Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Prof.Subowo (1995) mengungkapkan bahwa komunikasi sel
adalah proses penyampaian informasi sel dari sel pesinyal menuju ke sel
target untuk mengatur pengembangan dan pengorganisasiannya menjadi
jaringan, mengawasi pertumbuhan dan pembelahannya serta
mengkoordinasikan aktivitasnya. Salah satu tipe penyampaian molekul sel
dalam komunikasi sel adaalah tipe endokrin. Endokrin adalah sel target jauh
dengan media hormon yang dibawa oleh pembuluh darah.
Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin yang
mengatur homeostasis, reproduksi, metabolisme, dan tingkah laku. Hormon
berperan dalam pengaturan metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan,
reproduksi, mempertahankan homeostasis, reaksi terhadap stress, dan
tingkah laku. Diantara hormon yang dihasilkan untuk saling berkomunikasi
intraseluler maupun ekstraseluler adalah hormon yang mengatur
metabolisme kalsium, hormon kotrteks adrenal, hormon medulla adrenal,
hormon gonad dan hormon pankreas dan traktus gastrointestinal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja hormon yang mengatur metabolisme kalsium?
2. Apa saja hormon yang diproduksi oleh korteks adrenal?
3. Apa saja yang termauk hormon medulla arenal?
4. Apa yang dimaksud dengan hormon gonad?
5. Apa yang dimaksud dengan hormon pancreas dan traktus
gastrointestinal?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui hormon yang mengatur metabolisme kalsium
2. Untuk mempelajari hormon yang diproduksi oleh korteks adrenal
3. Untuk dijadikan sebagai pmbelajaran mengenai hormon medulla arenal
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hormon gonad
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hormon pancreas dan
traktus gastrointestinal
BAB II

PEMBAHASAN

3.1 Hormon yang Mengatur Metabolisme Kalsium

Dalam tubuh manusia terdapat kurang lebih 1 kg kalsium. Dan 99% dari
jumlah ini berada di dalam tulang, dimana kalsium bersama dengan fosfat
membentuk kristal hidroksi apatit yang merupakan komponen anorganik dan
struktur skeleton. Tulang merupakan jaringan yang dinamis dan terus mengalami
peremajaan (remodeling) dalam menghadapi perubahan tegangan dalam kondisi
yang stabil terdapat keseimbangan antara pembentukkan tulang yang baru danm
resorpsi tulang.Kalsium (Ca) adalah mineral makro yang paling banyak
dibutuhkan di dalam tubuh disimpan pada tulang, gigi dan sebagian besar pada
kulit dan kerangka tubuh.

Peran Ca2 +dalam kerja hormone diperkirsakan oleh pengamatan bahwa


efek dari banyak hormon adalah (1)Tertekan oleh media pada medium bebas
bebas -Ca2 + atau jika kalsium intraselular habis; (2) bisa ditiru oleh bahan-bahan
yang meningkatkan Ca2 +misalnya ionofor kalsiumA23187; dan (3)
mempengaruhi fluks kalsium sel. Regulasi metabolisme glikogendi hati oleh
vasopressindan katekolamin a-adrenergik adalah contoh yang baik. Sejumlah
enzim metabolic yang penting diatur oleh Ca 2+,fesfolirasi atau keduanya,
termasuk glikogensintase, piruvatkinase piruvat karboksilase, gliseraldehid dan
piruvat dehydrogenase.

Konsentrasi kalsium (Ca2 +)ekstrasel adalah sekitar5 mmol / L dan diatur


sangat ketat. Meski cukup banyak kalsium yang terikat dengan organel intrasel
,seperti mitokondria dan endoplasmar etikulum, konsentrasi intraselular bebas
ataukalsium terionisasi (Ca2 +) sangat rendah: 0,05-10 μmol / L. Meskipun
terdapat gradien konsentrasiyang sangat besar ini dan gradien transmembran yang
baik, namun Ca2 + tertahan sehingga tidak dapat masuk kedalam sel. Karena
peningkatan Ca2+ yang berkepanjangan didalam sel bersifat sangat toksik ,maka
sebagian besar energy dikeluarka nuntuk memastikan bahwa banyakCa2 +
terkontrol. Secara mekanisme pertukaran Na + / Ca2 +yang memiliki kapasitas
tinggi namun pompa afinitas rendahmemompa Ca2 +keluar dari sel. Ada juga
pompaCa2 + / proton yang dependen . ATPase yang mengeluarkani Ca2 + untuk
diatur denganH +. Pompa ini memiliki afinitas tinggi terhadap Ca2 + namun
berkapasitas rendah dan mungkin mengatur vsecara halus Ca2 +sitosol.
Selain itu terdapatCa2 + ATPase yang memompa Ca2 + dari sitosolke lumen
retikulum endoplasma. Terdapat tiga cara untuk mengubah Ca2 + sitosolik: (1)
hormon (kelas II.C) dengan mengikat reseptormerupakankanal Ca2+
,meningkatkan pemecahan membran terhadap Ca2 + sehingga meningkatkan
influx Ca2 +. (2) Hormon juga secara tidak langsung mendorong masuknya Ca2
+dengan memodulasi potensi membran pada
membran plasma. Depolarisasi membrane membuka kanal Ca2+ bergerbang-
gerbang dan memungkinkan masuknyaCa2+ . (3) Ca2 + dapat dimobilisasi dari
retikulum endoplasma, dan mungkin dari antigen dimitokondria.

Hormonparatiroid ,kalsitonin, dan vitamin D berfungsi mengatur


metabolisme kalsium (Ca2+ ) danfosfat (PO43-).

1.1 KALSIUM

 99 % dalam bentuk Kristal ditulang dan gigiyaitu Kristal hidroksiapatit Ca10


(PO4)6 OH 2
 0,9 % didalamsel-sel jaringan lunak
 0,1% terdapat di CES dan
- ½ terikat protein plasma hanya terbatas diprotein plasma, berikatan dengan
fosfat tetapi tidak dapat berdifusi melewati membrane kapiler serta tidak bebas
ikut serta dalam reaksi kimia –sebagian kecil membentuk komplek dengan
asam lain (sitrat,bikarbonat,danfosfat ) dapat berdifusi melewati membrane
kapiler tetapi tidak dapat berionisasi
-1/2 berdifusi bebas dengan kadar normal 9,4 mg/dl danaktifbiologisdibawah
control hormone (1/1000 total Ca2+ ) yang berperan penting dalam
sejumlah aktivasi:
1. Eksibilitas neuromuskuler ;penurunan kadar bebas Ca2+ dapat
meningkatkan permeabilitas dan kenaikan Na+ yang menyebabkan
potensi istirahat mendekati ambang eksitabilitas berlebihan saraf
dan otot (jaringan saraf dan otot mencapai ambang oleh
rangsangan yang secara normal tidak efektif ) dan sebaliknya kadar
Ca2+ dalam darah dapat normal , hipokalsemia ( CO 2dapat

menyebabkan kontraksispastik otot pernafasan yang


memungkinkan kematian ) atau hiperkalsemia ( CO2dapat
menyebabkan aritmia jantung )
2. Penggabungan eksitasi-kontraksidi oyot jantung dan otot polos ;
yang menyebabkan peningkatan Ca2+sitosol didalam sel otot
menyebabkan kontraksi , peningkatanCa2+ bebas dalam CES
menurunkan eksitabilitas neuromuskuler dan mengurangi
kemungkinan terjadinyakontraksi.
3. Penggabungan rangsangan sekresi ; masuknyaCa2+kedalam sel
sekretorik yang terjadi akibat pemingkatan permeabilitas terhadap
Ca2+ sebagai respon terhadap rangsangan yang sesuai , memicu
pengeluaran produk sekretorik melalui proses eksositosis ( sekresi
neuromatransmitter oleh sel saraf dan sekresi hormone peptide dan
katekolamin olehsel endokrin)
4. Pemeliharaan yang eratantarsel-sel
5. Pembekuandarah ;sebagaikofaktordalam proses pembekuandarah.

Konsentrasikalsium plasma diaturdenganketattidaksemuakalsium yang


dimakanakandiserap ,tingkatpenyerapantergantungpada hormone dan status
kalsiumtubuh. Tulangberfungsisebagai reservoir kalsiumdalamjumlahbesar. Dan
pengaturanmetabolismekalsiumbergantungpada control hormone
danpertukaranantar CES denganginjaldanusus .

Control metabolismekalsiummencakup 2 aspek : 1) hormeostasiskalsium


yang cepatyaitupertukaranantartulangdan CES
danpenyesuaianekskresikalsiummelalui urine.
2.) keseimbangankalsiumyaitupenyesuainkalsiumdiusus (
berlangsunglebihlambat ) danpenyesuainekskresikalsiummelalui urine.

Hormone paratiroid (PTH) termasuk hormone peptide yang


berfungsimeningkatkankonsetrasifosfat plasma denganbekerjapadatulang
,ginjaldanusus. Esensialjikakehidupantanpa PTH
makadalambeberapahariasfiksiaakibatspasmehipokalsemikototpernafasan. PTH
jikameningkatkankonsentrasikalsium plasma maka :

a) Menginduksiflukcepatkalsium (tanpafosfat )kedalam plasma dari labile


pool yang jumlahnyakecil (5 gram ) dicairan tulang melalui membrane
osteosit –osteoblas yang menjadiosteolisi .
b) Merangsangpelarutantulangyaitu transfer lambatkalsiumdanfosfatdari
stable pool (1000 gram ) kedalam plasma PTH yang
merangsangaktivitasosteoklas , tetapimenghambat osteoblast.
c) Efekpadaginjalakanmerangsangpenghematankalsium,meningkatkanpengel
uaranfosfat ( pentingnyauntukmencegahpengendapankembalikalsium yang
telahdibebaskandaritulang,pembentukangaramkalsiumdan Kristal
hidroksiapatit), sertameningkatkanpengaktifan vitamin D.
d) Efekpadaususdapatmeningkatkanreabsorpsikalsiumdanfosfatsecaratidakla
ngsungmelaluipengaktifanvitD .

Hormone kalsitonintermasuk hormonepolipeptidadisekresiolehsel c


kelenjarteroid /selparafolikuler yang memerlukanwaktuparuhkurangdari 10 menit.
Terutamabekerjapadatulangdanhanyamemilikiefekkecilpadaginjal sera usus.
Pengaturutamasekresikalsitonimadalahkadarkalsiumbebasdalam plasma jikaCa2+
plasmatinggimakakalsitoninrendahdanjikaCa2+ plasma
rendahmakasekresikalsitoninjugarendah. Kalsitonintidakesensialmempertahankan
homeostasis
kalsiumdanfosfatmakatidakpernahditemukankelainankarenakekuranganataukelebi
hankalsitonin.

Sekresikalsitonindimulaipadakadarkalsium plasma sedikitdiatas normal (9,5


mg/dl) yang dirangsangolehdopain, beta –adrenergik agonist, esterogen ,gastrin
(factor terkuat ) ,CCK dan glucagon. Sekresi paling
tinggiterjadipadaindividumudayaituberperandalampertumbuhandanpengembangan
tulangrangkaselainitusekresijugameningkatpadawanitahamildanmenyusuikarnaber
gunauntukmelindungitulang maternal dari proses reabsorpsi yang
berlebihanuntukpenyediaankalsiumbagijanin.

Vitamin D / kalsitriol/ 1,25dihidroksikolekalsiferol ( 1,25 DHC)


berfungsimeningkatkanpenyerapankalsiumdanfosfatdiusussertameningkatkanresp
onsifitastulangterhadap PTH. Sintesisdansekresikalsitrioldirangsangolehbeberapa
factor yaitu :

a)Factor hormonal meliputi ; -Peningkatankadar PTH

- peningkatan GHpadamasapertumbuahan

- peningkatan prolactin
danesterogenselamakehamlandanlaktasi.

b) Factor mineral ;hipokalasemia


c) Hiperfosfatemiaberfungsimenghambat

3.2 Hormon Korteks Adrenal

Korteks Adrenal menyintesis lusinan molekul steroid yang berlainan,tetapi


hanya beberapa diantara lusinan molekul ini yang memiliki aktivitas biologik.
Molekul steroidini dipilah menjadi tiga kelompok, yakni:
glukokortikoid,mineralokortikoid dan androgen. Semua hormon ini memulai
kerjanya lewat penggabungan dengan reseptor intrasel yang spesifik dan
kompleks ini akan berkaitan ke regio spesifik DNA untuk mengatur ekskresi gen.
Peristiwa ini mengakibatkan perubahan laju sintesis sejumlah kecil protein,yang
selanjutnya akan mempengaruhi berbagai proses metabolisme,misalnya
glukoneogenesis dan keseimbangan Na+ serta K+.
3.2.1 Kepentingan Biomedis

Hormon korteks adrenal,khususnya glukokortikoid,merupakan komponen


esensial dalam proses adaptasi terhadap keadaan stress berat. Mineralkortikoid
diperlukan bagi keseimbangan Na+ dan K+ yang Normal. Preparat sintetik yang
analog kedua golongan hormon yersebut digunakan untuk keperluan terapi.
Secarakhusus banyak preprat analog glukokortikoid merupakan obat antiinflamasi
yang ampuh. Kadar di dalam plasma yang berlebihan atau kekurangan pada salah
satu diantara ketiga golongan hormon ini seebagai akibatbaik penyakit maupun
penggunaan terapeutik,akan menimbulkan berbagai komplikasi yang serius dan
kadang-kadang dapat membawa kematian. Suatu rangkaian defisiensi enzim
merupakan kelainan yang diwariskan membantu menjelaskan tahap-tahap yang
terlibat dalam steroidogenesis dan melukiskan kemampuan korteks adrenal untuk
mengubah kecepatan relatif produksi hormon yang berlainan ini.

3.2.2 Korteks Adrenal Membuat Tiga Macam Hormon

Korteks adrenal manusia memiliki tiga buah lapisan atau zona yang berbeda.

Daerah Subkapsular dinamakan glomerulosa dan berkaitan dengan produksi


mineralkortikoid. Berikutnya adalah Zona Fasikulata yang bersama dengan Zona
Retikularis menghasilkan kelompok glukokortikoid serta hormon androgen.

Gambar 3.2.2 struktur korteks adrenal

Korteks adrenal membuat tiga kolompok umum hormon steroid yang


digolongkan berdasarkan kerjanya yang dominan. Memang terjadi tumpang tindih
pada aktivitas biologiknya mengingat semua glukokrtikoid alami mempunyai
aktivitas mineralkortikoid dan glukokortikoid alami mempunyai aktivitas
mineralkortikoid dan demikian pula sebaliknya.

Glukokotikid merupakan steroid 2.1 karbon yang kerjanya banyak dan salah
satu diantaranya yang paling penting adalah untuk meningkatkan proses
glukoneogenesis.
Hormon hormon yang dihasilkan dari kelenjar adrenal ( suprarenal) sangat
penting untuk kelangsungan hidup. Korteks adrenal merupakan sumber untuk
hormon steroid yang penting, aldosteron dan kortisol.

Hormon - hormon yang dihasilkan oleh bagian korteks adrenal meliputi:

1. Kortisol
Kortisol merupakan glukokortikoid yang dominan pada manusia,dan hormon
ini dibuat di dalam zona fasikulata. Kortikosteron yang dibuat di zona fasikulata
dan glomerulosa,kurang begitu berlimpah pada manusia kendati merupakan
glukokortikoid yang dominan pada hewan pengerat. Kortisol merupakan produk
akhir dari kaskade hormon yang membentuk aksis hipotalamus – hipofisis -
adrenokortikal.sel korteks adrenal memiliki banyak reseptor lipoprotein densitas
rendah pada permukaannya. Resptor ini menyebabkan sel korteks adrenal mampu
untuk mengambil kolesterol dengan cepat untuk selanjutnya digunakan dalam
sintesis hormon steroid adrenal.

Kortisol adalah enzim yang penting dan memiliki efek pada banyak jaringan
tubuh. Kortisol berperan penting dalam metabolisme tubuh dengan merangsang
penguraian protein di otot dan jaringan konektif dan merangsang pelepasan
gliserol dan asam lemak bebas dari jaringan adiposa sehingga kortisol
menyediakan substrat yang penting untuk glukoneogenesis.

Gambar 3.2.2 Struktur Kortisol

Sumber: Google
2. Androgen adrenal
hirmon yang paling poten di kelompok ini,dan secara eksklusif dibuat di
dalam zona glomerulosa. Zona fasikulata dan retikularis korteks adrenal juga
menhasilkan zat perkursor androgen Dehidroepiandrosteron denga jumlah yang
bermakna dan hormon androgen lemah androstenedion. Esterogen tidak dibuat
dalam jumlah yang bermakna di dalam kelenjar adrenal dapat memproduksi
hormoon tersebut, dan androgen yang berasal dari kelenjar adrenal menjadi
prekusior esterogen yang penting pada wanita menopause.

Selain kortisol zona fasikula dan zona retikularis pada korteks adrenal juga
menghasilkan hormon yang disebut hormon androgen adrenal – androstenedion,
DHA ( dehidroepiandrosteron) dan DHA sulfat. Senyawa – senyawa ini
memungkinkan memiliki aktivitas androgeniknya sendiri dalam konversi perifer
menjadi testosteron. Pada wanita, korteks adrenal merupakan sumber androgen
yang penting tetapi bagi pria,sumber ini tidak signifikan jika dibandingkan dengan
testosteron yang dihasilkan oleh testis

3. Aldosteron
Aldosteron (Mineralkortikoid) juga merupakan steroid 21-karbon. Kerja
utama kelompok hormon ini adalah untuk meningkatkan retensi Na+ dan eksresi
K+ serta H+, khususnya di dalam ginja

Aldosteron merupakan hormon yang duhasilkan oleh zona fasikula dan


retikulus. Aldosteron adalah hormon yang terutama dikontrol oleh sistem renin-
angiotensin ( sistem hormon yang mengatur mengenai tekanan darah dan air
keseimbangan ). Aldosteran mempunyai peran dalam meningkatkan reabsorbsi
natrium dan ekskresi kalium dalam ginjal.
Gambar 3.2.2 Struktur Aldosteron

Sumber: Google

3.2.3 Gangguan pada korteks adrenal

Hiperfungsi korteks adrenal

Kelebihan kortisol

Kelebihan hormon kortisol dapat menyebabkan seseorang terkena sindrom


cushing. Nama penyakit ini berasal dari seorang ahli bedah syaraf amerika ,
harvey cushing. Kelebihan kortisol sering kali disebabkan oleh penggunaan obat
steroid yang berkepanjangan . selaini itu juga bisa disebabkan oleh tumor yang
mensekresi kortisol atau ACTH ( Adrenocorticotropic Hormone ). ACTH
dihasilkan oleh lobus anterior dalam kelenjar hipofisis. Para penderita sindrom
cushing secara khas akan kehilangan pola diurnal sekresi ACTH dan kortisol.
Mereka menunjukkan hiperglikemia atau atau intoleransi glukosa karena
peningkatan glukoneogenesis.para penderita sindrom ini juga tedapat redistribusi
lemak yang aneh dengan obesitas punk kerbau yang khas resistensi terhadap
infeksi dan espon inflamasi terganggu seperti halnya penyembuhan luka .

Kelebihan androgen
Tumor adrenokortikal dapat memproduksi androgen berlebih yang
menyebabkan hirsutisme dan virilisasi pada wanita. Kondisi ini tidak harus
disertai dengan kelebihan kortisol dan mungkin tidak ditemukan tanda – tanda
sindrom cushing.selain itu kelebihan androgen juga bisa ditemukan pada pasien
hiperplasia adrenal kongenital.

Kelebihan aldosteron

Kelebihan aldosteron yang dapat ditemukan pada Penyakit


hiperaldosteronisme primer ini sangat jarang terjadi karena kebanyakan kassus
penyakit disebabkan oleh adrenokortkal adenoma tunggal.

Hipofungsi korteks adrenal

Hipofungsi kortisol

1. Insufisiensi primer korteks adrenal dapat mengakibatkan hipoglikemia


sensivitas yang sangat tinggi terhadap hormon insulin , intoleransi terhadap stress,
anoreksia, penurunan berat badan, nausea dan gejala kelemahan yang berat

2. Insufiensi adrenal sekunder disebabkan oleh defisiensi ACTH yang terjadi


karena tumor, dan infeksi. Hal ini menimbulkan sindrom metabolik yang serupa
tanpa adanya hiperpigmentasi

3. Hiperplasia adenal kongenital ( Conginetal adrenal hyperplasia)

CAH merupakan akibat dari cacat enzim turunan dalam biosintesis


korkikosteroid. Adrenal tidak bisa mensekresi kortisol dan gangguan elektrolit
dapat melibatkan hiponatremia dan hiperkalemia cerat jika biosintesi aldosteron
juga terpengaruh . karena ketiadaan kortisol, feedback negatif kehipofisis juga
absen dan sekresi ACTH terus mendorong biosintesis steroid.

 Hipofungsi androgen adrenal

Hormon androgen adrenal yang rendah dapat menghasilkan efek seperti libido
rendah (minat atau keinginan seks), kelelahan, penurunan rasa kesejahteraan dan
peningkatan kerentanan terhadap penyakit tulang. Karena gejala seperti lesu
keinginan dan malaise umum memiliki berbagai penyebab, defisiensi androgen,
seperti hiperandrogenisme, sering kali tidak terdiagnosis

 Hipofungsi aldosteron

Aldosteron bertanggung jawab dalam meningkatkan reabsorpsi natrium dan


ekskresi kalium dalam ginjal.oleh karena itu kekurangan hormon ini dapat
menyebabkan tingginya kadar kalium dalam ginjal dan juga dapat menyebabkan
terganggunya keseimbangan cairan elektrolit

3.3 Hormon Medula Adrenal

Sistem simpatoadrenal terdiri atas saraf parasimpatik dengan saraf pre- dan
post-ganglionik kolinergiknya, sistem saraf simpatik dengan saraf preganglionik
kolinergik serta postganglionik andrenergik, dan medula adrenal. Di dalam
kepentingan Biomedis, Hormon pada sistem simpatoadrenal diperlukan untuk
adaptasi terhadap stres yang akut dan kronis.

Medula adrenal sesungguhnya merupakan perluasan sistem saraf simpatetik,


karena serabut preganglion dari nervus splanknikus berakhir di medula adrenal
tempat serabut saraf tersebut menyarafi sel kromafin yang memproduksi hormon
katekolamin dopamin, norepinefrin, dan epinefrin.Ketiga senyawa amin yaitu,
dopamin, norepinefrin, dan epinefrin disentesis di sel kromafin medula adrenalin
dan diberi nama demikian karena sel tersebut mengandung butiran yang akan
berwarna coklat-merah jika terpajan dengan kalium dikromat.
(Regulasi hormone medulla adrenal)

Stimulus yang mencekam menyebabkan hipotalamus mengaktifkan medula


adrenal melalui impuls saraf dan korteks adrenal melalui sinyal hormonal.
Medulla adrenal memperantarai respons jangka pendek terhadap stress dengan
cara mensekresikan hormon katekolamin yaitu efinefrin dan norefinefrin. Korteks
adrenal mengontrol respon yang berlangsung lebih lama dengan cara
mensekresikan hormone steroid. (Campbell, 1952 : 146)

Produk utama adrenal adalah epinefrin. Sekitar 80% dari senyawa ini berupa
katekolamin yang ada di dalam medula, dan tidak dibuat oleh jaringan di luar
medula adrenal. Sebaliknya, sebagian besar norepinafrin di dalam organ yang
disarafi oleh saraf simpatik dibuat secara in situ (sekitar 80% dari jumlah totalnya)
dan sebagian besar dari sisanya dibuat di ujung saraf lainnya dan mencapai tapak
target lewat sirkulasi darah. Epinefrin dan norepinefrin dapat diproduksi dan
disimpan dalam sel yang berlainan di medula adrenal serta jaringan kromafin
lainnya.

3.3.1 Epinefrin/Hormon Adrenalin

Medula adrenal mengandung enzim yang dapat mengubah tirosin menjadi


epinefrin. Enzim yang bersifat membatasi laju reaksi (rate-limiting) dalam proses
ini adalah tirosin hidroksilase dan enzim feniletanolamin-N-metiltransferase
(PNMT).
Konversi Tirosin menjadi epinefrin memerlukan 4 tahap yang saling
terangkai:

1. Hidroksilasi cincin
2. Dekarboksilasi
3. Hidrosilas rantai-samping
4. N-metilasi

(Gambar Biosintesis Ketokolamin)

Tiroksin Hidroksilase Bersifat Membatasi Laju Reaksi pada


Biosintesis Katekolamin.
Tirosin merupakan prekusor-langsung katekolamin, dan tirosin
hidroksilase adalah enzim yang membatasi laju reaksi pada biosintesis
katekolamin. Trison hidroksilase ditemukan baik dalam bentuk yang dapat
larut maupun bentuk yang terikat partikel hanya didalam jaringan yang
menyintesis katekolamin. Enzim ini berfungsi sebagai oksidoreduktase
dengan tetrahidropteridin sebagai kofaktor untuk mengubah L-tirosin
menjadi L-dihidroksifenilalanin (L-dopa). Sebagai enzim yang membatasi
laju reaksi, tirosin hidroksilase diatur melalui pelbagai cara.
Mekanisme yang paling penting meliputi inhibisi umpan-balik oleh
katekolamin yang bersaing dengan enzim untuk kofaktor pteridin melalui
pembentukan basa Schiff dengan unsur terakhir ini. Tirosin hidroksilase
juga secara kompetitif dihambat oleh serangkaian derivat tirosin, termasuk
α-metiltirosin. Senyawa ini kadang-kadang digunakan untuk mengobati
kelebihan produksi katekolamin pada feokromositoma, tetapi ada beberapa
preparat lain yang lebih efektif dan mempunyai efek samping yanglebih
sedikit. Kelompok senyawa yang ketiga menghambat kerja tirosin
hidroksilase lewat chelating iron dan dengan demikian menghilangkan
kofaktor yang ada. Katekolamin tidak bisa melintasi sawar darah-otak;
karena itu, katekolamin harus disintesis secara lokal di dalam otak itu
sendiri. Pada penyakit sistem saraf pusat tertentu, misalnya Parkinson,
terdapat defisiensi-setempat sintesis dopamin. L-dopa, yaitu prekusor
dopamin, mudah melintasi sawar darah-otak dan dengan demikian menjadi
preparat yang penting dalam pengobatan penyakit Parkinson.

Dopa dekarboksilase ditemukan di semua jaringan


Enzim yang dapat larut ini memerlukan piridoksal fosfat untuk
konversi L-Dopa menjadi 3,4-dihidroksifeniletelamin (dopamin). Senyawa
yang menyerupai L-Dopa, seperti α-metildopa, merupakan inhibitor-
kompetitif reaksi ini. Senyawa yang terhalogenasi akan membentuk basa
Schiff dengan L-dopa dan juga menghambat reaksi dekarboksilase.
Α-metildopa dan senyawa lain yang ada hubungannya, seperti 3-
hidroksitiramin (dari tiramin),α-metiltirosin dan metaraminol, merupakan
preparat yang efektif untuk mengobati beberapa jenis hipertensi.

Dopamin β-hidroksilase (DBH) mengatalisis konversi dopamin


menjadi Norepinefrin
DBH merupakan enzim oksidase dengan fungsi campuran
danmenggunakan askorbat sebagai donor elektron, tembaga pada tapak
aktif dan fumarat sebagai medulator. DBH terdapat dalam fraksi partikulat
sel medula, mungkin di dalam granul sekresi; dengan demikian, konversi
dopamin menjadi norepinefrin terjadi di oraganel ini. DBH dilepaskan dari
medula adrenal atau ujung saraf bersama dengan norepinefrin,
tetapi(berbeda dengan norepinefrin) DBH tidak dapat masuk kembali ke
ujung terminal saraf lewat mekanisme ambilan kembali.

Feniletanolamin-N-Metiltransferase mengatalisis produksi epinefrin


Enzim PNMT yang dapat larut mengatalilis reaksi N-metilasi
norepinefrin untuk membentuk epinefrin di dalam sel pembentuk epinefrin
pada medula adrenal. Karena PNMT bersifat dapat larut, konversi
norepinefrin menjadi epinefrin diperkirakan terjadi di dalam sitoplasma.
Sintesis PNMT diinduksi oleh hormon glukokortikoid yang mencapai
medula lewat sistem portal intra-adrenal. Sistem ini menghasilkan gradien
konsentrasi steroid sebesar 100 kali lipat lebih besar daripada di dalam
darah arteria sistemik, dan konsentrasi intra-adrenal yang tinggi ini
tampaknya diperlukan untuk induksi PNMT.

3.3.2 Fungsi Epinefrin/ Hormon Adrenalin

a) Terhadap sistem kardiovaskuler


 Menyebabkan vasodilatasi ateriol pada otot dan tulang dan vasokonstriksi
arteriol pada kulit
 Kontraksi otot pada jantung
 Memperbesar output jantung
b) Terhadap otot polos dari vesara
 Menyebabkan relaksasi otot polos gaster, usus dan vesika urinaria
 Kontraksi otot sfinkter gaster dan vesika urinaria serta relaksasi otot polos
bronkus yang dapat dipakai sebagai terapi serangan asma bronkial

3.3.3 Norepinefrin

Norepinefrin dilepaskan oleh neuron noradregenik dan bertindak sebagai


neurotransmitter dalam sistem saraf pusat dan simpatik. Hormon ini dilepaskan
oleh medula adrenal dan juga dikenal sebagai noradrenalin.

3.3.4 Fungsi Norepinefrin


a) Terhadap sistem kardiovaskuler
 Menyebabkan vasokonstriksi
 Menyebabkan tekanan darah meninggi yang sangat berguna untuk
memperbaiki keadaan syok yang disebabkan oleh pendarahan

3.3.5 Efek Epinefrin dan Norepinefrin

Epinefrin dan norepinefrin memperlihatkan efek metabolik yang mencakup


glikogenolisis di hati dan otot rangka, mobilisasi ALB (Asam Lemak Bebas),
peningkatan laktat plasma, dan stimulasi tingkat metabolik. Epinefrin dan
norepinefrin keduanya meningkatkan kekuatan dan kecepatan konstraksi jantung
terisolasi.

Norepinefrin menyebabkan vanskontriksi pada sebagian besar organ melalui


resptor α1, tetapi epinefrin menyebabkan dilatasi pembuluh darah di oto rangka
dan di hati melalui reseptor β2. Hal ini biasanya menatasi vaskonstriksi yang
ditimbulkan oleh epinefrin di tempat lain dan resistensi perifer total menurun.

Katekolamin meningkatkan kewaspadaan. Dalam hal ini epinefrin danm


norepinefrin sama kuatnya, walalpun pada manusia epinefrin biasanya lebih
menimbulkan kecemasan dan ketakutan. Katekolamin memiliki beberapa efek
berbeda yang mempenaruhi glukosa darah. Epinefrin dan norepinefrin keduanya
menyebabkan glikogenolisis. Efek ini terjadi melalui reseptor andrenergik-β yang
meningkatkan AMP siklik, disetai pengaktifan fosforilase dan melalui reseptor
andrenergik-α yang meningkatkan Ca2+ intrasel. Selain itu katekolamin
meningkatkan sekresi insulin dan glucagon melalui mekanisme andrenergik-β dan
menghambat sekresi hormone-hormon ini melaluin mekanisme andrenergik-α.

Perbedaan utama antara struktur dua hormon ini adalah bahwa adrenalin
memiliki kelompok metil terikat pada nitrogen, sementara noradrenalin memiliki
atom hidrogen di tempat kelompok metil.

Eprinefrin bertanggung jawab untuk mengontrol seluruh jaringan tubuh,


sementara norepinefrin mrngontrol bagian-bagian otak yang bertanggungjawab
untuk hubungan pikiran tubuh dan tindakan merespons.

3.3.6 Hormon Katekolamin Dopamin

Perangsangan sistem saraf simpatis dapat melepaskan noradrenalin dari ujung


saraf simpatis dan melepaskan noradrenalin serta adrenalin dari kelenjar adrenal.
Pada keadaan tertentu dapat merangsang pelepasan katekolamin dari medula
adrenal dengan gejala sebagai berikut :
1. Marah, dingin dan rasa takut
2. Keadaan glukosa plasma rendah (hipoglikemia)
3. Tekanan darah rendah (hipotensi)
4. Anoksia otak (kekurangan O2 di otak)
5. Asfiksia (kekurangan oksigen)
6. Meningkatkan kadar angiotensin

3.3.7 Efek Katekolamin

Penggiatan reseptor beta meningkatkan sintesa siklis AMP yang menimbulkan


pengaruh inhibisi (menghambat proses) pada sel yang bersangkutan kecuali otot
jantung, dan akan terjadi sebaliknya pada reseptor alfa(mengikat senyawa atom).

1. Meningkatkan denyut jantug dan tekanan darah (pengaruh vasokonstriksi


dari noradrenalin)
2. Meningkatkan glikogenesis (meningkatkan gula darah)
3. Meningkatkan metabolisme oksidatif glukosa dalam sel
4. Meningkatkan pembentukan energi panas

Klasifikasi Katekolamin Berdasarkan Mekanisme Kerjanya

Katekolamin bekerja lewat dua kelompok utama reseptor. Kelompok


katekolamin ini disebut kelompok α-andregenik serta β-andregenik, dan masing-
masing kelompok terdiri atas dua sub kelompok, yakni subkelompok α1, α2, β1
dan β2. Klasifikasi ini berdasarkan pada urutan relatif pengikatan berbagai agonis
dan antagonis. Epinefrin terikat pada dan mengaktifkan baik reseptor α dan β,
sehingga kerjanya pada suatu jaringan yang memiliki kedua reseptor tersebut akan
bergantung pada afinitas relatif reseptor ini terhadap hormon tersebut.

3.4 Hormon Gonad

Hormon gonad, yang bertanggung jawab untuk produksi ovarium pada


wanita dan sperma pada pria, berada di bawah kontrol FSH fan LH. Fungsinya
juga meliputi fungsi endokrin.Gonad merupakan organ dwifungsi yang
memproduksiselbenihdanhormonseks.Keduafungsiiniberkaitaneratkarenakonsentr
asilokalhormonseks tang tinggidiperlukanuntukperkembanganselbenih.
Ovariummemproduksi ovum danhormon steroid, estrogen, sertaprogesteron; testis
memproduksi spermatozoa danhormontestosteron.Sepertipadakelenjar adrenal,
sejumlahhormon steroid jugadihasilkan, kendatihanyasedikitsaja yang
bekerjaaktifsebagaihormon.Produksihormonini, diaturketatlewatlingkaranumpan-
balik yang melibatkanhipofisisdanhipotalamus.Hormon gonad
bekerjalewatmekanismenukleus yang serupadenganmekanisme yang
dipakaiolehhormon steroid adrenal.

3.4.1 Kepentingan Biomedis

Pelaksanaanfungsi gonad yang benarsangatpentingbagi proses


reproduksidandengandemikiansangatmenentukankelanjutanhidupspesiestersebut.
Sebaliknya, pemahamantentangbiologidanbiokimiaendokrindalam proses
reproduksimerupakanlandasanbagibanyakpendekatandalamkontrasepsi. Hormon
gonad mempunyaifungsi lain yang penting; sebagaicontoh,
hormoninibersifatanaboliksehinggadiperlukanuntukmempertahankanmetabolisme
di dalamkulit, tulangsertaotot.

3.4.2 Testis MemproduksiTestosteron Dan Spermatozoa

Keduafungsiinidilaksanakanolehtigajenissel yang khususyaitu; (1)


spermatogoniadanselbenih yang lebihberdiferensiasi yang
terdapatdalamtubulusseminiferus; (2) selLeydig (yang
jugadinamakanselinterstisial) yang tersebar di
jaringanikatantaratubulusseminiferus yang
bergabungdanmenghasilkantestosteronsebagairesponterhadap LH; dan (3)
selSertoli yang
membentukmembranbasalistubulusseminiferussertamenyediakanlingkungan yang
diperlukanbagidiferensiasisertamaturasiselbenih. Spermatogenesis dirangsangoleh
FSH dan LH yang dihasilaknolehkelenjarhipofisis. Proses
inimemerlukanlingkungan yang mendukung proses
diferensiasiselbenihdankonsentrasitestosteron yang melebihikonsentrasinya di
dalamsirkulasisistemik – suatupersyaratan yang
bisadipenuhikarenaselLeydigdantubulusseminiferusletaknyaberdekatan.

3.4.3 AkronimyangDigunakan
ABP Androgen-binding protein
ACTH Adrenocorticotropic hormone
CBG Corticosteroid-binding globulin
DHEA Dehidroepiandrosteron
DHT Dihidrostestosteron
Estradiol
FSH Follicle-stimulating hormone
GnRH Gonadotropin-releasing hormone
hCG Human chorionic gonadotropin
hCS Human chorionic somatomammotropin
LH Luteinizing hormone
MIF Mullerian inhibiting factor
3-OHSD 3-Hidroksisteroid dehidrogenase
17-OHSD 17-Hidroksisteroid dehidrogenase
PL Placental lactogen
SHBG Sex hormone binding globulin
TBG Thyroid-binding globulin
TEBG Testosteron-estrogen binding globulin

3.4.4 EnzimPemutusRantai-SampingKolesteroldan 3-Hidroksisteroid


Dehidrogenase Mengatalisis Tahap Penting di Dalam Sintesis Hormon
Steroid Gonad

Hormon Androgen testikulardisintesis di


jaringaninterstisialolehselLeydig.Prekusor- langsungbagihormon steroid gonal,
sepertihalnyadenganhormon steroid adrenal adalahkolesterol.Tahap yang
membatasikecepatanreaksi, sepertipadakelenjar adrenal,
adalahpengangkutankolesterolkemembran internal mitokondriaoleh protein
pengangkutsteroidogenic acute regulatory protein
(STAR).Setelahberadapadaposisi yang besar, kolesterolmengalami proses
olehkerjaenzimpemutusrantai-samping P450scc.
Konversikolesterolmenjadipregnenolonadalahidentik di kelenjar adrenal,
ovariumdan testis.
Meskipundemikian,reaksidalamduajaringanterakhirbukanditingkatkanoleh ACTH
melainkanoleh LH.

Konversipregnonolonmenjaditestosteronmemerlukan lima aktivitasenzim


yang terdapat di dalamtigaprotein : (1) 3-hidroksisteroid dehidrogenase (3-OHSD)
dan isomerase (2) 17-hidroksiliase dan C17, 20 liase; dan (3) 17-hidroksisteroid
dehidrogenase (17-OHSD). Perhatikan bahwa masing-masing protein 1 dan 3
memilikiduabuahaktivitasenzimatik yang khas.Rangkaianini yang
disebutsebagailintasanprogesteron (ataulintasan). Pregnolon dapat pula diubah
menjadi testosteron lewat lintasan dehidroepiandrosteron (atau lintasan ). Jalur
lebih disukai di dalam testis manusia.Bisaterdapatperbedaanantar-spesies yang
bermakna.

3.4.5 Maturasi dan Rumatan Sistem Reproduksi Perempuan Merupakan


Fungsi Utama Hormon Ovarium

Hormon ovarium ini menyiapkan komponen struktural pada sistem


reproduksi perempuan untuk proses reproduksi dengan (1) mematangkan sel
benih primordial; (2) mengembangkan jaringan yang akan memudahkan
implantasi blastosit; (3) memberikan “pengatur-waktu hormonal” bagi ovulasi; (4)
membentuk milieu yang diperlukan untuk mempertahankan kehamilan; dan (5)
memberikan berbagai pengaruh hormonal untuk persalinan dan laktasi.

Estrogen merangsang perkembangan jaringan yang terlibat dalam


reproduksi. Pada umumnya hormon ini merangsang ukuran dan jumlah sel dengan
meningkatkan kecepatan sintesis protein, rRNA, tRNA, mRNA, dan DNA. Di
bawah rangsangan estrogen, epitel vagina akan mengadakan proliferasi dan
diferensiasi; endometrium uterus berproliferasi dan kelenjarnya akan mengalami
hipertrofi serta elongasi; miometrium uteri mengembangkan gerakan yang bersifat
intrinsik serta berirama; dan duktus payudara akan berproliferasi. Estradiol juga
mempunyai efek anabolik terhadap tulang dan kartilago sehingga hormon tersebut
akan meningaktkan proses pertumbuhan dengan mempengaruhi pembukuh darah
periver, estrogen secara khas menyebabkan vasodilatasidan penyebaan panas.
Progestin akan mengurangi aktivitas proliferatif yang dimiliki hormon
estrogenterhadap epitel vagina dan mengubah epitel uterus dari fase proliferatif ke
fase sekretorik (ukuran serta fungsi kelenjar sekretorik meningkat dan kandungan
glikogen bertambah), sehingga mempersiapkan epitel uterus untuk proses
implantasi ovum yang telah dibuahi. Progestin meningkatkan perkembangan
bagian asinar kelenjar mammae setelah estrogen merangsang perkembangan
duktusnya. Progestin menurunkan aliran darah perifer dan dengan demikian
mengurangi kehilangan panas, sehingga suhu tubuh cenderung meningkat selama
fase luteal siklus menstruasi ketika hormon steroid ini diproduksi. Peningkatan
suhu ini, yang biasanya sebesar 0,5 oC, digunakan sebagai indikator yang
menunjukkan peristiwa ovulasi.

Progestin umumnya memerlukan keberadaan estrogen pada saat


sebelumnya atau pada saat yang bersamaan, dan hal ini mungkin terjadi karena
estrogen merangsang produksi reseptor progesteron. Kedua kelompok hormon ini
acapkali bekerja secara sinergistik sekalipun mereka dapat bersifat antagonis.

Jumlah oogonia dalam ovarium manusia mencapai jumlah maksimal 6-7


juta buah pada sekitar bulan kelima kehamilan. Jumlah ini berkurang sampai
sekitar 2 juta pada saat lahir dan selanjutnya menurun lagi hingga mencapai
100.000-200.000 pada onset menarke. Sekitar 400-500 buah oogonia ini akan
berkembang menjadi oosit yang matur; sisanya secara berangsur-angsur akan
lenyap lewat atresia, yaitu suatu proses yang melibatkan hormon androgen
ovarium. Pematangan folikel dimulai pada masa bayi, dan ovarium berangsur-
angsur membesar pada masa prapubertas yang disebabkan oleh peningkatan
massa dalam jaringan stroma medular dengan sel it terstisial serta sel teka yang
akan menghasilkan hormon steroid.

Hormon seks mempunyai konsentrasi yang rendah pada usia kanak-kanak,


sekalipun gonadotropin dari luar dapat meningkatkan produksinya; karenanya,
ovarium yang imatur mempunyai kemampuan untuk menyintesis estrogen. Kadar
hormon steroid seks yang rendah ini diperkirakan akan menghambat produksi
gonadotropin pada anak perempuan usia prapubertas dan pada saat pubertas,
sistem hipotalamus-hipofisis menjadi kurang sensitif terhadap supresi. Pada usia
pubertas, pelepasan GnRH secara pulsasi akan memulai perangsangan LH dan
keadaan ini menimbulkan peningkatkan produksi hormon ovarium secara
dramatis. FSH yang merupakan perangsang utama untuk sekresi estrogen, akan
menstimulasi folikel agar menjadi matur sehingga peristiwa ovulasi terjadi.

3.4.6 Steroid Gonad Diangkut oleh Globulin Pengikat-Hormon Seks

Sebagian besar mamalia, termasuk manusia, memiliki β globulin dalam


plasmanya yang mengikat testosteron secara spesifik dengan afinitas yang cukup
tinggi, dan kapasitas terbatas (tabel 41-8). Protein ini yang biasanya diseut sex
hormone binding globulin(SHBG, globulin pengikat hormon seks) atau globulin
pengikattestosteron-estrogen (TEBG), dihasilkan di hati. Produksi protein ini
ditingkatkan oleh estrogen (wanita memiliki konsentrasi SHBG serum dua kali
lipat dibandingkan pria), penyakit hati tertentu, dan hipertiroidisme; produksinya
menurun oleh androgen, usia lanjut, dan hipotiroidisme. Banyak keadaan tersebut
juga memengaruhi produksi CBG dan TBG. Karena SHBG dan albumin mengikat
97-99% testosteron dalam darah, hanya sebagian kecil fraksi hormon dalam
sirkulasi yang aktif secara biologis (bentuk bebas). Fungsi utama SHBG dapat
membatasi bentuk bebas testosteron dalam serum. Testosteron berikatan dengan
SHBG dengan afinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengikatan yang
dilakukan oleh estradiol (tabel 41-8). Oleh sebab itu, perubahan kadar SHBG
menyebabkan perubahan yang lebih besar pada kadar testosteron bebas
dibandingkan dengan perubahannya pada kadar estradiol bebas.

Tabel 41-8. Perkiraan afinitas steroid untuk potein pengikat dalam serum.

SHBG1 CBG1
Dihidrotestosteron 1 > 100
Testosteron 2 > 100
Estradiol 5 > 10
Estron > 10 > 100
Progesteron > 100 Sekitar 2
Kortisol > 100 Sekitar 3
Kortikosteron > 100 Sekitar 5
Estrogen terikat pada SHBG dan progestin pada CBG. SHBG mengikat
estradiol dengan kekuatan lima kali lipat lebih rendah dibandingkan ikatannya
dengan testosteron atau DHT, sementara afinitas progesteron dan kortisol
terhadap protein ini kecil (tabel 41-8). Sebaliknya, progesteron dan kortisol
berikatan dengan CBG dengan afinitas yang nyaris setara; sebaliknya CBG
memiliki aviditas rendah terhadap estradiol dan bahkan lebih kecil lagi terhadap
testosteron, DHT, atau estron.

Protein-protein pengikat ini juga merupakan reservoar hormon dalam


sirkulasi, dan karena kapasitas pengikatannya yang relatif besar, protein-protein
ini dapat menjadi penyangga terhadap perubahan mendadak kadar hormon dalam
plasma. Karena laju pembersihan metabolik berbagai steroid ini berbanding
terbalik dengan afinitas pengikatannya dengan SHBG, estron dibersihkan lebih
cepat dibandingkan dengan estradiol, yanng selanjutnya dibersihkan lebih cepat
daripada pembersihan testosteron atau DHT.

Gonadotropin

Hormonperangsangfolikel (follicle-stimulating hormone [FSH]) dan luteinizing


hormone (LH), disebuthormongonadotropikkarenainimengaturfungsi gonad.

a. Efekfisiologis FSH
(1) Padaperempuan, FSH
menstimulasipertumbuhanfolikelovariumdanmembantumenstimulasiprodu
ksi estrogen ovarium.
(2) Padalaki-laki, FSH merangsangpertumbuhandanperkembangan
spermatozoa dalamtubulusseminiferus testis.
b. Efekfisiologis LH
(1) Padaperempuan, LH bekerjasamadengan FSH, menstimulasiproduksi
estrogen. LH
bertanggungjawabuntukovulasidansekresiprogesterondarifolikel yang
ruptur.
(2) Padalaki-laki, LH menstimulasisel-selinterstisialtubulusseminiferus testis
untukmemproduksi androgen (testosteron).
c. Kendalisekresi FSH dan LH
(1) Gonadotropin hipofisisdiaturolehhormonpelepas gonadotropin
(gonadotropin-releasing hormone [GnRH]) darihipotalamus.
(2) GnRHmenyebabkanpelepasan FSH dan LH, yang padagilirannya,
akanmenyebabkanpelepasanhrmon-hormon gonad (estrogen, progesteron,
dantestosteron).
(3) MekanismeumpanbaliknegatifdanpositifterlibatdalamsekresiGnRH,
gonadotropin hipofisis, danhormon-hormon gonad.

 Organ kelamin primer adalah gonad, terdiridari testis padalaki-


lakidanovariumpadaperempuan.
1. Gamet (selkelamin) dihasilkanoleh gonad dalam proses yang disebut
gametogenesis. Testis memproduksi spermatozoa (spermatogenesis)
danovariummemproduksi ovum (oogenesis).
2. Hormonkelaminlaki-lakidanperempuanjugadihasilkanoleh gonad
danberfungsi di seluruh proses reproduksi. Sekresi steroid
bertanggungjawabuntukperkembangan prenatal organ reproduksi,
untukperkembangandanmempertahankankarakteristiksekssekunder
(perubahanfisik yang terjadisaatpubertas),
danuntukaktivitasneuroendokrinhipotalamus.
a. Androgen (terutamatestosteron) adalahhormonkelamin primer laki-
laki.
b. Estrogen (terutama estradiol) danprogesteronadalahhormonkelamin
primer perempuan.
 Organ kelaminaksesorisadalahsaluranreproduksidankelenjar yang
berkaitandengantranspor, pemberiannutrisi,
danperlindungangametstelahmeninggalkan gonad. Genitalia
eksternaljugatermasuk organ kelaminaksesoris.
 Sistemreproduksilaki-lakiterdiridari testis, sistemsaluran yang
terdiridariepididimis, duktusdeferen, duktusejakulator, danuretra;
kelenjaraksesoris; dan penis.
 Sistemreproduksiperempuanterdiridariovarium, duktus ovum, uterus,
vagina, genitalia eksternal, dankelenjarmammae.
3.5Hormon Pankreas dan Traktus Gastrointestinal

Pankreas merupakan salah satu organ dari sistem pencernaan yang memiliki
fungsi eksokrin yaitu menyekresikan enzim dan ion-ion yang digunakan untuk
proses pencernaan ke dalam lumen duodenum serta fungsi endokrin yang terdiri
dari pulau-pulau langerhans. Terletak di dibawah lengkung lambung, berbatasan
dengan usus halus, muaranya menuju ke lengkung duodenum. Untuk sekresi getah
pankreas yang menandung enzim-enzim pencernaan. Berlobus-lobus warna kunig
pucat.

Pulau langerhans membentuk 1-2% dari berat pankrean dan merupakan


kumpulan dari sel dengan tipe A, B, D dan F. Pulau langerhans menyekresikan 4
macam hormon yaitu hormon insulin, glukagon, somatostatin dan polipeptida
pankreas. Keempat macam hormon tersebut akan disekresikan ke dalam vena
pankreatika lalu menuju vena porta. Hormon insulin dan glukagon terlibat dalam
berbagai macam pengaturan metabolisme karbohidrat. Hormon somatostatin
diidentifikasi di dalam hipotalamus sebagai hormon yang menghambat sekresi
hormon pertumbuhan dan terdapat dengan konsentrasi yang lebih tinggi dalam
pulau langerhans daripada di hipotalamus. Polipetida pankreas mempengaruhi
gastrointestinal.

Traktus gastrointestinal menyekresikan banyak hormon dan berfungsi untuk


mendorong makanan ke saluran pencernaan, menimbulkan miliue (garam, pH,
enzim dll), menggerakan produk yang sudah dicerna menuju saluran digesti
selanjutnya lewat sirkulasi darah dan membuang berbagai produk limbah.

Tabel. Jenis sel dalam pulau langerhans

Tipe sel Jumlah relatif Hormon yang


diproduksi
A atau alfa -25% Glukagon
B atau beta -70% Insulin
D atau gama <5% Somatostatin
F Sangat kecil Polipeptida pankreas

Hormon Insulin

Hormon insulin merupakan hormon yang berperan dalam proses


hiperglikemia yang meningkatkan ambilan glukosa ke hati atau ke jaringan perifer
dan berperan sentral dalam mengatur glukosa darah. Sel-sel pulau langerhans
yang merupakan penghasil hormon insulin dapat dilewati dengan bebas oleh
glukosa lewat pengangkut GLUT 2 dan glukosa akan mengalami fosforilasi oleh
enzim glukokinase. Oleh karena itu, konsentrasi glukosa darah menentukan aliran
lewat glikolisis, siklus asam sitrat dan pembentukan ATP. Peningkatan ATP akan
menghambat aliran K yang sensitif terhadp ATP sehingga menyebabkan
depolarisasi membran sel B. Keadaan depolarisasi sel ini akan meningkatkan
aliran Ca yang dapat menstimulus eksositosis insulin. Jadi konsentrasi insulin di
dalam darah sepadan dengan konsentrasi glukosa darah. Pemberian ini akan
mengakibatkan hipoglikemia. Zat-zat lain yang menyebabkan pelepasan insulin
adalah asam amino, asam lemak bebas, badan keton, glukagon, dan sekretin.

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon


insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase,
preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang
kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel
tersebut. Di sini, dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi
insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan
secara bersamaan melalui membran sel.

Proinsulin mempunyai panjang yang bervariasi dari 78 hingga 86 asam amino


dengan variasi yang terdapat pada panjang regio peptida C. Proinsulin memiliki
daya kelarutan dan titik isoelektrik yang sama seperti insulin. Prekursor ini
membentuk heksamer dengan kristal seng dan bereaksi kuat dengan antiserum
insulin. Proinsulin memiliki bioaktivitas insulin sehingga menunjukkan bahwa
sebaian besar tapak aktif pada insulin terhalang di dalam molekul prekursornya.
Sebagian proinsuin dilepas bersama insulin dan pada keadaan tertentu dengan
jumlah yang lebih besar daripada biasanya. Proinsulin memiliki usia paruh yang
lebih panjang daripada insulin bisa bereaksi silang secara kuat dengan antiserum
insulin maka pemeriksaan radioimmunoassay untuk insulin terkadang
memperkirakan secara berlebihan bioaktivitas insulin di dalam plasma.

Peptida C tidak mempunyai aktivitas metabolik yang jelas. Unsur ini


merupakan molekul yang berbeda jika dilihat dari segi antigeniknya karena itu
pemeriksaan immunoassay terhadap peptida C dapat membedakan insulin yang
disekresikan dari dalam dengan insulin yang diberikan dari luar dan dapat
mengukur jumlah insulin endogen jika antibodi antiinsulin menghalangi
pengukuran langsung kadar insulin. Peptida C pada berbagai spesies yang
berlainan mempunyai aju subtitusi asam amino yang tinggi. Hasil pengamatan ini
menegaskan kembali hasil pengamatan bahwa fragmen ini kemungkinan tidak
memiliki akttivitas metabolik. Penyusunan struktural molekul prekursor tidak
bersifat unik bagi insulin, hormon peptida yang hubungannya sangat erat
memperlihatkan penyusumna yang umum.

Mekanisme diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara


normal, karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi
glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan
komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam
memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-
obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta.
Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin
setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum
sepenuhnya dapat dipahami secara jelas.

Pankreas menyekresikan 40-50 unit insulin per hari yang mewakili sekitar 20-
50% dari hormon yang disimpan di dalam kelenjar. Sekresi insulin merupakn
proses yang memerlukan energi dengan melibatkan sistem mirkotubulus dan
mikrofilamen daam sel B pulau Langerhans Diketahui ada beberapa tahapan
dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa.
Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat
melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose
transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai
sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai
“kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh.
Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya,
diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran,
ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa
akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian
membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk
tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran
sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang
menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian
oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan
masuknya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel.
Suasana ini dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup
rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan.

Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya


disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tetapi
juga dapat oleh pengaruh beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun
senyawa obat-obatan tersebut, misalnya obat anti diabetes sulfonil urea, bekerja
pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor yang sama dengan glukosa, yang
disebut sulphonylurea receptor (SUR) pada membran sel beta.
Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh
normal oleh sel beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic.
Seperti dikemukakan, sekresi insulin normal yang biphasic ini akan terjadi setelah
adanya rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan atau minuman.
Insulin yang dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi glukosa darah agar selalu
dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban.
Dengan demikian, kedua fase sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron
tersebut, menjaga kadar glukosa darah selalu dalam batas-batas normal, sebagai
cerminan metabolisme glukosa yang fisiologis.

Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi insulin
yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan
berakhir juga cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya mempunyai puncak yang relatif
tinggi, karena hal itu memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa
darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan. Kinerja AIR yang
cepat dan adekuat ini sangat penting bagi regulasi glukosa yang normal karena
pasa gilirannya berkontribusi besar dalam pengendalian kadar glukosa darah
postprandial. Dengan demikian, kehadiran AIR yang normal diperlukan untuk
mempertahankan berlangsungnya proses metabolisme glukosa secara fisiologis.
AIR yang berlangsung normal, bermanfaat dalam mencegah terjadinya
hiperglikemia akut setelah makan atau lonjakan glukosa darah postprandial
(postprandial spike) dengan segala akibat yang ditimbulkannya termasuk
hiperinsulinemia kompensatif.

Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained


phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan
dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas
pengaturan glukosa darah selanjutnya diambil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi
insulin fase 2 yang berlangsung relatif lebih lama, seberapa tinggi puncaknya
(secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah di
akhir fase 1, disamping faktor resistensi insulin. Jadi, terjadi semacam
mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1 sebelumnya.
Apabila sekresi fase 1 tidak adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk
peningkatan sekresi insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin tersebut
pada hakikatnya dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa
darah (postprandial) tetap dalam batas batas normal. Dalam prospektif perjalanan
penyakit, fase 2 sekresi insulin akan banyak dipengaruhi oleh fase 1. Dinamika
sekresi insulin pada keadaan normal, Toleransi Glukosa Terganggu ( Impaired
Glucose Tolerance = IGT ), dan Diabetes Mellitus Tipe 2.

Biasanya, dengan kinerja fase 1 yang normal, disertai pula oleh aksi insulin
yang juga normal di jaringan ( tanpa resistensi insulin ), sekresi fase 2 juga akan
berlangsung normal. Dengan demikian tidak dibutuhkan tambahan ( ekstra )
sintesis maupun sekresi insulin pada fase 2 diatas normal untuk dapat
mempertahankan keadaan normoglikemia. Ini adalah keadaan fisiologis yang
memang ideal karena tanpa peninggian kadar glukosa darah yang dapat
memberikan dampak glucotoxicity, juga tanpa hiperinsulinemia dengan berbagai
dampak negatifnya.
Intravenous SecondPhase
glucose
Insulin stimulation IGT
Secreti
on
First-Phase
Normal

Type 2DM
Basal

0 5 10 15 20 25 30 inute )

Gb. Dinamika sekresi Insulin setelah beban glukosa intravena pada


keadaan normal dan keadaan disfungsi sel beta

Faktor-faktor yang mempengaruhi sekresi insulin adalah sebagai berikut.

1. Glukosa
Peningkatan glukosa di dalam plasma merupakan faktor fisiologik pengatur
sekresi insulin. Metabolisme glukosa yang diawali oleh enzim glukokinase dan
mengubah glukosa menjadi glukosa 6 fosfat berhubungan erat dengan sekresi
insulin. Dengan peningkatan jumlah energi maka K yang sensitif terhadap insulin
akan keluar sehingga terjadi depolarisasi di sel B dan mengaktivasi saluran Ca
sehingga terjadi sekresi insulin.
2. Faktor hormonal
Sejumlah hormon mempengaruhi pelepasan insulin. Preparat agonis alfa
andregenik menghambat pelepasan insulin sementara preparat agonis beta
andregenik meningkatkan pelepasan insulin dengan meningkatkan cAMP intrasel.
Hormon pertumbuha, kortisol, laktogen plasenta, estrogen juga meningkatkan
sekresi insulin.
3. Preparat farmakologik
Salah satu senyawa yang paling sering digunakan untuk terapi diabetes pada
manusia adalah senyawa sulfonilurea yang merangsang pelepasan insulin.
Akibat defisensi Insulin
1. Penurunan ambilan glukosa dan peningkatan produksi glukosa akibat
peningkatan asam amino plasma sehingga menyebabkan hiperglikemia,
glikosuria, diuresis osmotik dan deplesi elektrolit sehingga timbul dehidrasi
dan asidosis
2. Peningkatan lipolisis yang menyebabkan peningkatan asam lemak, beban
plasma, ketogenesis, ketonuria dan ketonemia yang akan berujung pada
timbulnya dehidrasi dan asidosis.

Mekanisme kerja insulin


Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh
terutama metabolisme karbohidrat. Kerja insulin dimulai ketika hormon tersebut
terikat dengan sebuah reseptor glikoprotein yang spesifik pada permukaan sel
target Hormon ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh
hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar. Pada
jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis
reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel
tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal
yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa di dalam sel otot dan
lemak meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah
berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4
(glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada mendorong penempatannya
pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja
memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami
metabolism. Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain
diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi
insulin yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi
jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya
diabetes, khususnya diabetes tipe 2.
Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan
metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana
GLUT-2 berfungsi sebagai kendaraan pengangkut glukosa melewati membrana
sel kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur
homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih
ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari
proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses ini
berlangsung secara normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon
insulin. Manakala jaringan ( hepar ) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi
hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan
menjadi tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin
rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan
glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar.

1. binding ke reseptor, 2. translokasi GLUT 4 ke membran sel, 3. transportasi


glukosa meningkat, 4.disosiasi insulin dari reseptor, 5. GLUT 4 kembali menjauhi
membran, 6. kembali kesuasana semula. Gambar. Mekanisme normal dari aksi
insulin dalam transport glukosa di jaringan perifer

Efek Metabolisme dari Insulin

Gangguan, baik dari produksi maupun aksi insulin, menyebabkan gangguan pada
metabolisme glukosa, dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Pada
dasarnya ini bermula dari hambatan dalam utilisasi glukosa yang kemudian diikuti
oleh peningkatan kadar glukosa darah. Secara klinis, gangguan tersebut dikenal
sebagai gejala diabetes melitus. Pada diabetes melitus tipe 2 (DMT2), yakni jenis
diabetes yang paling sering ditemukan, gangguan metabolisme glukosa
disebabkan oleh dua faktor utama yakni tidak adekuatnya sekresi insulin
(defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin
(resistensi insulin), disertai oleh faktor lingkungan ( environment ). Sedangkan
pada diabetes tipe 1 (DMT1), gangguan tersebut murni disebabkan defisiensi
insulin secara absolut.

Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi, diawali oleh kelainan pada dinamika
sekresi insulin berupa gangguan pada fase 1 sekresi insulin yang tidak sesuai
kebutuhan (inadekuat). Defisiensi insulin ini secara langsung menimbulkan
dampak buruk terhadap homeostasis glukosa darah. Yang pertama terjadi adalah
hiperglikemia akut pascaprandial (HAP) yakni peningkatan kadar glukosa darah
segera (10-30 menit) setelah beban glukosa (makan atau minum).

Kelainan berupa disfungsi sel beta dan resistensi insulin merupakan faktor etiologi
yang bersifat bawaan (genetik). Secara klinis, perjalanan penyakit ini bersifat
progressif dan cenderung melibatkan pula gangguan metabolisme lemak ataupun
protein. Peningkatan kadar glukosa darah oleh karena utilisasi yang tidak
berlangsung sempurna pada gilirannya secara klinis sering memunculkan
abnormalitas dari kadar lipid darah. Untuk mendapatkan kadar glukosa yang
normal dalam darah diperlukan obat-obatan yang dapat merangsang sel beta untuk
peningkatan sekresi insulin ( insulin secretagogue ) atau bila diperlukan secara
substitusi insulin, disamping obat-obatan yang berkhasiat menurunkan resistensi
insulin ( insulin sensitizer ).

Tidak adekuatnya fase 1, yang kemudian diikuti peningkatan kinerja fase 2 sekresi
insulin, pada tahap awal belum akan menimbulkan gangguan terhadap kadar
glukosa darah. Secara klinis, barulah pada tahap dekompensasi, dapat terdeteksi
keadaan yang dinamakan Toleransi Glukosa Terganggu yang disebut juga sebagai
prediabetic state. Pada tahap ini mekanisme kompensasi sudah mulai tidak
adekuat lagi, tubuh mengalami defisiensi yang mungkin secara relatif, terjadi
peningkatan kadar glukosa darah postprandial. Pada toleransi glukosa terganggu
(TGT) didapatkan kadar glukosa darah postprandial, atau setelah diberi beban
larutan 75 g glukosa dengan Test Toleransi Glukosa Oral ( TTGO ), berkisar
diantara 140-200 mg/dl. Juga dinamakan sebagai prediabetes, bila kadar glukosa
darah puasa antara 100 – 126 mg/dl, yang disebut juga sebagai Glukosa Darah
Puasa Terganggu ( GDPT ).

Keadaan hiperglikemia yang terjadi, baik secara kronis pada tahap diabetes, atau
hiperglikemia akut postprandial yang terjadi ber-ulangkali setiap hari sejak tahap
TGT, memberi dampak buruk terhadap jaringan yang secara jangka panjang
menimbulkan komplikasi kronis dari diabetes.Tingginya kadar glukosa darah
(glucotoxicity) yang diikuti pula oleh dislipidemia (lipotoxicity) bertanggung
jawab terhadap kerusakan jaringan baik secara langsung melalui stres oksidatif,
dan proses glikosilasi yang meluas.

Resistensi insulin mulai menonjol peranannya semenjak perubahan atau konversi


fase TGT menjadi DMT2. Dikatakan bahwa pada saat tersebut faktor resistensi
insulin mulai dominan sebagai penyebab hiperglikemia maupun berbagai
kerusakan jaringan. Ini terlihat dari kenyataan bahwa pada tahap awal DMT2,
meskipun dengan kadar insulin serum yang cukup tinggi, namun hiperglikemia
masih dapat terjadi. Kerusakan jaringan yang terjadi, terutama mikrovaskular,
meningkat secara tajam pada tahap diabetes, sedangkan gangguan makrovaskular
telah muncul semenjak prediabetes. Semakin tingginya tingkat resistensi insulin
dapat terlihat pula dari peningkatan kadar glukosa darah puasa maupun
postprandial. Sejalan dengan itu, pada hepar semakin tinggi tingkat resistensi
insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis
dan glukoneogenesis, menyebabkan semakin tinggi pula tingkat produksi glukosa
dari hepar.

Jadi, dapat disimpulkan perjalanan penyakit DMT2, pada awalnya ditentukan oleh
kinerja fase 1 yang kemudian memberi dampak negatif terhadap kinerja fase 2,
dan berakibat langsung terhadap peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemia). Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh gangguan
sekresi insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya
respons jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Gangguan atau
pengaruh lingkungan seperti gaya hidup atau obesitas akan mempercepat
progresivitas perjalanan penyakit. Gangguan metabolisme glukosa akan berlanjut
pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta proses kerusakan berbagai
jaringan tubuh. Rangkaian kelainan yang dilatarbelakangi oleh resistensi insulin,
selain daripada intoleransi terhadap glukosa beserta berbagai akibatnya, sering
menimbulkan kumpulan gejala yang dinamakan sindroma metabolik.

Hormon Glukagon

Glukagon merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel A pada pulau langerhans.
Sekresi ini dihasilkan pada keadaan hipoglikemia. Saat melewati hati, hormon
glukagon menimbulkan glukogenolisis dengan mengaktifkan enzim fosforilase
tetapi tidak berpengaruh terhadap enzim tersebut. Glukagon merupakan
polipeptid rantai tunggal yang terdiri dari 29 asam amino. Glukagon disintesis
sebagai molekul prekursor proglukagon yang berukuran lebih besar. Glukagon
bersifat immunologik dan biologik dan beredar pada plasma dalam bentuk bebas
karena tidak terikat dengan protein pengangkut. Glukagon berperan sebagai faktor
hiperglikemik artinya sebagai faktor yang menyebabkan meningkatnya kadar
glukosa darah karena glukagon berperan merangsang proses glikogenolisis dan
glukoneogenesis. Glukagon bersifat lebih poten daripada epineprin (adrenalin).
Penurunan kadar glukosa darah dikenali oleh sel α pankreas yang berperan
menghasilkan hormon glukagon. Hormon glukagon berperan merangsang
pembebasan glukosa dari glikogen (terutama di sel hati) sehingga kadar gula
darah kembali normal.

Sementara insulin meningkatkan penyimpanan energi dengan merangsang


glikogenesis, lipogenesis dan sintesis protein, glukagon menimbulkan mobilisasi
cepat sumber energi yang potensial ke dalam glukosa yang merangsang
glikogenolisis dan ke dalam asam lemak yang merangsang lipolisis. Glukagon
juga merupakan hormon yang bersifat ketogenik.

Terjadinya peristiwa meningkatnya kadar glukosa plasma, akibat adanya suatu


hormon peptida yang mencemari, yaitu Glukagon, merupakan hormon kedua dari
sel pulau Langerhans pankreas yang ditemukan. Hormon ini disintesis di dalam
sel A pulau Langerhans pankreas, merupakan polipeptida rantai-tunggal yang
tersusun atas 29 asam amino. Glukagon memiliki sifat imunologik dan biologik
tertentu. Glukagon beredar di dalam plasma dalam bentuk bebas. Karena tidak
terikat dengan protein pengangkut. Hormon ini diinaktifkan di hati.

Insulin atau IGF-1, hormon ini menghambat langsung pelepasan glukagon dan
banyak zat lain yang mempengaruhi sekresi glukagon. Glukagon juga merupakan
hormon glukoneogenik yang paling poten dan bersifat ketogenik. Melawan kerja
hormon insulin.

Hati merupakan sasaran utama kerja glukagon. Glukagon terikat dengan reseptor
spesifi dalam membran plasma sel hati dan peristiwa ini mengaktifkan enzim
adenilil siklase melalui mekanisme yang berikatan dengan protein G. Molekul
cAMP yang dihasilkan mengaktifkan enzim fosforilasi yang meningkatkan laju
penguraian seraya menghambat kerja enzim glikogen sintase sehingga
pembentukan glikogen terhalangi.

Kenaikan kadar cAMP merangsang konversi asam amino menjadi glukosa dengan
menginduksi sejumlah enzim yang terlibat dalam lintasan glukoneogenik. Yang
paling utama di antara enzim ini adalah PEPCK. Glukagon lewat cAMP
meningkatkan laju transkripsi mrna dari gen PEPCK dan hal ini merangsang
sintesis PEPCK lebih banyak lagi. Efek ini berlawanan dengan efek yang
ditimbulkan oleh insulin yang mengurangi produksi PEPCK.

Hormon Somatostatin

Somatostatin adalah hormon yang menghambat sekresi hormon pertumbuhan


(GH). Somatotatin merupakan peptida siklik yang disintesis di dalam sel D pulau
Langerhans pankreas. Hormon ini dapat ditemukan pada hipotalamus, pulau
Langerhans dan jaringan gastrointestinal. Somatostatin menghambat pelepasan
hormon dari sel pulau Langerhans. Hormon ini juga mengurangi pengangkutan
nutrien dari traktus gastrointestinal ke dalam sirkulasi darah, karena somatostatin
memperpanjang waktu pengosongan lambung, mengurangi sekresi gastrin dan
dengan demikian menurunkan produksi asam lambung, mengurangi sekresi
kelenjar eksokrin pankreas, mengurangi aliran darah splanknikus dan
memperlambat absorpsi gula.
Hormon Polipeptida

Polipeptida pankreas (PP), merupakan suatu peptida 36 asam amino yang


dihasilkan oleh sel F pankreas. Sekresinya dalam tubuh manusia ditingkatkan oleh
konsumsi protein, puasa dan olahraga. Fungsi PP masih belum diketahui, tetapi
efek hormon tersebut terhadap kadar glikogen hati dan sekresi gastrointestinal
sudah pernah dikemukakan.

Hormon Gastrointestinal

Diantara hormon-hormon gastrointestinal utama, hanya sekretin yang terdapat


dalam bentuk tunggal. Adanya bentuk multipel hormon peptida gastrointestinal di
dalam jaringan gastrointestinal dan sirkulasi darah, menghalangi penetepan
jumlah dan sifat molekul ini.

Hormon gastrointestinal memiliki ciri khusus, yaitu bahwa banyak di antaranya


yang sesuai dengan definisi klasik suatu hormon, sebagian memiliki kerja
parakrin dan beberapa lainnya bekerja secara neurokrin. Sistem endokrin
gastrointestinal adalah bahwa sel tersebut tidak berkumpul dalam organ yang
terpisah sebagaimana terlihat pada kelenjar endokrin yang lebih tipikal, melainkan
tersebar di seluruh traktus gastrointestinal.

Terdapat sejumlah famili hormon gastrointestinal, dibagi 2 macam. Yaitu famili


gastrin yang terdiri atas gastrin serta kolesistokinin dan famili sekretin yang
mencakup sekretin, glukagon, polipeptida penghambat sekresi lambung,
polipeptida intestinal vasoaktif serta glisentin dan peptida neurokrin neurotensin.

Mekanisme kerja hormon gastrointestinal telah tertinggal di belakang hormon-


hormon lainnya. Pengecualian yang perlu diperhatikan dalam pernyataan ini
mencakupi pengaturan sekresi enzim oleh sel asinar pankreas.

Glukogenolisis

Glikogenesis adalah proses pemecahan glikogen. Glikogen adalah bentuk


karbohidrat yang tersimpan dalam sel hewan. Glikogenolisis terjadi jika asupan
makanan tidak cukup memenuhi energi yang dibutuhkan tubuh sehingga untuk
mendapatkan energi tubuh mengambil alternatif lain yaitu dengan menggunakan
simpanan glikogen yang terdapat dalam hati atau otot.

Enzim utama yang berperan dalam glikogenolisis ini adalah glikogen fosforilase.
Proses glikogenolisis terkadang menyebabkan meningkatnya kadar gula dalam
darah yang dapat menyebabkan penyakit diabetes. Glikogen dalam hati akan di
glikogenolisis setelah 12-18 jam puasa. Glikogen dalam otot hanya akan
mengalami glikogenolisis setelah seseorang melakukan olahraga yang berat dan
lama. Proses glikogenolisis yang terjadi secara terus- menerus akan dapat
menyebabkan kerusakan pada liver. Kerusakan pada fungsi liver akan
menyebabkan penyakit yang sebagian besar tidak dapat diobati dan berakhir
dengan kematian.

Pada saat seseorang berpuasa atau sedang melakukan aktivitas berat (latihan,
olahraga, bekerja) yang berlebihan akan menyebabkan turunnya kadar gula darah
dalam darah menjadi 60 mg /100 ml darah keadaan ini (kadar gula darah turun)
akan memacu hati untuk membebaskan glukosa dari pemecahan glikogen yang
disebut proses glikogenolisis. Glikogenolisis dirangsang oleh hormon glukagon
dan aderenalin. Glukagon (glucagon) adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh
pankreas yang berguna untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Sedangkan
hormon adrenalin adalah hormon yang merangsang glukagon untuk bekerja

Pemecahan glikogen menjadi Glukosa 1 p

Tahap pertama penguraian glikogen adalah pembentukan glukosa 1-fosfat.


Berbeda dengan reaksi pembentukan glikogen, reaksi ini tidak melibatkan UDP-
glukosa, dan enzimnya adalah glikogen fosforilase. Selanjutnya glukosa 1- fosfat
diubah menjadi glukosa 6-fosfat oleh enzim yang sama seperti pada reaksi
kebalikannya (glikogenesis) yaitu fosfoglukomutase.

Tahap reaksi berikutnya adalah pembentukan glukosa dari glukosa 6-fosfat.


Berbeda dengan reaksi kebalikannya dengan glukokinase, dalam reaksi ini enzim
lain, glukosa 6-fosfatase, melepaskan gugus fosfat sehigga terbentuk glukosa.
Reaksi ini tidak menghasilkan ATP dari ADP dan fosfat.
Glukosa yang terbentuk inilah nantinya akan digunakan oleh sel untuk respirasi
sehingga menghasilkan energy , yang energy itu terekam / tersimpan dalam
bentuk ATP

Penyakit yang ditmbulkan akibat glikogenolisis adalah Hipoglikemia (Kadar Gula


Darah Rendah). Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah
hingga dibawah 60 mg/dl. Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan kadar
gula darah antara 70-110 mg/dL. Sementara pada penderita diabetes (diabetes
memiliki beberapa type, jadi silahkan merujuk kepada jenis diabetes yang ada),
kadar gula darahnya tersebut berada pada tingkat terlalu tinggi dan pada penderita
hipoglikemia, kadar gula darahnya berada pada tingkat terlalu rendah.

Hal ini sangat membahayakan bagi tubuh, terutama otak dan sistem syaraf, yang
membutuhkan glukosa dalam darah yang berasal dari makanan berkarbohidrat
dalam kadar yang cukup. Kadar gula darah normal adalah 80-120 mg/dl pada
kondisi puasa, atau 100-180 mg/dl pada kondisi setelah makan.

Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai sistem organ tubuh
mengalami kelainan fungsi. Otak sebagai organ yang sangat peka terhadap kadar
gula darah yang rendah, akan memberikan respon melalui sistem saraf,
merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan epinefrin (adrenalin). Hal ini akan
selanjutnya merangsang hati untuk melepaskan gula agar kadarnya dalam darah
tetap terjaga. Dan parahnya jika kadar gula turun, maka akan terjadi gangguan
fungsi otak.

Glukoneogenesis
Pada dasarnya glukoneogenesis adalah sintesis glukosa dari senyawa bukan
karbohidrat, misalnya asam laktat dan beberapa asam amino. Proses
glukoneogenesis berlangsung terutama dalam hati. Asam laktat yang terjadi pada
proses glikolisis dapat dibawa oleh darah ke hati. Di sini asam laktat diubah
menjadi glukosa kembali melalui serangkaian reaksi dalam suatu proses yaitu
glukoneogenesis (pembentukan gula baru).

Glukoneogenesis yang dilakukan oleh hati atau ginjal, menyediakan suplai


glukosa yang tetap. Kebanyakan karbon yang digunakan untuk sintesis glukosa
akhirnya berasal dari katabolisme asam amino. Laktat yang dihasilkan dalam sel
darah merah dan otot dalam keadaan anaerobik juga dapat berperan sebagai
substrat untuk glukoneogenesis. Glukoneogenesis mempunyai banyak enzim yang
sama dengan glikolisis, tetapi demi alasan termodinamika dan pengaturan,
glukoneogenesis bukan kebalikan dari proses glikolisis karena ada tiga tahap
reaksi dalam glikolisis yang tidak reversibel, artinya diperlukan enzim lain untuk
reaksi kebalikannya.

Pengaturan Kadar Gula Darah

Kadar gula darah dipengaruhi oleh hormon dan mekanisme metabolik.


Konsentrasi glukosa dalam darah normal orang dewasa adalah 3,9-5,8 mmol/L
(70-105 mg/100mL). Saat makan kadar gula darah dapat meningkat hingga 6,5-
7,2 mmol/L dan selama puasa dapat turun hingga 3,3-3,9 mmol/L. Alasan utama
pengaturan gula darah dilakukan secara ketat adalah karena otak secara normal
tergantung pada glukosa. Walaupun otak dapat menggunakan keton dari hasil
perombakkan lemak sebagai sumber energinya sebagai mekanisme adaptasi.
Glukosa di dalam aliran darah berkisar 16 gram dimana kecepatan peningkatan
gula darah adalah 8-10 gram tiap jamnya setelah absorbsi dan pergantiannya
dilakukan setiap 2 jam. Hati merupakan produsen glukosa utama untuk menjaga
stabilitas kadar gula darah.

Insulin berperan menurunkan kadar glukosa dengan memfasilitasi proses


pemasukannya pada jaringan yang sensitif terhadap insulin. Hal ini dilakukan
dengan meningkatkan kadar transporter dalam jaringan seperti otot. Pada hati,
insulin merangsang penyimpanan glukosa sebagai glikogen atau meningkatkan
metabolismenya melalui jalur glikolitik. Namun pemasukkan glukosa ke dalam
sel hati tidak disebabkan oleh perubahan fungsi transporter glukosa. Hepatosit
memiliki transporter tersendiri yaitu GLUT 1 dan GLUT 2. Glukosa memiliki
efek pada sekresi insulin dan insulin memiliki pengaruh pada penyimpanan
glukosa normal dan pertumbuhan sel serta diferensiasinya. Sehingga, secara tidak
langsung glukosa memiliki pengaruh pada kejadian-kejadian di tingkat seluler
(Levin, 1998).

Glukagon bekerja pada sel hati dengan menyebabkan glikogenolisis yang oleh
keadaan hipoglikemia. Saat glukosa plasma mengalami peningkatan hingga dua
kali, maka sekresi glukagon akan terhambat dan digantikan oleh insulin.
Glukagon bekerja pada resptor spesifik pada membran sel untuk mengaktifkan
respon seluler. Reseptor yang memiliki relasi dengan glukosa adalah GLP-1
(glukagon-like peptide-1), GIP (gastric inhibitory peptide), VIP (vasoactive
intestinal peptide), secretin, GRF ( growth hormon releasing factor) dan PACAP
(pituitaryadenylate cyclase-activating polypeptide). Epinefrin bekerja dengan
meningkatkan glikogenolisis dengan menstimulasi fosforilase yang akan
melepaskan glukosa untuk metabolisme otot (Levin, 1998).

Sebagai transporter glukosa yang tergantung pada insulin, GLUT 4 memiliki


peran dalam respon peningkatan glukosa darah. Pada jaringan otot skelet, otot
jantung dan sel adiposa, insulin merangsang translokasi GLUT 4 dari vesikel
intraseluler ke permukaan membran plasma dari sel. Peningkatan translokasi ini
akan meningkatkan transporter glukosa pada permukaan sel yang akan
meningkatkan kapasitas ambilan glukosa. Di sisi lain, insulin akan menyebabkan
percepatan dari redistribusi GLUT 4 ke membran plasma dari vesikel intraseluler.
Sehingga kondisi puasa dan makan akan mempengaruhi ekspresi dari gen GLUT
(Stipanuk, 2000).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Salah satu tipe penyampaian molekul sel dalam komunikasi sel
adalah tipe endokrin.
2. Hormon yang mengatur metabolisme kalsium
3. Korteks adrenal membuat tiga macam hormone yaitu kotisol,
androgen adrenal dan aldosteron
4. Medulla adrenal menghasilkan hormone epinefrin atau adrenalin,
norepinefrin atau noradrenalin dan katekolamin dopamine
5. Steroid Gonad Diangkut oleh Globulin Pengikat-Hormon Seks
6. Menyerafi hormone insulin, glucagon, somatostatin, polipeptida, dan
hormone gastrointestinal

3.2 Saran
1. Supaya makalah ini dapat dijadikan pembelajaran
2. Reverensi dan sumber penyususnan bias ditambah dari jurnal-jurnal
ilmiah
DAFTAR PUSTAKA

Graner, D.K. 2009. Pancreas Hormone and gastrointestinal Tractus, in Harper


Biochemistry 29 th edition. Murray, R.K.m Granner, D.K., Mayes, P.A., Rodwell,
V.W. USA : The McGraw Hill Companies.

Harper’s ,Medical Book Illustrated Biochemistry ,27th ed

Ganong, Review of Medical Physiologi,21thed

Guyton,Textbook of Medical Physiologi,10thed

Sherwood ,Human Physiology,10thed

Robert K.Murrey, Dryl K.Granner, Peter A.Mayes dan Victor W.Rodwell. 2003.
Biokimia Harper edisi 25. Jakarta. Penerit buku kedokteran.

H.Syafuddin.2011.Fisiologi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan edisi


2.Jakarta.Penerbit Salemba Medika

Anatomi dan fisiologi Buku Watson

Biokimia harper edisi 27

AnatomidanFisiologi Ethel Sloane 2004

William F. Ganong, 2003. Buku Ajar Fifiologi Kedokteran, edisi ke-20

Anda mungkin juga menyukai