Anda di halaman 1dari 16

PENATALAKSANAAAN PENCABUTAN SISA AKAR PADA GIGI

MOLAR KANAN MANDIBULA DENGAN METODE PENCABUTAN


TERTUTUP ATAU TANPA PEMBEDAHAN

PUBLIKASI ILMIAH
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan
Program Profesi Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

Oleh:

Elsa Amalia
J301650014

PROGRAM PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019

1
HALAMAN PERSETUJUAN

PENATALAKSANAAAN KASUS SISA AKAR PADA GIGI MOLAR


PERTAMA KANAN MAKSILA DENGAN METODE PENCABUTAN
TERTUTUP ATAU CLOSE METHOD (LAPOAN KASUS)

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh:

Elsa Amalia
J301650014

Telah diperiksa dan disetujui oleh:


Dosen Pembimbing

drg. Dendy Murdiyanto, MDSc

2
Penatalaksanaaan Kasus Sisa Akar pada Gigi Molar Pertama Kanan
Maksila dengan Metode Pencabutan Tertutup atau Close Method (Lapoan
Kasus)
Elsa Amalia*, Dendy Murdiyanto**
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Elsaamalia25@gmail.com, dendymurdiyanto@ums.ac.id
ABSTRAK
Sisa akar gigi atau radices disebabkan oleh karies, berawal dari karies
email yang terlihat sebagai bintik putih kemudian lesi terus berlanjut membentuk
lubang. Jika gigi tidak dirawat,maka lubang akan membesar dan pada akhirnya
gigi akan mengalami kematian/nekrosis dan hanya meninggal sisa akar gigi
(radices). Ekstraksi merupakan perawatan yang dilakukan jika tidak dapat
dilakukan perawatan yang lain. Laporan kasus ini membahas tentang pencabutan
gigi molar pertama kanan mandibula dengan anastesi blok mandibula. Prosedur
yang dilakukan meliputi pemeriksaan subjektif, objektif, dan pemeriksaan
penunjang berupa ronsen peripapikal dan dilanjutkan dengan pencabutan gigi
molar pertama kanan maksila dengan anastesi infiltrasi. Tujuh hari setelah
perawatan dilakukan evaluasi dan tidak terdapat keluhan pada pasien dan soket
pada luka tersebut sudah mulai menutup.

Kata kunci: anestesi infiltrasi, radices, ekstraksi, nekrosis pulpa

ABSTRACT

Radices tooth are caused by caries, starting from enamel caries which
appear as white spots then lesions continue to form holes. If the teeth are not
treated, the hole will enlarge and eventually the tooth will die / necrosis and
remain the remaining root teeth (radices). Extraction is a treatment that is carried
out if no proper treatment can be performed. This case report discusses the
removal of the maxilla right first molar tooth by local infiltration anesthesia. The
procedure involved included subjective, objective, and investigative examinations
in the form of peripapical x-ray and followed by extraction of the maxilla right
first molar with block anesthesia. Seven days after treatment were evaluated and
there were no complaints to the patient and the socket on the wound had begun to
close

Keywords: infiltration anesthesia, radices, extraction, pulp necrosis

3
PENDAHULUAN

Karies gigi merupakan sebagai penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan

kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pit, fissure dan daerah

interproximal) meluas ke arah pulpa. Pulpa yang terinfeksi akan menyebabkan

terjadinya pulpitis yang lama kelamaan dapat mengakibatkan kematian pulpa atau

nekrosis pulpa1.

Gigi yang mengalami nekrosis pulpa harus dilakukan perawatan agar bakteri

dan peradangan yang terjadi tidak meluas dan menyebabkan penyakit baru.

Terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan setelah melakukan diagnosis,

diantaranya adalah keadaan lokal gigi. Perlu dilakukan evaluasi secara visual dan

rontgen foto untuk menilai keadaan jaringan gigi, akar dan saluran akar pasien2.

Infeksi dari pulpa nekrosis yang tidak dirawat akan meluas keluar dari foramen

apikal menuju ke arah periapikal menyebabkan lesi di daerah periapikal. Karies

yang meluas dan tidak dirawat dapat mengakibatkan hilangnya mahkota gigi

sepenuhnya dan menyisakan akar (sisa akar) atau disebut juga sebagai radices3.

Ekstraksi gigi merupakan salah satu pilihan ketika didapatkan gigi

dengan kondisi kehilangan struktur yang terlalu banyak sehingga tidak dapat

dilakukan restorasi atau perawatan endodontik dapat dilakukan. Ekstraksi gigi

adalah cabang dari ilmu kedokteran gigi yang menyangkut pencabutan gigi dari

soketnya pada tulang alveolar. Indikasi ekstraksi gigi diantaranya karies, adanya

penyakit periodontal, perawatan orthodontic, keperluan prostetic, gigi dengan

kelainan patologi, terapi radiasi, gigi yang mengalami infeksi, fraktur akar atau

4
sisa akar. Ekstraksi gigi yang ideal yaitu penghilangan seluruh gigi atau akar gigi

dengan minimal trauma atau nyeri yang seminimal mungkin sehingga jaringan

yang terdapat luka dapat sembuh dengan baik dan masalah prostetik setelahnya

yang seminimal mungkin3.

Anestesi lokal adalah bentuk anestesi yang paling banyak digunakan

dalam kedokteran gigi untuk meringankan nyeri. Terdapat dua Teknik anestesi

lokal yaitu dengan anestesi infiltrasi merupakan anestesi yang paling sering

dilakukan untuk gigi rahang atas maupun bawah dengan kondisi gigi tinggal akar.

Penggunaan anestesi topikal pun kadang diperlukan pada pasien yang memiliki

tingkat kecemasan terhadap jarum yang tinggi4.

Sebelum melaksanakan tindakan pencabutan gigi dibutuhkan peralatan

penunjang yang lebih lengkap sesuai dengan standard operasional bedah minor.

Pemeriksaan Radiografi merupakan hal yang penting untuk merencanakan

tindakan dan penjelasan kepada pasien khususnya keadaan lokal yang

menyulitkan tindakan pencabutan gigi, seperti bentuk dan jumlah akar gigi yang

abnormal, hipersementosis akar, ankilosis, sklerosis tulang, dan gigi yang dirawat

endodontik5.

Dokter gigi harus mengetahui teknik dalam tindakan pencabutan gigi

dengan penyulit untuk menghindari atau mengurangi komplikasi yang terjadi.

Anamnesa yang cermat mengenai riwayat pencabutan gigi sebelumnya,

pemeriksaan klinis yang teliti serta pemeriksan radiografi dapat memperkirakan

tingkat kesulitan pencabutan gigi. Jika dengan teknik sederhana/ intra alveolar

5
tidak dapat mengeluarkan gigi maka pencabutan gigi dapat digunakan teknik

closed method atau open method extraction6.

LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki usia 36 tahun datang ke Klinik Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Muhammadiyah Surakarta, dengan keluhan gigi belakang kanan
rahang atas berlubang besar. Keluhan tersebut dirasa sejak lima tahun yang lalu,
dua tahun yang lalu gigi yang dikeluhkan terasa nyeri hingga menganggu aktifitas,
sekarang gigi yang dikeluhkan tidak terasa sakit, belum pernah dilakukan
perawatan apapun terkait dengan keluhan pasien. Kondisi kesehatan umum pasien
baik, 120 / 80 mmHg (Normal), nadi: 82 x /menit, pernafasan: 17 x / menit, suhu :
afebris0C, berat badan: 57 kg, tinggi badan : 175cm. Pasien tidak memiliki
riwayat penyakit sistemik, riwayat kesehatan keluarga baik.
B
A

Gambar 1. A. Foto klinis gigi 36; B. Pemeriksaan penunjang


radiografi intraoral periapikal gigi 36

Pemeriksaan ekstraoral menunjukan tidak ada kelainan. Pemeriksaan

intraoral menunjukan gigi 36 terdapat sisa akar perkusi negatif, palpasi negatif.

Pemeriksaan penunjang radiografi intraoral periapikal gigi 36 menunjukan adanya


A B
sisa akar gigi dan daerah periapikal tidak ditemukan adanya lesi.

Diagnosis dari kasus ini yaitu, radices yang terjadi karena karies yang

meluas. Karies gigi dimulai dari permukaan gigi (pit, fissure dan daerah

6
interproksimal) meluas kearah pulpa. Pulpa yang terinfeksi akan menyebabkan

terjadinya pulpitis yang lama kelamaan dapat mengakibatkan kematian pulpa atau

nekrosis pulpa. Infeksi dari pulpa yang nekrosis akan meluas keluar dari foramen

apikal menuju ke arah periapikal sehingga dapat menyebabkan lesi di daerah

periapikal. Karies yang meluas dan tidak dirawat dapat mengakibatkan hilangnya

mahkota gigi sepenuhnya dan menyisakan akar (sisa akar) atau disebut juga

sebagai radices1.

Kasus ini memiliki prognosis yang baik karena pasien kooperatif dan tidak

ada faktor penyulit seperti kecemasan pasien, kondisi kesehatan serta kondisi

klinis gigi yang akan dicabut. Perawatan pada kasus radices atau sisa akar yaitu

perawatan ekstraksi dengan anestesi infiltrasi. Tahap perawatan radices dengan

ekstraksi, antara lain: pengisian informed concent, pasien diberikan informasi dan

edukasi mengenai diagnosis, perawatan dan tahapan perawatan yang dilakukan,

kemudian dilakukan persiapan alat dan bahan.

Perawatan ekstraksi diawali dengan melakukan prosedur anestesi

menggunakan anestesi infiltasi. Prosedur anestesi infiltrasi dimulai dengan

mengaplikasikan bahan antiseptik povidone iodine secara merata pada daerah

penyuntikan menggunakan cotton pallet dengan gerakan memutar dari arah dalam

keluar. Anestesi infiltrasi dilakukan dengan menggunakan larutan anestesi

pehacain. Anastesi pehacain diaplikasikan dengan cara menarik pipi atau bibir

serta membran mukosa yang bergerak kearah bawah untuk rahang atas. Kemudian

dilakukan penyuntikan pada titik lipatan mukobucal antara akar distobukal dan

mesiobukal gigi molar pertama bawah. Dosis anastesi yang digunakan adalah 1,5

7
cc. Ini akan menganestesi ujung syaraf dari N. Alveolaris superior posterior dan

ujung syaraf dari N. Alveolaris superios medius.

Gambar 2. Penyuntikan larutan anestesi pada titik lipatan


mucobucal gigi 36
Selanjutnya, melakukan anestesi pada bagian palatal untuk menganestesi

N. Palatinus mayor dengan cara menentukan garis khayal yang ditarik dari antara

tepi gingiva molar tiga atas sepanjang akar palatal terhadap garis tengah rahang.

Injeksikan anastesi tepat diakar palatal gigi molar pertama dengan dosis anastesi

yang digunakan 0,5 cc. daerah yang teranestesi akan tampak pucat dan pasien

merasa kebas atau tebal pada bibir dan palatum.

Gambar 3. Penyuntikan larutan anestesi pada bagian palatal 26


Prosedur ekstraksi dilanjutkan dengan melakukan separasi dengan

menggunakan ekskavator untuk memisahkan gigi dengan ligament periodontal.

Selanjutnya dilakukan luksasi dengan bein. Setelah akar gigi mengalami lukasis,

dilakukan ekstraksi dengan menggunakan tang ekstraksi radix rahang atas.

Selanjutnya dilakukan prosedur kuretase dan dilakukan irigas dengan

8
menggunakan larutan saline. Pasien diinstruksikan mengigit tampon selama 1 jam

setelah ekstraksi.

A B
Gambar 4. A. Luksasi sisa akar menggunakan bein; B. soket pasca pencabutan
Pemberian medikasi Amoxicillin tab mg 500 dan Asam Mefenamat tab mg

500 selama 3 hari. Pasien diintruksikan untuk menghidari berkumur terlalu keras,

tidak merokok terlebih dahulu minimal sehari setelah pencabutan, menghindari

memainkan bekas luka dengan jari atau lidah, menghindari makan dan minum

yang hangat, mengusahakan makan pada sisi yang berlawanan, menghindari

menghisap-hisap daerah pencabutan, meminum obat yang telah diresepkan sesuai

anjuran dan pasien diminta untuk menjaga kebersihan rongga mulut. Evaluasi

perawatan ekstraksi dilakukan 1 minggu pasca perawatan.

Kunjungan selanjutnya setelah satu minggu paska ekstraksi, pemeriksaan

subjektif menunjukan tidak adanya keluhan terkait perawatan yang dilakukan.

Pemeriksaan objektif didapatkan daerah soket terdapat area inflamasi berwarna

sedikit kemerahan sebagai tanda proses penyembuhan dan soket hampir menutup

dengan sempurna.

9
Gambar 5. Foto klinis satu minggu pasca pencabutan

PEMBAHASAN

Perawatan ekstraksi pada radices gigi 26 dikatakan berhasil, keberhasilan

perawatan ini dapat dilihat dari pemeriksaan subjektif seperti tidak adanya nyeri,

perdarahan pada bekas pencabutan atau saat digunakan untuk mengunyah.

Pemeriksaan objektif didapatkan daerah soket terdapat area inflamasi berwarna

sedikit kemerahan sebagai tanda proses penyembuhan dan soket hampir menutup

dengan sempurna.

Radices merupakan sisa akar gigi yang beawal dari karies ada permukaan

gigi. Karies gigi merupakan proses kerusakan gigi yang dimulai dari enamel terus

ke dentin. Proses tersebut terjadi karena sejumlah faktor (multiple factors) di

dalam rongga mulut yang berinteraksi satu dengan yang lain. Faktor-faktor

tersebut meliputi faktor gigi, mikroorganisme, substrat dan waktu7.

Proses terjadinya karies ditandai dengan adanya proses demineralisasi dan

juga hilangnya struktur gigi. Bakteri Streptococcus mutans pada plak gigi

memetabolisme karbohidrat (gula) sebagai sumber energi kemudian memproduksi

asam sehingga menyebabkan menurunnya pH (<5.5). Penurunan pH

menyebabkan terganggunya keseimbangan ion kalsium dan fosfat sehingga

10
mengakibatkan hilangnya mineral enamel gigi dan terjadinya proses

demineralisasi. Pada keadaan pH sudah kembali normal dan terdapat ion kalsium

dan fosfat pada gigi maka mineral akan kembali ke enamel gigi, roses ini disebut

proses remineralisasi. Karies merupakan proses dinamis tergantung pada

keseimbangan antara proses demineralisasi dan remineralisasi. Proses

demineralisasi yang terus berulang akan menyebabkan larut dan hancurnya

jaringan keras gigi yang dapat dilihat dengan adanya lesi karies atau kavitas yang

lama kelamaan mencapai pulpa. Pulpa yang terinfeksi akan menyebabkan

terjadinya pulpitis yang lama kelamaan dapat mengakibatkan kematian pulpa atau

nekrosis pulpa8.

Gigi yang mengalami nekrosis pulpa harus dilakukan perawatan agar

bakteri dan peradangan yang terjadi tidak meluas dan menyebabkan penyakit

baru. Infeksi dari pulpa nekrosis yang tidak dirawat akan meluas keluar dari

foramen apikal menuju ke arah periapikal menyebabkan lesi di daerah periapikal.

Karies yang meluas dan tidak dirawat dapat mengakibatkan hilangnya mahkota

gigi sepenuhnya dan menyisakan akar (sisa akar) atau disebut juga sebagai

radices9.

