SISTEM PENCERNAAN
Dosen Pembimbing:
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
i
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Swt yang telah memberikan
nikmat, rahmat, serta petunjukNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Sistem Pencernaan” dengan tepat waktu. Meskipun ada banyak
hambatan dalam proses pengerjaannya. Dalam pengerjaan makalah ini, kami
menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut serta dalam membantu
penyelesaian makalah ini. Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada ibu
Arina Qonaah, S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku dosen pembimbing yang telah membantu
dan membimbing kami, dan semua pihak yang sudah memberi kontribusi baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pengerjaan makalah ini.
Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
Penulis
i
Daftar Isi
Kata Pengantar ....................................................................................................... i
BAB I .......................................................................................................................1
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
BAB II .....................................................................................................................3
2.2.1 Definisi...............................................................................................9
ii
2.2.5 Klasifikasi .......................................................................................12
BAB IV ....................................................................................................................30
WOC .......................................................................................................................30
BAB V......................................................................................................................32
PENATALAKSANAAN .............................................................................................32
BAB VI ..................................................................................................................38
iii
ASUHAN KEPERAWATAN ..............................................................................38
PENUTUP .............................................................................................................73
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan, setiap makhluk hidup pasti melakukan aktivitas.
Aktivitas ini tersusun dari berbagai sistem. Supaya makhluk hidup
tersebut dapat bertahan hidup. Diantara aktivitas makhluk hidup yang
dapat menentukan kehidupan makhluk hidup adalah proses pencernaan
dan pernafasan. Untuk mengatur mekanismenya. Setiap makhluk hidup
memerlukan oksigen dan zat makan serta mengeluarkan zat sisa
metabolism menghasilkan sampah (sisa) yang harus dikeluarkan oleh
tubuh. Peredaran materi, baik berupa bahan-bahan yang diperlukan
tubuh seperti halnya oksigen maupun hasil metabolisme dan sisa-
sisanya yang dilakukan oleh sistem peredaran atau sistem sirkulasi.
Hasil pencernaan makanan dan oksigen diangkut dan diedarkan ke
seluruh jaringan tubuh, sedangkan sisa-sisa metabolisme diangkut dari
seluruh jaringan tubuh menuju organ-organ pembuangan. Jika kita
telaah lebih jauh sistem penceraan ini sangatlah luas. Maka di dalam
makalah ini kami akan memaparkan hal-hal pokok dan inti dari sistem
pencernaan. Sehingga diharapkan paparan yang sederhana ini
setidaknya dapat menambah asupan ilmu pengetahuan kita semua, serta
dapat dijadikan modal untuk menjadi pengajar yang baik dan
berwawasan luas.
1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi sistem pencernaan manusia
2. Untuk mengetahui proses sistem pencernaan manusia
3. Untuk mengetahui kelainan sistem pencernaan
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan sistem pencernaan
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada sistem pencernaan
1.4 Manfaat
1. Menambah wawasan mahasiswa tentang sistem pencernaan
2. Menambah wawasan mahasiswa tentang proses sistem pencernaan
3. Menambah wawasan mahasiswa tentang kelainan sistem
pencernaan
4. Menambah wawasan mahasiswa tentang asuhan keperawatan sistem
pencernaan
2
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
ke dalam saluran nafas pada laringofaring terdapat suatu
kartilago elastis, yaitu epiglotis yang akan menutup saat menelan
sehingga rongga laring akan menutup dan makanan masuk ke
dalam esofagus.
2.1.3 Esofagus
Esophagus merupakan suatu tabung muskular yang akan
dilalui makanan yang masuk dari faring dan memiliki sfingter
pada bagian atas dan bawah. Sfingter atas mencegah kembalinya
makanan ke faring, sedangkan sfingter sebelah bawah mencegah
makanan yang sudah sampai ke gaster kembali ke dalam esofagus.
Makanan masuk melalui esofagus menuju gaster dibantu dengan
adanya gerakan peristaltik dan gaya berat dari makanan itu
sendiri, serta adanya relaksasi otot sfingter bawah esofagus.
2.1.4 Lambung
Setelah makanan masuk ke gaster terjadi pencernaan secara
mekanik oleh gerak otot-otot dinding gaster dan secara kimiawi
oleh sekret yang dikeluarkan oleh mukosa gaster. Mukosa gaster
menghasilkan:
Asam hidroklorik yang berfungsi sebagai anti kuman
Faktor intrinsik (oleh sel parietal pada fundus gaster)
yang berperan dalam absorpsi vitamin B12
Pepsinogen yang berfungsi memecah protein
Lipase gastrik (oleh sel chief pada fundus gaster)
berfungsi memecah lemak, meskipun tidak seefektif
lipase pancreas.
Hormon gastrin (oleh sel G) yang berfungsi memacu
kerja enzim pencernaan
Histamin (oleh sel enterokromafin), endorfin, serotonin,
cholecystokinin, dan somatostatin (yang dihasilkan oleh
sel enteroendokrin gaster)
Mukus (oleh sel goblet) bersifat protektif terhadap
mukosa lambung
serat.
feces.
kuat.
2.2 Apendisitis
2.2.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun
perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-
30 tahun (Mansjoer, 2010). Apendisitis adalah penyebab paling
umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga
abdomen dan penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat (Smeltzer, 2005). Apendisitis adalah peradangan
apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut
9
(Price, 2005).
11
2.2.4 Epidemiologi
2.2.5 Klasifikasi
1. Apendisitis akut
12
rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia,
malaise dan demam ringan (Rukmono, 2011).
b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai
edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada
dinding apendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan
ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke
dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat
dan fibrin. Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema,
hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum
lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney,
defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh
perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum
(Rukmono, 2011).
c. Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah
arteri mulai terganggu sehingga terjadi infark dan
gangren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif,
apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu.
Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau
merah kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa
terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal
yang purulen (Rukmono, 2011).
d. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus,
sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk
gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan
13
yang lainnya (Rukmono, 2011).
e. Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk
berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral
dari sekum, retrosekal, subsekal dan pelvikal (Rukmono,
2011).
f. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang
sudah gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam
rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada
dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh
jaringan nekrotik (Rukmono, 2011).
2. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika
ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari
2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau
total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden
apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik kadang-
kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik
dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya
pembentukan jaringan ikat (Rukmono, 2011).
2.2.7 Diagnosis
TOTAL 10
Interpretasi:
Skor 7-10 = apendisitis akut,
17
Skor 5-6 = curiga
apendisitis akut, Skor l-4
= bukan
apendisitis akut.
Pembagian ini berdasarkan studi dari McKay (2007).
18
abses hati, pneumonia basal, atau efusi pleura (Penfold,
2008)
20
kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.
Gambar 2.1
Anatomi hati
Sumber:
www.google.com
21
banyak mengandung oksigen. Kedua sumber darah tersebut
mengalir ke dalam kapiler hati yang disebut sinusoid hepatik.
Dengan demikian, sel-sel hati (hepatosit) akan terendam oleh
campuran darah vena dan arterial. Dari sinusoid darah mengalir
ke vena sentralis di setiap lobulus, dan dari semua lobulus ke
vena hepatika. Vena hepatika mengalirkan isinya ke dalam vena
kava inferior. Jadi terdapat dua sumber yang mengalirkan darah
masuk ke dalam hati dan hanya terdapat satu lintasan keluarnya.
Disamping hepatosit, sel-sel fagositosis yang termasuk
dalam sistem retikuloendotelial juga terdapat dalam hati. Organ
lain yang mengandung sel-sel retikuloendotelial adalah limpa,
sumsum tulang, kelenjar limfe dan paru-paru. Dalam hati, sel-sel
ini dinamakan sel kupfer. Fungsi utama sel kupfer adalah
memakan benda partikel (seperti bakteri) yang masuk ke dalam
hati lewat darah portal.
Fungsi metabolik hati:
1. Metabolisme glukosa
Setelah makan glukosa diambil dari darah vena porta
oleh hati dan diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam
hepatosit. Selanjutnya glikogen diubah kembali menjadi
glukosa dan jika diperlukan dilepaskan ke dalam aliran darah
untuk mempertahankan kadar glukosa yang normal. Glukosa
tambahan dapat disintesis oleh hati lewat proses yang
dinamakan glukoneogenesis. Untuk proses ini hati
menggunakan asam-asam amino hasil pemecahan protein atau
laktat yang diproduksi oleh otot yang bekerja.
2. Konversi ammonia
Penggunaan asam-asam amino untuk
glukoneogenesis akan membentuk amonia sebagai hasil
sampingan. Hati mengubah amonia yang dihasilkan oleh
proses metabolik ini menjadi ureum. Amonia yang diproduksi
oleh bakteri dalam intestinum juga akan dikeluarkan dari
dalam darah portal untuk sintesis ureum. Dengan cara ini hati
mengubah amonia yang merupakan toksin berbahaya menjadi
ureum yaitu senyawa yang dapat diekskresikan ke dalam urin.
3. Metabolisme protein
Organ ini mensintesis hampir seluruh plasma protein
termasuk albumin, faktor-faktor pembekuan darah protein
transportyang spesifik dan sebagian besar lipoprotein plasma.
22
Vitamin K diperlukan hati untuk mensintesis protombin dan
sebagian faktor pembekuan lainnya. Asam-asam amino
berfungsi sebagai unsur pembangun bagi sintesis protein.
4. Metabolisme lemak
Asam-asam lemak dapat dipecah untuk
memproduksi energi dan benda keton. Benda keton
merupakan senyawa-senyawa kecil yang dapat masuk ke
dalam aliran darah dan menjadi sumber energi bagi otot serta
jaringan tubuh lainnya. Pemecahan asam lemak menjadi
bahan keton terutama terjadi ketika ketersediaan glukosa
untuk metabolisme sangat terbatas seperti pada kelaparan atau
diabetes yang tidak terkontrol.
5. Penyimpanan vitamin dan zat besi
6. Metabolisme obat
Metabolisme umumnya menghilangkan aktivitas
obat tersebut meskipun pada sebagian kasus, aktivasi obat
dapat terjadi. Salah satu lintasan penting untuk metabolisme
obat meliputi konjugasi (pengikatan) obat tersebut dengan
sejumlah senyawa, untuk membentuk substansi yang lebih
larut. Hasil konjugasi tersebut dapat diekskresikan ke dalam
feses atau urin seperti ekskresi bilirubin.
7. Pembentukan empedu
Empedu dibentuk oleh hepatosit dan dikumpulkan
dalam kanalikulus serta saluran empedu. Fungsi empedu
adalah ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai
pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh
garam-garam empedu.
8. Ekskresi bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari
pemecahan hemoglobin oleh sel-sel pada sistem
retikuloendotelial yang mencakup sel-sel kupfer dari hati.
Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan
melalui reaksi kimia mengubahnya. lewat konjugasi menjadi
asam glukuronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut
didalam larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi
diekskresikan oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu
didekatnya dan akhirnya dibawa dalam empedu ke
duodenum.
Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat
jika terdapat penyakit hati, bila aliran empedu terhalang atau
bila terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang
berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak
memasuki intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen
tidak terdapat dalam urin. (Smeltzer & Bare, 2001)
2.3.3 Etiologi
Menurut FKUI (2001), penyebab sirosis hepatis antara lain :
23
1. Malnutrisi
2. Alkoholisme
3. Virus hepatitis
4. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena
hepatica
5. Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan
bawaan)
6. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
7. Zat toksik
2.3.5 Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis menurut Tarigan (2001) adalah:
1. Hipertensi portal
2. Coma/ ensefalopaty hepatikum
3. Hepatoma
4. Asites
5. Peritonitis bakterial spontan
6. Kegagalan hati (hepatoselular)
7. Sindrom hepatorenal
26
BAB III
3.1 Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut
adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2001 dalam Docstoc, 2010).
Apendisitis dibagi menjadi 2 :
Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau
segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal.
Apendisitis purulenta difusi yaitu sudah bertumpuk nanah (Docstoc,
2010).
Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau
parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis
obliteritiva yaitu apendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua
(Docstoc, 2010).
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi
tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi
apendistis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium (Price, 2005).
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat, hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
27
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah
kanan bawah, keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila
kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi (Mansjoer, 2010).
3.2 Sirosis Hepatis
Sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya
peradangan difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi
dan regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan stadium akhir dari
penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi
ada dua penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan sirosis hepatis
adalah :
Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tibe B sering disebut sebagai salah
satu penyebab sirosis hati, secara klinik telah dikenal bahwa
hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk
lebih menetap dan memberi, gejala sisa serta menunjukkan
perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.
Zat hepatotoksik atau Alkoholisme
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan
kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau digenerasi
lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat
hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol. Sirosis
hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun peminum
yang bertahun-tahun mengkin dapat mengarah pada kerusakan
parenkim hati.
28
Infeksi hepatitis viral tibe B/C menimbulkan peradangan sel hati.
Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler),
terjadi kolaps lobules hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai
terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun etiologinya berbeda,
gambaran histologi sirosis hati sama atu hamper sama, septa bisa dibentuk dari sel
retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini
menghubungkan daerah porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuk kembari dan
membentuk nodul dengan berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi
percabangan pembuluh hepatic dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan
hipertensi portal. Hal ini demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi
prosesnya lebih lama.
Tahap berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules,
sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis dan sapta aktif. Jaringan kolagen
berubah dari reversible menjadi irreversible bila telah terbentuk septa permanen
yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung
pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi
mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis
daerah sentral. Sel limfosit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin,
mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan
peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar
ke parenkim hati.
29
BAB IV
WOC
Ulserasi dan invasi bakteri pada dinding apndiks Aliran darah terganggu
Apendisitis
Nafsu Output
Pengeluaran MK : Defisit makan ↓ cairan >>
histamin nutrisi
MK : Defisit MK :
Mengiritasi saraf- Mengganggu nutrisi Kekura-
saraf bebas di pusat termostat ngan
kuadran kanan bawah volume
abdomen cairan
Suhu tubuh ↑ MK : Hipertermia 30
Sensasi nyeri
Sirosis Hepatis
MK : Nyeri
Kronis MK :
Kecemasan
5.1 Apendisitis
Penatalaksanaan menurut Mansjoer, 2000 :
1. Sebelum operasi
a. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi.
b. Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
c. Rehidrasi
d. Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan
secara intravena.
e. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti
menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh
darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
f. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2. Operasi
a. Apendiktomi.
b. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi
bebas,maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan
antibiotika.
c. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya
mungkin mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase
dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan
bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai
3 bulan.
3. Pasca operasi
a. Observasi TTV.
b. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga
aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
c. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
d. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan, selama pasien dipuasakan.
32
e. Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi,
puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
f. Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan
menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan
saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu
hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di
tempat tidur selama 2×30 menit.
g. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
h. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan
pulang.
4. Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih
aktif yang ditandai dengan :
a. Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih
tinggi.
b. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah
masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis.
c. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung
jenis terdapat pergeseran ke kiri.
5. Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien
dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan
peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan
sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi
daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah
mereda ditandai dengan :
a. Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.
b. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit,
suhu tubuh tidak tinggi lagi.
c. Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda
peritonitis dan hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri
tekan ringan.
d. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
33
e. Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan
pemberian antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan
bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih
banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih
dari satu minggu sejak serangan sakit perut.Pembedahan
dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan
atau tanpa peritonitis umum.
5.2 Sirosis Hepatitis
Pengobatan sirosis hepatis pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
Obat untuk meredakan gejala umum dari suatu penyakit,
obat ini hanya sebatas mengatasi gejala tapi tidak
menyembuhkan penyebab dasar penyakitnya.
2. Supportif, yaitu antara lain :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang,
misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan
vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi, misalnya pada sirosis
hati akibat infeksi virus Hepatitis C dapat dicoba dengan
interferon
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan
jika telah terjadi komplikasi seperti :
a. Asites
Dapat di kendalikan dengan terapi konservatif yang
terdiri atas :
1) Istirahat
2) Diit rendah garam : untuk asites ringan dicoba
dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan
penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal
maka penderita harus di rawat.
3) Diuretik : pemberian diuretik hanya bagi penderita
yang telah menjalani diit rendah garam dan
pembatasan cairan, namun penurunan berat
badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari.
4) Terapi lain :
34
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil
dengan pengobatan konservatif. Pada keadaan
demikian pilihan kita adalah parasintesis.
Mengenal parasintesis cairan asites dapat di
lakukan 5-10 liter per hari, dengan catatan harus
dilakukan infus albumin sebanyak 6-8 gr/l cairan
asites yang di keluarkan. Ternyata parasintesa
dapat menurunkan masa opname pasien.
b. Spontaneous bacterial peritonitis.
Adanya kecurigaan akan SBP bila dijumpai keadaan
sebagai berikut :
1) Dicurigai sebagai kronis tingkat B dan C dengan
asites
2) Gambaran klinis mungkin tidak ada dan leukosit
tetep normal
3) Protein asites biasanya < 1g/dl
4) Biasanya monomicrobial dan bakteri Gram-
Negative
5) Mulai pemberian antibiotik jika asites > 250 mm
polymorphs
6) 50% mengalami kematian dan 69% sembuh dalam
1 tahun
c. Hepatorenal syndrome
Adapun kriteria diagnostik dapat dilihat sebagai
berikut :
35
1) Major :
Penyakit hati kronis dengan asites, glomerular
fitration rate yang rendah, serum creatin > 1,5
mg/dl, creatine clearance ( 24jam) < 4,0ml/menit,
tidak ada syok, infeksi berat, kehilangan cairan
peningkatan ekspansi volume plasma
2) Minor :
Volume urin < 1L/hari, sodium urin <10 mmol/L,
osmolaritas urin > osmolaritas plasma,
konsentrasi sodium serum < 13 mmol/L.
Sindroma ini dicegah dengan menghindari
pemberian Diuretikk yang berlebihan, pengenalan
secara dini setiap penyakit seperti gangguan
elektrolit, pendarahan dan infeksi. Penanganan
secara konservatif dapat dilakukan berupa :
Retriksi cairan, garam, potassium dan protein.
Serta menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic.
Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat
menyebabkan Asidosis intraseluler. Diuretik
dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat,
dapat mencetuskan pendarahan dan syok. Pilihan
yang terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti
dengan perbaikan dan fungsi ginjal
d. Perdarahan karena pecahnya varises esofagus
(hematemesis, hematemesis dengan melena atau
melena saja)
1) Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
2) Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan
kalau perlu transfuse
3) Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini
mempunyai banyak sekali kegunaan yaitu : untuk
36
mengetahui pendarahan, cooling dengan es,
pemberian obat-obatan, evaluasi pendarahan
4) Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2,
Antifibrinolitik, Vit K, Vasopressin, Octriotide
dan Somatostatin
e. Ensefalopati
1) Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan
pada penderita penyakit hati menahun, mulai dari
gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian,
gelisah sampai pre koma dan koma. Faktor
pencetus antara lain : infeksi, pendarahan gastro
intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic. Prinsip
penanganan yaitu : Dilakukan koreksi faktor
pencetus seperti pemberian KCL pada
hipokalemia.
2) Mengurangi pemasukan protein makanan dengan
memberi diet sesuai.
3) Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang
mengalami perdarahan pada varises.
4) Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin
pada keadaan infeksi sistemik.
5) Transplantasi hati.
37
BAB VI
ASUHAN KEPERAWATAN
6.1 Apendisitis
KASUS
PENGKAJIAN
Identitas klien
Nama : Tn. X
Umur : 23 tahun
Agama : Islam
Alamat : Surabaya
38
Makanan ya ✓ tidak jenis……………………
Kapan :-
Jenis operasi :-
7.Lain-lain: -
Alkohol ya tidak ✓
Merokok ya tidak ✓
Obat ya tidak ✓
Olahraga ya tidak ✓
39
2. Sistem Pernafasan
a. RR: 20 x/ menit
b. Keluhan: sesak nyeri waktu nafas orthopnea
Batuk : ✓ produktif tidak produktif
4.Sistem Persyarafan
a. S : 38,90 C
b. GCS : normal
c. Refleks fisiologis patella triceps biceps
d. Refleks patologis babinsky brudzinsky kernig
e. Keluhan pusing ya tidak ✓
P :...................................................................
Q :...................................................................
R :...................................................................
S :...................................................................
T :...................................................................
41
g. Pupil : ✓ isokor anisokor Diameter: ……/......
h. Sclera : anikterus ✓ ikterus
i. Konjunctiva: ananemis ✓ anemis
j. Isitrahat/Tidur : <5 Jam/Hari Gangguan tidur : Sulit Tidur
k. IVD :-
l. EVD :-
m. ICP :................................................
n. Lain-lain:
5.Sistem perkemihan
a. Kebersihan genetalia: ✓ Bersih Kotor
6.Sistem pencernaan
Masalah
a. TB : 170 cm BB : 71 kg
Keperawatan :
b. IMT : 24,5 Interpretasi : Ideal
c. LOLA : -
D.0019 Defisit Nutris
d. Mulut : ✓bersih kotor berbau
e. Membran mukosa : ✓lembab kering stomatitis D.0037 Risiko
f. Tenggorokan : sakit menelan kesulitan menelan Ketidakseimbangan
pembesaran tonsil nyeri tekan Elektrolit
D.007742
Nyeri Akut
g. Abdomen: tegang kembung ascites
h. Nyeri tekan: ✓ ya tidak
✓
i. Luka operasi: ada ✓ tidak
Tanggal operasi : -
Jenis operasi :-
Lokasi :-
Keadaan :
Drain : ada tidak ✓
Jumlah :-
Warna :-
Kondisi area sekitar insersi : -
j. Peristaltik: 15 x/menit
k. BAB: 2x/hari Terakhir tanggal : 7 april 2019
l. Konsistensi: keras lunak ✓ cair lendir/darah
m. Diet: padat lunak cair
n. Diet Khusus:
o. Nafsu makan: baik menurun✓ Frekuensi: 1x/hari
p. Porsi makan: habis tidak ✓ Keterangan: Tidak nafsu makan
q. Lain-lain: mual dan muntah
7. Sistem muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi: bebas ✓ terbatas
b. Kekuatan otot : 5 5
5 5
8. Sistem integumen
a. Penilaian risiko decubitus:
ASPEK YANG KRITERIA PENILAIAN
NILAI
DINILAI 1 2 3 4
TIDAK
TERBATAS KETERBA
PERSEPSI SANGAT ADA
SEPENUH TASAN 3
SENSORI TERBATAS GANGGU
NYA RINGAN
AN
TERUS
SANGAT KADANG2 JARANG
KELEMBABAN MENERUS 4
LEMBAB BASAH BASAH
BASAH
LEBIH
CHAIRFAS KADANG2
AKTIVITAS BEDFAST SERING 3
T JALAN
JALAN
TIDAK
IMMOBILE KETERBA
SANGAT ADA
MOBILISASI SEPENUH TASAN 3
TERBATAS KETERBA
NYA RINGAN
TASAN
KEMUNGKI
NAN
SANGAT SANGAT
NUTRISI ADEKUAT 3
BURUK BAIK
TIDAK
ADEKUAT
44
KEMUNGKI
NAN
SANGAT SANGAT
NUTRISI ADEKUAT 3
BURUK BAIK
TIDAK
ADEKUAT
TIDAK
POTENSIAL MENIMBU
GESEKAN & BERMASA
BERMASAL LKAN 3
PERGESERAN LAH
AH MASALA
H
NOTE: Pasien dengan nilai total < 16 maka dapat dikatakan
bahwa pasien berisiko mengalami dekubitus (pressure ulcers).
TOTAL
19
NILAI
(15 or 16 = low risk; 13 or 14 = moderate risk; 12 or less = high
risk)
b. Warna: -
c. Pitting edema: - grade: -
Masalah Keperawatan :
d. Ekskoriasis: ya ✓ tidak
Tidak Ada
e. Psoriasis: ya ✓ tidak
f. Pruritus: ya ✓ tidak
g. Urtikaria: ya ✓ tidak
h. Lain-lain :
Lokasi :
9. Sistem Endokrin
a. Pembesaran tyroid : ya ✓ tidak Masalah Keperawatan :
b. Pembesaran kelenjar getah bening: ya ✓ tidak
c. Hipoglikemia : ya ✓ tidak Tidak ada
d. Hiperglikemia : ya ✓ tidak
e. Kondisi kaki DM :
- Luka gangren : ya ✓ tidak
- Jenis :-
- Lama luka :-
- Warna :-
- Luas luka :-
- Kedalaman :-
- Kulit kaki :-
- Kuku kaki :-
- Telapak kaki :-
- Jari kaki :-
- Infeksi : ya ✓ tidak
- Riwayat luka sebelumnya : ya ✓ tidak
Jika ya:
- Tahun :...................................
- Jenis Luka :...................................
45
- Lokasi :...................................
- Riwayat amputasi sebelumnya : ya ✓ tidak
Jika ya:
Jika ya:
- Tahun :...................................
- Lokasi :...................................
f. ABI:...................................
g. Lain-lain:
........................................................................................................................
Masalah keperawatan :
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Tidak ada
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya:
Klien merasa tidak nyaman karena menggaggu aktivitas fisik
46
- Berhias: di bantu seluruhnya dibantu sebagian ✓ mandiri
...............................................................................................................................
ANALISIS DATA
NO DATA MASALAH
1. DS : Nyeri Akut
DO :
47
2. DS : Defisit Nutrisi
DO :
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d. apendisitis d.d mengeluh nyeri dan tampak meringis
2. Defisit nutrisi b.d. faktor psikologis yaitu keengganan untuk makan d.d. nafsu
makan menurun
3. Risiko ketidakseimbangan elektrolit d.d muntah
4. Intoleransi aktivitas b.d. kelemahan d.d. nyeri saat bergerak
5. Hipertermia b.d. infeksi (apendisitis) d.d. suhu tubuh diatas normal
48
Tingkat Nyeri : (L.08066) Observasi
- Identifikasi lokasi,
a. Keluhan nyeri menurun hingga skala
karakteristik, durasi,
(5)
frekuensi, kualitas,
b. Kesulitan tidur menurun (5)
intesitas nyeri
c. Keluhan meringis menurun (5)
- Identifikasi skala nyeri
d. Tekanan darah membaik (5)
- Identifikasi faktor yang
memberatkan dan
meringankan nyeri
- Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan,
pecahayaan kebisingan,
dll)
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, pemicu nyeri
- Jelaskan starategi
meredakan nyeri,
- Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Selasa / 08 10.00 Dalam waktu 1x24 jam, klien Manajemen Nutrisi (I.
April 2019 diharapkan memiliki status nutrisi yang 03119)
membaik. Dengan kriteria hasil:
49
a. porsi makanan dihabiskan (5) - identifikasi makanan yang
disukai
b. keinginan untuk meningkatkan nutrisi
(5) - monitor asupan makanan
Terapeutik
- berikan suplemen
makanan
Edukasi
Observasi
- kolaborasi pemberian
medikasi sebelumakan
a. identifikasi penyebab
a. serum natrium (5) ketidakseimbangan
elektrolit
b. serum kalium (5)
b. monitor mual dan muntah
c. serum klorida (5)
50
c.monitor kehilangan cairan
Terapeutik
a. dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
a. jelaskan prosedur
pemantaun dan tujuannya
Terapeutik
51
- fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur jika tidak
berpindah atau berjalan
Edukasi
- anjurkan melakukan
aktivitas bertahap
Kolaborasi
- monitor suhubtubuh
a. suhu tubuh (5)
- identifikasi penyebab
b.suhu kulit (5) hipertermia
Terapeutik
- longgarkan oakaian
- lakukan pendinginan
eksternal
52
Edukasi
Hari / tgl No. Jam Implementasi dan respon Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
DK
Selasa / 1. 09.00 - Mengindentifikasi 13.00 S:pasien mengatakan
08 April lokasi, karakteristik, nyerinya berkurang
2019 durasi, frekuensi, dan nafsu makan
kualitas, intensitas meningkat serta
nyeri. mengatakan bahwa
Respon : nyeri tidurnya nyenyak.
berkurang dengan
intensitas nyeri yang O : Suhu tubuh 36 º
tidak terlalu sering C, Frekuensi nadi
85x/menit, RR
- Mengindentifikasi 20x/menit,
skala nyeri. Tekanan darah
Respon : nyeri 120/80 mmHg
berkurang dengan Skala nyeri = 1
skala nyeri 1
A : masalah teratasi
- Mengidentifikasi
pengetahuan dan P : intervensi
09.10 keyakinan tentang dihentikan
nyeri
Respon : pasien
memahami edukasi
dan cara
penanggulangan nyeri
dari perawat.
- Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan,
09.25 pencahayaan,
kebisingan dll)
53
Respon: pasien
mengatakan
lingkungannya
menjadi lebih
tenang
- Memberikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri seperti
mendengarkan musik
Respon : setelah
mendengarkan musik
yang lembut pasien
09.35 dapat mengalihkan
nyerinya dan dapat
beristirahat dengan
nyaman.
- Melakukan
kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian
analgenik.
Respon: pasien mau
meminum obat, tidak
ada tanda-tanda alergi
09.50
54
10.00
O: Suhu tubuh 36 º
- mengidentifikasi C, Frekuensi nadi
makanan yang disukai 85x/menit, RR
20x/menit,
10.10 Respon: pasien Tekanan darah
meningkatkan nafsu 120/80 mmHg
makannya Skala nyeri = 1
A : masalah teratasi
- memberikan suplemen
makanan
55
- Berkolaborasi dengan
ahli gizi
10.25
Respon: pasien
meningkatkan nafsu
makannya
10.30
Selasa / 3. 10.30 - mengidentifikasi 13.00 S : pasien
8 April kemungkinan penyebab mengatakan nafsu
2019 ketidakseimbangan makannya membaik.
elektrolit Pasien tidak terlihat
lemas lagi.
Respon : pasien dapat Krbutuhan elektrolit
meningkatkan kebutuhan terpenuhi.
elektrolitnya
O: Suhu tubuh 36 º
- Memonitor mual dan C, Frekuensi nadi
muntah 85x/menit, RR
20x/menit,
Rsepon : pasien tidak lagi Tekanan darah
mual dan merasa ingin 120/80 mmHg
10.40 muntah Skala nyeri = 1
A : masalah teratasi
10.50
Menginformasikan hasil
kepada pasien.
56
Respon : pasien mengerti
apa yang boleh dan yang
tidak boleh dilakukan
agar kebutuhan elektrolit
11.00 tetap adekuat
Selasa / 4. 11.00 - mengidentifikasi bagian 13.00 S : Pasien
8 April tubuh yang beraktivitas kembali
2019 mengakibatkan kelekhan seperti sedia kala,
pasien tidak
Respon: pasien mau mengeluh sakit saat
beraktivitas dan tidak beraktivitas
merasakan lelah lagi
O: Suhu tubuh 36 º
- memonitor pola dan C, Frekuensi nadi
jam tidur pasien 85x/menit, RR
20x/menit,
Rspon: Pasien tidur Tekanan darah
11.15 dengan nyeyank 120/80 mmHg
Skala nyeri = 1
A : masalah teratasi
- menyediakan
lingkungan yang nyaman P : intervensi
dihentikan
Respon : Pasien merasan
nyaman sehinggan tidak
menghambat aktivitasnya
11.25
- menganjurkan pasie
melkuakn aktivitas secara
bertahap
57
Selasa / 5. 12.00 - mngidentifikasi 13.00 S : Pasien
8 April penyebab hipetermia meraskakan suhu
2019 tubuhnya mulai
Respon : pasien tidak lagi normal dan pasien
merasakan panas merasa tidak gerah
- melonggarkan pakaian
pasien
Respon : pasien
mengatakan tidak
merasakan kepanasan
12.30 lagi
Membasahai permukaan
tubuh pasien
Respon : pasien
mengatakan suhuu
tubuhnya normal dan
58
menjadi lebih segar serta
dingin
12.
45
KASUS
Tn.M berumur 54 tahun mengeluh perutnya membesar dan terasa nyeri sejak 3 bulan
yang lalu. Klien mengeluh perutnya sakit dan begah seperti ditusuk-tusuk serta terasa penuh
di perut bagian kanan atas sehingga pasien sulit untuk bergerak. Klien juga mengatakan saat
malam sering sesak napas karena perutnya yang semakin membesar sehingga sulit
digunakan untuk bernafas Klien mengatakan nafsu makan berkurang, merasa mual dan
selalu ingin muntah. Kesadaran compos mentis. Setelah dilakukan pemeriksaan TTV TD:
110/80mmHg, Nadi: 82x/mnt, RR: 22x/mnt, Suhu: 36,5C.
PENGKAJIAN
Hari rawat ke :1
IDENTITAS
KELUHAN UTAMA
Tn.M mengatakan merasa nyeri dibagian perut saat pagi dan malam hari
Klien mengatakan perutnya membesar dan terasa nyeri sejak 3 bulan yang lalu.
Klien juga mengatakan perutnya terasa penuh dan seperti tertikam. Klien memiliki
kebiasaan minum alkohol yang banyak. Klien mengatakan bahwa ia susah untuk
tidur dan lemas. Klien mengatakan keluhannya berkurang saat posisi tidurnya
setengah duduk dan keluhan bertambah saat tidur terlentang. Upaya yang dilakukan
klien untuk mengatasi rasa nyeri di bagian perut dengan melakukan napas dalam.
Kapan :-
Jenis operasi :-
60
5. Lain-lain: -
ya tidak ✓
Jenis :-
Genogram: -
Alkohol ya ✓ tidak
Merokok ya ✓ tidak
Obat ya tidak ✓
Kopi ya ✓ tidak
Sopor Koma
2. Sistem Pernafasan
a. RR: 22 x/ menit
b. Keluhan: sesak nyeri waktu nafas orthopnea
Batuk : produktif tidak produktif
Warna : - Bau : -
61
g. Pola nafas : Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes
Biot
h. Suara nafas : Vesikuler Bronko vesikuler
Tracheal Bronkhial
Ronki Wheezing
Crackles
i. Alat bantu napas : ya tidak ✓
Jenis................................................ Flow..............lpm
j. Penggunaan WSD: -
- Jenis
- Jumlah cairan
- Undulasi
- Tekanan
k. Tracheostomy: ya tidak ✓
Lain-lain: -
4. Sistem Persyarafan
a. S : 36,50 C
b. GCS : 15
c. Keluhan pusing ya tidak ✓
P :...................................................................
Q :...................................................................
62
R :...................................................................
S :...................................................................
T :...................................................................
5. Sistem perkemihan
a. Kebersihan genetalia: ✓ Bersih Kotor
b. Sekret: Ada ✓ Tidak
c. Ulkus: Ada ✓ Tidak
d. Kebersihan meatus uretra: ✓ Bersih Kotor
e. Keluhan kencing: Ada Tidak ✓
f. Kemampuan berkemih: Masalah Keperawatan
✓ Spontan Alat bantu, sebutkan: -
Jenis :- Tidak ada
Ukuran :-
Hari ke :-
g. Produksi urine : 1500cc
Warna : kuning bening
Bau : tidak
h. Kandung kemih : Membesar : ya ✓ tidak
i. Nyeri tekan ya tidak ✓
j. Intake cairan oral : 250 cc/hari parenteral : 500 cc/hari
k. Balance cairan: -
l. Lain-lain:
6. Sistem pencernaan
a. TB : 156 cm BB : 52 kg
b. IMT : 21,34 Interpretasi : Ideal
c. LOLA : -
d. Mulut : ✓bersih kotor berbau
e. Membran mukosa : ✓lembab kering stomatitis
f. Tenggorokan : sakit menelan kesulitan menelan
Masalah
pembesaran tonsil nyeri tekan
Keperawatan :
g. Abdomen: tegang kembung ✓ ascites
Tidak ada
63
h. Nyeri tekan: ya ✓ tidak
✓
i. Luka operasi: ada ✓ tidak
Tanggal operasi : -
Jenis operasi :-
Lokasi :-
Keadaan :
Drain : ada tidak ✓
Jumlah :-
Warna :-
Kondisi area sekitar insersi : -
j. Lain-lain:-
7. Sistem penglihatan
Masalah Keperawatan :
a. Konjungtiva : Anemis
b. Sklera : Ikterik Tidak ada
c. Penglihatan kabur: ya ✓ tidak
d. Luka operasi: ada tidak ✓
Tanggal operasi :-
Jenis operasi :-
Lokasi :-
Keadaan :-
e. Pemeriksaan penunjang lain: -
f. Lain-lain: -
8. Sistem pendengaran
a. Keluhan nyeri: ya tidak ✓ Masalah Keperawatan :
P :-
Q :- Tidak ada
R :-
S :-
b. Luka operasi: ada tidak ✓
Tanggal operasi :- ✓ ✓
Jenis operasi :-
Lokasi :-
Keadaan :-
9. Sistem muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi: bebas ✓ terbatas
b. Kekuatan otot : 4 4
4 4
65
- Kedalaman :-
- Kulit kaki :-
- Kuku kaki :-
- Telapak kaki :-
- Jari kaki :-
- Infeksi : ya ✓ tidak
- Riwayat luka sebelumnya : ya ✓ tidak
Jika ya:
- Tahun :...................................
- Jenis Luka :...................................
- Lokasi :...................................
- Riwayat amputasi sebelumnya : ya ✓ tidak
Jika ya:
Jika ya:
- Tahun :...................................
- Lokasi :...................................
f. ABI:...................................
g. Lain-lain: .................................................................................................
Masalah keperawatan :
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Tidak ada
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya:
Klien merasa tidak nyaman karena menggaggu aktivitas fisik
Masalah Keperawatan :
PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN
Tidak ada
a. Kebersihan diri:
Baik
66
- Keramas: di bantu seluruhnya dibantu sebagian ✓ mandiri
Masalah Keperawatan :
PENGKAJIAN SPIRITUAL
Tidak ada
a. Kebiasaan beribadah
- Sebelum sakit ✓ sering kadang- kadang tidak pernah
- Selama sakit ✓ sering kadang- kadang tidak pernah
...............................................................................................................................
ANALISIS DATA
NO DATA MASALAH
1 DS : Pola napas tidak
efektif
- Pasien mengatakan sulit untuk bernapas
- Pasien mengatakan sesak napas
DO :
67
2 DS : Defisit nutrisi
DO :
3 DS : Gangguan rasa
nyaman
- Pasien mengatakan nyeri pada bagian perut seperti
ditusuk-tusuk
DO :
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif b.d pengumpulan cairan intra abdomen d.d sesak napas
2. Defisit nutrisi b.d intake yang kurang d.d nafsu makan berkurang, merasa mual dan
selalu ingin muntah
3. Gangguan rasa nyaman b.d spasme otot abdomen d.d nyeri pada bagian perut
68
- Pertahankan kepatenan
jalan napas
- Posisikan semi-fowler
atau fowler
Edukasi
Edukasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antlemetik), jika perlu
69
Senin/17 18.30 Dalam waktu 1x24 jam, klien diharapkan Manajemen Nyeri
Februari status kenyamanan meningkat. Dengan (I.08238)
2020 kriteria hasil:
Observasi
Status kenyamanan (L. 08064)
- Identifikasi lokasi,
a. Keluhan tidak nyaman (5) karakteristik, durasi,
b. Gelisah (5) frekuensi, kualitas,
c. Keluhan sulit tidur (5) intensitas nyeri
d. Kesejahteraan fisik (5) - Identifikasi skala nyeri
e. Rileks (5) - Identifikasi pengetahuan
f. Mual (5) dan keyakinan tentang
nyeri
Terapeutik
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
Hari/Tgl N Jam Implementasi dan respon Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
/Shift o. setiap tindakan
D
K
17 1 17.30 - Monitor pola napas 22.00 S : Pasien berkata
Februar (frekuensi, kedalaman, Sesak napas sudah
i 2020/ usaha napas) berkurang
Respon : napas lebih
Shift lancar dengan intensitas O : Suhu tubuh 36 º
Pagi sesak yang tidak terlalu C, Frekuensi nadi
sering 96x/menit, RR
20x/menit,
70
Tekanan darah
120/80 mmHg
18.00 - Monitor bunyi napas Skala nyeri = 1
tambahan
Respon : tidak terdapat A : masalah teratasi
suara napas tambahan
seperti mengi P : Rencana
dilanjutkan
1. Memberikan posis
i semi fowler
2. Monitor jumlah
pernapasan dengan
observasi TTV
17 2 18.30 22.00 S:
- Mengidektifikasi status
Februar Pasien berkata nafsu
nutrisi
i 2020 makannya sudah
Respon : status nutrisi
bertambah dan mual
semakin meningkat
/Shift berkurang.
Pagi
19.00 O : Makan/minum
- Memonitor asupan
lewat sonde
makan
Respon : asupan
A : masalah teratasi
makanan yang masuk
sebagian
sedikit namun sering
P : Rencana
dilanjutkan
1. Memotivasi
pasien untuk makan
makanan dan
suplemen makanan.
2.
Menyajikan makana
n dengan porsi sediki
t tapi sering.
72
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Saluran pencernaan dimulai dari rongga mulut, faring, esofagus, lambung (gaster),
usus halus (terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum), usus besar (yang terdiri atas
caecum, colon ascenden, colon transversum, colon descendens, colon sigmoid), rectum,
hingga anus. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendisitis dibagi menjadi dua yaitu
apendisitis akut dan apendisitis kronis. Apendisitis biasanya disebabkan oleh
penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing,
striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Sirosis hepatis
adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati,
diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel hati, sehingga
timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. Ada dua penyebab yang dianggap
paling sering menyebabkan sirosis hepatis yaitu hepatitis virus dan zat hepatotoksik atau
alkoholisme. Pengobatan sirosis hepatis pada prinsipnya berupa simtomatis dan
supportif. Sedangkan pengobatan untuk apendisitis dapat berbeda dari setiap tahapan,
seperti untuk tahapan operasi, pra operasi, dan post operasi.
73
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C, Long. (1996), Perawatan Medical Bedah, Yayasan Ikatan Alumni Keperawatan
Pejajaran, Bandung.
Carpenito, L.J. (1996), Rencanan Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Cameron, (1997), Ilmu Bedah Muthakhir, EGC, Jakarta, Penerbit Buku kedokteran.
Jones DJ dan Irving, MH, (1997), Petunjuk Penting Penyakit Kolorektal, EGC, Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran.
Mansjoer Arif, (1999), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapius, Jakarta.
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G Bare (2000), Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi
8, EGC, Jakarta Penerbit Buku Kedokteran.
Syaifuddin (1997), Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat edisi 2. EGC: Jakarta
74