Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

METODOLOGI KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN ADDISON SYNDROME

DISUSUN OLEH

NAMA : JULISTISYA VINNY KANAKANG

NIM : 1901030

KELAS : KEPERAWATAN IIIA

JURUSAN KESEHATAN PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

POLITEKNIK NEGERI NUSA UTARA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-
Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat di selesaikan.
Makalah ini saya susun sebagai tugas dari mata kuliah “Metodologi Keperawatan”.
Demikian makalah ini saya susun semoga bermanfaat bagi pembaca dan dapat memenuhi tugas
mata kuliah “Metodologi Keperawatan”. Tidak lupa pula saya mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.

Tahuna, 27 Agustus 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................................
Daftar Isi…………………………………………………………………………………...
Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang................................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................
1.3. Tujuan ............................................................................................................................
Bab II Pembahasan
2.1. Definisi Addison..............................................................................................................
2.2. Klasifikasi……………………………………………………………………………….
2.3. Etiologi………………………………………………………………………………….

2.4. Patofisiologi……………………………………………………………………………..
2.5. Tanda Dan Gejala………………………………………………………………………..

2.6. Komplikasi……………………………………………………………………………….
2.7. Penatalaksanan……………………………………………………………………………
2.8. Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………………………..
Bab III Asuhan Keperawatan
3.1. Data Dasar Pengkajian Pasien……………………………………………………………..
3.2. Diagnosa Dan Intervensi…………………………………………………………………...
Bab IV Penutup
4.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………….
4.2 Saran…………………………………………………………………………………………
Daftar Pustaka...............................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Sindrom insufisiensi korteks adrenal terjadi akibat defisiensi sekresi kortisol dan aldosterone.
Apabila tidak diobati, maka penyakit ini dapat menyebabkan kematian. Penyebaba utama
insufisiensi korteks adrenal adalah (1) penyakit primer korteks adrenal atau (2) defisiensi sekresi
hormone adrenokortikotropik (ACTH).defisisensi corticotropin-realising-hormone (CRH) saja
dapat meyebabkan defisiensi ACTH dan kortisol. Tetapi penyakit ini hanya dijumpai pada pajajn
kronik glukookortikoid dosis farmakologik atau setelah pengangkatan adenoma adrenokorteks
penghasil kortisol.

Apabila penyebab insufisiensi korteks adrenal adalah suatu proses patologik dikorteks adrenal,
maka penyakit ini disebut penyakit Addison. Pasien dengan penyakit Addison memperlihatkan
ketiga zona korteks sehingga terjadi difisiensi semua sekresi korteks adrenal: kortisol,
aldosterone, dan androgen. Kadang-kadang pasien datang dengan defisiensi parsial sekresi
hormone korteks adrenal. Defisiensi ini dijumpai pada kasus-kasus hipoaldesteronisme-
hiporeninemik, yang hanya mengenai sekresi aldesteron, atau hiperplasi adrenal konginetal,
dengan suatu defek enzim persial yang hanya menghambat sekresi kortisol.

Penyakit Addison jarang dijumpai dan memiliki prevalensi 4 dari 100.000 orang; dua pertiga
pasien adalah perempuan. Diagnose ditegakkan antara usia 20 dan 50 tahun. Dahulu,
tuberkolosis adalah penyabab utama penyaki Addison. Saat ini, dengan kemoterapi yang lebih
baik, hanya sedikit pasien tuberkolosis yang mempunyai insufisiensi adrenal. Kerusakan korteks
adrenal merupakan akibat dari proses autoimun pada lebih dari 50% pasien penyakit Addison.
Autoantibodi adrenal ditemukan dalam titer tinggi pada sebagian pasien dengann penyakit
Addison. Antibody ini bereaksi dengan antigen dikorteks adrenal, termasuk enzim 21
hidroksilase dan menyebabkan reaksi peradangan yang akhirnya menghancurkan kelenjar
adrenal. Biassanya lebih dari 80% dari kedua kelenjar harus rusak sebelum timbul gejala dan
tanda insufisiensi. Penyakit Addison dapat timbul bersaam dengan penyakit endokrin lain yang
memiliki dasar autoimuitas. Diantaranya adalah tiroiditis hashimoto, beberapa kasus diabetes
mellitus type 1, dan hipoparatiroidisme. Juga tampaknya terdapat predisposisi familial untuk
penyakit endrokin autoimun, yang mungkin berkaitan dengan kelainan reaktifitas system imun
pasien. Penyebab penyakit Addison yang lebih jarang adalah pendarahan yang disebabkan oleh
pemakaina antikoogulan jangka panjang terutama heparin, penyakit granulomatosa non perkijuan,
infeksi sitomegalovirus (CMV) pada pasien dengan sindrom imonodefisiensi didapat (AIDS),
dan neuplasma metastatic yang mengenai kedua kelenjar adrenal. Pernah dilaporkan kasus-kasus
jarang yaitu, insufisiensi korteks adrenal primer terjadi akibat mutasi di gen-gen yang mengode
protein yang mengendalikan perkembangan adrenal atau steroidogenesis.
1.2. Rumusan masalah

Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini kami dapat
memperoleh hasil yang di inginkan,maka saya mengemukakan beberapa rumusan masalah.
Rumusan masalah tersebut yakni :

1. Definisi addison tersebut ?

2. Etiologi dari addison tersebut ?

3. Apa saja jenis-jenis dari addison tersebut ?

4. Bagaimana manifestasi serta penatalaksanaan addison tersebut ?

5. Bagaimana PNP/ Nursing pathway penyakit addison tersebut ?

6. Bagaimana cara menganalis kasus pada penderita glaukoma ?

1.3. Tujuan

1. Tujuan umum
Supaya mahasiswa atau para pembaca mampu mengerti dan memahami tentang addison
serta menerapkan dari penatalaksanaan pada saat di Rumah Sakit.

2. Tujuan khusus
 Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi.
 Mahasiswa mampu membuat PNP (Pathway Nursing) serta menjelaskannya.
 Mahasiswa mampu menguasai asuhan keperawatan pada penderita yg terkena
addison.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Addison

Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormone yang terjadi pada semua
kelompok umur yang menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini dikarakteristikan oleh
kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah rendah, dan adakalanya
penggelapan kulit pada kedua bagia tubuh yang terbuka dan tidak terbuka.

Penyakit Addison terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan
pasien akan kebutuhan hormone-hormon korteks adrenal.

Bentuk primer dari penyakit ini disebabkan oleh atrofi/ destruksi (kerusakan) jaringan adrenal
(misalnya respon autoimun, TB, infark hemoragik, tumor ganas) atau tindakan pembedahan.

Bentuk sekunder adalah gangguan pada kelenjar hipofisis yang menyebabkan penurunan
sekresi/ kadar ACTH, tetapi biasanya sekresi aldosteron normal. (Doenges, 1993)

2.2. Klasifikasi

Berdasarkan tingkat keparahan , penyakit addison di bagi menjadi dua, yaitu:

1. Akut

Krisis adrenal. Terjadi apati, koma, dan nyeri epigastrik. Kadar gula darah rendah.
Keadaan ini timbul setelah terjadi trauma, hipotensi berat dan sepsis.

Yang lebih jarang, keadaan ini bisa timbul pada pasien yang sebelumnya (dalam waktu 1-
1,5 tahun) atau baru-baru saja mendapat pengobatan kortikosteroid dimana terdapat
trauma, pembedahan atau infeksi akut, atau saat penghentian gangguan steroid. Bisa
timbul setelah pembedahan untuk mengangkat adrenal pada sindrom cussing, atau pada
pengobatan kanker payudara kecuali jika dilakukan terapi penggantian yang adekuat.

2. Kronis

Terdapat kelemahan dan kelelahan yang onsetnya perlahan-lahan disertai gejala


gastrointestinal berupa anoreksia, penurunan berat badan dan diare. Hipotensi sering kali
postural, dan takikardia timbul pada tahap lanjut dari penyakit. Hiperpigmentasi terjadi
pada tempat yang terpapar matahari, daerah yang mengalami gesekan, lipatan tangan dan
mukosa bukal.

Insufisiensi adrenal kronis (penyakit addison) jarang terjadi (prevelansinya di Inggris


4/100.000) dan yang termasuk penyebabnya adalah : distruksi adrenal autoimun; infiltrasi
adrenal dengan kanker sekunder, hodgkin, atau jaringan leukimik; destruksi TB,
hemokromatosis, amiloidosis, histoplasmosis yang sering dijumpai. Bisa berhubungan
dengan penyakit auto imun lain yang spesifik-organ, khususnya tiroiditis hasimoto
(sindrom schmidt).

Keadaan ini bisa timbul sekunder akibat hipopituitarisme selama pengobatan TB adrenal
(atau renal) dan pada sindrom adreno genital. (David rubenstein. 2007)

2.3. Etiologi

Etiologi dari penyakit Addison bentuk primer :

a. Infeksi kronis, terutama infeksi-infeksi jamur


b. Sel-se kanker yang menyebar dari bagian-bagian lain tubuh ke kelenjar-kelenjar adrenal
c. Amyloidosis (sekelompok keadaan yang di cirikan oleh penimbunan protein fiblirer yang
tidak larut dalam berbagai organ)
d. Pengangkatan kelenjar-kelenjar adrenal secara operasi
Etiologi dari penyakit Addison bentuk sekunder :

a. Tumor-tumor atau infeksi-infeksi dari area

b. Kehilangan aliran darah ke pituitary

c. Radiasi untuk perawatan tumor-tumor pituitary

d. Operasi pengangkatan bagian-bagian dari hypothalamus

e. Operasi pengangkatan kelenjar pituitary.

Penyebab lain dari ketidakcukupan adrenal sekunder adalah operasi pengangkatan dari tumor-
tumor yang jinak atau yang tidak bersifat kanker dari kelenjar pituitary yang memproduksi
ACTH (Penyakit Cushing). Pada kasus ini, sumber dari ACTH secara tiba-tiba diangkat, dan
hormon pengganti harus dikonsumsi hingga produksi ACTH dan cortisol yang normal pulih
kembali.

Pada satu waktu, kebanyakan kasus penyakit addison adalah merupakan komplikasi dari TBC.
Saat ini, 70% dianggap idiopatik. Sejak satu setengah hingga dua per tiga klien dengan Addison
idiopatik memiliki sirkulasi antibody yang bereaksi secara spesifik menyerang jaringan adrenal,
kondisi ini mungkin merupakan suatu dasar autoimun. Sebagai tambahannya, beberapa kasus
penyakit Addison disebabkan oleh neoplasma, amyloidosis, atau infeksi jamur sistemik.

Insufisiensi adrenal primer itu jarang. Insiden dan prevalen di USA tidak diketahui. Penyakit
ini mengenai orang dengan segala macam tingkat usia dan menyerang baik laki-laki maupun
perempuan.

Insufisiensi adrenal primer disebabkan oleh hipofungsi kelenjar adrenal. 75% penyakit
Addison primer terjadi sebagai proses autoimun. Insufisiensi adrenal umumnya terlihat pada
orang dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). 20% penyakit Addison
dikarenakan oleh TBC. Metastasisnya dari paru, payudara, saluran GI, melanoma, atau
lymphoma (kelainan neuplastik jaringan limfoid).

Insufisiensi adrenal sekunder adalah hipofungsi dari unit pituitary-hipotalamus. Umumnya


kebanyakan menyebabkan perawatan kronik dengan menggunakan glukokortikoid untuk yang
kasus nonendokrin. Penyebab lain termasuk adrenalectomy bilateral, hipopituitari menghasilakan
penurunan sekresi ACTH oleh kelenjar pituitary, tumor pituitary atau infark, dan radiasi.

