Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cairan dan elektrolit sangat berguna dalam mempertahankan fungsi tubuh
manusia. Kebutuhan cairan dan elektrolit bagi manusia berbeda-beda sesuai
dengan tingkatan usia seseorang,seperti bayi mempunyai kebutuhan cairan yang
berbeda dengan usia dewasa. Bayi mempunyai tingkat metabolisme air yang
tinggi mengingat permukaan tubuh yang relative luas dan persentasi air lebih
tinggi dibandingkan orang dewasa.

Kebutuhan cairan sangat diperlukan tubuh dalam mengangkut zat makanan


kedalam sel,sisa metabolism,sebagai pelarut elektrolit dan
nonelektrolit,memelihara suhu tubuh,mempermudah eliminasi,dan membantu
pencernaan. Disamping kebutuhan cairan,elektrolit
(natrium,kalium,kalsium,klorida dan fosfat) sangat penting untuk menjaga
keseimbangan asam basa,konduksi saraf,kontraksi muscular dan osmolalitas.

Kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan cairan dan elektrolit dapat


mempengaruhi sistem organ tubuh terutama ginjal. Untuk mempertahankan
kondisi cairan dan elektrolit dalam keadaan deimbang maka pemasukan harus
cukup sesuai dengan kebutuhan.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa itu kebutuhan cairan dan elektrolit ?
2) Apa sajakah sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan cairan dan
elektrolit ?
3) Bagaimana cara perpindahan cairan tubuh ?
4) Seperti apa kebutuhan cairan tubuh bagi manusia ?
5) Bagaimana pengaturan volume cairan tubuh ?
6) Apa sajakah jenis cairan itu ?
7) Seperti apa kebutuhan elektrolit itu ?
8) Bagaimana pengaturan elektrolit itu ?
9) Apa sajakah jenis cairan elektrolit itu ?
10) Seperti apa keseimbangan asam basa ?
11) Apa sajakah jenis asam basa ?
12) Apa sajakah factor yang mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit ?
13) Apa sajakah masalah-masalah kebutuhan cairan dan elektrolit ?
14) Bagaimana proses Keperawatan : Masalah-masalah pada kebutuhan
eliminasi urine,Etiologi (patofisiologi) tiap masalah kebutuhan,pengkajian
keperawatan (Anamnesa fokus tiap masalah kebutuhan,pemeriksaan fisik
fokus tiap masalah kebutuhan,prosedur diagnostik/data penunjang tiap
masalah kebutuhan),perencanaan keperawatan tiap DP,Tindakan
keperawatan tiap DP(cara menolong BAK dengan
pispot/urinal,menggunakan kondom kateter,memasang kateter urine pada
wanita dan laki-laki),evaluasi keperawatan tiap DP.

1.3 Tujuan
Makalah ini di buat dengan tujuan agar mahasiswa, tenaga kesehatan atau
tenaga medis dapat memahami dan mengaplikasikannya dilapangan
khususnya mengenai materi kebutuhan cairan dan elektrolit.

1.4 Manfaat
Makalah ini di buat oleh kami agar meminimalisir kesalahan dalam
tindakan praktik keperawatan yang di sebabkan oleh ketidak pahaman dalam
kebutuhan cairan dan elektrolit sehingga berpengaruh besar terhadap
kehidupan klien.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena
metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon terhadap
stressor fisiologis dan lingkungan (Tarwoto & Wartonah, 2004).

Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara


fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh, hampir 90% dari
total berat badan. Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari tubuh.
Elektrolit terdapat pada seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh mengandung oksigen,
nutrien, dan sisa metabolisme, seperti karbondioksida, yang semuanya disebut
dengan ion (Hidayat, 2006).

B. Komposisi Cairan Utama

Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu :

1. Cairan Intraseluler (CIS)

Cairan intraseluler yaitu cairan yang berada di dalam sel di seluruh tubuh
(Abdul H, 2008). Cairan ini menyusun sekitar 70% dari total cairan tubuh (total
body water[TBW]). CIS merupakan media tempat terjadinya aktivitas kimia sel
(Taylor, 1989). Pada orang dewasa, CIS menyusun sekitar 40% berat tubuh atau
⅔ dari TBW, contoh: pria dewasa 70kg CIS 25liter. Sedangkan pada bayi 50%
cairan tubuhnya adalah cairan intraseluler.

2. Cairan Exstraseluler

Cairan Exstraseluleradalah cairan yang berada di luar sel dan menyusun


sekitar 30% dari total cairan tubuh. Pada orang dewasa CES menyusun sekitar
20% berat tubuh (Price & Wilson, 1986). CES terdiri dari tiga kelompok yaitu
(Abdul H, 2008) :
a. Cairan intravaskuler (plasma) yaitu cairan di dalam sistem vaskuler
b. Cairan intersitial yaitu cairan yang terletak diantara sel
c. Cairan transeluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal,
cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.

Guna mempertahankan keseimbangan kimia dan elektrolit tubuh serta


mempertahankan pH yang normal, tubuh melakukan mekanisme pertukaran dua
arah antara CIS dan CES. Elektrolit yang berperan yaitu:anion dan kation.

C. Pengaturan Cairan

Menurut Hidayat (2006), pengaturan keseimbangan cairan dapat dilakukan


melalui mekanisme tubuh. Mekanisme tubuh tersebut adalah sebagai berikut :

a. Rasa dahaga Mekanisme rasa dahaga yang dialami setiap individu adalah
sebagai berikut:
1) Penurunan fungsi ginjal merangsang pelepasan renin, yang pada akhirnya
menimbulkan produksi angiotensin II yang dapat merangsang
hipotalamus untuk melepaskan substrat neural yang bertanggung jawab
terhadap sensasi haus.
2) Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan osmotik
dan mengaktivasi jaringan saraf yang dapat mengakibatkan sensasi rasa
dahaga.
b. Anti-diuretik hormon (ADH)

ADH dibentuk di hipotalamus dan disimpan dalam neurohipofisis dari


hipofisis posterior. Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan
osmolaritas dan penurunan cairan ekstrasel. Hormon ini meningkatkan reabsorpsi
air pada duktus koligentes, dengan demikian dapat menghemat air.

c. Aldosteron

Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal yang bekerja pada tubulus ginjal
untuk meningkatkan absorpsi natrium. Pelepasan aldosteron dirangsang oleh
perubahan konsentrasi kalium , natrium serum, dan sistem angiotensin renin serta
sangat efektif dalam mengendalikan hiperkalemia.

D. Pengaturan Elektrolit

Elektrolit tubuh mengandung komponen-komponen kimiawi. Elektrolit tubuh


ada yang bermuatan positif (kation) dan bermuatan negatif (anion). Elektrolit
sangat penting pada banyak fungsi tubuh, termasuk fungsi neuromuskular dan
keseimbangan asam basa. Pada fungsi neuromuskular, elektrolit memegang
peranan penting terkait dengan transmisi impuls saraf (Asmadi, 2008). Menurut
Hidayat (2012), elektrolit tubuh dibagi menjadi:

a. Natrium

Natrium merupakan kation dalam tubuh yang berfungsi sebagai pengaturan


osmolaritas serta volume cairan tubuh. Pengaturan konsentrasi ekstrasel diatur
oleh ADH dan aldosteron. Aldosteron dihasilkan olehkorteks suprarenal dan
berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan konsentrasi natrium dalam
plasma dan prosesnya dibantu oleh ADH. ADH mengatur sejumlah air yang
diserap ke dalam ginjal dari tubulus renalis. Aldosteron juga mengatur
keseimbangan jumlah natrium yang diserap kembali oleh darah. Ekskresi dari
natrium dapat dilakukan melalui ginjal atau sebagian kecil melalui tinja, keringat,
dan air mata. Normalnya sekitar 135-148 mEq/lt.

b. Kalium

Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam cairan intrasel yang
berfungsi sebagai exitability neuromukuler dan kontraksi otot. Keseimbangan
kalium diatur oleh ginjal dengan mekanisme perubahan ion natrium dalam
tubulus ginjal dan sekresi aldosteron. Aldosteron juga berfungsi mengatur
keseimbangan kadar kalium dalam plasma (cairan ekstrasel). Nilai normalnya
sekitar 3,5-5,5 mEq/lt.
c. Kalsium

Kalsium dalam tubuh berfungsi untuk pembentukan tulang dan gigi,


penghantar impuls kontraksi otot, koagulasi darah (pembekuan darah) dan
membantu beberapa enzim pankreas. Kalsium diekresi melalui urine, keringat.
Konsentrasi kalsium dalam tubuh diatur langsung oleh hormon paratiroid pada
reabsorbsi tulang. Jika kadar kalsium darah menurun, kelenjar paratiroid akan
merangsang pembentukan hormon paratiroid yang langsung meningkatkan
jumlah kalsium darah.

d. Magnesium

Magnesium merupakan kation terbanyak kedua pada cairan intrasel.


Keseimbangan magnesium diatur oleh kelenjar parathyroid, dan magnesium
diabsorbsi dari saluran pencernaan. Magnesium dalam tubuh dipengaruhi oleh
konsentrasi kalsium. Jika magnesium dalam plasma darah kadarnya menurun,
maka ginjal akan mengeluarkan kalium lebih banyak, dapat terjadi pada pasien
alkoholisme kronis, muntah-muntah, diare, gangguan ginjal. Nilai normalnya
sekitar 1,5-2,5 mEq/lt.

e. Klorida

Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Fungsi klorida


biasanya bersatu dengan natrium yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan
osmotik dalam darah. Normalnya sekitar 95-105 mEq/lt.

f. Bikarbonat

Bikarbonat adalah buffer kimia utama dalam tubuh dan terdapat pada cairan
ekstrasel dan intrasel. Bikarbonat diatur oleh ginjal.

g. Fosfat

Fosfat merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Fosfat
berfungsi untuk meningkatkan kegiatan neuromuskular, metabolisme kabohidrat,
pengaturan asam basa.
E. Faktor Pengaruh Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh antara lain :
1. Umur

Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan
berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant
dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan
dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan
cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.

2. Iklim

Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban
udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit
melalui keringat. Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang
panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L per hari.

3. Diet

Diet seseorang berpengaruh terhadap intakecairan dan elektrolit. Ketika


intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak
sehingga akan serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal
keduanya sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal
ini akan menyebabkan edema.

4. Stress

Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan


pemecahan glikogen otot. Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan
retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.

5. Kondisi

Sakit Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan


cairan dan elektrolit tubuh Misalnya :
a. Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui
IWL.
b. Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses
Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran.
c. Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan
pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk
memenuhinya secara mandiri.

Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusat


haus dikendalikan berada di otak Sedangkan rangsangan haus berasal dari
kondisi dehidrasi intraseluler, sekresi angiotensin II sebagai respon dari
penurunan tekanan darah, perdarahan yang mengakibatkan penurunan
volume darah. Perasaan kering di mulut biasanya terjadi bersama dengan
sensasi haus walupun kadang terjadi secara sendiri. Sensasi haus akan
segera hilang setelah minum sebelum proses absorbsi oleh tractus
gastrointestinal. Kehilangan cairan tubuh melalui empat rute (proses) yaitu
:

a. Urine

Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus


urinarius merupakan proses output cairan tubuh yang utama. Dalam
kondisi normal outputurine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar
30-50 ml per jam pada orang dewasa. Pada orang yang sehat
kemungkinan produksi urine bervariasi dalam setiap harinya, bila
aktivitas kelenjar keringat meningkat maka produksi urine akan menurun
sebagai upaya tetap mempertahankan keseimbangan dalam tubuh.

b. IWL (Invisible Water Loss)

IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit, melalui kulit dengan


mekanismedifusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh
melalui proses ini adalah berkisar 300-400 mL per hari, tapi bila proses
respirasi atau suhu tubuh meningkat maka IWL dapat meningkat.
c. Keringat

Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang panas,


respon ini berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya
ditransfer melalui sumsum tulang belakang yang dirangsang oleh susunan
syaraf simpatis pada kulit.

d. Feces

Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per hari,


yang diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar
(kolon).

F. Mekanisme Pergerakan Cairan dan Elektrolit

Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), mekanisme pergerakan cairan tubuh


melalui tiga proses, yaitu:

a. Difusi

Difusi merupakan proses perpindahan partikel cairan dari konsentrasi tinggi


ke konsentrasi rendah sampai terjadi keseimbangan. Cairan dan elektrolit
didifusikan menembus membran sel. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh ukuran
molekul, konsentrasi larutan, dan temperatur.

b. Osmosis

Osmosis merupakan bergeraknya pelarut bersih seperti air, melalui membran


semipermeabel dari larutan yang berkonsentrasi lebih rendah ke konsentrasi yang
lebih tinggi yang sifatnya menarik.

c. Filtrasi

Yaitu pergerakan cairan dan zat terlarut dari area dengan tekanan hidrostatik
tinggi ke area dengan tekanan hidrostatik rendah. Filtrasi penting dalam mengatur
cairan keluar dari arteri ujung kapiler. Ini memungkinkan kekuatan yang
memungkinkan ginjal untuk memfilter 180 liter/hari.
d. Transpor Aktif

Partikel bergerak dari konsentrasi rendah ke tinggi karena adanya daya aktif
dari tubuh seperti pompa jantung.

G. Masalah Keseimbangan Cairan

Menurut Hidayat (2006), masalah keseimbangan cairan terdiri dari dua bagian
yaitu:

a. Hipovolemik

Hipovolemik adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan


ekstraseluler (CES), dan dapat terjadi karena kehilangan cairan melalui kulit,
ginjal, gastrointestinal, pendarahan sehingga menimbulkan syok hipovolemik.
Mekanisme kompensasi pada hipovolemik adalahpeningkatan rangsangan saraf
simpatis (peningkatan frekuensi jantung, kontraksi jantung, dan tekanan
vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon ADH dan aldosteron. Hipovolemik yang
berlangsung lama dapat menimbulkan gagal ginjal akut. Gejala: pusing, lemah,
letih, anoreksia, mual muntah, rasa haus, gangguan mental, konstipasi dan
oliguri, penurunan tekanan darah, HR meningkat, suhu meningkat, turgor kulit
menurun, lidah kering dan kasar, mukosa mulut kering. Tanda-tanda penurunan
berat badan akut, mata cekung, pengosongan vena jugularis. Pada bayi dan anak-
anak adanya penurunan jumlah air mata. Pada pasien syok tampak pucat, HR
cepat dan halus, hipotensi, dan oliguri.

b. Hipervolemik

Hipervolemik adalah penambahan/kelebihan volume CES, dapat terjadi pada


saat stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air, fungsi ginjal
abnormal dengan penurunan ekskresi natrium dan air, kelebihan pemberian
cairan, dan perpindahan cairan dari interstisial ke plasma. Gejala yang mungkin
terjadi adalah sesak napas, peningkatan dan penurunan tekanan darah, nadi kuat,
asites, edema, adanya ronchi, kulit lembab, distensi vena leher, dan irama gallop.
H. Masalah Kebutuhan Elektrolit

Masalah Kebutuhan Elektrolit Menurut Hidayat (2012), masalah kebutuhan


elektrolit terdiri dari :

a. Hiponatremia

Hiponatremia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar natrium dalam


plasma darah ditandai dengan adanya rasa kehausan yang berlebihan, rasa cemas,
takut dan bingung, kejang perut, denyut nadi cepat dan lembab, hipotensi,
konvulsi, membran mukosa kering, kadar natrium dalam plasma kurang dari 135
mEq/lt. Dapat terjadi pada pasien yang mendapat obat diuretik dalam jangka
waktu yang lama tanpa terkontrol, diare jangka panjang.

b. Hipernatremia

Hipernatremia merupakan suatu keadaan kadar natrium dalam plasma tinggi


yang ditandai dengan adanya mukosa kering, rasa haus, turgor kulit buruk dan
permukaan kulit membengkak, kulit kemerahan, konvulsi, suhu badan naik, kadar
natrium dalam plasma lebih dari 148 mEq/lt. Dapat terjadi pasien dehidrasi,
diare, pemasukan air yang berlebihan sedang intake garam sedikit.

c. Hipokalemia

Hipokalemia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar kalium dalam


darah ditandai dengan denyut nadi lemah, tekanan darah menurun, tidak nafsu
makan dan muntah-muntah, perut kembung, otot lemah dan lunak, denyut
jantung tidak beraturan (aritmia), penurunan bising usus, kadar kalium plasma
menurun kurang dari 3,5 mEq/lt.

d. Hiperkalemia

Hiperkalemia merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kadar kalium


dalam darah tinggi yang ditandai dengan adanya mual, hiperaktivitassistem
pencernaan, aritmia, kelemahan, jumlah urine sedikit sekali, diare, kecemasan,
dan irritable, kadar kalium dalam plasma lebih dari 5,5 mEq/lt.

e. Hipokalsemia

Hipokalsemia merupakan kekurangan kadar kalsium dalam plasma darah


yang ditandai dengan adanya kram otot dan kram perut, kejang, bingung, kadar
kalsium dalam plasma kurang dari 4,3 mEq/lt dan kesemutan pada jari dan sekitar
mulut yang dapat disebabkan oleh pengaruh pengangkatan kelenjar gondok,
kehilangan sejumlah kalsium karena sekresi intestinal.

f. Hiperkalsemia

Hiperkalsemia merupakan suatu keadaan kelebihan kadar kalsium dalam


darah, yang ditandai dengan adanya nyeri pada tulang, relaksasi otot, batu ginjal,
mual-mual, koma dan kadar kalsium dalam plasma lebih dari 4,3 mEq/lt. Dapat
dijumpai pada pasien yang mengalami pengangkatan kelenjar gondok dan makan
vitamin D yang berlebihan.

g. Hipomagnesia

Hipomagnesia merupakan kekurangan kadar magnesium dalam darah yang


ditandai dengan adanya iritabilitas, tremor, kram pada kaki tangan, takikardi,
hipertensi, disoriensi dan konvulsi. Kadar magnesium dalam darah kurang dari
1,5 mEq/lt.

h. Hipermagnesia

Hipermagnesia merupakan kadar magnesium yang berlebihan dalam darah


yang ditandai dengan adanya, koma, gangguan pernapasan dan kadar magnesium
lebih dari 2,5 mEq/lt.

I. Pemberian Nutrisi Pasien Kritis

Tujuan pemberian nutrisi adalah menjamin kecukupan energi dan nitrogen,


tapimenghindari masalah-masalah yang disebabkan overfeeding atau refeeding
syndrome sepertiuremia, dehidrasi hipertonik, steatosis hati, gagal napas
hiperkarbia, hiperglisemia, komanon-ketotik hiperosmolar dan hyperlipidemia
(Rothschild, 1988). Level yang terbaik untuk memulai pemberiannutrisi pada
pasien sakit kritis adalah 25 kkal/kgbb dari berat badan ideal per hari (Escallon,
2003). Harusdiperhatikan bahwa pemberian nutrisi yang kurang atau lebih
dari kebutuhan, akan merugikan buat pasien. REE dapat bervariasi
antara meningkat sampai 40% dan menurun sampai 30%, tergantung dari kondisi
pasien.

Perhitungan Basal Energy Expenditure (BEE)

Persamaan Harris-Benedict:

Laki-laki: 66,47 + (13,75 x BB) + (5 x TB) - (6,76 x Umur)

Wanita : 655,1 + (9,56 x BB) + 1,85 x TB) – (4,67 x Umur)

Rata-rata BEE adalah mendekati 25 kkal/kgbb/hari

Faktor Stres

Koreksi terhadap perhitungan kebutuhan energi derajathipermetabolisme :

Postoperasi (tanpa komplikasi) 1,00 – 1,30

Kanker 1,10 – 1,30* Peritonitis / sepsis 1,20 – 1,40

Sindroma kegagalan organ multiple 1,20 – 1,40

Luka bakar 1,20 – 2,00(perkiraan BEE + % luas permukaan tubuh yang terbakar)

Koreksi kebutuhan energy (kkal/hari) = BEE x faktor stress

Pemberian protein yang adekuat adalah penting untuk membantu proses


penyembuhanluka, sintesis protein, sel kekebalan aktif, dan paracrine messenger.
Disamping itu, serum glukosa dijaga antara 100 – 200 mg/dL (Escallon, 2003).
Hiperglisemia tak terkontrol dapat menyebabkankoma hiperosmolar non ketotik
dan resiko terjadinya sepsis, yang mempunyai angka mortalitassebesar 40%.3
Hipofosfatemia merupakan satu dari kebanyakan komplikasi metabolik yangserius
akibat Refeeding Syndrome. Hipofosfatemia yang berat dihubungkan
dengankomplikasi yang mengancam nyawa, termasuk insufisiensi respirasi,
abnormalitas jantung,disfungsi SSP, disfungsi eritrosit, disfungsi leukosit dan
kesulitan untuk menghentikan penggunaan respirator (Escallon, 2003).

1. Rute Enternal

Pada pemberian nutrisi enteral, pipa nasal lebih dianjurkan daripada


oral, kecuali padakeadaan fraktur basis cranii dimana bisa terjadi resiko penetrasi
ke intrakranial. Pipa naso jejunal dapat digunakan jika terjadi kelainan
pengosongan lambung yanmenetap dengan pemberian obat prokinetik atau pada
pankreatitis. Alternatif lain untuk akses nutrisi enteral jangka panjang adalah
dengan gastrostomi dan jejunum perkutaneus (Barr, 2004). Larutan nutrisi
enteralyang tersedia dipasaran memiliki komposisi yang bervariasi. Nutrisi
polimer mengandung protein utuh (berasal dari whey, daging, isolat kedelai dan
kasein), karbohidrat dalam bentukoligosakarida atau polisakarida. Formula
demikian memerlukan enzim pankreas saatabsorbsinya. Nutrisi elemental dengan
sumber nitrogen (asam amino maupun peptida)tidaklah menguntungkan bila
digunakan secara rutin, namun dapat membantu bila absorbsiusus halus
terganggu, contohnya pada insufisiensi pancreas atau setelah kelaparan dalam
jangka panjang.
Lipid biasanya berasal dari minyak nabati yang mengandung banyaktrigliserida
rantai panjang, tapi juga berisi trigliserida rantai sedang yang lebih mudah diserap.
Proporsi kalori dari non protein seperti karbohidrat biasanya dua pertiga dari
total kebutuhan kalori (Barr, 2004)). Serat diberikan untuk menurunkan insiden
diare. Serat dimetabolisme oleh bakterimenjadi asam lemak rantai pendek, yang
digunakan oleh koloni untuk pengambilan air danelektrolit. Elektrolit, vitamin dan
trace mineral ditambahkan sampai volume yangmengandung 2000 kkal (Barr,
2004)

Nutrisi enteral adalah faktor resiko independen pneumonianosokomial yang


berhubungan dengan ventilasi mekanik. Cara pemberian sedini
mungkin dan benar nutrisi enteral akan menurunkan kejadian pneumonia,
sebab bila nutrisi enteral yangdiberikan secara dini akan membantu memelihara
epitel pencernaan, mencegah translokasikuman, mencegah peningkatan distensi
gaster, kolonisasi kuman, dan regurgitasi. Posisi pasien setengah duduk dapat
mengurangi resiko regurgitasi aspirasi (Forbes, 1986)) Diaresering terjadi
pada pasien di ICU yang mendapat nutrisi enteral, penyebabnya multifaktorial, ter
masuk terapiantibiotik, infeksi Clostridium difficile, impaksi feses, dan efek tidak
spesifik akibat penyakitkritis. Komplikasi metabolik paling sering berupa
abnormalitas elektrolit dan hiperglikemia (Barr, 2004).

Nutrisi Enternal (Escallon, 2003)

Keuntungan Kerugian
Fisiologis Membutuhkan waktu untuk mencapai
sokongan yang utuh
Menyediakan fungsi kekebalan Tergantung fungsi saluran cerna
Menyediakan fungsi saluran usus tidak Kontra indikasi pada obstruksi
lebih mahal dibandingkan TPN intestinal
Meningkatkan aliran splanchnic yang Ketidakstabilan hemodinamik : output
melindungi cedera iskemik atau tinggi pada fistulaenterokuntaneus
perfusi diare berat

2. Rute Parental

Tunjangan nutrisi parenteral diindikasikan bila asupan enteral tidakdapat


dipenuhi dengan baik. Terdapat kecenderungan untuk tetap memberikan
nutrisi enteralwalaupun parsial dan tidak adekuat dengan suplemen nutrisi
parenteral. Pemberian nutrisi parenteral pada setiap pasien dilakukan
dengan tujuan untuk dapat beralih ke nutrisi enteralsecepat mungkin. Pada pasien
ICU, kebutuhan dalam sehari diberikan lewat infus secarakontinu dalam 24 jam.
Monitoring terhadap faktor biokimia dan klinis harus dilakukan secaraketat.
Halyang paling ditakutkan pada pemberian nutrisi parenteral total
(TPN/TotalParenteral Nutrition) melalui vena sentral adalah infeksi. Hal-hal yang
harus diperhatikan adalah:
1. Insersi subklavia: infeksi lebih jarang dibanding jugular interna dan femoral
2. Keahlian operator dan staf perawat di ICU mempengaruhi tingkat infeksi
3. Disenfektan kulit klorheksidin 2% dalam alkohol adalah sangat efektif
4. Teknik yang steril akan mengurangi resiko infeksi
5. Penutup tempat insersi kateter dengan bahan transparan lebih baik
6. Kateter sekitar tempat insersi sering-sering diolesi dengan salep anti mikroba
7. Penjadwalan penggantian kateter tidak terbukti menurunkan sepsis

Nutrisi Parental

Keuntungan Kerugian
Tersedia apabila rute enternal menjadi Berhubungan dengan atrofi jaringan
kontra indikasi limfoid system digestif
Dapat meningkatkan asupan bila oral Morbiditas septic yang meningkat
inadekuat penuh kurang dari 24 jam memberikan dukungan tumbuhnya
bakteri
Sedikit kontraindikasi Translokasi mikroorganisme pada
sirkulasi portal

J. Pemberian Nutrisi di Berbagai Keadaan Kritis


1. Nutrisi Pasien Trauma

Pasien trauma cenderung mengalami malnutrisi protein akut karena


hipermetabolismeyang persisten, yang mana akan menekan respon imun dan
peningkatan terjadinya kegagalanmulti organ (MOF) yang berhubungan dengan
infeksi nosokomial. Pemberian substrattambahan dari luar lebih awal akan dapat
memenuhi kebutuhan akibat peningkatan kebutuhanmetabolik yang dapat
mencegah atau memperlambat malnutrisi protein akut dan menjaminoutcome
pasien.

Nutrisi enteral total (TEN/Total Enteral Nutrition) lebih dipilih dari padaTPN
karena alasan keamanan, murah, fisiologis dan tidak membuat hiperglisemia.
IntoleransiTEN dapat terjadi, yaitu muntah, distensi atau cramping abdomen,
diare, keluarnya makanandari selang nasogastrik. Pemberian TPN secara dini
tidak diindikasikan kecuali pasienmengalami malnutisi berat.

2. Pasien Sepsis

Pada pasien sepsis, Total Energy Expenditure (TEE) pada minggu pertama
kurang lebih25 kcal/kg/ hari, tetapi pada minggu kedua TEE akan meningkat
secara signifikan. Kalorimetriindirek merupakan cara terbaik untuk menghitung
kebutuhan kalori, proporsi serta kuantitaszat nutrisi yang digunakan. Pemberian
glukosa sebagai sumber energi utama dapat mencapai 4– 5 mg/kg/menit dan
memenuhi 50 – 60% dari kebutuhan kalori total atau 60 – 70% dari kalorinon
protein. Pemberian glukosa yang berlebihan dapat mengakibatkan
hipertrigliseridemia,hiperglikemia, diuresis osmotik, dehidrasi, peningkatan
produksi CO2 yang dapatmemperburuk insufisiensi pernafasan dan
ketergantungan terhadap ventilator, steatosishepatis, dan kolestasis. Pemberian
lemak sebaiknya memenuhi 25 – 30% dari kebutuhan totalkalori dan 30 – 40%
dari kalori non protein.

Kelebihan lemak dapat mengakibatkan disfungsineutrofil dan limfosit,


menghalangi sistem fagositik mononuklear, merangsang hipoksemiayang
dikarenakan oleh gangguan perfusi-ventilasi dan cedera membran
alveolokapiler,merangsang steatosis hepatik, dan meningkatkan sintesis PGE2.
Dalam keadaan katabolik, protein otot dan viseral dipergunakan sebagai energi
di dalam otot dan untuk gluconeogenesis hepatik (alanin dan glutamin).
Kebutuhan protein melebihi kebutuhan protein normal yaitu 1,2g/kg/protein/hari.
Kuantitas protein sebaiknya memenuhi 15 – 20% dari kebutuhan kalori
totaldengan rasio kalori non protein/ nitrogen adalah 80:1 sampai dengan 110:1
(Rothschild, 1988).

3. Nutrisi Pasien Pankreatitis Akut

Nutrisi enteral dapat diberikan, namun ada beberapa bukti bahwa


pemberian nutrisi enteraldapat meningkatkan keparahan penyakit. Nutrisi
parenteral pada pankreatitis akut bergunasebagai tambahan pada pemeliharaan
nutrisi. Mortalitas dilaporkan menurun seiring dengan peningkatan status
nutrisi, terutama pada pasien-pasien pankreatitis akut derajat sedang dan berat.

Pada pasien dengan penyakit berat pemberian nutrisi isokalorik


maupun hiperkalorikdapat mencegah katabolisme protein. Oleh karena itu,
pemberian energi hipokalorik sebesar15– 20 kkal/kg/hari lebih sesuai pada
keadaan katabolik awal pada pasien-pasien non bedahdengan MOF. Pemberian
protein sebesar 1,2 – 1,5 g/kg/hari optimal untuk sebagian besar pasien
pankreatitis akut. Pemberian nutrisi peroral dapat mulai diberikan apabila nyeri
sudahteratasi dan enzim pankreas telah kembali normal. Pasien awalnya diberikan
dietkarbohidratdan protein dalam jumlah kecil, kemudian kalorinya ditingkatkan
perlahan dan diberikanlemak dengan hati-hati setelah 3– 6 hari (Leonard, 2004)

4. Nutrisi pada Penyakit Ginjal Akut

ARF secara umum tidak berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energi.


Meskidemikian kondisi traumatik akut yang menetap dapat meningkatkan REE
(misalnya padasepsis meningkat hingga 30%). Adanya penurunan toleransi
terhadap glukosa dan resistensiinsulin menyebabkan uremia akut, asidosis atau
peningkatan glukoneogenesis. Pada pasienARF membutuhkan perhatian yang
hati-hati terhadap kadar glukosa darah dan penggunaaninsulin dimungkinkan
dalam larutan glukosa untuk mencapai kadar euglikemik.

Pemberianlipid harus dibatasi hingga 20 – 25% dari energi total. Meski


demikian lipid sangatlah pentingkarena osmolaritasnya yang rendah, sebagai
sumber energi, produksi CO2 yang rendah danasam lemak essensial. Protein
atau asamamino diberikan 1,0– 1,5 g/kg/hari tergantung
dari beratnya penyakit, dan dapat diberikan lebih tinggi (1,5 – 2,5 g/kg/hari) pada
pasien ARF yanglebih berat dan mendapat terapi menggunakan CVVH, CVVHD,
CVVHDF, yang memilikiklirens urea mingguan yang lebih besar (Rothschild,
1988).
5. Nutrisi Pada Penyakit Hati

Pada penyakit hati terjadi peningkatan lipolisis, sehingga lipid harus


diberikan denganhati-hati untuk mencegah hipertrigliseridemia, yaitu tidak
lebih dari 1 g/kg perhari. Pembatasan protein diperlukan pada ensefalopati
hepatik kronis, mulai dari 0,5 g/kg perhari, dosis ini dapatditingkatkan dengan
hati-hati menuju ke arah pemberian normal. Ensefalopati hepatic menyebabkan
hilangnya Branched Chain Amino Acids (BCAAs) mengakibatkan
peningkatan asam amino aromatik
serebral, yang dapat menghambat neurotransmiter.

Pada pasien dengan intoleransprotein, pemberian nutrisi yang diperkaya deng


an BCAAs dapatmeningkatkan pemberian protein tanpa memperburuk
ensefalopati yang sudah ada. Kegagalanfungsi hati fulminan dapat menurunkan
glukoneogenesis sehingga terjadi hipoglikemia yangmemerlukan pemberian infus
glukosa. Lipid dapat diberikan, karena masih dapat ditoleransidengan baik
(Leonard, 2004).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian Untuk mengidentifikasi masalah gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit serta mengumpulkan data guna menyusun suatu rencana keperawatan,
perawat perlu melakukan pengkajian keperawatan. Menurut Tarwoto & Wartonah
(2006), hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:

1. Riwayat Keperawatan
a. Pemasukan dan pengeluaran cairan dan makanan (oral, parenteral)
b. Tanda umum masalah elektrolit
c. Tanda kekurangan dan kelebihan cairan
d. Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan dan
elektrolit
e. Pengobatan tertentu yang sedang dijalani dapat mengganggu status cairan
f. Status perkembangan seperti usia atau situasi social
f. Faktor psikologis seperti perilaku emosional yang mengganggu
pengobatan.
2. Pengukuran Klinik
a. Berat badan

Kehilangan/bertambahnya berat badan menunjukan adanya masalah


keseimbangan cairan. Masalah keseimbangan cairan akibat
kehilangan/bertambahnya berat badan dikategorikan ke dalam tiga kelompok,
yaitu:

1) ± 2% : ringan
2) ± 5% : sedang
3) ± 10% : berat

Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama.
b. Keadaan umum

Pengukuran tanda vital seperti suhu, tekanan darah, nadi, pernafasan dan
suhu, pengukuran tingkat kesadaran.

c. Pengukuran pemasukan cairan

Pemasukan cairan yang perlu dihitung adalah cairan yang diberikan


melalui NGT dan oral, cairan parenteral termasuk obat-obatan IV, makanan
yang cenderung mengandung air yang dikonsumsi oleh klien, dan cairan yang
digunakan untuk irigasi kateter atau NGT.

d. Pengukuran pengeluaran cairan

Pengeluaran yang perlu diukur meliputi volume dan kejernihan/kepekatan


urine, jumlah dan konsistensi feses, muntah, tube drainase, dan IWL
(Insensible Water Loss)

e. Ukur keseimbangan cairan dengan akurat, normalnya sekitar ± 200 cc.


3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit
difokuskan pada :
a. Integumen

Pada pemeriksaan integumen yang peru diperhatikan adalah keadaan


turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot, tetani, dan sensasi rasa.

b. Kardiovaskuler

Pada pemeriksaan kardiovaskuler yang perlu diperhatikan adalah distensi


vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin, dan bunyi jantung.

c. Mata
Pada pemeriksaan mata perlu diperhatikan mata cekung atau tidak, air
mata kering atau tidak.
d. Neurologi

Pada pemeriksaan neurologi yang perlu diperhatikan adalah refleks,


gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
e. Gastrointestinal

Pada pemeriksaan gastrointestinal yang perlu diperhatikan adalah keadaan


mukosa mulut dan lidah, muntah-muntah, dan bising usus.

4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan elektrolit serum

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kadar natrium, kalium, klorida, ion
bikarbonat.

b. Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan ini meliputi jumlah sel darah merah, hemoglobin (Hb), hematrokit
(Ht). Ht naik : adanya dehidrasi berat dan gejala syok. Ht turun : adanya
perdarahan akut, masif, dan reaksi hemolitik. Hb naik : adanya hemokonsentrasi
Hb turun : adanya perdarahan habat, reaksi hemolitik.

c. pH dan berat jenis urine

Berat jenis menunjukkan kemampuan ginjal untuk mengatur konsentrasi urine.


