedikit peradangan, terdapat poket periodontal yang
dalam dan pengeroposan tulang lanjut. Jumlah plak pada bagian yang terkena gigi
minimal, yang tampaknya tidak sesuai dengan jumlah kerusakan periodontal yang
ada. Dalam kasus ini, pasien adalah laki-laki berusia 20 tahun, dengan riwayat
medis nonkontribusi dan kerusakan tulang yang parah menghubungkannya
dengan diagnosis periodontitis agresif. Riwayat penyakit dari keluarga pasien
tidak dapat dijelaskan secara benar dan rinci karena pasien buta huruf (tidak
mengenyam pendidikan) (Dixit dkk., 2014).
Berdasarkan riwayat kejadiannya, gingiva fibromatosis telah dilaporkan
sebagai temuan terkait dengan berbagai sindrom atau gangguan lain tetapi belum
dilaporkan untuk yang berkaitan dengan agresif periodontitis. Analisis genetik
fungsi neutrofil dilakukan, namun tidak dapat menetapkan mekanisme
patogenesisnya secara umum (Padmanabhan dan Dwarakanath, 2013). Menurut
Casavecchia dkk. (2004), tiga kasus serupa telah terjadi dilaporkan ada
fibromatosis gingiva nonsyndromic, idiopatik dan berhubungan dengan
periodontitis agresif secara umum.
Periodontitis agresif biasanya ditandai dengan agregasi keluarga karena
bukti predisposisi genetik. Pasien ini memiliki diagnosis periodontitis agresif
umum dengan gingiva idiopatik fibromatosis berdasarkan temuan klinisnya. Hasil
evaluasi histopatologi pada kasus ini menunjukkan gambaran hiperplasia gingiva
fibrosa, yaitu adanya epitel acanthotic yang menebal dan memanjang, serta
kolagen yang tersusun rapat mengandung banyak fibroblas dan dengan beberapa
area tervaskularisasi (Newman dkk., 2018).
Kebutuhan perawatan dapat bervariasi sesuai dengan derajatnya kerasnya,
dan tingkat pembesaran dari gingivanya. Scaling, root planing, curettage dan
polishing merupakan initial phase therapy dalam prosedur perawatan penyakit
periodontal. Tindakan ini secara nyata dapat meredakan peradangan gingiva dan
menghilangkan mikroorganisme patologi Peningkatan relatif massa gingiva
merenungkan perlunya intervensi bedah (Newman dkk., 2018).
Pada kasus ini dilakukan tindakan bedah gingivektomi bevel eksternal di
bawah anestesi lokal dilakukan di rahang atas dan rahang bawah. Proses
perawatan menunjukkan hasil yang baik. Proses penyembuhan berjalan lancar dan
pasien merasa puas. Pasien diberikan edukasi bahwa peradangan ini dapat terjadi
berulang sehingga diinstruksikan untuk menjaga kesehatan rongga mulut dengan
baik dan benar untuk mencegah terjadinya kekambuhan (Dixit dkk., 2014).
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, 2009, Perawatan Pembesaran Gingiva dengan Gingivektomi,


JurnalMutiara Medika 9(1):69-73,
Andriyani, P.D, Apriasari, M.L., Putri,D.K.T., 2014, Studi Deskripsi Kelainan
Jaringan Periodontal Pada Wanita Hamil Trimester 3 di Rsud Ulin
Banjarmasin, Dentino Jurnal Kedokteran Gigi, 3(1):95-101.
Carranza FA, Hogan EL., 2012, Clinical Periodontology. 11th ed., WB Saunders
Co, Philadelphia.
Casavecchia, P., Uzel, M.I., Kantarci, A,, 2004, Hereditary Gingival Fibromatosis
associated with Generalized Aggressive Periodontitis: a Case Report,
Journal of Periodontology, 75 (5): 770-778.
Daliemunthe, 2009, Periodonsia edisi ke-2, Bagian Peridonsia Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan:55-127.
Dixit, A., Dixit, S., Kumar, P., 2014, Unusual Gingival Enlargement: A Rare Case
Report, Journal Hindawi, Case Report in Denstistry, 1-5.
Fedi, P.F., Vernino, A.R., dan Gray, J.L., 2004, Silabus Periodonti, EGC, Jakarta.
Holtfreter, B., Albandar, J,M., Dietrich, T, 2015, Standards for reporting chronic
periodontitis prevalence and severityin epidemiologic studied, Journal of
Clinical periodontology, 42.
Laskaris, G., Atlas Saku Penyakit Mulut. Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2013.
Levi, P.A., Rudy, R.J., Jeong, Y.N., Coleman, D.K., 2016, Non-Surgical Control
of Periodontal Diseases, Springer, Berlin
Newman MG, Takei HH, Caranza FA., 2006, Clinical periodontology, 10 th ed.
Philadelphia: WB Saunders Co.
Padmanabhan, S., Dwarakanath, D., 2013, Severe Gingival Enlargement
associated with Aggressive Periodontitis, Journal of Indian Society of
Periodontology, 17:115-119.
Pariati, Angki, J., Perbedaan Kumur Chlorhexidine terhadap Skor Gingivitis
Pasien Ortho Cekat Usia 15-30 tahun di Praktek drg. Sofyan Makassar,
Jurnal Media Kesehatan Gigi, 2019; 18(1): 59-67.
Preshaw, P.M., 2015, Detection and diagnosis of periodontal conditional
amenable to prevention, BMC Oral Health, 15.
Ramadhani, Z.F., Putri D.K.T., Cholil, 2014, Prevalensi Penyakit Periodontal
Pada Perokok Di Lingkungan Batalyon Infanteri 621/Manuntung Barabai
Hulu Sungai Tengah, Dentino Jurnal Kedokteran Gigi, 2(2):115-119
Wadia, R., Ide, M., 2017, Periodontal Emergencies in General Practice, Primary
Dental Journal, Vol. 6(2): 46-51.
Weiss, G. 2013, Schied, R.C., Woelfel’s Dental Anatomy 8th ed. Lippincott
Williams and Wilkins. Philadelphia.
Widagdo, A.K., Murdiastuti, K., 2015, Studi Kasus Gingivektomi Menggunakan
Scalpel Dan Electrocautery Pada Perawatan Gingival Enlargement
Wanita Pubertas, MGKG, 1(1):1-4.

Anda mungkin juga menyukai