Anda di halaman 1dari 69

REFERAT

ILMU BEDAH
CLEFT LIP AND PALATE

Pembimbing :
dr. Adinda Widita, SpB-RE

Penyusun :
Salma Arini Putri
2019.04.2.0360

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM HAJI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH

2020
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
CLEFT LIP AND PALATE

Judul Referat “CLEFT LIP AND PALATE” telah diperiksa dan


disetujui sebagai salah satu tugas baca dalam rangka menyelesaikan studi
kepaniteraan Dokter Muda di bagian Ilmu Kedokteran Penyakit Bedah
Rumah Sakit Umum Haji Surabaya

Surabaya, Februari 2021


Pembimbing

dr. Adinda Widita, SpB-RE

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga dapat menyelesaikan referat dengan
topik “CLEFT LIP AND PALATE”. Referat ini disusun sebagai salah satu
tugas wajib untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Bedah
Rumah Sakit Umum Haji Surabaya, dengan harapan dapat dijadikan
sebagai tambahan ilmu yang bermanfaat bagi pengetahuan penulis
maupun pembaca.
Pada kesempatan kali ini, penyusun ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar besarnya kepada dr. Adinda Widita, SpB-RE selaku
dokter pembimbing yang telah memberi arahan serta masukan kepada
penyusun sehingga penyusun mampu menyelesaikan referat ini.
Dalam penyusunan referat ini penyusun menyadari adanya
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, sehingga referat
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat
diperlukan untuk kesempurnaan referat ini. Akhir kata, semoga referat ini
berguna bagi kita semua. Atas perhatiannya, penyusun mengucapkan
terima kasih.

Surabaya, Februari 2021


Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................................ iii

DAFTAR ISI.............................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... v

DAFTAR TABEL ..................................................................................... vii

BAB 1 ........................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

BAB 2 ........................................................................................................ 3

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3

2.1 Definisi ....................................................................................... 3

2.2 Epidemiologi .............................................................................. 3

2.3 Embriologi.................................................................................. 5

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko ....................................................... 8

2.5 Patogenesis ............................................................................. 12

2.6 Klasifikasi................................................................................. 13

2.7 Gambaran Klinis ...................................................................... 20

2.8 Diagnosis ................................................................................. 24

2.9 Komplikasi ............................................................................... 27

2.10 Pengobatan dan Manajemen .................................................. 29

2.11 Pencegahan ............................................................................. 58

BAB 3 ...................................................................................................... 60

KESIMPULAN ......................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 61

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perkembangan Embriologi Pada Wajah Usia Gestasional


28 Hari Sampai 10 Minggu ..................................................... 7
Gambar 2.2 Sistematic Perkembangan Craniofacial ............................ 8
Gambar 2.3 Palatum Plates dan Palatum Sekunder ........................... 14
Gambar 2.4 Klasifikasi Veau ................................................................. 15
Gambar 2.5 Klasifikasi Kernahan Striped Y dan LASHAL.................. 16
Gambar 0.6 Klasifikasi LASHAL ........................................................... 17
Gambar 2.7 Contoh Penulisan Sesuai LASHAL .................................. 17
Gambar 2.8 Tipe Dari CLeft Lip ............................................................ 20
Gambar 2.9 Bayi dengan bibir sumbing dan celah palatum unilateral
lengkap. ................................................................................. 22
Gambar 2.10 Bayi dengan Incomplete Cleft Lip .................................. 22
Gambar 2.11 Bayi dengan bibir sumbing mikroform.......................... 23
Gambar 2.12 Bayi 2 Minggu dengan Asimteris Cleft Lip dan Palatum
................................................................................................ 23
Gambar 2.13 USG Pada 16 minggu ...................................................... 25
Gambar 2.14 Gambaran MRI Pada Bayi ............................................... 26
Gambar 2.15 ASI pada Bayi dengan Cleft Lip ..................................... 36
Gambar 2.16 ASI pada Bayi dengan Celah Bibir, Palatum Mole dan
Durum .................................................................................... 37
Gambar 2.17 Anatomi Hidung dan Celah Komplit Bilateral ............... 41
Gambar 2.18 Desain Cheilorapy Unilateral.......................................... 42
Gambar 2.19 Flap Muskulus Vermillion Lateral .................................. 43
Gambar 2.20 Flap Setelah Dieksisi Kulit.............................................. 44
Gambar 2.21 Back Cut Incision ............................................................ 44
Gambar 2.22 Pengguntingan Mukosa Vestibulum Nasi ..................... 45
Gambar 2.23 Mempertukan Flap Lateral dan Medial .......................... 46
Gambar 2.24 Penjahitan Kartilago Ala ................................................. 46
Gambar 2.25 Desain Cheiloraphy Bilateral.......................................... 48
Gambar 2.26 Insisi pada Cheiloraphy Bilateral ................................... 49

v
Gambar 2.27 Membebaskan Philtrum .................................................. 49
Gambar 2.28 Penjahitan Mukosa .......................................................... 51
Gambar 2.29 Desain Insisi Palatum ..................................................... 54
Gambar 2.30 Penjahitan Palatum dan Hasil Palatoraphy ................... 56
Gambar 2.31 Desain dan Hasil Palatoraphy Celah Inkomplit............. 57
Gambar 2.32 Desain dan Hasil Palatoraphy Celah Inkomplit............. 57

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Epidemiologi Cleft Lip and Palate .......................................... 5


Tabel 2.2 Gen Pada Clefting Syndrom ................................................... 9
Tabel 2.3 Terapi Surgical Pada Cleft Lip dan Palatum Berdasarkan
Usia ........................................................................................ 30
Tabel 2.4 Botol Sendok Untuk Bayi Cleft Lip dan Palatum ................ 34

vii
BAB 1

PENDAHULUAN

Cleft Lip and Cleft Palate (CLP) atau Orofacial Cleft yang biasa
dikenal dengan bibir sumbing adalah suatu kondisi defek lahir dimana
terbentuknya pembukaan atau belahan yang tidak wajar pada bibir atau
palatum. Terdapat beberapa jenis dari defek CLP yaitu Cleft Lip (CL)
dimana ini terjadi belahan hanya pada bibir saja, Cleft palate (CP) dimana
keadaan ini terjadi belahan pada daerah palatum dan yang terakhir adalah
cleft lip palate (CLP), ini keadaan terjadi belahan menyeluruh dari palatum
sampai dengan ke bibir (Marie M Tolarova, MD, PhD, 2020)
Prevalensi keseluruhan dari CLP diperkirakan sekitar dari 1 dari 700
kelahiran hidup. Seperti yang dialporkan dari WHO bahwa prevalensi CLP
saat lahir sangat bervariasi diseluruh dunia yaitu berskiasar 3,4-22,9 per
10.000 kelahiran untuk CL ataupun CP dan 1,3-25,3 per 10.000 kelahiran
untuk Cleft Palate Alone (CPO) Berdasarkan data yang ada dilaporkan
bahwa Cl atau CP memiliki angka kejadian lebih tinggi dibandingkan
dengan CPO. Prevalensi ditemukan bervariasi berdasarkan keturunan,
dengan tingkat insiden tertinggi diamati diantara populasi Asia (0,82-4,04
per 1000 kelahiran hidup), tingkat menengah di antara kaukasia (0,9-2,69
per 1000 kelahiran hidup) dan tingkat terendah di antara populasi Afrika
yaitu (0,18-1,67 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan prevalensi sumbing
di Indonesia menurut Riskesdas 2013, persentase kecacatan anak usia 24-
59 bulan karena bibir sumbing sebesar 0,08%. Prevalensi tertinggi adalah
di Jakarta sebesar 13,9%. Di Indonesia penderita kelainan sumbing bibir di
Indonesia bertambah rata-rata 7.500 orang per tahun. Sumbing bibir dan
palatum (46%), sumbing palatum (33%), dan sumbing bibir (21%). Sumbing
satu sisi 9 kali lebih banyak daripada sumbing pada dua sisi.Sisi kiri lebih
sering terjadi dibanding sisi kanan.Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin
di pernaiki karena akan mengganggu pada waktu menyusui dan akan

1
mempengarui pertumbuhan normal rahang serta perkembangan bicara.
(Ahmed, Bui and Taioli, 2017).
Efek pada kemampuan berbicara, pendengaran, penampilan dan
psikologis dapat mengarah pada kondisi kesehatan dan integrase sosial
yang buruk pada penderita. Biasanya anak dengan kelainan ini
membutuhkan perawatan multidisiplin sejak lahir hingga dewasa dan
memiliki morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingan dengan
individu tanpa kelainan bawaan. Adanya kelainan struktural yang menyertai
akan mempengaruihi dari manajemen pasien dan keberhasilan prosedur
perawatan yang dilakukan, sekalipun kemudahan akses terhadap
perawatan telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, pencegahan
menjadi tujuan utama dalam perawatan kelainan bawaan ini (Dewi, 2019)

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Cleft Lip and Palate (CLP) adalah kondisi adanya celah
abnormal pada bibir bagian atas dan atap dari mulut yang terjadi
ketika beberapa bagian gagal untuk bergabung bersama selama
awal kehamilan. Bibir dan palatum berkembang secara terpisah
sehingga memungkinkan bayi untuk dilahirkan hanya dengan cleft
lip, hanya cleft palatum atau kombinasi dari keduanya. Kelainan ini
adalah jenis kelainan congenital yang disebabkan oleh adanya
gangguan dalam pembentukan organ tubuh, wajah pada masa
kehamilan awaly
Definisi dari Cleft Lip (CL) adalah kegagalan fusi proses
frontonasal dan processus maxillaris yang menghasilkan celah
pada tingkat yang berbeda beda melalui bibir,alveolus dan dasar
hidung (celah yang tidak meluas melalui dasar hidung) sedangkan
celah yang lengkap menyiratkan kurangnya koneksi antara basis
alar dan medial labial. Sedangkan Cleft Palate adalah kegagalan
fusi palatum yang mengakibatkan celah pada palatum durum dan
atau palatum mole, hal ini dipengaruhi oleh waktu dalam
perkembangan embriologis ketika terjadi gangguan pada
perkembangan. (Vyas et al., 2020)

2.2 Epidemiologi
Insiden dari CL/P bervariasi tergantung pada etnis,lokasi
dan geografis dan faktor sosial ekonomi. Insiden CL / P bervariasi
tergantung pada etnis, lokasi geografis, dan faktor sosial ekonomi.
Tingkat CL / P yang dilaporkan tertinggi di antara penduduk asli
Amerika, 3,6 / 1000 bayi baru lahir; diikuti oleh Jepang, 2.1 / 1000
bayi baru lahir; Cina, 1,7 / 1000 bayi baru lahir; dan Kaukasia, 1,0 /
1000 bayi baru lahir. Variasi geografis juga terlihat sebagai variasi
jenis kelamin anak-anak juga diamati dengan jenis kelamin 2: 1 laki-

3
laki-perempuan keturunan Asia yang lahir di Amerika Serikat
menunjukkan insiden CL / P yang lebih rendah dibandingkan
dengan anak-anak Asia lahir di negara asal etnis mereka. Studi
epidemiologi juga mengungkapkan insiden CL / P yang lebih tinggi
pada tingkat sosial ekonomi yang lebih rendah.
Dominasi CL / P versus dominasi jenis kelamin pria-wanita
1: 2 untuk CP. Fusi yang tertunda dari palatum pada wanita telah
diusulkan sebagai faktor penyebab tingginya insiden cleft palatum
pada wanita. Secara morfologis, celah unilateral kiri adalah yang
paling umum diikuti oleh celah unilateral kanan dan celah bilateral
dengan rasio 6:3:1. Fenomena ini mungkin berasal dari
embriogenesis karena proses palatina kiri mencapai posisi
horizontal setelah proses palatina kanan, sehingga meningkatkan
insidensi celah langit-langit unilateral kiri.
CL / P memiliki etiologi multifaktorial, yang terdiri dari faktor
lingkungan dan genetik. Untuk keluarga dengan riwayat CL / P,
risiko pada anak berikutnya tergantung pada keterlibatan keluarga.
Jika satu anak atau satu orang tua memiliki CL / P, maka ada risiko
4% untuk anak-anak berikutnya. Jika dua anak menderita CL / P,
risikonya meningkat menjadi 9%. Jika satu anak dan orang tua
memiliki CL / P, maka risikonya meningkat menjadi 17%. Untuk
pasien dengan etiologi sindrom untuk CL / P, seperti sindrom van
der Woude, risiko untuk anak-anak berikutnya mengikuti pola
pewarisan Mendelian. Oleh karena itu, jika salah satu orang tua
menderita sindrom van der Woude (warisan dominan autosomal),
risiko anak-anak berikutnya dilahirkan dengan CL / P adalah
50%.(Ettinger and Buchman, 2020)

4
Tabel 2.1 Epidemiologi Cleft Lip and Palate

2.3 Embriologi
Selama minggu ketiga kehamilan, proliferasi neural crest
yang berasal dari mesenkim dari lengkung faring pertama dan
kedua membentuk tonjolan frontonasal, pasangan rahang atas, dan
rahang bawah. Sel-sel krista saraf dalam struktur primordial ini
akhirnya berdiferensiasi menjadi otot rangka, jaringan ikat, tulang,
dan tulang rawan yang menyusun wajah. Pada akhir minggu
keempat kehamilan, plasoda hidung berkembang di bagian depan
frontonasal dan membentuk lubang hidung. Tonjolan jaringan di
sepanjang medial dan lateral dari lubang ini membentuk tonjolan
hidung medial dan lateral (Gambar 2.2). Penonjolan hidung medial
berfungsi sebagai prekursor ujung hidung, columella, philtrum, dan
premaxilla. (Ettinger and Buchman, 2020).
Penonjolan hidung lateral adalah pendahulu dari ala hidung.
Selama 2 minggu berikutnya, tonjolan rahang atas yang
berpasangan tumbuh dan mendorong tonjolan hidung medial ke
arah garis tengah dan akhirnya melenyapkan celah antara bagian
tengah hidung yang menonjol dan bagian atas rahang atas.
Kegagalan menonjolnya medial hidung dan menonjolnya rahang

5
atas yang menyatu menimbulkan berbagai bentuk bibir sumbing.
Oleh karena itu, bibir atas merupakan struktur komposit yang terdiri
dari filtrum dari tonjolan hidung medial yang menyatu dan elemen
bibir lateral dari prominensia rahang atas (lihat Gambar 2.2). Bibir
dan rahang bawah berasal dari prominensa rahang bawah bilateral,
yang menyatu melintasi garis tengah (Ettinger and Buchman,
2020).
Palatogenesis dimulai selama minggu keenam
perkembangan dan bertepatan dengan pertumbuhan medial
prominensia rahang atas. Saat tonjolan hidung medial didorong ke
arah garis tengah, mereka menyatu untuk membentuk segmen
intermaxillary. Segmen intermaxillary terdiri dari komponen labial
luar yang membentuk filtrum dan komponen palatal tulang bagian
dalam yang mencakup empat gigi seri rahang atas dan langit-langit
primer yang terletak di anterior foramen insisivus. Porsi langit- langit
posterior foramen incisive berasal dari dua pertumbuhan dari
prominensa rahang atas berpasangan yang disebut lateral palatine
shelves . Pertumbuhan awal palatine shelves miring ke bawah di
kedua sisi lidah embriologis. Pada minggu ketujuh perkembangan,
palatine shelves mengasumsikan orientasi horizontal, tepat
sebelum kiri, dan menyatu di garis tengah satu sama lain dan
septum hidung.
Dengan demikian, garis tengah palatal menyatu ke arah
anterior ke posterior dengan fusi palatum durum selesai pada
minggu ke 10 dan fusi palatum molle dicapai pada minggu ke 12.
Kegagalan fusi sepanjang sumbu palatum primer ke sekunder
menyebabkan timbulnya celah langit- langit dan menjelaskan
berbagai derajat fenotipe langit-langit mulut. Obstruksi langsung
fusi rak palatina juga terlibat dalam urutan Pierre Robin, di mana
hasil rahang bawah kecil dalam retroposisi lidah (glossoptosis) dan
celah langit-langit yang berasal dari obstruksi mekanis daripada
dari kegagalan fusi embriologis (Ettinger and Buchman, 2020)

6
Peristiwa molekuler yang mendasari proses seluler ini,
Mereka berada di bawah kendali serangkaian gen yang ketat yang
mencakup faktor pertumbuhan fibroblast (FGFs), sonic hedge-hog
(SHH), protein morfogenik tulang (BMP), dan anggota dari faktor
pertumbuhan transformasi beta (TGF-β) superfamili dan faktor
transkripsi lainnya. (Chigurupati, Heggie and Bonanthaya, 2020)

Gambar 2.1 Perkembangan Embriologi Pada Wajah Usia


Gestasional 28 Hari Sampai 10 Minggu

7
Gambar 2.2 Sistematic Perkembangan Craniofacial
2.4 Etiologi dan Faktor Resiko
Cleft disebut sindrom, jika pasien memiliki lebih dari satu
malformasi yang melibatkan lebih dari satu bidang perkembangan.
Penyebab sindrom sumbing meliputi: kelainan kromosom, kelainan
gen tunggal, sindrom teratogenik, dan sindrom sumbing dengan
penyebab yang tidak diketahui. Aspek genetik dari beberapa
sindrom dengan sumbing ditinjau pada Tabel 2.2. Celah dikatakan
non-sindrom, jika hanya ada satu malformasi, atau jika ada beberapa
anomali yang dihasilkan dari satu kejadian awal / malformasi primer
yang melibatkan lebih dari satu bidang perkembangan (Prabhu et al.,
2012)

8
Tabel 2.2 Gen Pada Clefting Syndrom

CLP non-sindrom adalah sifat kompleks dengan etiologi


multifaktorial, yang dihasilkan dari interaksi gen-gen dan gen-
lingkungan. Identifikasi gen yang berkontribusi pada asal mula cleft
orofasial akan membantu dalam diagnosis dini, pencegahan
penyakit, atau mungkin mengembangkan terapi tambahan.
Perkiraan terbaru menunjukkan bahwa dari 3-14 gen berkontribusi
pada cleft lips dan cleft palatum. Kandidat gen dan lokus yang
bertanggung jawab untuk CLP non-sindrom telah diidentifikasi pada
kromosom 1, 2, 4, 6, 11, 14, 17, dan 19. Dua gen IRF6 dan MSX-1
sekarang tampaknya menjelaskan sekitar 15% dari isolated CLP.
Kontributor penting CL / P adalah varian dari gen interferon
regulator growth factor (IRF 6), yang fungsinya berkaitan dengan
pembentukan jaringan ikat. Mutasi pada IRF6 menyebabkan Van
der Woude dan sindrom pterigium poplitea. Mutasi pada gen lain,

9
TBX22, FGFR1, dan P63, juga berkontribusi pada sumbing
sindrom. Sinyal faktor pertumbuhan transformasi berran beta-3
(TGF-β3) berperan dalam patogenesis celah langit-langit. (Prabhu
et al., 2012; Ahmed, Bui and Taioli, 2017)
• Faktor Resiko
Faktor lingkungan yang dicurigai untuk terjadinya CL/P dan CP
ternasuk riwayat keluarga, nutrisi ibu dan paparan agen
teratogenik. Bibir atas dan palatum akan berkembang pada 7 dan
9 minggu setelah pembuahann oleh karena itu faktor resiko harus
ada sebelum waktu tersebut untuk mempengaruhi resiko CL/P
dan CPO. (Ahmed, Bui and Taioli, 2017)
o Faktor Keturunan
Meningkat pada generasi pertama, kedua dan ketiga dan
kembar identic dengan CL/P dan CP bahkan dengan kasus
CL/P non syndromic. Namun beberapa kasus menunjukkan
pola pewarisan mendelian yang sebenarnya. Begitu orang
tua memiliki anak dengan sumbing, risiko memiliki anak
kedua dengan sumbing adalah sekitar 2–5%, dan setelah
dua anak yang terkena risiko itu meningkat menjadi 9-12% .
Pada bayi kembar dengan CLP dan mereka dengan CP
terisolasi, kecocokan jauh lebih besar untuk kembar
monozigot daripada kembar dizygotic. Orang tua dan dewasa
muda harus diberi konseling yang tepat oleh ahli genetika
sehingga mereka berada dalam posisi yang lebih baik untuk
membuat keputusan tentang kehamilan di masa depan.
o Penggunaan Narkoba
Penggunaan obat pada ibu tampaknya hanya memainkan
peran kecil untuk asal celah orofasial, tetapi penelitian telah
menunjukkan bahwa penggunaan antagonis folat ibu (asam
valproat dan karbamazepin), inhibitor reduktase dihidrofolat
(trimetoprim, triamterene, dan sulfasalazine),
benzodiazepine, obat anti-inflamasi nonsteroid, retinoid, dan

10
kortikosteroid dikaitkan dengan peningkatan yang nyata pada
celah bibir dan palatum
o Penyakit ibu
Peningkatan risiko memiliki anak dengan CL / P atau CP
pada wanita dengan diabetes nongestasional atau
hipertermia ibu ditandai dengan baik. sebuah penelitian yang
dilakukan di Hongaria menemukan peningkatan risiko CL / P
untuk anak-anak yang lahir dari ibu dengan influenza, flu
biasa, herpes orofasial, dan gastroenteritis selama
kehamilan, CP posterior pada ibu dengan influenza, sinusitis,
dan bronkitis, dan OFC. pada ibu dengan epilepsi atau
angina pektoris
o Asupan gizi ibu
Secara khusus, kekurangan vitamin B9, yang lebih
dikenal sebagai folat (atau bentuk sintetisnya, asam folat),
dalam makanan ibu telah lama dikaitkan dengan risiko
malformasi bawaan. Hubungan antara asupan folat ibu dan
penurunan risiko memiliki anak dengan CL / P atau CP
sebelumnya telah dibuktikan. Namun, penelitian tidak secara
konsisten mengaitkan asam folat dengan OFC seperti halnya
dengan cacat neural tube. Laporan sebelumnya telah
menunjukkan asupan vitamin selain folat pada ibu, seperti
vitamin B lainnya (misalnya riboflavin), zat besi, zinc, dan
asam amino kolin, metionin, dan sistein, dikaitkan dengan
penurunan risiko memiliki anak dengan CL / P atau CP
Vitamin A diketahui memainkan peran penting dalam
perkembangan janin. Asupan vitamin A yang kurang dan
berlebihan meningkatkan risiko cacat lahir, termasuk OFC,
pada hewan dan juga manusia. Tetapi jumlah asupan harian
yang tepat belum ditetapkan.

o Paparan eksogen ibu

11
Faktor risiko yang paling umum dilaporkan adalah
paparan ibu terhadap produk tembaka, alkohol, beberapa
infeksi virus, pestisida, dan teratogen di tempat kerja atau di
rumah pada awal kehamilan. Teratogen yang dikenali
termasuk paparan langka seperti fenitoin, asam valproik,
thalidomida, dan herbisida seperti dioksin. Seperti disebutkan
sebelumnya, risiko CL / P atau CPO yang diberikan oleh
paparan ini - khususnya tembakau - dapat dimodulasi oleh
ada atau tidak adanya faktor genetik tertentu (Ahmed, Bui
and Taioli, 2017)

2.5 Patogenesis
Pada morfogenesis wajah, sel neural crest bermigrasi ke
daerah wajah 
dimana mereka akan membentuk jaringan tulang,
jaringan ikat, serta seluruh 
jaringan pada gigi kecuali enamel. Bibir
atas merupakan turunan dari prosesus medial nasal dan maxillary.
Kegagalan penggabungan prosesus medial nasal dan maksila pada
minggu kelima kehamilan, baik pada satu atau kedua sisinya, 

berakibat cleft lip. Cleft lip biasanya terjadi pada pertemuan antara
bagian sentral 
dan lateral dari bibir atas. Cleft dapat memengaruhi
bibir atas saja atau bisa juga melebar lebih jauh ke maksila dan
palatum primer. Jika terjadi kegagalan 
pengabungan palatal shelves
juga, terjadi cleft lip dengan cleft palatum, yang membentuk kelainan
Cleft Lip and Palate. (Marie M Tolarova, MD, PhD, 2020)
Normalnya, perkembangan palatum sekunder dimulai dari
processus palatum kanan dan kiri. Fusi palatal shelve dimulai pada
minggu ke 8 dan berlanjut sampai minggu 12 kehamilan. Cleft palate
terjadi karena kegagalan fusi total atau sebagian dari palatal shelve.
Hal ini dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu ada kelainan pada
gen yang mengatur diferensiasi sel, pertumbuhan, apoptosis, adhesi
antar sel, dan pensinyalan sel, serta adanya gangguan pada fungsi

12
sel yang disebabkan lingkungan yang teratogenik, atau gabungan
keduanya. (Marie M Tolarova, MD, PhD, 2020)
Faktor lingukungan dan genetik saling memengaruhi dan
berperan penting dalam patogenesis dari Cleft Lip and Palate (CLP).
Ibu yang merokok selama kehamilan berisiko melahirkan anak yang
mengalami CLP karena bisa terjadi mutasi gen TGF α. Merokok saat
kehamilan juga memengaruhi pertumbuhan embrionik dengan
menghasilkan hipoksia jaringan yang mengganggu pertumbuhan
jaringan, khususnya pertumbuhan palatum. Selain itu juga, serum
folat juga dapat menurun pada ibu hamil tersebut yang dapat
terbentuknya celah atau cleft yang sering diasosiasikan dengan
defisiensi folat. (Marie M Tolarova, MD, PhD, 2020)
Konsumsi alkohol pada kehamilan sering dikaitkan dengan
pola abnormalitas pada keturunannya yang disebut Fetal Alcohol
Syndrome (FAS). Hal ini dikarenakan konsumsi alkohol oleh ibu hamil
dapat memberikan efek teratogenik seperti retardasi mental,
gangguan kardiovaskuler, dan terkadang juga terjadi clefting atau
terbentuknya celah pada ronggal mulut bayinya (Prabhu et al., 2012)
Beberapa obat dapat menginduksi terjadinya CLP. Obat-
obatan kemoterapi seperti aminopterin, methotrexate,
cyclophospamide, procarbazine, dan turunan asam hydroxamic
mengganggu sintesis DNA yang menghasilkan malformasi pada fetus.
Penggunaan obat-obatan anti kejang, contohnya phenytoin, dapat
menghambat pertumbuhan embrio secara keseluruhan, termasuk
facial prominences, yang ditandai dengan menurunnya laju proliferasi
sel mesenkimal pada facial prominences sekitar 50%. (Prabhu et al.,
2012)
2.6 Klasifikasi
Orofacial cleft hanya terbatas pada bibir dan palatum, berbeda
dengan craniofacial cleft seperti yang diklasifikasikan oleh Tessier,
dapat mencakup mulut, pipi, mata, telinga, hidung, dahi, dan garis
rambut. Orofacial cleft dikategorikan sebagai CL/P nonsindromik, CP

13
nonsyndromik, CL/P sindromik, dan CP sindromik. Syndromic cleft
terjadi sebagai komponen dari sindroma kelainan kongenital multipel
yang mengikuti hukum pewarisan sifat Mendel, atau muncul karena
adanya paparan teratogenik yang diketahui. Nonsyndromic cleft
adalah kelainan tunggal yang tidak disertai kelaina fisik atau
pertumbuhan lainnya. (Ettinger and Buchman, 2020)
Klasifikasi cleft secara anatomis berdasarkan tingkat
keterlibatan jaringan dibagi menjadi unilateral atau bilateral, dan
komplit atau inkomplit. CL/P unilateral melibatkan satu sisi wajah,
sedangkan CL/P bilateral melibatkan kedua sisi wajah kanan dan kiri.
Inkomplit CL didefinisikan sebagai cleft/celah bibir parsial tanpa
melewati nasal sill, sedangkan komplit CL bisa mencapai nasal floor.
Inkomplit CP merupakan celah parsial pada palatum mole dan/atau
palatum durum sekunder tetapi tidak mencakup palatum primer
(alveolus), sedangkan komplit CP celahnya memanjang mengenai
palatum primer dan sekunder. (Ettinger and Buchman, 2020)

Gambar 2.3 Palatum Plates dan Palatum Sekunder

14
Beberapa sistem klasifikasi CL/P telah dijelaskan. Salah satu
klasifikasi yaitu klasifikasi Veau membagi CL/P menjadi 4 kategori,
yaitu : (Ettinger and Buchman, 2020)

Gambar 2.4 Klasifikasi Veau

Kernahan dan Stark menentang hanya penggunaan morfologi


sebagai dasar klasifikasi CL/P dan mengusulkan bahwa klasifikasi
CL/P harus berdasarkan asal embriologi dari palatum primer dan
sekunder. Kernahan dan Stark lalu mengklasifikasikan CL/P menjadi
3 kelompok: (Ettinger and Buchman, 2020)
1. Cleft pada struktur di anterior foramen incisivus
2. Cleft pada struktur di posterior foramen incisivus
3. Cleft yang mengenai struktur di anterior dan posterior foramen
incisivus
Klasifikasi ini lalu dibuat menjadi bentuk gambar Kernahan
stripped-Y diagram, yang mempermudah pencatatan dan visualisasi
klasifikasi. Lanjutan klasifikasi Kernahan stripped-Y adalah klasfikasi
LAHSHAL oleh Kriens yang mencakup sistem bergambar untuk
mengkarakteristikkan pola cleft. Klasifikasi LAHSHAL menggunakan
tanda titik (.) untuk menunjukkan anatomi normal, tanda bintang (*)
untuk cleft submukosa atau microform, huruf kecil (l, a, h, s) untuk
cleft inkomplit, dan huruf kapital (L, A, H, S) untuk cleft komplit.
(Ettinger and Buchman, 2020)

15
Gambar 2.5 Klasifikasi Kernahan Striped Y dan LASHAL

Ø Cara Menuliskan Lokasi Celah Bibir dan Langit-langit


Cara ini diperkanalkan oleh Otto Kriens adalah system LAHSHAL
yang sangat sederhana dan dapat menjelaskan setiap lokasi celah pada
bibir,alveolar, hard palate dan soft palate. Kelainan komplit,
inkomplit,mikrofrom, unilateral atau bilateral.
ü Bibir disingkat sebagai L (Lips)
ü Gusi disingkat A (Alveolus)
ü Langit-langit dibagi menjadi 2 bagian yaitu H (Hard palate) dan
S (Sost Palate).
ü Bila normal tidak ada celah maka urutannya dicoret
ü Celah komplit (lengkap) dengan huruf besar, celah inkomplit
(tidak lengkap) dengan huruf kecil dalam kurung untuk kelainan
microform.

16
Gambar 0.6 Klasifikasi LASHAL

Contoh :
1. CLP/L-----L
Cleft lip and palate, lokasi celah berada di bibir kanan dan kiri,
celah komplit
2. CLP/ ----SHAL
Cleft lip and Palate dengan lokasi celah komplit pada soft palate,
hard palate, alveolus dan bibir bagian kiri
3. CLP/ L------
Cleft lip and palate sebelah kanan inkomplit.

Gambar 2.7 Contoh Penulisan Sesuai LASHAL

17
o Bibir Sumbing Microform
Bibir sumbing mikroform ditandai dengan lekukan ringan di
persimpangan kulit vermillion, defisiensi vermillion, mukosa
berlekuk, dan ketinggian busur cupid yang terlibat adalah relatif
terhadap sisi yang tidak terlibat. (Gambar 25.5A). Meskipun
deformitas eksternal tampak ringan, biasanya terdapat
penyisipan yang menyimpang otot orbicularis oris yang
mendasari yang terlibat menghasilkan otot depresi sepanjang
garis filtral dengan menonjolnya komponen medial dari
punggungan filtrate. Perbaikan bedah celah mikroform dapat
disesuaikan dengan derajat deformitas labial dan nasal dengan
eksisi lentikuler (garis lurus), Z-plasty termodifikasi, atau dengan
cheiloplasty
o Bibir sumbing unilateral inkomplit
Merupakan kelanjutan morfologi dari celah mikroform dengan
variasi derajat pemisahan elemen bibir tengah dan lateral.
Pemisahan yang lebih besar dari 3 mm tinggi dibandingkan
dengan busur Cupid di sisi yang tidak terlibat mendefinisikan
bibir sumbing yang benar-benar tidak lengkap dari celah
mikroform. Gangguan otot orbicularis oris komplit adalah ciri
bibir sumbing sejati; Namun, jika celah meluas hingga kurang
dari dua pertiga tinggi bibir, mungkin ada otot orbicularis oris
yang utuh serat melintasi pada superior dari celah yang tidak
lengkap. Celah yang hanya mempertahankan jembatan kulit
kecil di ambang hidung dikenal sebagai pita Simonart dan
secara intrinsik tidak memiliki serat orbicularis yang
mendasarinya. Sebuah celah lengkap dengan pita Simonart
dapat dibedakan dari celah incomplit dengan adanya celah
alveolar lengkap yang mendasari.
Pada bibir sumbing unilateral lengkap, terdapat insersi
patologis pada orbicularis oris ke dasar alar di sisi celah dan
pangkal columella di sisi bukan celah sisi. Titik noordhoff

18
merupakan penanda penting untuk perbaikan bibir sumbing dan
ditentukan di mana ketinggian vermillion sisi sumbing paling
tinggi dan biasanya bertepatan dengan titik terakhir di mana
putih sepenuhnya ditentukan.
o Bilateral Cleft Lip
Ciri khas bibir sumbing bilateral meliputi dua elemen lateral
labial-alveolus-palatine (segmen lateral) dan segmen prolabial
dan premaksila sentral yang mengintervensi. Di celah lengkap,
kurangnya koneksi dari segmen premaxillary hingga segmen
lateral menghasilkan berbagai derajat tonjolan premaxillary
dengan kolaps posterior dan medial bersamaan dari segmen
lateral. Perpanjangan terakhir dari ini proses dapat
mengakibatkan premaxilla terkunci di mana premaxilla berada
seluruhnya di luar lengkungan segmen lateral yang kolaps
o Cleft Lip dan Palatum
Adanya cleft lip dan palatum akan menimbulkan masalah
fungsional tambahan di luar penampilan pasien. Sumbing
gabungan dapat mempengaruhi dasar hidung, alveolus,
palatum durum sekunder, atau palatum mole. Bayi dengan cleft
palatum memiliki komunikasi yang terbuka antar mulut rongga
dan rongga hidung sering mencegah mereka menghasilkan
intraoral negatif prasyarat tekanan untuk menyusui. Oleh karena
itu, bayi dengan celah langit-langit mungkin memerlukan botol
dan dot khusus untuk aliran ASI atau formula tanpa bergantung
pada tekanan negatif untuk persalinan. Cleft palatum molre
mengakibatkan gangguan pada otot-otot yang mendasari yang
bertanggung jawab untuk pengangkatan palatal dan penutupan
velopharyngeal, serta drainase telinga bagian dalam melalui
tuba Eustachius. Secara khusus, levator veli palatini (elevator
palatal primer) dan tensor veli palatini (elevator dan modulator
palatal sekunder dari tuba Eustachius) menunjukkan insersi
yang tidak normal ke dalam palatum durum posterior, bukan ke

19
aponeurosis palatal garis tengah. Ketidakmampuan untuk
menutup port velopharyngeal menghasilkan ucapan patologis
perkembangan dan kesalahan artikulasi kompensasi karena
ketidakmampuan untuk memisahkan nasofaring dan orofaring
dengan fonasi. Fungsi tuba eustachius yang terganggu
meningkatkan risiko infeksi telinga tengah pada pasien dengan
celah langit-langit, menyebabkan gangguan pendengaran jika
tidak ditangani dengan benar.
Selain bibir sumbing membutuhkan operasi tambahan untuk
penutupan palatal sekitar usia 12 bulan sebelum munculnya
perkembangan bicara dini. Timpanostomi dan penempatan
tabung pemerataan tekanan biasanya dilakukan pada saat
palatoplasti primer.

Gambar 2.8 Tipe Dari CLeft Lip


2.7 Gambaran Klinis
Bibir sumbing atau yang juga dikenal dengan cleft lip with or
without palate merupakan tipe orofacial cleft yang bias diklasifikasikan
berdasarkan lateralitas, jangkauan, dan keparahannya. Lateralitas
(kiri, kanan, asimetris/simetris bilateral) dicatat lebih sering dengan

20
deformitas unilateral dibandingkan dengan bilateral. Jangkauan dari
cleft lip bervariasi dan dapat diikuti oleh cleft alveolus, bisa berupa
komplit atau lekukan (notched). Pada jenis bibir sumbing, celah langit-
langit digambarkan sebagai unilateral (satu palatal shelf melekat pada
septum nasal) atau bilateral. Jangkauan dari bibir sumbing bisa
diklasifikasikan sebagai bibir sumbing yang lengkap (Gambar 2.9),
tidak tidak lengkap (Gambar 2.10), atau bentuk mikro (Gambar 2.11).
Pada jenis bibir sumbing yang lengkap, ada gangguan pada mukosa
bibir hingga ke dasar hidung dengan deformitas nasal terkait. Bibir
sumbing bilateral yang tidak lengkap bisa sangat asimetris (Gambar
2.12).
 (Shaye, Liu and Tollefson, 2015)
Keparahan lebar bibir sumbing dapat membuat perbaikan lebih
sulit karena ketegangan luka. Penatalaksanaan bibir sumbing yang
lebih parah sering membutuhkan periode persiapan pra-operasi yang
lebih lama Pada bibir sumbing unilateral lengkap, terdapat rotasi
eksternal dan ke atas dari segmen medial premaxilla dan rotasi
internal dan lateral segmen lateral. Serat orbikularis oris menempel
secara medial ke dasar columella dan lateral ke basis alar. Septum
hidung mengalami dislokasi dari alur vomerian dengan pemendekan
columella. Tulang rawan alar dari sisi sumbing mengalami deformasi
sedemikian rupa sehingga crus medial bergeser ke posterior dan crus
lateral diratakan di atas sumbing. (Shaye, Liu and Tollefson, 2015)
Pada deformiats celah bibir bilateral lengkap, premaxilla dan
prolabium sepenuhnya terpisah dari bibir lateral dan segmen maksila.
Akibatnya, premaksila menjorok melewati segmen lateral. Prolabium
dapat bervariasi dalam ukuran dan tidak memiiki struktur philtral
normal dari alur tengah dan punggungan philtral. Persimpangan
vermilion dan gulungan kulit (putih) sering kurang. Pada bibir sumbing
bilateral yang lengkap, proklamium tidak mengandung otot orbicularis
oris. Deformitas hidung yang terkait dengan bibir sumbing bilateral
adalah columella yang diperpendek, ujung hidung pipih, dan alar
hooding. (Shaye, Liu and Tollefson, 2015)

21
Gambar 2.9 Bayi dengan bibir sumbing dan celah palatum unilateral
lengkap.
(A) Pra operasi. (B) Ilustrasi yang menggambarkan alveolus premaxilla,
otot perioral, dan deformitas nasal sumbing khas. Panah menunjukkan
ketinggian vermilion, yang harus dibuat simetris dan garis merah dari
Noordhoff (wet-dry junction) dari bibir. (C) Pandangan pasca operasi anak
yang sama setelah modifikasi perbaikan rotasi Mohler dan rhinoplasti
primer. (Dikutip dari: [A, B] Tollefson TT, Sykes JM. Unilateral cleft lip. In:
Goudy S, Tollefson TT, editors. Complete cleft care. New York: Thieme;
2015. p. 40; with permission.)

Gambar 2.10 Bayi dengan Incomplete Cleft Lip

22
Gambar 2.11 Bayi dengan bibir sumbing mikroform
menunjukkan (1) peningkatan puncak Cupid, (2) pengerakan philtrum, (3)
defisiensi vermilion kering medial, (4) maloksi alar

Gambar 2.12 Bayi 2 Minggu dengan Asimteris Cleft Lip dan Palatum

23
2.8 Diagnosis
1. Diagnosis
Diagnosis CLP ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis pada ibu hamil
prenatal sangat penting untuk mengetahui faktor – faktor risiko dari
terjadinya cleft lip and palate, serta menanyakan keluhan pasien
apakah ada kesulitan bayi dalam mengonsumsi makanan dan
berat badan yang kurus serta tidak naik, adanya batuk atau pilek,
ada tidaknya infeksi telinga dan gangguan pendengaran, serta
gangguan bicara. Riwayat keluarga dianggap sebagai salah satu
yang dapat menyebabkan terjadinya celah bibir dan langit-langit.
Menurut American Academy of Pediatrics, pemeriksaan fisik pada
bayi baru lahir untuk evaluasi bibir, alveolus, dan palatum (hard
and soft palate) sangat penting dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya celah, gangguan pertumbuhan gigi, dan evaluasi infeksi
pada telinga (Lewis, Jacob and Lehmann, 2017)
2. Pemeriksaan Penunjang
A. Ultrasonografi
Sementara semua bibir sumbing dan lateralitas dapat
diidentifikasi dalam penelitian ini, hanya 45,5% dari celah
langit- langit yang diidentifikasi dengan pemeriksaan US
transabdominal prenatal. Diagnosis prenatal celah bibir dan
langit-langit telah dilakukan sejak awal pelaksanaan
ultrasonografi janin. Namun, meskipun bibir atas dan alveolar
ridge dapat dievaluasi dengan percaya diri menggunakan
ultrasonografi dua dimensi (2D) mulai dari trimester kedua,
baru-baru ini saja munculnya ultrasonografi tiga dimensi (3D)
memungkinkan penilaian langit-langit sekunder dan diagnosis
langit-langit sumbing pada trimester kedua dan ketiga
kehamilan 6-12 minggu.Ultrasonografi tiga dimensi (3D)
memiliki potensi untuk menyediakan peningkatan visualisasi

24
wajah janin dibandingkan dengan USG 2D konvensional.
(Martinez-Ten et al., 2012)
Hal ini terbukti berguna untuk mengidentifikasi lokasi dan
luasnya celah wajah dengan keuntungan sebagai berikut
(Martinez-Ten et al., 2012):
1) Wajah dapat dilihat dalam orientasi standar

2) Cacat dapat dilihat secara sistematis dengan menggunakan
tampilan interaktif, dan
3) Gambar yang dirender memberikan landmark untuk gambar
planar.

Gambar 2.13 USG Pada 16 minggu


B. MRI
MRI dianggap aman untuk evaluasi janin setelah trimester
pertama. Ini memiliki resolusi anatomi yang superior dan
memungkinkan visualisasi langsung dari struktur kecil. Dengan
demikian, gambaran MRI prenatal menjadi lebih berharga dan
gambaran MRI lebih banyak diminta untuk diagnosis konklusif

25
dan evaluasi lebih lanjut dari kelainan janin baru-baru ini. 91%
dari celah langit-langit teridentifikasi dengan benar dan 45,5%
dari diagnosis USG untuk celah langit-langit telah dimodifikasi.
Satu janin dengan celah langit-langit unilateral tidak terdeteksi
pada MRI. Pada pemeriksaan fisik janin pasca persalinan,
celah meluas melalui bibir ke palatum anterior di mana celah
menjadi sangat sempit. Jadi, sulit untuk mengidentifikasi celah
langit-langit sebelum lahir pada MRI (Descamps et al., 2010)

Gambar 2.14 Gambaran MRI Pada Bayi


C. Evaluasi telinga, hidung dan tenggorokan
Penilaian jalan nafas yang tepat harus menjadi
prioritas untuk bayi baru lahir dengan kelainan kraniofasial
kongenital. Bayi adalah pernafasan hidung yang wajib. Penting
untuk memeriksa apakah ada obstruksi di tingkat mana pun di
saluran napas atas atau bawah, termasuk nares dan choanae.
Anak-anak yang lahir dengan celah langit-langit mungkin terkait
dengan micrognathia, glossoptosis, dan obstruksi jalan napas.
Pada anak-anak ini, seseorang harus mencari tanda-tanda
peningkatan usaha saat bernapas, stridor, penurunan berat
badan, dan gagal tumbuh. Orang tua harus diinformasikan

26
untuk memperhatikan pola pernapasan yang tidak normal atau
gangguan pernapasan, terutama selama infeksi saluran
pernapasan bagian atas. Jika ada tanda-tanda obstruksi,
dokter spesialis THT pediatrik harus berkonsultasi untuk
melakukan evaluasi endoskopi bagian atas.(Chigurupati,
Heggie and Bonanthaya, 2020)
Penilaian audiologi disarankan segera setelah lahir
untuk memeriksa kelainan pendengaran. Anak-anak dengan
celah langit-langit menunjukkan frekuensi otitis media yang
lebih tinggi sebelum perbaikan langit-langit dibandingkan
mereka yang tidak mengalami celah. Gangguan ventilasi
telinga tengah akibat disfungsi tuba eustachius dapat
menyebabkan gangguan pendengaran konduktif. Ini juga dapat
menyebabkan keterlambatan bicara dan bahasa pada anak-
anak ini. Meskipun tidak umum seperti gangguan pendengaran
konstruktif, defisit pendengaran sensorinerual ada dalam
populasi sumbing dan itu memiliki pengaruh pada persepsi dan
kejelasan bicara, serta keterampilan pemahaman
pendengaran. Stimulasi bicara dan bahasa awal dan evaluasi
bicara awal tidak lebih dari 6 bulan setelah lahir dianjurkan
untuk anak-anak dengan celah langit-langit.(Chigurupati,
Heggie and Bonanthaya, 2020)

2.9 Komplikasi
a. Gangguan bicara
Pada kondisi ini pasien mengalami gangguan dari m.
levator veli palatni sebagai fonasi. Retarasi ini menimbulkan
gangguan dalam bunyi konsonan (p,b,t,d,k,g) adalah yang
sering terjadi. Resonansi hidung yang abnormal dan kesulitan
dalam artikulasi adalah ciri khas lainnya pada kebanyakan
individu dengan celah bibir dan langit-langit .(Vyas et al., 2020)
Pasien dengan celah langit-langit memiliki masalah
bicara yang disebabkan oleh disfungsi velofaringeal.

