Anda di halaman 1dari 29

Status Periodontitis

Nama Pasien

: Samiati

Umur

: 65 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaaan

: IRT

Alamat

: Jl. Gajah I Air Tawar Barat

Tanggal Pemeriksaan

: 22 Agustus 2015

Dosen Pembimbing

: drg. Citra Lestari, MDSc., Sp. Perio

Formulasi Gigi

: 41 dan 42 (Periodontitis)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terdapat dua tipe penyakit periodontal yang sering terjadi pada masyarakat
yaitu gingivitis dan periodontitis. Periodontitis merupakan inflamasi yang
melibatkan struktur periodontal pendukung yang terdiri atas ligament periodontal,
tulang alveolar dan sementum, yang ditandai dengan migrasi epitel jungsional ke
arah apikal, kehilangan perlekatan tulang dan resorpsi tulang alveolar. Hal ini
dapat disebabkan faktor lokal ataupun sistemik seperti adanya penumpukan plak
dan kalkulus, defisiensi nutrisi, gangguan hormonal dan lain-lain (Budiantono
2012, Daliemaunthe S.A. 2008).
Penumpukan bakteri plak pada permukaan gigi merupakan penyebab utama
penyakit periodontal. Penyakit periodontal dimulai dari gingivitis, bila tidak
terawat bisa berkembang menjadi periodontitis dimana terjadi kerusakan jaringan
periodontal berupa kerusakan fiber, ligamen periodontal dan tulang alveolar
(Adulgopar 2009).
Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang
banyak terjadi pada masyarakat. Survei epidemiologis yang dilakukan oleh
National Instiute of Dental Research (NDIR) dari Amerika Serikat menunjukkan
bahwa periodontitis mengenai penduduk seluruh negara di dunia meskipun
dengan keparahan yang berbeda. Dari hasil survei NHES, prevalensi penyakit
periodontal adalah 25,4%. Sepuluh tahun kemudian hasil survei menunjukkan
peningkatan penyakit periodontitis menjadi 33,9%. Penyakit pada jaringan
periodontal yang diderita manusia hampir di seluruh dunia dan mencapai 50% dari
jumlah populasi dewasa (Daliemunthe S.A. 2008, Erry 2007)..
Di Indonesia, menurut hasil survai kesehatan gigi dan mulut di Jatim tahun
1995, penyakit periodontal terjadi pada 459 orang diantara 1000 penduduk. Di
2

Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan ke dua utama yang masih


merupakan masalah di masyarakat. Oleh karena sebagai tenaga medis di bidang
kedokteran gigi harus dapat melakukan pencegahan maupun perawatan pada
masyarakat luas yang berpotensi menderita penyakit periodontal.
1.2 Tujuan

Tujuan perawatan periodontal ini adalah :


1. Penyingkiran semua iritan lokal yang menyebabkan inflamasi gingiva.
2. Penyingkiran faktor etiologi penyakit periodontal.

3. Memotivasi pasien untuk melaksanakan kontrol plak.


1.3 Manfaat
Penulisan makalah ini memiliki manfaat untuk memberikan informasi
kepada mahasiswa, masyarakat, maupun praktisi kesehatan mengenai penyakit
periodontal, yakni berkaitan dengan kerusakan gigi, jaringan periodontal,
kehilangan tulang, serta rencana perawatan yang dapat dilakukan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Periodontitis
Periodontitis adalah suatu inflamasi yang melibatkan struktur periodontal
pendukung yang terdiri atas ligament periodontal, tulang alveolar dan sementum,
dimana terjadi kehilangan struktur kolagen pada daerah yang menyangga gigi
sebagai respon dari akumulasi bakteri dari jaringan periodontal (Lumentut et al
2013, Taqwim 2011). Periodontitis dapat terjadi adanya peradangan berkelanjutan
akibat gingivitis yang tidak dirawat. Apabila proses berlanjut maka akan
menginvasi struktur di bawahnya sehingga akan terbentuk poket yang
menyebabkan peradangan berlanjut dan merusak tulang serta jaringan penyangga
gigi, akibatnya gigi menjadi goyang dan akhirnya harus dilakukan pencabutan
(Adulgopar 2009, Daliemunthe 2008).

Gambar 1. Gambaran gingiva normal dan periodontitis

2.2 Etiologi Periodontitis


Faktor etiologi penyakit periodontal dibagi menjadi 2, yaitu faktor etiologi
lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal merupakan faktor-faktor yang berada di
sekitar periodonsium dan berada di luar jaringan periodontium. Sedangkan faktor
sistemik merupakan faktor etiologi yang berkaitan dengan kondisi umum pasien
dan berada di dalam tubuh pasien (Budiantono 2012, Daliemunthe 2008).

2.2.1 Faktor lokal


1. Plak Dental
Plak dental atau plak bakteri adalah deposit lunak yang membentuk
biofilm dan mengandung bakteri, produk bakteri dan sisa makanan yang
menumpuk ke permukaan gigi atau permukaan keras lainnya di rongga
mulut. Plak dental dibagi menjadi plak supragingival yaitu berada pada
tepi gingiva, dan plak subgingival yaitu berada di apikal dari tepi gingiva
dan diantara gigi dan jaringan yang mendindingi sulkus gingiva. Plak
subgingival yang mengandung bakteri berperan dalam penghancuran
jaringan pada periodontitis.

Gambar 2. Plak dan kalkulus dapat menyebabkan periodontitis

2. Kalkulus
Kalkulus merupakan suatu massa yang mengandung plak bakteri
dan terkalsifikasi atau terjadi pengapuran yang melekat pada gigi.
Kalkulus merupakan faktor pendukung dari penyebab terjadinya gingivitis
yang akhirnya apabila tidak dilakukan perawatn akan berlanjut ke tahap
periodontitis.

3. Impaksi makanan
Impaksi makanan (food impaction) merupakan makanan yang
terdesak secara paksa dan akhirnya terperangkap ke periodonsium oleh
tekanan oklusal, dapat terjadi pada permukaan interproksimal ataupun
permukaan vestibular/oral. Terjadinya impaksi makanan dapat terjadi
karena keausan oklusal yang tidak sam rata, ekstruksi atau terbukany atitik
kontak sebagai hilangnya dukungan proksimal, restorasi yang tidak baik,
dan impaksi makan juga dapat disebabkan impaksi lateral dimana tekanan
lateral lidah, pipi dan bibir terhadap makanan. Hal ini merupakan keadaan
yang

dapat

menyebabkan

dan

memperparah

terjadinya

penyakit

periodontal.
4. Faktor Iatrogenik
Faktor iatrogenik merupakan iritasi yang ditimbulkan karena
pekerjaan dokter gigi yang tidak hati-hati dan tidak adekuat sewaktu
melakukan perawatan pada gigi dan jaringan sekitarnya sehingga
mengakibatkan kerusakan pada jaringan sekitar gigi. Seperti pada
restorasi, protesa dan teknik pencabutan gigi serta penskeleran dan
penyerutan akar yang salah sehingga akan menyebabkan inflamasi pada
gingiva dan kerusakan jaringan periodontal.

2.2.2 Faktor Sistemik


1. Defisiensi Nutrisi

Defisiensi vitamin C dan protein berhubungan dengan penyakit


periodontal. karena fungsinya dalam pembentukan serat jaringan ikat.
Defisiensi vitamin C dapat memperhebat respon gingiva terhadap plak dan
memperparah pembesaran dan pendarahan yang terjadi akibat inflamasi
yang diakibatkan oleh plak. Begitu juga jika terjadi defesiensi protein,
maka dapat menyebabkan terhambatnya aktivitas pembentukan tulang
yang normal, dan memperparah efek destruktif dari iritan lokal dan trauma
oklusal pada jaringan periodonsium. Namun demikian iritan lokal
memegang peranan penting dalam terjadinya periodontitis (Pinborg 2006).
2. Gangguan Hormonal
Gangguan

hormonal

seperti

penyakit

endokrin

dapat

mempengaruhi jaringan periodonsium dan menimbulkan perubahan


anatomis di rongga mulut yang mempermudah penumpukan plak atau
trauma karena oklusi.
3. Diabetes Melitus
Penyakit ini merupakan penyakit metabolisme yang ditandai dengan
defisiensi insulin absolut maupun relatif atau resistensi insulin, yang dapat
mengakibatkan level glukosa darah meningkat dan eksresi gula melalui
urin. Xerostomia biasanya terdapat pada pasien DM yang tidak terkontrol.
Pasien dengan DM cenderung terjadi pembentukan plak, gingiva mudah
berdarah pembentukan poket, gigi goyah, kehilang tulang periodontal dan
juga dapat terjadi kehilangan gigi (Afriza 2011).
4. Obat-Obatan

Jenis obat-obatan tertentu dapat menyebabkan hiperplasia gingiva,


seperti fenitoin atau dilantin, siklosporin, nifedipin dan lain-lain. Akibat
terjadinya hiperplasia dapat menyebabkan sulitnya pembersihan daerah
gigi tersebut dan pada akhirnya akan memudahkan penumpukan plak dan
kalkulus (Langlais, Craig 2000).
2.3 Klasifikasi Periodontitis
Klasifikasi periodontitis berdasarkan the International Workshop for
Classificication of Periodontal Disease (Daliemunthe 2008, Hodges 1998, Wiebe,
Edward 2000) :
1. Periodontitis kronis (chronic periodontitis)
a. Lokalisata (localized)
b. Generalisata (generalized)
2. Periodontitis agresif (agressive periodontitis)
a. Lokalisata (localized)
b. Generalisata (generalized)
3. Periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik (periodontitis as a
manifestations of systemic diseases)
a. Berkaitan dengan gangguan hematologis
1. Neutropenia yang didapat (acquired neutropenia)
2. Leukemia
3. Bentuk gangguan lain
b. Berkaitan dengan gangguan genetik
1. Neutropenia familial dan siklik
2. Sindroma Down
3. Sindroma defisiensi adhesi leukosit
4. Sindroma Papillon-Lafevre
5. Sindroma Chediak-Higashi
6. Sindroma histiositosis
7. Penyakit penyimpanan glikogen
8. Agranulositosis genetik infantil
9. Sindroma Cohen
10. Sindroma Ehlers-Danlos (Tipe IV dan VIII)
11. Hipoposfatasia
12. Gangguan lainnya
c. Tidak spesifik
8

4. Penyakit periodontal nekrotik (necrotizing periodontal diseases)


a. Gingivitis ulseratif nekrotik (necrotizing ulcerative gingivitis)
b. Periodontitis ulseratif nekrotik (necrotizing ulcerative periodontitis)
5. Abses periodonsium (abscesses of the periodonsium)
a. Abses gingival (gingival abscesses)
b. Abses periodontal (periodontal abscesses)
6. Periodontitis berkaitan dengan lesi endodontik (periodontitis associated
with endodontic lesions)
a. Lesi kombinasi periodontik-endodontik
7. Deformitas dan kondisi perkembangan atau didapat (developmental or
acquired deformities and conditions)
a. Faktor-faktor lokalisata yang berkaitan dengan gigi yang menjadi
predisposisi bagi penyakit gingiva atau periodontitis yang diinduksi plak
(localized tooth related factors that predispose to plaque-induced gingiva
diseases or periodontitis)
1. Faktor-faktor anatomis gigi
2. Restorasi/piranti dental
3. Fraktur akar
4. Resorpsi akar servikal dan cemental tears
b. Deformitas dan kondisi mukogingival disekeliling gigi geligi
(mucogingival deformities and conditions around teeth)
1. Resesi gingival/jaringan lunak
a. permukaan vestibular/oral
b. interproksimal (papilari)
2. Gingiva berkeratin inadekuat
3. Kedalaman vestibulum berkurang
4. Posisi frenulum/otot terlalu ke marginal
5. Gingiva yang berlebihan
a. saku semu
b. tepi gingiva yang tidak konsisten
c. excessive gingival display
d. pembesaran gingiva
6. Warna abnormal
c. Deformitas dan kondisi mukogingival pada linggir tak bergigi
(mucogingival deformities and conditions on edentulous ridges)
1. Defisiensi linggir vertikal dan /atau horizontal
2. Gingiva/jaringan berkaitan inadekuat
3. Pembesaran gingival/jaringan lunak
4. Posisi frenulum/otot terlalu ke marginal
5. Kedalaman vestibulum berkurang
9

6. Warna abnormal
d. Trauma oklusal (occlusal trauma)
1. Trauma oklusal primer
2. Trauma oklusal sekunder
2.4 Pengukuran Kondisi Jaringan Periodontal

Gambar 3. Penampang Melintang Gingiva

Periodontitis terdapat

plak

mikroba negatif gram yang berkolonisasi

dalam sulkus gingiva (plak subgingiva) dan memicu respon inflamasi kronis.
Sejalan dengan bertambah matangnya plak, plak menjadi lebih patogen dan
respon inflamasi pejamu berubah dari keadaan akut menjadi keadaan kronik.
Apabila kerusakan jaringan periodontal, akan ditandai dengan terdapatnya
poket. Semakin

dalamnya

poket, semakin banyak

terdapatnya

bakteri

subgingiva yang matang. Hal ini dikarenakan poket yang dalam terlindungi dari
pembersih mekanik (penyikatan gigi) juga terdapat aliran cairan sulkus gingiva
yang lebih konstan pada poket yang dalam dari pada poket yang diangkat (Arief
2007, Fancis dan Duncan).

10

Gambar 4. Kerusakan jaringan periodonsium

2.5 Perawatan Penyakit Periodontal


Penyakit periodontal harus ditemukan secepatnya dan dirawat segera
mungkin setelah penyebab penyakit itu ditemukan. Oleh karena itu harus dapat
menentukan rencana perawatan yang tepat. Tujuan utama dari rencana perawatan
penyakit periodontal adalah mengeleminasi dari gingiva yang terinflamasi dan
mengkoreksi dari keadaan yang dapat menyebabkan dan atau memperparah
penyakit (Carranza et al 2010). Perawatan periodontitis kronis dapat dibagi
menjadi 3 fase, yaitu ( Scribd 2011) :
I.

Fase I : Fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan


beberapa faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan
bedah periodontal atau melakukan perawatan restoratif dan prostetik.
Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase I :
1. Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.
2. Scaling dan root planning
3. Perawatan karies dan lesi endodontik
4. Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging
5. Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment)
6. Splinting temporer pada gigi yang goyah
7. Perawatan ortodontik
8. Analisis diet dan evaluasinya
9. Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas

11

II.

Fase II : Fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas


anatomikal seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni
oklusi yang berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan
menjadi faktor predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal.
Berikut ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada fase ini:
1. Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain:
kuretase gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal,
rekonturing tulang (bedah tulang) dan prosedur regenerasi periodontal
(bone and tissue graft)
2. Penyesuaian oklusi
3. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang

III.

hilang.
Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya
kekambuhan pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa
prosedur yang dilakukan pada fase ini:
1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien
2. Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor
plak, ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas
gigi.
3. Melekukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal
dan tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.
4. Scalling dan polishing tiap 6 bulan seksli, tergantung dari evektivitas
kontrol plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus
5. Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies

2.6 Pencegahan Penyakit Periodontal


Penyakit periodontal dan kehilangan gigi dapat dicegah karena penyakit
ini disebabkan faktor-faktor lokal yang dapat ditemukan, dikoreksi dan dikontrol.
Sasaran yang ingin dicapai adalah mengontrol penyakit gigi untuk mencegah

12

perawatan yang lebih parah. Secara umum tindakan pencegahan dibedakan atas 3
fase yaitu (Daliemunthe 2006):
a. Pencegahan primer (prepatogenesis), yaitu fase pencegahan

timbulnya lesi inisial atau penyakit pada jaringan sehat.


b. Pencegahan sekunder (Patogenesis), yaitu fase pencegahan untuk
mengintersepsi penyakit begitu penyakit telah terjadi, dengan
tujuan untuk mencegah timbulnya cacat atau membatasi kecacatan.
c. Pencegahan tersier, yaitu fase terakhir yang bertujuan untuk
memperbaiki cacat yang ditimbulkan oleh penyakit.
2.7 Metode Penyikatan Gigi
Tiga metode penyikatan gigi yang sering digunakan, yaitu : metode Bass,
metode Stillman, dan metode Charter.
1. Metode Bass
Penyikatan gigi dengan metode Bass dianjurkan untuk pembersihan rutin
sehari-harinya bagi pasien dengan atau tanpa penyakit periodontal. Sikat
gigi yang digunakan adalah yang bulu sikatnya lembut sampai sedang.
Secara garis besar penyikatan pada permukaan vestibular dan oral rahang
atas dan bawah dilakukan sebagai berikut:
1. Bulu sikat ditempatkan pada tepi gingival dengan membentuk sudut d5
derajat terhadap poros panjang gigi
2. Dengan tekanan yang disertai getaran, uung bulu sikat ditekankan masuk
ke sulkus gingiva dank e embrasure interproksimal. Bila hal ini dilakukan
dengan benar, akan terlihat bahwa gingival menjadi pucat.

13

Gambar 5. Penempatan ujung bulu sikat pada metode Bass. A. Kedalam sulkus; B. Di
daerah interproksimal.

3. Dalam keadaan ujung bulu sikat tetap berada di dalam sulkus dan
embrasur interproksimal, sikat gigi digerakkan mau-mundur pendekpendek. Gerak maju mundur ini dilakukan sebanyak 20 kali pada setiap
posisi. Harus diperhatikan bahwa selama sikat gigi digerakkan, ujung bulu
sikat tidak pernah keluar dari daerah sulkus atau embrasur interproksimal.

Gambar 6. Arah gerakan sikat gigi. A. Pada permukaan vestibular; B. Pada permukaan
oral.

14

Gambar 7. Penyikatan permukaan vestibular gigi kaninus dengan metode Bass. A.


Penyikatan pada separoh bagian distal; B. Penyikatan pada separoh bagian mesial.

Gambar 8. Penyikatan permukaan oral regio anterior dengan metode Bass apabila
lengkung giginya cukup lebar.

15

Gambar 9. Penyikatan pada permukaan oral regio anterior dengan metode Bass pada
lengkung gigi yang sempit. A. Rahang atas; B. Rahang bawah.

Gambar 10. Penyikatan permukaan oklusal dengan metoda Bass.

Penyikatan pada permukaan oklusal

16

Untuk menyikat permukaan oklusal, bulu sikat ditekankan kuat-kuat ke


permukaan oklusal gigi geligi sampai ujung bulu sikat tertekan sedalam
mungkin ke pit dan fissure. Sikat gigi digerakkan maju-mundur pendekpendek sebanyak 20 kali pada setiap segmen.

2. Metode Stilman
Penyikatan dengan metode stilman dianjurkan untuk pembersihan pada
daerah dengan resesi gingiva yang parah disertai dengan tersingkapnya
akar gigi, guna menghindari destruksi yang lebih parah pada jaringan
akibat abrasi sikat gigi. Jenis sikat gigi yang dianjurkan adalah sikat gigi
dengan kekerasanbulu sikat sedang sampai keras.
Penyikatan gigi pada permukaan vestibular dan oral
Penyikatan dilakukan dengan menempatkan bulu sikat sebagian berada
pada bagian servikal gigi dan sebagian pada gingiva didekatnya, dengan
ujung bulu sikat mengarah ke apical membentuk sudut miring dengan
poros panjang gigi. Bulu sikat ditekankan ke arah gingiva sehingga
gingiva terlihat pucat. Sikat gigi kemudian digerakkan maju-mundur
pendek-pendek sebanyak 20 kali pada setiap posisi, sambil bergerak ke
arah koronal sepanjang gingival cekat, gingival bebas dan permukaan gigi.

17

Gambar 11. Penyikatan gigi dengan metode Stillman.

Penyikatan pada permukaan oklusal


Penyikatan permukaan oklusal pada prinsipnya adalah sama dengan
metode Bass.

3. Metode Charter
Metode Charter dianjurkan untuk 1. mendapatkan efek masase gingiva.
Sikat gigi yang digunakan adalah sikat gigi dengan bulu sikat sedang
sampai keras, dengan 2-3 baris rumpun bulu sikat. 2. Penyikatan
sementara bagi daerah penyembuhan luka pasca perawatan bedah
periodontal.
Penyikatan pada permukaan vestibular dan oral
Cara penempatan bulu sikat adalah dengan bulu sikat mengarah ke apikal
membentuk sudut 45 derajat terhadap poros panjang gigi. Sikat gigi
digerakkan dengan gerak sirkuler (memutar) sebanyak 20 kali pada setiap
posisi.

18

Gambar 12. Penyikatan gigi dengan metode Charter.

Penyikatan pada permukaan oklusal


Pada prinsipnya serupa dengan metoda Bass.

19

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Laporan Kasus
A. Identifikasi Masalah
No. RM
Nama Pasien
Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Pemeriksaan

:
:
:
:
:
:
:

03 45 96
Samiati
65 tahun
Perempuan
IRT
Jl. Gajah I Air Tawar Barat
22 Agustus 2015

B. Pemeriksaan Subjektif
1.
Keluhan Utama :
Universitas

Pasien datang ke RSGMP

Baiturrahmah

Padang

ingin

membersihkan karang gigi atas dan bawah.


Keluhan Tambahan : Pasien mengeluh adanya

2.

perdarahan saat menyikat gigi dan gigi depan bawah


3.

terasa goyang.
Riwayat Medis Gigi dan Mulut : Pasien belum pernah

4.

ke dokter gigi sebelumnya.


Riwayat Medis Umum : Pasien memiliki penyakit
sistemik yaitu hipertensi.

5.

Riwayat Kesehatan Gigi dan Mulut :


a. Menyikat Gigi
Interval
: 2 kali sehari
Waktu
: Pagi sewaktu mandi dan sore sewaktu mandi
Gerakan
: Horizontal
Yang disikat : Bagian gigi yang menghadap ke bibir dan pipi
b. Pasta
c. Obat kumur

serta bagian kunyah.


: Pepsodent
: Tidak ada

C. Pemeriksaan Objektif
1. General Jasmani : Dalam batas normal
2. Lokal :
20

a. Ekstra Oral
1) Wajah : Lonjong
2) Bibir

: Simetris

3) TMJ

: Normal

4) Kelenjar submandibula : Normal


b. Intra Oral
1) Tonsil

: Normal

2) Lidah

: Normal

3) Palatum

: Normal

4)

Mukosa mulut : Normal

5)

Gingiva :
a. Warna
Merah
Merah Kebiruan
Pucat

: Vestibular
Oral
: Vestibular
Oral
: Vestibular
Oral

= 32, 31, 41, 42, 43, 44


= 32, 31, 41, 42, 43, 44
====-

b. Konsistensi
Oedema

: Vestibular = 32, 31, 41, 42, 43, 44


Oral
= 32, 31, 41, 42, 43, 44
c. Resesi Gingiva
: Vestibular = 32, 31, 41, 42
Oral
= 32, 31, 41, 42
d. Gingiva Enlargement : Vestibular = Oral
=-

21

(a) (b)
Gambar 12. Periodontitis pada kasus bagian (a) vestibular dan (b) oral

6) Gigi
FORMULA GIGI
18 17 16 15 14 13 12 11

21 22 23 24 25 26 27 28

48 47 46 45 44 43 42 41

31 32 33 34 35 36 37 38

Keterangan :
14
17
16, 15
13
23, 24, 25, 26
27
38, 37
41,42
42
43
RA/RB

: Nekrosis pulpa
: Karies superfasialis
: Radik
: Karies media
: Radik
: Karies media
: Radik
: Periodontitis (mobility I)
: Nekrosis pulpa
: Karies media

: C/S : 3/3

7) Oral Hygiene (OH) : Sedang


Alasan : Berdasarkan hasil pemeriksaan Oral Hygiene Index didapat skor
debris index (0,6) dan skor kalkulus index (0,9), sehingga skor
oral hygiene index pasien adalah (skor debris index + skor
kalkulus index = (0,6+0,9) = 1,5 (Sedang).

Derajat Kebersihan Mulut


Baik

Skor
0,0 1,2

Sedang

1,3 3,0

Buruk

3,1 6,0

22

Tabel 1. Derajat kebersihan mulut

D. Pemeriksaan Rontgen Foto


Kerusakan tulang : Regio 41, 42 (Horizontal)
E. Diagnosis
Dignosis : Periodontitis Kronis Lokalisata
Alasan : Periodontitis kronis lokalisata biasanya terjadi kehilangan perlekatan
dan kehilangan tulang akibat penumpukan plak subgingiva, dan tejadi pada
pada pasien sekitar usia 35 tahun atau lebih, stadium lanjut terjadi pada usia
40-an atau 50-an (Daliemunthe, S.D. 2008).
F. Faktor Etiologi
Adanya penumpukan plak dan kalkulus dalam jumlah banyak disertai
dengan cara dan waktu penyikatan gigi yang salah.
G. Prognosis
Prognosis : Baik
Alasan :
Pasien kooperatif
OH pasien kategori sedang
Faktor penyebab dapat dihilangkan
Perkembangan penyakit berjalan lambat
Pasien bisa datang dalam waktu yang disepakati
H. Alat dan Bahan
Alat:

1. Alat standar: kaca mulut, pinset, sonde, ekscavator


2. Prob periodontal

3.Neirbeken
4. Handuk bersih berukuran kecil
5. Rekam medik
6. ATK (Alat Tulis Kantor)
7.Scaller manual (chisel, sickle, hue)
8.Kuret Grecy
Bahan: 1. Masker
2. Handscoone
3. Providone iodine
4. Disclossing solution
5. Iodine tincture
6. Pasta + Fletcher
23

7. Alkohol 70%
8. Kapas
I.

Rencana Perawatan
Rencana perawatan dilakukan sesudah menegakkan diagnosis penyakit dan

setelah meramalkan prognosis. Perawatan periodontitis lebih diarahkan untuk


menciptakan dan memelihara kesehatan periodonsium di rongga mulut pasien.
Perawatan yang diberikan berupa perbaikan OH dan penskeleran dengan tiga kali
kunjungan, dan jarak antar perkunjungan 1 minggu, yaitu :
1.

Setting I
a. Melakukan pengukuran kedalaman saku, level attachment (jarak dari
cemento enamel junction (CEJ) ke dasar saku), attached gingiva (jarak
dari setentang dasar saku sampai mukogingiva junction (MGJ), resesi
gingiva (jarak dari cemento enamel junction (CEJ) ke crest gingiva margin
(CGM)), kreatinized gingiva (jarak dari crest gingiva margin ke
mukogingiva junction).
b. Melakukan pengukuran papilary bleeding index dan oral hygiene index
sebelum dan sesudah perawatan.
c. Kontrol Plak sebelum dan sesudah perawatan.
d. Scalling, root planning dan kuretase supragingiva dan subgingiva pada
rahang atas.
e. Instruksikan cara penyikatan gigi yang benar dengan menggunakan
metode stillman, serta menginstruksikan cara pemakaian dental floss sekali
sehari yang bertujuan untuk mengangkat plak dan sisa makanan yang
tersangkut di antara celah gigi.
f. Instruksi untuk mengkonsumsi makan-makanan yang berserat seperti buah
dan sayur.

24

g. Instruksikan kepada pasien agar tetap menjaga kebersihan gigi dan mulut
dirumah.
h. Pemberian obat kumur chlorhexidine serta vitamin C.
i. 1 minggu kemudian pasien disuruh datang kembali.
2. Setting II
a. Melakukan pengukuran kedalaman saku, level attachment (jarak dari
cemento enamel junction (CEJ) ke dasar saku), attached gingiva (jarak
dari setentang dasar saku sampai mukogingiva junction (MGJ), resesi
gingiva (jarak dari cemento enamel junction (CEJ) ke crest gingiva margin
(CGM)), kreatinized gingiva (jarak dari crest gingiva margin ke
mukogingiva junction).
b. Melakukan pengukuran papilary bleeding index dan oral hygiene index
sebelum dan sesudah perawatan.
c. Kontrol Plak sebelum dan sesudah perawatan.
d. Scalling, root planning dan kuretase supragingiva dan subgingiva pada
rahang bawah.
e. Instruksikan cara penyikatan gigi yang benar dengan memakai metode
stillman, serta menginstruksikan cara pemakaian dental floss sekali sehari
yang bertujuan untuk mengangkat plak dan sisa makanan yang tersangkut
di antara celah gigi.
f. Instruksi untuk mengkonsusmsi makan-makanan yang berserat seperti
buah dan sayur.
g. Instruksikan kepada pasien agar tetap menjaga kebersihan gigi dan mulut
dirumah.
h. Pemberian obat kumur chlorhexidine serta vitamin C (jika dibutuhkan).
i. 1 kemudian minggu pasien disuruh datang kembali.
3. Setting III
a. Melakukan pengukuran kedalaman saku, level attachment (jarak dari
cemento enamel junction (CEJ) ke dasar saku), attached gingiva (jarak
dari setentang dasar saku sampai mukogingiva junction (MGJ), resesi
gingiva (jarak dari cemento enamel junction (CEJ) ke crest gingiva margin

25

(CGM)), kreatinized gingiva (jarak dari crest gingiva margin ke


mukogingiva junction).
b. Melakukan pengukuran papilary bleeding index dan oral hygiene index
sebelum dan sesudah perawatan (melihat ada atau tidaknya perubahan
pada rahang atas dan rahang bawah).
c. Kontrol plak (melihat ada atau tidaknya perubahan pada rahang atas dan
rahang bawah).
d. Scalling, root planning dan kuretase supragingiva dan subgingiva pada
rahang atas dan rahang bawah (apabila belum bersih dan tidak ada
perubahan setelah perawatan).
e. Instruksikan cara penyikatan gigi yang benar dengan memakai metode
stillman, serta menginstruksikan cara pemakaian dental floss sekali sehari
yang bertujuan untuk mengangkat plak dan sisa makanan yang tersangkut
di antara celah gigi.
f. Instruksikan untuk mengkonsumsi makan-makanan yang berserat seperti
buah dan sayur.
g. Instruksikan kepada pasien agar tetap menjaga kebersihan gigi dan mulut
di rumah.
h. Pemberian obat kumur chlorhexidine serta vitamin C (jika dibutuhkan).
i. Instruksikan untuk periksa ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali untuk
kontrol rutin dan pembersihan.

26

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan pemeriksaan subjektif dan objektif pada kasus di atas
diketahui diagnosa penyakit adalah periodontitis kronis lokalisata, karena
kerusakan tulang terjadi pada regio 41 dan 42 dan pasien berusia 65 tahun, pasien
juga mengeluhkan adanya perdarahan pada gusi saat pasien menyikat gigi dan gigi
depan bawah terasa goyang. Selain itu, pada hasil pemeriksaan gingiva terdapat
warna gingiva yang merah pada bagian vestibular dan oral regio 32, 31, 41, 42,
43, dan 44. Selain itu konsistensi gingiva oedem pada bagian vestibular dan oral
pada regio 32, 31, 41, 42, 43, dan 44, serta terdapat resesi gingiva pada vestibular
di regio 32, 31, 41 dan 42. Setelah dilakukan pemeriksaan OH pasien termasuk
kategori sedang yaitu sebanyak 1,5. Pemeriksaan rontgen foto diketahui terjadi
kerusakan tulang horizontal pada regio 41 dan 42. Salah satu penyebab ini adalah
penumpukan plak dan kalkulus dimana pasien menyikat gigi pada waktu dan cara
yang tidak tepat. Dari hasil pemeriksaan dan diagnosa diketahui prognosis adalah
baik.
Rencana perawatan yang akan dilakukan berupa perbaikan OH dengan
penskeleran dan pemberian obat kumur dengan 3 kali kunjungan dan jarak 1
minggu tiap kunjungan.
4.2 Saran
1. Diharapkan adanya laporan-laporan kasus yang lebih mendalam mengenai
periodontitis sebagai data di bagian periodonsia RSGMP Baiturrahamah.

27

2. Diharapkan masyarakat semakin peduli terhadap kesehatan gigi dan


mulutnya.
3. Sebaiknya dilakukan penyuluhan mengenai kesehatan gigi dan mulut
khususnya penyakit pada jaringan pendukung gigi seperti periodontitis.

28

DAFTAR PUSTAKA

Afiza, Dona. 2011. Manifestasi Penyakit Sistemik di Rongga Mulut. Padang:


Universitas Baiturrahmah.
Adulgopar. 2009. Periodontitis [online]. Diakses tanggal 24 Juni 2014. Dari:
http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/periodontitis.pdf
Arief, Erry Mochamad. 2007. Pathogenesisi of Periodontal Desease [online]. 24
Juni 2014. Dari: http://www.kck20Erry/PATHOGENESIS%2.pdf
Budiantono, 2012. Penyakit Periodontal [online]. Diakses tanggal 24 Juni 2014.
Dari: ocw.usu.ac.id/ kgm-427_slide_penyakit_periodontal.pdf
Daliemunthe, Saidina Hamzah. 2008. Periodonsia. Medan: FKG USU.
Daliemunthe, Saidina Hamzah. 2006. Terapi Periodontal. Medan: FKG USU.
Erry. 2007. Epidemiologi Penyakit Gingiva dan Periodontal [online]. 24 Juni
2014. Dari: http://www.kck.usm.my/ppsg/notes/DEPIDEMIOLOGI0.pdf
Francis, Duncan Teresa. The Pathogenesis and Treatment of Periodontal Deases.
Gill, Jaspreet Singh et all. 2011. Non-surgical management of chronic
periodontitis. J Clin Exp Dent. Vol 3, No. 5 : e424-9.
Hodges Kathleen, 1998. Concept in Nonsurgical Periodontal Therapy. USA
Langlais, RP., Craig SM., 2000. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang
Lazim. Hipokrates: Jakarta.
Lumentut dkk. 2013. Status Periodontal dan Kebutuhan Perawatan pada Usia
Lanjut. Jurnal e-GiGi. Vol 1, No 2.
Michael G. Newman, Henry Takei, Perry R. Klokkevold, Fermin A. Carranza.
2010. Clinical Periodontology. Elsevier
Pinborg, JJ. 2006. Atlas Penyakit Mukosa Mulut. Jakarta: Binarupa Aksara.
Scribd. 2011. Penanganan Penyakit Periodontal. Diakses tanggal 24 Juni 2014.
Dari: http://www.scribd.com/doc/Penanganan-Penyakit-Periodontal
Taqwim, Ali. 2011. Anatomi dan Histologi Jaringan Periodontal [online]. 24 Juni
2014. Dari: http://wor/2012/05/anantomihistologijaringanperiodontal.pdf

29

Anda mungkin juga menyukai