Oleh:
Anwar Syaputra, S.Ked
Indah Dian Lestari, S.Ked
Iriandanu Nugraha, S.Ked
Tesa Willda, S.Ked
Pembimbing:
dr. Elmi Ridar, Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2017
2
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 3
PEMBAHASAN...................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 32
3
BAB I
PENDAHULUAN
Jumlah sel leukosit penting sebagai penentu prognosis dimana pada jumlah
leukosit tinggi dijumpai angka relaps serta kematian yang meningkat. Di samping
sebagai penyebab timbulnya relaps, keadaan hiperleukositosis dapat menyebabkan
terjadinya berbagai komplikasi yang mengancam jiwa penderita sehingga
dikategorikan sebagai kedaruratan onkologi (oncology emergency). Oleh sebab itu,
penting untuk mengetahui beberapa komplikasi hiperleukositosis yang mengancam
jiwa disertai cara penanganan dan pencegahannya.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hiperleukositosis
2.1.1 Definisi
Hiperleukositosis adalah suatu kelainan hematologi yang ditandai dengan
peningkatan jumlah sel leukosit dalam darah tepi >100.000/ul.5,6 Peningkatan
5
berlebihan sel leukosit ini dapat terjadi akibat pengaturan pelepasan sel leukosit dari
sumsum tulang, sehingga leukosit yang beredar dalam sirkulasi menjadi berlebihan.6
Hiperleukositosis merupakan suatu kedaruratan dalam onkologi anak yang
ditandai dengan jumlah leukosit darah tepi yang melebihi 100.000/uL, ditemukan
pada 5-20% kasus leukemia akut yang baru terdiagnosis, ditandai dengan peningkatan
sel blast pada darah tepi dan gejala menurunnya perfusi jaringan, sehingga keadaan
ini memerlukan penanganan segera.7,8,9. Hiperleukositosis dapat meningkatkan
morbiditas serta mortalitas penderita leukemia dimana apabila tidak ditangani secara
cepat dan tepat dapat menimbulkan komplikasi berat seperti perdarahan intrakranial,
perdarahan pulmonal serta gangguan metabolik akibat lisis dari sel leukemia.
Gangguan metabolik yang mengikuti keadaan sindroma lisis tumor antara lain
hiperurisemia, hiperfosfatemia dan hipokalsemia sekunder serta asidosis metabolik. 1,7
Terapi standar pada keadaan hiperleukositosis adalah hidrasi agresif, alkalisasi urin,
kontrol produksi asam urat, koreksi elektrolit, cegah transfusi belebihan sebelum
inisiasi pemberian kemoterapi.9
A. Sindroma Leukostatis
Sindroma leukostatis yaitu suatu sindroma yang disebabkan oleh tersumbatnya
mikrosirkulasi akibat agregat/trombus sel blast. Penderita AML lebih sering
mengalami sindroma ini dibandingkan penderita ALL. Hal ini disebabkan volume sel
mieloblast (350-450 mm3) lebih besar dibandingkan dengan volume sel limfoblast
(250-350 mm3). Selain itu, sifat sel mieloblast yang lebih kaku. 1,8 Organ yang paling
sering terkena dampak dari tersumbatnya aliran arteri adalah otak, paru-paru dan
ginjal. Leukostatis menyebabkan gangguan perfusi sehingga terjadi hipoksia yang
diikuti metabolisme anaerob, asidosis laktat yang kemudian menimbulkan kerusakan
endotel dan manifestasi perdarahan. Pada anak dengan ALL, resiko terjadinya
perdarahan otak lebih kecil dibandingkan pada penderita AML. Leukostatis
ditemukan pada 44-50% penderita AML dengan leukosit >100.000 /uL, sementara
perdarahan otak hanya ditemukan pada ALL dengan leukosit lebih dari 400.000/uL.
6
terjadi. Hiperkalemia berat bila kadar kalium serum > 6 mEq/L. Keadaan ini
harus diatasi segera karena dapat menimbulkan aritmia jantung. Intervensi
harus segera diberikan bila kadar kalium lebih dari 7,5 mEq/L atau dari hasil
pemeriksaan EKG menunjukkan pelebaran QRS.
Pada keadaan sindroma lisis tumor dapat ditemukan manifestasi klinis yaitu:
a. Pada keadaan hiperurisemia disertai insufiseinsi ginjal dapat ditemukan
keadaan seperti oliguria atau anuria yang disertai peningkatan kadar ureum
dan kreatinin serum. Analisa urin dapat ditemukan peningkatan kadar kristal
urat.1,7
b. Pada keadaan hipokalsemia berat dapat ditemukan gejala seperti spasme
kopopedal, kejang, penurunan kesadaran sampai henti jantung.1,7
c. Pada keadaan hiperkalemia berat dapat ditemukan nausea, muntah, diare,
kelemahan otot, paraesthesia, aritmia jantung dan henti jantung. Pada
elektrokardiogram ditemukan gelombang T yang tinggi dan kompleks QRS
melebar.7
2.1.3 Penatalaksanaan
1. Sindrom Leukostatis
Leukoferesis, dapat menurunkan jumlah leukosit dengan cepat dan
aman sebesar 20-60% sehingga dapat menurunkan resiko terjadinya
leukostatis. Tindakan leukoferesis hanya dapat menurunkan sementara,
8
2. L2
Terdiri dari sel limfoblas lebih besar tetapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih
kasar dengan satu atau lebih anak inti.
3. L3
Terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin bebercak, banyak
ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolasi
10
2.2.2 Etiologi
Etiologi leukemia limfoblastik akut sampai saat ini masih belum jelas, diduga
kemungkinan besar karena virus (virus onkogenik). Faktor lain yang turut berperan
ialah :17
a. Faktor eksogen seperti paparan sinar X, sinar radioaktif, hormon, bahan kimia
(Benzol, Arsen, preparat Sulfat), infeksi (virus, bakteri).
b. Faktor endogen seperti ras (orang Yahudi mudah menderita LLK), faktor
konstitusi seperti kelainan kromosom (Sindrom Down), herediter (kadang
kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak beradik atau kembar satu telur),
angka kejadian pada anak lebih tinggi sesuai dengan usia maternal.
Terdapat beberapa factor predisposisi terjadinya LLA seperti :17
a. Faktor genetic. Virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T
Cell Leukemia-lymphoma virus / HTLV)
b. Radiasi ionisasi. Lingkungan kerja, prenatal, pengobatan kanker sebelumnya.
c. Terpapar zat zat kimiawi seperti benzene, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon,
dan agen anti neoplastik.
d. Obat obatan imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol.
e. Faktor herediter misalnya pada kembar satu telur.
f. Kelainan kromosom.
2.2.3 Patofisiologi
Leukemia limfoblastik akut (acute lymphoid, lymphocytic, leukemia, ALL)
adalah kanker jaringan yang menghasilkan sel darah putih (leukosit). Dihasilkan
leukosit yang imatur atau abnormal dalam jumlah berlebihan, dan leukosit leukosit
tersebut melakukan invasi ke berbagai organ tubuh. Sel sel leukemik berinfiltrasi ke
dalam sumsum tulang, mengganti unsur unsur sel yang normal. Akibatnya timbul
anemia dan dihasilkan sel darah merah dalam jumlah yang tidak mencukupi. Timbul
perdarahan akibat menurunya jumlah trombosit yang bersirkulasi. Infeksi juga terjadi
lebih sering karena berkurangnya jumlah leukosit normal. Invasi sel sel leukemik ke
dalam organ organ vital menimbulkan hepatomegali, splenomegali, dan
limfadenopati.17
Teori umum tentang patofisiologi leukemia adalah bahwa satu sel induk mutan,
mampu memperbarui secara tidak terhingga, menimbulkan precursor hematopoetik
11
berdiferensiasi buruk maligna yang membelah diri pada kecepatan yang sama atau
lebih lambat daripada pasangannya yang normal. Akumulasi sel blas yang
menghambat produksi normal granulosit, eritrosit, dan trombosit, sehingga
mengakibatkan infeksi, anemia, dan perdarahan. Sel leukemia dapat menginfiltrasi
setiap organ dan menyebabkan pembesaran dan gangguan fungsi organ tersebut.17
Secara imunologik, pathogenesis leukemia dapat diterangkan sebagai berikut:
bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai struktur
antigen tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh
manusia. Bila struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus,
maka virus tersebut akan ditolak, sama kejadiannya dengan penolakan terhadap benda
asing. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat
tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh (kulit
disebut juga antigen jaringan). Oleh WHO terhadap antigen jaringan telah ditetapkan
istilah HLA (Human Leucocyte locus A). Sistem HLA individu ini diturunkan
menurut hukum genetika, sehingga agaknya peranan faktor ras dan keluarga dalam
etiologi leukemia tidak dapat diabaikan.17
2.2.4 Diagnosis
Manifestasi leukemia limfoblastik akut menyerupai leukemia granulositik akut
dengan tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal
(kegagalan sumsum tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia.
Akumulasi sel sel limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan berkurangnya
sel sel normal di darah perifer dengan manifestasi utama berupa anemia, infeksi,
dan perdarahan. Demam atau infeksi yang jelas dapat ditemukan pada separuh pasien
ALL, sedangkan gejala perdarahan pada sepertiga pasien yang baru didiagnosis ALL.
Perdarahan yang berat jarang terjadi.
Gejala dan tanda klinis yang dapat ditemukan:18
a. Anemia : Mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada.
b. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise.
c. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia).
12
Pemeriksaan penunjang :
a. Hitung darang lengkap dan apus darah tepi.
1. Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah pada saat
diagnosis.
2. Hiperleukositosis ( >100.000/mm3) terjadi kira kira pada 15% pasien
dan dapat melebihi 200.000/mm3
3. Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia. Kira kira
sepertiga pasien mempunyai hitung trombosit kurang dari 25.000/mm3
4. Terdapat sel blast (menunjukkan gejala patognomonik untuk leukemia)
2.2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada pasien ALL adalah :18
a. Tranfusi darah, jika kadar Hb kurang dari 6%. Pada trombositopenia
yang berat dan pendarahan pasif dapat diberikan tranfusi trombosit dan
bila terdapat tanda tanda DIC dapat diberikan heparin.
b. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya).
Setelah dicapai remisi dosis, dikurangi sedikit demi sedikit sampai
akhirnya dihentikan.
c. Sitostatika, selain sitostatika yang lama (6-merkaptispurin atau 6 mp,
metotreksat atau MXT) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan
lebih paten seperti obat lainnya. Umumnya sitostatika diberikan dalam
kombinasi bersama sama dengan prednison. Pada pemberian obat
obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia atau
kebotakan, stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis.
Bila jumlah leukosit kurang dari 2000/mm3 pemberiannya harus hati -
hati.
d. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien di rawat).
e. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah dicapai
remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi
mulai diberikan (menangani cara pengobatan yang terbaru masih
dalam perkembangan).
2.2.6 Prognosis
Sampai saat ini leukemia masih merupakan penyakit yang fatal, tetapi dalam
kepustakaan dilaporkan beberapa kasus yang dianggap sembuh karena dapat hidup
lebih dari 10 tahun tanpa pengobatan. Biasanya bila serangan pertama dapat diatasi
dengan pengobatan induksi, penderita akan berada dalam keadaan remisi, secara
klinis penderita tidak sakit, sama seperti anak biasa. Tetapi selanjutnya dapat timbul
serangan kedua (kambuh), yang disusul lagi oleh masa remisi yang biasanya lebih
oendek dari masa remisi pertama. Demikian seterusnya masa remisi akan lebih
pendek lagi sampai akhirnya penyakit ini resisten terhadap pengobatan dan penderita
akan meninggal.Kematian biasanya disebabkan perdarahan akibat trombositopenia,
leukemia serebral, atau infeksi (sepsis, infeksi jamur).19.20
17
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas pasien
Nama/No. MR : PA/951045
Umur : 10 tahun 5 bulan
Ayah/Ibu : M/N
Suku : Melayu
Alamat : Rambah Tengah Hilir, Rokan Hulu.
Tanggal masuk : 22 Maret 2017
II. Alloanamnesis
Diberikan oleh : Ibu pasien
Keluhan utama : Demam sejak 1 bulan SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
- Sejak 1 bulan SMRS, anak demam yang naik turun, sudah diberikan obat penurun
panas tetapi tidak respon.
- Gusi berdarah secara spontan, darah keluar tidak banyak dan berhenti dengan
sendirinya. Kemudian disertai muncul lebam-lebam, bintik-bintik merah terutama
ditangan dan kaki. Perdarahan lain tidak ada.
- Nyeri pada sendi-sendi terutama pada kaki, sehingga susah berjalan.
- Anak pucat, mudah lelah, pusing, nafsu makan menurun dan tidak mau minum.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Belum pernah mengalami keluhan atau gejala seperti ini sebelumnya
- Tidak pernah dirawat di Rumah Sakit.
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat sering tranfusi darah berulang pada keluarga (-)
- Tidak ada keluarga mengalami keluhan yang sama seperti pasien
Pernapasan : 22 kali/menit
Gizi
Tinggi badan : 132 sentimeter
Berat badan : 30 kilogram
Lingkar kepala : 53 sentimeter
Lingkar lengan atas : 22 sentimeter
Status gizi menurut CDC :
BBM/BBI X 100% : 30 kg / 28 kg x 100% = 107 % (gizi baik)
Status gizi menurut Freschenco :
LLA aktual/LLA standar X 100% : 220 mm /210 mm x 100% = 104 % (gizi
baik)
Kepala : normochepali
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata :
Konjungtiva : tampak pucat (+/+)
Sklera : tidak kuning
Pupil : isokor
Refleks cahaya : langsung (+/+), tidak langsung (+/+)
Hidung : dalam batas normal, nafas cuping hidung (-)
Telinga : dalam batas normal
Mulut :
- Bibir : basah, stomatitis (-)
- Selaput lendir : basah
- Palatum : utuh
- Lidah : tidakkotor, atropi papil lidah (-)
- Gigi : karies (+), hipertrofi gingiva (-)
Gusi : tampak rembesan darah berwarna merah kehitaman dari sela
incisivus kiri atas dan caninus kiri atas.
Leher :
- Kelenjar getah bening : tidak ditemukan pembesaran
- Kaku kuduk : tidak ditemukan
21
Thoraks :
Jantung :
- Inspeksi : ictus kordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus kordis tidak teraba
- Perkusi :
a) batas kanan jantung : linea parasternal dextra
b) batas jantung kiri : linea midclavicula sinistra setinggi ICS 4
- Auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 normal, gallop (-), murmur (-)
Paru
- Inspeksi : pernapasan simeteris kiri dan kanan, tidak terlihat massa, tidak
terlihat retraksi
- Palpasi : vokal fremitus simetris
- Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru
- Auskultusai : suara pernapasan vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
- Inspeksi : perut datar, tidak terlihat massa, scar (-), memar (-), petechie (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : timpani
- Palpasi : nyeri tekan (+), hepar teraba - , lien teraba shcuffner 3
Alat kelamin
Laki-laki, testis dalam batas normal.
Ekstremitas
Akral hangat, capilary refill time < 2 detik, udem (-), telapak kaki pucat, peteckie
(+), purpura (+).
Status neurologi
Dalam batas normal.
Pemeriksaan laboratorium
DPL tanggal 22 Maret 2017:
Hemoglobin : 4,7 g/dl
Hematokrit : 16,4 %
Leukosit : 234.430/Ul
Trombosit : 11.000 /mm3
22
Eritrosit : 2.070.000/mm3
MCV : 79,2 fl
MCH : 22,7 pg
MCHC : 28,7 g/dl
Terapi :
- IVFD KAEN 1B + 25 meq biqnat 40 tpm makro 3500cc/hari
- Allopurinol 3 x 100 mg p.o
- Ceftriaksone 2 x 1 gr I.V
- Transfusi PRC 3 kantong (40-200-200)
- Transfusi TC 12 kantong (6 kantong/hari)
- Paracetamol 500 mg / 6 jam
- Gizi : RDAxBBI = 60-70 kcal/kg x 28 kg = (1680-1960) kkal
Anjuran pemeriksaan
- BMP
- Imunophenotyping
Prognosis
- Quo ad vitam : Dubia
- Quo ad fungsionam : Dubia
Follow up pasien
Hari/
tangga Subjektif Objektif Assesment Planning
l
23- 27 Lemas (+), KU: TSS Hiperleukosi IVFD KAEN 1 B
/ Demam (-), Kesadaran : komposmentis tosis + + 25 Meq biqnat
3/2017 gusi berdarah T : 36.4 C Leukemia 40 tpm makro
(+), muntah akut
HR : 110x/menit
(-), nyeri Ceftriaxone 2x1g
sendi (+), RR : 24x/menit IV
Lebam
tungkai (+), Mata : Allopurinol 3x
sesak (-), Konjungtiva : Pucat (+/+) 100 mg
sakit kepala Bibir : pucat
(-). Thoraks : Vesikuler +/+, PRC 40-200-200
Ronkhi (-/-)
TC 12 kantong
Ekstremitas bawah : lebam
kebiruan (+/+) R/ BMP dan
Imunofenotyping.
Diuresis : 1850 cc/hari
Darah rutin(23/3/2017)
24
Darah rutin(24/3/2017)
Hb: 3,2 gr/dl; Leu:
233.82/uL
Plt: 12.000/uL. pH urine:
7,0
Darah rutin(27/3/2017)
Hb: 5,1 gr/dl; Leu:
156.57/uL
Plt: 67.000/uL; pH urine:
7,0
Immunofenotyping
25
(29/03/2017):
ALL L1 B-Lineage
31- 04 Lemas (+), KU: TSS ALL L1 IVFD KAEN 1 B
/ Demam (-), Kesadaran : komposmentis + 25 Meq biqnat
4/2017 gusi berdarah T : 36.7 C 40 tpm makro
(+), muntah HR : 110x/menit
(-), nyeri RR : 22 x/menit Ceftriaxone 2x 1
sendi (+), Mata : gr
Lebam Konjungtiva : Pucat (+/+)
tungkai (+), Bibir : pucat Allopurinol 3x
sesak (-), Thoraks : Vesikuler +/+, 100 mg
sakit kepala Ronkhi (-/-)
(-). Ekstremitas bawah : lebam TC 15 kantong
kebiruan (+/+)
Cek ulang DPL
Darah rutin(01/4/2017)
Hb: 9,0; Leu: 90.071/uL
Plt: 12.000/Ul; Ph: 7,0
Darah rutin(04/4/2017)
Hb: 10,6; Leu: 38.058/uL
Plt: 27.000 /uL; Ure : 23
mg/dl; Cr : 0,46 mg/dl; AST
: 93 U/L; ALT : 234 U/L
BMP (7/04/2017)
Sesuai leukemia
limfoblastik akut
R/ Echo, rontgen
Darah rutin(11/4/2017) thoraks
Hb: 7,9; Leu: 4.031/uL
Plt: 4.000 /uL Persiapan
Ure : 14 mg/dl ; Crea : 0,24 kemoterapi
mg/dl ; AST; 28 U/L; ALT ;
47 U/L
Darah rutin(15/4/2017)
Hb: 11,2; Leu: 7.070/uL
Plt: 14.000 /uL; Ure : 8
mg/dl; Crea : 0,27 mg/dl ;
AST : 17 U/L; ALT : 29
U/L
Darah rutin(23/4/2017)
Hb: 12,8; Leu: 12.190/uL
Plt: 11.000/uL; Ure : 41
mg/dl; Crea : 0,36 mg/dl;
AST : 34 U/L; ALT : 35
U/L
Darah rutin(25/4/2017)
Hb: 8,8; Leu: 1.840/uL
Plt: 34.000/uL
30/4/2 Lemas (+), KU: TSS ALL L1 Transfusi TC 4
017 - Demam (-), Kesadaran : komposmentis kantong
05 gusi berdarah T : 36.0 C
/ (+), muntah HR : 110x/menit Kemo IT dan
5/2017 (-), nyeri RR : 25 x/menit VCT
sendi (+), Mata :
Lebam Konjungtiva : Pucat (-/-) Transfusi PRC 1
tungkai (+), Bibir : pucat x 200 cc
sesak (-), Gusi : perdarahan sela
sakit kepala incisors kiri atas dan canine kontrol seminggu
(-). kiri atas lagi
Thoraks : Vesikuler (+/+),
Ronkhi (-/-)
Darah rutin(30/4/2017)
28
PEMBAHASAN KASUS
Pada pasien ALL terjadi proliferasi berlebih dari sel prekursor limfoid ganas
di sumsum tulang sehingga menekan proses hematopoietik dalam membentuk sel
darah normal akibatnya terjadi anemia dan trombositopenia. 21 Anemia akan
menyebabkan penurunan pengantaran oksigen ke jaringan sehingga tubuh
kekurangan energi.22 Pembentukan sel leukosit normal juga terganggu pada pasien
dengan ALL sehingga sering terjadi neutropenia dan pasien akan mudah mengalami
infeksi sehingga muncul gejala demam berulang. Penekanan pembentukan sel
trombosit akan menyebabkan mudah terjadinya perdarahan secara spontan pada
pasien dengan ALL.22
Pada pasien ditemukan hiperleukosistosis, dengan leukosit saat masuk yaitu
234.430/ul. Hiperleukosistosis adalah peningkatan jumlah leukosit sel darah tepi
melebihi 100.000/uL5. Hal ini timbul akibat kegagalan sumsum tulang dalam
pengaturan jumlah leukosit yang beredar dalam sirkulasi. 6 Hiperleukositosis
merupakan keadaan kedaruratan onkologi, dimana hal ini menyebabkan peningkatan
viskositas darah terjadi agregasi serta trombus sel blast pada mikrosirkulasi keadaan
ini dikenal dengan leukostasis dan tumor lisis sindrom. 5,7 Pada leukostasis organ
tubuh yang paling sering mengalami hal ini adalah susunan saraf pusat dan paru.
Leukostasis akan menyebabkan hipoksia, metabolisme anaerob dan asidosis laktat.
Jika hal ini terjadi pada sistem saraf pusat akan menimbukan penglihatan kabur,
delirium dan perdarahan intrakanial.23,24 Penanganan pada leukostasis dengan
leukoforesis diikuti pemberian sitostatika.9 Pada sindroma lisis tumor terdiri dari
beberapa kelainan metabolik seperti hiperurisemia, hiperfosfatemia, hiperkalemia dan
hipokalsemia, keadaaan ini harus segara dilakukan tindakan hidrasi yang agresif,
alkalinisasi urin dan pemberian allopurinol. Hidrasi dengan menggunakan cairan
parenteral glukosa 5% dalam 0,225 normal salin, sebanyak 2-3 kali kebutuhan cairan
rumatan atau 2-3 L/m2/hari untuk mendapatkan diuresis minimal 3 cc/kgbb/hari.
Alkalinisasi urin dilakukan dengan menambahkan sodium bikarbonat kedalam cairan
parenteral sebanyak 40-60 meq/ L untuk mempertahankan Ph urin dalam rentang 7,0
s/d 7,5 bertujuan untuk mencegah pembentukan kristal asam urat. Pemberian
30
DAFTAR PUSTAKA
13. American Cancer Society. Children and Cancer: Information and Resources.
2010. [diunduh pada 23 April 2017].
14. Savage E, Riordan AO, Hughes M. Quality of Life in Children With Acute
Lymphoblastic Leukemia: A Sistemic Review. European Journal of Oncology
Nursing 2008. 30 Hal 1 13.
15. Mostert S, Sitaresmi MN, Gundy CM, et al. Influence of Socioeconomic Status
on Chilhood Acute Lymphoblastic Leukemia Treatment in Indonesia. American
Academy of Pediatrics: 2006. hal 1600 1006.
33
16. Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG. Hematologi Onkologi Anak. Cetakan ke-
2. Jakarta: Badan penerbit IDAI. 2006.
17. Berhman RE, Kliegman RM, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi ke-15.
Volume 3. Jakarta: EGC ;2002. Hal 1769- 1779
18. Fianza PI. Leukemia Limfoblastik Akut. Sudoyo AR, Editors, in : Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II 5th ed. Jakarta: Interna Publishing :2009. Hal 1266-1275
20. Greer JP. Wintrobes Clinical Hematology.12th Philadelphia: Ppindott Williams &
Wilkins: 2009. Hal 1889 1931.
24. Lange B, ONeill JA, Goldwein JW, Packer RJ, Ross IIIAJ. Oncologic
emergencies. Dalam: Pizzo PA, PoplackDG, penyunting. Principles and Practices
of PediatricOncology. Edisi ke-3, Philadelphia: Lippincott-Raven;1997. h. 761-
798.