Anda di halaman 1dari 9

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Karies gigi

3.1.1 Definisi Karies Gigi

Karies gigi merupakan proses kerusakan gigi yang dimulai dari enamel

terus ke dentin. Proses tersebut terjadi karena sejumlah faktor (multiple factors) di

dalam rongga mulut yang berinteraksi satu dengan yang lain. Faktor-faktor

tersebut meliputi faktor gigi, mikroorganisme, substrat dan waktu (Walton, 2008).

3.1.2 Etiologi Karies Gigi

Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit

menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama

beberapa kurun waktu. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu

adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies (Walton,

2008).

Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan

rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah faktor waktu,

yang digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang-tindih. Untuk

terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung

yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang

sesuai dan waktu yang lama (Walton, 2008).


Gambar 1 Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial

yang disebabkan faktor host, agen, substrat dan waktu (Walton, 2008).

3.1.3 Patogenesis Karies Gigi

Karies gigi bisa terjadi apabila terdapat empat faktor utama yaitu gigi,

substrat, mikroorganisme, dan waktu. Beberapa jenis karbohidrat makanan

misalnya sukrosa dan glukosa yang dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan

membentuk asam sehingga pH plak akan menurun. Penurunan pH yang berulang-

ulang dalam waktu tertentu mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi

(Walton, 2008).

Proses terjadinya karies dimulai dengan adanya plak dipermukaan gigi.

Plak terbentuk dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti musin, sisa-sisa

sel jaringan mulut, leukosit, limposit dan sisa makanan serta bakteri. Plak ini

mula-mula terbentuk, agak cair yang lama kelamaan menjadi lengket dan menjadi

tempat bertumbuhnya bakteri (Walton, 2008).

Selain karena adanya plak, karies gigi juga disebabkan oleh sukrosa (gula)

dari sisa makanan dan bakteri yang menempel pada waktu tertentu yang berubah

menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang
akan menyebabkan demineralisasi email yang berlanjut menjadi karies gigi

(Walton, 2008).

3.1.4 Gangren Pulpa

Gangren Pulpa adalah keadaan gigi dimana jarigan pulpa sudah mati

sebagai sistem pertahanan pulpa sudah tidak dapat menahan rangsangan sehingga

jumlah sel pulpa yang rusak menjadi semakin banyak dan menempati sebagian

besar ruang pulpa. Sel-sel pulpa yang rusak tersebut akan mati dan menjadi

antigen sel-sel sebagian besar pulpa yang masih hidup (Walton, 2008).

3.1.4.1 Patogenesis Gangren Pulpa

Iritasi terhadap jaringan pulpa dapat menyebabkan terjadinya reaksi

inflamasi. Iritan dapat berupa iritan mekanis, kimia, namun yang paling sering

menjadi etiologi penyakit pulpa adalah iritan oleh mikroorganisme (Walton,

2008).

Bakteri dan produk toksin nya bertanggungjawab terhadap respon

inflamasi yang terjadi. Bakteri dan produk toksin nya masuk ke pulpa melalui

tubulus dentin. Ketika pulpa terpapar oleh bakteri dan produk toksinnya, jaringan

pulpa diinfiltrasi secara lokal oleh leukosit polimorfonuklear (PMN), membentuk

area nekrosis liquefaksi. Bakteri dapat mengkolonisasi dan bertahan pada area

nekrosis. Jaringan pulpa akan tetap mengalami inflamasi untuk jangka waktu yang

lama dan nekrosis cepat atau lambat dapat terjadi. Hal ini bergantung pada

beberapa faktor, antara lain: (1) virulensi dari bakteri, (2) kemampuan untuk

mengeluarkan cairan inflamasi untuk menghindari akibat dari peningkatan


tekanan intrapulpal, (3) host resistance, (4) jumlah sirkulasi, dan yang paling

penting, (5) drainase limfatik (Walton, 2008).

Sebagai konsekuensi dari pelepasan mediator-mediator inflamasi dalam

jumlah yang banyak, terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah, stasis

pembuluh darah, dan migrasi leukosit ke sisi dimana iritasi berlangsung.

Peningkatan tekanan dan permeabilitas pembuluh darah membuat cairan bergerak

dari pembuluh darah menuju ke jaringan interstitial, menimbulkan edema dan

peningkatan tekanan jaringan. Pulpa terletak di dalam dinding yang kaku, dimana

tidak terdapat sirkulasi kolateral, maka dari itu peningkatan kecil dari tekanan

jaringan dapat menyebabkan kompresi pasif, bahkan kolapsnya pembuluh venul

dan limfe secara total di sekitar lokasi iritasi pulpa berlangsung. Kolapsnya

pembuluh venul dan limfe akibat peningkatan tekanan jaringan, serta kurangnya

sirkulasi akhirnya menyebabkan eksudat atau cairan inflamasi tidak dapat

diabsorbsi atau didrainase, sehingga proses nekrosis dapat terjadi (Walton, 2008).

Pulpa biasanya tidak mampu mengeliminasi iritan yang terjadi, yang dapat

dilakukan sementara adalah mencegah penyebaran infeksi dan dekstruksi jaringan

yang lebih luas. Namun, jika iritan ini tetap ada dan tidak diatasi, maka kerusakan

dapat meluas dan menjadi lebih parah (Walton, 2008).

Gejala yang didapat dari pulpa yang gangren bisa terjadi tanpa keluhan

sakit, dalam keadaan demikian terjadi perubahan warna gigi, dimana gigi terlihat

berwarna kecoklatan atau keabu-abuan. Pada gangrene pulpa dapat disebut juga

gigi non vital dimana pada gigi tersebut sudah tidak memberikan reaksi pada

cavity test (tes dengan panas atau dingin) (Walton, 2008).


3.2 Kelainan Periapikal

Kelainan periapikal yang disebabkan oleh nekrosis pulpa dapat

diklasifikasikan berdasarkan temuan histologi dan klinis. Klasifikasi kelainan

periapikal ini adalah sebagai berikut:

3.2.1 Periodontitis Apikalis

3.2.1.1 Periodontitis Apikalis Akut

Periodontitis apikalis akut merupakan penyebaran inflamasi yang berlanjut

ke jaringan periapikal. Periodontitis apikalis akut adalah peradangan lokal yang

terjadi pada ligamentum periodontal didaerah apikal. Penyebab utama adalah

iritasi yang berdifusi dari nekrosis pulpa ke jaringan periapikal seperti bakteri,

toksin bakteri, obat disinfektan, dan debris. Selain itu, iritasi fisik seperti restorasi

yang hiperperkusi, instrumentasi yang berlebih, dan keluarnya obturasi ke

jaringan periapikal juga bisa menjadi penyebab periodontitis apikalis akut

(Mustaqimah, 2009).

Periodontitis apikalis akut pada umumnya menimbulkan rasa sakit pada

saat mengigit. Sensitiv terhadap perkusi merupakan tanda penting dari tes

diagnostik. Tes palpasi dapat merespon sensitif atau tidak ada respon. Jika

periodontitis apikalis merupakan perluasan pulpitis, maka akan memberikan

respon respon terhadap tes vitalitas. Jika disebakkan oleh nekrosis pulpa maka

gigi tidak akan memberikan respon terhadap tes vitalitas. Gambaran radiografi

terlihat adanya penebalan ligamentum periodontal (Mustaqimah, 2009).

Periodontitis apikalis akut terkait dengan eksudasi plasma dan perpindahan

sel-sel inflamasi dari pembuluh darah ke jaringan periapikal. Hal ini menyebabkan
kerusakan pada ligamen periodontal dan resopsi tulang alveolar (Torabinejad,

2009).

3.2.1.2 Periodontitis Apikalis Kronis

Periodontitis apikalis kronis biasanya diawali dengan periodontitis apikalis

akut atau abses apikalis. Peridontitis apikalis kronis merupakan proses inflamasi

yang berjalan lama dan lesi berkembang dan membesar tanpa ada tanda dan gejala

subyektif. Tes vitalitas tidak memberikan respon karena secara klinis pulpa yang

terlibat telah nekrosis. Tes perkusi memberi respon non-sensitif, sedangkan untuk

tes palpasi memberikan respon non sensitif. hal ini menunjukkan keterlibatan

tulang kortikal dan telah terjadi perluasan lesi ke jaringan lunak (Mustaqimah,

2009).

Secara radiografis periodontitis apikalis kronis menunjukkan perubahan

gambaran dasar radiolusen periapikal. Perubahan berawal dari penebalan

ligamentum periodontal dan resopsi lamina dura kemudian terjadi destruksi tulang

periapikal (Torabinejad, 2009).

Secara histologi periodontitis apikalis kronis dapat digolongkan menjadi

menjadi granuloma dan kista. Granuloma merupakan jaringan granulasi yang

terbentuk sebagai respon jaringan periapikal yang kronis terhadap inflamasi dan

proses nekrosis jaringan pulpa. Pembentukan granuloma dimulai dengan

terjadinya proliferasi sel epitel di periapeks, sehingga membentuk jaringan

granulasi akibatnya sel yang berada di tengah masa epitel tidak mendapatkan

suplai nutrisi. Tekanan dalam jaringan granulasi membesar dan menekan jaringan

sehat serta tulang di sekitarnya, sehingga terjadi resopsi tulang yang terlihat secara

radiografis. Kista radikuler merupakan rongga patologis di daerah periapikal yang


berisi cairan semifluid dan dilapisi sel-sel epitel yang merupakan hasil dari

peradangan akibat nekrosis pulpa (Mustaqimah, 2009).

Penyebab penyakit pulpa dan kelainan periapikal sangat berhubungan

dengan bakteri. Bakteri yang terdapat pada jaringan pulpa akan mengakibatkan

peradangan dan berlanjut kejaringan periapikal. Sumber utama bakteri dalam

pulpa adalah karies. Bakteri pada karies akan memproduksi toksin yang akan

berpenetrasi ke dalam pulpa melalui tubulus. Akibatnya, jaringan pulpa akan

terinflamasi secara lokal pada basis tubulus yang terkena karies terutama oleh sel-

sel inflamasi kronik seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma. Jika pulpa terbuka,

jaringan pulpa akan terinfiltrasi secara lokal oleh leukosit polimorfonukleus untuk

membentuk suatu daerah nekrosis pada lokasi terbukanya pulpa. Jaringan pulpa

bisa tetap terinflamasi untuk waktu yang lama sampai akhirnya menjadi nekrosis

atau bisa dengan cepat menjadi nekrosis (Mustaqimah, 2009).

3.2.2 Abses Periapikal

3.2.2.1 Abses Periapikal Akut

Abses periapikal akut adalah proses inflamasi pada jaringan periapikal

gigi, yang disertai pembentukan eksudat. Abses periapikal akut disebabkan

masuknya bakteri, serta produknya dari saluran akar gigi yang terinfeksi. Abses

periapikal akut ditandai dengan nyeri yang spontan, adanya pembentukan nanah,

dan pembengkakan. Pembengkakan biasanya terletak divestibulum bukal, lingual

atau palatal tergantung lokasi apeks gigi yang tekena. Abses apikialis akut juga

terkadang disertai dengan manifestasi sistemik seperti meningkatnya suhu tubuh,

dan malaise. Tes perkusi abses periapikal akut akan mengahasilkan respon yang
sangat sensitif, tes palpasi akan merespon sensitif. Sedangkan tes vitalitas tidak

memberikan respon (Mustaqimah, 2009).

Secara histologi abses periapikal akut menunjukkan adanya lesi destruktif

dari nekrosis yang mengandung banyak leukosit PMN yang rusak, debris, dan sel

serta eksudat purulen. Gambaran radiografis abses periapikal akut, terlihat

penebalan pada ligamen periodontal dengan lesi pada jaringan periapikal

(Mustaqimah, 2009).

3.2.2.2 Abses Periapikal Kronis

Abses periapikal kronis merupakan keadaan yang timbul akibat lesi yang

berjalan lama yang kemudian mengadakan drainase ke permukaan. Abses

periapikal kronis disebabkan oleh nekrosis pulpa yang meluas ke jaringan

periapikal, dapat juga disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya terjadi. Abses

adalah kumpulan pus yang terbentuk dalam jaringan. Pus ini merupakan suatu

kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah putih, organisme

penyebab infeksi atau benda asing dan racun yang dihasilkan oleh orgnisme dan

sel darah. Abses periapikal kronis merupakan reaksi pertahanan yang bertujuan

untuk mencegah infeksi menyebar kebagian tubuh lainnya (Mustaqimah, 2009).

Abses periapikal kronis berkembang dan membesar tanpa gejala yang

subjektif, hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografis atau dengan

adanya fistula didaerah sekitar gigi yang terkena. Fistula merupakan ciri khas dari

abses periapikal kronis. Fistula merupakan saluran abnormal yang terbentuk

akibat drainasi abses (Torabinejad, 2009).

Abses periapikal kronis pada tes palpasi dan perkusi tidak memberikan

respon non-sensitif, Sedangakn tes vitalitas tidak memberikan respon. Gambaran


radiografis abses periapikal kronis terlihat putusnya lamina dura hingga kerusakan

jaringan periradikuler dan interradikuler (Torabinejad, 2009).

3.3 Penatalaksanaan Kasus

1. Pada pasien dengan adanya abses perlu dilakukan medikamentasi

terlebih dahulu guna menghilangkan keluhan absesnya serta mencegah

perluasan infeksi. Medikamentasi yang dapat diberikan berupa

antibiotik yang harus diminum sesuai instruksi untuk mencegah

terjadinya resistensi terhadap antibiotik tersebut serta pemberian

analgesik untuk mengurangi keluhan sakit.

2. Instruksi kepada pasien untuk menjaga OH

3. Melakukan kontrol setelah medikamentasi untuk dilakukan follow up

(ekstraksi gigi)

Komplikasi Jauh Sesudah Ekstraksi Gigi

1. Alveolitis

2. Komplikasi yang paling sering, paling menakutkan dan paling sakit

sesudah pencabutan gigi adalah dry socket atau alveolitis ( osteitis

alveolar)

3. Infeksi

Pencabutan suatu gigi yang melibatkan proses infeksi akut, yaitu

perikoronitis atau abses, dapat mengganggu proses pembedahan.

Penyebab yang paling sering adalah infeksi yang termanifestasi

sebagai miositis kronis.

Anda mungkin juga menyukai