Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN

SMALL GROUP DISCUSSION


LBM
“Wajahku Seperti Lembulan”

Disusun Oleh:

NAMA : I Putu Wira Janardana


NIM : 022.06.0039
KELOMPOK : SGD 5
TUTOR : dr. Nadira Yumna, S.Ked
BLOK : ENDOKRIN & METABOLISME

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-
Nya saya dapat melaksanakan dan menyusun laporan Small Group Discussion (SGD)
LBM 3 yang berjudul “Wajahku Seperti Rembulan” ini tepat pada waktunya. Laporan
ini ditulis untuk memenuhi persyaratan sebagai syarat nilai SGD serta Pleno dalam blok
Endokrin dan Metabolisme. Dalam penyusunan laporan ini, saya mendapat banyak
bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
melalui kesampatan ini saya menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Nadira Yumna, S.Ked selaku Tutor serta Fasilitator Small Group Discussion
(SGD) kelompok 5
2. Kakak tingkat yang berkenan memberikan banyak saran dan masukan terkait
laporan yang saya buat ini.
3. Serta kepada teman-teman yang memberikan masukan dan dukungannya
kepada saya.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki dan masih perlu banyak
perbaikan. Oleh karena itu, saya mengharapkan segala bentuk saran serta yang membangun
dari berbagai pihak. Akhir kata saya berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
berbagai pihak yang akan menggunakannya.

Mataram, 18 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 4

1.1 Skenario .......................................................................................................... 4

1.2 Deskripsi Masalah .......................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 6

2.1 Jelaskan definisi chusing syndrome dan cushing disease .......................... 6

2.2 Fisiologi axis HPA .......................................................................................... 7

2.3 Etiologi chusing syndrome dan cusing desease ........................................... 8

2.4 Patofisiologi chusing syndrome dan Cusing desease .................................. 9

2.5 Mansfestasi klinis (gejala dan tanda) ......................................................... 12

2.6 Epidemiologi chusing syndrome dan Cusing desease ............................... 14

2.7 Tatalaksana (pemeriksaan penunjang & terapi farmako) ...................... 15

2.8 Apa aja gangguan adrenal .......................................................................... 18

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 21

3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Skenario
WAJAHKU SEPERTI REMBULAN

Seorang perempuan usia 45 tahun datang ke Poloklinik UNIZAR dengan


keluhan nyeri kepala sejak 2 minggu yang lalu disertai lemas dan nafsu makan
berkurang. Pasien juga merasa badannya terasa bengkak terutama di daerah wajah.
Selain itu, ada nyeri sendi di sendi lutut sejak beberapa tahun terakhir. Namun, ia
mengatakan hanya mengonsumsi jamu-jamuan untuk menghilangkan nyerinya dan
tidak pernah berobat ke dokter. Ia juga mengatakan menstruasi tidak teratur dan merasa
di bagian-bagian tertentu kulitnya menghitam. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan
pasien tampak sakit sedang. Pemeriksaan antropometri pasien Berat Badan 80 kg,
Tinggi Badan 150 cm. Pemeriksaan Tanda Vital didapatkan Tekanan Darah 170/100
mmHg, Nadi 100x/menit dan suhu 370C. Pemeriksaan fisik didapatkan buffalo hump.
Dokter menganjurkan untuk dilakukan beberapa pemeriksaan untuk mengetahui
diagnosis yang mungkin terjadi.

4
1.2 Deskripsi Masalah

Seorang pasien perempuan berusia 45 tahun memiliki beberapa keluhan seperti


badan yang bengkak terutama pada area wajah, nyeri sendi lutut, menstruasi tidak
teratur, dan kulitnya menghitam pada area-area tertentu. Setelah melakukan
pemeriksaan antropometri dan tanda-tanda vital, didapatkan hasil BB 80 kg, TB 150 cm,
TD 170/100 mmHg, N 100x/menit dan suhu 370C. Pasien juga memiliki riwajat konsumi
jamu-jamuan dengan tujuan menghilangkan nyeri yang dikeluhkan. Dari gejala-gejala
tersebut, dokter curiga pasien mengalami cushing syndrome. Cushing syndrome
merupakan kondisi akibat hiperkortisolisme. Hal ini berkaitan dengan sekresi dari CRH,
ACTH, dan glukokortikoid yang tentunya melibatkan hypothalamus, hipofisis, dan
kelenjar adrenal. Cushing syndrome ini terjadi ketika salah satu bagian-bagian tersebut
mengalami masalah. Gejala-gejala yang dialami pasien, tentunya tidak bisa memastikan
pasien tersebut mengalami cushing syndrome, tentunya aka nada kemungkinan lain
misalnya seperti cushing disease. Tentunya untuk memastikan diagnosa tersebut, perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang, kemudian dokter harus memberikan tatalaksana
setelah mendiagnosa penyakit tersebut. Segala hal tersebut mulai dari axis hipptalamus-
hipofisis-korteks adrenal secara normal, hingga patofisiologi penyakit yang dicurigain
pada pasien ini, dibahas secara detail pada LBM 3 kali ini.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Jelaskan definisi chusing syndrome dan cushing disease


Cushing's syndrome merupakan sekumpulan gejala yang disebabkan oleh
kelebihan glukokortikoid kronis. Kondisi ini relatif jarang ditemukan, dimana
penyebabnya bisa karena kelainan organik di kelenjar hipofisis anterior maupun
korteks adrenal, atau merupakan dampak dari obat-obatan yang berlebihan. Sindrom
ini memiliki mortalitas 5 tahun sebesar 50% jika tidakditerapi. (Huether SE, McCance
KL, editors, 2019).
Cushing syndrome merupakan kondisi ketika sekresi ACTH yang diproduksi
oleh kelenjar hipofisis berlebihan lalu merangsang peningkatan produksi
glukokortikoid (hiperkortisolisme) dalam darah jangka panjang baik karena
glukokortikoid endogen maupun glukokortikoid eksogen. Hiperkortisolisme endogen
dibedakan menjadi terganting ACTH (ACTH-dependent) yang bisa disebabkan oleh
hipersekresi ACTH dari hipofisis maupun sumber lain (ACTH ektopik) dan tidak
tergantung ACTH (ACTH-independent) yang disebabkan oleh hipersekresi kortisol
dari adrenal misalnya karena tumor adrenal baik jinak maupun ganas. Cushing
syndrome relatif langka dan paling sering terjadi pada usia 20-50 tahun. Risiko penyakit
ini meningkat pada penderita obesitas dan DM tipe 2 disertaidengan hipertensi dan gula
darah tidak terkontrol (Huether SE, McCance KL, editors. 2019), (Dwipayana, 2017).
Cushing's disease didefinisikan sebagai kondisi spesifik kelebihan steroid
yang disebabkan oleh adenoma kelenjar hipofisis. Adenoma tersebut akan menstimulasi
korteks adrenal untuk menyekresi kortisol yang berlebihan, sehingga mengakibatkan
pembesaran korteks adrenal. Umpan balik negatif yang secara normal mencegah
pelepasan ACTH berlebih tidak ditemukan pada tumor tersebut. Tumor jenis tersebut
menyebabkan Cushing's syndrome dengan tandatambahan hiperpigmentasi kulit. Hal
tersebut terjadi akibat aktivitas ACTH yang dapat menstimulasi melanosit pada
reseptornya, karena ACTH memiliki struktur yang relatif mirip dengan melanocyte-
stimulating hormone (a-MSH) yang dibentuk oleh gen yang sama dengan ACTH
(POMC). Cushing's disease paling sering terjadi pada wanita dewasa muda (Huether
SE, McCance KL, editors, 2019).

6
2.2 Fisiologi axis HPA
kelenjar adrenal memiliki fungsi yang penting karena menyekresi hormon yang
mampu membuat tubuh beradaptasi terhadap stress, baik fisik maupun psikis. Kelenjar
adrenal tersusun atas bagian korteks dan bagian medulla. Bagian korteks adrenal
dikendalikan oleh kelenjar hipofisis yang berespons terhadap hormon yang dilepaskan
oleh kelenjar adrenal, yakni adenocorticotropin hormone (ACTH). Sel-sel korteks
menyekresi tiga hormon steroid yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda.
Berikut adalah beberapa hormon yang disekresioleh korteks adrenal, yakni:

• Glukokortikoid diproduksi sebagai respons terhadap stress


• Mineralokortikoid diproduksi untuk meregulasi volume darah
• Androgen diproduksi untuk mengendalikan perkembangan seksual (Appleton,
Vanbergen,O’Neill, Murphy, editor, 2019).

Gambar . Mekanisme Umpan Balik Sintesis dan Sekresi


Glukokortikoid
Pada sistem hipotalamus-hipofisis-adrenal, corticotropin releasing hormone
(CRH) menyebabkan hipofisis melepaskan ACTH. Kemudian ACTH merangsang

7
korteks adrenal untuk mensekresi kortisol. Selanjutnya kortisol kembali memberikan
umpan balik terhadap aksis hipotalamus-hipofisis, dan menghambat produksi CRH-
ACTH. Sistem mengalami fluktuasi, bervariasi menurut kebutuhan fisiologis akan
kortisol. Jika sistem menghasilkan terlalu banyak ACTH, sehingga terlalu banyak
kortisol, maka kortisol akan mempengaruhi kembali dan menghambat produksi CRH
oleh hipotalamus serta menurunkan kepekaan sel-sel penghasil ACTH terhadap CRH
dengan bekerja secara langsung pada hipofisis anterior. Melalui pendekatan ganda ini,
kortisol melakukan kontrol umpan balik negatif untuk menstabilkan konsentrasinya
sendiri dalam plasma. Apabila kadar kortisol mulai turun, efek inhibisi kortisol pada
hipotalamus dan hipofisis anterior berkurang sehingga faktor-faktor yang merangsang
peningkatan sekresi kortisol (CRH-ACTH) akan meningkat. Sistem ini peka karena
produksi kortisol atau pemberian kortisol atau glukokortikoid sintetik lain secara
berlebihan dapat dengan cepat menghambat aksis hipotalamus-hipofisis dan
menghentikan produksi ACTH (Huether SE, McCance KL, editors, 2019).

2.3 Etiologi chusing syndrome dan cusing desease


Cushing's syndrome

Sindroma Cushing terjadi akibat adanya hormon kortisol yang sangat tinggi di
dalam tubuh. Kortisol berperan dalam berbagai fungsi tubuh, misalnya dalam
pengaturan tekanan darah, respon tubuh terhadap stress, dan metabolisme protein,
karbohidrat, dan lemak dalam makanan (Appleton, Vanbergen, O’Neill, Murphy,
editor, 2019).
Sindroma Cushing dapat diakibatkan oleh penyebab di luar maupun di dalam
tubuh. Penyebab sindroma Cushing dari luar tubuh yaitu sindroma chusing latrogenik
yaitu akibat konsumsi obat kortikosteroid (seperti prednison) dosis tinggi dalam
waktu lama. Obat ini memiliki efek yang sama seperti kortisol pada tubuh (Appleton,
Vanbergen, O’Neill, Murphy,editor, 2019).
Penyebab sindroma Cushing dari dalam tubuh yaitu akibat produksi kortisol
di dalamtubuh yang berlebihan. Hal ini terjadi akibat produksi yang berlebihan pada
salah satu atau kedua kelenjar adrenal, atau produksi hormon ACTH (hormon yang
mengatur produksi kortisol) yang berlebihan dari kelenjar hipofise. Hal ini dapat
disebabkan oleh : (Appleton, Vanbergen, O’Neill, Murphy, editor, 2019).
1) Hiperplasia adrenal yaitu jumlah sel adrenal yang bertambah. Sekitar 70-80%

8
wanita lebihsering menderita sindroma chusing.
2) Tumor kelenjar hipofise, yaitu sebuah tumor jinak dari kelenjar hipofise yang
menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menstimulasi
kelenjar adrenal untuk membuat kortisol lebih banyak.
3) Tumor ektopik yang menghasilkan hormon ACTH. Tumor ini jarang terjadi,
dimana tumorterbentuk pada organ yang tidak memproduksi ACTH, kemudian
tumor menghasilkan ACTH dalam jumlah berlebihan. Tumor ini bisa jinak atau
ganas, dan biasanya ditemukanpada paru-paru seperti oat cell carcinoma dari paru
dan tumor karsinoid dari paru, pankreas (tumor pankreas), kelenjar tiroid
(karsinoma moduler tiroid), atau thymus (tumor thymus).
4) Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi kortisol
secara berlebihan diluar stimulus dari ACTH. Biasanya terjadi akibat adanya
tumor jinak pada korteks adrenal (adenoma). Selain itu dapat juga tumor ganas
pada kelenjar adrenal (adrenocortical carcinoma).
5) Sindrom chusing alkoholik yaitu produksi alkohol berlebih, dimana akohol
mampu menaikkan kadar kortisol.
6) Pada bayi, sindrom cushing paling sering disebabkan oleh tumor adrenokorteks
yang sedang berfungsi, biasanya karsinoma maligna tetapi kadang-kadang
adenoma benigna (Appleton, Vanbergen, O’Neill, Murphy, editor, 2019).

Cushing's disease
Etiologi Cushing disease yang paling sering ditemukan adalah adenoma
pituitari. Pada kasus jarang, hiperplasia kortikotrof difusa juga dapat menyebabkan
Cushing disease. Tumor penyebab penyakit ini biasanya berupa mikroadenoma (<5
mm). Makroadenoma ditemukan pada5–10% pasien dan biasanya berkaitan dengan
produksi adrenocorticotropic hormone (ACTH) yang lebih tinggi daripada
mikroadenoma (Huether SE, McCance KL, editors, 2019), (Appleton, Vanbergen,
O’Neill, Murphy, editor, 2019).

2.4 Patofisiologi chusing syndrome dan Cusing desease


Apapun penyebabnya, didapatkan dua hal yang terkait dengan
hiperkortisolisme, yakni hilangnya pola sekresi diurnal atau sekresi sirkardian kortisol
dan tidak adanya respons peningkatan sekresi ACTH atau kortisol pada kondisi stress.

9
Pada ACTH dependent hypercortisolism, kadar ACTH yang tinggi menstimulasi
produksi kortisol yang berlebihan dan menyebabkan hilangnya mekanisme hambatan
sekresi ACTH. Di samping itu juga, terjadi peningkatan sekresi kortisol dan androgen,
serta hambatan CRH. ACTH-independent secreting tumors pada korteks adrenal hanya
menghasilkan kortisol. Bila sekresi kortisol yang dihasilkan oleh tumor sudah melebihi
kadar kortisol normal, gejala hiperkortisolisme akan ditemukan(Huether SE, McCance
KL, editors, 2019).
Abnormalitas sekresi ACTH- Walaupun terdapat hipersekresi ACTH, respons
terhadap stres tidak ada, stimulasi-stimulasi seperti hipoglikemia atau tindakan
pembedahan gagal untuk meningkatkan sekresi ACTH dan kortisol lebih lanjut. Hal
ini mungkin disebabkan oleh adanya supresi fungsi hipotalamus dan sekresi CRH oleh
hiperkortisolisme, yang menyebabkan hilangnya kontrol hipotalamus pada sekresi
ACTH (7,9). (Huether SE, McCance KL, editors, 2019).

Gambar . Patofisiologi Chusing's Syndrome

10
Cushing’s Syndrome diakibatkan oleh kadar hormon glukokortikoid yang
berlebihan dalam tubuh yang dikenal dengan hiperglukokortikoid. Keadaan
hiperglukokortikoid pada sindrom Cushing menyebabkan katabolisme protein yang
berlebihan sehingga tubuh kekurangan protein. Kulit dan jaringan subkutan menjadi
tipis, pembuluh-pembuluh darah menjadi rapuh sehingga tampak sebagai stria
berwarna ungu di daerah abdomen, paha, bokong, dan lengan atas.Otot-otot menjadi
lemah dan sukar berkembang, mudah memar, luka sukar sembuh, serta rambuttipis dan
kering. Keadaan hiperglukokortikoid di dalam hati akan meningkatkan enzim
glukoneogenesis dan aminotransferase. Asam-asam amino yang dihasilkan dari
katabolisme protein diubah menjadi glukosa dan menyebabkan hiperglikemia serta
penurunan pemakaian glukosa perifer, sehingga bisa menyebabkan diabetes yang
resisten terhadap insulin (Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF., 2014)
(Silbernagl, S, Lang, F., 2018).
Pengaruh hiperglukokortikoid terhadap sel-sel lemak adalah meningkatkan
enzim lipolisissehingga terjadi hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia. Pada sindrom
Cushing ini terjadi redistribusi lemak yang khas. Gejala yang bisa dijumpai adalah
obesitas dengan redistribusi lemak sentripetal. Lemak terkumpul di dalam dinding
abdomen, punggung bagian atas yang membentukbuffalo hump, dan wajah sehingga
tampak bulat seperti bulan dengan dagu ganda (Silbernagl, S, Lang, F., 2018).
Pengaruh hiperglukokortikoid terhadap tulang menyebabkan peningkatan
resorpsi matriks protein, penurunan absorbsi kalsium dari usus, dan peningkatan
ekskresi kalsium dari ginjal. Akibat hal tersebut terjadi hipokalsemia, osteomalasia,
dan retardasi pertumbuhan. Peningkatan ekskresi kalsium dari ginjal bisa
menyebabkan urolitiasis. Pada keadaan hiperglukokortikoid bisa timbul hipertensi,
namun penyebabnya belum diketahui dengan jelas. Hipertensi dapat disebabkan oleh
peningkatan sekresi angiotensinogen akibat kerja langsung glukokortikoid pada
arteriol atau akibat kerja glukokortikoid yang mirip mineralokortikoid sehingga
menyebabkan peningkatan retensi air dan natrium, serta ekskresi kalium. Retensi air
ini juga akan menyebabkan wajah yang bulat menjadi tampak pletorik. Keadaan
hiperglukokortikoid juga dapat menimbulkan gangguan emosi, insomnia, dan euforia.
Pada sindrom Cushing, hipersekresi glukokortikoid sering disertai oleh peningkatan
sekresi androgen adrenal sehingga bisa ditemukan gejala dan tanda klinis hipersekresi
androgen seperti hirsutisme, pubertas prekoks, dan timbulnya jerawat (Silbernagl, S,
Lang, F., 2018)

11
2.5 Mansfestasi klinis (gejala dan tanda)

Gambar . Gejala Cushing’s Syndrome dan Cushing’s Desease

Adapun gejala dari chushing’s syndrome dan cushing desease tidak memiliki
perbedaan yang jauh, yakni mudah Lelah dan berkurangnya stamina ditambha dengan
stigmata dari cushingseperti obesitas sentral, moonface, buffalo hump, adanya lipatan
lemak pada daerah supraventricular, perut yang menonjol dan kulit yang tipis. Gejala
lainnya berupa munculnya jerawat, kadar lemak yang berkurang pada bagian
ekstremitas, hiperpigmentasi, pendulous abdomen, mudah memar pada bagian kulit,
hingga peningkatan tekanan darah atau hipertensi. (Huether SE, McCance KL, editors,
2019), (Appleton, Vanbergen, O’Neill, Murphy, editor, 2019).

Peningkatan berat badan merupakan manifestasi klinis yang paling sering


dijumpai. Peningkatan berat badan terjadi akibat akumulasi lemak di tubuh, wajah dan
area servikal. Karakteristik timbunan lemak tersebut disebut sebagai obesitas trunkal,
moon face, dan buffalo hump. Intoleransi glukosa terjadi akibat resistensi insulin yang
diinduksi oleh kortisol dan peningkatan glukoneogenesis serta penyimpanan glikogen

12
di hepar. Diabetes mellitus terjadi pada20% pasien dengan hiperkortisolisme dengan
manifestasi hiperglikemia berupa poliuria dan glukosuria. Protein wasting
(kehilangan protein) terjadi akibat efek kortisol di jaringan perifer dan menyebabkan
kelemahan otot. Di tulang, kehilangan matriks protein menyebabkan osteoporosis,
sehingga terjadi fraktur patologis, fraktur kompresi tulang belakang, nyeri punggung
dan nyeri tulang, kifosis, serta penurunan tinggi badan. Adanya gangguan kortisol
dengan aksi hormon pertumbuhan di tulang panjang, sehingga pada anak dengan
perawakan pendek mungkin akan mengalami keterlambatan pertumbuhan yang lebih
disebabkan oleh sindrom Cushing dibandingkan karena defisiensi hormon
pertumbuhan. Gangguan tulang bisa menyebabkan hiperkalsiuria dan batu ginjal
(Huether SE, McCance KL, editors, 2019), (Appleton, Vanbergen, O’Neill, Murphy,
editor, 2019).

Kehilangan kolagen menyebabkan kulit menjadi tipis, jaringan integumen


menjadi lemah, sehingga kapiler bisa terlihat jelas dan mudah diregangkan karena
deposit lemak. Perubahan ini menyebabkan adanya striae berwarna keunguan di tubuh.
Kehilangan jaringan kolagen di sekitar pembuluh darah kecil menyebabkan pembuluh
darah relatif mudah pecah dan timbul lebam meskipun dengan trauma yang minimal.
Kulit yang tipis dan atrofi mudah terluka, sehingga timbul ulserasi. Hiperpigmentasi
berwarna kecoklatan di kulit, membran mukosa, dan rambut menunjukkan kadar
ACTH yang tinggi. Kadar kortisol yang tinggi meningkatkan sensitivitas vaskular
terhadap katekolamin, sehingga terjadi vasokonstriksi dan hipertensi. Efek
mineralokortikoid menyebabkan retensi natrium dan air serta hipokalemia, sehingga
terjadi penambahan berat badan yang bersifat sementara. Penekanan sistem imun
meningkatkan risiko infeksi. Lima puluh persen penderita sindrom Cushing mengalami
gangguan mental, bervariasi dari iritabilitas dan depresi sampai gangguan psikiatri yang
berat, seperti skizofrenia." Perempuan dengan ACTH-dependent hypercortisolism
menunjukkan gejala peningkatan kadar adrenal androgen, pertumbuhan rambut
(terutama di wajah) yang meningkat, tumbuhnya jerawat dan oligomenorrhea.
Meskipun jarang dijumpai, bila terjadi keganasan adrenal, kadar androgen yang tinggi
menyebabkan perubahan suara, garis pertumbuhan rambut akan mundur ke belakang,
sertaterjadi hipertrofi klitoris (Huether SE, McCance KL, editors, 2019), (Appleton,
Vanbergen, O’Neill, Murphy, editor, 2019).

13
2.6 Epidemiologi chusing syndrome dan Cusing desease
Cushing's syndrome

Cushing diperkenalkan pertama kali oleh Harvey Cushing pada awal abad ke 20
,yaitu tahun 1932. Harvey menggambarkan adanya sindrom klinis khas
yangdisebabkan oleh kortisol yang sangat berlebih. Adanya hubungan antara
obesitas,diabetes, hipertensi dan disfungsi gonad pada awalnya dianggap sebagai dua
sindromyang berbeda. Harvey melaporkan penemuan tersebut sebagai gejala lain
darihiperkortisol endogen (Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF.,
2014). Dekade terbaru ini, Archard dan Thiers menggambarkanmanifestasi klinis yang
sama padasuatu sindrom yang pada akhirnya dikenal sebagaisindrom resistensi insulin
(sindrom metabolik)dan sindrom ovarium polikistik. Sindrom Cushing adalah kondisi
yang jarang terjadi, insidensi sekitar 2-3 kejadian dari 1 juta populasi per tahun.
Prevalensi sindrom Cushing diperkirakan 1 :10.000 di antara populasi perempuan dan
1 : 30.000 diantara populasi laki laki. Angka kejadian dapat meningkat pada populasi
tertentu seperti diabetes yang tidak terkontrol, wanita dan pria muda dengan
osteoporosis dan hipertensi di usia muda.Sindrom Cushing juga dapat ditemukan pada
pasien dengan adenoma adrenal. Lebih sering ditemui pada wanita dari pada pria, usia
20-40tahun (Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF., 2014).

Cushing's disease

Cushing’s disease merupakan kondisi yang jarang ditemukan. Prevalensi global


daripenyakit ini adalah sekitar 39,1 kasus per 1.000.000 penduduk. Banyaknya pasien
dengan gejala ringan yang tidak terdiagnosis menyebabkan Cushing disease sering kali
kurang dikenali. Prevalensi Cushing disease adalah sekitar 39,1 per 1.000.000
penduduk dan insidensinya adalah 1,2–2,4 kasus per 1.000.000 juta penduduk per
tahun. Pada provinsi Vizcaya, Spanyol, insidensi Cushing disease dilaporkan sebanyak
2,4 per 1.000.000 orang. Pada studi di Rumah Sakit Umumdi Cina selama 10 tahun,
didapatkan bahwa ada 1.040 pasien terdiagnosis Cushing disease dan menyumbang
sekitar 63% dari seluruh kasus sindrom Cushin (Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Stiyohadi B, Syam AF., 2014)

14
2.7 Tatalaksana (pemeriksaan penunjang & terapi farmako)
Diagnosis
Diagnosis chusing’s syndrome ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan
beberapa pemeriksaan meliputi pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Diagnosis
chushing’s syndrome sering terabaikan karena gejalanya beraneka-ragam dan gejala
akibat hiperkostisolemia seperti obesitas, diabetes, hipertensi, hilangnya masa tulang
dan depresi sering ditemukan pada penduduk umum. Gejala hiperkortisolemia yang
mudah dikenali diantaranya plethora wajah, tumpukan lemak di supraklavikuler,
buffalo hump, obesitas perut, dan striae ungu. Pada penderita seperti ini diperlukan
pemeriksaan biokimia untuk memastikan kecurigaan klinis. Kadang-kadang gejalanya
tidak jelas, sering disebut chushing’s syndrome subklinik atau preklinik (Kasper DL,
dkk. 2015).

Tata Laksana
Kadar kortisol di dalam darah mengikuti pola sirkadian, dimana kadar tertinggi
terukur pada pagi dini hari dan terrendah pada waktu tidur. Untuk dokter keluarga
dianjurkan untuk melakukan salah satu dari tiga pemeriksaan untuk penderita yang
dicurigai SC, yaitu: kortisol bebas urine 24 jam (24-hour urinary free cortisol [UFC) ,
uji kortisol saliva tengah malam (late- night salivary costisol test), atau uji supresi
deksametason semalam (1-mg overnight dexamethasone suppression test [DST]).
Prinsipnya, uji ini untuk mendeteksi peningkatan kadar kortisol di dalam urine atau
saliva atau menunjukkan kelainan umpan balik aksis HPA. Oleh karena kadar kortisol
sangat bervariasi dan sensitivitas dan spesifisitas uji-uji diatas suboptimal, maka
Endocrine Society di Amerika mengusulkan paling sedikit 2 uji positif sebelum
menegakkan diagnosis SC (Huether SE, McCance KL, editors, 2019), (Appleton,
Vanbergen, O’Neill, Murphy,editor, 2019).

Pada pemeriksaan laboratorium, akan ditemukan hiperglikemia, glikosuria,


hipokalemia, dan alkalosis metabolik. Berbagai pemeriksaan penunjang dibutuhkan
untuk menegakkan diagnosis hiperkortisolisme dan mencari penyakit yang
mendasarinya. Pemeriksaan tersebutantara lain kadar kortisol bebas di urine dalam 24
jam lebih dari 50 mcg, hasil pemeriksaan kortisolserum dan urine yang abnormal setelah
dilakukan tes supresi deksametason, serta pengukuran kadar ACTH dan kortisol secara
bersamaan. Kadar kortisol saliva tengah malam biasanya digunakan untuk uji penapis
dan untuk mengetahui adanya perubahan variasi diurnal kadar kortisol." Tumor

15
didiagnosis menggunakan pemeriksaan pencitraan (Huether SE, McCance KL, editors,
2019).

Pada Cushing's syndrome akibat hiperplasia adrenal, "medical" adrenalektomi


dapat diberikan mitotan ( dosis dimulai dari 0.5 gram malam hari dan ditingkatkan
perlahan hingga 2-3 gram/hari dalam dosis terbagi tiga hingga empat), penghambat
steroidogenesis (ketoconazole 600-1200 mg/hari dalam dosis terbagi dua atau tiga),
penghambat sintesis steroid (aminoglutethimide 250 mg, 2-3x/hari) dan metyrapone
(250-1000 mg per oral, diberikan tiap 6 jam, atau 500-750 mg/ hari dikombinasikan
dengan ketoconazole atau aminoglutethimide). Pada kasus adenoma atau karsinoma
dapat dilakukan adrenalektomi. Cushing's disease dapat diterapi dengan tindakan bedah
adenoma kelenjar hipofisis. Namun, tindakan tersebut berisiko terhadap terjadinya
kondisipanhypopituitarism (Appleton, Vanbergen, O’Neill, Murphy, editor, 2019).

Pemeriksaan Fisik

B1 (Breath)
Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, pergerakan dada
simetrisPalpasi : Vocal premitus teraba, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Suara sonor
Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi nafas tambahan.
B2 (Blood)
Perkusi pekak , S1 S2 Terdengar tunggal , hipertensi, TD meningkat.
B3 (Brain)
Composmentis dengan GCS 456, kelabilan alam perasaan depresi sampai insomnia
B4 (Bladder)
Poliuri, kadang terbentuk batu ginjal, retensi natrium.
B5 (Bowel)
Terdapat peningkatan berat badan, nyeri pada daerah lambung, terdapat striae di daerah
abdomen,mukosa bibir kering, suara redup.
B6 (muskuloskeletal dan integumen)
Kulit tipis, peningkatan pigmentasi, mudah memar, atropi otot, ekimosis, penyembuhan
lukalambat, kelemahan otot, osteoporosis, moon face, punguk bison, obesitas tunkus.

Pemeriksaan Penunjang
Terapi chusing’s syndrome dapat berupa terapi bedah, radioterapi dan terapi

16
medik. Sasaran terapi chusing’s syndrome adalah memperbaiki gejala klinik,
menormalkan kadar kortisol,dan kendali jangka panjang tanpa kekambuhan. Jika tidak
diobati akan meningkatkan mortalitas. Tanpa pengobatan, penderita dengan chusing’s
syndrome mempunyai prognosis yang kurang baik,yaitu survival 5 tahun sebesar 50%.
Terapi spesifik untuk hiperkortisolisme meliputi terapi medikamentosa, radioterapi,
dan pembedahan. Sebelum memulai terapi, sangat penting untuk membedakan apakah
penyebab berasal dari hipofisis atau adrenal (Huether SE, McCance KL, editors, 2019),
(Appleton, Vanbergen, O’Neill, Murphy, editor, 2019).

Untuk penderita dengan SC tidak tergantung ACTH akibat adenoma adrenal,


dilakukan adrelektomi unilateral. Jika terjadi hyperplasia bilateral, adrelektomi
bilateral dapat dikerjakan namun akan mengakibatkan insufisiensi adrenal dan
membutuhkan terapi pengganti hormon glukortikoid dan minerokortikoid sepanjang
hidupnya. Untuk penderita dengan Penyakit Cushing, adenomektomi transspenoidal
merupakan pilihan pada kebanyakan penderita. Tujuannya adalah melakukan reseksi
lengkap dari adenoma pituitari dan koreksi hiperkortisolemia tanpa menyebabkan
defisiensi pituitari yang menetap. Keberhasilan untuk prosedur ini untuk penderita
dengan mikroadenoma bervariasi antara 65-90% tergantung dari keterampilan dokter
bedah disamping ukuran dan tempat tumor. Pembedahan ulang dan radioterapi kadang-
kadang dilakukan untuk penderita dengan hiperkortisolemia menetap setelah
adenomektomi transspenoidal (Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF.,
2014)

Radioterapi bisa dipertimbangkan sebagai terapi pilihan pertama untuk anak-


anak denganangka remisi sama dengan pembedahan transspenoidal. Namun demikian,
keefektivan maksimum dari radioterapi baru tercapai selama 1 tahun. Kombinasi
dengan farmakoterapi perlu dipertimbangkan jika manifestasi klinik akibat
hiperkortisolemia sangat nyata. Defisiensi hormone pertumbuhan merupakan
komplikasi tersering (50%), selanjutnya hipogonadisme, dan kerusakansaraf mata yang
terjadi pada <1% penderita (Huether SE, McCance KL, editors, 2019), (Appleton,
Vanbergen, O’Neill, Murphy, editor, 2019).

Ada beberapa tujuan terapi medik pada penderita SC. Terapi medik dapat
diberikan kepada mereka dengan komplikasi akut seperti sikosis akut, hipertensi berat,
dan infeksi oportunistik. Keadaan yang mengancam jiwa ini terutama dikaitkan dengan

17
Sindrom ACTH Ektopik (SAE) dimana membutuhkan penurunan kadar kortisol yang
berlebihan dengan cepat. Pada beberapa pusat, terapi medik untuk menurunkan kadar
kortisol digunakan sebelum tindakan pembedahan dilakukan dengan tujuan untuk
mengoptimalkan keadaan penderita yaitu memperbaiki katabolisme dan regulasi
tekanan darah dan homeostasis glukosa. Disamping itu penurunan kadar kortisol dapat
mengurangi kecenderungan perdarahan pada saat tindakan bedah (Huether SE,
McCance KL, editors, 2019), (Appleton, Vanbergen, O’Neill, Murphy, editor, 2019).
Secara umum terapi medik yang ditujukan untuk pengobatan hiperkortisolemia
adalah:
• setelah gagal terapi bedah untuk penderita SC tergantung ACTH atau SAE
• penderita dengan penyakit metastasis, misalnya tumor neuroendokrin yang
menghasilkanACTH dan karsinoma adrenokortikal yang menghasilkan kortisol
• pada penderita dengan risiko operasi yang tinggi misalnya dengan ko-morbiditas
dan usialanjut (Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF., 2014)

Beberapa kelompok obat yang umum diberikan sebagai terapi medik pada
penderita SC adalah: penghambat steroidogenesis adrenal, obat yang bekerja secara
sentral, antagonis reseptor glukokortikoid, dan beberapa obat baru yang sedang
dikembangkan. Obat-obat penghambat steroidogenesis adrenal yang kini digunakan
diantaranya adalah: ketokonazol, flukonazol, metirapon, mitotan, etomidat, LCI699.
Yang termasuk obat- obat yang bekerja sentral adalah ligan reseptor somatostatin
(pasireotid), agonis dopamin (kobergolin, bromokriptin), bahan cimerik, asam retinoat,
temozolomid, siproheptadin, asam valproate, ligan peroxisome proliferator- activated
receptor gamma, dan antagonis reseptor adrenergik alfa 1 dan obat golongan antagonis
reseptor glukokortikoid misalnya mifepriston (Huether SE, McCance KL, editors,
2019), (Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF., 2014)

2.8 Apa aja gangguan adrenal

Kelenjar adrenal memiliki fungsi yang sangat besar untuk mempoduksi berbagai
jenis hormon yang berperan dalam pengendalian fungsi tubuh. Kelenjar adrenal
memiliki dua bagian utama yaitu korteks dan medulla yang memiliki fungsinya
masing-masing. Kelenjar adrenal dapat mengalami gangguan yang dapatdisebabkan
oleh berbagai penyakit seperti autoimun, infeksi, tumor, dan pendarahan. Adapun
beberapa gangguan pada kelenjar adrenal sebagai berikut.

18
1. Cushing Syndrome

Cushing Syndrome adalah kondisi ketika sekresi ACTH endogen yang


berlebihan. ACTH-dependent hypercortisolism disebabkan oleh produksi ACTH
hipofisis yang berlebihan karena suatu adenoma hipofisis atau ectopic-secreting
nonpituitary tumor. Penyebabnya didapatkan dua hal yang terkait dengan
hiperkortisolisme yakni hilangnya pola sekresi diurnal atau sekresi sikardian
kortisol, tidak ada respons peningkatan sekresi ACTH atau kortisol pada kondisi
stress. Gejala dari cushing syndrome yakni peningkatan berat badan, adanya
timbunan lemak disebut sebagai obesitas trunkal, moon face, dan buffalo hump.
Seseorang yang mengalami cushing syndrome akan kehilangan protein (protein
wasting) terjadi akibat efek kortisol di jaringan perifer dan menyebabkan kelemahan
otot. Di tulang mengalami kehilangan matriks protein sehingga terjadi osteoporosis,
fraktur, nyeri. Selain itu, terjadi penipisan kulit, jaringan integument lemah akibat
hilangnya kolagen. Munculnya striae berwarna keunguan akibatteregangnya kapiler
karena deposit lemak. Vasokontriksi dan hipertensi juga salahsatu gejala cushing
syndrome. Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan yakni pemeriksaan
laboratorium dengan mengecek urine dan pemeriksaan kadar kortisol dalam tubuh.
Terapi yang dapat diberikan yaitu terapi medikamentosa, radioterapi, dan
pembedahan (Huether SE, McCance KL, editors. 2019).

2. Hyperplasia Adrenal Kongenital


Hyperplasia adrenal kongenital disebabkan defisiensi enzim yang berperan pada
biosintesis kortisol. Terjadi peningkatan produksi ACTH dan hyperplasia adrenal
akibat terhambatnya produksi kortisol. Produksi mineralokortikoid dan androgen
juga meningkat. Jika terjadi pada bayi perempuan, akan terjadi virilisasi dan
ambiguitas. Baik perempuan ataupun laki-laki akan mengalami salt wasting.
Penatalaksanaan berupa terapi glukokortikoid dan mineralokortikoid seumur hidup
(Huether SE, McCance KL, editors. 2019).

3. Hiperaldosteronisme
Hiperaldosteronisme ditandai dengan sekresi aldosterone yang berlebihan.
Penyakit ini dapat terjadi secara primer dan sekunder. Hiperaldosteronisme primer
(Sindrom Conn) disebabkan oleh sekresi aldosterone yang berlebihan akibat
gangguan korteks adrenal yang biasanya berupa adenoma adrenal. Penyebab lainnya

19
adanya nodul hyperplasia adrenal bilateral dan keganasan adrenal.
Hiperaldosteronisme primer terjadi akibat sekresi aldosterone yang berlebihan
diikuti dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Sementara,
hiperaldostironisme sekunder terjadi akibat stimulus sekresi aldosterone dari
kelenjar ekstra adrenal biasanya angiotensin II melalui mekanisme renin. Gejala dari
hiperaldosteronisme yakni hipertensi dan hipokalemi. Hipertensi yang terjadi terus
menerus memberikan efek peningkatan tekanan arteri sehingga dapat menyebabkan
dilatasi dan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit vascular, dan gangguanginjal (Huether
SE, McCance KL, editors. 2019).

4. Penyakit Addison
Insufisiensi Adrenal Primer atau Penyakit Addison adalah penyakit yang
disebabkan oleh mekanisme autoimun yang menyebabkan kerusakam sel korteks
adrenal. Penyakit Addison biasanya lebih banyak terjadi pada wanita usia 30-60
tahun. Penyakit Addison ditandai dengan sintesis kortikosteroid dan
mineralokortikoid yang tidak adekuat disertai peningkatan kadar serum ACTH
akibat hilangnya mekanisme umpan balik negatif. Keluhan pada penyakit Addison
berupa kelemahan dan mudah lelah,kulit mengalami hiperpigmentasi, kondisi
hipotensi yang memburuk akan menyebabkan kegagalan vascular dan syok.
Penatalaksaan penyakit Addison yakni terapi glukokortikoid seumur hidup dan
terapi pengganti mineralokortikoid serta modifikasi diet dan pengobatan untuk
penyakit yang mendasari (Huether SE, McCance KL, editors. 2019).

5. Tumor Medula Adrenal


Hiperfungsi medulla adrenal disebabkan oleh feokromositoma (tumor sel
kromafin) atau preganglioma simpatis medulla adrenal yang berperan menghasilkan
katekolamin. Kondisi ini relatif jarang terjadi dan 10% diantaranya adalah
keganasan. Feokromositoma dan preganglioma simpatis medulla adrenal
menyebabkan produksi katekolamin yang berlebihan karena sekresi otonom dari
tumor. Gejala yag dirasakan terkait dengan efek kronik sekresi katekolamin seperti
hipertensi persisten, nyeri kepala, pucat, berkeringat, takikardia, dan palpitasi
(Huether SE, McCance KL, editors. 2019).

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan dari pembahasan di atas bahwa Cushing's syndrome adalah
kondisi yang disebabkan oleh hiperkortisolisme kronis, yang dapat disebabkan oleh
berbagai faktor seperti kelainan organik di kelenjar hipofisis anterior, korteks adrenal,
atau dampak obat-obatan yang berlebihan. Terdapat dua bentuk utama dari Cushing's
syndrome: ACTH-dependent dan ACTH-independent. ACTH-dependent disebabkan
oleh hipersekresi ACTH, baik dari hipofisis atau sumber lain, sementara ACTH-
independent disebabkan oleh hipersekresi kortisol dari korteks adrenal.
Cushing's disease adalah kondisi spesifik dari Cushing's syndrome yang
disebabkan oleh adenoma kelenjar hipofisis. Adenoma ini merangsang korteks adrenal
untuk menyekresi kortisol berlebihan. Hiperkortisolisme dapat memengaruhi banyak
aspek tubuh, termasuk metabolisme, sistem imun, kulit, otot, dan tulang.
Diagnosis Cushing's syndrome melibatkan pemeriksaan klinis, pemeriksaan
laboratorium, dan penunjang seperti tes urine, tes supresi deksametason, dan
pemeriksaan pencitraan. Tatalaksana Cushing's syndrome tergantung pada
penyebabnya. Terapi bisa berupa bedah, radioterapi, atau terapi medikamentosa.
Adenomektomi transspenoidal merupakan pilihan umum untuk Cushing's disease.
Cushing's syndrome memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan dan memerlukan
perawatan yang tepat untuk mengendalikan hiperkortisolisme dan mengurangi gejala
terkait.

21
DAFTAR PUSTAKA

Appleton, Vanbergen, O’Neill, Murphy, editor, (2019). Sistem Endokrin, Metabolisme

dan Nutrisi. 1st Indonesian Ed. Singapore: Elsevier

Dwipayana, I. M. P. 2017. Pendekatan Klinis Dan Diagnosis SindromCushing. Bali

Endocrine Update (BEU XIV), 147.

Gartner L.P. and Hiatt J.L. Color Textbook of Histology. 3rd ed. Philadelphia. Pp.

437-462.

Huether SE, McCance KL, editors (2019). Buku Ajar Patofisiologi. 6th Indonesia ed

vol 1. Singapore: Elsevier

Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J, editors. (2015).

Harrison’sprinciples of internal medicine. 20th ed. New York: McGraw-Hill

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. (2014) Buku ajar ilmu penyakit

dalam jilid VI. Jakarta: Interna Publishing

Silbernagl, S, Lang, F (2018). Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi, EGC, Jakarta

Sharma, S. T., Nieman, L. K., & Feelders, R. A. (2015). Cushing’s syndrome:

epidemiology and developments in disease management. Clinical Epidemiology,

7, 281-293. https://doi.org/10.2147/CLEP.S44336

Tortora, GJ, Derrickson, B. (2016). Principles of Anatomy & Physiology 13th Edition.

UnitedStates of America: John Wiley & Sons, Inc.

22

Anda mungkin juga menyukai