Anda di halaman 1dari 101

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas

berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah

Tutorial DS 2 dengan judul “Ludi’s case ”.

Laporan ini tidak akan selesai tepat waktu tanpa bantuan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada drg. Silvi

Kintawati, MS. sebagai pembimbing tutorial serta semua pihak yang turut

membantu pembuatan makalah ini yang tidak bisa penyusun sebutkan satu

persatu.

Kami yakin dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Penyaji

mengharapkan kritik dan saran dari pembahas untuk kemajuan makalah ini di

masa mendatang.

Akhir kata, diharapkan makalah ini dapat membuka wawasan mengenai

ilmu bedah mulut , mikrobiologi, oral biologi, dan public health sehingga dapat

diaplikasikan pada pembelajaran yang ada di FKG Unpad.

Bandung, 29 Oktober 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

BAB 1......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar belakang...........................................................................................1

1.2 Terminologi...............................................................................................3

1.3 Identifikasi masalah...................................................................................3

1.4 Hipotesis....................................................................................................3

1.5 Mekanisme................................................................................................3

1.6 More info...................................................................................................4

1.7 I don’t Know.............................................................................................4

1.8 Rumusan masalah......................................................................................5

BAB 2......................................................................................................................6

TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................6

2.1 Mengapa pembengkakan bisa terjadi pada gigi berlubang dan meluas
sampai dagu?........................................................................................................6

2.2 Mengapa terasa sakit dan disertai demam.................................................6

2.3 Mengapa pasien sulit membuka mulut?....................................................7

2.4 Apa itu pembengkakan?............................................................................7

Merupakan pembesaran atau protuberansi pada tubuh akibat pengumpulan


cairan di jaringan bawah epitel.............................................................................7

ii
2.5 Bagaimana bisa terjadi pembengkakan yang berasal dari gigi berlubang?
7

2.6 Apa itu infeksi odontogenik & non odontogenik,serta kondisi gigi dan
jaringan yang bagaimana yang dapat menyebabkan infeksi odontogenik?.........8

2.7 Apa itu Selulitis?.....................................................................................19

2.8 Pembengkakan terjadi pada spasia apa saja?..........................................20

2.9 Bagaimana proses penyebaran infeksi odontogenik pada spasia primer


dan sekunder rahang bawah?..............................................................................24

2.10 Bagaimana gambaran klinis infeksi pada spasia spasia tersebut?...........24

2.11 Jenis pemeriksaan radiologi apa yang dilaksanakan?.............................28

2.12 Apa itu infus glukosa 5% & NaCl?.........................................................29

2.13 Apa itu insisi ekstraoral?.........................................................................31

2.14 Apa itu drainase?.....................................................................................31

2.15 Bagaimana cara melakukan insisi dan drainase?....................................31

2.16 Apakah anastesi lokal itu?.......................................................................33

2.17 Apa itu anastesi blok?..............................................................................34

2.18 Prosedur praanastesi blok?......................................................................34

2.19 Apa saja macam anastesi blok dan bagaimana caranya?........................35

2.20 Mengapa dilakukan anastesi blok?..........................................................49

2.21 Bagaimana prosedur pra-ekstraksi?.........................................................49

2.22 Bagaimana teknik ekstraksi gigi 46?.......................................................56

2.23 Bagaimana instruksi pasca ekstraksi?.....................................................60

2.24 Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pasca ekstraksi dan bagaimana
cara menanggulanginya??..................................................................................61

2.25 Apa saja penyebab pembengkakan selain gigi berlubang?.....................77

2.26 Bagaimana bisa terjadi abses?.................................................................77

iii
2.27 Perbandingan tanda klinis abses dan selulitis?........................................79

2.28 Apa yang dimaksud dengan fascia dan spasia?.......................................80

2.29 Apa yang dimaksud spasia primer dan sekunder dan jelaskan apa saja
yang termasuk spasia tersebut?..........................................................................81

BAB 3....................................................................................................................90

PEMBAHASAN....................................................................................................90

BAB 4....................................................................................................................93

KESIMPULAN......................................................................................................93

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................94

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tutorial 1 bagian 1

Anda seorang koass FKG UNPAD yang sedang bekerja di Instalasi Gawat

Darurart RSGM Unpad. Seorang laki-laki bernama Tuan Ludi berusia 58 tahun

datang ke RSGM dengan keluhan ada pembengkakan di sudut mulut rahang

bawah kuru dan kanan yang meluas sampai dengan dagu sejak 3 hari yang lalu.

Pembengkakan terasa sakit dan disertai dengan demam. Pasien mengeluh sulit

membuka mulut. Beberapa hari sebelum terjadi pembengkakan, pasien mengeluh

gigi geraham kanan bawah sakit berdenyut karena berlubang besar. Pasien sempat

pergi berobat ke Puskesmas.

Tutorial 1 bagian 2

Pemeriksaan Fisik:

 Tekanan darah 140/90 mmHg.

 Denyut nadi 80x/menit

 Frekuensi pernafasan 20x/menit

 Suhu 38,8 oC

1
Pemeriksaan ekstra oral:

 Pembengkakan difus, indurated, kemerahan(hiperemis) di region

submandibula kiri dan kanan yang terasa sakit pada palpasi

 Palpasi tidak tampak adanya fluktuasi

 Trismus ± 1 jari

Pemeriksaan intraoral

 OH buruk

Pemeriksaan radiologi

 Mahkota gigi 46 terdapat radiolusen pada oklusal sampai kamar pulpa

 Jumlah akar

 Lamina dura dan membran periodontal menghilang pada 1/3 akar mesial

dan distal

 Tidak terdapat kelainan pada furkasi dan puncak tulang alveolar

 Pada bagian periapikal gigi 46 terdapat gambaran raidolusen difus

Tutorial 2

Dokter gigi ahli bedah mulut yang sedang bertugas menerangkan kepada anda

bahwa pembengkakan sudah melibatkan spasia mandibula, sublingual dan

submental secara bilateral. Berdasarkan data ini pasien didiagnosis Ludwig’s

angina yang disebabkan oleh infeksi gigi 46. Dokter gigi menganjurkan kepada

2
pasien untuk rawat inap selama beberapa hari. Selama di rumah sakit pasien

mendapat infus glukosa 5% dan NaCl serta diberikan antibiotik dan analgesik-

anti-inflamasi secara intravena.

Dokter gigi ahli bedah mulut berencana membuat insisi ekstraoral dan memasang

drain untuk proses drainase selama 24-48 jam, tindakan selanjutnya dokter gigi

ahli bedah mulut akan mencabut gigi penyebab dengan menggunakan metoda atau

anastesi blok rahang bawah dan setelah pencabutan tersebut pasien diberikan

antibiotik dan analgesik kembali.

1.2 Terminologi

1. Indurated

2. Infus glukosa & NaCl

3. Drainase

4. Anastesi blok

1.3 Identifikasi masalah

1. Pembengkakan disudut kiri dan kanan rahang bawah yang meluas

sampai dagu sejak 3 hari yang lalu.

2. Pembengkakan terasa sakit dan disertai demam

3. Pasien mengeluh sulit membuka mulut

4. Beberapa hari sebelum pembengkakan, pasien mengeluh gigi geraham

kanan bawah sakit berdenyut karena berlubang besar.

1.4 Hipotesis

1. Abses karena gigi berlubang

3
2. Infeksi karena gigi berlubang

3. Angina Ludwig

4
1.5 Mekanisme

Gigi geraham bawah kanan sakit berdenyut karena berlubang besar

- Pembengkakan disudut kiri dan kanan rahang bawah yang

meluas sampai dagu

- Terasa sakit & disertai demam

- Sulit membuka mulut

infeksi karena gigi berlubang

Abses karena gigi berlubang

Meluas sampai dagu

Pemeriksaan fisik, ekstraoral, intraoral,radiologi,darah

Angina Ludwig

3
Infus glukosa 5% dan NaCl

Antibiotik dan analgesik antiinflamasi secara intravena

Insisi Ekstraoral

Memasang drain untuk drainase

Anastesi blok

Cabut gigi

Antibiotik + analgesik

1.6 More info

1. Bagaimana pemeriksaan objektif pada kasus ini?

1.7 I don’t Know

1. Apa saja penyebab pembengkakan selain gigi berlubang?

2. Bagaimana bisa terjadi abses?

3. Perbandingan tanda klinis abses dan selulitis?

4. Apa yang dimaksud fascia dan spasia

5. Apa yang dimaksud spasia primer dan sekunder dan jelaskan apa saja

yang termasuk spasia tersebut?

4
1.8 Rumusan masalah

1. Mengapa pembengkakan bisa terjadi pada gigi berlubang dan meluas

sampai dagu?

2. Mengapa terasa sakit dan disertai demam?

3. Mengapa pasien sulit membuka mulut?

4. Apa itu pembengkakan?

5. Bagaimana bisa terjadi pembengkakan yang berasal dari gigi berlubang?

6. Apa itu infeksi odontogenik & non odontogenik,serta kondisi gigi dan

jaringan yang bagaimana yang dapat menyebabkan infeksi odontogenik?

7. Apa itu selulitis?

8. Pembengkakan terjadi pada spasia apa saja?

9. Bagaimana proses penyebaran infeksi odontogenik pada spasia primer dan

sekunder rahang bawah?

10. Bagaimana gambaran klinis infeksi pada spasia spasia tersebut?

11. Jenis pemeriksaan radiologi apa yang dilaksanakan?

12. Apa itu infus glukosa 5% & NaCl?

13. Apa itu insisi ekstraoral?

14. Apa itu drainase?

15. Bagaimana cara melakukan insisi dan drainase?

16. Apakah anastesi lokal itu?

17. Apa itu anastesi blok?

18. Bagaimana prosedur praanastesi blok?

19. Apa saja macam anastesi blok dan bagaimana caranya?

5
20. Mengapa dilakukan anastesi blok?

21. Bagaimana prosedur pra-ekstraksi?

22. Bagaimana teknik ekstraksi gigi 46?

23. Bagaimana instruksi pasca ekstraksi?

24. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pasca ekstraksi dan bagaimana cara

menanggulanginya?

6
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mengapa pembengkakan bisa terjadi pada gigi berlubang dan meluas

sampai dagu?

Akibat adanya invasi dari bakteri (ex: Prevotella, streptococcus,S. Milleri) yang

memasuki pulpa yang terbuka yang berasal dari gigi berlubang. Setelah inokulasi

awal, bakteri S. Milleri akan mensintetis hyaluronidase yang akan menyebabkan

organisme infeksius dapat menyebar melalui jaringan ikat, yang selanjutnya dapat

menginisiasi selulitis

2.2 Mengapa terasa sakit dan disertai demam

a. Pasien mengeluhkan sakit karena infeksi pada gigi 46 menghasilkan abses yang

lama kelamaan membesar akibat akumulais pus dan menekan sampai ke otot dan

tulang. Tekanan terhadap tulang inilah yang menyebabkan keluhan sakit pada

pasien

b. Pirogen eksogen seperti bakteri merangsang pelepasan pirogen endogen berupa

sitokin. Sitokin akan merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi

prostaglandin sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Oleh karena itu pasien

demam.

6
2.3 Mengapa pasien sulit membuka mulut?

Karena jumlah bakteri yang  banyak, maka infeksi yang terjadi akan menyebar ke

tulang spongiosa sampai tulang kortical . Tulang kortikal merupakan jenis

structural tulang yang identik dengan tulang kompak,. Tulang kortikal

memfasilitasi fungsi utama tulang yaitu memberikan pengungkit untuk gerakan .

Ketika terjadi infeksi pada struktur tulang ini, maka terjadi gangguan dalam

pergerakan membuka mulut yang menyebabkan pasien sulit untuk membuka

mulut

2.4 Apa itu pembengkakan?

Merupakan pembesaran atau protuberansi pada tubuh akibat

pengumpulan cairan di jaringan bawah epitel.

2.5 Bagaimana bisa terjadi pembengkakan yang berasal dari gigi

berlubang?

Pada awalnya terjadi karies lalu karies tersebut meluas hingga pulpa dan

menyebabkan pulpitis. Lesi tersebut terus meluas hingga kamar pulpa sehingga

menyebabkan gigi nekrosis dan terjadi inokulasi S.Milleri. Selanjutnya S.Milleri

akan mensintesis hyaluronidase sehingga menyebabkan organisme infeksius

menyebar melalui jaringan ikat.Organisme tersebut terus menyebar hingga tulang

cancellous sampai tulang cortical. Jika tulang menipis, infeksi dapat menembus

7
dan masuk ke jaringan lunak. Selanjutnya bakteri akan mengeluarkan produk

nya(pus) dan memasuki spasia mandibula. Penembusan dan akumuluasi pus pada

spasia ini mempengaruhi m.Buccinator, m. Mylohyoid, m. Masseter, m.

Pterygoideus medialis . Sehingga terjadi bengkak pada dagu.

2.6 Apa itu infeksi odontogenik & non odontogenik,serta kondisi gigi dan

jaringan yang bagaimana yang dapat menyebabkan infeksi

odontogenik?

INFEKSI ODONTOGENIK

1. Definisi Infeksi Odontogenik

Infeksi odontogenik merupakan salah satu diantara beberapa infeksi

yang paling sering kita jumpai pada manusia. Pada kebanyakan pasien

infeksi ini bersifat minor atau kurang diperhitungkan dan seringkali ditandai

dengan drainase spontan di sepanjang jaringan gingiva pada gigi yang

mengalami gangguan.8

Fistula Bakteremie-Septikemie

8
Selulitis Acute-Chronic Infeksi Spasium

Periapikal Infection yang dalam

Abses intra oral Osteomielitis Ke spasium yang

lebih

Atau jaringan lunak-kutis tinggi – infeksi

serebral

Gambar 2.1 : Arah Penyebaran Infeksi odontogenik

Sumber : Oral and Maxillofacial Infection, Topazian Richard G, Morton H

Goldberg, James R hupp. 4th ed;Philadelphia, W.B.Saunders Co.

9
Infeksi odontogenik merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering terjadi.

Infeksi odontogenik dapat merupakan awal atau kelanjutan penyakit periodontal,

perikoronal, trauma, atau infeksi pasca pembedahan. 5 Infeksi odontogenik juga

lebih sering disebabkan oleh beberapa jenis bakteri seperti streptococcus. Infeksi

dapat terlokalisir atau dapat menyebar secara cepat ke sisi wajah lain.9

Klasifikasi Infeksi odontogenik10

I. Berdasarkan organisme penyebab Infeksi

 Bakteri

 Virus

 Parasit

 Mikotik

II. Berdasarkan Jaringan

 Odontogenik

 Non-odontogenik

III. Berdasarkan lokasi masuknya

 Pulpa

 Periodontal

 Perikoronal

 Fraktur

 Tumor

 Oportunistik

IV. Berdasarkan tinjauan klinis

10
 Akut

 Kronik

V. Berdasarkan spasium yang terkena

 Spasium kaninus

 Spasium bukal

 Spasium infratemporal

 Spasium submental

 Spasium sublingual

 Spasium submandibula

 Spasium masseter

 Spasium pterigomandibular

 Spasium temporal

 Spasium Faringeal lateral

 Spasium retrofaringeal

 Spasium prevertebral

3. Faktor-faktor yang berperan terjadinya infeksi11

1. Virulensi dan Quantity

Di rongga mulut terdapat bakteri yang bersifat komensalis.

Apabila lingkungan memungkinkan terjadinya invasi, baik oleh flora

normal maupun bakteri asing, maka akan terjadi perubahan dan

bakteri bersifat patogen. Patogenitas bakteri biasanya berkaitan

11
dengan dua faktor yaitu virulensi dan quantity. Virulensi berkaitan

dengan kualitas dari bakteri seperti daya invasi, toksisitas, enzim dan

produk-produk lainnya. Sedangkan Quantity adalah jumlah dari

mikroorganisme yang dapat menginfeksi host dan juga berkaitan

dengan jumlah faktor-faktor yang bersifat virulen.

2. Pertahanan Tubuh Lokal

Pertahanan tubuh lokal memiliki dua komponen. Pertama barier

anatomi, berupa kulit dan mukosa yang utuh, menahan masuknya

bakteri ke jaringan di bawahnya. Pembukaan pada barier anatomi ini

dengan cara insisi poket periodontal yang dalam, jaringan pulpa yang

nekrosis akan membuka jalan masuk bakteri ke jaringan di bawahnya.

Gigi-gigi dan mukosa yang sehat merupakan pertahanan tubuh lokal

terhadap infeksi. Adanya karies dan saku periodontal memberikan

jalan masuk untuk invasi bakteri serta memberikan lingkungan yang

mendukung perkembangbiakan jumlah bakteri.

Mekanisme pertahanan lokal yang kedua adalah populasi bakteri

normal di dalam mulut, bakteri ini biasanya hidup normal di dalam

tubuh host dan tidak menyebabkan penyakit. Jika kehadiran bateri

tersebut berkurang akibat penggunaan antibiotik, organisme lainnya

dapat menggantikannya dan bekerjasama dengan bakteri penyebab

infeksi mengakibatkan infeksi yang lebih berat.

3. Pertahanan Humoral

12
Mekanisme pertahanan humoral, terdapat pada plasma dan

cairan tubuh lainnya dan merupakan alat pertahanan terhadap bakteri.

Dua komponen utamanya adalah imunoglobulin dan komplemen.

Imunoglobulin adalah antibodi yang melawan bakteri yang

menginvasi dan diikuti proses fagositosis aktif dari leukosit.

Imunoglobulin diproduksi oleh sel plasma yang merupakan

perkembangan dari limfosit B.Terdapat lima tipe imunoglobulin, 75 %

terdiri dari Ig G merupakan pertahanan tubuh terhadap bakteri gram

positif. Ig A sejumlah 12 % merupakan imunoglobulin pada kelenjar

ludah karena dapat ditemukan pada membran mukosa. Ig M

merupakan 7 % dari imunoglobulin yang merupakan pertahanan

terhadap bakteri gram negatif. Ig E terutama berperan pada reaksi

hipersensitivitas. Fungsi dari Ig D sampai saat ini belum diketahui.

Komplemen adalah mekanisme pertahanan tubuh humoral

lainnya, merupakan sekelompok serum yang di produksi di hepar dan

harus di aktifkan untuk dapat berfungsi. Fungsi dari komplemen yang

penting adalah yang pertama dalam proses pengenalan bakteri, peran

kedua adalah proses kemotaksis oleh polimorfonuklear leukosit yang

dari aliran darah ke daerah infeksi. Ketiga adalah proses opsonisasi,

untuk membantu mematikan bakteri. Keempat dilakukan fagositosis.

Terakhir membantu munculnya kemampuan dari sel darah putih untuk

merusak dinding sel bakteri.

4. Pertahanan Seluler

13
Mekanisme pertahanan seluler berupa sel fagosit dan limfosit.

Sel fagosit yang berperan dalam proses infeksi adalah leukosit

polimorfonuklear. Sel-sel ini keluar dari aliran darah dan bermigrasi e

daerah invasi bakteri dengan proses kemotaksis. Sel-sel ini melakukan

respon dengan cepat, tetapi sel-sel ini siklus hidupnya pendek, dan

hanya dapat melakukan fagositosis pada sebagian kecil bakteri. Fase

ini diikuti oleh keluarnya monosit dari aliran darah ke jaringan dan

disebut sebagai makrofag. Makrofag berfungsi sebagai fagositosis,

pembunuh dan menghancurkan bakteri dan siklus hidupnya cukup

lama dibandingkan leukosit polimorfonuklear. Monosit biasanya

terlihat pada infeksi lanjut atau infeksi kronis.

Komponen yang kedua dari pertahanan seluler adalah populasi

dari limfosit, seperti telah di sebutkan sebelumnya limfosit B akan

berdifernsiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi yang

spesifik seperti Ig G. Limfosit T berperan pada respon yang spesifik

seperti pada rejeksi graft (penolakan cangkok) dan tumor suveillance

(pertahanan terhadap tumor).

4. Tahapan Infeksi10

Infeksi odontogenik umumnya melewati tiga tahap sebelum mereka

menjalani resolusi:

1. Selama 1 sampai 3 hari - pembengkakan lunak, ringan, lembut, dan

adonannya konsisten.

14
2. Antara 5 sampai 7 hari – tengahnya mulai melunak dan abses merusak

kulit atau mukosa sehingga membuatnya dapat di tekan. Pus mungkin

dapat dilihat lewat lapisan epitel, membuatnya berfluktuasi.

3. Akhirnya abses pecah, mungkin secara spontan atau setelah

pembedahan secara drainase. Selama fase pemecahan, regio yang

terlibat kokoh/tegas saat dipalpasi disebabkan oleh proses pemisahan

jaringan dan jaringan bakteri.

5. Patogenesis11,15

Penyebaran infeksi odontogenik akan melalui tiga tahap yaitu tahap

abses dentoalveolar, tahap yang menyangkut spasium dan tahap lebih lanjut

yang merupakan tahap komplikasi. Suatu abses akan terjadi bila bakteri

dapat masuk ke jaringan melalui suatu luka ataupun melalui folikel rambut.

Pada abses rahang dapat melalui foramen apikal atau marginal gingival.

Penyebaran infeksi melalui foramen apikal berawal dari kerusakan

gigi atau karies, kemudian terjadi proses inflamasi di sekitar periapikal di

daerah membran periodontal berupa suatu periodontitis apikalis.

Rangsangan yang ringan dan kronis menyebabkan membran periodontal di

apikal mengadakan reaksi membentuk dinding untuk mengisolasi

penyebaran infeksi. Respon jaringan periapikal terhadap iritasi tersebut

dapat berupa periodontitis apikalis yang supuratif atau abses dentoalveolar.

6. Macam-macam Infeksi odontogenik11

15
Macam-macam infeksi odontogenik dapat berupa : infeksi

dentoalveolar, infeksi periodontal, infeksi yang menyangkut spasium,

selulitis, flegmon, osteomielitis, dan infeksi yang merupakan komplikasi

lebih lanjut.

7. Tanda dan Gejala12

1. Adanya respon Inflamasi

Respon tubuh terhadap agen penyebab infeksi adalah inflamasi.

Pada keadaan ini substansi yang beracun dilapisi dan dinetralkan. Juga

dilakukan perbaikan jaringan, proses inflamasi ini cukup kompleks dan

dapat disimpulkan dalam beberapa tanda :

A. Hiperemi yang disebabkan vasodilatasi arteri dan kapiler dan

peningkatan permeabilitas dari venula dengan berkurangnya

aliran darah pada vena.

B. Keluarnya eksudat yang kaya akan protein plasma, antiobodi

dan nutrisi dan berkumpulnya leukosit pada sekitar jaringan.

C. Berkurangnya faktor permeabilitas, leukotaksis yang mengikuti

migrasi leukosit polimorfonuklear dan kemudian monosit pada

daerah luka.

D. Terbentuknya jalinan fibrin dari eksudat, yang menempel pada

dinding lesi.

E. Fagositosis dari bakteri dan organisme lainnya

F. Pengawasan oleh makrofag dari debris yang nekrotik

16
2. Adanya gejala infeksi

Gejala-gejala tersebut dapat berupa : rubor atau kemerahan

terlihat pada daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat

vasodilatasi. Tumor atau edema merupakan pembengkakan daerah

infeksi. Kalor atau panas merupakan akibat aliran darah yang relatif

hangat dari jaringan yang lebih dalam, meningkatnya jumlah aliran

darah dan meningkatnya metabolisme. Dolor atau rasa sakit, merupakan

akibat rangsangan pada saraf sensorik yang di sebabkan oleh

pembengkakan atau perluasan infeksi. Akibat aksi faktor bebas atau

faktor aktif seperti kinin, histamin, metabolit atau bradikinin pada

akhiran saraf juga dapat menyebabkan rasa sakit. Fungsio laesa atau

kehilangan fungsi, seperti misalnya ketidakmampuan mengunyah dan

kemampuan bernafas yang terhambat. Kehilangan fungsi pada daerah

inflamasi disebabkan oleh faktor mekanis dan reflek inhibisi dari

pergerakan otot yang disebabkan oleh adanya rasa sakit.

3. Limphadenopati

Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit

di sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak.

Pada infeksi kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras

tergantung derajat inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan

jaringan di sekitarnya biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran

kelenjar limfe merupakan daerah indikasi terjadinya infeksi. Supurasi

17
kelenjar terjadi jika organisme penginfeksi menembus sistem

pertahanan tubuh pada kelenjar menyebabkan reaksi seluler dan

memproduksi pus. Proses ini dapat terjadi secara spontan dan

memerlukan insisi dan drainase.

INFEKSI NON ODONTOGEN

Merupakan infeksi yang bukan berasal dari gigi tersebut.

A. JENIS-JENIS INFEKSI NON ODONTOGEN

a. osteomilitis

keadaan infeksi akut /kronik pada tulang rahang, biasanya disebabkan oleh

bakteri dan terkadang jamur

gejalanya :

1. sakit gigi dan terjadi pembengkakan disekitar pipi dan akhirnya bersifat kronik

membentuk fistel

2. Kelelahan dan nyeri pada sendi/ edema

Penyebabnya :

- Penyakit periodontal seperti gingivitis, pyorrhea/periodontitis, serta

sariawan

- Gangren radiks

- Trauma patah tulang

b. candidiasis

gejala :

18
plak putih dan rapuh yang melekat di lidah, mukosa gigi, gingival, dan palatum

dengan eritema dibawahnya.

Penyebab :

- Terjadi di lingkungan abnormal tergantung pada kelembapan/panas

- Antibiotik sistemik

c. actynomikosis

menyebabkan abses di beberapa tempat

gejala :

- Dimulai dengan pembengkakan kecil , datar dank eras di dalam mulut,

kulit leher/bawah rahang. Menimbulkan nyeri

Terbentuk daerah lunak yang menghasilkan cairan yang mengandung

butiran belerang bulat dan kecil berwarna kekuningan

Penyebab :

Bakteri Achynomyces israelli

2.7 Apa itu Selulitis?

Selulitis adalah infeksi pada kulit dan jaringan lunak di bawah kulit yang difus.

Selulitis disebabkan oleh adanya infeksi bakteri anaerob dan aerob terutama

Streptococcus sp. Bakteri invasi jika ada daerah yang terbuka, misalnya karena

adanya lubang pada gigi atau luka tergores pada kulit. Gejala-gejala selulitis yaitu:

 Kemerahan pada kulit yang meluas

 Pembengkakan

 Difus

19
 Nyeri/sakit

 Hangat pada perabaan pada kulit

 Konsistensi keras seperti papan

 Berisi cairan

 Ukuran besar

 Tidak tampak adanya fluktuasi

 Sering disertai demam

2.8 Pembengkakan terjadi pada spasia apa saja?

Infeksi odontogenic dapat berkembang menjadi spasia-spasia wajah. Proses

pengikisan (erosi) pada infeksi menembus sampai ke tulang paling tipis hingga

mengakibatkan infeksi pada jaringan sekitar (jaringan yang berbatasan dengan

tulang). Berkembang atau tidaknya menjadi abses spasia wajah, tetap saja hal ini

dihubungkan dengan melekatnya tulang pada sumber infeksi. Kebanyakan infeksi

odontogenik menembus tulang hingga mengakibatkan abses vestibular. Selain itu

terkadang dapat pula langsung mengikis spasia wajah dan mengakibatkan infeksi

spasia wajah. Penyakit odontogenik yang paling sering berlanjut menjadi infeksi

spasia wajah adalah komplikasi dari abses periapikal. Pus yang mengandung

bakteri pada abses periapikal akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus

tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah spasia wajah.

Gigi mana yang terkena abses periapikal ini kemudian yang akan menentukan

jenis dari spasia wajah yang terkena infeksi. Tulang hyoid merupakan struktur

20
anatomis yang paling penting pada leher yang dapat membatasi penyebaran

infeksi.

Spasia diklasikfikasikan menjadi spasia primer dan spasia sekunder. Spasia primer

diklasifikasikan lagi menjadi spasia primer maxilla dan spasia primer mandibula.

Spasia primer maxilla terdapat pada canine, buccal, dan ruang infratemporal.

Sedangkan spasia primer mandibula terdapat pada submental, buccal, ruang

submandibular dan sublingual. Infeksi juga dapat terjadi di tempat-tempat lain

yang disebut sebagai spasia sekunder, yaitu pada Masseteric, pterygomandibular,

superficial dan deep temporal, lateral pharyngeal, retropharyngeal, dan

prevertebral.

Spasium primer mandibula

1.Spasium submental, Terletak di antara simfisis mandibula dan tulang hyoid.

Bagian lateral dibatasi oleh anterior muskulus digastrikus kanan dan kiri. Di

bagian superior dibatasi oleh muskulus milohyoid dan bagian inferior oleh

kulit . Spasium ini sering terinfeksi oleh insisiv rahang bawah. Gejala klinis

yang ditemukan biasanya pembengkakan keras dengan fluktuasi positif, hampir seperti

gambaran umum selulitis.

21
Gambar 4. Abses Submental

2.Spasium bukal, serupa dengan spasium bukal yang disebabkan oleh infeksi

gigi rahang atas.

3.Spasium submandibula, bagian anteromedial dibatasi oleh muskulus

digastrikus anterio dan bagian posteromedialnya dibatasi oleh muskulus

digastrikus posterior serta muskulus stilohyoid, dasarnya dibentuk oleh

muskulus milohyoid dan muskulus hyoglosus. Di bagian anterior spasium

submandibula terdapat spasium sublingual yang dibatasi oleh muskulus

milohyoideus. Infeksi pada spasium submandibula dan sublingual sering

disebabkan oleh infeksi yang berasal dari gigi molar dan premolar mandibula

yang menembus ke lingual. Apabila spasium submandibula, sublingual dan

submental bilateral terkena infeksi, dikenal sebagai ludwig’s angina. Infeksi

ini merupakan selulitis yang menyebar dengan cepat. Pada infeksi ini hampir

22
selalu terlihat lidah terangkat, indurasi daerah submandibula dan penderita

biasanya mengalami trismus, saliva menetes serta kesulitan menelan dan

bernafas. Infeksi ini menyebar dengan cepat dan luas, dapat mengakibatkan

obstruksi saluran pernafasan sehingga dapat menimbulkan kematian.

Tambar 5. Abses submandibular

4.Spasium sublingual, dasarnya dibatasi oleh muskulus milohyoideus, lateral

dibatasi oleh prosesus alveolaris mandibula dan bagian medial dibatasi oleh

muskulus genioglosus dan geniohyoideus. Bagian atap berbatasan dengan dasar

mulut dan lidah. Secara klinis infeksi pada spasium sublingual memperlihatkan

pembengkakan ekstra oral yang kecil atau tidak memperlihatkan pembengkakan,

namun pembengkakan terlihat pada dasar mulut pada sisi yang terkena. Infeksi

pada spasium sublingual bilateral mengakibatkan lidah terangkat. Bagian

posterior sublingual berhubungan dengan spasium submandibula.

23
2.9 Bagaimana proses penyebaran infeksi odontogenik pada spasia primer

dan sekunder rahang bawah?

Pada kasus ini terdapat infeksi pada gigi molar mandibular dengan ujung akar di

bawah m.mylohyoid, ketika gigi sudah nekrosis, menyebabkan terjadinya abses

periapical. Kumpulan pus pada abses tersebut mengikis tulang alveolar yang

paling tipis sehingga perforasi. Ketika tulang sudah perfor, pus akan menjalar ke

fascia dan mengakibatkan infeksi pada ruang spasia yang menyebabkan gejala

klinis pembengkakan ekstraoral yang nantinya menjadi selulitis.

Factor yang memengaruhi penyebarannya adalah:

1. Virulensi bakteri

2. Pertahanan jaringan

3. Perlekatan otot yang memengaruhi arah penyebaran pus.

2.10 Bagaimana gambaran klinis infeksi pada spasia spasia tersebut?

ANGINA LUDWIG

Definisi

24
Angina Ludwig merupakan peradangan selulitis atau flegmon dari bagian superior

ruang suprahioid. Ruang potensial ini berada antara otototot yang melekatkan

lidah pada tulang hyoid dan otot milohioideus. Ruang ini terdiri dari ruang

sublingual, submental dan submaksilar yang disebut juga ruang submandibular.

Etiologi

Angina Ludwig paling sering terjadi sebagai akibat infeksi yang berasal dari gigi

geligi, tetapi dapat berasal dari proses supuratif nodi limfatisi servikalis pada

ruang submaksilaris. Kuman dapat berupa aerob dan anaerob.

Jika infeksi berasal dari gigi, organisme pembentuk gas tipe anaerob sangat

dominan. Jika infeksi bukan berasal dari daerah gigi, biasanya disebabkan oleh

Streptococcus dan Staphylococcus. Angina Ludwig sering ditemukan pada orang

dewasa muda yang menderita infeksi gigi. Kelainan ini juga ditemukan pada

anak-anak namun jarang terjadi. Etiologi angina Ludwig antara lain karena trauma

25
bagian dalam mulut, karies gigi, infeksi gigi, dan sistem imunitas tubuh yang

lemah, tindik lidah.

Patogenesis

Penyebab abses ini yang paling sering adalah infeksi gigi. Nekrosis pulpa karena

karies dalam yang tidak terawat dan periodontal pocket dalam merupakan jalan

bakteri untuk mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak,

maka infeksi yang terjadi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang

cortical. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan

lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan tubuh.

Odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat (perkontinuitatum), pembuluh

darah (hematogenous), dan pembuluh limfe (limfogenous). Yang paling sering

terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di

antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus. Penjalaran

infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses submukosa, abses

gingiva, cavernous sinus thrombosis, abses labial, dan abses fasial. Penjalaran

infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses subingual, abses submen-tal,

abses submandibular, abses submaseter, dan angina Ludwig. Ujung akar molar

kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea mylohyoidea (tempat

melekatnya m. mylohyoideus) yang terletak di aspek dalam mandibula, sehingga

jika molar kedua dan ketiga terinfeksi dan membentuk abses, pusnya dapat

menyebar ke ruang submandibula dan dapat meluas ke ruang parafaringal.

26
Selain infeksi gigi abses ini juga dapat disebabkan pericoronitis, yaitu suatu

infeksi gusi yang disebabkan erupsi molar ketiga yang tidak sempurna. Infeksi

bakteri yang paling sering oleh streptococcus atau staphylococcus. Sejak semakin

erkembangnya antibiotik, angina Ludwig menjadi penyakit yang jarang.

Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang keras

dari fasia servikal profunda dengan m. digastricus anterior dan tulang hyoid.

Edema dagu dapat terbentuk dengan jelas. Infeksi pada ruang submaksilar

biasanya terbatas di dalam ruang itu sendiri, tetapi dapat pula menyusuri

sepanjang duktus submaksilar Whartoni dan mengikuti struktur kelenjar menuju

ruang sublingual, atau dapat juga meluas ke bawah sepanjang m. hyoglossus

menuju ruang-ruang fasia leher

Gejala

Terdapat nyeri tenggorok dan leher, disertai pembengkakan di daerah

submandibula, yang tampak hiperemis dan keras pada perabaan. Dasar mulut

membengkak, dapat mendorong lidah ke atas belakang, sehingga menimbulkan

sesak napas, karena sumbatan jalan napas. Peradangan pada ruang ini

menyebakan kekerasan yang berlebihan pada jaringan dasar mulut dan mendorong

lidah ke atas dan belakang dan dengandemikian dapat menyebabkan obstruksi

jalan napas secara potensial. Terjadi trismus,demam,serta saliva bertambah.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat sakit gigi, mengorek atau cabut gigi,

gejala dan tanda klinik. Pada “Pseudo Angina Ludovici” dapat terjadi fluktuasi.

27
Ada empat kriteria yang dikemukakan Grodinsky untuk membedakan angina

Ludwig dengan bentuk lain dari infeksi leher dalam. Infeksi pada angina Ludwig

harus memenuhi kriteria:

- Terjadi secara bilateral pada lebih dari satu rongga.

- Menghasilkan infiltrasi yang gangren-serosanguineous dengan atau tanpa

pus.

- Mencakup fasia jaringan ikat dan otot namun tidak melibatkan kelenjar.

- Penyebaran perkontinuitatum dan bukan secara limfatik.

2.11 Jenis pemeriksaan radiologi apa yang dilaksanakan?

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk angina Ludwig adalah CT-scan untuk

deteksi akumulasi cairan,penyebab infeksi serta derajat obstruksi jalan napas,X-

ray posisi lateral dan anteroposterior untuk mengidentifkasi pembengkakan

jaringan lunak,radiografi panoramic untuk mengidentifikasi lokasi abses serta

struktur tulang yang terlibat infeksi,radiografi periapikal untuk identifikasi infeksi

gigi.

28
Gambar: Pada pemeriksaan CT-Scan didapati bahwa terdapat edema,

penumpukan fluid, dan pembengkakan jaringan pada region submandibular.

Terdapat pula pembengkakan pada supraglotik dan udara pada soft tissue. Ada

infiltrasi pada daerah spasia parafaringeal yang bersebelahan. Area subkutan

menunjukkan adanya retikulasi. Saluran pernafasan di orofaringeal menunjukkan

asimetri.

2.12 Apa itu infus glukosa 5% & NaCl?

Terapi Intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke

vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium,

kalium), nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau obat. (Wahyuningsih, 2005 :

68)

Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah

cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh

29
balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.

(Yuda, 2010)

Memasang Infus adalah memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam

pembuluh darah vena dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang lama dengan

menggunakan infus set. (Protap RSUD Indrasari Kabupaten Indragiri Hulu, 2009)

Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak

dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang

dirperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang

diperlukan untuk metabolisme dan memberikan medikasi. (Wahyuningsih, 2005 :

68)

Tujuan Pemberian Terapi Intravena (Infus)

      a.       Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air,

elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori, yang tidak dapat dipertahankan

secara adekuat melalui oral

      b.      Memperbaiki keseimbangan asam-basa

      c.       Memperbaiki volume komponen-komponen darah

      d.      Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh

      e.       Memonitor tekanan vena sentral (CVP)

      f.       Memberikan nutrisi pada saat system pencernaan diistirahatkan

(Setyorini, 2006 : 5)

30
INFUS IV GLUKOSA NaCl / GLUKOSA 10%

Pada umumnya larutan glukosa untuk injeksi digunakan sebagai pengganti

kehilangan cairan tubuh, sehingga tubuh kita mempunyai energi kembali untuk

melakukan metabolismenya dan juga sebagai sumber kalori. Dosis glukosa adalah

2,5-11,5 % (Martindale), pada umumnya digunakan 5 %. Dalam formula ini

ditambahkan NaCl supaya diapat larutan yang isotonis, dimana glukosa disini

bersifat hipotonis. Dalam pembuatan aqua p.i ditambahkan H2O2 yang

dimaksudkan untuk menghilangkan pirogen, serta di dalam pembuatan formula ini

ditambahkan norit untuk menghilangkan kelebihan H2O2.

2.13 Apa itu insisi ekstraoral?

Insisi adalah pembuatan jalan keluar nanah secara bedah (dengan scapel). Insisi

drainase merupakan tindakan membuang materi purulent yang toksik, sehingga

mengurangi tekanan pada jaringan, memudahkan suplai darah yang mengandung

antibiotik dan elemen pertahanan tubuh serta meningkatkan kadar oksigen di

daerah infeksi (Hambali, 2008).

2.14 Apa itu drainase?

Drainase adalah tindakan eksplorasi pada fascial space yang terlibat untuk

mengeluarkan nanah dari dalam jaringan, biasanya dengan menggunakan

hemostat. untuk mempertahankan drainase dari pus perlu dilakukan pemasangan

drain, misalnya dengan rubber drain atau penrose drain, untuk mencegah

menutupnya luka insisi sebelum drainase pus tuntas (Lopez-Piriz et al., 2007).

31
2.15 Bagaimana cara melakukan insisi dan drainase?

Fundamental principle:

1) Meminta medical record pasien

2) Drainase pus dapat dilakukan melalui root canal, insisi intraoral, insisi

ekstraoral dan melalui alveolus dari tindakan ekstraksi

3) Bisa diawali dengan membur gigi penyebab abses saat fase awal inflamasi

untuk mencegah penyebaran inflamasi dan meringankan rasa sakit

4) Pemberian antisseptik

5) Anastesi

6) Perencanaan insisi:

a. Duktus wharton dan stensen, pembuluh darah besar dan saraf

dihindari

b. Insisi dilakukan secara superfisial, di titik paling rendah dari

akumulasi eksudat menggunakan scalpel

7) Insisi harus dilakukan saat pus terakumulasi di jaringan lunak dan

fluktuasi saat palpas. Insisi prematur dapat menyebabkan perdarahan, sakit

dan edema tidak hilang

8) Jika tidak terasa fluktuas, harus mengamati:

a. Titik paling lunak dari bengkak

b. Kemerahhan dari kulit

c. Titik yang paling sakit saat penekanan

32
9) Drainase dari abses diawali dengan memasukan hemostat ke dalam kavitas

dengan paruh yan tertutup lalu menyusuri kavitas dengan paruh terbuka

untuk memfasilitasi pengeluaran pus

10) Penempatan rubber drain di dalam kavtas, lalu dijahit pada salah satu bibir

dari insisi (untuk mengeluarkan pus)

11) Pencabutan gigi

12) Pemberian antibiotik

2.16 Apakah anastesi lokal itu?

Definisi dari anestesi lokal sendiri yaitu kehilangan sensasi pada area tertetu dan

terbatas yang dipersyarafi oleh nervus tertentu pada tubuh akibat depresi eksitasi

ujung serabut saraf ataupun karena inhibisi pada proses konduksi pada nervus

perifer. Obat anestesi lokal menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong

natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi

sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik lokal

setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan

lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf. Dalam kedoteran gigi,

anestesi lokal digunakan untuk mengurangi nyeri sehingga pasien merasa nyaman

saat dilakukan tindakan oleh dokter gigi. Selain itu juga, anestesi lokal dapat

digunakan untuk mengidentifikasikan penyebab nyeri pada wajah. Selain itu juga,

pada anestesi dikenal adanya anestesi topikal yang diaplikasikan pada permukaan

membrane mukosa atau kulit yang kemudian berpenetrasi melewati epidermis dan

menganestesi ujung saraf.

33
2.17 Apa itu anastesi blok?

Anestesi blok adalah penghilangan sensasi rasa pada bagian tubuh tertentu tanpa

menghilangkan kesadaran pasien dan pada sebuah regio tertentu

2.18 Prosedur praanastesi blok?

Sebelum dilakukan pemberian anestesi lokal, operator harus mempertimbangkan

resiko yang dapat terjadi pada pasien. Salah satu contoh, obat-obatan anestesi

lokal memiliki efek samping lain yaitu bronkospasm yang data menyebabkan

hiperventilasi maupun vasodepressor sikop. Oleh karena itu, perlu mengevaluasi

keadaan umum pasien sebelum melakukan tindakan anestesi.

Persiapan pra anestesi ini mencakup tiga persiapan, yaitu:

1) Persiapan diri anestetis

Anestetis harus sehat fisik dan psikis, memiliki pengetahuan dan

keterampilan anestesi yang memadai, dan memiliki mental yang baik

untuk mengatasi apabila terjadi keadaan yang mengancam jiwa pasien.

2) Persiapan alat dan bahan

Alat yang digunakan adalah syringe untuk menyuntikkan bahan atau

agen anestesi lokal ke daerah yang akan dianestesi. Perlu diperhatikan

agar penyuntikan berjalan cepat dan lancar. Setelah itu siapkan mukosa

yang akan disuntik, dan siap dilakukan penyuntikan langsung pada

daerah yang akan dikehendaki.

3) Persiapan pasien

34
Pada persiapan pasien, dilakukan anamnesis yang menanyakan tentang

riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita, obat-obatan yang

sedang dikonsumsi, riwayat alergi, dan juga keluhan-keluhan yang

mungkin dialami oleh pasien. Dalam persiapan pasien ini juga, perlu

ditanyakan tentang ketakutan pasien sebelum dilakukan anestesi

sehingga keadaan psikologis pasien dapat pula dievaluasi. Penyakit-

penyakit yang umumnya ditanyakan kepada pasien dalam evaluasi

praanestesi adalah kelainan jantung, hipertensi, gagal ginjal, diabetes,

penyakit liver, alergi obat, hipotensi, rematik, asma, epilepsi, serta

kelainan darah. Pemeriksaan fisik juga perlu dilakukan, yaitu dengan

inspeksi visual, evaluasi tanda vital, serta status kesehatan fisik

2.19 Apa saja macam anastesi blok dan bagaimana caranya?

Anestesi dibagi menjadi 3:

 Anestesi blok

 Anestesi topical

 Anestesi infiltrasi

Dalam kasus ini, kita memakai anestesi blok. Anestesi blok adalah penghilangan

sensasi rasa pada bagian tubuh tertentu tanpa menghilangkan kesadaran pasien

dan pada sebuah regio tertentu.

Teknik Mental Nerve Block

35
Saraf mental adalah akhiran cabang dari saraf alveolar inferior. Keluar dari

foramen mentale pada atau dekat apeks premolar mandibular, yang menyediakan

inervasi sensoris ke jaringan bukal diatas anterior foramen dan jaringan lunak

dibawah bibir bawah dan dagu pada area injeksi.

Berikut merupakan teknik dalam melakukan anestesi blok saraf mentalis.

(Malamed, 2013)

1. Direkomendasikan jarum pendek 25 atau 27 gauge

2. Area insersi : mucobuccal fold pada atau anterior ke foramen mental.

3. Area target : saraf mental keluar dari foramen mental ( biasanya berada diantara

apeks premolar pertama dan kedua).

4. Landmark : premolar mandibular dan muccobuccal fold.

5. Orientasi bevel : menuju ke tulang selama injeksi.

Prosedur:

36
a. Asumsikan posisi administrator yang benar

(1) Untuk blok saraf insisif kiri dan kanan, administrator pengguna tangan kanan,

duduk dengan nyaman didepan pasien sehingga jarum dapat ditempatkan ke

dalam mulut dibawah garis penglihatan pasien.

(2) Posisi operator duduk dibelakang pasien , namun hal ini dapat menyebabkan

trauma psikologi dikarenakan letak suntikan berada pada garis penglihatan pasien.

b. Posisi pasien

(1) Direkomendasikan terlentang atau hampir terlentang.

(2) Mendekatlah kearah pasien untuk mempermudah akses ke area injeksi.

c. Lokasi foramen mental

(1) Letakan index jari pada mucobuccal fold dan tekan melawan badan mandibula

di area molar pertama.

(2) Pindahkan jari perlahan ke anterior sampai tulang dibawah jari terasa irregular

dan sedkit cekung.

37
(a) Tulang posterior dan anterior ke foramen mental akan teraba halus (smooth)

namun, tulang sekitar foramen akan teraba kasar.

(b) Foramen mental biasanya ditemukan diantara apeks kedua premolar. Namun,

mungkin saja ditemukan lebih ke anterior atau posterior dari sisi ini.

(c) Pasien akan mengeluhkan rasa sakit karena penekanan jari ini Menyebabkan

saraf foramen tertekan kearah tulang.

(3) Jika ada radiografi, letak foramen mental dapat diperkirakan.

d. Persipan jaringan pada area penetrasi.

(1) Keringkan dengan steril gauze.

(2) Aplikasikan topical antiseptic (optional).

(3) Aplikasikan topical anetesi.

e. Dengan index finger kiri tarik bibir bawah

dan jaringan lunak bukal kearah lateral.

(1) Meningkatkan visibilitas.

38
(2) Menegangkan jaringan sehingga penetrasi tidak sebabkan trauma.

f. Orientasi suntikan dengan bevel mengarah ke tulang.

g. Penetrasi membrane mukosa pada lokasi injeksi, pada kanin atau premolar

pertama, arahkan suntikan menuju foramen mental

h. Masukan jarum perlahan sampai mencaoai foramen. Kedalaman penetrasi akan

5-6mm. untuk keberhasilan blok saraf mental tidak perlu mencapai formaen

mental.

i. Aspirasi

j. Jika negative, perlahan alirkan 0,6ml ( kira0kira 1/3 cartridge) dalam 20 detik.

Jika jaringan pada lokasi injesi membengkak , hentikan aliran dan pindahkan

suntikan

k. Tarik suntikan dan segera amankan jarum

l. Tunggu 2-3 menit sebslum memulai prosedur dental

Anestesi blok teknik Akinosi

Teknik ini dilakukan dengan mulut pasien tertutup sehingga baik

digunakan pada pasen yang sulit atau sakit pada waktu membuka mulut.

Prosedur :

1. Pasien duduk terlentang atau setengah terlentang

39
2. Posisi operator untuk rahang kanan atau kiri adalah posisi jam delapan

berhadapan dengan pasien.

3. Letakkan jari telunjuk atau ibu jari pada tonjolan koronoid, menunjukkan

jaringan pada bagian medial dari pinggiran ramus. Hal ini membantu

menunjukkan sisi injeksi dan mengurangi trauma selama injeksi jarum.

4. Gambaran anatomi : - Mucogingival junction dari molar kedua dan molar

ketiga maksila - Tuberositas maksila

5. Daerah insersi jarum diberi antiseptic kalau perlu beri topikal anestesi.

6. Pasien diminta mengoklusikan rahang, otot pipi dan pengunyahan rileks.

7. Jarum suntik diletakkan sejajar dengan bidang oklusal maksila, jarum

diinsersikan posterior dan sedikit lateral dari mucogingival junction molar kedua

dan ketiga maksila.

8. Arahkan ujung jarum menjauhi ramus mandibula dan jarum dibelokkan

mendekati ramus dan jarum akan tetap didekat N. Alveolaris inferior.

9. Kedalaman jarum sekitar 25 mm diukur dari tuberositas maksila.

10. Aspirasi, bila negatif depositkan anestetikum sebanyak 1,5 – 1,8 ml secara

perlahan-lahan. Setelah selesai , spuit tarik kembali.

Kelumpuhan saraf motoris akan terjadi lebih cepat daripada saraf sensoris. Pasien

dengan trismus mulai meningkat kemampuannya untuk membuka mulut.

Teknik Gow-gates

40
Teknik gow-gates memberikan anastesi pada seluruh distribusi V3. Nama lainnya

adalah third division nerve block, atau V3 nerve blovk.

 Saraf yang teranastesi:

1. Inferior alveolar

2. Mental

3. Incisive

4. Lingual

5. Mylohyoi

6. Auriculotemporal

7. Buccal

 Area teranastesi

1. Gigi mandibular sampai midline

2. Buccal mucoperiosteum dan membrane mukosa pada bagian yang

diinjeksi

3. 2/3 anterior lidah dan dasar mulut

4. Jaringan lunak lingual dan periosteum

5. Badan mandibula, bagian inferior ramus

 Indikasi

41
1. Berbagai macam prosedur untuk gigi-gigi mandibula

2. Letika jaringan lunak bukal dianastesi dari molar 3 ke midline

teranastesi

3. Untuk lingual soft tissue

4. Ketika conventional inferior alveolar nerve block tidak berhasil

 Kontraindikasi

1. Infeksi atau inflamasi akut pada daerah injeksi

2. Pasien yang mungkin menggigit bibir atau lidahnya seperti anak kecil

dan orang dewasa yang cacat secara mental

3. Pasien yang tidak dapat membuka mulut lebar

 Keuntungan

1. Hanya membutuhkan satu kali injeksi; buccal nerve block kadang

tidak terlalu dibutuhkan

2. Tingkat kesuksesan tinggi

3. Tingkat aspirasi positif minimal

 Teknik

1. Rekomendasi jarum panjang 25-gauge

42
2. Area insersi : membrane mukosa pada mesial ramus mandibular, diatas

garis dari intertragic notch menuju ke sudut mulut, distal ke molar

kedua maksila

3. Area target : bagian lateral dari leher kondilus, dibawah insersi otot

pterygoid lateral

4. Landmarks

a. Extraoral

1. Batas bawah tragus (intertragic notch) : landmark yang tepat

adalah ditengan meatus auditori ekternal yang bersembunyi

pada tragus: batas bawahnya didapatkan melalui bantuan visual

2. Sudut mulut

43
Gambar: landmark extraoral

b. Intraoral

1. Tinggi injeksi ditetapkan dengan menempatkan ujung jarum

dibawah mesiolingual (mesiopalatal) cuspmolar kedua maksila

2. Penetrasi jaringan lunak distal molar kedua maksila pada

ketinggian didapatkan dalam step sebeumnya

Gambar: Landmark intraoral untuk Gow-Gates mandibular block. Ujung jarum

ditempatkan dibawah cusp mesiolingual M2 RA (A) dan digerakkan ke titik lebih

distal ke molar (B), pertahankan tinggi. Ini adalah titik dimasukannya blok saraf

mandibula Gow-Gates

5. Orientasi bevel : tidak perlu

6. Prosedur

a. Posisi operator yang benar

1. Untuk Gow-Gates kanan dan administrator tangan kanan,

duduk diposisi jam 8 menghadap ke pasien

44
2. Untuk Gow-Gates kiri dan administrator tangan kanan, duduk

diposisi jam 10 menghadap searah dengan arah kepasien

b. Posisi pasien

1. Posisi terlentang (direkomendasikan) atau semi terlentang.

2. Minta pasien untuk memperpanjang lehernya dan mebuka

mulut lebar selama teknik. Kondilus akan terletak lebih ke

bagian depan dan mendekati batang saraf mandibular.

c. Lokalisasi landmark ektraoral

1. Intertragic notch

2. Sudut mulut

d. Tempatkan index finger kiri atau ibujari pada coronoid notch :

determinasi dari coronoid notch tidak terlalu perlu untuk

keberhasilan Gow-Gates, tapi pengalamanpalpasi pada landmark

intraoral mendukung perasaan keamaan sekitar jaringan yang

terretraksi, dan membantu determinasi area penetrasi jarum.

e. Visualisasi landmark intraoral

1. Cusp mesiolingual (mesiopalatal) molar kedua maksila

2. Area penetrasi jarum adalah distal ke molar kedua maksila

f. Persiapkan jaringan untuk penetrasi

45
1. Keringkan jaringan dengan sterile gauze

2. Aplikasikan antiseptic topical

3. Aplikasikan anastesi topical

g. Mengarahkan suntikan (dengan tangan kanan) menju area injeksi

dari sudut

h. Masukan jarum dengan gently ke jaringan pada area injeksi pada

distal molar kedua maksila dengan ketinggian pada cusp

mesiolingual (mesiopalatal)

i. Luruskan jarum dengan bidang perluasan dari sudut mulut ke

intertagic notch darea injeksi. Sejajar dengan sudut antara telinga

dan wajah

j. Mengarahkan suntikan menuju area target di tragus

1. Barel suntikan membentang dalam sudut mulut melewati

premolar, tetapi posisinya mungkin berbeda dari molar ke

46
incisor tergantung pada divergensi ramus yang dinilai oleh

sudut telinga ke wajah

2. Tinggi insersi diatas bidang oklusal mandibular lebih besar (10-

25mm, tergantung ukuran pasien) daripada blok saraf alveolar

inferior

3. Jika hadir molar ketiga mandibular dalam oklusi yang normal,

maka area penetrasi jarum akan berada di distal gigi tersebut

Gambar: Lokasi barel jarum suntik bergantung pada divergensi tragus

k. Perlahan masukan jarum sampai berkontak dengan tulang

1. Leher kondilus berkontak dengan tulang

2. Rata-rata kedalaman penetrasi jaringan lunak ke tulang

adalah 25mm, walau ada beberapa variasi ditemui.

Memberikan pasien penetrasi jaringan lunak yang dalam

pada Gow-Gates akan menyamai dengan teknik blok saraf

3. Kesalan kedua dari kegagalan berkontak dengan tulang

adalah penutupansebagian mulut pasien. Sekali pasien

47
menutup mulut meskipunsediti saja, terjadi 2 hal negative.

Pertama penignkatan penebalan jaringan lunak dan kedua

pergerakan kondilus kearah distal. Kedua hal ini

menyebabkan sulitnya menempatkan jarum pada leher

kondilus

4. Jangan deposit jika belum berkontak dengan tulang

l. Tarik jarum 1mm

m. Aspirasi

n. Jika positif, tarik jarum sedikit, arahkan sudut ke superior,

masukan kembali, re-aspirasi dan jika sekarang negative, alirkan

larutan. Aspirasi positif terjadi pada arterimaksila internal yang

terletal inferior pada area target. Aspirasi positif rata-ratanya adlah

2%

o. Jika negative, perlahan alirkan 1.8ml larutan dalamdurasi 60-90

detik. Gow-Gates merekomendasikan 3ml yang dialirkan. Naum,

ditemukan bahwa 1,8ml larutan biasanya cukup adekuat untuk

memperoleh anestesi klinis yang cukup. Ketika anestesi parsial

terjadi mengkuti administrasi dari 1,8ml, injeksi kedua

direkomendasikan kira-kira 1,2ml

p. Tarik suntikan dan amankan jarum

48
q. Instruksikan pasien untuk tetap membuka mulutnya selama 1-2

menit setelah injeksi untuk mendapatkan penyebaran larutan

anestesi

r. Setelah injeksi selesai, kembalikan posisi pasien tegak atau

semitegak

s. Tunggu minimal 3-5 menit sebelum melakukan prosedur dental.

Onset anestesi dari Gow-Gates kadang terlambat, bisa 5-7 menit,

dikarenakan:

1. Diameter batang saraf pada area injeksi yang lebih besar

2. Jarak (5-10mm) dari area deposisi anestesi ke batang nerve

2.20 Mengapa dilakukan anastesi blok?

Karena cakupan anastesi blok lebih luas dibanding anastesi lainnya

2.21 Bagaimana prosedur pra-ekstraksi?

Prosedur Pra-Ekstraksi (Persiapan Sebelum Ekstraksi)

1. Persiapan pasien

a. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi:

 Anamnesa.

 Inspeksi. Pemeriksaan diawali dengan melihat pasien secara keseluruhan

sebelum melihat pada lokasi penyakit.

49
 Palpasi menggunakan ujung jari untuk merasakan apakah ada

pembengkakan.

 Auskultasi. Biasanya digunakanstetoskop untuk memeriksa suara-suara

abnormal yang dihasilkan oleh tubuh.

b. Riwayat Medis

Riwayat medis merupakan informasi yang sangat berguna bagi dokter untuk

memutuskan apakah seorang pasien dapat menjalani perawatan ekstraksi dengan

aman atau tidak. Riwayat medis dapat diperoleh denganbertanya langsung pada

pasien atau keluarga pasien atau dengan mengisi kuesioner. Beberapa hal yang

perlu ditanyakan dan dicatat adalah :

 Alergi, terutama pada penggunaan antibiotik.

 Pengobatan

 Penyakit yang sedang diderita

 Riwayat pembedahan terdahulu

c. Pemeriksaan penunjang

 Darah

 Urine

 Radiologi

 Histopatologi

d. Konsultasi Medis

Konsultasi medis merupakan suatu permintaan formal terhadap masukan dari

dokter lain. Tujuannya adalah untuk mengurangiresiko dan meningkatkan

kemungkinan keberhasilan pembedahan.