2.4. Patofisiologi

Penyakit Addison, atau insufisiensi adrenokortikol, terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon korteks adrenal. Atrofi
autoimun atau idiopatik pada kelenjar adrenal merupakan penyebab pada 75% kasus penyakit
Addison (Stren & Tuck, 1994). Penyebab lainnya mencakup operasi pengangkatan kedua
kelenjar tersebut. Tuberkolosis (TB) dan hitoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering
ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan
kelenjar adrenal akibat proses autoimun telah menggantikan tuberkolosis yang terjadi akhir-akhir
ini harus mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi ini ke dalam daftar diagnosis.
Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan insufisiensi
adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.

Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi
hormon adrenokortikol yang akan menekan respond normal tubuh terhadap keadaan stress dan
mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap
hari selama 2 hingga 4 hingga dapat menekan fungsi korteks adrenal; oleh sebab itu,
kemungkinan penyakit Addison harus diantisipsi pada pasien yang mendapat pengobatan
kortikosteroid.

2.5. Tanda dan gejala

a. Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, hausea, muntah, BB menurun, hipotensi, dan
hipoglikemi.
b. Astenia (gejala cardinal) : kelemahan yang berlebih
c. Hiperpiqmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena sinar matahari,
biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku
d. Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan
e. Hipotensi arterial (td : 80/50 mmHg/kurang)
f. Abnormalitas fungsi gastrointestinal.

Dengan berlanjutnya penyakit yang disertai hipotensi akut sebagai akibat dari hipokortikoisme,
pasien akan mengalami krisis addisonian yang ditandai oleh sianosis, panas dan tanda-tanda
klasik syok: pucat, perasaan cemas, denyut nadi cepat dan lemah, pernapasan cepat serta tekanan
darah rendah. Disamping itu, pasien dapat mengeluh sakit kepala, mual, nyeri abdomen serta
diare, dan memperlihatkan tanda-tanda kebingungan serta kegelisahan. Bahkan aktivitas jasmani
yang sedikit berlebihan, terpajan udara dingin, infeksi yang akut atau penurunan asupan garam
dapat menimbulkan kolaps sirkulasi, syok dan kematian jika tidak segera diatasi. Stres
pembedahan atau dehidrasi yang terjadi akibat persiapan untuk berbagai pemeriksaan diagnostik
atau pembedahan dapat memicu krisis addisonian atau krisis hipertensif.

2.6. Komplikasi

a. Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)


b. Kolaps sirkulasi
c. Dehidrasi
d. Hiperkalemiae
e. Sepsis
f. Ca. Paru
g. Diabetes mellitus

2.7. Penatalaksanan

1. Penatalaksanaan ditinjau dari tingkat keparahan :


a. Kegagalan adrenal kronis: penggantian glukokortikoid dengan hidrokortison 20
mg/hari dalam dosis terbagi, ditambah dengan terapi terhadap infeksi atau penyakit
penyrta, atau pembedahan. Pengganti mineralokortikoid (fludrokortison) hanya
dilakukan pada kegagalan adrenal primer.
b. Kegagalan adrenal akut: merupakan sebuah kegawat daruratan medis. Cairan
intravena (NaCL fisiologis) dalam jumlah besar dan hidrokortison diberikan dengan
dosis yang tinggi. Faktor pemicu (infeksi dan lain-lain) ditangani. Pantau kadar
elektrolit dan glukosa.
2. Penatalaksanaan secara medic
a. Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis
12,5 – 50 mg/hr
b. Hidrokortison (solu – cortef) disuntikan secara IV
c. Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol
d. Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline
e. Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral
3. Penatalaksanaan secara keperawatan
a. Monitoring ketat TTV klien ketika penyakitnya telah terdiagnosa. Check nadi, paling
tidak setiap 4 jam. Laporkan penurunan tekanan darah dan perubahan ortostatik.
b. Ketika terjadi rehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit terdeteksi, kaji manifestasi
dari meningkatnya vitalitas fisik dan emosionalnya. Kaji pada lokasi di mana terdapat
penekanan pada tulang, pada klien yang imobilisasi, untuk mencegah dekubitus.
Dengan berbagai macam terapi, maka kelesuan dan kelemahan seharusnya berangsur-
angsur berkurang dan akhirnya menghilang.
c. Monitoring untuk pajanan suhu dingin dan infeksi. Segera laporkan pada dokter jika
manifestasi dari infeksi berkembang, misalnya sakit tenggorokan atau rasa terbakar
saat berkemih. Ingat, klien dengan penyakit Addison tidak dapat mentolerir stress.
Infeksi akan menambahi beban stress pada tubuh, butuh lebih tinggi pada level
kortisol selama infeksi terjadi.
d. Kaji manifestasi dari ketidakseimbangan sodium dan potassium. Berat badan harian
mengindikasikan pengukuran obyektif dari bertambahnya BB, atau bahkan
menurunnya BB. Jika terapi penggantian steroid tidak adekuat, kehilangan sodium
dan retensi potassium dikoreksi terus. Jika dosis steroid terlalu tinggi, kelebihan
jumlah sodium dan air dipertahankan, dan ekskresi potassium yang tinggi.

2.8. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium :

a. Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan hiponatrium)

b. Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)

c. Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)

d. Penurunan kadar kortisol serum

e. Kadar kortisol plasma rendah

2. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di adrenal

a. CT Scan

Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive hubungannya dengan


insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi malignan dan non
malignan dan hemoragik adrenal

b. Gambaran EKG

Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal
sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik

c. Tes stimulating ACTH

Cortisol adarah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik dari ACTH
diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendek cepat. Penyukuran
cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH
adalah suatu kenaikan tingkatan – tingkatan cortisol dalam darah dan urin.

d. Tes Stimulating CRH

Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH
“Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan adrenal.
Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol darah diukur
sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit setelah suntikan. Pasien – pasien dengan
ketidak cukupan adrenal seunder memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak
hadir / penundaan respon – respon ACTH. Ketidakhadiran respon – respon ACTH
menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ; suatu penundaan respon ACTH
menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Data dasar pengkajian pasien

1. Data Demografi

Identitas pasien: nama, alamat, umur (semua usia), jenis kelamin (laki-laki dan
perempuan).

2. Riwayat penyakit

a. Penyakit sekarang

Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada gejala
awal : kelemahan, fatiquw, anoreksia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan
hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien lemah yang berlebih, hiperpigmentasi,
rambut pubis dan axila berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50
mm/Hg).

b. Penyakit dahulu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia maupun Ca


paru, payudara dan limpoma.

c. Penyakit keluarga

Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama /
penyakit autoimun yang lain.

3. Pemeriksaan Fisik (ADL)

a. Aktivitas/istirahat

Gejala :

 Lelah, nyeri/kelemahan pada otot (terjadi perburukan setiap hari)

 Tidak mampu beraktivitas atau bekerja.

Tanda :

 Peningkatan denyut jantung/denyut nadi aktivitas yang minimal. Penurunan kekuatan


dan rentang gerak sendi.

 Depresi, gangguan kosentrasi, penurunan inisiatif/ide.


 Latergi.

b. Sirkulasi

Tanda :

 Hipotensi termasuk hipotensi postural.

 Takikardia, disritmia, suara jantung melemah.

 Nadi perifer melemah.

 Pengisisan kapiler memanjang.

 Ekstermitas dingin, sianosis, dan pucat. Membran mukosa hitam keabu-abuan


(peningkatan pigmentasi).

c. Integritas ego

Gejala :

 Adanya riwayat faktor stres yang baru dialami, termasuk sakit fisik/pembedahan,
perubahan gaya hidup.

 Ketidakmampuan menghadapi stres.

Tanda :

 Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.

d. Eleminasi

Gejala :

 Diare sampai dengan adanya kontipasi

 Kram abdomen.

 Perubahan frekuensi dan karateristik urine.

Tanda :

 Diuresis yang diikuti dengan oliguria.


e. Makanan/cairan

Gejala :

 Anoreksia berat (gejala utama), mual/muntah

 Kekurangan zat garam

 Berat badan menurun dengan cepat.

Tanda :

 Turgor kulit jelek, membran mukosa kering.

f. Neurosensori

Gejala :

 Pusing, sinkope (pingsan sejenak), gemetar.

 Sakit kepala yang berlangsung lama yang diikuti oleh diaforesis, kelemahan otot.

 Penurunan toleransi terhadap keadaan dingin atau stres. Kesemutan/baal/lemah.

Tanda :

 Disorentasi terhadap waktu, tempat, dan ruang (karna kadar natrium rendah), latergi,
kelemahan mental, peka rangsang, cemas, koma (dalam keadaan krisis)

 Parastesia, paralisis (gangguan fungsi motorik akibat lesi), astenia (pada keadaan
krisis).

 Rasa kecap/penciuman berlebihan, ketajaman pendengaran meningkat.

g. Nyeri/kenyamanan

Gejala :

 Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala.

 Nyeri tulang belakang, abdomen, ekstermitas (pada keadaan krisis).


h. Pernapasan

Gejala :

 Dipsnea

Tanda :

 Kecepatan pernapasan meningkat, takipnea, suara napas, krakel, ronki (pada keadaan
infeksi)

i. Keamanan

Gejala :

 Tidak toleran terhadap panas, cuaca (udara) panas.

Tanda :

 Hiperpigmentasi kulit (coklat, kehitaman karena kena sinar matahari atau hitam
seperti perunggu) yang menyeluruh atau berbintik-bintik.

 Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermia (keadaan krisis)

 Otot menjadi kurus

 Gangguan tidak mampu berjalan.

j. Seksualitas

Gejala :

 Adanya riwayat menopouse dini, amenorea.

 Hilangnya tanda-tanda seks sekunder (misal: berkurangnya rambut-rambut pada


tubuh terutama pada wanita

 Hilangnya libido.

k. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala :

 Adanya riwayat keluarga DM, TB, kanker

 Adanya riwayat tiroiditis, DM, TB, anemia pernisiosa.


Pertimbangan :

 DRG menunjukkan rerata lama dirawat; 4,3 hari.

Rencana pemulangan :

 Membutuhkan bantuan dalam hal obat, aktivitas sehari-hari, mempertahankan


kewajibannya.

1. Pemerikasaan diagnostic

Kadar hormone :

 Kortisol plasma: menurun dengan tanpa respond pada pemberian ACTH secara IM
(primer)atau ACTH secara IV.

 ACTH: meningkat secara mencolok (pada primer) atau menururn (sekunder).

 ADH: meningkat.

 Aldesteron: menurun.

 Elektrolit: kadar dalam serum mungkin normal atau natrium sedikit menururn,
sedagkan kalium sedikit meningkat. Walaupun demikian, natrium dan kalium yang
abnormal dapat terjadi sebagai akibat tidak adanya aldesteron dan kekurangan
kortisol (mungkin sebagai akibat dari krisis).

 Glukosa: hipoglikemia.

 Ureum/kreatinin: mungkin meningkat (karena terjadi penurunan perfusi ginjal).

 Analisis gas darah: asidosis metabolik.

 Eritrosit: normositik, anemia normokromik (mungkin tidak nyata/terselubung dengan


penurunan volume cairan) dan hematokrit meningkat (karena hemokosentrasi).
Jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat.

 Sinar x: jantung kecil, klasifikasi kelenjar adreanal, atau TB (paru, ginjal) mungkin
akan ditemukan.
3.2. Diagnosa dan intervensi

a. Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output.
2. Nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d metabolism lemak abnormal
3. Kelelahan b/d penurunan produksi energy metabolism
4. Resiko tinggi penurunan curah jantung b/d menurunnya volume sirkulasi
5. Harga diri b/d hiperpigmentasi pada kulit dan membrane mukosa
6. Kurang pengetahuan b/d keterbatasan kognitif
b. Intervensi
1. Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output.
Tujuan :
 Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit setelah dilakukan
perawatan 1X24 jam.
Kriteria hasil :
 Pengeluaran urin normal 1cc/kgBB/jam
 TTV normal (N: 80-100x/menit, S: 36,5-370C, TD:110-120/70-80 mmHg)
 Turgor kulit elastic
 Rasa haus hilang
 Warna kulit tidak pucat

 Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output


No Intervensi Rasional

1 Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada Hipotensi postural merupakan
perubahan posisi, kekuatan dari nadi perifer bagian dari hipovolemia akibat
kekurangan hormone aldosteron dan
penurunan curah jantung

Ukur dan timbang BB klien Memberikan pengganti volume


cairan dan keefektifan pengobatan,
peningkatan BB yang cepat
disebabkan oleh adanya retensi
cairan dan natrium

Berikan perawatan mulut secara teratur Membantu menurunkan rasa tidak


nyaman akibat dari dehidrasi
Kolaborasi : Cairan NaCl 0,9 % Mungkin kebutuhan cairan
pengganti 4 – 6 liter, dengan
pemberian cairan NaCl 0,9 %
melalui IV 500 – 1000 ml/jam, dapat
mengatasi kekurangan natrium yang
sudah terjadi
Kolaborasi: Berikan obat sesuai dosis Dosis hidrokortisol yang tinggi
mengakibatkan retensi garam
Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg berlebihan yang mengakibatkan
intravena setiap 6 jam untuk 24 jam, Mineral gangguan tekanan darah dan
kartikoid, flu dokortisan, deoksikortis 25 – 30 gangguan elektrolit
mg/hr peroral

 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d hipoglikemia


No Intervensi Rasional
1 Kaji riwayat nutrisi Mengidentifikasi defisiensi,
menduga kemungkinan intervensi

Timbang BB setiap hari Anorexia, mual, muntah, kehilangan


pengaturan metabolisme oleh
kortisol terhadap makanan dapat
mengakibatkan penurunan berat
badan dan terjadinya malnutrisi
Diskusikan makanan yang disukai oleh pasien Dapat meningkatkan masukan,
dan masukan dalam diet murni meningkatkan rasa partisipasi

Anjurkan klien makan sedikit tapi sering Makan sedikit dapat menurunkan
kelemahan dan meningkatkan
pemasukan juga mencegah distensi
gaster
Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan, Perlu bantuan dalam perencanaan
misalnya bebas dari bau tidak sedap diet yang memenuhi kebutuhan
nutrisi
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penyakit Addison adalah hipofungsi kronik korteks adrenal primer karena kerusakan pada
korteks adrenal. Penyakit ini sedikit lebih banyak didapat pada laki-laki dibanding wanita, dan
terutama terjadi pada usia 30-50 tahun; penyebab terbanyak adalah proses autoimmun (78%) dan
tuberkulosa (21%) sisanya oleh sebab lain.
Bila terdapat dugaan penyakit Addison dengan LED tinggi, eosinofilia, IgG meningkat, dan tes
ANA positif maka sangat mungkin penyebabnya adalah autoimun. Gejala klinik adalah
hiperpigmentasi, hipotensi kelemahan badan, penurunan berat badan, kelainan gastrointestinal,
gangguan elektrolit dan air, hipoglikemi puasa, hilangya rambut ketiak dan pubis, Thorn s sign
positif. Untuk diagnosis perlu diperiksa kadar kortisol, kadar ACTH, tes ACTH, tes Water Load
dan elektrolit.

4.2 Saran
Saya menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, saya dapat berbuat lebih baik
lagi di kemudian hari.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya sebagai penulis pada khususnya dan
pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol 2. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga

Doenges, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Guyton. 2012. Fisiologi Manusia & Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC

Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai