Anda di halaman 1dari 47

CASE SCIENTIFIC SESSION

BAGIAN PROSTODONTI

“Evaluasi pemakaian Feeding Plate Prosthesis pada Pasien


Celah Bibir dan Langit-Langit”

Diajukan untuk memenuhi syarat dalam melengkapi

Kepaniteraan Klinik pada Modul 4

Oleh:

TIFANI DWI AGUSTIN


19100707360804157

Dosen Pembimbing :

drg. Widya Puspita Sari, MDSc.

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2022
MODUL 4

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PADANG

HALAMAN PENGESAHAN

Telah didiskusikan case scientific session “Evaluasi pemakaian Feeding Plate

Prosthesis pada Pasien Celah Bibir dan Langit-Langit” guna melengkapi

persyaratan Kepaniteraan Klinik pada Modul 4.

Padang, Juli 2022

Disetujui Oleh
Dosen Pembimbing

drg. Widya Puspita Sari, MDSc.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Illahi Rabbi, atas kehendak dan

ketetapan- Nya telah melimpahkan rahmat dan karunia sehingga penulisan

makalah case scientific session “Evaluasi pemakaian Feeding Plate Prosthesis

pada Pasien Celah Bibir dan Langit-Langit” untuk memenuhi salah satu syarat

dalam menyelesaikan kepanitraan klinik modul 4 dapat diselesaikan.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari, bahwa semua proses

yang telah dilalui tidak lepas dari bimbingan dosen pembimbing di bagian bedah

mulut RSGM Universitas Baiturrahmah, bantuan, dan dorongan yang telah

diberikan berbagai pihak lainnya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu.

Penulis juga menyadari bahwa makalah ini belum sempurna sebagaimana

mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya, karena itu kritik

dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca.

Akhirnya kepada Allah SWT jualah semuanya penulis serahkan dan

mudah- mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Padang, Juli 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI ...............................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................v
DAFTRA TABEL........................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................5
1.3 Tujuan......................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................6
2.1 Embriologi Bibir dan Palatum.................................................6
2.2 Celah Bibir dan Langit-Langit.................................................9
2.3 Etiologi Celah Bibir dan Langit-Langit.................................10
2.3.1 Faktor Endogen (Genetik/Herediter)............................10
2.3.2 Faktor Eksogen (Lingkungan)......................................11
2.4 Manifestasi Klinis Celah Bibir dan Langit-Langit.................13
2.5 Klasifikasi Celah Bibir dan Langit-Langit.............................15
2.5.1 Berdasarkan Letak Sumbing........................................15
2.5.2 Klasifikasi Celah Bibir Menurut Veu..........................16
2.5.3 Klasifikasi Celah Bibir Menurut Kernahan dan Stark. 16
2.6 Feeding Plate.........................................................................17
BAB III PEMBAHASAN.........................................................................19
3.1 Hasil dari Setiap Sumber Bukti..............................................19
3.2 Sintesis Hasil..........................................................................23
3.3 Pembahasan............................................................................26
3.3.1 Indikasi Feeding Plate Berdasarkan Kasus dan Usia
Pasien ..........................................................................26
3.3.2 Keuntungan Feeding plste...........................................27
3.3.3 Tujuan Pembuatan Feeding Plate................................29

i
3.3.4 Dampak pada bayi bibir sumbing jika tidak dibuatkan feeding
plate.......................................................................................30
3.3.5 Bahan Cetak untuk Pembuatan Feeding Plate.............32
3.3.6 Evaluasi Pasien Celah Bibir dan Langit-Langit
Setelah Pemakaian Feeding Plate.................................34
BAB IV KESIMPULAN...........................................................................36
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................37

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Perkembangan Embrio Minggu ke-3 sampai Minggu ke-4...........7


Gambar 2. Embrio pada Usia 6 Minggu..........................................................8
Gambar 3. Pembentukan Nasal dan Maksila Minggu ke-5 Hingga ke-10.......9
Gambar 4. Klasifikasi Labioschisis Berdasarkan Letaknya...........................16
Gambar 5. Klasifikasi Menurut Veu..............................................................16
Gambar 6. Klasifikasi Kernahan....................................................................17
Gambar 7. Feeding Plate...............................................................................18

i
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Sumber Bukti...........................................................................19


Tabel 2. Indikasi Feeding Plate Berdasarkan Kasus dan Usia Pasien ...........23
Tabel 3. Keuntungan Feeding plate..................................................................23
Tabel 4. Tujuan Pembuatan Feeding Plate.......................................................24
Tabel 5. Dampak yang pada pasien yang tidak memakai feeding plate...........24
Tabel 6. Bahan Cetak untuk Pembuatan Feeding Plate..................................25
Tabel 7. Evaluasi Pasien Celah Bibir dan Langit-Langit Setelah Pemakaian
Feeding Plate....................................................................................25

i
i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Celah bibir dan langit-langit (cleft lip and palate / CLP) adalah suatu

kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta palatum lunak dan keras

rongga mulut. Sumbing pada bibir dan langit-langit merupakan suatu kelainan

kelahiran yang terjadi di daerah mulut dan bibir. Celah orofasial berupa celah

bibir dengan atau tanpa celah palatum dan celah palatum yang terjadi tanpa

disertai celah bibir dapat terjadi pada 1 diantara 500 hingga 1000 bayi yang lahir

di dunia. Kelainan ini dapat menyebabkan berbagai variasi masalah yang

berhubungan dengan rongga mulut, bicara, pendengaran dan mungkin juga

mempengaruhi jumlah, ukuran, bentuk dan posisi gigi sulung maupun gigi tetap.

Efek pada kemampuan berbicara, pendengaran, penampilan, dan psikologis dapat

mengarah pada kondisi kesehatan dan integrasi sosial yang buruk pada penderita,

biasanya, anak dengan kelainan ini membutuhkan perawatan multidisipliner sejak

lahir hingga dewasa dan memiliki morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan individu tanpa kelainan bawaan ini (Arindra dkk, 2015;

Dewi, 2019).

Celah bibir dan langit-langit termasuk kelainan atau cacat lahir yang

paling sering terjadi, secara klinis bentuk kelainannya memunyai variasi luas dari

yang ringan, yaitu indentasi bibir, uvula bifida dan celah langit-langit lunak

submukosa sampai berat yaitu yang meluas ke hidung serta langit-langit, ada juga

yang hanya terbatas pada uvula saja atau langit-langit lunak dan keras. Celah pada

bagian wajah dan rongga mulut ini dapat berupa hanya celah bibir (CB), celah

i
bibir disertai celah langit-langit (CBL), atau hanya celah langit-langit (CL) (Putri

dkk, 2019). Secara spesifik prevalensi kejadian sumbing bibir dan langit-langit di

berbagai negara berbeda-beda. Hasil studi menunjukkan bahwa prevalensi global

dari sumbing bibir dan langit-langit adalah 0,992/1.000 kelahiran hidup. Hasil

studi lain menyebutkan bahwa angka kejadian sumbing bibir dan langit-langit

adalah 1 dari 700 kelahiran di seluruh dunia dan 1 dari 500 kelahiran di Asia dan

penduduk asli Amerika (Elfiah dkk, 2021).

Kejadian bibir sumbing dan langit-langit di Indonesia juga masih cukup

tinggi dengan jumlah kejadian mencapai 1.596 penderita. Sjamsudin dan Maifara

(2017) menjelaskan bahwa berdasarkan klasifikasi jenis sumbing, jenis kelamin

dan letak kelainan sumbing gambaran angka kejadian di Indonesia sebagai

berikut: penderita bibir sumbing dan langit-langit sebanyak 50,53%, penderita

bibir sumbing saja sebanyak 24,42% dan penderita sumbing langit-langit

sebanyak 25,05%. Berdasarkan jenis kelamin dan tipe kelainan angka kecacatan

ini terdiri dari frekuensi sumbing pada penderita lakilaki sebanyak 55,95% dan

perempuan sebanyak 44,05%, tipe sumbing di sebelah kiri berjumlah 44,29% dan

sumbing di sebelah kanan berjumlah 25,02% penderita.

Sampai saat ini, cleft lip dan cleft palate belum diketahui penyebabnya

atau bersifat idiopatik. Penyebab dari celah bibir dan langit-langit ini berhubungan

dengan perpaduan antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Celah bibir dengan

atau tanpa celah langit-langit terjadi pada sejumlah besar sindrom yang bisa

disebabkan oleh faktor bukan genetik atau faktor lingkungan, kromosomal, faktor

genetik yang merupakan pewarisan kelainan gen tunggal, dan multifaktorial,

merupakan kombinasi antara faktor nongenetik (lingkungan) dengan faktor

i
genetik.. Cleft lip dan cleft palate dicurigai akibat mutasi pada gen pembentuk

rongga mulut dan bibir pada bayi ketika masa kandungan umur 4 bulan. Mutasi

ini menyebabkan gagalnya penyatuan jaringan yang membentuk palatum dan bibir

atas, yang akhirnya membentuk belahan yang terlihat jelas pada rongga mulut.

Namun, beberapa penelitian terbaru juga mencurigai diet dan pemakaian obat-

obatan pada ibu, kebiasaan merokok, dan lain-lain dapat menjadi faktor penyebab

terjadinya cleft lip dan cleft palate (Prasetya, 2018; Putri dkk, 2019). Celah bibir

dan palatum terjadi karena kegagalan prosesus fasialis untuk bersatu pada saat

proses pembentukan wajah di usia janin 5 – 10 minggu. Celah yang terjadi pada

bibir dan palatum di rongga mulut merupakan defek kongenital akibat jaringan

mulut tidak terbentuk sempurna selama perkembangan janin. Hal ini

menyebabkan terjadinya hubungan antara rongga hidung dan mulut serta

malformasi dan agenesis gigi yang berdekatan dengan celah (Hidayat, 2017).

Pendekatan pasien CLP harus dilakukan secara multidisiplin. Pendekatan

tersebut melibatkan tim yang terdiri dari dokter ahli bedah kraniofasial,

otolaryngologis, ahli genetika, anestesiologis, ahli patologi wicara ‐ bahasa, ahli

gizi, ortodontis, prostodontis, dan ahli psikologis. Pada kasus yang lebih aneh atau

sulit dilibatkan juga dokter ahli bedah saraf dan dokter mata. Penutupan celah

abnormal dilakukan dengan menggantikan jaringan keras, lunak, dan gigi yang

hilang menggunakan protesa maksilofasial intraoral (Jairaman, 2015; Hidayat,

2017).

Pada bayi baru lahir yang mengalami celah bibir dan langit-langit akan

menghadapi kesulitan dalam menyusu, yaitu tidak efisiennya pengisapan saat

menyusu dan kemungkinan susu masuk ke saluran napas sehingga menyebabkan

i
bayi tersedak serta air susu keluar melalui hidung, selain itu waktu yang

dibutuhkan untuk menyusu lebih lama sehingga perut bayi kembung, tidak

nyaman serta kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi. Adanya celah menyebabkan

kemampuan bayi untuk menutup rongga mulut dan mengisap, tidak adekuat

sehingga bayi tidak mampu menarik cairan ke dalam mulut secara efisien.

(Damayanti, 2012; Bakhtiar, 2021).

Kelainan orofasial memiliki potensi untuk mengubah kemampuan

mengisap, menelan, tipe tekanan dan fungsi struktur mulut yang terlibat dalam

proses asupan makanan pada bayi. Pembentukan isapan intra oral pada bayi yang

mengalami celah bibir dan langit-langit terganggu oleh ketidakmampuan bayi

membentuk penutupan anterior yang memadai dengan menggunakan bibir dan

ketidakmampuan untuk menutup rongga mulut inferior akibat celah langit-langit

bilateral, sehingga bayi sulit untuk menekan puting di antara lidah dan langit-

langit (Damayanti, 2012; Bakhtiar, 2021).

Perawatan dini harus diberikan kepada bayi yang baru lahir yang

mengalami dengan celah bibir dan langit-langit karena fungsi alami dari daya isap

dan penelanan yang menjadi sulit sehingga terjadi masalah dalam pemberian susu

dan pertimbangan pertumbuhan kraniofasial yang cepat pada 12 bulan pertama,

terutama 12 minggu pertama. Lengkung rahang yang lebih normal yang terbentuk

pada usia dini akan mempengaruhi perkembangan struktur tulang wajah, dan

cenderung menghasilkan pola pertumbuhan yang normal. Pada bayi yang segmen

premaksilanya menunjukkan pergeseran ke depan, rangkaian perawatan meliputi

konstruksi feeding plate prosthesis dengan modifikasi penempatan ikatan ekstra

i
oral untuk mengembalikan posisi segmen yang bergeser (Babu et al, 2019;

Kumari, 2019).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dibuat rumusan masalah yang

akan dibahas, yaitu:

1. Apakah indikasi feeding plate berdasarkan kasus dan usia pasien?

2. Apakah keuntungan dari feeding plate?

3. Apakah tujuan pembuatan feeding plate?

4. Apakah Dampak pada bayi bibir sumbing jika tidak dibuatkan feeding plate?

5. Apakah bahan cetak yang digunakan untuk pembuatan feeding plate?

6. Bagaimana evaluasi pasien celah bibir dan langit-langit setelah pemasangan

feeding plate?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui dan menjelaskan indikasi feeding plate berdasarkan kasus dan

usia pasien.

2. Mengetahui dan menjelaskan keuntungan dari feeding plate.

3. Mengetahui dan menjelaskan tujuan pembuatan feeding plate.

4. Mengetahui dan menjelaskan dampak pada bayi bibir sumbing jika tidak

dibuatkan feeding plate.

5. Mengetahui dan menjelaskan bahan cetak yang digunakan untuk

pembuatan feeding plate.

6. Mengetahui dan menjelaskan evaluasi pasien celah bibir dan langit-langit

setelah pemasangan feeding plate.

i
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi Bibir dan Palatum

Perkembangan wajah diawali pada bagian tengah prosesus frontonasalis

yang berkembang di sekitar otak yang juga sedang mengalami proses

perkembangan. Kedua prosesus maksilaris berkembang ke anterior di antara

vesikel optik dan primitive stomodeum sementara kedua prosesus mandibularis

berkembang di bawah stomodeum. Penggabungan antara prosesus maksilaris dan

prosesus frontonasal menghasilkan adanya pembentukan premaksila yang

kemudian menjadi tempat berkembangnya gigi-gigi insisivus. (Dewi, 2019).

Struktur fasial mulai bisa dikenali pada minggu ke-5 hingga ke-6

intrauterin. Pada akhir minggu ke-6, terjadi penggabungan prosesus nasalis

medialis dengan prosesus maksilaris yang kemudian diikuti dengan pembentukan

bibir atas dan palatum primer. Sesaat sebelum proses ini selesai, pembelahan sel

pada prosesus nasalis lateralis mengalami puncaknya sehingga hal ini

menyebabkan proses tumbuh kembang pada area ini sangat rentan terhadap

gangguan teratogenik dan berbagai gangguan tumbuh kembang lain sehingga

kondisi ini dapat menyebabkan kegagalan pada mekanisme penyatuan prosesus

kiri dan kanan. (Dewi, 2019).

Tanda pertama dari pertumbuhan dan perkembangan palatum sekunder

terjadi pada minggu ke-6 intrauterin yang diawali dari perkembangan prosesus

maksilaris yang mengalami pertumbuhan secara vertikal di sekitar lidah yang

sedang mengalami proses pembentukan. Pada minggu ke-7, terjadi fusi antara

prosesus palatina kiri dan kanan yang kemudian diikuti proses degenerasi yang

i
memungkinkan jaringan mesenkimal berkembang menutupi area ini. Jaringan

mesenkimal di palatal kemudian berdiferensiasi menjadi tulang dan otot yang

masing-masing kemudian membentuk palatum keras dan lunak. Selain terjadi fusi

pada garis tengah (midline), palatum sekunder bergabung dengan palatum primer

dan septum nasalis. Proses penggabungan tersebut terjadi dan selesai pada minggu

ke-10 intrauterin. Perkembangan palatum sekunder pada mamalia menyebabkan

rongga oronasal terbagi menjadi rongga mulut dan rongga hidung sehingga

memungkinkan proses pengunyahan dan respirasi berlangsung secara simultan

(Dewi, 2019).

Perkembangan bibir dan palatum memiliki perbedaan waktu pembentukan.

Bibir dibentuk pada minggu kedelapan usia kehamilan dan langit-langit (palatum)

pada minggu ke 10-12. Tonjolan muka telah terbentuk pada minggu keempat.

Diantaranya adalah: processus frontonasalis, sepasang processus maxillaris,

sepasang processus mandibularis (Gambar 1).

Gambar 1. Perkembangan embrio minggu ke-3 sampai minggu ke-4 (Primasari,

2018)

i
Pada minggu kelima, tanda letak (placodes) masuk untuk membentuk

lubang hidung. Sepasang processus maxillaris telah berkembang ke medial dan

mendorong sepasang tonjolan nasalis medial pada minggu keenam (Gambar 2).

Fusi dari tonjolan nasalis medial membentuk: Filtrum, bibir tengah atas, ujung

hidung, dan Columella. Fusi dari sepasang tonjolan maxillaris dengan sepasang

tonjolan nasalis medial membentuk bibir atas sempurna (tonjolan maxillaris

membentuk bibir lateral). Sedangkan tonjolan nasalis lateralis membentuk ala

nasalis bilateral seperti pada Gambar 3 (Clark, et al., 2018; Primasari, 2018).

Gambar 2. Embrio pada usia 6 minggu. (A) pembentukan bibir bagian atas dan

bawah, (B dan C) bagian sagital kepala menunjukkan perkembangan segmen

intermaksilari dari perpaduan processus nasal medial di bagian dalam stomodeum

(Primasari, 2018)

i
Gambar 3. Pembentukan nasal dan maksila minggu ke-5 hingga ke-10

(Rajagukguk, 2016)

2.2 Celah Bibir dan Langit-Langit

Istilah yang digunakan untuk celah bibir ialah cheilos, labioschisis, harelip

atau cleft lip. Cheilo, labio dan lip berarti bibir, sedangkan schisis, hare ataupun

cleft berarti celah. Pengertian dari celah bibir (labioschisis) adalah kelainan

bawaaan yang terjadi oleh karena tidak adanya penyatuan (fusi) secara normal

dari bibir pada proses embrional yang dapat terjadi secara sebagian atau

sempurna. Labioschisis, cleft lip, celah bibir atau bibir sumbing adalah kondisi

dimana terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini

dapat berupa takik kecil pada bagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan

komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu

sisi disebut labioschisis unilateral, dan jika celah terdapat pada kedua sisi disebut

labioschisis bilateral (Prasetya, 2018).

Celah bibir ini terjadi karena kelainan dalam perkembangan embrio,

dimana terjadinya kegagalan penyatuan (fusi) tonjolan maxillaris dan nasalis

i
secara unilateral atau bilateral. Perkembangan bibir dan linggir alveolar dimulai

sejak usia 7 minggu kehamilan dan perkembangan palatum keras dan velum pada

usia 9 minggu kehamilan (Kummer, 2020). Bibir dan palatum berkembang secara

terpisah, sehingga memungkin bagi bayi untuk dilahirkan hanya dengan celah

bibir, hanya celah pada palatum, atau kombinasi keduanya. Keadaan kelainan ini

dapat meyebabkan berbagai masalah yang berhubungan dengan rongga mulut,

bicara, pendengaran dan mungkin juga mempengaruhi jumlah, ukuran, bentuk dan

posisi gigi sulung maupun gigi tetap (Wahyuni, 2016).

2.3 Etiologi Celah Bibir dan Langit-Langit

Etiologi celah bibir dan langit-langit belum diketahui secara pasti, namun

terdapat melibatkan beberapa faktor resiko baik eksogen maupun endogen.

Beberapa ahli menyatakan sumbing bibir terjadi disebabkan oleh multifaktor yang

merupakan kombinasi dari faktor endogen (genetik/ herediter) dan faktor eksogen

(lingkungan) (Azkiya, dkk., 2021).

2.3.1 Faktor Endogen (Genetik/ Herediter)

Faktor ini biasanya diturunkan secara genetik dari riwayat keluarga yang

mengalami mutasi genetik. Oleh karena itu penting sekali saat proses anamnesa

dengan pasien untuk menanyakan soal apakah ada riwayat keturunan dari

keluarga mengenai kelainan ini. Para peneliti melaporkan bahwa 40% orang yang

mempunyai riwayat keluarga CLP akan mengalami CLP. Kemungkinan seorang

bayi dilahirkan dengan labioschisis meningkat bila keturunan garis pertama (ibu,

ayah, saudara kandung) mempunyai riwayat CLP (Kati, 2018). Ketika suatu gen

mengalami defek, hal tersebut dapat mengakibatkan celah. Namun, tidak semua

i
defek gen dapat menyebabkan celah, melainkan hal itu juga dipengaruhi oleh

faktor lingkungan yang memicu gen untuk bereplikasi (Kummer, 2020).

Salah satu faktor resiko terkait dengan norma sosial yang dipercaya dapat

menimbulkan terjadinya celah bibir adalah perkawinan sedarah. Perkawinan

sedarah adalah faktor yang teridentifikasi dapat meningkatkan transmisi kelainan

genetik, terutama yang autosomal resesif. Perkawinan sedarah adalah praktik

budaya yang memiliki peran epigenetik dalam perkembangan kelainan kongenital.

Secara genetik, perkawinan dengan hubungan darah yang dekat menghasilkan

pewarisan sifat autosomal resesif yang terkait dengan beberapa kelainan

kongenital termasuk celah bibir dan langit-langit (Silva, et al., 2019).

2.3.2 Faktor Eksogen (Lingkungan)

Faktor lingkungan sebagai penyebab celah bibir dan langit-langit telah

banyak diketahui, walaupun tidak sepenting faktor genetik, tetapi faktor

lingkungan merupakan faktor yang dapat dikendalikan sehingga dapat dilakukan

pencegahan. Beberapa faktor lingkungan yang diketahui yaitu (Septarika, 2016):

a. Nutrisi ibu hamil

Kekurangan nutrisi, seperti asam folat, zinc, defisiensi kolesterol dan

defisiensi multivitamin (vitamin A, vitamin B12) menunjukkan hasil positif

menjadi faktor resiko terjadinya celah bibir beberapa penelitian dan percobaan

intervensional.

b. Konsumsi alkohol di masa kehamilan

Mengkonsumsi alkohol secara berulang dan konstan selama trimester

pertama memiliki hubungan dengan kejadian celah bibir. Ibu hamil yang

mengkonsumsi alkohol hingga mencapai binge level (konsentrasi alkohol darah

i
mencapai 0,08 g/dL) atau meminum lima gelas atau lebih memiliki resiko lebih

tinggi terkena celah bibir maupun langit-langit. Biasanya bayi yang dilahirkan

oleh ibu pengonsumsi alkohol memiliki kelainan berupa celah bibir dengan atau

tanpa celah langit-langit, berat badan rendah, mikrosefalus, kelainan jantung,

maupun retardasi mental.

c. Rokok

Bahaya merokok selama kehamilan telah lama diketahui, berbagai jurnal

telah mendukung efek teratogenik rokok. Merokok dalam masa kehamilan

trimester pertama merupakan faktor risiko yang besar dalam kenaikan jumlah

kelahiran bayi dengan celah bibir. Paparan asap rokok pada ibu hamil juga diduga

berinteraksi dengan faktor genetik dalam menyebabkan cacat lahir dan

meningkatkan risiko terjadinya celah bibir dan langit-langit.

d. Radiasi sinar rontgen

Paparan radiasi rontgen pada masa kehamilan trimester pertama memiliki

kemungkinan untuk menyebabkan terjadinya celah bibir dan langit-langit.

e. Obat-obatan

Beberapa obat-obatan tidak dianjurkan untuk digunakan oleh ibu hamil

karena bersifat teratogenik. Penggunaan obat-obatan seperti steroid, antikonvulsan

(phenytoin dan phenobarbital), asam retinoat dapat meningkatkan terjadinya celah

bibir dan langit-langit bila dikonsumsi pada masa trimester kehamilan.

f. Infeksi

Infeksi pada trimester pertama kehamilan dapat menyebabkan kecacatan

pada janin, termasuk kelainan pada bibir berupa celah bibir dan langit-langit.

i
Infeksi dapat berupa infeksi bakteri maupun virus. Virus seperti rubella dan

bahkan influenza diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya celah pada janin.

g. Stres

Stres yang timbul pada ibu dapat menyebabkan terangsangnya fungsi

hipothalamus Adrenocorticotropic Hormone (ACTH). Akibatnya, ACTH

merangsang kelenjar adrenal bagian glukokortikoid mengeluarkan hidrokortison,

sehingga akan meningkat di dalam darah yang dapat menganggu pertumbuhan.

Hal ini dapat juga menyebabkan kecacatan berupa celah bibir pada janin.

h. Trauma

Salah satu penyebab terjadinya celah pada janin yaitu adanya tekanan pada

perut ibu yang mengakibatkan trauma. Hal yang paling banyak menyebabkan

tekanan eksternal tersebut yaitu ketika ibu tergelincir maupun jatuh. Selain itu,

beberapa hal lain yang menyebabkan tekanan eksternal yaitu adanya percobaan

aborsi dan kebiasaan ibu memberi tekanan pada perut ketika masa kehamilan.

2.4 Manifestasi Klinis Celah Bibir dan Langit-Langit

1. Masalah Asupan Nutrisi

Masalah asupan makanan atau nutrisi merupakan masalah pertama yang

terjadi pada bayi penderita labioschisis. Adanya labioschisis memberikan

kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada payudara ibu ataupun dot.

Keadaan tambahan yang ditemukan yaitu reflex hisap dan reflex menelan pada

bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal, kondisi tersebut

mengakibatkan bayi menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu sehingga

asupan nutrisi yang diperoleh bayi menjadi berkurang (Kati, 2018).

i
2. Gangguan Berbicara

Kondisi celah bibir menyebabkan tertahannya pengucapan huruf labial

seperti p, b, t, d, k, g, s, z, ch. Pada individu normal suara dibentuk oleh udara

yang keluar dari paru-paru melewati pita suara dan masuk ke dalam rongga mulut.

Posisi lidah, bibir, rahang bawah dan palatum lunak saling bekerjasama untuk

menghasilkan bunyi. Adanya celah pada bibir menyebabkan terjadinya

superimpose suara karena perubahan aliran udara dalam struktur rongga mulut

(Ratnaningtyas, 2021).

3. Masalah Dental

Masalah dental meliputi kelainan ukuran dan bentuk gigi, misalnya, gigi

insisivus lateral permanen dengan kelainan ukuran dan bentuk pada sisi yang

terdapat celah, kelainan posisi gigi, serta pembentukan dan erupsi gigi permanen

yang terlambat (Kati, 2018).

4. Masalah Psikologis

Semua masalah yang dialami penderita dengan celah bibir dan langit-

langit merusak sisi psikologis dimana penderita mengalami depresi, kecemasan

dan kurangnya harga diri serta tidak mampu berkomunikasi dengan teman sebaya

di sekolah. Selain itu, beberapa penderita merasa cemas karena reaksi orang lain

dan menjadi khawatir bertemu orang lain (Kati, 2018).

i
2.5 Klasifikasi Celah Bibir dan Langit-Langit

2.5.1 Berdasarkan Letak Sumbing Bibir

1. Sumbing bibir satu sisi (labioschisis unilateral)

Sumbing bibir satu sisi hanya mengenai satu sisi bibir saja, kanan atau kiri.

Sumbing bibir satu sisi dibagi lagi menjadi:

a. Sumbing bibir satu sisi lengkap (labioschisis complete unilateral), adalah

sumbing bibir pada satu sisi bibir atas sampai ke lubang hidung, mengenai

prosesus alveolaris dan kadangkadang sampai palatum durum dan palatum

mole.

b. Sumbing bibir satu sisi tidak lengkap (labioschisis incomplete unilateral),

adalah sumbing bibir pada satu sisi atas tanpa ada tanda-tanda anomaly pada

prosesus alveolaris. Nasal sill pada bagian bibir yang mengalami sumbing

bibir ini masih dalam keadaan utuh.

2. Sumbing bibir dua sisi (labioschisis bilateral)

Sumbing bibir dua sisi merupakan sumbing bibir yang mengenai mengenai

kedua sisi bibir kiri dan kanan. Sumbing bibir dua sisi terbagi atas :

a. Sumbing bibir sisi lengkap (labioschisis complete bilateral), adalah

sumbing bibir pada kedua sisi bibir atas sampai ke lubang hidung,

mengenai prosesu alveolaris dan kadang-kadang sampai ke palatum durum

dan palatum mole.

b. Sumbing bibir dua sisi tidak lengkap (labioschisis incomplete bilateral),

adalah sumbing bibir pada kedua sisi bibir atas tanpa ada tanda-tanda

anomaly pada prosesus alveolaris dan nasal srill masih dalam keadaan

utuh (Silva, 2019).

i
Gambar 4. Klasfikasi labioschisis berdasarkan letaknya

2.5.2 Klasifikasi Celah Bibir Menurut Veu

a. Tipe I : Bentukan lekukan vermilion unilateral

b. Tipe II : Celah melibatkan vermilion dan bibir

c. Tipe III : Celah melibatkan vermilion, bibir dan dasar hidung

d. Tipe IV : Celah bibir bilateral komplit (Subramanyam, 2020).

Gambar 5. Klasifikasi menurut Veu (Arif, 2020)

2.5.3 Klasifikasi Celah Bibir menurut Kernahan dan Stark

a. Area 1 dan 4 : Celah bibir kanan dan kiri

b. Area 2 dan 5 : Celah alveolar kanan dan kiri

c. Area 3 dan 6 : Celah palatum keras anterior dari foramen insisivum

i
d. Area 7 dan 8 : Celah palatum keras posterior dari foramen insisivum

e. Area 9 : Celah palatum lunak

Gambar 6. Klasifikasi Kernahan (Balaji, 2013)

2.6 Feeding Plate

Plat ini merupakan sebuah alat prostodontik yang dibentuk sesuai anatomi

rahang dengan celah langit-langitnya sehingga menutup celah. Plat ini akan

mengembalikan kondisi rongga mulut dan hidung yang terpisah sehingga

membantu dalam pemberian makan. Plat ini terdiri dari 2 bagian, yaitu

(Rajagukguk, 2016):

1. Akrilik lunak, merupakan bagian yang menghadap mukosa mulut.

i
2. Akrilik keras, merupakan bagian yang terletak dibagian tengah langit-

langit dan berguna untuk mendukung dan stabilisasi plat dalam arah

transversal maupun anteroposterior.

Gambar 7. Feeding plate (Arif, 2020)

Ibu pasien akan kesulitan memberi makan bayi karena adanya regurgitasi

hidung. Feeding plate digunakan untuk menutup celah dan meningkatkan

kemampuan bayi untuk menyusu. Feeding plate tidak hanya memecahkan

masalah makan tetapi juga dapat menyesuaikan posisi segmen celah menjadi

hubungan yang lebih ideal sebelum dilakukan tindakan bedah definitif. Selain itu,

alat ini mencegah lidah masuk ke area sumbing (Erkan et al, 2011).

i
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Hasil dari Setiap Sumber Bukti


Tabel 1. Hasil Sumber Bukti
Penulis,
Metode
No Tahun Penerbit Judul Artikel Hasil Penelitian
Penelitian
Terbit
1. Aruna Internati Pembuatan Laporan 1. feeding plate pada
Kumari onal Protesa Feeding Kasus pasien berusia enam hari
(2019) Journals Plate untuk dengan kasus celah bibir
dan langit-langit
of Dental Neonatal Usia 6
unilateral.
Material Hari: Laporan 2. Dapat memeliharaan
Kasus nutrisi yang memadai
sangat penting untuk
pertumbuhan dan
perkembangan bayi
karena penambahan
berat badan bayi.
3. pemberian makan untuk
meningkatkan berat
badan pasien pada pasien
celah bibir dan langit-
langit unilateral.
4. Terganggu nya aktivitas
fisiologis seperti
menelan, berbicara dan
lain-lain.
5. Cetakan awal
menggunakan bahan
bahan putty polivinil
siloksan, Setelah didapat
cetakan awal dilapisi
dengan elastomer
medium body. Cetakan
dibuat menggunakan stik
es krim.
6. Feeding platei
mengembalikan kontur
palatal dan celah yang
membantu dalam
menciptakan tekanan
negative yang cukup
dalam menghisap susu
dan membantu bayi
untuk memerah ASI.

i
Penulis,
Metode
No Tahun Penerbit Judul Artikel Hasil Penelitian
Penelitian
Terbit
2. K.A Internati Penatalaksanaan Laporan 1. feeding plate pada bayi
Saran onal Sumbing pada Kasus dengan celah palatum
Babu et Journal Bayi: Tindakan keras dan lunak serta
bibir usia 15 hari.
al (2019) of Oral Prostetik
2. Dapat membantu dalam
Health Sederhana menghilangkan
Dentistry hipernasal, terapi wicara
untuk koreksi artikulasi
yang terganggu, dapat
mengurangi kejadian
otitis media dan infeksi
faring lainnya.
3. Untuk memudahkan
pasien dalam proses
makan dan menelan susu
agar masalah penurunan
berat badan dapat diatasi
untuk persiapan tindakan
bedah korektif celah
palatum keras dan lunak
serta bibir.
4. Akan selalu terjadi
penurunan berat badan
bayi secara bertahap.
5. Menggunakan green
stick compound yang
dilunakkan
menggunakan air hangat
untuk dijadikan sendok
cetaknya.
6. Terjadi penambahan
berat badan bayi setelah
penggunaan feeding
plate yang menunjukkan
fungsi tepat pada feeding
plate..
3. Manoran Internati Feeding Plate: Laporan 1. Feeding plate untuk
jan onal Keuntungan Kasus pasien berusia 5 hari
Mahakur Journal untuk Anak dengan kasus celah
langit-langit hingga
et al of Celah Palatum
uvula.
(2021) Advance dan Ibu Pasien 2. Dapat menghilangkan
d masalah secara langsung,
Reasearc seperti nutrisi yang tepat
h dan pencegahan infeksi

i
Penulis,
Metode
No Tahun Penerbit Judul Artikel Hasil Penelitian
Penelitian
Terbit
lebih lanjut karena
aspirasi.
3. Agar pasien bisa
mengisap ASI dengan
baik sehingga berat
badan ideal untuk syarat
tindakan pembedahan
terpenuhi.
4. Memberitahu orang tua
pasien akan
mempengaruhi makan
bayi, sehingga mereka
harus memberitahu
tentang pengobatan
alternative Feeding
plate.
5. Buat cetakan awal
menggunakan
impression compound
untuk membuat sendok
cetak, Buat cetakan
model kerja
menggunakan putty.
6. Pasien dapat mengisap
susu dari payudara ibu
dengan baik setelah
penggunaan feeding
plate.
4. Komal Europea Feeding Plate Laporan 1. Feeding plate untuk
Ghiya n Journal Pasien Delapan Kasus pasien berusia 8 hari
(2021) of Dental Hari dengan dengan celah bibir dan
Celah Bibir dan langit-langit.
and Oral
Langit-Langit 2. Dapat memfasilitasi
Health Klasifikasi Veau makan, menurunkan
Tipe III regurgitasi hidung,
mengurangi
kemungkinan tersedak
dan kebutuhan waktu
untuk memberi makan.
3. Mengoreksi regurgitasi
hidung saat menyusui
dan diperoleh berat
badan yang ideal setelah
proses makan dan ASI

i
Penulis,
Metode
No Tahun Penerbit Judul Artikel Hasil Penelitian
Penelitian
Terbit
dapat dilakukan dengan
baik.
4. Cetakan awal
menggunakan putty
polivinil siloksan ditekan
dengan tangan ke area
celah palatum, Buat
cetakan model kerja
menggunakan putty.
5. Anak dapat menyusu
dengan baik dan terjadi
kenaikan berat badan
yang stabil setelah
menggunakan feeding
plate.
5. Hilal Internati Feeding Plate Laporan 1. Pembuatan feeding plate
Ahmad onal untuk Bayi Kasus pada pasien 1,5 bulan
Hela et Journal dengan Celah dengan celah langit-
al (2021) of Langit-langit: langit.
Science Laporan Kasus 2. Untuk mengatasi
and masalah makan, yang
Healthca berfungsi sebagai
re pembatas antara rongga
Research hidung dan rongga mulut
sehingga mencegah
regurgitasi hidung.
3. Rehabilitasi dini
diwajibkan karena bibir
sumbing juga
mempengaruhi kualitas
hidup anak usia sekolah
yang pada gilirannya
mempengaruhi peran
social mereka.
4. Gunakan sendok teh
yang telah disterilkan
dan green stick
compound .

3.2 Sintesis Hasil

i
Tabel 2. Indikasi Feeding Plate Berdasarkan Kasus dan Usia Pasien

Penulis, Indikasi Feeding Plate Berdasarkan Kasus dan Usia


Tahun Terbit Pasien
Aruna Kumari S Dibuatkan feeding plate pada pasien berusia enam hari
(2019) dengan kasus celah bibir dan langit-langit unilateral.
K.A Saran Babu et Dibuatkan feeding plate pada bayi dengan celah palatum
al (2019) keras dan lunak serta bibir usia 15 hari.
Manoranjan Feeding plate untuk pasien berusia 5 hari dengan kasus
Mahakur et al celah langit-langit hingga uvula.
(2021)
Komal Ghiya Feeding plate untuk pasien berusia 8 hari dengan celah
(2021) bibir dan langit-langit.
Hilal Ahmad Hela Pembuatan feeding plate pada pasien 1,5 bulan dengan
et al (2021) celah langit-langit.

Tabel 3. Keuntungan Pembuatan Feeding Plate

Penulis,
Tahun Terbit
Keuntungan Pembuatan Feeding Plate
Aruna Kumari S Dapat memeliharaan nutrisi yang memadai sangat penting
(2019) untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi karena
penambahan berat badan bayi.
K.A Saran Babu et Dapat membantu dalam menghilangkan hipernasal, terapi
al (2019) wicara untuk koreksi artikulasi yang terganggu, dapat
mengurangi kejadian otitis media dan infeksi faring
lainnya.
Manoranjan Dapat menghilangkan masalah secara langsung, seperti
Mahakur et al nutrisi yang tepat dan pencegahan infeksi lebih lanjut
(2021) karena aspirasi.
Komal Ghiya Dapat memfasilitasi makan, menurunkan regurgitasi
(2021) hidung, mengurangi kemungkinan tersedak dan kebutuhan
waktu untuk memberi makan.

Tabel 4. Tujuan Pembuatan Feeding Plate

i
Penulis,
Tahun Terbit
Tujuan Pembuatan Feeding Plate
Aruna Kumari S Mengatasi masalah pemberian makan untuk meningkatkan
(2019) berat badan pasien pada pasien celah bibir dan langit-langit
unilateral.
K.A Saran Babu et Untuk memudahkan pasien dalam proses makan dan
al (2019) menelan susu agar masalah penurunan berat badan dapat
diatasi untuk persiapan tindakan bedah korektif celah
palatum keras dan lunak serta bibir.
Manoranjan Agar pasien bisa mengisap ASI dengan baik sehingga berat
Mahakur et al badan ideal untuk syarat tindakan pembedahan terpenuhi.
(2021)
Komal Ghiya Mengoreksi regurgitasi hidung saat menyusui dan
(2021) diperoleh berat badan yang ideal setelah proses makan dan
ASI dapat dilakukan dengan baik.
Hilal Ahmad Hela Untuk mengatasi masalah makan, yang berfungsi sebagai
et al (2021) pembatas antara rongga hidung dan rongga mulut sehingga
mencegah regurgitasi hidung.

Tabel 5. Dampak pada bayi bibir sumbinf jika tidak dibuatkan Feeding
Plate
Penulis,
Tahun Terbit
Dampak pada bayi bibir sumbinf jika tidak Feeding
Plate

Aruna Kumari S Terganggunya aktivitas fisiologis seperti menelan,


(2019) berbicara dan lain-lain.
K.A Saran Babu et Akan selalu terjadi penurunan berat badan bayi secara
al (2019) bertahap.
Manoranjan Mempengaruhi makan bayi, dan terjadi penurunan berat
Mahakur et al badan bayi.
(2021)
Hilal Ahmad Hela Mempengaruhi kualitas hidup anak usia sekolah yang pada
et al (2021) gilirannya mempengaruhi peran social mereka.

i
Tabel 6. Bahan Cetak untuk Pembuatan Feeding Plate

Penulis,
Tahun Terbit
Bahan Cetak untuk Pembuatan Feeding Plate

Aruna Kumari S 1. Cetakan awal menggunakan bahan putty polivinil


(2019) siloksan.
2. Setelah didapat cetakan awal dilapisi dengan elastomer
medium body.
3. Cetakan dibuat menggunakan stik es krim.
K.A Saran Babu et 1. Menggunakan green stick compound yang dilunakkan
al (2019) menggunakan air hangat untuk dijadikan sendok
cetaknya.
2. Pencetakan area sumbing menggunahan bahan alginate
untuk mendapatkan model kerja
Manoranjan 1. Buat cetakan awal menggunakan impression
Mahakur et al compound untuk membuat sendok cetak.
(2021) 2. Buat cetakan model kerja menggunakan putty.
Komal Ghiya 1. Cetakan awal menggunakan putty polivinil siloksan
(2021) ditekan dengan tangan ke area celah palatum.
2. Buat cetakan model kerja menggunakan putty.
Hilal Ahmad Hela 1. Gunakan sendok teh yang telah disterilkan dan green
et al (2021) stick compound .
2. Pencetakan untuk bibir sumbing di rekomendasikan
seperti bahan cetak fusi rendah, alginate, dan
elastomer.

Tabel 7. Evaluasi Pasien Celah Bibir dan Langit-Langit Setelah


Pemakaian Feeding Plate

Penulis,
Tahun Terbit
Evaluasi Pasien Celah Bibir dan Langit-Langit Setelah
Pemakaian Feeding Plate

Aruna Kumari S Feeding plate mengembalikan kontur palatal dan celah


(2019) yang membantu dalam menciptakan tekanan negatif yang
cukup dalam menghisap susu dan membantu bayi untuk
memerah ASI.
K.A Saran Babu et Terjadi penambahan berat badan bayi setelah penggunaan
al (2019) feeding plate yang menunjukkan fungsi tepat feeding plate
Manoranjan Pasien dapat mengisap susu dari payudara ibu dengan baik

i
Penulis,
Tahun Terbit
Evaluasi Pasien Celah Bibir dan Langit-Langit Setelah
Pemakaian Feeding Plate

Mahakur et al setelah penggunaan feeding plate.


(2021)
Komal Ghiya Anak dapat menyusu dengan baik dan terjadi kenaikan
(2021) berat badan yang stabil setelah menggunakan feeding plate.

3.3 Pembahasan

3.3.1 Indikasi Feeding Plate

Penatalaksanaan bayi celah bibir dan langit-langit memerlukan pendekatan

multidisiplin. Dokter umum atau dokter anak atau ginekolog adalah orang

pertama yang mendiagnosis bahwa anak mengalami celah bibir dan langit-langit

mulut. Indikasi dari bibir sumbing dan celah langit-langit, yaitu pasien dengan

anomali kraniofasial kongenital yang sulit makan, berbicara, dan bayi yang

mengalami berat badan yang drastis, sehingga dokter gigi dan dokter umum

spesialis anak harus memberi tahu ibu dan orang tua tentang pengobatan alternatif

feeding plate untuk memudahkan pemberian makan bayi. (Aruna, 2019 dan

Mahakur et al, 2021).

Bayi dengan celah bibir dan langit-langit biasanya terjadi pada bayi usia 5

hari, tidak hanya itu pada kasus yang sudah dijelaskan bibir sumbing dan celah

langit-langit juga bisa terjadi pada usia 3 bulan dikarenakan keluarnya ASI

melalui hidung, sehingga refleks menghisap juga hilang. Kelainan bibir sumbing

juga terjadi di India, dimana laporan kasus di India didapatkan usia bayi seorang

laki-laki berusia 15 hari juga terjadi bibir sumbing mengeluh dengan kesulitan

makan dan menelan susu. (Mahakur, 2021, Babu, 2019)

i
Bibir sumbing dan celah langit-langit juga terjadi pada usia 6 hari pada

pasien anomali kraniofasial kongenital dengan berat badan 2,5 kg, didapatkan

bayi lahir dengan celah langit-langit unilateral kanan dengan bukan komunikasi

sekitar 1,5 mm- 2,0 mm, akibatnya orang tua mengeluhkan regurgitasi hidung

saat menyusui. (Aruna, 2019)

Bayi dengan celah bibir dan langit-langit mengalami kesulitan makan,

menelan yang dapat menyebabkan gagal tumbuh. Penurunan kemampuan pasien

dalam menciptakan tekanan negatif karena perforasi oronasal akan menghambat

proses menyusui. Cara mengatasi hal tersebut, bayi akan menekan puting di antara

langit-langit keras dan lidah, namun dapat terjadi komplikasi berupa regurgitasi

hidung dan tersedak, dengan demikian intervensi dini dengan cara konservatif

harus dilakukan untuk mengurangi komplikasi dengan meningkatkan berat badan

dan dengan demikian mengurangi risiko komplikasi selama operasi (Hela et al,

2021).

Menurut penelitian Duggal tahun 2019, seorang bayi perempuan neonatus

usia 8 hari dengan bibir sumbing memerlukan pertimbangan keperawatan khusus

selama perawatan, pasien harus diperlukan berat badan yang cukup untuk

dilakukan perawatan tindakan bedah dengan cara pembuatan feeding plate,

dengan feeding plate dapat membantu tindakan menyusui untuk menyeimbangkan

nutrisi pasien. (Duggal, 2019)

3.3.2 Keuntungan Feeding plate.

Feeding plate merupakan prostesis tambahan yang dibuat untuk bayi baru

lahir dengan celah langit-langit untuk memungkinkan mengisap dan makan

i
normal. Ini memfasilitasi makan, menurunkan regurgitasi hidung, mengurangi

kemungkinan tersedak dan lebih cepatnya waktu dalam memberi makan anak

(Ghiya, 2021).

Feeding plate suatu alat memiliki keuntungan penting dalam membantu

proses makan bayi dengan celah bibir dan langit-langit, membantu perkembangan

mulut-wajah, pengembangan plate palatal, pencegahan distorsi lidah, regurgitasi

hidung dan iritasi septum hidung, dan menghindari infeksi telinga. Juga mencegah

perluasan bagian anterior rahang atas, yang membantu ahli bedah memberikan

perawatan rekonstruktif yang tepat (Kumari, 2019; Hela et al, 2021). Feeding

plate mengembalikan celah palatal dan membantu menciptakan tekanan negatif

yang cukup sehingga penghisapan terjadi penghisapan ASI yang memadai. Alat

ini membantu anak untuk menghisap puting dengan mudah karena memberikan

titik kontak dan membantu bayi untuk memerah ASI. Jadi penting untuk

memeriksa sebelum pembuatan feeding plate apakah anak memiliki refleks

menyusu atau tidak (Mahakur et al, 2021).

Keuntungan dari pemasangan feeding plate di usia muda adalah

perkembangan otot faringeal dan palatal lebih baik, makan lebih mudah,

perkembangan perkembangan kemampuan fonasi lebih baik, fungsi tuba auditori

lebih baik, hygiene rongga mulut lebih baik, keadaan psikologi orang tua dan bayi

baik. (Cholid, 2019)

Keuntungan feeding plate menurut akulwar tahun 2020 menyebutkan

bahwa feeding plate dirancang untuk menutup celah dan mengembalikan

pemisahan anatar rongga mulut dan hidung. Ini dapat menciptakan platform yang

kaku ke arah mana bayi dapat menekan putting susu ibu dan mengeluarkan susu,

i
memberikan stabilitas lintas kengkungan dan mencegah keruntuhan lengkungan

setekah chelloplasty definitive, serta menyediakan cetakan ortopedi rahang atas

dengan dari segmen sumbing ke dalam perkiraan sebelum pencangkolan tulang

sumbing alveolar primer. (Akulwar, 2020)

3.3.3 Tujuan Pembuatan Feeding Plate

Kelainan kongenital celah bibir dan langit-langit, biasanya bayi-bayi ini

akan mengalami masalah nutrisi yang tidak memadai dan sebagai hasilnya akan

selalu ada penurunan berat badan secara bertahap. Tindakan bedah korektif celah

ini tidak dapat dilakukan sampai bayi mencapai berat badan yang cukup sesuai

usia, maka dari itu dilakukan Pemeliharaan nutrisi yang memadai dengan

dibuatkan feeding plate. Tujuan yang sangat penting untuk pertumbuhan dan

perkembangan bayi karena peningkatan berat badan penting untuk pemenuhan

persyaratan persiapan tindakan bedah korektif. (Babu et al, 2019; Kumari, 2019;

Mahakur et al, 2021).

Celah langit-langit menyebabkan adanya celah pada palatum, dan

akibatnya bayi kesulitan dalam mengisap karena tekanan negatif yang diperlukan

tidak dapat diproduksi di rongga mulut. ASI yang diperah cenderung keluar

melalui hidung. Situasi yang menyedihkan seperti itu, tindakan non-bedah

prostetik berupa feeding plate dapat dibuatkan. Intervensi segera dengan

pembuatan feeding plate dapat menghilangkan masalah langsung yaitu nutrisi

yang tepat dan pencegahan infeksi lebih lanjut karena aspirasi (Babu et al, 2019;

Kumari, 2019; Mahakur et al, 2021).

i
Tujuan lainnya dari pembuatan feeding plate yaitu pembentukan isapan

intraoral pada bayi yang mengalami celah bibir dan langit-langit agar tidak

terganggu oleh ketidakmampuan bayi untuk membentuk penutupan anterior yang

memadai dengan menggunakan bibir dan ketidakmampuan untuk menutup rongga

mulut inferior akibat celah langit-langit, sehingga bayi sulit untuk menghisap

putting diantara lidah dan langit-langit. Feeding plate juga membantu agar bayi

celah langit-langit dapat mengembalikan fungsi alami dari daya isap dan

penelanan yang sulit, dan juga dapat membantu proses menambah berat badan

bayi. (Damayanti, 2012)

Penelitian akulwar tahun 2020, tujuan dari pembuatan dan pemakaian

feeding plate yaitu dapat membantu proses berbicara, menelan, pernafasan,

perkembangan otot faring dan menghisap air susu, agar dapat membantu proses

pertumbuhan bayi dan dapat mengatasi masalah penurunan berat badan bayi agar

tindakan bedah dapat dilakukan dengan cepat. (Akulwar, 2020)

3.3.4 Dampak pada bayi bibir sumbing dan celah langit-langit jika

tidak dibuatkan feeding plate.

Pemeliharaan nutrisi yang memadai sangat penting untuk pertumbuhan

dan perkembangan bayi karena penambahan berat badan penting untuk persiapan

bayi untuk operasi korektif. Namun, celah langit-langit mulut membuat lubang di

langit-langit mulut, dan bayi mengalami kesulitan dalam menghisap karena

tekanan negative yang diperlukan tidak dapat diproduksi di rongga mulut, dan

juga terkadang ASI yang di perah cenderung keuar ke hidung. (Aruna, 2019)

i
Cacat lahir kongenital paling umum terlihat pada bayi adalah bibir

sumbing dan celah langit-langit. Bayi-bayi ini menderita kekurangan gizi dan

akibatnya akan selalu terjadi penurunan berat badan secara bertahap. Pendekatan

tindakan bedah celah ini tidak dapat dilakukan sampai bayi membutuhkan berat

badan yang cukup sesuai usia. Situasi yang menyedihkan seperti dokter gigi dan

dokter spesialis anak harus melihat pendekata prostetik non-bedah dalam

pembuatan protesis makanan buatan. (K.A. Saran, 2019)

Celah palatum ini akan menimbulkan gangguan bagi tumbuh kembang

selanjutnya. Beberapa masalah akan dihadapi penderita celah palatum mulai sejak

kelahiran hingga dewasa. Masalah pertama bagi penderita celah palatum adalah

susah menelan, ketika makan atau minum. Penderita celah palatum akan merasa

kesulitan dalam penelanan oleh karena ada kemungkinan makanan dan minuman

tersebut masuk ke dalam rongga hidung. Celah palatum juga menyebabkan

rongga mulut berhubungan dengan os nasal. Hal ini juga mengakibatkan

gangguan pernafasan. Makanan dan minuman yang masuk ke rongga hidung

dapat menyebabkan obtruksi jalan nafas. Celah palatum juga dapat

mengakibatkan gangguan fungsi bicara. Pasien dengan celah palatum, suaranya

menjadi sengatu dan kurang jelas, gangguan pendengaran, keadaan malposisi gigi,

dan gangguan perkembangan wajah serta adanya gangguan fisiologis lainnya

yaitu adanya gangguan pada faring yang berhubungan dengan fossa nasal. Pasien

celah palatum dibutuhkan latihan dan pengetahuan khusus bagi orang tua pasien

untuk merawat anak dengan celah palatum. (Cholid, 2019)

Penelitian Duggal tahun 2019 menyatakan bahwa dampak yang dialami

pada bayi bibir sumbing dan celah langit-langit adalah isapan yang tidak cukup

i
untuk memperah air susu, asupan udara yang berlebihan, tersedak, dan keluarnya

cairan dari hidung, akibat nya terjadi penurunan berat badan bayi dan

mengakibatkan proses tindakan bedah akan kesulitan. Pemberian makan yang

tidak tepat menyebabkan penurunan berat badan bayi secara bertahap yang

menyebabkan keterlambatan dalam koreksi bedah celah bibir dan langit-langit di

kemudian hari (Duggal, 2019)

3.3.5 Bahan Cetak untuk Pembuatan Feeding Plate

Penatalaksanaan bayi dengan celah bibir dan langit-langit memerlukan

pendekatan multidisiplin. Dokter umum atau dokter anak atau ginekolog adalah

orang pertama yang mendiagnosis bahwa anak mengalami celah bibir dan langit-

langit mulut dan itu akan mempengaruhi makan bayi, sehingga mereka harus

memberi tahu ibu dan orang tua tentang pengobatan alternatif pembuatan feeding

plate untuk memudahkan pemberian makan bayi sampai operasi. Pedodontis

sebagai master dari tim dia harus berkonsultasi dengan prostodontik, ahli bedah

mulut dan ahli bedah plastik sebelum perencanaan perawatan lagi peran terapis

wicara tidak dapat dihindari. Namun, intervensi segera dengan pembuatan feeding

plate dapat menghilangkan masalah langsung yaitu nutrisi yang tepat dan

pencegahan infeksi lebih lanjut karena aspirasi (Mahakur et al, 2021).

Pembuatan feeding plate merupakan tantangan karena variasi anatomi

celah, kurangnya kerjasama, ukuran rongga mulut, dan juga kemungkinan bayi

untuk aspirasi saat membuat cetakan. Dengan demikian, pemilihan bahan cetak

yang tepat diperlukan untuk menghasilkan detail permukaan yang tepat dan juga

dapat dengan mudah dimasukkan dan dikeluarkan dari rongga mulut, selain itu

i
posisi bayi yang tepat juga wajib selama pembuatan cetakan (Babu et al, 2019;

Hela et al, 2021). Prosedur pencetakan sangat penting dalam pembuatan feeding

plate dan harus dilakukan bersama dokter anak di unit perawatan intensif

neonatal. Posisi pasien, sendok cetak, dan pemilihan bahan cetak merupakan

faktor penting yang harus dipertimbangkan. Beberapa posisi bayi berbeda

dipertmbangkan pemilihannya untuk membuat cetakan celah bibir dan langit-

langit yang akurat pada bayi, yaitu telungkup, tegak, horizontal, dan bahkan posisi

terbalik. Poli silikon adisi adalah bahan pilihan untuk membuat cetakan sumbing

karena sifat elastisnya baik, tear strength tinggi, detail permukaan akurat, dan

stabilitas dimensinya dalam jangka panjang memungkinakan untuk dilakukan

penuangan multiple (Kumari, 2019).

Bahan cetak elastomer merupakan yang terbaik digunakan untuk membuat

cetakan pada pasien sumbing karena elastisitasnya, kekuatan sobek yang lebih

tinggi, hasil yang akurat dan stabilitas dimensi yang baik yang memungkinkan

membuat cetakan positif ganda menggunakan 1 cetakan negatif yang sama.

Penggunaan custom tray memungkinkan ketebalan bahan cetakan yang seragam

sehingga memberikan akurasi dimensi cetakan dan prosthesis. Pembuatan loop

omega menggunakan kawat tujuannya untuk mengurangi ukuran plat dan

karenanya membuat lebih kompatibel bagi pasien saat diberi makan (Ghiya,

2021).

Penelitian duggal tahun 2019, pada kasus ini bahan cetak yang digunakan

yaitu bahan cetak elastomer, tetapi bahan feeding plate yang digunakan untuk

bibir sumbing dan celah langit-langit yaitu menggunakan natal feeding plate yang

dibuat dari bahan ethylene vinyl sheet (EVA). Bahan ethylene vinyl sheet (EVA)

i
memiliki keuntungan lembut dari bahan akrilik, permukaan halus, ringan,

kecocokan intraoral yang baik, prosedur yang sederhana, kabel retensi tidak

diperlukan. (Duggal, 2019)

3.3.6 Evaluasi Pasien Celah Bibir dan Langit-Langit Setelah Pemakaian

Feeding Plate

Protesa feeding plate tersebut membuat bayi dapat menelan susu dengan

benar dan tidak hanya membantu merekonstruksi penampilan fisik saja tetapi

memberinya kehidupan baru secara menyeluruh. Spesialis prostodonsia berperan

dalam mengembalikan fungsi, estetika, proses makan dan fonasi serta

mempersiapkan dan membantu untuk prosedur pembedahan yang cocok dalam

merawat celah bibir dan langit-langit (Babu et al, 2019; Ghiya, 2021).

Feeding plate tidak hanya membantu dalam proses memberi makan saja,

tetapi juga mengurangi regurgitasi hidung, mengurangi kejadian tersedak, dan

mencegah lidah memasuki area celah dan mengganggu pertumbuhan alami palatal

plate menuju midline, perkembangan bicara dan fungsi rahang. Feeding plate

mengembalikan celah palatal dan membantu menciptakan tekanan negatif yang

cukup hingga dapat dilakukan penghisapan susu yang memadai, dapat membantu

anak untuk mengompres puting dengan mudah karena memberikan titik kontak

dan membantu bayi untuk memerah ASI, jadi penting untuk memeriksa sebelum

i
pembuatan feeding plate apakah anak memiliki refleks menyusu atau tidak

(Ghiya, 2021; Mahakur et al, 2021).

Feeding plate merupakan pilihan pengobatan sementara sampai bayi

mencapai berat badan yang dibutuhkan untuk tindakan bedah. Alat ini harus

dibuat ulang sesuai dengan perubahan kerangka bayi seiring bertambahnya usia.

Intrusksi pasca pemasangan diberikan dan penggunaan prosthesis dijelaskan

kepada orang tua pasien. Selama tindak lanjut bayi berturut-turut diperiksa berat

badan bayi suoaya menunjukkan fungsi dari feeding plate. (K.A. Saran, 2019)

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika piranti telah

dipasangkan, secara umum bayi menghabiskan makanannya setengah hari dari

waktu yang selama ini dibutuhkan. Volume susu yang dikonsumsi menunjukkan

peningkatan hamper 2 kali lipat. Terjadi peningkatan efisiensi pemberian makan

dan pertambahan berat badan bayi. Pemasangan feeding plate memperlihatkan

efektivitas klinis untuk merektraksi maksila ke posterior dan inferior, piranti ini

diperbaiki terus mendapatkan ketepatan yang lebih baik hingga dapat

dilaksanakan koreksi bedah. (Damayanti, 2012)

Menurut penelitian Akulwar tahun 2020 setelah bayi memakai feeding

plate setidaknya selama 8 bulan, orang tua pasien melaporkan bahwa mereka

lebih nyaman saat menyusui bayi mereka dan secret hidung berkurang. Waktu

yang dibutuhkan untuk menyusui dan kesulitan yang dialami orang tua juga

berkurang. (Akulwar, 2020).

i
BAB IV
KESIMPULAN

Perawatan kelainan kongenital pada daerah pertengahan wajah masih

menjadi tugas yang sulit untuk diselesaikan tetapi bukan tidak mungkin meskipun

itu membutuhkan kerja tim dari sejumlah besar spesialis. Pemberian makan yang

tidak tepat menyebabkan penurunan berat badan bayi secara bertahap yang

menyebabkan keterlambatan tindakan koreksi bedah di masa depan.

Feeding plate dapat mengatasi masalah yang terjadi selama pertumbuhan

dan perkembangan pasien sumbing dan dengan demikian harus disarankan sedini

mungkin setelah lahir. Alat ini penting untuk membantu proses makan,

perkembangan mulut-wajah, perkembangan plat palatal, pencegahan distorsi

lidah, regurgitasi hidung dan iritasi septum hidung, dan menghindari infeksi

telinga. Kemudian juga mencegah perluasan bagian anterior rahang atas, yang

membantu ahli bedah memberikan perawatan rekonstruktif yang tepat.

Dengan demikian intervensi dini dengan cara konservatif harus dilakukan

untukmengurangi komplikasi dengan meningkatkan berat badan dan dengan

i
demikian mengurangi risiko komplikasi selama operasi. Pembuatan feeding plate

merupakan tantangan karena variasi anatomi celah, kurangnya kerjasama, ukuran

rongga mulut, dan juga kemungkinan bayi untuk aspirasi saat membuat cetakan.

Dengan demikian, pemilihan bahan cetak yang tepat diperlukan untuk

menghasilkan detail permukaan yang tepat dan juga dapat dengan mudah

dimasukkan dan dikeluarkan dari rongga mulut, selain itu posisi bayi yang tepat

juga wajib selama pembuatan cetakan.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, KIH. 2020. Celah Bibir dan Langit-Langit: Literature Review. Skripsi.
FKG Universitas Hasanuddin: Makassar.
Arindra, PK., Prihartiningsih. Dan Bambang, DR. 2015. Penatalaksanaan Repair
Palatoplasty dengan Teknik Furlow Double Opposing Z Plasty. Majalah
Kedokteran Gigi Indonesia, Vol. 1(1): 115-121.
Azkiya, G. Budi, YF. dan Febianne, E. 2021. Karakteristik Labiopalatoskisis pada
Program Smile Train di RSU ‘Aisyiyah Padang Tahun 2018-2020.
Baiturrahmah Medical Journal, Vol. 1(2).
Babu, KAS., Ch. Revanth., Angelina, HV., K. Supraja. and B. Balaji. 2019.
Management of Clefts in Infants – A Simplified Prosthetic Approach.
International Journal of Oral Health Dentistry, Vol. 5(2): 124-126.
Bakhtiar, DA. 2021. Obturator Bottle Feeding untuk Bayi Baru Lahir dengan
Kelainan Celah Langit. Indonesian Journal of Dentistry, Vol. 1(1): 24-27.
Balaji, SM. 2013. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 2nd Ed. India:
Elvisier
Damayanti, L. 2012. Pemasangan Feeding Plate dan Ikatan Ekstra Oral pada Bayi
Celah Bibir dan Langit-Langit Bilateral Komplit Disertai Premaksila
Protrusif. Dentofasial, Vol. 11(3): 161-164.
Dewi, PS. 2019. Management of Clef Lip and Palate (Literature Review).
[diakses dari:
http://e-journal.unmas.ac.id/index.php/interdental/article/view/340].
Elfiah, U., Kushariyadi, SS. dan Septa. SW. 2021. Analisis Kejadian Sumbing
Bibir dan Langit: Studi Deskriptif Berdasarkan Tinjauan Geografis. Jurnal
Rekonstruksi dan Estetik, Vol. 6(1): 34-43.
Erkan, M., Seniz, K., Arzu, A. dan Yumus, G. 2011. A Modified Feeding Plater
for a Newborn With Cleft Palate. Cleft Palate-Craniofacial Journal, Vol.

i
49(5): 1-6.
Ghiya, K. 2021. Feeding Plate of an Eight-day-old Patient Having Veau Type III
Cleft Lip and Palate. European Journal of Dental and Oral Health, Vol.
2(5): 1-3.
Hela, HA., Shazana, N. and Mehvash, Q. 2021. Feeding Appliance for an Infant
with Cleft Palate: A Case Report. International Journal of Science and
Healthcare Research, Vol. 6(4): 71-75.
Hidayat, R. 2017. Obturator Prosthesis to Rehabilitate Maxillary Defect on Cleft
Palate and Kennedy Clas III Patient. ODONTO Dental Journal, Vol. 4(2):
136-142.
Jairaman, V. 2015. Penanganan Bibir Sumbing dan Malformasi Langit-Langit.
Intisari Sains Medis, Vol. 2(1): 19-21.
Kati, FA. Cleft and Lip Palate: Review Article. 2018. World J Pharm Med Res.,
Vol.4(7): 155–63.
Kumari, A. 2019. Fabrication of Feeding Plate Prosthesis for a Six Days Ols
Neonate: A Case Report. International Journal of Dental Materials, Vol.
1(3): 89-92.
Kummer, AW.2020. Cleft of the Lip and Palate. In: Cleft Palate and Craniofacial
Conditions: a Comprehensive Guide to Clinical Management. 4th ed.
Burlington: Jones and Bartlett Learning.
Mahakus, M., Silpa, T., Louis, SS., Anusuya, M., Deepika, U. and Chemmalar,
DT. 2021. Feeding Plate: A Boon to Cleft Palate Child and Mother Too –
Case Report. International Journal Advanced Research, Vol. 9(11): 836-
845.
Prasetya, MA. 2018. Cleft and Lip Palate. Makalah. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana: Bali.
Primasri, A. 2018. Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut. Medan:
USU Press.
Ratnaningtyas, J. 2021. Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Faktor Risiko Celah
Bibir dan Langit-Langit di Puskesmas Mutiara Kabupaten Asahan. Skripsi.
FKG Universitas Sumatera Utara: Medan.
Putri, FM., Marry, SM., Emma, R. dan Ani, MM. 2019. Penyuluhan Mengenai
Penyebab Kelainan Celah Bibir dan Langit-Langit. Jurnal Pengabdian
Masyarakat, Vol. 4(2): 31-33.
Rajagukguk, MS. 2016. Distribusi Kasus Celah Bibir, Celah Langit-Langit, Serta
Kombinasi Celah Bibir dan Langit-Langit Berdasarkan Usia, Jenis
Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal Pasien di RSUP H. Adam Malik
Periode 2012-2015. Skripsi. FKG Universitas Sumatera Utara: Medan.
Septarika, MR. 2016. Distribusi Kasus Celah Bibir, Celah Langit-Langit, Serta
Kombinasi Celah Bibir dan Langit-Langit Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin
dan Daerah Tempat Tinggal Pasien di RSUP H. Adam Malik Periode 2012-
2015. Skripsi. FKG Universitas Sumatera Utara: Medan.

i
Silva, CM. Moraes, PMC. Queiroz, TB. And Neves, LT. 2019. Can Parental
Consanguinity Be a Risk Factor for the Occurrence of Nonsyndromic Oral
Cleft?. Early Hum Dev., Vol. 135: 23–6.
Sjamsudin, E. and Maifara, D. 2017. Epidemiology and Characteristic of Cleft
Lip and Palate and the Influence of Consanguinity and Socioeconomic in
West Java , Indonesia: A Five-Year Retrospective Study. International
Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, Vol. 46(1): 69.
Subramanyam, D. 2020. An Insight of the Cleft Lip and Palate in Pediatric
Dentistry - A Review. Journal of Dentistry and Oral Biology, Vol. 5(2): 1–
6.
Wahyuni, A. 2016. Perbedaan Penggunaan Foto Panoramik dengan CBCT pada
Penatalaksanaan Gnatoplasty pada Pasien Gnatoschisis. Skripsi. FKG
Universitas Hasanuddin: Makassar.

Anda mungkin juga menyukai