50
e. Persiapan Mental Pasien

Pasien dipersiapkan untuk menghadapi ekstraks karena pasien selalu cemas

apabila mengahadapi suatu penyuntikan, rasa sakit, bahkan terhadap kegagalan

operasi berupa kecacatan bahkan kematian.

f. Informed Consent

Informed consent atau persetujuan atas dasar informasi selalu diperlukan untuk

setiap tindakan medis baik yang bersifat diagnostik maupun terapeutik.

Persetujuan diberikan setelah pasien mendapatkan informasi yang adekuat tentang

perlunya tindakan medis dan resiko yang dapat ditimbulkan.

g. Profilaksis Antibiotik

Penggunaan antibiotik profilaksis dapat mengurangi resiko infeksi pasca ekstraksi

atau adanya infeksi pada gigi sebelum ekstraksi.

h. Premedikasi

Premedikasi merujuk pada pemberian obat-obatan dalam periode 1-2 jam sebelum

induksi anestesi. Tujuan premedikasi adalah :

 Menghilangkan kecemasan dan ketakutan.

 Menimbulkan ketenangan.

 Memberikan analgesia.

 Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas.

 Memperkuat efek hipnotik obat-obatan anestesi umum.

 Mengurangi mual dan muntah pasca bedah.

 Mengurangi volume dan meningkatkan pH lambung.

51
Beberapa obat-obatan yang biasa digunakan dalam premedikasi seperti dari

golongan benzodiazepine (diazepam, lorazepam), buthirofenon, analgesik opioid,

fenotizin, dan antikolinergik (atropine, hioscin, glikopironion).

i. Anestesi Blok

2. Persiapan Operator

Operator mempersiapkan dirinya sendiri untuk menghadapi suatu pembedahan

dengan cara memahami metode ekstraksi, mampu menghadapi komplikasi

ekstraksi dan mampu melakukan perawatan pasca ekstraksi. Operator memakai

masker, mencuci tangan, dan menggunakan handscoon.

3. Persiapan Alat

Alat harus steril dan lengkap. Alat-alat yang digunakan:

a. Tang ekstraksi/Dental Forcep

Klasifikasi tang:

 Untuk gigi tetap

 Untuk gigi sulung

 Untuk gigi rahang atas

 Untuk gigi rahang bawah

Jenis tang:

 Untuk sisa akar

 Untuk gigi bermahkota

Bagian dari tang:

 Paruh

 Engsel

52
 Pegangan

1) Tang ekstraksi rahang atas

Paruh dan pegangan hampir satu garis penuh dan dilihat dari samping seperti garis

lurus.

Untuk gigi yang bermahkota

1. Untuk gigi incisive:

- Paruh dan tangkai 1 garis lurus

- Paruh terbuka

- Untuk ekstraksi gigi 1 2 3

2. Untuk gigi premolar:

- Berbentuk S

- Untuk mencabut gigi 4 5

3. Untuk gigi molar :

Universal : Untuk gigi molar kiri-kanan

Kedua paruh tajam

Spesifik : Untuk gigi molar kiri saja atau kanan saja

Digunakan untuk mencabut gigi 6 7

4. Tang khusus molar tiga :

- Bentuk seperti bayonet

- Paruh ada yang tajam dan tumpul

5. Untuk sisa akar gigi :

- Tang paruhnya tertutup, runcing kearah paruh

2) Tang ekstraksi rahang bawah

53
- Paruh bersudut antara 45º– 90º

- Bentuk tang bawah berbentuk seperti huruf C dan L

b. Elevator

Indikasi penggunaan:

 Untuk ekstraksi gigi yang tak dapat dicabut dengan tang.

 Untuk menggoyangkan gigi sebelum penggunaan dengan tang.

 Untuk mengeluarkan sisa akar.

 Untuk memecah gigi.

 Untuk mengangkat tulang inter radikuler (Cryer)

 Untuk memisahkan gigi dengan gingiva sebelum penggunaan dengan tang

(Bein)

Bahaya-bahaya penggunaan Elevator :

 Dapat merusak gigi.

 Dapat mengakibatkan patah tulang maksila/mandibula.

 Dapat mengakibatkan pecahnya tulang alveolaris.

54
 Dapat merusak jaringan mukosa.

 Dapat mengakibatkan terbukanya sinus maksilaris.

 Dapat mendorong sisa akar ke dalam sinus maksilaris.

Syarat-syarat menggunakan elevator :

 Jangan menggunakan gigi yang berdekatan sebagai titik fulkrum.

 Jangan menggunakan dinding bukal sebagai titikfulkrum.

 Jangan menggunakan dinding lingual sebagai titik fulkrum.

 Harus selalu menggunakan jari tangan sebagai fiksasi untuk menjaga kalau

elevator meleset.

 Pada waktu membuang tulang inter radikuler, jangan merusak jaringan

gigi lainnya.

Klasifikasi elevator:

A. Berdasarkan penggunaan

 Untuk mengeluarkan akar gigi

 Untuk memisahkan muko periosteum

B. Berdasarkan bentuk elevator

 Elevator lurus (Bein)

55
 Elevator angular

 Elevator Cross Bar (Cryer)

Prinsip kerja elevator:

 Lever principle, dengan cara mengcukil

 Wedge principle, dengan cara mendorong

 Wheel & Axle principle, dengan cara memutar

 Kombinasi

2.22 Bagaimana teknik ekstraksi gigi 46?

Ekstraksi Gigi

56
Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana

dan teknik pembedahan. Teknik sederhana dilakukan dengan melepaskan gigi dari

perlekatan jaringan lunak menggunakan elevator kemudian menggoyangkan dan

mengeluarkan gigi di dalam soket dari tulang alveolar menggunakan tang

ekstraksi. Sedangkan teknik pembedahan dilakukan dengan pembuatan flep,

pembuangan tulang disekeliling gigi, menggoyangkan dan mengeluarkan gigi di

dalam soket dari tulang alveolar kemudian mengembalikan flep ke tempat semula

dengan penjahitan.

Alat-alat ekstraksi

Untuk mengekstraksi gigi dari tulang alveolar, perlekatan periodontal harus

dilepaskan dan soket gigi diperbesar untuk mengeluarkan gigi. Untuk mencapai

hal tersebut, banyak instrumen yang telah berkembang.

1. Tang ekstraksi/Dental Forcep

a) Klasifikasi tang :

 Untuk gigi tetap

 Untuk gigi sulung

 Untuk gigi rahang atas

 Untuk gigi rahang bawah

b) Jenis tang :

 Untuk sisa akar

 Untuk gigi bermahkota

57
c) Bagian dari tang

 Paruh

 Engsel

 Pegangan

2. Dental Elevator

 Pegangan

 Shank

 Blade

Tata Cara Pencabutan Gigi Rahang Atas dan Rahang Bawah

Gigi yang erupsi bisa diekstraksi dengan salah satu dari dua teknik utama, yaitu

tertutup atau terbuka. Teknik tertutup dikenal sebagai teknik simpel atau

forceps.Teknik terbuka dikenal sebagai teknik operasi atau flap. Teknik apapun

yang dipilih, ada tiga syarat utama yang diperlukan untuk

mendapatkan ekstraksi yang baik yaitu:

1. Akses dan visualisasi pada daerah yang akan diekstraksi,

2. Jalur yang tidak terhalang untuk mengekstraksi gigi,

3. Penggunaan tenaga yang terkontrol.

Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika ekstraksi antara lain:

1. Posisi untuk ekstraksi.

a. Untuk ekstraksi gigi rahang atas :

1) dental chair diposisikan sekitar 60 derajat terhadap lantai.

58
2) Mulut pasien harus berada pada ketinggian yang sama dengan bahu dokter

gigi.

3) Untuk ekstraksi gigi rahang atas kuadran kanan, kepala pasien mengarah

ke operator, sehingga akses yang cukup dan visualisasi bisa

didapatkan.

4) Untuk ekstraksi gigi anterior rahang atas, kepala pasien diposisikan lurus

ke depan.

5) Untuk ekstraksi gigi rahang atas kuadran kiri, kepala pasien hanya sedikit

diarahkan ke operator.

b. Untuk ekstraksi gigi rahang bawah

1) Pasien diposisikan lebih tegak lurus, sehingga saat mulut dibuka

occlusal plane sejajar dengan lantai.

2) Posisi kursi lebih rendah daripada pada saat ekstraksi rahang atas.

3) Lengan operartor 120 derajat pada siku.

Untuk ekstraksi gigi maksila dan mandibular bagian posterior posisi dokter gigi

berada di sebelah kanan depan. Sementara untuk gigi mandibular bagian

anterior posisi dokter gigi berada di belakang pasien atau di kanan belakang

pasien.

2. Teknik ekstraksi

Tang ekstraksi dipegang dengan tangan yang dominan, dengan ibu jari secara

simultan diletakkan di antara gagang dibelakang engsel, sehingga tekanan yang

diberikan pada gigi dapat dikontrol. Tangan yang non dominan memiliki peran

59
sebagai berikut : membantu gigi sekitarnya dari forceps, membantu

menstabilkan posisi kepala pasien selama proses ekstraksi, memiliki

peran penting pada saat ekstraksi gigi rahang mandibula karena tangan kiri

menyokong dan menstabilkan posisi rahang bawah ketika ekstraksi dilakukan.

1. Menggunakan tang forcep no. 17

2. Letakkan paruh dari tang pada garis servikal gigi, paralel dengan long

axis tanpa memegang tulang atau gingiva.

3. Gerakan ekstraksi insial diberikan dengan perlahan. Secara spesifik

dokter gigi akan memberi tekanan untuk menggerakan gigi ke arah

bukal terlebih dahulu, lalu ke palatal / lingual.

4. Pergerakan harus semakin kuat secara gradual dan tekanan bukal harus

lebih kuat dari tekanan ke palatal Karena tulang bukal lebih tipis dan

lebih elastis dibandingkan tulang palatal.

5. Apabila secara anatomis memungkinkan (gigi hanya memiliki satu

akar) dapat diberikan gerakan putar. Gerakan-gerakan ini akan

mengekspansi tulang alveolar juga akan merusak serat periodontal.

6. Gerakan final ekstraksi adalah gerakan ke arah bukal atau ke labial.

2.23 Bagaimana instruksi pasca ekstraksi?

1. Menggigit kapas atau tampon selama 30 menit sesudah pencabutan gigi.

2. Jangan minum dan makan apapun selama 2 jam segera setelah ekstraksi

gigi.

60
3. Lakukan kompres dengan air es.

4. Lakukan sikat gigi seperti biasa namun sementara menghindari daerah

luka.

5. Tidurlah dengan kepala agak dinaikkan yaitu dengan diganjal satu atau

dua bantal

6. tambahan.

7. Menaati anjuran dan resep yang diberikan oleh dokter.

8. Jangan mengunyah permen karet dan mengisap daerah bekas pencabutan

gigi.

9. Jangan meludah.

10. Jangan berkumur selama 24 jam pertama.

11. Jangan minum alkohol

12. Jangan memberikan rangsangan panas pada daerah pencabutan.

13. Istirahatlah yang cukup.

2.24 Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pasca ekstraksi dan bagaimana

cara menanggulanginya??

1. Pendahuluan

Komplikasi akibat pencabutan gigi dapat terjadi oleh berbagai sebab dan

bervariasi pula dalam akibat yang ditimbulkannya. Komplikasi tersebut kadang-

kadang tidak dapat dihindarkan tanpa memandang operator, kesempurnaan

persiapan dan keterampilan operator. Pada situasi perawatan tertentu sekalipun

persiapan pra operasi telah direncanakan sebaik mungkin untuk mencegah atau

mengatasi kemungkinan timbulnya kesulitan melalui hasil diagnosis secara cermat

61
dan operator telah melaksanakan prinsip-prinsip bedah dengan baik selama

pencabutan gigi. Maka pada makalah ini akan dibahas secara garis besar

mengenai bagaimana mengenali secara dini, mencegah dan mengatasi komplikasi

yang akan terjadi akibat pencabutan gigi.

2. Macam-macam komplikasi

a. Komplikasi lokal

 Komplikasi lokal saat pencabutan gigi.

 Komplikasi lokal setelah pencabutan gigi.

b. Komplikasi sistemik.

3. Jenis komplikasi yang dapat terjadi

a. Kegagalan dari :

 Pemberian anastetikum.

 Mencabut gigi dengan tang atau elevator.

b. Fraktur dari :

 Mahkota gigi yang akan dicabut.

 Akar gigi yang akan dicabut.

 Tulang alveolar.

 Tuberositas maxilla.

 Gigi sebelahnya/gigi antagonis.

62
 Mandibula.

c. Dislokasi dari :

 Gigi sebelahnya.

 Sendi temporo mandibula.

d. Berpindah akar gigi :

 Masuk ke jaringan lunak.

 Masuk ke dalam sinus maxillaris.

e. Perdarahan berlebihan :

 Selama pencabutan gigi.

 Setelah pencabutan gigi selesai.

f. Kerusakan dari :

 Gusi.

 Bibir.

 Saraf alveolaris inferior/cabangnya.

 Saraf lingualis.

 Lidah dan dasar mulut.

g. Rasa sakit pasca pencabutan gigi karena :

 Kerusakan dari jaringan keras dan jaringan lunak.

 Dry socket .

63
 Osteomyelitis akut dari mandibula.

 Arthritis traumatik dari sendi temporo mandibula.

h. Pembengkakan pasca operasi :

 Edema.

 Hematoma.

 Infeksi.

 Trismus.

 Terjadinya fistula oro antral.

 Sinkop.

 Terhentinya respirasi.

 Terhentinya jantung.

 Keadaan darurat akibat anastesi.

4. Penanggulangan komplikasi.

a. Kegagalan anastesi dan pencabutan gigi

Kegagalan anastesi biasanya berhubungan dengan teknik anastesi yang

salah atau dosis obat anastesi tidak cukup. Kegagalan pencabutan gigi, bila gigi

gagal dicabut dengan menggunakan aplikasi tang atau elevator dengan tekanan

yang cukup maka instrumen tersebut harus dikesampingkan dan dicari sebab

kesulitan. Pada kebanyakan kasus lebih mudah dicabut dengan tindakan

pembedahan.

64
b. Fraktur.

 Fraktur mahkota gigi.

Fraktur mahkota gigi selama pencabutan mungkin sulit dihindarkan pada

gigi dengan karies besar sekali atau restorasi besar. Namun hal ini sering juga

disebabkan oleh tidak tepatnya aplikasi tang pada gigi, bila tang diaplikasikan

pada mahkota gigi bukan pada akar atau masa akar gigi, atau dengan sumbu

panjang tang tidak sejajar dengan sumbu panjang gigi. Juga bisa disebabkan oleh

pemilihan tang dengan ujung yang terlalu lebar dan hanya member kontak satu

titik sehingga gigi dapat pecah bila ditekan. Dapat pula disebabkan karena tangkai

tang tidak dipegang dengan kuat sehingga ujung tang mungkin terlepas/bergeser

dan mematahkan mahkota gigi. Selain itu juga fraktur mahkota gigi bisa

disebabkan oleh pemberian tekanan yang berlebihan dalam upaya mengatasi

perlawanan dari gigi. Untuk itulah operator harus bekerja sesuai dengan metode

yang benar dalam melakukan pencabuant gigi. Tindakan penanggulangannya

dapat dilakukan dengan memberitahukan kepada pasien bahwa ada gigi yang

tertinggal kemudian dicari penyebabnya secara klinis dengan melalui bantuan

radiografi. Pemeriksaan dengan radiografi dilakukan untuk memperoleh petunjuk

yang berguna untuk mengidentifikasi ukuran dan posisi fraktur gigi yang

tertinggal. Selanjutnya operator mempersiapkan alat yang diperlukan untuk

menyelesaikan pencabutan dan menginformasikan perkiraan waktu yang

diperlukan untuk tindakan tersebut. Sedangkan metode yang digunakan bisa

dengan cara membelah bifurkasi (metode tertutup) atau dengan dengan

pembedahan melalui pembukaan flap (metode terbuka).

65
 Fraktur akar gigi.

Fraktur yang menyebabkan fraktur mahkota mungkin juga menyebabkan

fraktur akar. Meskipun idealnya semua fragmen akar harus dikeluarkan, tetap i

alangkah bijaksana untuk meninggalkannya pada keadaan-keadaan/kasus-kasus

tertentu. Akar gigi dapat dianggap sebagai fragmen akar gigi bila kurang dari 5

mm dalam dimensi terbesarnya. Pada pasien yang sehat sisa akar dari gigi sehat

jarang menimbulkan masalah dan dalam kebanyakan kasus fragmen akar tersebut

boleh ditinggalkan kecuali bila posisinya memungkinkan untuk terlihat secara

jelas. Pencabutan dari 1/3 apikal akar palatal molar atas bila harus mengikut

sertakan pembuangan sejumlah besar tulang alveolar dan mungkin dipersulit

dengan terdorongnya fragmen kedalam sinus maxlillaris atau menyebabkan

terbentuknya fistula oro antral pada kebanyakan kasus lebih baik dipertimbangkan

untuk ditinggalkan dan tidak diganggu. Dan jika diindikasikan untuk dikeluarkan

sebaiknya didahului dengan pemeriksaan radiografi dan dilakukan oleh operator

yang berpengalaman dengan menggunakan teknik pembuatan flap.

 Fraktur tulang alveolar.

Fraktur tulang alveolar dapat disebabkan oleh terjepitnya tulang alveolar

secara tidak sengaja diantara ujung tang pencabut gigi atau konfigurasi dari akar

gigi itu sendiri, bisa pula bentuk dari tulang alveolar yang tipis atau adanya

perubahan patologis dari tulang itu sendiri. Penanggulangannya dengan cara

membuang fragmen alveolar yang telah kehilangan sebagian besar perlekatan

periosteal dengan menjepitnya dengan arteri klem dan melepaskannya dari

66
jaringan lunak. Selanjutnya bagian yangtajam bisa dihaluskan dengan bone file

dan dapat dipertimbangkan apakah diperlukan penjahitan untuk mencegah

perdarahan.

 Fraktur tuber maxillaris

Fraktur tuber maxillaris kadang-kadang dapat terjadi karena penggunaan

elevator yang tidak terkontrol, dapat pula disebabkan geminasi patologis antara

gigi molar kedua atas yang telah erupsi dengan gigi molar ketiga atas yang tidak

erupsi. Penanggulangannya maka kita harus meninggalkan pemakaian tang atau

elevator dan dibuat flap muko periosteal bukal yang luas, tuber yang fraktur dan

gigi tersebut kemudian dibebaskan dari jaringan lunak pada palatal dengan alat

tumpul (raspatorium) dan kemudian gigi dikeluarkan dari soketnya. Flap jaringan

lunak kemudian dilekatkan satu sama lain dan dijahit.

 Fraktur gigi yang berdekatan atau gigi antagonis.

Fraktur seperti ini dapat dihindarkan dengan cara pemeriksaan pra operasi

secara cermat apakah gigi yang berdekatan dengan gigi yang akan dicabut

mengalami karies, restorasi besar, atau terletak pada arah pencabutan. Bila gigi

yang akan dicabut merupakan gigi penyokong jembatan maka jembatan harus

dipotong dulu dengan carborundum disk atau carborundum disk intan s ebelum

pencabutan. Bila gigi sebelahnya terkena karies besar dan tambalannya goyang

atau overhang maka harus diambil dulu dan ditambal denga tambalan semenatra

sebelum pencabutan dilakukan. Tidak boleh diaplikasikan tekanan pada gigi yang

berdekatan selama pencabutan dan gigi lain tidak boleh digunakan sebagai

67
fulkrum untuk elevator kecuali bila gigi tersebut juga akan dicabut pada

kunjungan yang sama. Gigi antagonis bisa fraktur jika gigi yang akan dicabut

tiba-tiba diberikan tekanan yang tidak terkendali dan tang membentur gigi

tersebut. Teknik pencabutan yang terkontrol secara cermat dapat mencegah

kejadian tersebut. Penggunaan mouth gags dan penyangga gigi yang tidak

bijaksana dapat menyebabkan kerusakan pada gigi lain selain gigi yang akan

dicabut, terutama pada anastesi umum. Adanya gigi dengan restorasi besar atau

gigi goyang, mahkota tiruan atau jembatan harus dicatat dan diperhatikan oleh

anastesi. Gigi-gigi tersebut harus dihindarkan bila mungkin dan mouth

gags/pengganjal gigi dipasang ditempat yang aman dari hal-hal diatas.

 Fraktur mandibula.

Fraktur mandibula dapat terjadi bila digunakan tekanan yang berlebihan

dalam mencabut gigi. Bila tidak dapat dicabut dengan tekanan sedang maka harus

dicari penyebabnya dan diatasi. Selain itu juga bisa disebabkan oleh adanya hal-

hal patologis yang melemahkan misalnya, adanya otseoporosis senile,atrofi,

osteomyelitis, post terapi radiasi atau osteo distrofi seperti osteitis deforman,

fibrous displasia, atau fragile oseum. Fraktur mandibula pada saat pencabutan gigi

bisa pula disebabkan oleh gigi yang tidak erupsi, kista atau tumor. Pada keadaan

tersebut pencabutan gigi hanya boleh dilakukan setelah pemeriksaan radiografis

yang cermat serta dibuat splint sebelum operasi. Pasien harus diberitahu sebelum

operasi tentang kemungkinan fraktur mandibula dan bila komplikasi ini terjadi

penanganannya harus sesegera mungkin. Untuk alasan-alasan tersebut sebagian

besar dapat ditangani dengan baik oleh ahli bedah mulut. Bila fraktur terjadi pada

68
praktek dokter gigi maka dilakukan fiksasi ekstra oral dan pasien dirujuk

secepatnya ke Rumah Sakit terdekat yang ada fasilitas perawatan bedah mulut.

c. Dislokasi.

 Dislokasi dari gigi yang berdekatan.

Dislokasi dari gigi yang berdekatan selama pencabutan ini dapat dihindari

dengan menggunakan elevator yang tepat dan sebagian besar tekanan dititik

beratkan pada septum interdental. Selama penggunaan elevator jari harus

diletakkan pada gigi yang berdekatan dengan gigi yang akan dicabut untuk

mendeteksi adanya kegoyangan pada gigi yang berdekatan dengan gigi yang akan

dicabut.

 Dislokasi dari sendi temporo mandibula.

Dapat terjadi pada pasien dengan riwayat dislokasi rekuren tidak boleh

dikesampingkan. Komplikasi ini pada pencabutan dapat dicegah bila pembukaan

rahang bawah tidak sampai maksimal dan bila rahang bawah dipegang (fiksasi)

dengan baik oleh operator selama pencabutan. Dislokasi dapat pula disebabkan

oleh penggunaan mouth gags yang ceroboh. Jika terjadi dislokasi maka mouth

gags harus dikurangi regangannya. Cara penanggulangan dislokasi temporo

mandibular joint operator berdiri didepan pasien dan menempatkan ibu jarinya

kedalam mulut pada Krista oblique eksterna, dilateral gigi molar bawah yang ada,

dan jari-jari lainnya berada ditepi bawah mandibula secara ekstra oral, tekan

kebawah dari kedua ibu jari, kemudian dorong ke posterior, kemudian lepaskan

69
sehingga rahang oklusi selanjutnya dilakukan fiksasi dengan elastic verban

(fiksasi ekstra oral). Kemudian pasien diingatkan agar tidak membuka mulut

terlalu lebar atau menguap terlalu sering selama beberapa hari pasca operasi.

Perawatan dislokasi temporo mandibular joint tidak boleh terlambat karena dapat

menyebabkan spasme otot akibatnya mempersulit pengembalian sendi temporo

mandibular joint pada tempatnya kecuali dibawah anastesi umum.

d. Berpindahnya akar gigi.

 Masuknya akar gigi ke dalam jaringan lunak.

Berpindahnya akar gigi masuk kedalam jaringan lunak merupakan

komplikasi yang biasanya terjadi karena akar gigi tidak dipegang secara efektif

pada keadaan lapang pandang yang terbatas. Komplikasi ini dapat dihindari bila

operator mencoba untuk memegang akar dengan pandangan langsung.

 Masuknya akar gigi ke dalam sinus maxillaris.

Komplikasi ini biasanya pada pencabutan gigi premolar/molar rahang atas

dan yang lebih sering akar palatal. Adanya sinus yang besar adalah faktor

predisposisi tapi insiden ini dapat dikurangi bila petunjuk sederhana ini

diperhatikan :

1. Jangan menggunakan tang pada akar gigi posterior atas kecuali bila panjang

gigi atau akar gigi terlihat cukup besar baik dalam arah palatal dan bukal,

sehingga ujung tang dapat mencengkram akar gigi dan operator dapat melihatnya

dengan jelas.

70
2. Tinggalkan 1/3 ujung akar palatal molar atas bila tertinggal selama pencabutan

dengan tang kecuali bila ada indikasi positif untuk mengeluarkannya.

3. Jangan mencoba mencabut akar gigi atas yang patah dengan memasukkan

instrument kedalam soket. Bila di indikasikan unutk pencabutan sebaiknya dibuat

flap muko periosteal yang luas dan buang tulang secukupnya sehingga elevator

dapat dimasukkan diatas permukaan akar yang patah sehingga semua tekanan

dapat dialihkan pada akar gigi yang tertinggal dan cenderung menggerakkannya

kebawah jauh dari sinus. Adanya riwayat perforasi sinus dari riwayat pencabutan

sebelumnya tidak boleh diabaikan, karena kemungkinan pasien memiliki sinus

maxillaris yang besar. Bila akar masuk ke sinus maxillaris maka pasien harus

dirujuk ke ahli bedah mulut atau ahli THT dan tindakan pencabutan gigi serta

penutupan fistula oro antral dilakukan dengan anastesi umum.

e. Perdarahan berlebihan.

Perdarahan berlebihan mungkin merupakan komplikasi pencabutan gigi. Oleh

karena itu anamnesis harus dilakukan secara cermat untuk mengungkap adanya

riwayat perdarahan sebelum melakukan pencabutan gigi. Bila pasien mengatakan

belum pernah mengalami perdarahan berlebihan maka harus dicari keterangan

yang lebih terperinci mengenai riwayat tersebut. Perhatikan secara khusus

hubungan waktu antara perdarahan dengan lamanya pencabutan (trauma jaringan)

dan banyaknya perdarahan dan pemeriksaan laboratorium harus dilakukan

(diindikasikan). Riwayat keluarga pasien yang pernah mengalami perdarahan

akibat suatu tindakan operasi juga amat penting. Pasien dengan adanya riwayat

71
diatas harus dirujuk ke ahli hematologi untuk dilakukan pemeriksaan lebih cermat

sebelum tindakan pencabutan gigi dilakukan. Bila pasien memiliki riwayat

perdarahan pasca pencabutan maka sangat bijaksana jika membatasi jumlah gigi

yang akan dicabut pada kunjungan pertama dan menjahit jaringan lunak serta

memonitor penyembuhan pasca pencabutan gigi. Bila tidak terjadi komplikasi

maka jumlah gigi yang akan dicabut pada kunjungan berikutnya dapat

ditingkatkan secara perlahan-lahan. Perembesan darah secara konstan selama

pencabutan gigi dapat diatasi dengan aplikasi gulungan tampon atau dengan

penggunaan suction. Perdarahan yang lebih parah dapat diatasi dengan pemberian

tampon yang diberi larutan adrenalin : aqua bidest 1 : 1000 dan dibiarkan selama

2 menit dalam soket. Perdarahan yang disebabkan pembuluh darah besar jarang

terjadi dan bila ini terjadi maka pembuluh darah tersebut harus ditarik dan dijepit

dengan arteri klem kemudian dijahit/cauter. Perdarahan pasca operasi dapat terjadi

karena pasien tidak mematuhi instruksi atau sebab lain yang harus segera

ditemukan. Cara penanggulangan komplikasi seperti pada kebanyakan kasus

disarankan untuk melakukan penjahitan pada muko periosteal, jahitan horizontal

terputus paling cocok dan untuk tujuan ini harus diletakkan pada soket sesegera

mungkin. Tujuan dari penjahitan ini adalah bukan untuk menutup soket tetapi

untuk mendekatkan jaringan lunak diatas soket untuk mengencangkan muko

perioteal yang menutupi tulang sehingga menjadi iakemik. Karena pada

kebanyakan kasus perdarahan tidak timbul dari soket tetapi berasal dari jaringan

lunak yang berada disekitarnya, selanjutnya pasien diinstruksikan untuk

menggigit tampon selama 5 menit setelah penjahitan. Bila perdarahan belum

72
teratasi maka kedalam soket gigi dapat dimasukkan preparat foam gelatin atau

fibrin (surgicel, kalsium alginat) setelah itu pasien disuruh menggigit tampon dan

kemudian dievaluasi kembali dan bila tetap tidak dapat diatasi sebaiknya segera

dirujuk ke Rumah sakit terdekat untuk memperoleh perawatan lebih intensif lagi.

f. Kerusakan.

Kerusakan pada gusi.

Dapat dihindari dengan pemilihan tang secara cermat serta teknik pencabutan gigi

yang baik. Bila gusi menempel pada gigi yangakan dicabut dari soketnya, gusi

harus dipisahkan secara hati-hati dari gigi dengan menggunakan r aspatorium

(dengan gunting/scalpel) sebelum gigi dikeluarkan.

Kerusakan pada bibir.

Bibir bawah dapat terjepit diantara pegangan tang dengan gigi anterior, bila tidak

diperhatikan dengan baik. Tangan operator yang terampil dapat membuat bibir

bebas dari kemungkinan tersebut.

Kerusakan saraf alveolaris inferior.

Kerusakan dapat dicegah atau dikurangi hanya dengan diagnosis pra operasi dan

pembedahan secara cermat.

Kerusakan saraf mentalis.

Kerusakan saraf mentalis dapat terjadi selama pencabutan gigi premolar bawah

atau oleh infeksi akut jaringan disekitarnya.

73
Kerusakan saraf lingualis.

Saraf lingualis dapat rusak oleh pencabutan dengan trauma yang besar pada gigi

molar bawah dimana jaringan lunak lingual terkena bor sebelum pembuangan

tulang.

Kerusakan pada lidah dan dasar mulut.

Lidah dan dasar mulut tidak akan mengalami kerusakan jika aplikasi tang dan

penggunaan elevator dilakukan secara hati-hati dan terkontrol. Komplikasi ini

lebih banyak terjadi pada pencabutan gigi dengan anastesi umum. Jika operator

menggunakan elevator tanpa kontrol yang tepat maka dapat meleset mengenai

lidah atau dasar mulut, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.

Perdarahan dapat diatasidengan menarik lidah dan penjahitan.

g. Rasa sakit pasca operasi.

Rasa sakit pada jaringan keras.

Rasa sakit dapat diakibatkan trauma jaringan keras karena terkena instrument atau

bor yang terlalu panas selama pembuangan tulang. Dengan pencegahan secara

teknis melalui irigasi dan menghaluskan tepi tulang tajam dengan bone file serta

membersihkan soket tulang setelah pencabutan dapat menghilangkan

kemungkinan penyebab rasa sakit pasca pencabutan gigi.

Kerusakan jaringan lunak.

Kerusakan jaringan lunak dapat terjadi oleh beberapa sebab misalnya insisi yang

kurang dalam sehingga bentuk flapnya compang camping yang membuat proses

penyembuhan menjadi lambat. Flap yang terlalu kecil retraksi untuk

74
membesarkan flap mungkin diperlukan, dan bila jaringan lunak tidak

dilindungiseperlunya maka jaringan lunak bisa tersangkut bor.

Dry Socket.

Keadaan klinis merupakan osteitis yang terlokalisir yang melibatkan semua atau

sebagian tulang padat pembatas soket gigi atau lamina dura. Penyebabnya tidak

jelas tetapi terdapat banyak faktor predisposisi seperti faktor infeksi sebelum,

selama atau setelah pencabutan gigi merupakan faktor pemicu namun

banyak juga gigi dengan abses dan infeksi dicabut tanpa menyebabkan dry

socket. Meskipun benar bahwa setelah penggunaan tekanan yang berlebihan

selama pencabutan gigi dapat menimbulkan rasa sakit yang berlebihan tetapi ini

tidak selalu terjadi, dan komplikasi ini dapat juga terjadi pada pencabutan gigi

yang sangat mudah.

Banyak ahli menduga bahwa pemakaian vaso konstriktor dalam larutan anastesi

lokal dapat memicu terjadinya dry socket dengan mempengaruhi aliran darah

dalam tulang, dan keadaan ini lebih sering terjadi pada pencabutan gigi dibawah

anastesi lokal dibandingkan dengan anastesi umum. Komplikasi dry socket lebih

sering terjadi pada pencabutan gigi bawah dari pada gigi atas.

Cara penanggulangannya bila terjadi dry socket adalah ditujukan untuk

menghilangkan sakit dan mempercepat penyembuhan. Soket harus diirigasi

dengan larutan normal saline hangat dan semua bekuan darah degenerasi dikuret.

Tulang yang tajam dihaluskan dengan bone file/knabel tang kemudian diberi resep

antibiotika dan analgetika yang adekuat.

75
h. Pembengkakan pasca operasi.

 Edema.

Pembengkakan pasca operasi selama pencabutan gigi dapat menimbulkan edema

traumatik sehingga menghambat penyembuhan luka. Hal ini biasanya disebabkan

trauma instrumen tumpul, retraksi berlebihan dari flap yang tidak baik atau

tersangkut putaran bor merupakan faktor predisposisi keadaan ini.

 Hematoma.

Penjahitan yang terlalu kencang dapat menyebabkan pembengkakan pasca

operatif akibat edema atau terbentuk hematoma dapat menyebabkan robeknya

jaringan lunak serta putusnya ikatan jahitan.

 Infeksi.

Penyebab yang sering terjadi pembengkakan pasca operasi adalah infeksi pada

daerah bekas pencabutan karena masuknya mikroorganisme yang patogen. Bila

terdapat pus dan fluktuasi positif harus harus dilakukan insisi dan drainase serta

pemberian antibiotika yang adekuat. Sedang jika infeksi cukup parah atau telah

meluas ke submaxilla dan sublingual sebaiknya segera dirujuk ke Rumah Sakit

yang mempunyai fasilitas Bedah Mulut.

 Trismus.

Trismus dapat didefinisikan sebagai ketidak mampuan membuka mulut akibat

spasme otot. Keadaan ini dapat disebabkan edema pasca operasi, pembentukan

hematoma atau peradangan jaringan lunak. Pasien dengan arthritia traumatik sendi

temporo mandibular joint juga dapat memiliki keterbatasan membuka mulut

76
(gerakan mandibula). Terapi trismus bervariasi tergantung penyebabnya. Kompres

panas/penyinaran dengan solux atau kumur-kumur dengan normal saline hangat

dapat mengurangi rasa sakit pada kasus ringan, tapi pada kasus lain kadang-

kadang diperlukan pemberian antibiotika, anti inflamasi atau analgetika yang

mengandung muscle relaxan, neurotropik vitamin atau dirujuk kepada spesialis

bedah mulut ahli temporo mandibular joint untuk mengurangi gejalanya.

 Terjadinya fistula oro antral.

Bila terjadi komplikasi tersebut maka harus segera dilakukan penutupan dengan

flap muko periosteal (merujuk ke ahli bedah mulut/THT)

 Sinkop (takut berlebihan/over ansieti).

Serangan sinkop ini mempunyai gejala-gejala pusing, lemah, mual diiringi kulit

menjadi pucat, dingi dan berkeringat kemudian dilanjutkan dengan kehilangan

kesadaran. Pertolongan pertama harus dilakukan dengan secepatnya dan

sedetikpun pasien tidak boleh lepas dari pengawasan/kehilangan komunikasi

verbal. Kepala pasien direndahkan dengan merubah posisi sandaran kursi. Pakaian

pasien dilonggarkan, kepala dimiringkan perhatikan jalan nafas. Jika pasien sudah

sadar baru diberikan cairan yang mengandung glukosa. Biasanya kesembuhan

pasien spontan dan terkadang pencabutan gigi dapat dilanjutkan. Jika kesadaran

tidak kembali maka pertolongan pertama harus segera diberikan karena penyebab

pingsan mungkin bukan berasal dari sinkop. Dan harus segera diberikan oksigen

serta pertolongan medis lain harus segera dipanggil. Bila pernafasan terhenti

dengan tanda-tanda otot skelet menjadi lemah dan pupil dilatasi (melebar) maka

77
pasien harus segera dibaringkan dilantai dan jalan nafas harus dilapangkan dengan

mengeluarkan semua peralatan atau benda asing dan kemudian dilakukan resusitasi.

2.25 Apa saja penyebab pembengkakan selain gigi berlubang?

 Infeksi.

 Peradangan.

 Trauma berulang misal akibat tergigit.

 Efek samping obat-obatan.

 Kekurangan vitamin.

 Kanker mulut.

2.26 Bagaimana bisa terjadi abses?

Proses abses merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah

penyebaran atau perluasan infeksi ke bagian lain tubuh. Organisme atau benda

asing membunuh sel-sel lokal yang pada akhirnya menyebabkan pelepasan

sitokin. Sitokin tersebut memicu sebuah respon inflamasi (peradangan), yang

menarik kedatangan sejumlah besar sel-sel darah putih (leukosit) ke area tersebut

dan meningkatkan aliran darah setempat.

Struktur akhir dari suatu abses adalah dibentuknya dinding abses, atau kapsul,

oleh sel-sel sehat di sekeliling abses sebagai upaya untuk mencegah pus

menginfeksi struktur lain di sekitarnya. Meskipun demikian, seringkali proses

enkapsulasi tersebut justru cenderung menghalangi sel-sel imun untuk

menjangkau penyebab peradangan

78
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi

bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi

infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan

dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh

dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan

bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang

membentuk nanah, yang mengisi rongga tersebut.

Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong.

Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas

abses, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi

lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam maka infeksi bisa menyebar di dalam

tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses.

d. Gejala

Gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu

organ atau saraf, karena abses merupakan salah satu manifestasi peradangan maka

manifestasi lain yang mengikuti abses dapat merupakan tanda dan gejala dari

proses inflamasi, gejalanya bisa berupa :

1)      Nyeri

2)      Nyeri tekan

3)      Teraba hangat

4)      Pembengkakan

79
5)      Kemerahan

6)      Demam

Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai suatu

benjolan. Jika abses akan pecah maka daerah pusat benjolan akan lebih putih

karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum

menimbulkan gejala seringkali terlebih dahulu tumbuh menjadi lebih besar. Abses

dalam lebih mungkin menyebarkan infeksi ke seluruh tubuh.

2.27 Perbandingan tanda klinis abses dan selulitis?

Selulitis Abses
Lokasi Difus Terlokalisir
Durasi 1-5 hari 4-10 hari
Ukuran Besar Kecil
Palpasi Indurasi Fluktuasi
Kehadira Tidak ada Ada
n Pus
Tingkat Lebih Tidak
keparahan berbahaya darurat
Sakit Berat, Sedang,
difus terlokalisir

2.28 Apa yang dimaksud dengan fascia dan spasia?

Fascia adalah suatu balutan jaringan pengikat yang mengelilingi struktur (seperti

pelapis pada otot), dapat menyebabkan peningkatan spasia (space) jaringan yang

potensial dan jalur yang menyebabkan penyebaran infeksi.

80
Spasia wajah adalah ruangan potensial yang dibatasi, ditutupi, atau dilapisi oleh

lapisan jaringan ikat. Lapisan-lapisan pada fascia menghasilkan spasia pada wajah

yang kesemuanya terisi dengan jaringan pengikat longgar areolar.

Spasia wajah adalah area fascia-lined yang dapat dikikis atau membengkak berisi

eksudat purulent. Spasia ini tidak tampak pada orang yang sehat namun menjadi

berisi ketika orang sedang mengalami infeksi. Ada yang berisi struktur

neurovascular dan disebut kompartemen, dan ada pula yang berisi loose areolar

connective tissue disebut cleft.

2.29 Apa yang dimaksud spasia primer dan sekunder dan jelaskan apa saja

yang termasuk spasia tersebut?

Spasia diklasikfikasikan menjadi spasia primer dan spasia sekunder. Spasia primer

diklasifikasikan lagi menjadi spasia primer maxilla dan spasia primer mandibula.

Spasia primer maxilla terdapat pada canine, buccal, dan ruang infratemporal.

Sedangkan spasia primer mandibula terdapat pada submental, buccal, ruang

submandibular dan sublingual. Infeksi juga dapat terjadi di tempat-tempat lain

yang disebut sebagai spasia sekunder, yaitu pada Masseteric, pterygomandibular,

superficial dan deep temporal, lateral pharyngeal, retropharyngeal, dan

prevertebral.

 Spasia kanina

Spasia kanina merupakan ruang tipis di antara levator angulioris dan M. labii

superioris. Spasia kanina terbentuk akibat dari infeksi yang terjadi pada gigi

caninus rahang atas. Gigi caninus merupakan satu-sarunya gigi dengan akar yang

81
cukup panjang untuk menyebabkan pengikisan sepanjang tulang alveolar superior

hingga otot atau facial expression. Infeksi ini mengikis bagian superior hingga ke

dasar M. levator anguli oris dan menembus dasar M. levator labii superior.

Ketika spasia ini terinfeksi, gejala klinisnya yaitu pembengkakan pipi bagian

depan dan swelling pada permukaan anterior menyebabkan lipatan nasolabial

menghilang. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang daerah

infraorbital dan sinus kavernosus.

 Spasia bukal

Spasia bukalis terikat pada permukaan kulit muka pada aspek lateral dan M.

buccinators dan berisi kelenjar parotis dan n. facialis. Spasia dapat terinfeksi

akibat perpanjangan infeksi dari gigi maxilla dan mandibula. Penyebab utama

infeksi spasia bukal adalah gigi-gigi posterior, terutama Molar maxilla. Spasia

bukal menjadi berhubungan dengan gigi ketika infeksi telah mengikis hingga

menembus tulang superior hingga perlekatan M. buccinators.

Gejala infeksi yaitu edema pipi dan trismus ringan. Keterlibatan spasia bukal

dapat menyebabkan pembengkakan di bawah lengkung zygomatic dan daerah di

atas batas inferior dari mandibula. Sehingga baik lengkung zygomatic dan batas

inferior mandibula Nampak jelas pada infeksi spasi bukal.

 Spasia mastikasi (masseter, pterygoid, temporal)

Jika infeksi spasia primer tidak ditangani secara tepat, infeksi dapat meluas ke

arah posterior hingga melibatkan spasia facial sekunder. Ketika spasia sekunder

82
telah ikut terlibat, infeksi menjadi lebih berat, dapat menyebabkan komplikasi

hingga kematian, dan lebih sulit untuk ditangani. Hal ini dikarenakan spasia

sekunder dikelilingi oleh jaringan ikat fascia yang sedikit sekali mendapat suplai

darah. Sehingga infeksi pada spasia ini sulit ditangani tanpa prosedur pembedahan

untuk mengeluarkan eksudat purulen.

Spasia masseter Spasia masseter berada di antara aspek lateral mandibula dan

batas median m. masseter. Infeksi ini paling sering diakibatkan penyebaran infeksi

dari spasia bukalis atau dari infeksi jaringan lunak di sekitar Molar ketiga

mandibula. Ketika spasia masseter terlibat, area di atas sudut rahang dan ramus

menjadi bengkak. Inflamasi m. masseter ini dapat menyebabkan trismus

Spasia pterygomandibular Spasia pterygomandibular berada ke arah median dari

mandibula dan ke arah lateral menuju m. pterygoid median. Area ini merupakan

area tempat penyuntikan larutan anastesi local disuntikan ketika dilakukan block

pada saraf alveolar inferior. Infeksi pada area ini biasanya merupakan penyebaran

dari infeksi spasia sublingual dan submandibula.

Infeksi pada area ini juga sering menyebabkan trismus pada pasien, tanpa disertai

pembengkakan. Ini lah yang menjadi dasar diagnosa pada infeksi ini

Spasia temporal Spasia temporal berada pada posterior dan superior dari spasia

master dan pterygomandibular. Dibagi menjadia dua bagian oleh m. temporalis.

Bagian pertama yaitu bagian superficial yang meluas menuju m. temporalis,

sedangakn bagian kedua merupakan deep portion yang berhubungan dengan

spasia infratemporal. infeksi ini, baik superficial maupun deep portion hanya

83
terlihat pada keadaan infeksi yang sudah parah. Ketika infeksi sudah melibatkan

spasia temporalis, itu artinya pembengkakan sudah terjadi di sepanjang area

temporal ke arah superior menuju arcus zygoamticus dan ke posterior menuju

sekeliling mata.

Spasia masseter, pterygomandibular, dan temporal juga dikenal sebagai spasia

matikator. Spasia ini saling berhubungan, sehingga ketika salah satunya

mengalami infeksi maka spasia lainnya berkemungkinan juga terkena infeksi

 Spasia submandibula dan sublingual

Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi berasal

dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah m. mylohyoid dan dari

pericoronitis. Gejala infeksi berupa pembengkakan pada daerah segitiga

submandibula leher disekitar sudut mandibula, perabaan terasa lunak dan adanya

trismus ringan.

Kedua spasia ini terbentuk dari perforasi lingual dari infeksi molar mandibula, dan

dapat juga disebabkan infeksi pada premolar. Yang membedakan infeksi tersebut

apakah submandibula atau siblingual adalah perlekatan dari M. mylohyoid pada

ridge mylohyoid pada aspek medial mandibula. Jika infeksi mengikis medial

aspek mandibula di atas garis mylohyoid, artinya infeksi terjadi pada spasia

lingual (sering terjadi pada gigi premolar dan molar). Sedangkan jika infeksi

mengikis aspek medial dari inferior mandibula hingga mylohyoid line , spasia

submandibular pun dapat terkena infeksi.

84
Molar ketiga mandibula paling sering menjadi penyebab spasia primer mandibula.

Sedangkan molar kedua mandibula dapat mengakibatkan baik spasia sublingual

maupun submandibular.

Spasia sublingual berada di antara mucosa oral dasar mulut dan m. mylohyoid.

Batas posteriornya terbuka hingga berhubungan langsung dengan spasia

submandibular dan spasia sekunder mandibula hingga aspek posterior. Secara

klinis, pada infeksi spasia sublingual sering terlihat pembengkakan intraoral,

terlihat pada bagian yang terinfeksi pada dasar mulut. Infeksi biasanya menjadi

bilateral dan lidah menjadi terangkat (meninggi)

Spasia submandibula berada di antara m. mylohyoid dan lapisan kulit di atasnya

serta fascia superficial. Batas posterior spasia submandibula berhubungan dengan

spasia sekunder dari bagian posterior rahang. Infeksi pada submandibular

menyebabkan pembengakakan yang dimulai dari batas inferior mandibula hingga

meluas secara median menuju m. digastricus dan meluas ke arah posterior menuju

tulang hyoid.

Ketika bilateral submandibula, sublingual dan submentalis terkena infeksi, inilah

yang disebut dengan Ludwig’s angina. Infeksi ini menyebar dengan cepat kea rah

posterior menuju spasia sekunder mandibula.

Sulit menelan hampir selalu terjadi pada infeksi ini, disertai dengan elevasi dan

displacement lidah serta pengerasan superior submandibula hingga tulang hyoid

85
Pasien yang mengalami infeksi ini biasanya mengalami trismus, mengeluarkan

saliva, kesulitan menelan bahkan bernafas yang dapat berkembang menjadi

obstruksi nafas atas yang dapat menyebabkan kematian.

 Spasia submental

Spasia submental berada di antara anterior bellies dari m. digastricus dan di antara

m. mylohyoid dengan kulit di atasnya. Spasia ini biasanya terjadi karena infeksi

dari incisor mandibula. Incisor mandibula cukup panjang untuk dapat

menyebabkan infeksi mengikis bagian labial dari tulang apical hingga perlekatan

m. mentalis. Gejala infeksi berupa bengkak pada garis midline yang jelas di

bawah dagu. Infeksi juga dapat terjadi pada batas inferior mandibula hingga ke m.

submentalis

 Ludwig’s Angina

Definisi Ludwig’s Angina ialah keadaan dimana adanya sepsis cellulitis di regio

submandibular. Kebanyakan kasus, penyakit ini disebabkan oleh infeksi gigi

molar rahang bawah hingga dasar mulut (akar gigi melekat pada otot mylohyoid)

karena ekstraksi. Infeksi ini berbeda dari jenis cellulitis post-ekstraksi lainnya. Hal

utama yang membedakannya adalah:

Indurasinya kuat. Adanya gangrene dengan keluarnya cairan serosanguinous yang

meragukan ketika dilakukan incise dan tidak jelas apakah itu adalah pus.

Spasia yang terlibat (submandinular, submental, sublingual) terbentuk bilateral.

86
Pasien biasanya dalam kondisi openmouth, dasar mulutnya elevasi dan lidahnya

protusi. Kondisi ini yang menyebabkan pasien sulit bernafas.

Etiologi Infeksi ini disebabkan oleh streptokokus hemolitik, walaupun bisa jadi

disebabkan pula oleh miksturasi antara bakteri aerob dan anaerob.

Gejala dan tanda klinis: sakit dan bengkak pada leher, leher menjadi merah,

demam, saliva bertambah, lidah bergerak kaku, dan ada edematous di larynx,

lemah, lesu, mudah capek, rasa dingin, bingung dan perubahan mental, dan

kesulitan bernapas (gejala ini menunjukkan adanya suatu keadaan darurat) yaitu

obstruksi jalan nafas. Pasien Ludwig`s angina akan mengeluh bengkak yang jelas

dan lunak pada anterior leher, jika dipalpasi tidak terdapat fluktuasi.

Terapi Pada kasus ini pasien dapat diberi antibiotik dengan spektrum luas dan

terapi suportif. Pada kasus akut dilakukan tracheostomy. Jika tidak ada progress,

dapat dilakukan pembedahan dengan dua alasan:untuk melepaskan tekanan

jaringan dan drainase.

Komplikasi Komplikasi paling serius dari Ludwig`s angina adalah adanya

penekanan jalan nafas akibat pembengkakan yang berlangsung hebat dan dapat

menyebabkan kematian.

 Spasia faringeal

Batas anatomi Spasia ini perluasan dari dasar tengkorak di tulang sphenoid

menuju tulang hyoid di inferior dan terletak antara otot pterygoid medial di aspek

lateral dan superior faringeal konstriktor aspek medial. Di bagian depan dibatasi

87
oleh pterygomandibular raphe dan meluas ke bagian posteriomedia fascia

prevertebral. Prosessus styloid, associated muscles, dan facia membagi spasia ini

menjadi kompartemen anterior yang mengandung selubung carotid dan beberapa

nervus cranial.

Gejala dan tanda klinis infeksi Tanda klinis yang terlihat ialah trismus yang cukup

berat yang merupakan keterlibatan otot pterygoid media; pembengkakan leher

lateral, terutama sudut inferior mendibula; dan pembengkakan dinding faringeal

lateral.ke arah midline. Pasien dengan kasus ini biasanya sulit menelan dan

demam.

 Spasia retrofaringeal

Batas anatomi Spasia ini terletak di belakangan jaringan lunak aspek posterior

faring. Di bagian depan dibatasi oleh konstriktor faringeal superior; bagian muka

dan posterior oleh alar layer fascia prevetebral. Spasia ini berawal dari dasar

tengkoran dan meluas ke arah inferior di vertebra C7 atau T1, di mana fascia alar

menyatu dengan fascia buccopharyngeal

Gejala dan tanda klinis infeksi (1)Obstruksi jalan nafas atas yang serius sebagai

hasil dari displacement anterior dari dinding faringeal posterior ke arah faring.

(2)Rupturnya abses spasia retrofaringeal dengan masuknya pus ke paru-paru

 Mediastinitis

Lokasi anatomi mediastinum Mediastinum adalah ruang ekstrapleura yang

dibatasi sternum di sebelah depan, kolumna vertebralis di sebelah belakang,

88
pleura mediastinal di sebelah lateral kiri dan kanan, di superior oleh “thoracic

inlet” dan di inferior oleh diafragma. Mediastinum terdiri dari tiga area :

anterosuperior mediastinum, middle mediastinum, posterior mediastinum.

Mediastinitis adalah peradangan di daerah mediastinum yang terdiri dari

mediastinitis akut dan kronik (fibrosing mediastinitis).

Penyebaran infeksi Dalam kasus ini faktor penyebab diperkirakan berasal dari

otitis media yang berkembang menjadi mastoiditis lalu menyebabkan osteitis dan

periostitis yang akan mendestruksi korteks dari mastoid lalu menyebar melalui

fasia leher ke dalam mediatinum.

Gejala dan tanda klinis Pada kasus ini dijumpai gejala klinis berupa demam hilang

timbul, sesak nafas, nyeri menelan serta riwayat penyakit penyerta berupa

diabetes, mastoiditis kronis dan infeksi telinga, pada pemeriksaan fisik tak

didapatkan kelainan. Gejala klinis ini sesuai dengan kepustakaan dimana demam

yang ditimbulkan bersifat lowgrade dan dapat menjadi hectic bila kontaminasi

terhadap mediastinum terus berlangsung, gejala lainnya dapat berupa

pembengkakan pada daerah leher, nyeri pada substernal, nyeri pada prekordial

dalam, punggung dan epigastrium yang dapat menyerupai gejala akut abdomen.

Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai panas tinggi, takikardi, edema dari leher

dan kepala, emfisema subkutan. Pada orang dewasa distress pernafasan dapat

terjadi yang mengindikasikan terjadinya pneumotorak atau efusi pleura sedangkan

pada anak – anak dapat terjadi pernafasan stakato akibat nyeri saat bernafas.

89
Terapi pembedahan dengan kombinasi penggunaan antibiotik dalam kasus ini

sudah tepat yaitu untuk drainase abses sesuai dengan kepustakaan yang

mengatakan drainase abses dapat dengan torakotomi seperti kasus diatas

khususnya pada pasien yang sakit berat atau melalui pendekatan

cervicomediastinal dimana insisi pararel dengan M. sternokleidomastoideus, lalu

diretraksi ke lateral, maka terdapat akses ke sarung karotis dan ruang pretrakeal

serta retroviseral, cara ini dapat digunakan untuk drainase mediastinum sampai ke

level vertebra torakal empat di posterior dan percabangan trakea di anterior.

Aspek inferior mediastinum harus di drainase transpleura / ekstrapleura, melalui

bidang posterior dari iga yang bersangkutan. 1,2 Walaupun saat ini telah

diperkenalkan berbagai cara pencucian mediastinum yaitu : pendekatan

subxiphoid, median sternotomy dan thorakoskopi, tetapi posterolateral torakotomi

tetap di rekomendasikan dan merupakan kombinasi terbaik dengan CT scan toraks

serial walaupun gejala klinis dari infeksi tak ditemukan. Trombolitik intrapleura

dengan dosis urokinase 5400 IU/Kg/hari dapat digunakan untuk penanganan

komplikasi mediastinitis berupa empiema sehingga cairan dapat di drainase

melalui selang WSD.

90
BAB 3

PEMBAHASAN

Pemeriksaan diawali dengan pemeriksaan subjektif antara dokter dan pasien.

mengeluhkan adanya pembengkakan disudut kiri dan kanan yang meluas sampai

dagu sejak 3 hari yang lalu. Pembengkakan terasa sakit dan disertai demam.

Pasien mengeluh sulit membuka mulut dan beberapa hari sebelum terjadi

pembengkakan, pasien mengeluh gigi geraham kanan bawah sakit berdenyut

karena berlubang besar. Pada pemeriksaan objektif ditemukanlah identifikasi

masalah berdasarkan hasil pemeriksaan klinis ekstra oral dan intraoral,

pemeriksaan radiologi ditemukan adanya pembengkakan yang difus, indurated,

hiperemis diregion submandibula kiri dan kanan yang terasa sakit saat palpasi,

palpasi tidak tampak adanya fluktuasi dan trismus ± 1 jari, hasil pemeriksaan

radiologis ditemukan mahkota gigi 46 radiolusen sampai kamar pulpa, jumlah

akar 2, lamina dura dan membran periodontal menghilang pada 1/3 akar mesial

dan distal, dan pada bagian periapikal gigi 46 terdapat gambaran radiolusen difus.

Keadaan oral dan keluhan yang dihadapi oleh pasien memiliki hubungan

dengan gigi 46 pasien yang mengalami abses. Abses tersebut menyebar dan

memasuki spasia submandibula sehingga tedapat pembengkakan. Dari keadaan

tersebut dapat disimpulkan bahwa penyakit yang dialami tuan Ludi adalah

Ludwig Angina

91
Ludwig angina merupakan peradangan selulitis atau flegmon dari bagian

superior ruang suprahioid. Ruang potensial ini berada antara otot-otot yang

melekatkan lidah pada tulang hyoid dan otot milohioideus. Ruang ini terdiri dari

ruang sublingual, submental dan submaksilar yang disebut juga ruang

submandibular.

Untuk mengobati Ludwig angina diberikan insisi ekstraoral dan

memasang drain untuk proses drainase selama 24-48 jam, tindakan selanjutnya

adalah mencabut gigi penyebab dengan menggunakan metoda atau anastesi blok

rahang bawah dan setelah pencabutan tersebut pasien diberikan antibiotik dan

analgesik kembali

92
BAB 4

KESIMPULAN

Tn. Ludi usia 58 tahun datang ke RSGM dengan keluhan pembengkakan

disudut kiri dan kanan yang meluas sampai dagu sejak 3 hari yang lalu.

Pembengkakan terasa sakit dan disertai demam. Pasien mengeluh sulit membuka

mulut dan beberapa hari sebelum terjadi pembengkakan, pasien mengeluh gigi

geraham kanan bawah sakit berdenyut karena berlubang besar. Tn. Ludi

didiagnosa mengalami Angina Ludwig sehingga dokter yang bertugas melakukan

insisi ekstraoral dan memasang drain untuk proses drainase selama 24-48 jam,

tindakan selanjutnya adalah mencabut gigi penyebab dengan menggunakan

metoda atau anastesi blok rahang bawah dan setelah pencabutan tersebut pasien

diberikan antibiotik dan analgesik kembali.

93
DAFTAR PUSTAKA

Peterson L.J.,2003, Contemporary Oral Maxillofacial Surgery, 4 th ed.,

Mosby

Pedersen,1998, Oral Surgery 1st ed Philadelphia, W.B Saunders Co.

Topazian, R.G & Golberg, M H, 2002, Oral and Maxillofacial Infection,

WB Saunders, Philadelphia

Pedlar, et al, 2001, Oral Maxillofacial Surgery. WB Saunders, Spanyotl

Neville, et al, 2004, Oral and Maxillofacial Pathology. WB Saunders,

Philadephia

94

Anda mungkin juga menyukai