Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

CAIRAN DAN ELEKTROLIT

A. Definisi
Keseimbangan cairan adalah keseimbangan antara asupan dan
keluaran cairan. Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa dalam tubuh
berfungsi untuk mempertahankan kesehatan dan semua sistem tubuh.
Ketidakseimbangan mengganggu fungsi sistem respirasi, metabolisme
kardiovaskuler, perkemihan dan sistem saraf pusat (Potter dan Perry,
2010:88).
Menurut Mubarak, Indrawati dan Susanto (2015:213), kebutuhan cairan
dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stresor
fisiologis dan lingkungan.
1. Cairan
Menurut Syaifuddin (2012:480), dalam tubuh yang sehat 60% dari
berat badan terdiri dari air. Air terdapat dalam dua komponen yaitu
cairan intraseluler (CIS) dan cairan ekstraseluler (CES). CES dibagi
menjadi dua yaitu interstisial dan intravaskuler. Dari sejumlah cairan
dalam tubuh dua per tiga berada dalam intraseluler, satu per tiga
ekstraseluler (interstisial 65% intravaskuler 35%).
2. Elektrolit
Menurut Kozier, et. al., (2011:987-989), klasifikasi elektrolit adalah
sebagai berikut:
a. Natrium (Na+)
Natrium merupakan kation yang terbanyak di cairan ekstrasel dan
merupakan kontributor utama terhadap osmolaritas serum. Natrium
berfungsi untuk mengendalikan dan mengatur keseimbangan air.
b. Kalium (K+)
Kalium merupakan kation untuk di dalam cairan intrasel, hanya sedikit
ditemukan berada di dalam plasma dan cairan interstisial. Kalium
sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan cairan di CIS.
c. Kalsium (Ca2+)
Sebagian besar kalsium di dalam tubuh berada dalam sistem rangka,
relatif sedikit berada di dalam cairan ekstrasel. Kalsium sangat
penting dalam pengaturan kontraksi dan relaksasi otot, fungsi
neuromuskuler dan fungsi jantung.
d. Magnesium (Mg2+)
Magnesium terutama ditemukan di dalam tulang rangka dan cairan
intrasel. Magnesium penting untuk metabolisme intrasel, yang
terutama terlibat dalam produksi dan penggunaan ATP.
e. Klorida (Cl-)
Klorida merupakan anion utama dalam CES. Fungsi klorida bersama
dengan natrium adalah untuk mengatur osmolaritas serum dan
volume darah.
f. Fosfat ¿ ¿)
Fosfat merupakan merupakan anion utama dalam cairan intrasel.
Fosfat juga ditemukan dalam CES dan terlibat dalam banyak kerja
kimia sel, fosfat esensial untuk fungsi otot, saraf dan sel darah merah.
Fosfat juga terlibat dalam metabolisme protein, lemak dan
karbohidrat.
g. Bikarbonat ¿)
Bikarbonat terdapat dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Fungsi
utamanya adalah mengatur keseimbangan asam basa sebagai
komponen esensial dari sistem buffer asam karbonat-bikarbonat.

B. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi
Menurut Risdiana, et. al., (2018:57-58), pengeluaran cairan tubuh
sebanyak 2500 ml per hari melalui empat cara yaitu ekskresi oleh ginjal
dengan pengeluaran urine sebanyak 1500 ml, evaporasi melalui kulit
sebanyak 600 ml (400 ml melalui pengeluaran yang tidak tampak dan
200 ml melalui keringat), ekspirasi sistem pernapasan sebanyak 300 ml,
dan eliminasi feses dari sistem gastrointestinal sebanyak 100 ml. Pada
wanita, kehilangan cairan tubuh juga terjadi pada saat menstruasi.
Menurut Mubarak, Indrawati dan Susanto (2015:231), pengeluaran
cairan dapat terjadi melalui beberapa organ, yakni kulit, paru-paru,
pencernaan dan ginjal.
a. Kulit
Pengeluaran cairan melalui kulit diatur oleh kerja saraf simpatis yang
merangsang aktivitas kelenjar keringat. Rangsangan pada kelenjar
keringat ini disebabkan oleh aktivitas otot, temperatur lingkungan
yang tinggi dan kondisi demam. Pengeluaran cairan melalui kulit
dikenal dengan istilah Insensible Water Loss (IWL). Hal yang sama
juga berlaku pada paru-paru. Sementara itu, pengeluaran cairan
melalui kulit berkisar 15-20 ml/24 jam.
b. Paru-paru
Meningkatnya jumlah cairan yang keluar melalui paru merupakan
suatu bentuk respons terhadap perubahan kecepatan dan
kedalaman napas karena pergerakan atau kondisi demam. IWL
untuk paru adalah 350-400 ml/hari.
c. Pencernaan
Dalam kondisi normal, jumlah cairan yang hilang melalui sistem
pencernaan setiap harinya berkisar 100-200 ml. Menurut Potter dan
Perry (2010:402-404), anatomi pencernaan sebagai berikut:
1) Mulut
2) Esofagus
3) Lambung
4) Usus halus
5) Usus besar
6) Rektum
7) Anus
d. Ginjal
Ginjal merupakan organ pengekskresi cairan yang utama. Pada
individu dewasa, ginjal mengekskresikan sekitar 1.500 ml/hari.
2. Fisiologi
Menurut Mubarak Mubarak, Indrawati dan Susanto (2015:229-230),
pengaturan keseimbangan cairan terjadi melalui mekanisme haus,
hormon antidiuretik (ADH), hormon aldosteron, prostaglandin dan
glukokortikoid.
a. Rasa Haus
Rasa haus adalah keinginan yang disadari terhadap kebutuhan akan
cairan. Rasa haus biasanya muncul apabila osmolaritas plasma
mencapai 295 mOsm/kg. Osmoreseptor yang terletak di pusat rasa
haus hipotalamus sensitif terhadap perubahan osmolaritas pada
cairan ekstrasel. Bila osmolaritas meningkat, sel akan mengerut dan
sensasi rasa haus akan muncul akibat kondisi dehidrasi.
Mekanismenya adalah sebagai berikut :
1) Penurunan fungsi ginjal merangsang pelepasan renin, yang
akhirnya menghasilkan angiotensin II. Angiotensin II merangsang
hipotalamus untuk melepaskan substrat neuron yang
bertanggung jawab meneruskan sensasi haus.
2) Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan
osmotik dan mengaktivasi jaringan saraf sehingga menghasilkan
sensasi haus.
3) Rasa haus dapat diinduksi oleh kekeringan lokal pada mulut
akibat status hiperosmolar. Selain itu, rasa haus bisa juga muncul
untuk menghilangkan sensasi kering yang tidak nyaman akibat
penurunan saliva.
b. Hormon antidiuretik (ADH)
Hormon ini dibentuk di hipotalamus dan disimpan dalam
neurohipofisis pada hipofisis posterior. Stimuli untuk sekresi ADH
adalah peningkatan osmolaritas dan penurunan cairan ekstrasel.
Selain itu, sekresi juga dapat terjadi pada kondisi stress, trauma,
pembedahan nyeri dan pada penggunaan beberapa jenis anestesi
dan obat-obatan. Hormon ini meningkatkan reabsorbsi air pada
duktus pengumpul sehingga dapat menahan air dan
mempertahankan volume cairan ekstrasel. ADH juga disebut
vasopresin karena mempunyai efek vasokonstriksi minor pada
arteriol yang dapat meningkatkan tekanan darah.
c. Hormon aldosteron
Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal dan bekerja pada tubulus
ginjal untuk meningkatkan absorbsi natrium. Retensi natrium
mengakibatkan retensi air. Pelepasan aldosteron dirangsang oleh
perubahan konsentrasi kalium, kadar natrium serum dan sistem
renin-angiotensin I. Angiotensin I selanjutnya akan diubah menjadi
angiotensin II. Sekresi aldosteron juga distimulasi oleh peningkatan
potasium dan penurunan konsentrasi sodium dalam cairan interstisial
dan adrenocorticotropic hormone (ACTH) yang diproduksi oleh
pituitari anterior. Ketika menjadi hipovolemia, maka terjadi tekanan
darah arteri pada ginjal juga menurun, keadaan ini menyebabkan
tegangan otot arteri aferen ginjal menurun dan memicu sekresi renin.
Renin menstimulasi aldosteron yang berefek pada retensi sodium,
sehingga cairan tidak banyak keluar melalui ginjal.
d. Prostaglandin
Prostaglandin merupakan asam lemak alami yang terdapat di banyak
jaringan dan berperan dalam respons radang, pengontrolan tekanan
darah, kontraksi uterus, dan motilitas gastrointestinal. Di ginjal,
prostaglandin berperan mengatur sirkulasi ginjal, reabsorbsi natrium.
e. Glukokortikoid
Glukokortikoid meningkatkan resorpsi natrium dan air sehingga
memperbesar volume darah dan mengakibatkan retensi natrium.
Oleh karena itu, perubahan kadar glukokortikoid mengakibatkan
perubahan pada keseimbangan volume darah.
C. Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Menurut Mubarak, Indrawati dan Susanto (2015:237-238), faktor-faktor
yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi sebagai
berikut:
1. Usia
Kebutuhan intake cairan bervariasi bergantung pada usia, karena
usia akan berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme dan
berat badan, selain itu sesuai aturan, air tubuh menurun dengan
peningkatan usia.
Tabel Perubahan pada Air Tubuh Total Sesuai Usia

Usia Kilogram BB (%)


Bayi prematur 80
3 bulan 70
6 bulan 60
1-2 tahun 59
11-16 tahun 58
Dewasa 58-60
Dewasa gemuk 40-50
Dewasa kurus 70-75
Lansia 45-55

2. Temperatur Lingkungan
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan
kelembaban udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan
tubuh dan elektrolit melalui keringat. Lingkungan yang panas
menstimulus sistem saraf simpatis dan menyebabkan seseorang
berkeringat. Pada cuaca yang sangat panas, seseorang akan kehilangan
700-2.000 ml air/jam dan 15-30 gram garam/hari.
3. Kondisi Stres
Kondisi stres mempengaruhi metabolisme sel, konsentrasi glukosa
darah dan glikolisis otot. Kondisi stres mencetuskan pelepasan hormon
anti-diuretik sehingga produksi urine menurun. Mekanisme ini dapat
meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila berkepanjangan
dapat meningkatkan volume darah.
4. Keadaan Sakit
Kondisi sakit yang dapat mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit antara lain trauma luka bakar, gagal ginjal dan payah jantung.
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan
dan elektrolit tubuh. Misalnya sebagai berikut:
a. Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui
IWL.
b. Penyakit ginjal dan kardiovaskular sangat mempengaruhi proses
regulator keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
c. Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami
gangguan pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan
untuk memenuhinya secara mandiri.
5. Diet
Diet seseorang berpengaruh terhadap asupan cairan dan elektrolit.
Asupan nutrisi yang tidak adekuat dapat berpengaruh terhadap kadar
albumin serum. Jika albumin serum menurun, cairan interstisial tidak
bisa masuk ke pembuluh darah sehingga terjadi edema.
6. Tindakan Medis
Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan
dan elektrolit tubuh seperti suction, nasogastric tube dan lain-lain.
7. Pengobatan
Pengobatan seperti pemberian diuretik, laksatif dapat berpengaruh
pada kondisi cairan dan elektrolit tubuh.
8. Pembedahan
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki risiko tinggi
mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh,
dikarenakan kehilangan darah selama pembedahan.
D. Klasifikasi Gangguan
Menurut Risdiana, et. al., (2018:58), ketika tubuh banyak kehilangan air
maka akan terjadi penurunan volume air dan peningkatan osmolaritas cairan
tubuh sehingga menstimulus rasa haus di hipotalamus dan akan mengatur
keinginan untuk minum. Pada saat masa tubuh menurun 2% karena
kehilangan cairan maka dehidrasi ringan terjadi. Penurunan volume darah
yang menyebabkan penurunan tekanan darah, sehingga akan menstimulus
ginjal untuk mengeluarkan renin yang mendorong pembentukan angiotensis
II.
Menurut Potter dan Perry (2010:101-102), ketidakseimbangan cairan
terjadi karena adanya penyakit atau cedera yang mengganggu kemampuan
tubuh untuk mempertahankan homeostasis. Tindakan terapeutik seperti
pemberian obat dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan. Terdapat
dua jenis ketidakseimbangan cairan yaitu isotonik dan osmolar. Defisit dan
kelebihan isotonik dapat terjadi ketika cairan dan elektrolit meningkat atau
berkurang dari jumlah normal tetapi osmolaritas tidak berubah. Sebaliknya,
ketidakseimbangan osmolaritas adalah keadaan berkurangnya atau
berlebihnya jumlah air yang mempengaruhi konsentrasi (osmolaritas) serum.
1. Ketidakseimbangan Isotonik
a. Defisit Volume Cairan
1) Definisi
Defisit volume cairan adalah kehilangan air dan elektrolit pada
jumlah yang sama atau isotonik.
2) Penyebab
a) Kehilangan gastrointestinal: seperti diare, muntah, atau
drainase dari fistula atau selang infus
b) Kehilangan plasma atau seluruh darah: seperti pada luka
bakar atau perdarahan
c) Kelebihan perspirasi
d) Demam
e) Asupan cairan oral berkurang
f) Depresi atau konfusi
g) Penggunaan diuretik
3) Tanda dan gejala
a) Pemeriksaan fisik: hipotensi postural, takikardia, membran
mukosa kering, turgor kulit buruk, haus, konfusi, kehilangan
berat badan berlebihan, pengisian vena lambat, vena leher
datar, letargi, oliguria (<30 ml/hari), denyut nadi lemah.
b) Hasil laboratorium: berat jenis urine >1,030, meningkatnya
kadar hematokrit >50%, dan meningkatnya kadar BUN >25
mg/100 ml (hemokonsentrasi).
b. Kelebihan Volume Cairan
1) Definisi
Kelebihan volume cairan adalah air dan natrium ditahan pada
jumlah yang isotonik.
2) Penyebab
a) Gagal jantung kongestif
b) Gagal ginjal
c) Sirosis hati
d) Meningkatnya kadar serum aldosteron dan steroid
e) Pemberian atau asupan natrium yang berlebihan
3) Tanda dan gejala
a) Pemeriksaan fisik: berat badan meningkat, edema (terutama
pada area yang bergantung bebas), hipertensi, poliuria (jika
mekanisme ginjal normal), distensi vena leher, meningkatnya
tekanan darah dan vena, bunyi krekles pada paru, konfusi.
b) Hasil laboratorium: menurunya kadar hematokrit <38% dan
kadar BUN menurun <10 mg/100 ml (hemodilusi).
2. Ketidakseimbangan Osmolar
a. Ketidakseimbangan Hiperosmolar - Dehidrasi
1) Definisi
Menurut Mubarak, Indrawati dan Susanto (2015:240),
ketidakseimbangan hiperosmolar – dehidrasi adalah yang terjadi
jika ada kehilangan air tanpa disertai kehilangan elektrolit yang
proporsional, terutama natrium, atau jika terdapat peningkatan
substansi yang diperoleh melalui osmosis aktif.
2) Penyebab
a) Diabetes insipidus
b) Gangguan sistem saraf yang menstimulasi rasa haus
c) Ketoasidosis
d) Diuresis osmosis
e) Pemberian cairan parenteral hipertonik atau formula
hipertonik melalui selang nasogastrik
3) Tanda dan gejala
a) Pemeriksaan fisik: mukosa membran kering dan pecah-
pecah, kulit kering dan memerah, haus, suhu tubuh
meningkat, iritabilitas, kejang, koma.
b) Hasil laboratorium: meningkatnya kadar natrium >145 mEq/L
dan meningkatnya osmolalitas serum >295 mOsm/kg.
b. Ketidakseimbangan Hipoosmolar – Kelebihan Cairan
1) Definisi
Menurut Mubarak, Indrawati dan Susanto (2015:241),
ketidakseimbangan hipoosmolar – kelebihan cairan adalah terjadi
ketika asupan cairan berlebihan (polidipsi psikogenik) atau
sekresi ADH berlebihan.
2) Penyebab
a) Sindrom sekresi hormon antidiuretik tak sesuai (SIADH)
b) Kelebihan asupan air
3) Tanda dan Gejala
a) Pemeriksaan fisik: menurunnya tingkat kesadaran, kejang,
koma.
b) Hasil laboratorium: penurunan kadar serum natrium <135
mEq/L dan menurunnya osmolalitas serum <280 mOsm/kg

E. Pengkajian Fungsional
Menurut Mubarak, Indrawati dan Susanto (2015:261-263), pengkajian
keperawatan secara umum pada pasien dengan gangguan atau risiko
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit difokuskan pada hal-hal
seperti riwayat keperawatan, pengukuran klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium.
1. Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan penting untuk mengetahui klien yang
berisiko mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Pengkajian tersebut meliputi sebagai berikut:
a. Asupan cairan dan makanan (oral dan parenteral), haluaran cairan.
b. Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostasis cairan
dan elektrolit.
d. Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat mengganggu
status cairan.
e. Status perkembangan (usia atau kondisi sosial)
f. Faktor psikologis (perilaku emosional)
Terdapat enam hal yang perlu ditanyakan untuk menilai status cairan
dan elektrolit pasien, yaitu sebagai berikut:
a. Apakah saat ini ada penyakit atau cedera yang dapat mengacaukan
keseimbangan cairan dan elektrolit?
b. Apakah pasien mendapat terapi cairan parenteral atau pengobatan
lain yang dapat mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit?
Jika ya, bagaimana pengobatan itu bisa mengacaukan
keseimbangan cairan?
c. Apakah ada pengeluaran cairan tubuh yang abnormal? Jika ya, dari
mana? Apa tipe ketidakseimbangan yang biasanya menyertai
pengeluaran cairan itu?
d. Apakah ada pembatasan diet (misalnya diet rendah garam)? Jika ya,
bagaimana hal itu bisa mempengaruhi keseimbangan cairan?
e. Apakah pasien menerima air dan zat gizi lain melalui oral atau rute
lain dalam jumlah yang cukup? Jika tidak, sudah berapa lama pasien
menerima asupan yang tidak adekuat tersebut?
f. Bagaimana perbandingan antara asupan cairan total dengan
haluaran cairan totalnya?
2. Pengukuran Klinis
Pengukuran klinis sederhana yang dapat perawat lakukan tanpa
instruksi dari dokter adalah pengukuran tanda-tanda vital, penimbangan
berat badan, serta pengukuran asupan dan haluaran cairan.
a. Berat badan
Pengukuran berat badan dilakukan di saat yang sama dengan
menggunakan pakaian yang beratnya sama. Peningkatan atau
penurunan 1 kg berat badan setara dengan penambahan atau
pengeluaran satu liter cairan.
b. Tanda-tanda vital
Perubahan tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernapasan dan tekanan
darah serta tingkat kesadaran) bisa menandakan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Asupan cairan
Asupan cairan meliputi cairan oral (NGT dan oral), cairan parenteral
(obat-obat intravena), makanan yang mengandung air, irigasi kateter.
Kaji manifestasi pengukuran klinik melalui cairan hipertonik adalah
cairan yang konsentrasi zat terlarut/kepekatannya melebihi cairan
tubuh, contohnya larutan dekstrosa 5% dalam NaCl normal,
dekstrosa 5% dalam RL, dekstrosa 5% dalam NaCl 0,45%. Cairan
hipotonik adalah cairan yang konsentrasi zat terlarut/kepekatannya
kurang.
d. Haluaran cairan
Haluaran cairan/kaji input output meliputi urine (volume, kepekatan),
feses (jumlah, konsistensi), drainase dan IWL.
e. Status hidrasi
Status hidrasi meliputi adanya edema, rasa haus yang berlebihan,
kekeringan pada membran mukosa.
f. Proses penyakit
Kondisi penyakit yang dapat mengganggu keseimbangan cairan dan
elektrolit (misalnya diabetes melitus, kanker, luka bakar,
hematemesis dan lain-lain).
g. Riwayat pengobatan
Obat-obat atau terapi yang dapat mengganggu keseimbangan cairan
dan elektrolit (misalnya steroid, diuretik, dialisis).
3. Pemeriksaan Fisik
a. Integumen: turgor kulit, edema, kelemahan otot, tetani dan sensasi
rasa.
b. Kardiovaskular: distensi vena jugularis, tekanan darah dan bunyi
jantung.
c. Mata: cekung, air mata kering.
d. Neurologi: refleks, gangguan motorik dan sensorik, tingkat
kesadaran.
e. Gastrointestinal: mukosa mulut, mulut, lidah, bising usus.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan ini meliputi jumlah sel
darah merah, hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht).
1) Ht naik: adanya dehidrasi berat dan gejala syok.
2) Ht turun: adanya perdarahan akut, masif dan reaksi hemolitik.
3) Hb naik: adanya hemokonsentrasi.
4) Hb turun: adanya perdarahan hebat, reaksi hemolitik.
b. Pemeriksaan elektrolit serum, pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui kadar natrium, kalium, klorida, ion bikarbonat.
c. pH dan berat jenis urine, berat jenis urine menunjukan kemampuan
ginjal untuk mengatur konsentrasi urine. Normalnya, pH urine adalah
4,5-8 dan berat jenisnya 1,003-1,030.
d. Analisis gas darah, biasanya yang diperiksa adalah pH, PO2 , HCO3-,
PCO2 dan saturasi O2. Nilai PCO2 normal 35-40 mmHg, PO2 normal
80-100 mmHg, HCO3- normal 25-29 mEq/l. Sementara saturasi O2
adalah perbandingan oksigen dalam darah dengan jumlah oksigen
yang dapat dibawa oleh darah, normalnya di arteri (95%-98%) dan
vena (60%-85%).
F. Diagnosa Keperawatan
Menurut Mubarak, Indrawati dan Susanto (2015:263), masalah
keperawatan utama untuk masalah gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit meliputi sebagai berikut:
1. Kekurangan Volume Cairan
2. Kelebihan Volume Cairan
3. Risiko Kekurangan Volume Cairan
4. Risiko Ketidakseimbangan Volume Cairan
5. Gangguan Pertukaran Gas
Menurut NANDA-I 2018-2020 (Herdman dan Kamitsuru, ed., 2019:84),
diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan untuk masalah gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi sebagai berikut:
1. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit
2. Risiko Ketidakseimbangan Volume Cairan
3. Defisien Volume Cairan
4. Risiko Defisien Volume Cairan
5. Kelebihan Volume Cairan
Menurut NANDA-I 2018-2020 (Herdman dan Kamitsuru, ed., 2019:183
dan 181), diagnosa keperawatan yang muncul sebagai berikut:
1. Kelebihan Volume Cairan
a. Definisi: peningkatan asupan dan/atau retensi cairan
b. Batasan karakteristik
1) Bunyi napas tambahan
2) Gangguan tekanan darah
3) Perubahan status mental
4) Perubahan tekanan arteri pulmonal
5) Gangguan pola napas
6) Perubahan berat jenis urine
7) Anasarka
8) Ansietas
9) Azotemia
10) Penurunan hematokrit
11) Penurunan hemoglobin
12) Dispnea
13) Edema
14) Ketidakseimbangan elektrolit
15) Hepatomegali
16) Peningkatan tekanan vena sentral
17) Asupan melebihi haluaran
18) Distensi vena jugularis
19) Oliguria
20) Ortopnea
21) Dispnea nokturnal paroksismal
22) Efusi pleura
23) Refleks hepatojugular positif
24) Ada bunyi jantung S3
25) Kongesti pulmonal
26) Gelisah
27) Penambahan berat badan dalam waktu sangat singkat
c. Faktor yang berhubungan
1) Kelebihan asupan cairan
2) Kelebihan asupan natrium
d. Kondisi terkait
1) Gangguan mekanisme regulasi
2. Defisien Volume Cairan
a. Definisi: penurunan cairan intravaskular, interstisial dan/atau
intraselular. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan tanpa
perubahan kadar natrium.
b. Batasan karakteristik
1) Perubahan status mental
2) Penurunan turgor kulit
3) Penurunan tekanan darah
4) Penurunan tekanan nadi
5) Penurunan volume nadi
6) Penurunan turgor lidah
7) Penurunan haluaran urine
8) Penurunan pengisian vena
9) Membran mukosa kering
10) Kulit kering
11) Peningkatan suhu tubuh
12) Peningkatan frekuensi nadi
13) Peningkatan hematokrit
14) Peningkatan konsentrasi urine
15) Penurunan berat badan tiba-tiba
16) Haus
17) Kelemahan
c. Faktor yang berhubungan
1) Hambatan mengakses cairan
2) Asupan cairan kurang
3) Kurang pengetahuan tentang kebutuhan cairan
d. Populasi berisiko
1) Usia ekstrem
2) Berat badan ekstrem
3) Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan
e. Kondisi terkait
1) Kehilangan cairan aktif
2) Gangguan mekanisme pengaturan
3) Gangguan yang mempengaruhi absorpsi cairan
4) Gangguan yang mempengaruhi asupan cairan
5) Kehilangan cairan hebat melalui rute normal
6) Kehilangan cairan melalui rute abnormal
7) Agens farmaseutika
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) (2017:12-13)
diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan untuk masalah gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi sebagai berikut:
1. Hipervolemia
2. Hipovolemia
3. Kesiapan Peningkatan Keseimbangan Cairan
4. Risiko Hipovolemia
5. Risiko Ketidakseimbangan Cairan
6. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) (2017:68),
diagnosa keperawatan antara lain sebagai berikut:
1. Kesiapan Peningkatan Keseimbangan Cairan
a. Definisi: Pola ekuilibrium antara volume cairan dan komposisi kimia
cairan tubuh yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik dan dapat
ditingkatkan
b. Gejala dan tanda mayor
1) Subjektif
Mengekspresikan keinginan untuk meningkatkan keseimbangan
cairan
2) Objektif
a) Membran mukosa lembab
b) Asupan makanan dan cairan adekuat untuk kebutuhan
harian
c) Turgor cairan baik
d) Tidak ada tanda edama atau dehidrasi
c. Gejala dan tanda minor
1) Subjektif
(tidak tersedia)
2) Objektif
a) Urine berwarna kuning bening dengan berat jenis dalam
rentang normal
b) Keluaran urine sesuai dengan asupan
c) Berat badan stabil
d. Kondisi klinis terkait
1) Gagal jantung
2) Sindrom iritasi usus
3) Penyakit Addison
4) Makanan enteral atau parenteral
G. Perencanaan
1. Diagnosa I NANDA-I: Kelebihan Volume Cairan
a. NOC (Nursing Outcomes Classification)
Menurut Moorhead, et. al., (2018:211), NOC untuk diagnosa
kelebihan volume cairan adalah keseimbangan cairan.
1) Definisi: keseimbangan asupan dan luaran cairan dalam tubuh
2) Tujuan: klien mampu mencapai keseimbangan cairan setelah
dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal ......................
dengan indikator:
Skala
No Indikator
1 2 3 4 5
1. Berat Badan stabil
2. Denyut nadi radial

Keseimbangan intake
3.
dan output dalam 24 jam

4. Turgor kulit
Kelembaban membran
5.
mukosa

Keterangan:
1: Sangat terganggu
2: Banyak terganggu
3: Cukup terganggu
4: Sedikit terganggu
5: Tidak terganggu
b. NIC (Nursing Interventions Classification)
Menurut Bulechek, et. al., (2018:160 dan 159), NIC untuk diagnosa
kelebihan volume cairan adalah sebagai berikut:
1) NIC I: Manajemen elektrolit/cairan
a) Definisi: pengaturan dan pencegahan komplikasi dari
perubahan cairan dan/atau elektrolit.
b) Aktivitas
(1) Monitor perubahan status paru atau jantung yang
menunjukan kelebihan cairan atau dehidrasi
(2) Monitor tanda-tanda vital, yang sesuai
(3) Monitor respon pasien terhadap terapi elektrolit yang
diresepkan
(4) Timbang berat badan harian dan pantau gejala
(5) Pantau kadar serum elektrolit yang abnormal, seperti
yang tersedia
(6) Lakukan tindakan untuk mengistirahatkan saluran cerna
(7) Pantau adanya tanda dan gejala retensi cairan
(8) Anjurkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan citra tubuh dan harga diri yang positif jika
kekhawatiran diekspresikan sebagai akibat dari retensi
cairan berlebihan
(9) Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan gejala
ketidakseimbangan cairan dan/ atau elektrolit menetap
atau memburuk
(10) Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian suplemen
elektrolit tambahan yang diresepkan
2) NIC II: Manajemen elektrolit
a) Definisi: peningkatan keseimbangan elektrolit dan penceghan
komplikasi yang diakibatkan oleh adanya abnormalitas
maupun tingkat serum elektrolit yang tidak diinginkan.
b) Aktivitas
(1) Monitor nilai serum elektrolit yang abnormal
(2) Monitor manifestasi ketidakseimbangan elektrolit
(3) Monitor kehilangan cairan yang kaya dengan elektrolit
(4) Monitor respon pasien terhadap terapi elektrolit yang
diresepkan
(5) Monitor efek samping suplemen elektrolit yang diresepkan
(6) Ambil spesimen untuk analis level elektrolit
(7) Lakukan pengukuran untuk mengontrol kehilangan
elekrollit yang berlebihan
(8) Ajarkan pada pasien dan keluarga mengenai modifikasi
diet secara spesifik
(9) Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian
suplemen elektrolit
(10) Kolaborasikan dengan dokter tentang tanda-tanda dan
gejala ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
2. Diagnosa II NANDA-I: Defisien Volume Cairan
a. NOC (Nursing Outcomes Classification)
Menurut Moorhead, et. al., (2018:118), NOC untuk diagnosa defisien
volume cairan adalah hidrasi.
1) Definisi: (Ketersediaan) air yang cukup dalam kompartemen
intraselular dan ekstraselular tubuh.
2) Tujuan : klien mampu mencapai hidrasi yang seimbang setelah
dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal .............. dengan
indikator:
Skala
No Indikator
1 2 3 4 5
1. Nadi cepat dan lemah
Bola mata cekung dan
2.
lunak
3. Kehilangan berat badan

4. Diare

5. Peningkatan suhu tubuh

Keterangan:
1: Berat
2: Cukup berat
3: Sedang
4: Ringan
5: Tidak ada
b. NIC (Nursing Interventions Classification)
Menurut Bulechek, et. al., (2016:150 dan 243-244), NIC untuk
diagnosa defisien volume cairan adalah sebagai berikut:
1) NIC I: Manajemen cairan
a) Definisi: meningkatkan keseimbangan cairan dan
pencegahan komplikasi yang dihasilkan dari tingkat cairan
tidak normal atau tidak diinginkan.
b) Aktivitas:
(1) Monitor status hidrasi (misalnya., membran mukosa
lembab, denyut nadi adekuat dan tekanan darah
ortostatik)
(2) Monitor reaksi pasien terhadap terapi elektrolit yang
diresepkan
(3) Jaga intake/asupan yang akurat dan catat output
(4) Distribusikan asupan cairan selama 24 jam
(5) Berikan cairan IV sesuai suhu kamar
(6) Anjurkan keluarga untuk membantu dalam pemberian
makan dengan baik untuk pasien
(7) Anjurkan pasien untuk makan-makanan ringan
(8) Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian
penggantian nasogastrik yang diresepkan berdasarkan
output pasien
(9) Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian diuretik
yang diresepkan
(10) Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian terapi IV,
seperti yang ditentukan
2) NIC II: Pemantauan elektrolit
a) Definisi: Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk
mengatur keseimbangan elektrolit.
b) Aktivitas:
(1) Monitor serum elektrolit
(2) Monitor adanya mual, muntah dan diare
(3) Monitor adanya penyakit medis yang dapat
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit
(4) Identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan
elektrolit
(5) Catat kekuatan otot
(6) Berikan diet yang tepat pada pasien dengan
ketidakseimbangan elektrolit
(7) Ajarkan pada pasien cara mencegah atau
meminimalisasi ketidakseimbangan elektrolit
(8) Anjurkan kepada pasien dan/atau keluarga mengenai
modifikasi diet khusus, jika diperlukan
(9) Kolaborasikan dengan dokter tentang adanya
ketidakseimbangan elektrolit
(10) Konsultasikan kepada dokter jika tanda dan gejala
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit menetap atau
memburuk
3. Diagnosa SDKI: Kesiapan Peningkatan Keseimbangan Cairan
a. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)
Menurut Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019:41), SLKI untuk diagnosa
kesiapan peningkatan keseimbangan cairan adalah keseimbangan
cairan.
1) Definisi: Ekuilibrium antara volume cairan di ruang intraselular
dan ekstraseluler tubuh.
2) Tujuan: klien mampu meningkatkan keseimbangan cairan
setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal ………….
dengan indikator:
Skala
No Indikator
1 2 3 4 5
1. Asupan cairan
Kelembaban membran
2.
mukosa
3. Keluaran urine
4. Asupan makanan
5. Tekanan darah

Keterangan:
1: Menurun
2: Cukup menurun
3: Sedang
4: Cukup meningkat
5: Meningkat
b. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
Menurut Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018:159 dan 238-239), SIKI
untuk kesiapan peningkatan keseimbangan cairan adalah
sebagai berikut:
1) Manajemen Cairan
a) Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola keseimbangan
cairan dan mencegah komplikasi akibat
ketidakseimbangan cairan.
b) Tindakan:
Observasi
(1) Monitor status hidrasi
(2) Monitor berat badan harian
(3) Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
(4) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
(5) Monitor status hemodinamika
Terapeutik
(6) Catat intake-output dan hitung balance cairan 24
jam
Kolaborasi
(7) Kolaborasikan dengan ahli gizi dalam pemberian
asupan cairan, sesuai kebutuhan
(8) Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian
cairan intravena, jika perlu
(9) Kolaborasikan dengan dokter dalam pemberian
diuretik, jika perlu
2) Pemantauan Cairan
a) Definisi: Mengumpulkan dan menganalisis data terkait
pengaturan keseimbangan cairan.
b) Tindakan:
Observasi
(1) Monitor frekuensi dan kekuatan
(2) Monitor frekuensi napas
(3) Monitor tekanan darah
(4) Monitor berat badan
(5) Monitor jumlah, warna dan berat jenis urine
(6) Identifikasi faktor risiko ketidakseimbangan cairan
Terapeutik
(7) Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
(8) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
(9) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
(10) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M. E. 2018. Nursing Interventions Classification (NIC) edisi ketujuh. Editor


Bahasa Indonesia: Intansari Nurjannah. Elsevier, Singapore.

DPP PPNI, Tim Pokja SDKI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Indikator Diagnostik. Dewan Pengurus Pusat PPNI, Jakarta

DPP PPNI, Tim Pokja SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI, Jakarta

DPP PPNI, Tim Pokja SLKI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi
dan Hasil Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI, Jakarta.

Herdman, T. Heather dan Shigemi Kamitsuru. 2019. NANDA-I Diagnosis


Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020 Edisi 11. Alih bahasa Budi
Anna Keliat, et. al., EGC, Jakarta.

Kozier, Barbara., et. al., 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,
Proses, dan Praktik. Alih Bahasa Esty Wahyuningsih, et. al., EGC, Jakarta.

Moorhead, Sue. et. al., 2018. Nursing Outcome Classification (NOC) edisi keenam.
Editor Bahasa Indonesia: Intansari Nurjannah. Elsevier, Singapore.

Mubarak, Wahit Iqbal, Lilis Indrawati dan Joko Susanto. 2015. Buku Ajar Ilmu
Keperawatan Dasar Buku 2. Salemba Medika, Jakarta.

Potter, Patricia A. dan Anne G. Perry. 2010. Fundamental Keperawatan. Salemba


Medika, Jakarta.

Risdiana, Nurvita. 2018. Buku Ajar Ilmu Dasar Keperawatan 1. LP3M Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta

Syaifuddin. 2012. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk


Keperawatan dan Kebidanan edisi 4. Kedokteran EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai