Anda di halaman 1dari 22

HUBUNGAN ANTARA PERIODONTITIS DENGAN PENYAKIT

JANTUNG KORONER

Disusun Oleh:
Adhelia Galuh P.A
G991620142
Periode: 14 Agustus 26 Agustus 2017

Penguji :
Sandy Trimelda, drg, Sp.Ort

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit kardiovaskular menduduki peringkat cukup tinggi sebagai penyakit


sistemik yang berhubungan dengan penderita penyakit periodontal (Beck JD, 2001).
Perhitungan statistik terakhir menyimpulkan bahwa penyakit kardiovaskular
merupakan penyebab dari 20% kematian di seluruh dunia dan penyakit periodontal
berhubungan dengan 19% peningkatan resiko penyakit kardiovaskular (Janket SJ,
2003). Penyakit jantung koroner merupakan penyakit jantung yang disebabkan oleh
gangguan berupa penyempitan maupun sumbatan pada arteri koronaria (Lamnont,
2007). Aterosklerosis yang merupakan komponen utama penyakit kardiovaskular
mengenai satu dari empat orang dan sebabkan kematian pada 39% penderia di
Amerika Serikat (Beck, 2003). Sedangkan penyakit periodontal merupakan berbagai
macam aslterasi patologik pada jaringan periodontal yang disebabkan tidak hanya
oleh bakteri plak, namun respon dari inang terhadap bakteri plak, kondisi oral,
kebiasaan, penyakit sistemik dan faktor genetik (Goucher, 2007). Prevalensi penyakit
periodontal cukup tinggi di masyarakat dengan angka kejadian penyakit pada semua
kelompok usia di Indonesia mencapai 96,58% (Lestari, 2013).

Bentuk umum penyakit periodontal adalah gingivitis dan periodontitis, dua


penyakit yang paling banyak terjadi. Ginggivitis yang disebabkan oleh plak
merupakan penyakit gingiva yang paling sering terjadi, derajat keparahan dan
lamanya penyakit dipengaruhi oleh interaksi bakteri dengan sel inang, dan juga faktor
sistemik, pengobatan serta nutrisi (Goucher, 2007). Sedangkan periodontitis adalah
sebuah penyakit yang ditandai dengan destruksi progresif periodontium (jaringan ikat
dan tulang alveolar) yang disebabkan oleh sekelompok mikroorganisme pada
subgingival (Kotsilkov, 2015).



Periodontitis merupakan faktor resiko beberapa penyakit sistemik (Samad,
2006). Pada kondisi periodontitis sering didapatkan adanya peningkatan tanda-tanda
inflamasi, yang merupakan indikator dari faktor resiko penyakit jantung koroner.
Bakteri yang berasal dari poket periodontal dapat masuk ke dalam aliran darah
selama terjadi aktivitas rongga mulut saat mengunyah dan menggosok gigi (Hatta,
2011). Bakteri gram-negatif atau lipopolisakarida sejenis (endotoksin), ketika di coba
pada hewan coba, dapat menginduksi pembuluh darah otot polos, degenerasi lapisan
lemak pada pembuluh darah dan koagulasi dalam pembuluh darah. Infeksi merupakan
salah satu faktor resiko penyebab aterogenesis dan tromboembolik. (Janket SJ, 2003).
Infeksi dari struktur periodontal dapat mempercepat pembentukan aterosklerosis yang
menjadi penyebab PJK dengan cara menimbulkan inflamasi sistemik melalui
pelepasan endotoksin, protein atau reactor fase-akut (Hatta, 2011).

Dalam beberapa penelitian secara garis besar terdapat hubungan antara


penyakit periodontal dengan PJK. Kesehatan rongga mulut yang buruk menjadi salah
satu faktor resiko penyakit kardivaskular (Hatta, 2011). Suatu penelitian yang telah
dilakukan Wu et al, menunjukkan adanya peningkatan keparahan mulai dari
gingivitis, periodontitis hingga kondisi edentulosis yang berhubungan dengan
peningkatan resiko PJK dan periodontitis merupakan faktor resiko terjadinya PJK
seperti halnya hyperlipidemia, kadar fibrinogen dan C-reaktif protein (Samad, 2012).
Buhlin et al mengemukakan kemungkinan meningkatnya resiko resiko terjadinya
penyakit kardiovaskular pada penderita periodontitis disebabkan karena kuman, lesi
kronik periodontal ke dalam aliran darah. Proses ini mengakibatkan terjadinya respon
peradangan sistemik yang menyerupai profil faktor resiko yang dijumpai pada
penyakit kardivaskular (Buhlin, 2003).



BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PERIODONTITIS

1. Definisi

Penyakit periodontal adalah kondisi di mana adanya inflamasi pada


jaringan gingival akibat akumulasi plak di gigi (Lockhart et al., 2012).
Penyakit ini dapat diderita oleh semua golongan umur (Nurul, 2002). Penyakit
periodontal dibagi menjadi 2, yaitu tanpa adanya destruksi jaringan
periodontium (gingivitis) maupun dengan diikuti terjadinya destruksi jaringan
periodontium (periodontitis) (Lockhart et al., 2012).
Periodontitis adalah penyakit periodontal yang ditandai dengan adanya
destruksi progresif pada jaringan periodontium akibat sekelompok
mikroorganisme pathogen yang membentuk biofilm subgingival (Kotsilkov,
2015). Periodontitis merupakan tahap lanjutan dari gingivitis di mana terjadi
inflamasi lebih lanjut hingga menyebabkan kerusakan dari jaringan
penyangga gigi (Petersen et al., 2012).
Periodontitis kronis merupakan penyakit peradangan pada jaringan
periodontal yang disebabkan terutama oleh bakteri spesifik pada subgingiva,
yang dapat menimbulkan respon inflamasi gingiva, dan berlanjut ke struktur
jaringan penyangga gigi yaitu sementum, ligamentum periodontal, dan tulang
alveolar (Suwandi, 2010).

2. Etiologi dan Patofisiologi

Etiologi penyakit periodontal sangat kompleks. Para ahli mengemukakan


bahwa etiologi penyakit periodontal dapat dikelompokkan dalam dua
kelompok, yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal dan faktor



sistemik sangat erat hubungannya dan berperan sebagai penyebab terjadinya
kerusakan jaringan periodontal (Amaliya et al., 2015). Faktor lokal adalah
faktor yang berakibat langsung pada jaringan periodonsium. Yang dimaksud
dengan faktor lokal adalah plak bakteri sebagai penyebab utama. Dan faktor-
faktor lainnya antara lain adalah bentuk gigi yang kurang baik dan letak gigi
yang tidak teratur, maloklusi, dan sebagainya. Sedangkan faktor sistemik
dapat berupa pengaruh hormonal, penyakit sistemik seperti diabetes mellitus,
respon imun yang menurun, dan lain-lain.
Salah satu faktor lokal dari periodontitis yang penting adalah bakteri
pathogen gigi. Bakteri ini berkumpul dan membentuk biofilm menjadi plak
gigi yang tidak mudah dibersihkan.
Pembentukan biofilm dimulai dari adanya adsorbsi makromolekul (protein
dan mucin saliva) yang membentuk lapisan tipis (pelikel) pada gigi. Bakteri
dapat menempel pada lapisan tersebut dengan adhesin. Setelah menempel
bakteri mulai tumbuh, berkembang biak, serta mensintesis suatu komponen
yang dapat memfasilitasi bakteri lain untuk ikut menempel. Akhirnya
terbentuk kumpulan bakteri yang semakin besar yang disebut dengan biofilm.
Akibat semakin tebalnya biofilm pada gigi menyebabkan difusi nutrien dan
oksigen keluar masuk menjadi sulit, sehingga terbentuklah suasana anaerob
(Hasan et Palmer, 2014). Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa
mikroorganisme subgingiva terutama bakteri anaerob Gram-negatif adalah
penyebab utama periodontitis kronis dan agresif (Kusumawardani et al, 2010).
Hingga kini telah lebih dari 400 spesies teridentifikasi pada sulkus
gingival (Arora et al., 2014). Salah satu bakteri pathogen yang banyak
ditemukan pada plak gigi penderita periodontitis adalah Porphyromonas
gingivalis. Bakteri P. gingivalis termasuk dalam golongan bakteri black-
pigmented Gram-negative anaerobes. Sebagaimana bakteri Gram-negatif
lainnya, P. gingivalis memiliki lipopolisakarida sebagai faktor virulensi
patogeniknya yang dapat menginduksi inang untuk melepaskan IL-1 dan



TNF- (Kusumawardani et al., 2010). Infeksi bakteri periodontal mampu
merangsang pelepasan sitokin, seperti tumor nekrosis faktor- (TNF- ) dan
interleukin (IL-1, IL-6, dan IL-8) (Permana et al., 2013).
Perusakan atau destruksi jaringan ikat penyokong gigi diawali pada
matriks kolagen ekstraseluler. Enzim utama untuk proses degradasi jaringan
adalah endopeptidase (proteinase) yang diproduksi oleh sel-sel di jaringan
ikat, seperti monosit, makrofag, keratinosit, dan sel endotel. Setelah terjadi
perusakan jaringan penyokong dilanjutkan terjadinya perusakan pada tulang
alveolar. Pada gingivitis belum sampai terjadi perusakan tulang alveolar
(Nurul, 2002).
Normalnya pada tulang terjadi proses remodeling, yaitu aktivitas
osteoblas, osteoklas, dan osteosit seumur hidup dalam menjaga tulang. Namun
proses ini terganggu pada periodontitis. Faktor-faktor lokal seperti IL-1, TNF-
dan PGE2 akibat adanya inflamasi menghambat osteoblas dan menstimulasi
osteoklas (Nurul, 2002).
Pada periodontitis, sel-sel infiltrat dan degradasi kolagen bekerja ke arah
apikal. Osteoblas di puncak tulang menghilang sedangkan aktivitas osteoklas
pada puncak tulang justru meningkat. Akibatnya principle fibers
periodonsium rusak. Hal ini membuktikan bahwa periodontitis merupakan
penyakit yang irreversible (Nurul, 2002).

3. Diagnosis Periodontitis

Umumnya ada tidaknya penyakit periodontal didiagnosis melalui tanda


dan gejala yang kemudian didukung dengan bukti radiologi. Pada
periodontitis diagnosis ditegakkan dengan adanya perubahan pada gingival
ditambah berkurangnya kekuatan jaringan penyokong dengan pemeriksaan
probing pada sulkus/ kantong gingival (Highfield, 2009).
Periodontal probing merupakan salah satu prosedur pemeriksaan fisik
untuk mengetahui derajat keparahan periodontitis. Pengukuran dari



kedalaman probing dan clinical attachment level (CAL) juga dapat
memberikan gambaran terapi yang harus diberikan (Mishra et al., 2016).
Salah satu indikator untuk menilai status periodontal adalah Probing
Pocket Depth (PPD) dan Loss of Attachment (LOA). PPD adalah pengukuran
secara klinis dari margin gingiva ke dasar saku yang diukur dengan
menggunakan periodontal probe. PPD digunakan untuk menilai kedalaman
poket. Poket yang dalam menunjukkan buruknya kesehatan gigi dan mulut.
Loss of Attachment adalah ukuran dari jumlah total yang mengalami
kerusakan periodontal di bagian tertentu karena gigi erupsi. LOA
menggambarkan kerusakan ligamentum periodontal dan tulang alveolar yang
mendukung gigi (Saptorini, 2011).
Pada tahun 1978 WHO mengeluarkan standar global untuk skrining
penyakit periodontal, yaitu the Community Periodontal Index of Treatment
Needs (CPITN). Penilaian CPITN dilakukan dengan melakukan probing
menggunakan sonde yang memiliki black band sebagai penanda. Skor
penilaian dengan CPITN dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Skor Penilaian the Community Periodontal Index of Treatment
Needs (CPITN)

Skor Kriteria

0 Tidak terdapat kantong > 3,5 mm, black band masih terlihat
utuh.

1 Tidak terdapat kantong > 3,5 mm, black band masih terlihat
utuh, terjadi perdarahan setelah probing.

2 Tidak terdapat kantong > 3,5 mm, black band masih terlihat
utuh, terdapat kalkulus.



3 Terdapat kantong > 3,5 mm tapi < 5 mm, black band hanya
terlihat sebagian.

4 Terdapat kantong > 5 mm, black band tidak terlihat lagi.

B. PENYAKIT JANTUNG KORONER

1. Definisi

Penyakit jantung koroner merupakan istilah umum dari penumpukan plak


arteri jantung yang dapat menyebabkan serangan jantung (Yancy, 2013).
Disebut juga penyakit arteri koroner (CAD), penyakit jantung iskemik (IHD)
atau penyakit jantung aterosklerotik, yaitu hasil akhir akumulasi plak
ateromatosa dalam dinding arteri yang memasok darah ke otot jantung atau
miokardium (Manitoba Centre for Heatlh Policy, 2013).
Penumpukan plak pada PJK karena akumulasi kolesterol dan bahan
lainnya di dalam arteri koroner menyebabkan kurang mengalirnya darah
melalui arteri seiring berjalannya waktu akan melemahkan jantung dan
mengakibatkan gagal jantung dengan gejala klinis awal berupa nyeri dada
atau disebut juga Angina (Saleem, 2012).
Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan
kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit
dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel) dan
akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering
terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteri-arteri sereberal (Ariesty, 2011).
Aterosklerosis adalah suatu proses peradangan yang juga disertai fibrosis
berlebihan pada intima, pembentukan plak, proliferasi sel sel otot polos dan
migrasi dari sekelompok sel seperti monosit, sel T dan trombosit dimana
terbentuk sebagai respon peradangan (Rafieian-Kopaei, 2014) yang



diakibatkan multifaktorial berbagai patogenesis yang bersifat kronik progresif,
fokal atau difus yang memiliki manifestasi akut ataupun kronik sehingga
menimbulkan penebalan dan kekakuan pada pembuluh arteri (Moore, 2011).

2. Etiologi Penyakit Jantung Koroner

Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan
kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit
dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel) dan
akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering
terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteri-arteri sereberal (Ariesty, 2011).
Aterosklerosis adalah suatu proses peradangan yang juga disertai fibrosis
berlebihan pada intima, pembentukan plak, proliferasi sel sel otot polos dan
migrasi dari sekelompok sel seperti monosit, sel T dan trombosit dimana
terbentuk sebagai respon peradangan (Rafieian-Kopaei, 2014) yang
diakibatkan multifaktorial berbagai patogenesis yang bersifat kronik progresif,
fokal atau difus yang memiliki manifestasi akut ataupun kronik sehingga
menimbulkan penebalan dan kekakuan pada pembuluh arteri (Moore, 2013).
Beberapa penelitian mengatakan hipotesa bahwa aterosklerosis diinisiasi
oleh disfungsi epitel pembuluh arteri, setiap lesi dari aterosklerosis memiliki
karakterisrik tersendiri pada inflamasi kronik dalam arteri, apabila proses
dibiarkan berlanjut akan berkembang menjadi lesi yang lebih luas dan rumit.
Penyebab yang mungkin aterosklerosis antara lain meningkatnya LDL (Low
Density Lypoprotein), radikal bebas yang disebabkan pada keadaan merokok
hipertensi, diabetes mellitus, faktor genetik, peningkatan plasma homosistein,
organisme infeksius.

3. Patogenesis Aterosklerosis

Aterogenesis dimulai ketika terjadi jejas pada endotel arteri, sehingga


menimbulkan disfungsi endotel. Paparan jejas pada endotel, memicu berbagai



mekanisme molekuler dan seluler yang menginduksi dan mempromosi lesi
aterosklerotik. Stress oksidatif dapat mempromosikan aktivasi atau disfungsi
endotel, serta menginduksi ekspresi molekul adesi, sehingga memacu migrasi
monosit (Hopskins, 2013).

Perkembangan arteriosklerosis berawal dari sel-sel darah putih yang


secara normal terdapat dalam sistim peredaran darah. Sel-sel darah putih ini
menembus lapisan dalam pembuluh darah dan mulai menyerap tetes-tetes
lemak, terutama kolesterol. Ketika mati, sel-sel darah putih meninggalkan
kolesterol di bagian dasar dinding arteri, karena tidak mampu mencerna
kolesterol yang diserapnya itu. Akibatnya lapisan di bawah garis pelindung
arteri berangsur-angsur mulai menebal dan jumlah sel otot meningkat,
kemudian jaringan parut yang menutupi bagian tersebut terpengaruh oleh
sklerosis. Apabila jaringan parut itu pecah, sel-sel darah yang beredar mulai
melekat ke bagian dalam yang terpengaruh (Huon, 2002).

Tahap berikutnya gumpalan darah dengan cepat terbentuk pada


permukaan lapisan arteri yang robek. Kondisi ini dengan cepat mengakibatkan
penyempitan dan penyumbatan arteri secara total, apabila darah mengandung
kolesterol secara berlebihan, ada kemungkinan kolesterol tersebut mengendap
dalam arteri yang memasok darah ke dalam jantung (arteri koroner). Akibat
yang dapat terjadi ada bagian otot jantung (myocardium) yang mati dan
selanjutnya akan diganti dengan jaringan parut. Jaringan parut ini tidak dapat
berkontraksi seperti otot jantung. Hilangnya daya pompa jantung tergantung
pada banyaknya otot jantung yang rusak (Anis, 2006).

Perubahan patologis yang terjadi pada pembuluh darah yang mengalami


kerusakan antara lain :

a. Dalam tunika intima timbul endapan lemak dalam jumlah kecil


yang tampak seperti garis lemak



b. Penimbunan lemak terutama beta-lipoprotein yang mengandung
kolesterol pada tunika intima dan tunika media bagian dalam

c. Lesi yang diliputi oleh jaringan fibrosa menimbulkan plak fibrosa

d. Timbul atheroma atau komplek plak aterosklerotik yang terdiri dari


lemak, jaringan fibrosa, kolagen, kalsium, debris seluler dan kapiler

e. Perubahan degeneratif dinding arteria. Sklerosis pada arteri koroner


secara khas akan menimbulkan serangan jantung, angina serta
gangguan irama jantung (Hopkins, 2013).

C. HUBUNGAN PERIODONTITIS DENGAN PENYAKIT JANTUNG


KORONER

Secara teoritis, penyakit periodontal dapat dipertimbangkan mempengaruhi


kesehatan sistemik oleh beberapa mekanisme :

a. Perluasan infeksi secara langsung dari periodontium ke dalam jaringan


yang lebih dalam seperti infeksi pada wajah, sinus dan otak.

b. Perjalanan mediator peradangan dari periodonsium ke dalam sirkulasi


darah mempengaruhi aterosklerosis.

c. Penetrasi bakteri mulut ke dalam sirkulasi darah sebabkan infeksi pada


tempat yang jauh seperti endocarditis, thrombosis / aterosklerosis.

d. Perluasan bakteri mulut, produknya atau produk hospes yang dapat


akibatkan infeksi paru dan gastrointestinal (Setiyohadi, 2000).

Periodontitis secara bermakna dihubungkan dengan penyakit jantung koroner,


beberapa penelitian telah menyebutkan beberapa hipotesa mengenai
mekanisme epidemiologi, meliputi :

a. Keterlibatan langsung bakteri periodontal dengan proses trombotik.



b. Keterlibatan langsung mediator peradangan dari periodontitis pada proses
trombotik.

c. Mekanisme faktor resiko yang pengaruhi kedua penyakit tersebut.

d. Interaksi kombinasi mekanisme diatas. (Setiyohadi, 2000)

1. Radang Periodontal dan Aterosklerosis

Periodontitis merupakan sumber kuman patogen, antigen kuman,


endotoksin, sitokin peradangan yang berperan di dalam aterogenesis dan
proses thromboembolik. Peristiwa ini meningkatkan resiko terjadinya
aterosklerosis oleh karena faktor tersebut mempengaruhi pembentukan plak
ateromatosa. Plak aterosklerosa ini dapat mempengaruhi ketebalan pembuluh
darah dan menyempitkan pembuluh darah yang bersangkutan. Pada akhirnya,
plak ateromatosa dapat mengalami emboli dan ruptur sehingga
mengakibatkan oklusi parsial atau total dari lumen pembuluh darah yang
letaknya distal dan menjadi reaksi presipitasi untuk terjadinya stroke atau
infark miokardial. Infeksi oral atau periodontal dapat pengaruhi kesehatan
sistemik, menurut Beck bahwa penyakit periodontal dapat menjadi resiko
independen khususnya penyakit kardiovaskular. Proses patologis didasari
aterosklerosis yang terjadi akibat adanya penimbunan fosfolipid atau plak
ateromatosa pada dinding dalam pembuluh darah. (Beck, 2001).

Pada decade terakhir telah banyak bukti yang menunjukkan hubungan


periodontal dengan aterosklerosis, beberapa kemungkinan yang dapat
menjelaskan, yaitu :

a. Kesamaan faktor resiko penyakit periodontal dan aterosklerosis,


misalnya merokok, obesitas dan diabetes mellitus.
b. Menggambarkan suatu kecenderungan individual berupa



perkembangan respon inflamasi secara repat yang dipengaruhi
faktor intrinsic (umur, gender, gen) atau pengaruh ekstrinsik (diit,
merokok dan lain-lain) yang selanjutnya sebagai predisposisi
terjadinya penyakit periodontal maupun aterosklerosis.
c. Keberadaan fokus inflamasi pada rongga mulut dapat menjadi
faktor hormonal dan jalur cell mediated inflamaroty. Derajat
inflamasi pada penyakit periodontal dipengaruhi oleh respon
inflamasi sistemik dan dapat dibuktikan terjadinya peningkatan
CRP

d. Adanya infeksi jaringan periodontal dapat menyebabkan suatu


episode singkat terjadinya bakteremia dengan cara menyuntik plak
aterosklerotik dengan kuman patogen periodontal, misalnya
Porphyromonas ginggivalis, actinobacillus
actinomycetemcomitans, dan bacteriodes forsythus, kemudian
bakteri tersebut akan menyebabkan inflamasi dan ketidakstabilan
plak. Terbukti bahwa dengan pemeriksaan polymerase chain
reaction rDNA bakteri patogen tersebut didapatkan antara 18%
hingga 30% pada plak ateroma karotis (Sladge, 2000).

2. Radang Inflamasi dan Penyakit Kardiovaskular

Ada beberapa kemungkinan untuk terjadinya penyakit kardivaskular


dimana penyebab infeksi (Infectious agents) dapat merangsang atau
meningkatkan proses kejadian aterosklerosis, diantaranya :

a. Invasi langsung pada dinding pembuluh darah sehingga


menimbulkan respon inflamatorik yang selanjutnya menyebabkan
peningkatan limfosit dan makrofag.



b. Pelepasan local dari endotoksin (Lipopolisakarida) yang dapat
meningkatkan ambilan (uptake) ester kolesterol oleh makrofag
untuk membentuk sel busa (foam cells).

c. Kemiripan bentuk (mimicry) molekuler dari heat shock protein-60


(Hsp-60) microbial dengan Hsp manusia menginduksi suatu reaksi
autoimun.

d. Efek sistemik tak langsung (indirect) yang melepaskan polisakarida


ke dalam darah sebabkan kerusakan endothelium.

e. Induksi dari perubahan dalam lipoprotein oleh sitokin yang secara


tidak langsung merupakan predisposisi aterosklerosis pada
penderita.

Metabolisme lipid diatur secara ekstensif pada waktu kejadian respons


pejamu terhadap infeksi. Lipid merupakan bagian dari pertahanan pejamu
(host defense) dengan lipoprotein perusak partikel infektif misalnya
endotoksin. Peristiwa ini ditengahi (mediated) oleh sitokin, seperti faktor
nekrosis tumor (TNF-), interleukin-1, interleukin-6 dan interferon. Sitokin
dapat menurunkan aktivitas lipase lipoprotein, pembersihan trigliserida
(triglyceride clearance), dan meningkatkan kadar very low density lipoprotein
(VLDL) (Beck, 2001).

Penyakit periodontal mengakibatkan paparan sistemik yang berulang


terhadap bakteri, lipopolisakarida endotoksin dan produk bakteri lain yang
pengaruhi metabolism lipid dan hemostasis. Sulkus ginggivalis mengandung
plak dental sampai sebanyak 200mg yang terdiri dari mikroorganisme yang
secara langsung dapat menyerang jaringan periodontal. Rusaknya susunan
epitel dalam kantong (pocket) periodontal juga menciptakan suatu kesempatan
untuk terjadinya translokasi langsung bakteri dan bakteriemia. Semakin parah
suatu peradangan periodontal, semakin besar paparan secara hematogen



terhadap bakteria, baik dalam jumlahnya maupun lamanya. Sebagai tambahan,
lipopolisakarida dari plak dental dapat menembus gingiva dan menimbulkan
suatu respon antibody spesifik-lipopolisakarida yang bersifat sistemik
(Tonetti, 2007).

Paparan sistemik pada bakteri oral dapat timbulkan gangguan


metabolisme lipid yang terjadi melalui peningkatan sitokin yang beredar di
dalam darah (circulating cytokines). Lipopolisakardia berkerja sebagai pemicu
sistemik yang dapat mengaktifkan suatu rangkaian sitokin inflamatorik yang
menimbulkan komplikasi vaskuler dan koagulasi terkait dengan
aterosklerosis. Sitokin berasal dari monosit, misalkan TNF- dan interleukin
1, 6, dan 8, mempunyai efek yang kuat terhadap sintesis protein hepatik,
katabolisme jaringan, dan metabolisme lipid (Tonetti, 2007).

a. Jalur langsung
Mikroorganisme yang hidup di rongga mulut dan produk yang
dilepaskan dapat menyebar secara sistemik melalui sistem sirkulasi.
Pada penyebaran secara sistemik, bakteri rongga mulut mempunyai
pengaruh langsung sebagai mediator terjadinya penyakit vaskuler,
misalnya hiperkoagulasi, perkembangan aterosklerotik atau keduanya.
b. Jalur tidak langsung

Pada aterosklerosis didapatkan adanya komponen inflamasi yang kuat


dan bukti epidemiologi menyebutkan bahwa terdapat peningkatan
level inflamasi sistemik sebagai petunjuk terjadinya penyakit vaskuler
(Libby, 2000). Pada penderita penyakit jaringan periodontal
didapatkan adanya peningkatan penanda inflamasi sistemik, misalnya
C-reactive protein dan dilaporkan bahwa pemberian terapi terhadap
penyakit jaringan periodontal dapat menurunkan inflamasi sistemik
(DAiuto, 2004). Pada penderita inflamasi akut gingiva, suatu
tindakan yang rupanya tidak membahayakan, misalnya menggosok



gigi atau mengunyah mengakibatkan bakteri jaringan periodontal
beserta endotoksinnya dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik
(Lockhart, 2000). Bakteri pathogen pada jaringan periodontal ternyata
dapat terdeteksi pada plak karotis dan berperan terhadap terjadinya
aterogenesis, dengan cara merusak endothelium dan menstimulasi
proses inflamasi pada arteri yang lebih besar (Haraszthy, 2000).
Bakteri jaringan periodontal juga daoat menstimulasi terjadinya
trombogenesis dengan cara menginduksi agregasi platelet dan
meningkatkan faktor-faktor koagulasi (Sharma, 2000)



BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN
Periodontitis merupakan penyakit peradangan kronis yang disebabkan
oleh kolonisasi bakteri, mengakibatkan kerusakan jaringan jaringan pengikat
gigi dan gingiva, erosi tulang alveolar hingga tanggalnya gigi. Dengan adanya
infeksi jaringan periodontal dapat sebabkan episode singkat terjadinya
bakteriemia yang mana dikaitkan dengan kejadian penyakit jantung koroner
melalui pengaruh langsung mediator dari bakteri rongga mulut. Inflamasi
dinding pembuluh darah dan penimbunan lemak merupakan faktor yang
paling banyak sebabkan sumbatan pada arteri koronaria.
Beberapa mekanisme telah menjelaskan hubungan periodontitis dan
penyakit kardiovaskular yaitu periodontitis sebabkan inflamasi lokal maupun
sistemik juga respon imunitas tubuh dengan meningkatkan jumlah sel darah
putih, protein C-reaktif, fibrinogen, molekul adhesi sel dan sitokin pro-
inflamasi. selain itu pathogen didalam mulut dapat langsung memasuki plak
aterosklerosis melalui aliran darah dan memicu respon inflamasi.
B. SARAN
Periodontitis dapat dicegah dengan menjaga oral hygine dan rutin
memeriksakan gigi ke dokter gigi mengingat periodontitis merupakan faktor
resiko terbentuknya plak aterosklerosis yang mengakibatkan pada penyakit
jantung koroner.



DAFTAR PUSTAKA
Amaliya, Laine ML, Delanghe JR, Loos BG, Van Wijk AJ, Van Der Velden U
(2015). Java project on periodontal diseases: Periodontal bone loss in relation
to environmental and systemic conditions. Journal of Clinical
Periodontology, 42 (4): 325.

Arora N, Mishra A, Chugh S (2014). Microbial role in periodontitis: Have we


reached the top? Some unsung bacteria other than red complex. Journal of
Indian Society of Periodontology, 18 (1): 9-13.Beck JD, Offenbacher S. The
association between periodontal diseases and cardiovascular diseases: a state-
of-the science review. Ann Periodontol 2001; 6: 9-15.

Beck, James.D, Slade, Gary, Offenbacher Steven. Oral disease, cardiovascular, and
systemic inflammation . 23 January 2003. Available from :
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/prd.2000.23.issue- 1/issuetoc

Buhlin K, Gustafsson A, Pockley AG, Frostegard J, Klinge B. Risk factors for


cardiovascular disease in patients with periodontitis. Eur Heart J 2003; 24:
2099-107

Corwin E. Handbook of Pathophysiology, alih bahasa, Brahm U.Pendit ; Endah P ed,,


Jakarta. hal 352 71; 2000

D`Aiuto,F, Parker, M, Andreous, G, et al, Periodontitis and systemic


inflamation:control of the local infection is asscociated with a reduction in
serum inflammatory markers.j Dent Res;83(2):156-160; 2004

Goucher, Jhon. Foundation of Periodontics for the Dental Hygienist. Lippincot


Williams & Wilkins; 2007

Haraszthy, Zambon, J.J, Trevisan,M, Zeid,M, and Genco , R. J, Identification of


periodontal pathogens in atheromatosus plaque. J Periodontol; 71:1554- 1560;
2000.

Hasan A dan Palmer RM (2014). A clinical guide to periodontology: Pathology of


periodontal disease. British Dental Journal, 216: 457-461.

Hatta M. Penyakit periodontal dan hubungannya dengan aterosklerosis [Skripsi].


Makassar: Hassanudin; 2011

Highfield J (2009). Diagnosis and classification of periodontal disease. Australian


Dental Journal, 54 (1): 11-26



Hopkins PN (2013). Molecular biology of atherosclerosis. Physiological Reviews,
93(3): 1317-1542.

Janket S-J, Baird AE, Chuang S-K, Jones JA. Meta-analysis of periodontal disease
and risk of coronary heart disease and stroke. Oral Surg Oral Med Oral Pathol
Oral Radiol Endod 2003; 95: 559-69.

Kotsilkov K dan Dimitrov R (2015). Complex treatment in a patient with severe


chronic periodontitis. Journal of IMAB, 21 (3): 687-689.

Kusumawardani B, Pujiastuti P, Sari DS (2010). Uji biokimiawi sistem API 20 A


mendeteksi Porphyromonas gingivalis isolat klinik dari plak subgingiva
pasien periodontitis kronis. Jurnal PDGI, 59 (3): 110-114.

Lamnont, Richard. J. Oral Microbiology and immunology. ASM press; 2006 Majid.
Abdul. Penyakit Jantung Koroner, Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan
terikini; 2007.

Lestari AB. Status penyakit periodontal masyarakat Kabupaten Tana Toraja ditinjau
dari pengetahuan, sikap dan perilaku [Skripsi].Makassar: Universitas
Hassanudin; 2013.

Libby,P, Coronary artery injury and the biology of atherosclerosis: inflamation,


trombosis, and stabilization.Am J Cardiol;86(8B):3J-9J; 2000.

Lockhart,P.B, The risk for endocarditis in dental practice.periodontology;23:127-135;


2000

Lockhart PB, Bolger AF, Papapanou PN, Osinbowale O, Trevisan M, Levison ME,
Taubert KA, Newburger JW, Gornik HL, Gewitz MH, Wilson WR, Smith SC
Jr, Baddour LM, on behalf of the American Heart Association Rheumatic
Fever, Endocarditis, and Kawasaki Disease Committee of the Council on
Cardiovascular Disease in the Young, Council on Epidemiology and
Prevention, Council on Peripheral Vascular Disease, and Council on Clinical
Cardiology (2012). Periodontal disease and atherosclerotic vascular disease:
Does the evidence support an independent association?: A scientific statement
from the American Heart Association. Circulation, 125: 25202544.

Mishra A, Priyanka M, Pradeep K, Pathakota KR (2016). Comparative evaluation of


pain scores during periodontal probing with or without anesthetic gels.
Anesthesiology Research and Practice.



Moore KJ, Sheedy FJ and Fisher EA (2013). Macrophages in atherosclerosis: a
dynamic balance. Nature Reviews Immunology, 13(10): 709-721.

Nurul D (2002). Infeksi dalam bidang periodonsia. Jurnal Kedokteran Gigi


Universitas Indonesia. 2002; 14-16.

Permana R, Rizqi F, Pradana A, Susilawati IDA, Ermawati T (2013).


Histomorphometrical analysis of coronary atherosclerosis lesions formation in
rat (Rattus norvegicus) model. Journal of Dentistry Indonesia, 20 (3): 73-77.

Petersen PE dan Ogawa H (2012). The global burden of periodontal disease: Towards
integration with chronic disease prevention and control. Periodontology 2000,
60: 15-39.

Rafieian-Kopaei M, Setorki M, Doudi M, Baradaran A and Nasri H (2014).


Atherosclerosis: process, indicators, risk factors and new hopes. International
journal of preventive medicine, 5(8).

Samad R. Implikasi periodontitis terhadap aterosklerosis: Hubungannya dengan profil


Lipid dan kadar serum hs-CRP. IJD. 2006; Edisi khusu KPP/KG XIV:234

Saptorini KK (2011). Hubungan oral hygiene index (OHI) dengan probing pocket
depth (PPD) dan loss of attachment (LOA) pada lanjut usia. Jurnal VISKES,
10 (2).

Setiyohadi. Periodontitis sebagai suatu faktor resiko terjadinya strok. Jurnal


Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 2000; 519-23

Sharma,A, Novak,E. K,sojar, H.T,Swank, R.T,Kuramitsu,H.K, and Genco,R.j,


Porphyromonas ginggivalis platelet aggregation activity: outer membrane
vesicles are potent activators of murine platelets.oral microbiol and
immun;15:393-396; 2000.

Slade,G, D,Offenbacher, S,Beck, J.D, Heiss,G, and Pankow,J.S, Acute phase


inflammatory response to periodontal disease in the US population.J Dent
Res;79(1):49-57; 2000.

Suwandi T (2010). Perawatan awal penutupan diastema gigi goyang pada penderita
periodontitis kronis dewasa. Jurnal PDGI, 59 (3): 110-114.



Tonetti MS, D'aiuto F, Nibali L, Donald A, Storry C, Parkar M & Deanfield J
(2007). Treatment of periodontitis and endothelial function. New England
Journal of Medicine, 356(9), 911-920.

Yancy CW, Jessup M, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH, Fonarow GC, et
al (2013). 2013 ACCF/AHA guideline for the management of heart failure: a
report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines. Journal of the American
College of Cardiology, 62(16): 147-e239.



DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...
A. Periodontitis . 3
1. Definisi. 3
2. Etiologi dan Patofisiologi . 3
3. Diagnosis Periodontitis 5
B. Penyakit Jantung Koroner...
1. Definisi... 7
2. Etiologi Penyakit Jantung Koroner.... 8
3. Patogenesis Aterosklerosis 8
C. Hubungan Periodentitis dengan Penyakit Jantung Koroner 10
BAB III PENUTUP...
A. Simpulan... 16
B. Saran. 16
DAFTAR PUSTAKA... 17

Anda mungkin juga menyukai