Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

METODOLOGI KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN CUSHING SYNDROME

DISUSUN OLEH

NAMA : JULISTISYA VINNY KANAKANG

NIM : 1901030

KELAS : KEPERAWATAN IIIA

JURUSAN KESEHATAN PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

POLITEKNIK NEGERI NUSA UTARA

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan kuasa-Nya
saya dapat menyelesaikan askep ini.
Askep ini dibuat dengan tujuan agar pembaca mendapatkan informasi mengenai cushing
syndrom sehingga pembaca dapat mengenal gejala dari sidrom ini sejak awal karena sindrom ini
dapat diderita oleh pria maupun wanita dan umumnya pada usia dewasa.
Saya berharap makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai
masalah-masalah kesehatan khususnya tentang cushing syndrom.
Saya menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya
sangaat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca sekalian untuk
penyempurnaan makalah ini.

Tahuna, 27 Agustus 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................. i

Daftar Isi............................................................................................................... ii

Bab 1 Pendahuluan

1.1. Latar Belakang........................................................................................... 1-2

1.2. Tujuan.....................………….....……....................................................... 3

1.3. Ruang Lingkup..........…………………………………………...….......... 3

Bab 2 Teori

2.1. Definisi Cushing Syndrom........................................................................ 4

2.2. Prevalensi Cushing Syndrom..................................................................... 4

2.3. Klasifikasi Cushing Syndrom.................................................................... 5

2.4. Etiologi Dan Faktor Resiko Cushing Syndrom........................................... 5

2.5. Manifestasi Klinis Cushing Syndrom.......................................................... 6-7

2.6. Patofisiologi Cushing Syndrom................................................................. 8-9

2.7. Pemeriksaan Diagnostik Dan Penunjang Cushing Syndrom...................... 10-11

2.8. Penatalaksanaan Medis Cushing Syndrom................................................. 12-14

2.9. Komplikasi Cushing Syndrom................................................................... 15-16

Bab 3 Tinjauan Kasus

3.1. Kasus Cushing Syndrom............................................................................. 17

3.2. Asuhan Keperawatan Cushing Syndrom..................................................... 17-20


Bab 4 Penutup

4.1.Kesimpulan................................................................................................... 21

4.2.Saran............................................................................................................. 21

Daftar Pustaka
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hiperkortikolisme atau disebut cushing syndrom pertama kali dijabarkan oleh Harvey Cushing
pada tahun 1932. Cushing syndrom adalah keadaan yang disebabkan oleh aktivitas berlebih
kelenjar adrenal dengan konsekuensi hipersekresi glukokortikoid.

Penyakit ini terjadi karena korteks adrenal khususnya di bagian zona fasikulata yang
memproduksi glukokortikoid secara berlebihan dikarenakan berlebihnya aktivitas kelenjar
adrenal atau pemberian dosis farmakologi senyawa-senyawa glukokortikoid. Hal ini dapat
menyebabkan perubahan berbagai kondisi di dalam tubuh khususnya fungsi metabolik seperti;
metabolisme protein, metabolisme karbohidrat, metabolisme lemak, dan produksi androgen yang
berlebih. Oleh karena itu, penderita cushing syndrom akan muncul manifestasi klinis; penipisan
rambut kepala, penumpukan lemak dorsoservikal/ punuk kerbau/ buffalo hump, “Moon face”,
hersulisme dan jerawat, ekimosis, striae dan obesitas badan tubuh, hipertensi, resistansi insulin,
kekurangan jaringan protein, dan kelemahan otot.

Prevalensi Cushing Syndrom diperkirakan 1:10.000 di antara populasi perempuan dan


1:30.000 di antara populasi laki-laki. Prevalensi berdasarkan Indonesian Journal of Clinical
Pathology and Medical Laboratory.

Insiden sindrom Cushing diperkirakan sama dengan 1-3 kasus per satu juta penduduk per tahun,
sedangkan prevalensi terdekat 40 kasus per satu juta penduduk. Dari catatan, prevalensi
hiperkortisolisme adalah dianggap sama dengan 2-5% pasien dengan diabetes dan hipertensi
buruk yang dikontrol. Dominan terjadi umumnya pada perempuan dengan 3: 1. Prevalensi
berdasarkan Orphanet Journal of Rare Disease.

Disini peran perawat terhadap pasien dengan cushing syndrom meliputi beberapa upaya yang
terdiri dari; upaya promotif yaitu upaya peningkatan pengetahuan tentang pencegahan dan cara
pengobatan penyakit cushing syndrom melalui pendidikan dan pelatihan petugas pelayanan
kesehatan mengenai cara pengobatan, penyuluhan, penyebarluasan informasi, peningkatan
kebugaran jasmani, peningkatan gaya hidup sehat dan peningkatan gizi. Upaya Preventif adalah
upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat penyakit cushing
sindrom yang meliputi Pencegahan Primer dan Pencegahan Sekunder. Pencegahan Primer
merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakit pada individu-individu
yang sehat. Pencegahan Primer adalah pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control)
antara lain yakni pendidikan kesehatan, pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus
(anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium rutin), dan penelitian kesehatan
sedangkan pencegahan sekunder merupakan upaya perawat untuk menemukan tanda dan gejala
penyakit cushing sindrom sedini mungkin, mencegah meluasnya penyakit, dan mengurangi
bertambah beratnya penyakit, diantaranya; pengawasan dan penyuluhan untuk klien cushing
sindrom, agar klien tersebut benar-benar mengetahui cara pengobatan dan cara mengurangi
gejala yang bisa dimunculkan dari penyakit cushing sindrom ini, pengamatan langsung mengenai
perawatan klien cushing sindrom, case-finding secara aktif, mencakup indentifikasi cushing
sindrom pada orang yang dicurigai dan rujukan pemeriksaan kadar kortisol yang tinggi dalam
plasma darah.

Upaya kuratif dan rehabilitatif adalah upaya pengobatan penyakit cushing sindrom yang
bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, dan menurunkan tingkat
kejadian penyakit cushing sindrom.

Menurut Joice M Black dan Jane Hawson di dalam buku keperawatan medikal bedah edisi 8
buku 2 bahwa hiperkortikolisme iatrogenik ( akibat medikasi ) menempati urutan pertama karena
frekuensi pengobatan yang sering menggunakan glukokortikoid dosis tinggi dan berdasarkan
angka kejadian yang ada yang dimunculkan oleh penyakit cushing sindrom. Oleh karena itu,
diharapkan makalah ini dapat membantu tenaga medis dapat berhati-hati atau memperhatikan
dosis untuk pemberian farmakologi senyawa-senyawa glukokortikoid kepada pasien karena akan
berdampak pada metabolisme tubuh. Dan peran perawat dituntut terutama untuk dapat
melakukan tindakan keperawatan dalam pencegahan, penanggulangan maupun perawatan dalam
proses penyembuhan. Maka disusunlah makalah ini sebagai referensi dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan cushing sindrom, sehingga perawat tahu dan mampu untuk
menerapkannya dalam praktek keperawatan.
1.2 Tujuan

a. Tujuan umum

Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan cushing


syndrom.

b. Tujuan khusus

1. Mampu memahami definisi cushing syndrome

2. Mengetahui prevalensi cushing syndrome

3. Mampu memahami klasifikasi cushing syndrome

4. Mampu memahami etiologi dan faktor resiko cushing syndrome

5. Mampu memahami manifestasi klinis cushing syndrome

6. Mampu memahami patofisiologi cushing syndrome

7. Mampu memahami pemeriksaan diagnostik dan pemeriksaan penunjang cushing


syndrome

8. Mampu memahami penatalaksanaan medis cushing syndrome

9. Mampu memahami komplikasi cushing syndrome

10. Mampu memahami asuhan keperawatan cushing syndrom

1.3 Ruang Lingkup

Dalam penulisan makalah ini, penulis hanya membahas mengenai penyakit cushing
syndrom dan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit cushing syndrom.
BAB 2

TEORI

2.1 Definisi Cushing Syndrom

Hiperkortikolisme atau disebut cushing syndrom pertama kali dijabarkan oleh Harvey Cushing
pada tahun 1932. Cushing syndrom adalah keadaan yang disebabkan oleh aktivitas berlebih
kelenjar adrenal dengan konsekuensi hipersekresi glukokortikoid.

Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari
peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi
secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid.

Cushing syndrom merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan keadaan akibat
peningkatan konsentrasi glukortikoid di sirkulasi darah.

Jadi, Cushing syndrom adalah suatu keadaan dari efek metabolik gabungan yang disebabkan
oleh aktivitas berlebih kelenjar adrenal atau pemberian dosis farmakologi senyawa-senyawa
glukokortikoid yang menyebabkan hipersekresi glukokortikoid.

2.2 Prevalensi Cushing Syndrom

Prevalensi Cushing Syndrom diperkirakan 1:10.000 di antara populasi perempuan dan


1:30.000 di antara populasi laki-laki. Prevalensi berdasarkan Indonesian Journal of Clinical
Pathology and Medical Laboratory.

Insiden sindrom Cushing diperkirakan sama dengan 1-3 kasus per satu juta penduduk per tahun,
sedangkan prevalensi terdekat 40 kasus per satu juta penduduk. Dari catatan, prevalensi
hiperkortisolisme adalah dianggap sama dengan 2-5% pasien dengan diabetes dan hipertensi
buruk yang dikontrol. Dominan terjadi umumnya pada perempuan dengan 3: 1. Prevalensi
berdasarkan Orphanet Journal of Rare Diseases.
2.3 Klasifikasi Cushing Syndrom

Klasifikasi Cushing Syndrom terbagi menjadi 2 yaitu:

a. ACTH Dependent ( Tergantung ACTH )

Hiperfungsi korteks adrenal mungkin dapat disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar hipofisis
yang abnormal berlebihan. Tipe ini mula-mula dijelaskan oleh oleh Hervey Cushing pada tahun
1932, maka keadaan ini disebut juga sebagai penyakit cushing. Bagian dari ACTH Dependent
yakni hiperfungsi korteks adrenal nontumor dan syndrom ACTH ektopik.

b. ACTH Independent ( Tak Tergantung ACTH )

Adanya adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH, selain itu terdapat bukti-bukti histologi
hiperplasia hipofisis kortikotrop, masih tidak jelas apakah kikroadenoma maupun hiperplasia
timbal balik akibat gangguan pelepasan CRH (Corticotropin Releasing Hormone) oleh
neurohipotalamus. Bagian dari ACTH Independent yakni hiperplasia korteks adrenal autonom
dan hiperfungsi korteks adrenal tumor ( adenoma dan karsinoma ).

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko Cushing Syndrom

Hiperkortikolisme iatrogenik ( akibat medikasi ) menempati urutan pertama karena frekuensi


pengobatan yang sering menggunakan glukokortikoid dosis tinggi. Hipersekresi kortisol dapat
disebabkan oleh tumor atau hiperplasia adrenal yang berakibat overproduktif ACTH. Tumor
adrenal bertanggung jawab pada 30% kasus cushing syndrom. Sebagian besar ( 85%) adalah
jinak, tetapi 15% adalah ganas. Ada dua sumber sekresi berlebih dari ACTH.

a. Hipersekresi hipofisis atau tumor hipofisis, yaitu sebuah tumor jinak baik itu adenoma
basofilik sel kecil atau adenoma kromofob sel besar yang menyebabkan sekitar 70%
cushing syndrom. Tumor kelenjar hipofise menghasilkan ACTH dalam jumlah yang
berlebihan sehingga menyebabkan kelebihan glukokortikoid disebut sebagai cushing
disease.

b. Sekresi ektopik ACTH (Syndrom ACTH ektopik) Tumor ektopik yang menghasilkan
hormon ACTH. Tumor ini jarang terjadi, dimana tumor terbentuk pada organ yang tidak
memproduksi ACTH atau di luar kelenjar hipofisis, kemudian tumor menghasilkan
ACTH dalam jumlah berlebihan. Tumor yang sering menghasilkan sekresi ACTH di luar
hipofisis adalah karsinoma sel paru sebesar biji, karsinoma sel pankreatik, tumor
karsinoid paru, usus, timus dan ovarium.

Cushing syndrom iatrogenik, bentuk lain dari penyakit, berasal dari eksogen (aslinya dari
luar tubuh, misal dari suplementasi obat), pemberian glukokortikoid sintesis dalam
jumlah di atas kondisi suprafisiologi.

2.5 Manifestasi Klinis Cushing Syndrom

Tanda dan gejala cushing syndrom bervariasi, akan tetapi kebanyakan orang dengan gangguan
tersebut memiliki obesitas tubuh bagian atas, wajah bulat, peningkatan lemak di sekitar leher,
dan lengan yang relatif ramping dan kaki. Anak-anak cenderung untuk menjadi gemuk dengan
tingkat pertumbuhan menjadi lambat. Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita
cushing syndrom antara lain :

a. Rambut tipis

b. Moon face

c. Penyembuhan luka buruk

d. Mudah memar karena adanya penipisan kulit

e. Petekie

f. Kuku rusak

g. Kegemukan dibagian perut

h. Kurus pada ekstremitas

i. Striae

j. Osteoporosis

k. Diabetes Melitus
l. Hipertensi

m. Neuropati perifer

Tanda-tanda umum dan gejala lainnya termasuk :

a. Kelelahan yang sangat parah

b. Otot-otot yang lemah

c. Tekanan darah tinggi

d. Glukosa darah tinggi

e. Rasa haus dan buang air kecil yang berlebihan

f. Mudah marah, cemas, bahkan depresi

g. Punuk lemak (fatty hump) antara dua bahu.

Manifestasi berdasarkan Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Buku 2 ( Joice M Black &
Hawson Jane, 2014) :

a. Perubahan mood dan perubahan personalitas psikosis “steroid”

b. Penipisan rambut kepala

c. Penumpukan lemak dorsoservikal/ punuk kerbau/ buffalo hump

d. Katarak subkapsular posterior ( peningkatan tekanan intraokula )

e. “Moon face”

f. Pipi kemerahan ( ekimosis )

g. Hersulisme dan jerawat

h. Ekimosis

i. Penyembuhan luka yang buruk (Peningkatan dugaan infeksi, Fragilitas kapiler)


j. Striae dan obesitas badan tubuh

k. Hipertensi

l. Resistansi insulin

m. Kekurangan jaringan protein, kelemahan otot, ekstremitas yang ramping

n. Osteoporosis

o. Nekrosis tulang aseptic

p. Fraktur patologis

2.6 Patofisiologi

Glukokortikoid meningkat karena berbagai faktor baik dari luar maupun dalam tubuh. Fungsi
metabolik glukokortikoid atau kortisol yang stabil dipengaruhi oleh jumlah sekresi
glukokortikoid atau kortisol. Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan perubahan berbagai
kondisi di dalam tubuh khususnya fungsi metabolik seperti dibawah ini:

a. Metabolisme protein

Efek katabolik dan anabolik pada protein yang dimiliki glukokortikoid menyebabkan
menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk mensistesis protein. Kortisol
menekan pengangkutan asam amino ke sel otot dan mungkin juga ke sel ekstrahepatika
seperti jaringan limfoid menyebabkan konsentrasi asam amino intrasel menurun sehingga
sintesis protein juga menurun. Sintesis protein yang menurun memicu peningkatan
terjadinya proses katabolisme protein yang sudah ada di dalam sel. Proses katabolisme
protein ini dan proses kortisol memobilisasi asam amino dari jaringan ekstrahepatik akan
menyebabkan tubuh kehilangan simpanan protein pada jaringan perifer seperti kulit, otot,
pembuluh darah, dan tulang atau seluruh sel tubuh kecuali yang ada di hati. Oleh karena
itu secara klinis dapat ditemukan kondisi kulit yang mengalami atropi dan mudah rusak,
luka-luka sembuh dengan lambat. Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit
menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot mengalami atropi
dan menjadi lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan
penyokong pembuluh darah menyebabkan mudah timbul luka memar. Matriks protein
tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah
terjadi fraktur patologis. Kehilangan asam amino terutama di otot mengakibatkan
semakin banyak asam amino tersedia dalam plasma untuk masuk dalam proses
glukoneogenesis di hati sehingga pembentukan glukosa meningkat.

b. Metabolisme karbohidrat

Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat untuk merangsang glukoneogenesis yaitu


pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat lain oleh hati. Seringkali
kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali lipat. Salah satu efek
glukoneogenesis yang meningkat adalah jumlah penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati
yang juga meningkat.

Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa oleh kebanyakan


sel tubuh. Glukokortikoid menekan proses oksidasi nikotinamid-adenin- dinukleotida
(NADH) untuk membentuk NAD Karena NADH harus dioksidasi agar menimbulkan
glikolisis, efek ini dapat berperan dalam mengurangi pemakaian glukosa sel. Peningkatan
kecepatan glukoneogenesis dan kecepatan pemakaian glukosa oleh sel berkurang dapat
meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Glukosa darah yang meningkat merangsang
sekresi insulin.

Peningkatan kadar plasma insulin ini menjadi tidak efektif dalam menjaga glukosa
plasma seperti ketika kondisi normal. Tingginya kadar glukokortikoid menurunkan
sensitivitas banyak jaringan, terutama otot rangka dan jaringan lemak, terhadap efek
perangsangan insulin pada ambilan dan pemakaian glukosa.

Efek metabolik meningkatnya kortisol dapat menganggu kerja insulin pada sel-sel perifer,
sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia. Pada seseorang yang
mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari glukokortikoid akan
dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa.
Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu
untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.
c. Metabolisme lemak

α gliserofosfat yang berasal dari glukosa dibutuhkan untuk penyimpanan dan


mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel lemak. Jika α gliserofosfat tidak ada maka
sel lemak akan melepaskan asam lemak. Asam lemak akan dimobilisasi oleh kortisol
sehingga konsentrasi asam lemak bebas di plasma meningkat. Hal ini menyebabkan
peningkatan pemakaian untuk energi dan penumpukan lemak berlebih sehingga obesitas.
Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh menimbulkan obesitas
wajah bulan (moon face). Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal
(punguk bison), Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat
atropi otot memberikan penampilan klasik berupa penampilan Chusingoid.

d. Adanya peningkatan produksi androgen dapat menyebabkan virilisme (karakteristik


maskulin) pada wanita. Manifestasi virilisme termasuk jerawat, penipisan rambut kepala,
dan hirsutisme ( kelebihan rambut di seluruh tubuh seperti gambaran pria).

2.7 Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang Cushing Syndrom

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar glukosa darah,


natrium, kadar kalium, dan jumlah sel eosinofil. Selain itu, dilakukan juga pengambilan
sampel urin untuk mengetahui kadar kortisol plasma.

Pengukuran kadar kortisol bebas dilakukan dalam 24 jam dan pengumpulan urin 24 jam
untuk memeriksa kadar 17-hidroksikortisteroid serta 17-ketosteroid yang merupakan
metabolit kortisol dan androgen dalam urin. Pada sindrom cushing, kadar metabolit ini
dan kadar kortisol plasma akan meningkat.

Indikator sindrom cushing lainnya yaitu terjadinya peningkatan kadar natrium, glukosa
darah, penurunan kadar kalium serum, penurunan jumlah sel-sel eosinofil dan
menghilangnya jaringan limfoid ( Brunner & Suddarth, 2014 )
b. Pemeriksaan Supresi Deksametason

Test supresi deksametason, untuk menegakkan diagnosis penyebab sindrom cushing


apakah dari hipofisis/adrenal. Deksametason diberikan pada pukul 11 malam dan kadar
kortisol plasma diukur pada pukul 8 pagi berikutnya.

Tes supresi deksametason dapat membantu menegakkan diagnosis sindroma Cushing.


Tes ini untuk menilai apakah mekanisme umpan balik glukokortikoid-ACTH masih baik.
Penderita dengan sekresi ACTH atau kortisol tinggi resisten terhadap supresi
deksametason. Tes dilakukan dengan memberikan 1 mg deksametason pada tengah
malam selanjutnya kortisol plasma diukur pada jam 8 pagi. Dosis deksametason ini
cukup untuk menekan sekresi ACTH atau kortisol pada orang normal, tetapi tidak
berlaku pada penderita sindroma Cushing. Pada orang normal kadar kortisol akan
tertekan hingga < 5 μg/dl sedangkan pada penderita sindroma Cushing kadarnya > 5
μg/dl bahkan sering > 10 μg/dl.

Kadar ACTH dapat digunakan untuk membedakan penyebab sindroma Cuhing,


tergantung ACTH atau tidak tergantung ACTH. Sebagian besar tumor adrenal (tipe tidak
tergantung ACTH) menyebabkan kadar ACTH rendah atau tidak terukur. Apabila kadar
yang terukur < 10 pg/ml berarti sindroma Cushing tidak tergantung ACTH, antara 10–
20 pg/ ml berarti indeterminate dan tes harus diulang. Apabila kadarnya > 20 pg/ml
berarti sindroma Cushing tergantung ACTH.

c. Pemeriksaan CT Scan, USG, atau MRI

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui lokasi jaringan adrenal atau mendeteksi
tumor pada kelenjar adrenal.

CT scan atau MRI pada hipofisis bisa menunjukkan adanya adenoma, atau CT scan
dengan hasil yang abnormal bisa mengungkapkan adanya lesi adrenal.
2.8 Penatalaksaan Medis Cushing Syndrom

a. Pituitary Adenoma

Pengobatan yang paling banyak digunakan adalah operasi pengangkatan tumor, dikenal
sebagai transsphenoidal adenomektomi. Menggunakan mikroskop khusus dan instrumen,
pembedahan kelenjar pituitari melalui lubang hidung. Keberhasilan, atau penyembuhan,
tingkat dari prosedur ini adalah lebih dari 80% bila dilakukan oleh seorang ahli bedah
dengan pengalaman yang luas. Jika operasi gagal, operasi dapat diulang, seringkali
dengan hasil yang baik.

Setelah operasi pituitari kuratif, produksi ACTH dua tingkat di bawah normal. Penurunan
ini wajar dan bersifat sementara, dan pasien diberi hydrocortisone atau prednisone untuk
mengkompensasi kortisol. awalnya dengan dosis 40 mg saat bangun di pagi hari, dan 20
mg pada jam 5-6 sore ini merujuk ke dosis penggantian rutin setelah beberapa hari, sesuai
kondisi pasien. Kebanyakan orang bisa berhenti terapi penggantian ini dalam waktu
kurang dari 1 atau 2 tahun, tetapi beberapa harus seumur hidup.

Jika operasi transsphenoidal gagal , terapi radiasi adalah pengobatan alternatif. Radiasi ke
kelenjar pituitari diberikan selama periode 6 minggu, dengan peningkatan yang terjadi
pada 40-50% dari orang dewasa dan sampai 85% anak-anak. teknik lain, yang disebut
stereotactic radiasi radiosurgery atau gamma knife digunakan untuk mencegah tumor
hipofisis lokal invasif melebihi struktur, dapat diberikan perawatan dosis tinggi tunggal
beberapa bulan atau tahun sebelum orang merasa lebih baik dari pengobatan radiasi saja.
Menggabungkan radiasi dengan obat penghambat kortisol dapat membantu mempercepat
pemulihan.

Obat yang digunakan dalam kombinasi untuk mengontrol produksi kelebihan kortisol
adalah ketoconazole, Mitotane, aminoglutethimide, dan metyrapo.

1. Metyrapone

Metyrapone digunakan dalam perawatan, kontrol, pencegahan, dan perbaikan


penyakit, kondisi dan gejala diagnosis insufiensi adrenal. Metyrapone
meningkatkan kondisi pasien dengan menghambat produksi kortisol dan
kortikosteron berlebih.

Metyrapon adalah inhibitor short-acting sintesis kortisol dengan onset cepat


tindakan. kadar kortisol serum jatuh dalam empat jam dari dosis awal dan
perawatan diperlukan untuk menghindari overtreatment. Dosis awal rutin adalah
250 mg tiga kali per hari dengan penilaian ulang dari tingkat kortisol 72 jam
kemudian dan dosis titrasi sesuai sampai tingkat kortisol rata-rata antara 150 dan
300 nmol / l (5,5-11mg / dl) tercapai. Pada pasien dengan hypercortisolaemia
parah hingga 8 g/hari dalam 3-4 dosis terbagi mungkin diperlukan. Keterbatasan
utama dari metyrapone adalah pada wanita sebagai akumulasi kortisol prekursor
hasil androgen tinggi yang sering dimanifestasikan sebagai hirsutisme dan jerawat.
Meskipun tingkat prekursor mineralokortikoid yang ditinggikan, hipokalemia,
hipertensi dan edema tidak masalah, karena manfaat dari tingkat kortisol yang
beredar lebih rendah. pada pasien dengan penyakit Cushing yang tergantung pada
hipofisis, tingkat ACTH meningkat tetapi tidak ada bukti bahwa hasil ini di
tachyphylaxis.

2. Ketoconazole

Ketoconazol adalah turunan imidazol dikembangkan sebagai agen antijamur oral


yang menghambat kolesterol, steroid seks dan sintesis kortisol dengan bertindak
pada enzim lyase 11β-hidroksilase dan C17-20 . Ini adalah agen yang paling
sering digunakan dalam pengobatan sindrom Cushing dengan menghambat
steroidogenesis. Agen Dosis Metyrappone 750-8,000 mg hypoadrenalism harian.
Efek samping: mual, nyeri perut, hirsutisme, jerawat. Ketokonazol 400-1,200 mg
sehari onset lambat dari tindakan. Efek samping: mengganggu gastro-intestinal,
ruam, normal LFT, ginekomastia dan mengurangi libido pada pria.

Mitotane 500-4,000 mg sehari titrasi dosis bertahap.Menghindari kehamilan


hingga lima tahun setelah menghentikan obat, dosis menjadi 200 mg dua kali
sehari.
Berbeda dengan metirapon yang dapat mengambil beberapa minggu untuk
melihat manfaat penuh dari penyesuaian dosis dan ada risiko kurang lebih
pengobatan dan hypoadrenalism. Dengan waktu yang efektif untuk
mengendalikan gejala sindrom Cushing dan pada wanita sifat antiandrogenic nya
adalah baik tetapi pada pria, ginekomastia dan mengurangi libido telah dilaporkan.
Efek samping yang paling umum adalah gangguan gastrointestinal dan ruam kulit,
tetapi disfungsi enzim hati dapat terjadi sampai dengan 10% kasus, yang jarang
terjadi gagal hati akut dan kematian. Ketokonazol memiliki manfaat tambahan
mengurangi total kolesterol dan LDL kolesterol .

b. Sindrom ACTH Ektopik

Untuk menyembuhkan kelebihan produksi kortisol yang disebabkan oleh sindrom ACTH
ektopik, semua jaringan kanker yang mensekresi ACTH harus dihilangkan. Pilihan
pengobatan kanker dengan operasi, radiasi, kemoterapi, imunoterapi, atau kombinasi dari
perawatan, tergantung pada jenis kanker dan seberapa jauh ia telah menyebar. Karena
tumor ACTH mensekresi mungkin kecil atau luas pada saat diagnosis, membuat mereka
sulit untuk menemukan dan mengobati secara langsung, obat kortisol penghambat adalah
bagian penting dari pengobatan. Dalam beberapa kasus, jika pengobatan lainnya gagal,
operasi pengangkatan kelenjar adrenal, yang disebut adrenalektomi bilateral, dapat
menggantikan terapi obat.

c. Bilateral Laparoskopi adrenalectomy

Bilateral adrenalectomy laparoskopi merupakan pilihan pengobatan yang sangat baik


untuk pasien dengan sindrom ACTH setelah operasi pituitari gagal atau ketika sumber
ACTH tidak dapat direseksi pada pasien dengan sindrom ACTH ektopik. Adrenalektomi
bilateral berhubungan dengan cedera jaringan jauh lebih sedikit pada pasien yang
immunocompromised. Keuntungannya adalah visibilitas yang lebih baik dari bidang
bedah, sehingga menurunkan risiko sisa-sisa dipertahankan dan jaringan sisanya adrenal.
2.9 Komplikasi

Komplikasi dari cushing syndrom diantaranya adalah :

a. Steroid Dementia Syndrome

Pajanan glucocorticoid jangka panjang menyebabkan Cushing Syndrome. Salah satu


komplikasinya adalah defisit kemampuan kognitif yang dikenal dengan steroid dementia
syndrome.

Reseptor glucocorticoid banyak terdapat di seluruh korteks serebri, terutama


hippocampus. Sebagai konsekuensinya, hippocampus lebih rentan mengalami gangguan
akibat kondisi hiperkortisol.

Akibatnya terjadi gangguan fisiologi dan struktural otak, yaitu penurunan volume
kortikal (korteks) dan hippocampus. Area kognitif yang mengalami penurunan, terutama
adalah daya ingat, atensi, dan kemampuan verbal.

Setelah pasien kembali ke kondisi eucortisol, terjadi perbaikan struktural otak disertai
perbaikan gejala defisit kognitif. Akan tetapi, beberapa gangguan kognitif tidak hilang
sepenuhnya, terutama area daya ingat, atensi, dan kemampuan verbal. Hal ini
menandakan komplikasi steroid dementia syndrome tidak sepenuhnya reversible.

b. Cerebro-Vascular Disease (Stroke)

Salah satu komplikasi dari adrenalectomy adalah terjadinya peningkatan koagulasi oleh
factor V (Proakselerin), factor VIII (antihemofilia) dan factor II (prothrombin / protein
plasma yang tidak stabil mudah pecah menjadi senyawa-senyawa yang lebih kecil ).

Mekanisme ini dimulai bila terjadi trauma pada dinding pembuluh darah dan jaringan
yang berdekatan pada darah sehingga terjadi pembentukan aktivator protrombin.

Akibatnya adalah terbentuk tromboemboli yang dapat menghambat aliran darah menuju
otak sehingga terjadi Cerebro-Vascular Disease
c. Bone Complication

Osteoporosis dan fracture adalah komplikasi yang biasanya terjadi pada Cushing
syndrome.Glukokortikoid mempunyai efek katabolik dan antianabolik pada protein,
menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk mensistesis
protein, sebagai akibatnya terjadi kehilangan protein pada jaringan seperti kulit, otot,
pembuluh darah, dan tulang. Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan
osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis.
BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 Kasus Cushing Syndrom

Seorang klien dirawat di RS Pemerintahan dengan keluhan ada perubahan penampilan selama
12 bulan terakhir yaitu pertumbuhan rambut di wajah yang berlebihan dan menstruasi yang
sedikit dan tidak teratur. Dari hasil anamnesa didapatkan data klien mengeluh pipinya bertambah
gemuk dan wajahnya selalu merah, kemudian kulit menjadi berminyak dan timbul jerawat.
Terjadi pertumbuhan rambut yang nyata pada dagu dan di atas bibir, klien mengalami stretch
mark merah pada perutnya. Pemeriksaan penunjang menunjukkan peningkatan kadar kortisol
bebas dalam urin dan konsentrasi kortisol plasma 1059 nmol/L pada pukul 09.00 dan 1003
nmol/L saat tengah malam. Konsentrasi ACTH pada pukul 09.00 adalah 230 mg/L. Pemeriksaan
MRI hipofisis menunjukkan abnormalitas pada sisi kiri kelenjar. Klien mendapatkan obat
ketoconazole (nizoral) dan metyrapone (metopirone). Klien bertanya bagaimana bisa terkena
penyakit ini. Dioagnosa medis klien cushing syndrom, perawat dan dokter serta paramedik
lainnya yang terkait melakukan perawatan secara integrasi untuk menghindari/ mengurangi
resiko komplikasi lebih lanjut.

3.2 Asuhan Keperawatan Cushing Syndrom

Data Fokus :

1. Klien mengeluh perubahan penampilan selama 12 bulan terakhir: pertumbuhan rambut di


wajah yang berlebihan dan menstruasi sedikit dan tidak teratur

2. Klien mengeluh pipinya bertambah gemuk

3. Klien mengeluh wajahnya selalu merah

4. Klien mengeluh kulit wajahnya menjadi berminyak dan timbul jerawat

5. Klien mengeluh pertumbuhan rambut yang nyata pada dagu dan di atas bibir

6. Klien mengeluh stretch mark merah pada perutnya


Data Subjektif :

1. Klien mengeluh seluruh badannya lemah

2. Klien mengatakan ada memar dan lukanya sulit sembuh

3. Klien mengatakan aktivitasnya sehari-hari dibantu keluarga

1. Hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan peningkatan kadar kortisol bebas dalam


urin dan konsentrasi kortisol plasma 1059 nmol.L pada pukul 09.00 dan 1003 nmol/L
saat tengah malam

2. Konsentrasi ACTH pada pukul 09.00 adalah 230 ng/L

3. Pemeriksaan MRI hipofisis menunjukkan abnormalitas pada sisi kiri kelenjar

4. Diagnosa medis klien sindrom cushing

Data Objektif :

1. Klien tampak kemampuan berdiri dan duduk terbatas

2. Kelembapan kulit klien menurun


ANALISIS DATA

Data Fokus Etiologi Masalah


Ds : - Tumor adrenokortikal, Intoleransi Aktivitas
- Kelemahan secara hyperplasia adrenal, dan tumor
menyeluruh ekstra pituitary
Do : - Sekresi kortisol
- Kemampuan Berdiri Dari - Kadar kortisol dalam darah
Posisi Duduk - Produksi protein
- Aktivitas Dibantu Keluarga - Pembentukan energy
Dan Perawat - Intoleransi aktivitas
- Tirah Baring/Imobilisasi
Ds : - Tumor adrenokortikal, Kerusakan integritas kulit
- Klien mengatakan ada hyperplasia adrenal, dan tumor
memar dan lukanya sulit ekstra pituitary
sembuh - Sekresi kortisol
Do : - Kadar kortisol dalam darah
- Terdapat memar dan ada - Produksi protein
luka yang belum sembuh - Protein kulit hilang
- Kelembapan kulit - Kerusakan integritas kulit
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan turgor
Ds : - Pemakaian obat Gangguan citra tubuh
- Penolakan terhadap berbagai glukokortikoid dalam jangka
perubahan actual panjang
- Perasaan negative mengenai - Kadar kortisol dalam darah
bagian tubuh (Perasaan tidak - Distribusi jaringan adipose
berdaya) - Moon face, buffalo hump
- Keputusasaan atau tidak ada - Gangguan citra tubuh
kekuatan
Do :
- Adanya mood face, buffalo
hump, obesitas
- Perubahan struktur dan atau
fungsi actual
Ds : - Tumor adrenokortikal, Kelebihan volume cairan
- Perubahan haluaran urine hyperplasia adrenal, dan tumor
Do : ekstra pituitary
- Haluaran urine dan adanya - Sekresi kortisol
glukosuria - Kadar kortisol dalam darah
- Retensi natrium
- Penumpukan cairan
- Gangguan keseimbangan
cairan
Ds : - Pemakaian obat Nyeri
- Melaporkan nyeri baik glukokortikoid dalam jangka
secara verbal maupun panjang
nonverbal - Kadar kortisol dalam darah
Do : - Sekresi lambung
- Posisi untuk mengurangi - Ulkus
nyeri - Nyeri
- Tingkah laku ekspersif
(Gelisah, meringis, dan
mengeluh)
- Perubahan dalam nafsu
makan
Ds : - Tumor adrenokortikal, Resiko cedera
- Keterbatasan kemampuan hyperplasia adrenal, dan tumor
untuk melakukan keterampilan ekstra pituitary
motorik halus - Sekresi kortisol
Do : - Kadar kortisol dalam darah
- Keterbatasan ROM - Produksi protein
- Protein jaringan hilang
- Atropi otot
- Resiko cedera

DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol dalam
darah meningkat
b. Resiko cedera berhubungan dengan kelemahan
c. Resiko infeksi berhubungan dengan perubahan metabolism protein dan respons
imflamasi
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, keletiham
e. Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, keletihan
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, gangguan pemulihan, dan kulit
yang tipis dan rapuh
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan, gangguan fungsi
seksual, dan penurunan tingkat aktivitas
h. Gangguan proses pikir berhubungan dengan ketidakstabilan alam perasaan, iritabilitas,
dan depresi
i. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan stress atau depresi
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari
peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini dapat terjadi
secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik senyawa-senyawa glukokortikoid.

4.2 Saran

Dengan selesainya makalah ini disusun, penulis berharap pembaca dapat mempelajari dan
memahami tentang gangguan kelenjar adrenal sindrom cushing. Penulis juga mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun, sehingga penulis dapat menjadi lebih baik untuk
masa yang akan datang dalam penyusunan makalah.
Daftar Pustaka

Jenifer P.kowalak (2013). Buku Ajar Patofisiologi alih bahasa dr Andri hartono, EGC : Jakarta.

Bruner dan suddart (2014). Keperawatan Medikal Bedah alih bhasa Devi Yulianti, Amelia kimin.
EGC : Jakarta.

Robbins & Cotran (2009). Buku saku dasar patologis penyakit, edisi 7, cetakan pertama. EGC :
Jakarta.

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan NANDA, Intervensi NIC,
Kriteria Hasil NOC, edisi.9.Jakarta : EGC

M.Black Joyce. 2009. Keperawatan Medikal Bedah. Manajemen kilnis untuk hasil yang
diharapkan, edisi bahasa Indonesia. Edisi 8.Buku 2. Salemba Medika : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai