Anda di halaman 1dari 25

CBD MODUL 2

Penyakit Kelainan Jaringan Periodontal

PERIODONTITIS

Oleh :

MARWANSYAH
17100707360804052

Pembimbing : drg. Fauzia Nilam Orienty, MDSc

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Telah didiskusikan Case Based Discussion yang berjudul

“PERIODONTITIS” guna melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Pada

Modul 2.

Padang, Oktober 2019

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

(drg. drg. Fauzia Nilam Orienty, MDSc)


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia masih cukup

tinggi. Hal ini dapat dilihat dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2013, sebanyak 25,9% masyarakat Indonesia memiliki masalah gigi dan mulut,

di Sumatra Barat yaitu sebanyak 22,2%. Salah satu kelainan dalam rongga mulut

yang prevalensinya paling tinggi adalah penyakit periodontal, yaitu mencapai

90% populasi dunia (Wijaya dkk, 2016).

Penyakit periodontal adalah suatu penyakit pada jaringan pendukung gigi

yang ditandai dengan adanya inflamasi gingiva, poket periodontal, dan resesi

gingival. Jaringan periodontal adalah suatu jaringan yang mengelilingi dan

mendukung gigi. Struktur jaringan periodontal terdiri dari gingiva, ligamen

periodontal, tulang alveolar dan sementum. Gingiva adalah bagian mukosa rongga

mulut yang menutupi tulang alveolar dan berfungsi melindungi jaringan di

bawahnya. Gingiva normal memiliki warna merah muda, konsistensi yang kenyal

dan tekstur stippling atau seperti kulit jeruk. Ligamen periodontal adalah jaringan

konektif yang mengelilingi gigi dan mengikatnya ke tulang. Ligamen periodontal

berfungsi melindungi pembuluh darah dan saraf, perlekatan gigi terhadap tulang

dan pertahanan benturan keras akibat tekanan oklusal. Tulang alveolar adalah

jaringan keras yang tersusun dari lapisan-lapisan tulang yang berfungsi sebagai

penyangga gigi. Sementum adalah bagian yang menyelimuti akar gigi, bersifat

keras, tidak memiliki pembuluh darah dan berfungsi sebagai perlekatan ligamen

periodontal (Ramadhani dkk, 2014).


Penyakit periodontal yang paling sering terjadi di Indonesia salah satunya

adalah periodontitis. Periodontitis merupakan penyakit yang menyerang jaringan

periodontal disebabkan oleh infeksi mikroorganisme di dalam rongga mulut. Hal

ini menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada jaringan penyangga gigi yang

terdiri dari gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal, dan sementum (Ticoalu

dkk, 2016).

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui definisi, etiologi, pathogenesis, gambaran klinis dan

radiografis, klasifikasi serta rencana perawatan dari penyakit periodontitis.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Periodontitis

2.1.1 Definisi Periodontitis

Periodontitis adalah peradangan yang mengenai jaringan pendukung gigi,

disebabkan oleh mikroorganisme dan dapat menyebabkan kerusakan yang

progresif pada ligamen periodontal, tulang alveolar dan disertai dengan

pembentukan poket. Periodontitis menyebabkan destruksi jaringan yang permanen

yang dikarakteristikkan dengan inflamasi kronis, migrasi epitelium penyatu ke

apikal, kehilangan jaringan ikat dan kehilangan tulang alveolar. Gambaran klinis

dari periodontitis adalah terjadinya perubahan warna menjadi menjadi merah

terang, disertai dengan pembengkakan margin. Perdarahan saat probing dan

terjadi kedalaman probing ≥ 4 mm disebabkan oleh migrasi epitel penyatu ke

apikal. Terjadi kehilangan tulang alveolar dan kegoyangan gigi (Quamilla, 2016).

2.1.2 Etiologi

Faktor penyebab penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu

faktor lokal (ekstrinsik) dan faktor sistemik (intrinsik). Faktor lokal merupakan

penyebab yang berada pada lingkungan disekitar gigi, sedangkan faktor sistemik

dihubungkan dengan metabolisme dan kesehatan umum. Faktor Lokal yang dapat

menyebabkan terjadinya periodontitis adalah Plak, bakteri, Kalkulus , Impaksi

makanan, Pernafasan mulut, Sifat fisik makanan dan Trauma dari oklusi. Faktor

sistemik Respon jaringan terhadap bakteri, rangsangan kimia serta fisik dapat
diperberatoleh keadaan sistemik. Untuk metabolisme jaringan dibutuhkan

material-material seperti hormon, vitamin, nutrisi dan oksigen. Bila keseimbangan

material ini terganggu dapat mengakibatkan gangguan lokal yang berat. Gangguan

keseimbangan tersebut dapat berupa kurangnya materi yang dibutuhkan oleh sel-

sel untuk penyembuhan, sehingga iritasi lokal yang seharusnya dapat ditahan atau

hanya menyebabkan inflamasi ringan saja, dengan adanya gangguan

keseimbangan tersebut maka dapat memperberat atau menyebabkan kerusakan

jaringan periodontal. Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak. Plak adalah

lapisan tipis biofilm yang mengandung bakteri, produk bakteri, dan sisa makanan.

Lapisan ini melekat pada permukaan gigi dan berwarna putih atau putih

kekuningan. Plak yang menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah plak yang

berada tepat di atas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar ke bawah

gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah periodontitis (Daliemunthe,

2008).

Etiologi periodontitis secara umum

 Terutama disebabkan oleh mikroorganisme dan produk-produknya yaitu:

plak supra dan sub gingiva.

 Faktor sistemik juga dapat berpengaruh pada terjadinya periodontitis,

meskipun tidak didahului oleh proses imflamasi.

 Tekanan oklusal yang berlebihan juga dapat memainkan peranan penting

pada progresivitas penyakit periodontitis dan terjadinya kerusakan tulang

(contohnya: pada pemakaian alat ortodonsi dengan tekanan yang

berlebihan). Keadaan gigi yang tidak beraturan, ujung tambahan yang

kasar dan alat-alat yang kotor berada dimulut (alat ortodontik, gigi tiruan)
dapat mengiritasi gusi dan meningkatkan faktor resiko. Serta kesalahan

cara menyikat gigi juga yang dapat mempengaruhinya. Adanya akumulasi,

retensi dan maturasi dari plak.

 Kalkulus yang terdapat pada gingiva tepi dan yang over kontur.

 Impaksi makanan yang menyebabkan terjadinya kedalaman poket.

2.1.3 Patogenesis Periodontitis

Periodontitis adalah gangguan multifaktorial yang disebabkan oleh bakteri

dan gangguan keseimbangan pejamu dan parasit sehingga menyebabkan destruksi

jaringan. Proses terjadinya periodontitis melibatkan mikroorganisme dalam plak

gigi dan faktor kerentanan pejamu. Faktor yang meregulasi kerentanan pejamu

berupa respon imun terhadap bakteri periodontopatogen. Tahap awal

perkembangan periodontitis adalah inflamasi pada gingiva sebagai respon

terhadap serangan bakteri. Periodontitis dihubungkan dengan adanya plak

subgingiva. Perluasan plak subgingiva ke dalam sulkus gingiva dapat

mengganggu perlekatan bagian korona epitelium dari permukaan gigi.

Mikroorganisme yang terdapat di dalam plak subgingiva seperti Porphiromonas

gingivalis, Actinobacillusactinomycetemcomitans, Tannerela forsythia, Provotella

intermedia dan Treponema denticola akan mengaktifkan respon imun terhadap

patogen periodontal dan endotoksin tersebut dengan merekrut neutrofil, makrofag

dan limfosit ke sulkus gingiva untuk menjaga jaringan pejamu dan mengontrol

perkembangan bakteri. Faktor kerentanan pejamu sangat berperan dalam proses

terjadinya periodontitis. Kerentanan pejamu dapat dipengaruhi oleh genetik,

pengaruh lingkungan dan tingkah laku seperti merokok, stres dan diabetes.
Respon pejamu yang tidak adekuat dalam menghancurkan bakteri dapat

menyebabkan destruksi jaringan periodontal. Tahap destruksi jaringan merupakan

tahap transisi dari gingivitis ke periodontitis (Ticoalu dkk, 2016).

2.1.4 Tanda-tanda Klinis dari Periodontitis

Tanda-tanda klinis periodontitis adalah adanya inflamasi gingiva,

pembengkakan papila interdental, kerusakan tepi gingiva, terbentuknya pocket/

saku gingiva dan resesi gingiva. Di Inggris 54% orang dewasa memiliki pocket

periodontal 4 mm atau lebih dan 5% termasuk pocket periodontal yang tergolong

berat (lebih dari 6 mm). Kehilangan jaringan dan prevalensi pocket periodontal

meningkat menurut umur, bahwa 43% mengalami kehilangan jaringan kurang dari

4mm dan 8% mengalami kehilangan jaringan lebih besar dari 8 mm. Hampir tiga

per empat gigi orang dewasa telah terlihat terdapat plak gigi dan 73% memiliki

kalkulus (Saptorini dan Kusuma, 2013).

2.1.5 Gambaran Radiograf Penyakit Periodontal

Penilaian dan gambaran yang bisa terlihat secara radiograf pada penyakit

periodontal adalah sebagai berikut:

1. Kekaburan dan putusnya kontinuitas lamina dura, pada bagian mesial atau

distal dari puncak septum interdental dipertimbangkan sebagai perubahan

radiografi paling awal pada periodontitis.

2. Kehilangan tulang interdental berlanjut dan pelebaran ruang periodontal

akibatradiolusen wedgeshape pada aspek mesial dan distal puncak tulang.


3. Proses destruksi berjalan sepanjang puncak septum interdental dan

tingginya tulang menjadi berkurang.

4. Tinggi tulang septum interdental berkurang secara progresif akibat

perluasan inflamasi dan resorpsi tulang.

2.1.6 Klasifikasi Penyakit Periodontitis

a) Periodontitis dewasa kronis (adult periodontitis).

Tipe ini adalah tipe periodontitis yang berjalan lambat, terjadi pada 35

tahun keatas. Kehilangan tulang berkembang lambat dan didominasi oleh

bentuk horizontal. Faktor etiologi utama adalah faktor lokal terutama

bakteri gram negatif. Tidak ditemukan kelainan sel darah dan disertai

kehilangan tulang. Periodontitis dewasa kronis ini ada dua yaitu lokalisata

dan generalisata.

b) Periodontitis bermula dini (Early Onset Periodontitis (EOP)).

1. Periodontitis prepubertas.

Tipe ini adalah tipe yang terjadi setelah erupsi gigi sulung.

Terjadi dalam bentuk yang terlokalisir dan menyeluruh. Tipe ini

jarang terjadi dan penyebarannya tidak begitu luas.

2. Periodontitis juvenil.

Periodontitis juvenil adalah penyakit peridontal yang munculpada

masa pubertas. Periodontitis juvenil ada dua :

 Periodontitis Juvenil localized : tipe localized ini sering

terjadi pada insisivus dan molar.


 Periodontitis Juvenil Generalized : tipe generalized ini

terjadi pada minimal 8 gigi.

Gambaran klinis peridontitis juvenil ini ditandai dengan kehilangan tulang

vertikal yang hebat pada molar pertama tetap, dan mungkin pada insisivus

tetap. Biasanya akumulasi plak sedikit dan mungkin tidak terlihat atau

hanya sedikit inflamasi yang terjadi. Bakteri yang terlibat pada tipe ini

adalah Actinobacillus, actinomycetemcomittans. Bakteri ini menghasilkan

leukotoksin yang bersifat toksis terhadap leukosit, kolagenase, endotoksin,

dan faktor penghambat fibroblas. Selain bentuk terlokalisir, juga terdapat

bentuk menyeluruh yang mengenai seluruh gigi-geligi.

c) Periodontitis yang berkembang cepat.

Periodontitis berkembang cepat adalah penyakit yang biasanya dimulai

sekitar masa pubertas hingga 35 tahun. Ditandai dengan resorbsi tulang

alveolar yang hebat, mengenai hampir seluruh gigi. Bentuk kehilangan

yang terjadi vertikal atau horizontal, atau kedua-duanya. Banyaknya

kerusakan tulang nampaknya tidak berkaitan dengan banyaknya iritan

lokal yang ada. Penyakit ini dikaitkan dengan penyakit sistemik (seperti

diabetes melitus, sindrom down, dan penyakit-penyakit lain), tetapi dapat

juga mengenai individu yang tidak memiliki penyakit sistemik.

d) Periodontitis yang berkaitan dengan penyakit sistemik.

Telah lama diakui bahwa penyakit periodontal disebabkan oleh etiologi

lokal dalam mulut, khususnya plak bakteri. Meskipun demikian, dikenal

pula beberapa penyakit sistemik yang dapat menurunkan pertahanan serta


respon hospes. Hal ini dapat menyebabkan individu yang menderita

penyakit sistemik lebih mudah mengalami kerusakan jaringan periodontal.

Periodontitis pada penyakit sistemik, yaitu:

 Diabetes Mellitus.

Periodontitis lebih sering terjadi dan lebih parah pada individu

diabetes yang disertai komplikasi sistemik yang lebih parah.

Penampakan klinisnya adalah adanya kehilangan perlekatan dan

tulang, kedalaman poket parah hingga gigi lepas.

 AIDS

Insidensi kelainan periodontal meningkat seiring bertambahnya

defisiensi imun. Setiyohadi dan Krishnamurthy (1993) menyatakan

bahwa pada pasien AIDS, periodontitis dikenal sebagai HIV-

periodontitis. HIV-Periodontitis memiliki gambaran adanya

eritema gingiva bebas, gingiva attached dan mukosa alveolar,

adanya ulserasi berat pada jaringan lunak dan kerusakan cepat pada

periondontal attachment serat tulang.

 Periodontitis refraktori

Sekitar daerah mulut terlihat kehilangan perlekatan yang berlanjut,

walaupun telah dilakukan terapi periodontal yang biasa.

 Gingivo-Periodontitis Ulseratif Nekrosis

Periodontitis yang terjadi setelah tahap berulang dari gingivitis

ulseratif nekrosis akut dalam jangka lama dan tidak dirawat, atau

dirawat tapi tidak tuntas. Efek yang berulang menyebabkan

kerusakan jaringan di interproksimal, membentuk lesi seperti


kawah pada jaringan lunak dan tulang alveolar (Daliemunthe,

2008).

2.1.7. Perawatan Penyakit Periodontitis

Menurut Fitria 2006 perawatan periodontitis terbagi menjadi tiga fase

yaitu:

Fase I : Fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa

faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal

atau melakukan perawatan restoratif dan prostetik. Berikut ini adalah beberapa

prosedur yang dilakukan pada fase I.

a. Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.

b. Scaling dan root planning.

c. Perawatan karies dan lesi endodontik.

d. Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging.

e. Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment).

f. Splinting temporer pada gigi yang goyah.

g. Perawatan ortodontik.

h. Analisis diet dan evaluasinya.

i. Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas.

Fase II : Fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomical

seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang

berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi factor

predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa

prosedur yang dilakukun pada fase ini:


a. Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain:

kuretase gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal,

rekonturing tulang (bedah tulang) dan prosedur regenerasi periodontal

(bone and tissue graft).

b. Penyesuaian oklusi.

c. Pembuatan restorasi tetap dan alatprostetik yang ideal untuk gigi yang

hilang.

Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya

kekambuhan pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur

yang dilakukan pada fase ini:

a. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien.

b. Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor plak,

ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi.

c. Melekukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan

tulangalveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.

d. Scalling dan polishing tiap 6 bulan seksli, tergantung dari evektivitas

kontrol plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus.

Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies.

2.2 Scalling dan Root Planning.

Scalling merupakan tindakan melepaskan plak dan kalkulus dari

supragingiva dan subgingiva. Root planing merupakan tindakan melepaskan

sementum nekrotik dan kalkulus residual sehingga menghasilkan permukaan akar

yang halus dan bersih. Bila plak dan kalkulus terbatas permukaan enamel saja

maka dilakukan scalling saja, namun jika terdapat expose dari akar maka
dilakukan scalling dan rootplaning. Alat-alat yang digunakan yaitu, sickle scaller

(membersihkan kalkulus supragingiva), Hoe scaller (membersihkan kalkulus

subgingiva), Kuret (membersihan kalkulus subgingiva), Chisel scaller

(membersihkan kalkulus subgingiva), dan ultrsonic scaller (Soeprapto, 2017).

2.3 Kuretase.

Kuretase merupakan tindakan menghilangkan jaringan granulasi dan

sementum nekrotik dengan tujuan menghasilkan peerlekatan baru. Kuretase

biasanya dilakukan apabila setelah scalling dan root planing inflamasi masih ada,

poket infraboni dengan kedalaman sedang dan poket supraboni dengan kedalaman

kurang dari 5 mm. Kuretase dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

 Asepsis dan anestesi lokal.

 Root planning: menghilangkan sementum nekrotik dan menghaluskan

permukaan akar.

 Kuretase: menghilangkan jaringan granulasi dan menciptakan perlekatan

baru. Lakukan sampai terlihat darah segar dan encer.

 Irigasi H2O2 3% : melepaskan oksigen pada poket yang memiliki suasana

anaerob.

 Irigasi povidone iodine.

 Intruksi pasien untuk:

 Menjaga OH.

 Jangan makan dan minum selama 1 jam.

 Gigi yang dikuret jangan dipakai menguyah selama 1 hari.

 Hindari makanan pedas dan panas.


 Medikasi: Amoxycillin 500 mg 3x1, Metronidazole 250 mg 3x1, dan obat

kumur Minosep.

 Segera setelah kuretase : timbul perdarahan dan gingiva

kemerahan.

 Setelah 1 minggu: penurunan margin gingiva, wara masih

kemerahan.

 Setelah 2 minggu dengan OH baik: gingiva tampak normal.

Alat-alat yang digunakan yaitu kuret universal ataupun menggunakan

kuret gracey. Kuret gracey ukuran (1-4) digunakan untuk gigi anterior, (5-6)

untuk gigi anterior dan premolar, (7-10) untuk bagian bukal dan lingual gigi

posterior, (11-12) untuk bagia mesial gigi posterior, dan (13-14) untuk bagian

distal dari gigi posterior (Soeprapto, 2017).

2.4 Prognosis Penyakit Periodontal.

1) Sangat baik: tidak ada kehilangan tulang, kondisi gingiva sangat baik,

pasien kooperatif dan tidak ada kelainan sistemik.

2) Baik: sisa tulang adekuat, pasien kooperatif, tidak ada faktor sistemik,

atauada faktor sistemik namun terkontrol.

3) Sedang: sisa tulang kurang adekuat, pasien kooperatif, ada penyakit

sistemik, ada kegoyahan gigi, ada keterlibata furasi grade 1.

4) Buruk: terdapat keruakan tulang, kekooperatifan pasien meragukan,

keterlibatan furkasi grade I dan II.

5) Dipertanyakan: kersakan tulang parah, ada kelaian sistemik, keterlibatan

furkasi grade II dan III.


6) Hopeless: kerusakan tulang parah, sistemik tidak terkontrol, indikasi

ekstraksi.
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identifikasi Masalah

Nama Pasien : Andre Surya Mandala

Umur : 25 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Jl. Prof Mahmud Yunus Lubuk Lintah

Tanggal Pemeriksaan : 23 Oktober 2019

B. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF

 Keluhan Utama: Seorang pasien datang ke RSGM dengan keluhan

mulut terasa kotor dan bau mulut, pasien juga

mengeluhkan giginya terasa goyang, pasien merasa

tidak nyaman dengan keluhan tersebut, pasien ingin

dilakukan perawatan pada gigi tersebut.

 Riwayat Medis Gigi dan Mulut : Pasien sudah pernah datang ke dokter

gigi sebelumnya.

 Riwayat medis umum : Tidak ada.

 Riwayat kesehatan Gigi dan Mulut :

a. Menyikat Gigi

- Interval : 2 kali sehari

- Waktu : mandi pagi dan sore


- Gerakan : kiri kanan (vertikal) dan (horizontal)

b. Pasta : pepsodent

c. Obat kumur : tidak ada

C. PEMERIKSAAN OBJEKTIF

Keadaan Umum : Sehat

Ekstra Oral : Bibir : Simetris

TMJ : Normal

KGB : Normal

Intra Oral : Tonsil : Normal

Palatum : Normal

Gingiva :

a. Warna:

 Merah V: 41, 43, 16, 15, 14, 12, 21

O: 14, 15, 26

b. Konsistensi

 Oedema: V: 31, 32,33,34,35,41,42,43,16,15,13,26

O: 17, 16, 15, 25, 26, 27, 43

c. Resesi Gingiva

V: 15, 14, 24, 25, 26, 31, 32, 33, 34, 41, 42, 44

O: 14

d. Gingiva Enlargement: -

FORMULA GIGI
18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28

48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

Keterangan :

 Oral Hygiene (OH) : Buruk

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ronsen foto periapikal

E. DIAGNOSIS : Periodontitis kronis

Alasan : Karena berdasarkan hasil pemeriksaan pada pasien ditemukan

adanya penumpukan plak supra dan subgingiva, disetai dengan terbentuknya

kalkulus, serta adanya inflamasi pada gingival, serta adanya mobility derajat

1 pada regio 31, 32, 33, 41,42,43

F. FAKTOR ETIOLOGI

 Plak
 Kalkulus

 Tehnik penyikatan gigi yang salah

G. PROGNOSIS: Sedang

 Sisa tulang kurang adekuat

 Pasien tidak memiliki penyakit sistemik

 Pasien kooperatif

 Terdapat kegoyahan pada gigi pasien

H. RENCANA PERAWATAN

1. Alat dan Bahan

 Alat standar (sonde,pinset,excavator,kaca mulut)

 Prob Periodontal

 Sickle scaler

 Kuret

 Chisel

 Hoe

 Povidon iodine

 Kapas

 Disclossing solution

 Pasta fletcher

 Masker

 Hand scone

2. Kunjungan I (Setting I) : Membersihkan kalkulus/karang gigi

supragingival dan subgingival pada rahang atas dan rahang bawah.


Keterangan :

 Melakukan pengukuran Papilary bleeding index pada bagian

vestibular dan oral baik sebelum dan sesudah melakukan setting I

dengan menggunakan Prob Periodontal.

 Melakukan pengukuran Plaque Control Record sebelum dan sesudah

melakukan setting I dengan menggunakan Disclosing Solution.

 Melakukan pengukuran kedalaman saku (KS), jarak CEJ-CGM

(CC), Level Attachment (LA), Lebar Keratin Gingiva (KG), dan

Lebar Attached Gingiva (AG) sebelum melakukan setting I dengan

menggunakan Prob Periodontal dan bahan iodine tincture.

 Melakukan pengukuran Oral Hygiene Index (Debris Index dan

Calculus Index) sebelum melakukan setting I dengan menggunakan

sonde serta melihat secara visual .

 Scalling, root planning dan kuretase supra gingiva dan sub gingiva

pada pada rahang atas dengan alat scaling manual sebelumnya

gunakan povidon iodine dengan cara di oleskan pada sluruh

permukaan gigisampai gingiva.

 Melakukan polishing dengan menggunakan pasta serta fletcher

sesudah scaling.

 Pemberian obat kumur pada pasien serta memberikan intruksi

bagaimana cara menyikat gigi yang baik dan benar,serta menjelaskan

kepasien untuk datang kembali pada minggu berikutknya pada hari

yang sama.
3. Kunjungan II (Setting II) : Membersihkan kalkulus/karang gigi

supragingival dan subgingival pada rahang bawah.

Keterangan :

 Melakukan pengukuran Papilary bleeding index pada bagian

vestibular dan oral baik sebelum dan sesudah melakukan setting I

dengan menggunakan Prob Periodontal.

 Melakukan pengukuran Plaque Control Record sebelum dan sesudah

melakukan setting I dengan menggunakan Disclosing Solution.

 Melakukan pengukuran kedalaman saku (KS), jarak CEJ-CGM

(CC), Level Attachment (LA), Lebar Keratin Gingiva (KG), dan

Lebar Attached Gingiva (AG) sebelum melakukan setting I dengan

menggunakan Prob Periodontal dan bahan iodine ticture.

 Melakukan pengukuran Oral Hygiene Index (Debris Index dan

Calculus Index) sebelum melakukan setting I dengan menggunakan

sonde serta melihat secara visual.

 Scalling, root planning dan kuretase supra gingiva dan sub gingiva

pada pada rahang bawah dengan alat scaling manual sebelumnya

gunakan povidon iodine dengan cara di oleskan pada seluruh

permukaan gigisampai gingiva.

 Melakukan polishing dengan menggunakan pasta serta fletcher

sesudah scaling.

 Pemberian obat kumur dan menjelaskan kembali cara menyikat gigi

yang baik dan benar serta mengintruksikan untuk datang kembali

pada minggu berikutnya dihari yang sama.


4. Kunjungan III (Setting III) : Kontrol Membersihkan kalkulus/karang gigi

supragingival dan subgingival pada rahang atas dan rahang bawah apabila

masih belum bersih. Keterangan :

 Melakukan pengukuran Papilary bleeding index pada bagian

vestibular dan oral baik sebelum dan sesudah melakukan setting I

dengan menggunakan Prob Periodontal.

 Melakukan pengukuran Plaque Control Record sebelum dan sesudah

melakukan setting I dengan menggunakan Disclosing Solution.

 Melakukan pengukuran kedalaman saku (KS), jarak CEJ-CGM

(CC), Level Attachment (LA), Lebar Keratin Gingiva (KG), dan

Lebar Attached Gingiva (AG) sebelum melakukan setting I dengan

menggunakan Prob Periodontal dan bahan iodine tincture.

 Melakukan pengukuran Oral Hygiene Index (Debris Index dan

Calculus Index) sebelum melakukan setting I dengan menggunakan

sonde serta melihat secara visual.

 Scalling, root planning dan kuretase supra gingiva dan sub gingiva

pada pada rahang atas dan rahang bawah dengan alat scaling manual

sebelumnya gunakan povidon iodine dengan cara di oleskan pada

seluruh permukaan gigi sampai gingiva.

 Melakukan polishing dengan menggunakan pasta serta fletcher

sesudah scaling.

 Pemberian obat kumur dan menjelaskan kembali cara menyikat gigi

yang baik dan benar serta mengintruksikan untuk mengkonsumsi


sayur serta buah-buahan, dan melakukan kunjungan kedokter gigi

minimal 6 bulan sekali.


DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI. (2013). Riset


Kesehatan Dasar. Jakarta.

Daliemunthe, S. H. (2008). Periodonsia. Dapartemen Periodonsia Kedokteran


Gigi Universitas Sumatera Utara Medan.

Fitria, E. Kadar IL-1B dan IL-8 sebagai Penanda Periodontitis, Faktor Resiko
Kelahiran Prematur. J. PDGI, 56 (2): 60-64.

Kiswaluyo. 2013. Perawatan Periodontitis pada Puskesmas Sumbersari,


Puskesmas Wuluhan dan RS Bondowoso. Stomatognatic (J. K. G Unej)
Vol. 10 No. 3 2013: 115-120.

Quamilla, N. 2016. Stres Dan Kejadian Periodontitis (Kajian Literatur). Journal


Of Syiah Kuala Dentistry Society. 1 (2): 161 – 168.

Ramadhani, Z. F., Putri, D. K.T.,Choli. 2014. Prevalensi Penyakit Periodontal


Pada Perokok Di Lingkungan Batalyon Infanteri 621/Manuntung Barabai
Hulu Sungai Tengah. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi Vol II. No 2.

Saptorini, K. K., Kusuma, A. P. 2013. Poket Periodontal Pada Buruh Perokok.


Stomatognatic (J. K. G Unej) Vol. 10 No. 2: 67-70.

Soeprapto, A. 2017. Pedoman dan Tatalaksana Praktik Kedokteran Gigi.

Sunarto, H. 2014. Plak Sebagai Penyebab Utama Keradangan Jaringan


Periodontal. Dapartemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia.

Ticoalu, J. P., Kepel, J. B., Mintjelungan, C.N. 2016. Hubungan periodontitis


dengan penyakit jantung koroner pada pasien di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Jurnal e-GiGi (eG), Volume 4 Nomor 2.

Wijaya, Ni. Putu. A. P., Ulfah, N., Krismariono, A. (2016). Keparahan Gingivitis
pada Pasien Poli Gigi Puskesmas Mulyorejo Tahun 2016 Menggunakan
Gingval Index. Universitas Airlangga. Tesis.

Anda mungkin juga menyukai