Pencabutan terdiri dari 2 macam tehnik, yaitu Close Methods (Simple

Technique) dan Open Methods. Open Methods adalah suatu tehnik pencabutan

gigi dengan menggunakan prosedur pembedahan (Surgical Extraction) yang biasa

disebut dengan istilah pencabutan trans-alveolar, yang biasanya didahului dengan

pembuatan flap. Sedangkan, Close Methods (Simple Technique) adalah tehnik

pencabutan gigi tanpa pembedahan, hanya menggunakan prosedur pencabutan

11
dengan menggunakan tang, elevator maupun kombinasi dari keduanya. Pada

pencabutan gigi dengan Close Methods, pencabutan gigi umumnya tidak disertai

dengan penjahitan tetapi, terkadang ada beberapa kasus yang menggunakan

pencabutan disertai dengan penjahitan, contohnya pada multiple extraction10.

Indikasi pancabutan dengan metode tertutup adalah gigi tanpa adanya

penyulit (ankilosis, hipersementosis), sisa akar masih diatas garis servikal , tidak

adanya gejala fraktur akar, sisa akar dapat dipegang dengan tang atau dikeluarkan

dengan elevator. Kontra indikasi dari motode tertutup adalah gigi dengan

hipersementosis, adanya kelainan akar, gigi dengan sisa akar dibawah garis

servikal, fraktur akar pada sepertiga apikal, akar yang rapuh, gigi dengan

dilaserasi pada ujung akar dan gigi dengan impaksi11.

Kelebihan dari metode tertutup salah satunya adalah minimal perlukaan

sehingga memungkinkan penyembuhan yang relatif lebih singkat, alat yang

digunakan sederhana. Kekurangan dari metode tertutup diantaranya adalah hanya

sapat digunakan pada gigi yang tidak memiliki tingkat kesulitan tinggi misal gigi

dengan kelainan jumlah, bentuk, dan pola akar gigi, karies yang meluas ke akar

gigi, fraktur / resorbsi akar gigi, hipersementosis dan ankilosis12.

Proses penyembuhan luka pasca ekstraksi terjadi secara bertahap melalui

tiga fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodeling. Fase inflamasi

ini akan berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Pembuluh darah

yang rusak akan menyebabkan perdarahan, sehingga tubuh akan berusaha

menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus

(retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar

12
dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama dengan benang fibrin yang

terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sementara itu

terjadi reaksi inflamasi. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan

histamine yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi

cairan, penyembuhan sel inflamasi, disertai vasodilatasi setempat yang

menyebabkan odema dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi inflamsi

menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu

hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor)13.

Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah

proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi

sampai kira – kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim

yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin,

dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan menyatukan

tepi luka. Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan

kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang

berbintik halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari

sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka.

Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses

mitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar,

sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Proses ini baru

berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka.

Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan

jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam

13
fase ini14.

Pada fase remodeling ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari

penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya

gravitasi, dan akhirnya terbentuklah jaringan yang baru. Fase ini dapat

berlangsung berbulan – bulan dan dinyatakan berahkir kalau semua tanda radang

sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi

abnormal karena proses penyembuhan. Odema dan sel radang diserap, sel muda

menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang

berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama

proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah

digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase

ini, penampakan luka mampu menahan regangan kira – kira 80%. Penyembuhan

total pada luka pasca ekstraksi terjadi pada kurun waktu 3-6 bulan15.

Dosis anestesi pehacain yang digunakan adalah 1,5 cc yang dideponir

diantara akar distobukan dan akar mesiobukal gigi molar yaitu pada ujung cabang

kecil syaraf N Alveolaris superior posterior dan N. Alveolaris superior medius,

0,5 cc pada N. Palatinus mayor. Pemilihan anastesi infiltrasi dikarenakan gigi

yang akan dicabut adalah radices atau sisa akar sehingga perlu dilakukan anastesi

agar pasien tidak merasakan kesakitan pada saat akan dilakukan pencabutan 16.

Pemberian medikasi pasca ekstraksi dilakukan dengan memberikan

antibiotik dan analgesik. Medikasi antibiotik bertujuan untuk mencegah terjadinya

infeksi pasca ekstraksi yang disebabkan infeksi bakteri pada daerah soket. Infeksi

pada pasca perawatan ekstraksi terjadi karena masuknya bakteri rongga mulut ke

14
dalam soket dan menginfeksi daerah soket gigi. Kondisi luka pada soket gigi yang

telah dilakukan ekstraksi dalam beberapa jam akan menimbulkan rasa sakit

seiring dengan hilangnya efek dari larutan anastesi. Analgesik memiliki

kemampuan untuk mencegah terjadinya rasa nyeri pasca ekstraksi. Mekanisme

kerja dari analgesic adalah dengan menghambat mediator nyeri prostalglandin17.

KESIMPULAN

Kasus dalam laporan ini membahas tentang ekstraksi gigi molar pertama

maksila dengan menggunakan anastesi infiltrasi. Perawatan dikatakan berhasil

sesuai prognosis karena hasil dari evalusai pemeriksaan subjektif menunjukan

pasien tidak mengeluhkan adanya rasa sakit dan pemeriksaan objektif soket sudah

mulai menutup, tidak nterdapat inflamasi pada daerah sekitar yang sudah

dilakukan pencabutan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kidd, E.A.M.; Bechal,S.J., 2013. Dasar-dasar karies penyakit dan


penanggulangan. Jakarta: EGC.
2. Lee, S.H., and Lee, N.Y. An alternative local anaesthesia technique to reduce
pain in paediatric patients during needle insertion. South Korea: European
Journal of Paediatric Dentistry. 2013; 14(2): 109-12
3. Mehra, P., D’innocenzo, R., 2016. Munual of Minor Oral Surgery of the
Geeral Dentist. Wiley Blackwell.
4. Pedersen, G.W. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC; 2012
5. Dym H., Ogle OE. 2001. Atlas of Minor Oral Surgery. Philadelphia, W.B.
Saunders: Company
6. Howe, GE, 1993. Pencabutan Gigi Geligi, (The Extraction of teth), Alih
Bahasa : Budiman, JA. Jakarta :EGC.
7. Chemiawan E., Gartika M., Indriyanti R. 2004 .Perbedan prevalensi karies
pada anak sekolah dasar dengan program UKGS dan tanpa UKGS kota
Bandung tahun 2004. Bandung : Universitas Padjadjaran.
8. Heymann, H.O., Swift Jr., E.J., dan Ritter, A.V., 2013, Sturdevant’s Art and
Science of Operative Dentistry, 6th ed., Mosby Inc., Kanada, pp. 54.

15
9. Wray, David. General and Oral Surgery. London : Churchill Livingstone.
2003
10. Bakar A. Kedokteran Gigi Klinis. Yogjakarta : Quantum. 2012,p.117
11. Fragiskos D. Oral surgery. 2nd ed. Germany: Springer; 2007, p. 73.
12. Peterson LJ. 2003. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 4th ed. St
Louis : Mosby,
13. Sjamsuhidajat, R. dkk. (2010), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC
14. Koh TJ, DiPietro LA. Inflammation and wound healing: the role of the
macrophage. Expert Rev Mol Med. 2011; 11(13): e23. doi:
10.1017/S1462399411001943.
15. Velnar T, Bailey T, Smrkolj V. The wound healing process: an overview of
the cellular and molecular mechanisms. J Int Med Res. 2009; 37(5): 1531 –
1534.
16. Latief SA, Kartini AS, M Ruswan D. Petunjuk praktis anestesiologi. Edisi
Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2009.p.97-
104
17. Yuwono ,Budi. Penatalaksanaan pencabutan gigi dengan kondisi sisa akar
(gangren radik). Stomatognatic (J.K.G Unej. 2010; 7 (2): 89-95

16

Anda mungkin juga menyukai