27
Ketidakmampuan langit-langit lunak untuk bergerak ke atas
untuk memberikan kontak dengan rongga hidung
menyebabkan udara mengalir melalui hidung, bukan melalui
rongga mulut. Kondisi ini dikenal dengan istilah hypernasality
speech. Kasus ini dapat diobati dengan pembedahan untuk
memberikan penutupan velopharyngeal. Flap faring dan
faringoplasti sfingter dianggap sebagai pembedahan yang
dapat diandalkan untuk memperbaiki defisiensi velofaringeal
pada pasien dengan celah bibir dan langit- langit.
b. Gangguan pendengaran dan infeksi telinga
Otitis media adalah
suatu kondisi dimana cairan menumpuk di 
telinga tengah dan
menyebabkan infeksi telinga. Hal ini disebabkan adanya aksi
abnormal pembukaan tuba eustachius oleh dua otot yaitu tensor
veli palatine dan levator veli palatine. Hal ini menyebabkan
kurangnya ventilasi di rongga telinga tengah dan penumpukan
cairan di dalam telinga tengah. Kondisi ini disajikan pada anak
dengan celah langit-langit dalam enam bulan pertama kehidupan.
Insidennya, bagaimanapun, meningkat tajam ketika ada celah
langit-langit submukosa terkait.(Vyas et al., 2020)
c. Gangguan erupsi dan higienitas gigi
Masalah gigi meliputi kelainan ukuran dan bentuk gigi, misalnya
gigi seri lateral permanen menunjukkan kelainan ukuran dan
bentuk di sisi celah, kelainan posisi gigi, keterlambatan erupsi gigi
permanen dan keterlambatan pembentukan gigi-gigi permanen.
d. Gangguan nutrisi

Masalah makan pada bayi dengan celah bibir dan langit-langit
terjadi karena bayi tidak mampu mengisap puting susu ibunya atau
dari botol. Sebab, hal ini mempengaruhi berat badan dan
pertumbuhan bayi karena jumlah susu atau makanan tidak cukup
untuk pertumbuhannya. Ada berbagai metode yang
memungkinkan bayi menyusu dan menambah berat badan normal

28
seperti penggunaan jarum suntik sekali pakai, sendok dan cangkir
dan alat obturator prostetik.
e. Gangguan kosmetik
Pasien dengan bibir sumbing memiliki masalah kosmetik dan juga
menyebabkan masalah pada produksi suara labial. Bayi dengan
bibir sumbing akan mengalami kesulitan saat mencoba melakukan
kontak antara bibir atas dan bawah.
f. Gangguan psikologis
Semua masalah di atas merusak sisi psikologis pasien 
dengan
bibir sumbing dan pasien di mana mereka menderita depresi,
kecemasan dan kurangnya harga diri serta mereka tidak mampu
berkomunikasi dengan teman sebaya di sekolah. Selain itu,
beberapa pasien merasacemas karena reaksi orang lain dan
khawatir bertemu orang-orang dalam acara sosial (Firas Abd Kati,
2018)

2.10 Pengobatan dan Manajemen


Pendekatan pasien CL/P harus dilakukan secara multidisiplin.
Pendekatan tersebut melibatkan tim CL/P yang terdiri dari dokter ahli
bedah kraniofasial, otolaryngologis, ahli genetika, anestesiologis, ahlii
patologi wicara - bahasa, ahli gizi, ortodontis, prostodontists, dan ahli
psikologis. Pada kasus yang lebih aneh atau sulit dilibatkan juga
dokter ahli bedah saraf dan dokter mata. (Ettinger and Buchman,
2020)

29
Tabel 2.3 Terapi Surgical Pada Cleft Lip dan Palatum
Berdasarkan Usia

Waktu dilakukan tindakan


Perawatan ortodontik prabedah dimulai pada minggu pertama atau
kedua setelah kelahiran, dengan respons maksimum terjadi selama 6
minggu pertama. Perbaikan bibir primer dijadwalkan ketika pasien berusia
sekitar 12 minggu, di mana pada saat itu lantai anterior nasal ditutup dan
operasi hidung ujung primer juga dilakukan. Jika segmen alveolar
disejajarkan dengan benar dan terpisah <2 mm, keluarga ditawarkan GPP
pada saat operasi. Pencangkokan tulang tidak dilakukan dengan
penutupan awal alveolus. Jika ada keruntuhan atau celah terlalu lebar, GPP
ditangguhkan.
Koreksi deformitas hidung pada celah unilateral juga dilakukan
dengan perbaikan rotasi-kemajuan. Reposisi septum dan osteotomi hidung
ditunda sampai masa remaja akhir kecuali deformitasnya parah, dalam hal
ini dilakukan bersamaan dengan pencangkokan tulang sekunder dari celah
alveolar (jika GPP tidak dilakukan) pada saat gigi bercampur. Kami percaya
bahwa penting untuk meminimalkan jumlah pembedahan sekunder pada
hidung selama fase pertumbuhan untuk meminimalkan jaringan parut dan

30
mengoptimalkan hasil akhir dari operasi hidung terbuka formal pada masa
remaja.
Tindakan operasi perbaikan terhadap bibir disebut dengan
cheiloraphy dilakukan pada usia 3 bulan atau lebih dari 10 minggu, berat
badan telah mencapai 10 pounds atau 5 kg dan Hb lebih dari 10 gr% (rule
over tens). Perbaikan langit disebut dengan palatotheraphy dilakukan pada
usia anak 10 bulan sampai 12 bulan. Usia tersebut akan memberikan hasil
fungsi bicara yang optimal keena memberikan kesempatan jatingan pasca
operasi sampai matang pada proses penyembuhan luka sehingga sebelum
penderita mulai bicara dengan demikian soft palate dapat berfungsi dengan
baik. Speech theraphy diperlukan setelah operasi palatoraphy untuk
melatih bicara benar dan meminimalkan timbulnya suara sengau. Bila
setelah palatoraphy dan speech theraphy masih didapatkan suara sengau
maka dilakukan palatoraphy dan speech therapy masih didapatkan suaru
sengau maka dilakuakn pharyngoplasty untuk memperkecil suara nasal
(nasal escape) biasanya dilakukan pada usia 5-6 tahun. pada usia anak 8-
9 tahun ahli ortodonti akan memperbaiki lengkung alveolus sebagai
persiapan tindakan alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah
plastic melakukan operasi bone graft pada celah tulang alveolus seiring
pertumbuhan gigi caninus. Evaluasi pada perkembangkan selanjutnya
pada penderita CLP sering didapattkan hypoplasia pertumbuhan maxilla
sehingga terjadi dish face muka cekung. Keadaan ini dapat dikoreksi
dengan cara operasi advancement osteoma Le Fort I pada usia anak 17
tahun dimana tulang-tulang muka telah berhenti pertumbuhannya.
(Marzoeki, Jailani and Perdanakusuma, 2002)

Tahap Operasi CLP


Jadi penanganan pasien CLP perlu kerjasama para spesialis tersebut di
atas dalam teamwork yang harmonis antara lain: (Marzoeki, Jailani and
Perdanakusuma, 2002)
1. Pasien baru lahir

31
• Bertemu pekerja sosial untuk diberi penerangan agar keluarga
penderita tidak stres dan menerangkan harapan riil yang bisa
didapat dengan perawatan menyeluruh bagi anaknya. Diterangkan
juga protokol yang dijalani penderita kelak. Menerangkan
bagaimana cara memberi minum bayi agar tidak banyak yang
tumpah. Seorang dokter juga mengevaluasi dan menetepakna
diagnosis dan anomaly yang terkair, konseling genetic diberikan jika
ada riwayat keluarga yang positif. Kemudian ortodentis dan ahli
bedah memeriksa morfologi celah untuk menentukan kekurangan
jaringan dan klasifikasi celah tersebut dan merancang untuk
tindakan. Serta dokter anak mengevalusi prematuritas dan status
gizi untuk rekomendasi makan.
2. Pasien umur 3 bulan (the over tens)
• Operasi bibir dan hidung (cheilorhinoplasty) : ini diindikasikan untuk
pasien yang sehat dengan tinggi badan dan kadar hemoglobin yang
sesuai. Parameternya adalah tinggi 10 pon (5-6 kg), HB 10 gr% dan
usia 10 minggu sekitar 3 bulan.
• Pencetakan model gigi
• Evaluasi telinga, tanda-tanda otitis media, pemasangan grommets
bila perlu
3. Pasien umur 10-12 bulan
• Operasi palatum / palatoplasty
• Evaluasi pendengaran dan telinga
4. Pasien umur 1-4 tahun
• Evaluasi bicara, dimulai 3 bulan pasca operasi, follow up dilakukan
oleh speech patologist
• Evaluasi pendengaran dan telinga
5. Pasien umur 4 tahun
• Bila bicara tetap jelek dipertimbangkan repalatorafi atau
pharyngoplasty
6. Pasien umur 6 tahun
• evaluasi gigi dan rahang, pembuatan model

32
• melakukan nasendoscopy bagi yang memerlukan
• evaluasi pendengaran
7. Pasien umur 9-10 tahun
• alveolar bone graft
8. Pasien umur 12-13 tahun
• final touch, untuk operasi – operasi yang dulu pernah dilakukan
dan bila masih ada kekurangannya
9. Pasien umur 17 tahun
• operasi advancement osteotomy Le Fort I

Ø Penanganan CL/P dibagai menjadi beberapa bagian:


i. Penanganan antenatal:
Secara embriologis, palatum utama ( alveolus dan bibir ) menempel
pada anterior foramen tajam sekitar lima sampai enam minggu
intrauterin, dan palatum sekunder pada posterior foramen tajam
sekitar tujuh sampai delapan minggu. Bibir sumbing saat ini dapat
didiagnosis dalam rahim dengan ultrasound scanning sejak 17
minggu kehamilan. Ketika CL/P didiagnosis pada fase antenatal,
orang tua dijelaskan tentang kondisi tersebut.
ii. Periode perinatal:
Diagnosis dan komunikasi: Seluruh palatum sampai dengan ujung
uvula harus diperiksa dengan tongue depressor dan cahaya terang.
Palpasi dengan jari dapat mendeteksi takik di batas posterior palatum
keras. Pertemuan pertama dengan tim CL/P memberikan
kesempatan bagi setiap anggota untuk menjelaskan peran dan
keterlibatan penataklaksanaan jangka panjang. Orang tua harus
didorong untuk terlibat aktif dalam membuat keputusan yang
berkaitan dengan penataklaksanaan.
A. Masalah respiratorik:
Anak-anak dengan urutan Pierre-Robin
mungkin 
mengalami masalah pernapasan yang dapat
mempersulit dalam melakukan intubasi pada bayi baru lahir.
Perlekatan lidah posterior dapat menyumbat jalan napas jika bayi

33
berada dalam posisi supinasi dan posisi tengkurap dapat
mengatasi masalah ini. Pada kasus yang lebih berat seperti
penumpukan jaringan lunak, sianosis atau apnea, pembuatan
jalan napas pada nasofaring dapat mengatasi obstruksi,
memperbaiki kondisi untuk makan menjadi lebih baik, mengurangi
gagal jantung kongestif, dan meningkatkan berat badan. Saran
untuk melakukan trakeostomi jarang dilakukan.
B. Masalah makan:
Kesulitan makan karena CL/P menyebabkan
kekurangan gizi dan kematian pada bayi. Penyusuan yang baik
membutuhkan tekanan intraoral negatif yang tidak dapat
dihasilkan oleh bibir sumbing. Namun, tekanan intraoral negatif
dapat dihasilkan oleh celah bibir yang terisolasi di mana jaringan
payudara mengisi kecacatan itu. Berbagai botol dan dot khusus
disediakan oleh CLAPA (Cleft Lip and Palate Association), sebuah
asosiasi nasional orang tua. Pada umumnya disarankan bahwa
pemberian susu botol disimpan secara sederhana. Botol yang
lembut mudah diperas, dan atau dot dengan lubang diperbesar
biasanya efektif . Botol yang lebih kompleks seperti pengumpan
Haberman kadang dapat membantu. Biasanya makan secara
nasogastrik tidak diperlukan dan harus dihindari.

Tabel 2.4 Botol Sendok Untuk Bayi Cleft Lip dan Palatum

34
§ ASI pada Bayi dengan Cleft Lip
Tidak memiliki masalah besar dengan pemberian makan, perlu
beberapa modifikasi dalam pemosisian selama pemberian
makan. Jika sumbing unilateral, penggunaan metode football
yang dimodifikasi atau posisi mengangkang (Gbr. 2.15) dapat
membantu. Dalam metode ini posisikan bayi dengan celah ke
arah payudara, hal ini memungkinkan celah tersebut terselip ke
dalam jaringan payudara dan memudahkan bayi. Dukungan
lebih lanjut untuk pipi bayi, mengurangi lebar celah yang
sekaligus meningkatkan penutupan di sekitar puting susu. Pada
semua posisi menyusu, bayi dijaga dalam posisi tegak (Gbr.
2.15), hal ini memungkinkan ASI mengalir ke bawah dan
membantu mencegah tersedak. Jika posisi yang diambil salah
(Gbr. 2.15) susu bisa masuk ke saluran pernapasan. Menyusui
akan lebih sulit untuk bayi dengan celah bibir bilateral; Hal ini
disebabkan ketidakmampuan untuk membentuk segel kedap
udara di sekitar puting. 'Posisi tangan penari' direkomendasikan
(Gbr. 2.16). Geser tangan di bawah payudara ke depan, yaitu
menopang payudara dengan tiga jari dan bukan empat
membentuk huruf U dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk
menyangga dagu bayi, ini membantu bayi menekan puting dan
areola di antara gusi. Dalam kondisi di mana pemberian ASI
tidak memadai, seseorang selalu dapat beralih ke botol yang
dirancang khusus, karena nutrisi tidak dapat
dikompromikan.(Jindal and Khan, 2013)

35
Gambar 2.15 ASI pada Bayi dengan Cleft Lip

§ ASI pada Bayi dengan Cleft Palate


Ia mungkin dapat menyusu dari payudara dengan posisi yang
benar. Dalam beberapa kasus, mereka mungkin memerlukan
makanan tambahan dari botol yang dirancang khusus
dengan ASI atau susu formula. (Jindal and Khan, 2013)
§ ASI pada Bayi dengan Celah Bibir, Langit-langit Lembut dan
Keras
Dalam kebanyakan kasus, bayi-bayi ini tidak dapat menyusu
meskipun seseorang selalu dapat mencoba untuk menyusu.
Jika pemberian ASI tidak mencapai hasil, mungkin perlu
diberikan susu botol juga. Berbagai botol susu dan dot yang
didesain khusus seperti Haberman feeder (Gbr. 2.16 - 5),
botol nurser celah langit-langit Mead-Johnson (Gbr. 2.16- 6),

36
Pigeon bottle tersedia. Botol-botol ini terbuat dari plastik yang
lembut dan dapat diremas untuk membantu mengeluarkan
susu dari botol dengan sedikit tekanan (Gbr. 2.16 - 7). Puting
panjang untuk menekan lidah, dengan potongan Y di ujung
puting (Gbr. 2.16 - 8) direkomendasikan. Posisi untuk
menjadi setegak mungkin, dengan kepala di satu tangan dan
botol di tangan lainnya. Dengan botol peras ini, ada baiknya
untuk berlatih terlebih dahulu dengan air, untuk menentukan
seberapa kuat dan sering botol perlu diremas untuk
mendapatkan aliran yang stabil. (Jindal and Khan, 2013)

Gambar 2.16 ASI pada Bayi dengan Celah Bibir, Palatum


Mole dan Durum

§ Spoon and cup feeding


Sebelum operasi memperbaiki celah langit-langit, bayi perlu
disapih sepenuhnya dari minum botol, alasannya adalah
setelah langit-langit mulut diperbaiki dot botol dapat
bergesekan dengan jahitan dan merusak perbaikan. Sendok
bergagang panjang dengan mangkuk datar harus digunakan.
Dengan sendok makan, pertama-tama perkenalkan pabulum
dan sereal. Pengenalan hanya satu bahan makanan pada
satu waktu harus dilakukan Beberapa makanan mungkin
mengiritasi saluran hidung seperti makanan jeruk dan tomat,

37
karena memiliki kualitas asam. Oleh karena itu, setelah anak
mendapatkan lebih banyak kendali, makan jenis makanan ini
nantinya akan lebih mudah. Mengenai cawan, tidak ada
cawan khusus untuk anak dengan celah langit-langit, tetapi
petunjuk laktasi harus diikuti. Pemberian makan nasogastrik
dapat dilakukan jika bayi dalam kondisi lemah, sebaliknya
sebaiknya dihindari. (Jindal and Khan, 2013)
v Untuk meringkas, selain dari posisi makan yang tepat, instruksi berikut
ini juga harus diberikan kepada orang tua: (Jindal and Khan, 2013)
a) Makan sering, setidaknya 8 sampai 12 kali dalam 24 jam
b) Pemberian makan tidak lengkap, batasi kurang dari 30
menit.
c) Bersendawa lebih sering, 2 sampai 3 kali selama menyusui.
d) Pemeliharaan kebersihan mulut, yaitu bantalan gusi dan
prosthesis jika diberika
e) Sterilisasi botol susu, dot
f) Meyakinkan dengan kesabaran saat bayi mengalami
sumbing waktu lebih lama untuk memberi makan
g) Sebuah protokol harus dipertahankan untuk memeriksa
pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dengan celah.

iii. Periode preskolah:


Hal utama yang menjadi perhatian di periode prasekolah adalah
perkembangan bicara dan bahasa, pemantauan THT dan
pendengaran, pertumbuhan somatik dan pengembangan, dan
kesejahteraan gigi.
iv. Perkembangan bahasa dan bicara:

Anak-anak masih berisiko mengalami gangguan bicara walaupun
palatumnya sudah diperbaiki. Penyebabgangguan bicara sering
multifaktorial dan kompleks.Anomali struktural persisten seperti
insufisiensi velopharyngeal, gangguan pada gigi dan oklusal,

38
fistula oronasal, dan masalah pendengaran juga dapat
menyebabkan masalah gangguan bicara. Meskipun
perkembangan bahasa ekspresif sering lebih lambat pada anak-
anak ini, masalah bicara yang biasanya berhubungan dengan bibir
sumbing berkaitan dengan resonansi atau nada yang terganggu.
Pembedahan yang dikenal dengan pharyngoplasty merupakan
pengobatan yang umumnya dilakukan. Pilihan pengobatan lain
adalah peralatan prostetik seperti alat untuk melatih palatal.
Pemantauan bicara berlanjut hingga dewasa bersama dengan
ortodontik aktif dan pembedahan.
v. Perkembangan somatik:

Idealnya anak-anak dengan celah palatum harus 
mengukur tinggi
badannya setiap tahun. Jika seorang anak dengan bibir sumbing
gagal untuk mencapai kecepatan pertumbuhan yang normal, maka
harus dicurigai mengalami septo-optik dysplasia dan kekurangan
hormon pertumbuhan. Dianjurkan melakukan kunjungan yang
teratur ke dokter gigi, pentingnya diet seimbang dengan
karbohidrat olahan yang minimum, menjaga kebersihan mulut
yang baik, serta meresepkan air untuk minum tanpa suplemen
fluorida. 


vi. Anak yang bersekolah: Grafting tulang alveolar: 



Grafting tulang autologous untuk pasien dengan CL/P telah
dipraktikkan selama beberapa dekade. Pada awalnya, telah
dicoba untuk mengisi tulang yang cacat dengan menggunakan
struts rib pada saat perbaikan bibir, yang disebut sebagai 'grafting
tulang primer'. Grafting tulang alveolar sekunder telah dipraktikkan
di Great Britain sejak tahun 1982. Pada usia 9-11 tahun, tulang
cancellous biasanya diambil dari iliak puncak dan ditempatkan
dalam alveolar yang cacat. Grafting tulang alveolar memungkinkan
terbentuknya struktur alveolar yang normal dimana gigi dapat

39
tererosi dan kemudian dipindahkan secara ortodontik. Operasi ini
memiliki manfaat lain, seperti sisa fistula dapat diperbaiki secara
simultan dan biasanya lebih berhasil. Kadang-kadang penampilan
hidung dapat diperbaiki dengan ditambahkan infrastruktur pada
dasar hidung. Namun, keuntungan utama dari grafting tulang
alveolar adalah mengurangi kebutuhan untuk penggantian gigi
yang hilang di masa depan.
vii. Dewasa:

Pertumbuhan wajah yang dikompromi dan kebutuhan 
kemajuan
rahang besar: Sejumlah besar pasien dengan CL/P mengeluhkan
distorsi pertumbuhan midfasial. Tidak ada waktu yang ideal untuk
melakukan intervensi bedah yang meminimalkan defek
pertumbuhan wajah sementara memungkinkan perkembangan
bicara yang normal.
viii. Pengobatan retrusi midface:

Kemajuan bedah rahang atas adalah satu-satunya 
pengobatan
yang layak untuk retrusi midface. Namun, hal ini berarti bahwa
pasien harus menempuh fase remaja mereka dengan penampilan
wajah yang buruk. Kadang- kadang operasi ini dilakukan pada
awal tahun remaja jika dianggap penangguhan operasi mungkin
menyebabkan kerusakan psikologis yang cukup besar kepada
pasien. Pasien tersebut harus diingatkan bahwa kemungkinan
besar akan diperlukan operasi ulang yang kedua. (Jairaman, 2015)

40
2.11 TEKNIK OPERASI

Gambar 2.17 Anatomi Hidung dan Celah Komplit Bilateral

§ Operasi Celah Bibir Satu Sisi (Cheiloraphy Unilateral)


Operasi cheiloraphy unilateral dilakukan pada kelainan CLP/L--
---- atau CLP/La----- atau CLP/LAHS--- atau CLP/---SHAL.
Teknik operasi yang umum dipakai adalah teknik millard, cara
ini menggunakan rotation advancement flap. Marzoeki
memodifikasi teknik milard dengan cara pada vermillion bibir
dibuat flap dari segmen lateral dan menyisipkan ke subkutan
vermillion yang tipis untuk membuat sentral vermillion sedikit
menonjol dan dapat menghilangkan koloboma. Bila celah
inkomplit maka cheiloraphy dilakukan sama seperti penanganan
celah komplit. Disamping itu dasar vestibulum nasi juga harus
dibuat pada waktu yang sama.

41
o Rencana Cheiloraphy Unilateral
ü DESAIN

Gambar 2.18 Desain Cheilorapy Unilateral


1. Tentukan titik A di pertengahan philtrum
2. Tentukan titin B diujung philtrum ridgen kanan
3. Kemudian tentukan titik C diujung philtrum ridge kiri
(AB=AC)
4. Tentukan pertengahan dasar kolumela (titik D)
5. Pertemuan philtrum ridge kanan dengan nasal floor diberi
tanda O
6. Pertemuan philtrum ridge kiri dengan nasal floor diberi titik
P (OD=OP). tampak bahwa philtrum ridge kiri (CP) lebih
pendek dari philtrum ridge kanan (BO0, dibuat garis
lengkung dari titik C menuju suatu tempat didekat titik D
yaitutu titik E. titik E jangan melewati philtrum ridge OB
sedemikian sehingga garis lengkung ini titik C akan tutun
setinggi titik B
7. Garis CP diteruskan sejauh 1 cm kedalah hidung untuk
membentuk vestibulum nasi
8. Tentukan titik F ditempat vermilion mulao menipis
9. Tentukan titik G pada pertemuan lekukan nostril dengan
vermillion

42
10. Garis FG diteruskan kedalam hidung sejauh 1 cm untuk
membentuk vestibulum nasi dan untuk mempermudah
pertautan vestibulum nasi ke medial

ü TINDAKAN
1. Dengan pisau nomor 15 dilakukan insisi sesuai dengan
desain sedalam dalam kulit saja
2. Dengan pisau nomor 11 diteruskan sampai mengenai
seluruh tebal bibir
3. Pertama dilakukan pada segmen medial
4. Setelah selesai bagian medial baru dilanjutkan ke segmen
Lateral
5. Muskulus Vermilion segmen Lateral di daerah celah setelah
dilakukan eksisi lapisan kulitnya dipakai sebagai flap yang
disisipkan ke subkutannya segmen media untuk
membentuk vermillion yang ketebalannya normal
6. Mukosa di segmen medial digunting 0,5 sampai dengan 1
cm di atas dan sejajar dengan lakukan mukosa Alveolus
7. Bibir sampai dengan lapisan otot dibebaskan dari mukosa
Alveolus dan Periosteum dibawahnya sampai ke dalam
hidung sehingga bibir dengan mudah bergeser ke Lateral

Gambar 2.19 Flap Muskulus Vermillion Lateral


8. Dilakukan penilaian terhadap panjang insisi garis CE bila
belum cukup maka garis CE dapat diperpanjang tapi tidak
boleh melewati garis BO. Billah masih kurang turun insisis

43
9. diarahkan kembali kearah vermillion sedemikian rupa
sampai titik C turun setinggi titik B

Gambar 2.20 Flap Setelah Dieksisi Kulit

10. Dari segmen Lateral dibuat irisan melalui garis GF dan GH.
Garis FG diteruskan sampai ke dalam hidung sampai
pertautannya dengan tulang
11. Flat Lateral Vermilion di daerah segmen Lateral dibiarkan
tetap menggantung dengan panjang plat ini kira kira
sepanjang BC lalu flat ini di eksisi kulit vermillion
12. Mukosa ora all digunting 1 cm di atas di batas batas bibir
atau Gusi dan diteruskan ke Lateral secukupnya dan
dilakukan pembebasan otot di atas Periosteum dari
Alveolus sehingga otot Orbicularis Oris segmen lateral
dapat dengan mudah digerakkan ke medial.

Gambar 2.21 Back Cut Incision

44
13. Apabila dalam usaha mempertemukan. G1 dan. P serta
penjahitan vestibulum nasi setelah suatu undermining
mengalami kesukaran maka pada garis perpanjangan FG
sekitar 1 cm ke dalam hidung dilakukan pengguntingan
secara tegak lurus terhadap perpanjangan garis FG
sedemikian rupa sehingga garis perpanjangan FG menjadi
lebih panjang. G1 mudah digerakkan untuk mencapai titik
P.
14. Fleep Lateral FGH dimasukkan menuju titik E dan flap
medial C (ECP) dimasukkan menuju titik H

Gambar 2.22 Pengguntingan Mukosa Vestibulum Nasi


ü PENJAHITAN
1. Mukosa di daerah telah yang digunakan sebagai dasar bibir
dijahit dengan simpul di luar
2. Tadi blm nasi dijahit dengan plan cat gut
3. Foto dijahit dengan plan cat gut dimulai dari titik GE menuju
Vermilion di bawah CF cukup 3 Jahitan
4. Otot pada ujung free C dijahit kelateral (H)
5. Penjahitan kulit dimulai pada. CF. Dilakukan undermining
vermillion
6. Flap jahit ke otot dengan cat gut

45
7. Kulit sampai dengan seluruh vermillion dijahit dengan
polyroplene 6.0
8. Kosa orang dijahit dengan plain cat gut

Gambar 2.23 Mempertukan Flap Lateral dan Medial


§ KOREKSI NASAL TIP
Hampir semua celah bibir komplit (celah samapi nasal
floor) setelah dilakukan cheiloraphy akan tampak adanya
deformitas hidung. Keadaan ini bila tidak dikoreksi akan
merupakan tanda sisa dari kalinan CLP. Sisi kartilago yang
deformitas direposisi sehingga simetri dan difiksasi kesisi
sebelahnya sampai kedua kartilagi sejajar dan sama tingginya.

Gambar 2.24 Penjahitan Kartilago Ala

46
ü PERAWATAN
Setelah lapangan operasi di berisikan maka Jahitan di olesi
dengan antibiotic gentain 1% lalu berikan antibiotic selama
tiga hari. Setiao hari dibersihkan dengan kasa dibasahi
NACL 0,9 % kemudian diolesi dengan krim antibiotic. Khitan
diangkat pada hari ke 6. Anak dianjurkan untuk minum
dengan sendok selama dua minggu dan setelah itu
diperbolehkan menggunakan dot.
§ Operasi Celah Bibir Dua Sisi (Cheiloraphy Bilateral)
Teknik cheiloraphy bilateral dapat untuk celah yang ditulis
lokasinya sebagai CLP/LAHSAL atay CLP/la---la. Pada keaadan
ini otot tidak perlu dipaksakan dipertemukan ditengah, cukup kulit
dan subkutan yang dijahitkan, menempelkan saja pada tepi
prolabium. Otot tersebut dapat dijahit sekunder kelak bila
keadaan luka sudah tenang dan stabil. Diperkirakan satu tahun
(setelah fase 3 penyembuhan luka selesai), pada celah bibir
bilateral dewasa yang prolabiumnya relative kecil maka perlu
tambahan segmen kulit untuk memperpanjang prolabiumnya.
Bila didaptkan celah bibit bilateral inkomplit maka cheiloraphy
dilakukan sebagai komplit.
ü DESAIN
1. ProLabium direncanakan menjadi Philtrum. Tentukan titik
A pada pertengahan philtrum bawah yang sesuai dengan
Tengah pada dasar kolumella (titik D)
2. Tuhkan. B dan.C di kanan dan kiri. A dengan jarak lebih
kurang 2 sampai 3 mm
3. Kemudian tentukan. E & F yaitu 1 sampai 2 mm tapi
kanan dan kiri dari dasar columella
4. Tentukan titik G & J pada tempat mulai Penipisan
Vermilion, Titi ini diusahakan berada pada batas white
skin roll

47
5. Tentukan titik H dan B masing masing 2-3 mm Lateral
dari titik G dan J
6. Tentukan titik K dan L pada tempat pertemuan lakukan
Nostril dengan Vermilion
7. Bila panjang kulit pada. LI dank h lebih panjang dari CE
dan BF maka. Kadone L dapat dilakukan wedge excision
8. Hubungkan.. Tersebut sebagai garis AB, AC, CE dan BF.
Garis BC dan garis BF diteruskan ke dalam hidung lebih
kurang 1 cm untuk membentuk nasal floor. Hubungkan
titik kg dan HG di pinggir white line, demikian pula LJ &
JI. Dari titik K dan L garis diteruskan ke dalam hidung
untuk membentuk vestibulum nasi

Gambar 2.25 Desain Cheiloraphy Bilateral

ü TINDAKAN
Insisi dibuat dengan pisau nomor 15 yang hanya
setebal kulit, melalui garis yang menghubungkan BAC, CE
& BF pada prolabium. Cc cc dan bf diperpanjang ke dalam
lubang hidung sepanjang 1 cm. Dibuat insy si melalui titik
AK sampai 1 cm ke dalam ke dalam hidung, begitu juga
terhadap garis LI. Buat irisan dari titik G dan J sampai ke
Vermilion. Insy kemudian diperdalam dak sampai seluruh

48
ketebalan bibir dengan pisau nomor 11. Titik G dipotong
tegak lurus dari garis HK & J tegak lurus LI sampai
memotong vermilion.

Gambar 2.26 Insisi pada Cheiloraphy Bilateral


Kulit pro Labium di bawah garis CAB di undermine dan
dibiarkan sebagai flat yang berpangkal di dasar columella ada
dibebaskan dari periosteum. Seluruh segmen lateral orot dan
jaringan subkutis dibebaskan dari periosteum sehingga
segmen Lateral serta Alanasi dapat dengan mudah bergerak
ke medial.

Gambar 2.27 Membebaskan Philtrum


Udah dimungkinkan otot kanan dan kiri dapat dengan
mudah dipertemukan maka otot harus dipisahkan dari
mukosa dan kulit. Bila tidak memungkinkan otot tidak perlu

49
dipisahkan dari kulit dan langsung kulit dipertemukan di Sisi
philtrum.

ü PENJAHITAN
1. Mukosa of dari firsty Bulung nasi dan mukosa dari
Septum nasi kanan dan kiri dijahit deng untuk
membentuk mukosa bawa nasal floor. Penjahitan
diteruskan ke kau dal yang mempertemukan antara
mukosa bawah philtrum dengan mukosa bibir dari sisi
yang sama
2. Kulit yang membentuk nasal fllor yaitu dari firsty Bulung
nasi dan Septum nasi dijahit Menghadap ke dalam
hidung
3. Otot orbicularis Oris dipertemukan di tengah dibawah
philtrum, bila masih tegang dicoba dibebaskan kemblai
tetapi hanya dipertemuakn ditepi philtrum dan setelah 1
tahun otot tersebut dapat direvisi kembali
4. Titik AC dipertemukan sedemikian pula titik BI. Titik AGJ
juga dipertemukan untuk membentuk vermillion dibawah
philtrum. Titik ini dijahit subkutis menghadap ke bawah.
Kulit dijahit dengan nylon dari dasar hidung sampai
vermillion mukosa intraoral dijahit.

50
Gambar 2.28 Penjahitan Mukosa

§ Operasi Celah Langit-Langit


Celah langit langit biasanya bersamaan dengan celah bibir
namun kadangkala didapatkan celah langit langit baik Unilateral
atau bilateral tidak Bersama dengan celah bibir. Cara kita
menuliskan lokasi celah langit langit dengan cara Otto Kriens
adalah LAHS---,---S---,--HSH--,--hSh—dan ---SHAL. Waktu yang
paling baik dilakukan operasi Palatoraphy adalah 10 bulan
sampai 1 tahun, pada usia ini mulut bayi relative cukup besar.
Proses pematangan penyembuhan luka terjadi enam sampai 12
bulan maka dapat diharapkan pada usia dua tahun yaitu saat
anak mulai belajar bicara, jaringan Palatum pasca operasi sudah
lunak dan mobile sehingga proses bicara anak tidak terganggu.
Meskipun demikian kadang kala pasca Palatoraphy masih juga
didapatkan suara nasal karena otot otot nya memang Hipoplastis.
Hal ini perlu dilatih proses bicara anak oleh ahli bicara. Bila
setelah Palatoraphy dapat dilakukan bila Teknik yang pertama
tidak memadai dalam memper lakukan otot, di mana foto tersebut
masih terikat di tulang Palatum. Pharyngoplasty patut

51
dipertimbangkan bila masih terdapat suara sengau walaupun
banyak ahli bedah plastic tidak menyukai cara ini.

ü TEKNIK OPERASI
Teknik operasi dikenal banyak cara tapi kita menggunakan
Teknik operasi Veau atau Wardil yang dimodifikasi oleh
Djohansjah di mana otot pada soft palate direposisi secara
radikal dan dijahit ke medial agar fungsi otot tersebut dapat
dikembalikan dan berfungsi sedini mungkin. Semua bentuk
celah langit langit unilateral, bilateral, komplit maupun in
komplit perlakuan terhadap otot tetap sama karena cara
tersebut merupakan cara operasi yang mengembalikan letak
otot seanatomis mungkin.
ü Rencana Palatoraphy
1. Penderita dalam narkose endotracheal dengan posisi tube
ditengah mengarah ke kaudal. Posisi kepala penderita hiper
ekstensi dengan cara menyanggah bantal di punggung
sehingga posisi Palatum tampak datar.
2. Dilakukan Desinfeksi dengan larutan Savlon 1 : 30 daerah
mulut, muka dan sekitarnya dan diikuti dengan pemasangan
doek steril.
3. Pasang Mouth Spreader dengan membawa lidah ventral
alat, menempatkan tube pada alur di alat mouth spreader
pasang tampon di dasar faring.
4. Disinfeksi area dalam mulut.
5. Dengan menggunakan tinta warna (gentian violet),
digambarkan rencana insisi flap.
ü TINDAKAN
1. Dengan menggunakan pisau nomor 15. Dilakukan insis di
bagian lateral pada garis yang dibuat sampai ujung pisau
menembus Periosteum. Flap tersebut diangkat dari tulang
dengan respatorium kea rah medial.

52
2. Dibuat irisan di Devi medial dengan pisau nomor 15 lalu
mukosa dibebaskan dengan gunting mengarah ke
permukaan nasal.
3. Menggunakan respatorium dilakukan pembebasan flap
mukoperosteal dengan mendorong ke belakang kemudian
akan tampak A. Palatina mayor yang keluar dari foramen
palatina
4. Dengan gunting berlekatan mukosa orang di dekat foramen
palatina dibebaskan dari arteri Palatina mayor. Pembebasan
dilakukan sampai flap dapat bergerak ke medial tanpa
tegangan. Hati hati jangan sampai arteri palatina mayor putus
5. Ujung otot yang melekat pada sisi posterior tulang Palatum
dibebaskan dan otot ini dibebaskan dari mukosa nasal dan
oral sehingga dapat digeser sampai ke posterior dan otot
tersebut akan dipertemukan di tengah (modifikasi
Djohansjah).
6. Mukosa nasal dilepas dari perlu katanya dengan tulang
Palatum menggunakan respatorium dari posterior kearah
anterior sampai mukosa tersebut dapat bebas kea rah
medial.
7. Lakukan perawatan perdarahan dengan kauter
8. Lakukan prosedur yang sama pada Sisi lain

53
Gambar 2.29 Desain Insisi Palatum

54
ü PENJAHITAN
1. Penjahitan dimulai dari daerah uvula kemudian mukosa
nasal, jahit dengan benang silk (sutera) 4-0, atraumatic,
cutting simpul nya kea rah nasal.
2. Otot dijahit dengan menggunakan polypropylene atau
nylon 5-dengan ujung simpul nya pendek
3. Mukosa oral dijahit dengan Benang silk 4-0 matras
horizontal dan simple nya intra oral. Pada daerah hard
palate jahitan ditautkan ke mukosa nasal, agar flap tersebut
melekat dan tidak jatuh mengikuti lidah.
4. Sisi lateral dari flap yang terbuka diberi surgical atau
spongostan untuk membantu hemostasis
5. Periksa kembali suap nya ada atau tidak rembesan
perdarahan, bila ada lakukan penekanan sekitar 3 sampai
5 menit. Bila masih ada perdarahan lakukan perawatan
pendarahan
6. Ikan rongga mulut dengan larutan garam faali dan cabut
tampon Faring

55
Gambar 2.30 Penjahitan Palatum dan Hasil Palatoraphy

56
Palatoraphy celah langit-langit inkomplit
Operasi dilakukan dengan Teknik V-Y Plasty,
diupayakan soft palate dapat terdorong ke belakang di
samping prosedur pengelolaan terhadap otot seperti yang
sudah diutarakan sebelumnya..

Gambar 2.31 Desain dan Hasil Palatoraphy Celah Inkomplit


Palatoraphy bilateral
Secara umum baik design maupun Teknik pengerjaan
untuk menangani celah langit langit bilateral hamper sama
dengan celah langit langit Unilateral komplit, perbedaannya
pada upaya penutupan mukosa nasal. Mukosa nasal di
bawah tulang Palatum kiri dan kanan dipertemukan dengan
mukosa Septum.

Gambar 2.32 Desain dan Hasil Palatoraphy Celah Inkomplit

57
ü PERAWATAN
Segera setelah sadar, penderita diperbolehkan minum
dan makan cair sampai tiga minggu dan selanjutnya dianjurkan
makan makanan biasa. Jaga Higiene oral bila anak sudah
mengerti. Bagi anak yang masih kecil dibiasakan setelah
makan makanan cair dilanjutkan dengan minum air putih.
Berikan antibiotik selama tiga hari. (Marzoeki, Jailani and
Perdanakusuma, 2002)

2.12 Pencegahan
Celah bibir dan celah langit-langit adalah cacat lahir dari mulut
yang terbentuk selama perkembangan janin awal. Mutasi genetik
yang menyebabkan celah bibir dan langit-langit mulut tidak dapat
dicegah. Tetapi wanita hamil dapat mengambil tindakan pencegahan
tertentu untuk mencegah paparan lingkungan yang dapat
meningkatkan risiko memiliki anak yang lahir dengan bibir sumbing
atau langit-langit celah : (Stone, 2013)
• Berkonsultasi dengan konselor genetik jika memiliki riwayat
keluarga bibir sumbing dan celah langit-langit sebelum
mendapatkan anak.
• Pastikan imunisasi sudah diperbarui sebelum hamil.
• Kurangi risiko untuk infeksi selama kehamilan. Beberapa infeksi
dapat meningkatkan risiko bahwa janin akan mengembangkan

58
celah bibir atau celah langit-langit. Misalnya, pastikan semua
daging dimasak dengan baik. Praktek ini dapat membantu
mencegah terkenanya toxoplasmosis, infeksi yang bisa
didapatkan dari daging yang kurang matang.
• Mengonsumsi makanan dan vitamin yang benar sebelum hamil
dan selama masa kehamilan. Juga mengambil suplemen asam
folat seperti yang diinstruksikan oleh dokter.
• Hindari mengonsumsi obat apa pun sebelum mendapatkan
persetujuan terlebih dahulu dari dokter. Beberapa obat resep
yang diambil selama kehamilan meningkatkan kemungkinan
bahwa janin akan mengembangkan celah bibir atau celah langit-
langit. Bekerja samalah dengan dokter untuk menemukan
keseimbangan yang tepat antara kebutuhan akan obat dan risiko
yang mungkin terjadi pada janin.
• Hindari merokok. Merokok selama kehamilan dapat
meningkatkan risiko memiliki anak dengan bibir sumbing dan /
atau celah langit-langit.
• Hindari penggunakan obat illegal dan minuman beralkohol
• Hindarimelakukantesmedisyangmemaparkanterhadapradiasi.
• Jauhkan diri dari orang sekitar yang memiliki penyakit menular,
seperti cacar

59
BAB 3

KESIMPULAN

Cleft Lip and Cleft Palate atau Orofacial Cleft, yang biasa dikenal
dengan bibir sumbing ada suatu kondisi defek lahir dimana terbentuknya
pembukaan atau belahan yang tidak wajar pada bibir atau palatum.
Predominansi CL/P pada pria : wanita, yaitu 2:1, sedangkan untuk CP
adalah 1:2. Kalsifikasi pada CLP dikategorikan sebagai Cleft Lip maupun
Cleft palate. Klasifikasi cleft secara anatomis berdasarkan tingkat
keterlibatan jaringan dibagi menjadi unilateral atau bilateral.Klasifikasi yang
sering digunakan dalam praktik klinis adalah klasfikasi LAHSHAL oleh
Kriens yang mencakup sistem bergambar untuk mengkarakteristikkan pola
cleft.Dalam menentukan diagnosa Cleft Lip and Palate (CLP) ditegakkan
berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis pada ibu hamil prenatal sangat penting untuk
mengetahui faktor – faktor risiko dari terjadinya cleft lip and palate.
Pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir untuk evaluasi palatum sangat
penting dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya cleft palate. Diagnosis
cleft lip and palate saat prenatal (75%) dapat dibantu melalui pemeriksaan
USG kehamilan saat usia 13-16 minggu.

Tatalaksana dalam CLP melibatkan tim multidisiplin, yang terdiri dari


dokter spesialis bedah plastik, dokter spesialis anak, dokter spesialis THT,
dokter gigi pediatrik, perawat berpengalaman, terapis bicara, psikolog, dan
orthodontist.

60
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, M. K., Bui, A. H. and Taioli, E. (2017) ‘Epidemiology of cleft lip


and palate’, INTECH open Science, pp. 1–22. doi: 10.1097/00000637-
199807000-00002.
Chigurupati, R., Heggie, A. and Bonanthaya, K. (2020) ‘Cleft Lip and
Palate: An Overview’, JAAPA : official journal of the American Academy of
Physician Assistants, 33(12), pp. 17–20. doi:
10.1097/01.JAA.0000721644.06681.06.
Descamps, M. J. L. et al. (2010) ‘MRI for definitive In Utero diagnosis
of cleft palate: A useful adjunct to antenatal care?’, Cleft Palate-Craniofacial
Journal, 47(6), pp. 578–585. doi: 10.1597/09-070.
Dewi, P. S. (2019) ‘Management of Cleft Lip and Palate (Literature
Review)’, Interdental Jurnal Kedokteran Gigi (IJKG), 15(1), pp. 25–29. doi:
10.46862/interdental.v15i1.340.
Ettinger, R. E. and Buchman, S. R. (2020) ‘Cleft Lip and Palate:
Embryology, Principles, and Treatment’, in Grabb and Smith Plastic Surgery
Eighth Edition, pp. 832–861.
Firas Abd Kati (2018) ‘Cleft lip and palate: Review Article’, World
Journal Of Pharmaceutical And Medical Research, 4, pp. 155–163.
Jairaman, V. (2015) ‘Penanganan Bibir Sumbing Dan Malformasi
Langit-Langit’, Intisari Sains Medis, 2(1), p. 19. doi: 10.15562/ism.v2i1.78.
Jindal, M. and Khan, S. Y. (2013) ‘How to Feed Cleft Patient?’,
International Journal of Clinical Pediatric Dentistry, 6(2), pp. 100–103. doi:
10.5005/jp-journals-10005-1198.
Lewis, C. W., Jacob, L. S. and Lehmann, C. U. (2017) ‘The primary
care pediatrician and the care of children with cleft lip and/or cleft palate’,
Pediatrics, 139(5). doi: 10.1542/peds.2017-0628.
Marie M Tolarova, MD, PhD, Ds. (2020) Pediatric Cleft Lip and Palate,
Medscape. Available at: https://emedicine.medscape.com/article/995535-
overview.
Martinez-Ten, P. et al. (2012) ‘First-trimester diagnosis of cleft lip and
palate using three-dimensional ultrasound’, Ultrasound in Obstetrics and

61
Gynecology, 40(1), pp. 40–46. doi: 10.1002/uog.10139.
Marzoeki, D., Jailani, M. and Perdanakusuma, D. S. (2002) Teknik
Pembehadan Celah Bibir dan Langit-Langit.
Prabhu, S. et al. (2012) ‘Etiopathogenesis of orofacial clefting
revisited’, Journal of Oral and Maxillofacial Pathology, 16(2), pp. 228–232.
doi: 10.4103/0973-029X.99074.
Shaye, D., Liu, C. C. and Tollefson, T. T. (2015) ‘Cleft Lip and Palate.
An Evidence-Based Review’, Facial Plastic Surgery Clinics of North
America. Elsevier Inc, 23(3), pp. 357–372. doi: 10.1016/j.fsc.2015.04.008.
Stone, C. (2013) ‘Cleft Lip and Palate: Etiology, Epidemiology,
Preventive and Intervention Strategies’, Anatomy & Physiology, 04(03),
pp. 2–6. doi: 10.4172/2161-0940.1000150.
Vyas, T. et al. (2020) ‘Cleft of lip and palate: A review’, Journal of
Family Medicine and Primary Care, 6(2). doi: 10.4103/jfmpc.jfmpc.

62

Anda mungkin juga menyukai