Normalnya, pH urine adalah 4,5-8 dan berat jenisnya 1,003-1,030.

d. Analisa gas darah

Biasanya, yang diperiksa adalah pH, PO2, HCO3 - , PCO2,dan saturasi O2.Nilai
normal PCO2 : 35 – 40 mmHg; PO2 : 80 – 100 mmHg; HCO3 - : 25 – 29 mEq/l.
Sedangkan saturasi O2 adalah perbandingan oksigen dalam darah dengan jumlah
oksigen yang dapat dibawa oleh darah, normalnya di arteri (95 – 98 %) dan vena
(60 – 85 %).
B. Nursing Care Planning
C. Cara Menghitung Kecepatan Syringe Pump
Bagi teman-teman tenaga medis/paramedis, pasti sudah tidak asing lagi
dengan penggunaan obat lewat syringe pump. Mungkin salah satu kesulitan
adalah bagaimana cara menghitung kecepatan syringe pump sesuai dosis obat
yang dikehendaki. Mari kita bahas bersama Pertama, tentukan konsentrasi obat
dengan rumus : Kandungan sediaan obat (mg) : volume sediaan obat (ml) x 1000
= konsentrasi obat (mcg/ml) Kedua, tentukan kecepatan syringe pump dengan
rumus : Dosis obat (mcg/kg/mnt) x BB x 60 : konsentrasi obat (mcg/ml) =
kecepatan syringe pump (ml/jam)
Contoh :
Jika terdapat instruksi untuk memberikan nitroprusside dengan dosis 0,5
mcg/kg/mnt (sediaan obat : 50 mg dalam 250 ml, berat badan pasien 75 kg),
berapakah kecepatan syringe pump ?
Jawab :

Pertama, tentukan konsentrasi obat


50 : 250 x 1000 =200 mcg/ml

Kedua, hitung kecepatan syringe pump


(0,5 x 75 x 60) : 200 = 11,25ml/jam

Jadi, kecepatan syringe pump = 11,25 ml/jam.

Home » askep » rumus perhitungan cairan dengan Syring pump

rumus perhitungan cairan dengan Syring pump


cara perhitungan rumus cairan
RUMUS PERHITUNGAN DARAH UNTUK TRANSFUSI
Menghitung keb darah tranfusi = (HB yang diinginkan-HB sekarang) x BB x jenis
darah,Jenis darah tergantung dari komponen darah, kalo PRC, maka dikalikan 3.
Kalo WBC, maka dikalikan 6,
RUMUS PERHITUNGAN DOPAMIN
Dopamin ;1 ampul = 10 cc, 1 ampul = 200 mg , 1 mg = 1000 mikrogram
Rumus factor pengencer = 1 ampul (200 mg)= 200.000 mikrogram, kemudian
diencerkan dlam 50cc, sehingga 1 cc= 4000 mikrogram (factor pengencer)
Rumus :
Dosis x BB x jam (menit ) = hasil 4000
Atau rumus langsung :
Dosis x BB 60 x 50 = hasil 200.000

Contoh nih ye:


Pasien dengan tekanan darah 80/50 mmHg dan BB 50 kg. Dosis dopamin dimulai
dari 5mikrogram/kgBB/menit. Menggunakan syringe pump lho!
Dosis x BB x jam (menit ) = hasil
4000
Kita gunakan rumus praktis saja =
= 3.75 cc/jam
Tidak terlalu sulit kan sayang? Gue yakin, IQ-mu lebih dari sebuah kecambah!!
Rumus pemberian Dopamin dalam kolf / drip
Rumus =
200.000 = 400 (factor pengencer)
500
Rumus menggunakan kolf =
Dosis x BB x jam ( menit ) = hasil ntar disesuaikan dengan mikro atau makro
drip.
400
Contoh:
Kita ambil contoh yang sama dengan yang atas ya,
Pasien dengan tekanan darah 80/50 mmHg dan BB 50 kg. Dosis dopamin dimulai
dari 5
mikrogram/kgBB/menit. Menggunakan kolf lho!
Dosis x BB x jam (menit ) = hasil
400
Kita gunakan rumus praktis saja =
5 x 50 x 60
400
= 37,5 cc/ jam. (harus diingat, 1 ampul dopamine ini diencerkan dalam 500 cc lho,
jadi hasilnya
agak banyak. gue juga sempet kaget! )
Nah, berarti kalo pake makro, maka 37,5 cc mejadi 12,5 tetes/menit. (makro factor
tetesan 1 cc= 20
tetes)
Nah, kalo mikro drip, 37,5 cc, menjadi 37,5 tts/mnit. (mikro factor tetesan 1 cc=
60 tetes)
RUMUS PERHITUNGAN DOBUTAMIN
Dobutamin ; 1 ampul = 5 cc , 1 ampul = 250 mg , 1 mg = 1000 mikrogram
250 mg = 250.000 mikrogram, kemudian diencerkan dlam 50 cc, sehingga 1 cc=
5000 (sbg factor
pengencer)
Rumus :
Dosis x BB x jam (menit ) = hasil
5000
Atau rumus langsung : Dosis x BB x 60 x 50 = hasil
250.000
Rumus diatas digunakan untuk pemberian dobutamin dengan menggunakan
syringe pump.
Rumus pemberian Dobutamin dalam kolf / drip
Rumus =
250.000 = 500 (factor pengencer)
500
Rumus menggunakan kolf =
Dosis x BB x jam ( menit ) = hasil disesuain dengan mikro / makro yah!
500
contoh kayaknya nggak perlu yah!

RUMUS PERHITUNGAN NITROCYNE


1 ampul = 10 cc , 1 cc = 1 mg, 1 ampul = 10 mg
Dosis yang digunakan dalam cc ( microgram ) jadi 1 ampul = 10.000 mikrogram
Rumus :
Dosis x 60 x pengencer = hasil
10.000
RUMUS PERHITUNGAN ISOKET
1 ampul = 10 cc , 1 ampul = 10 mg , 1mg = 1cc
Isoket atau Cedocard diberikan sesuai dosis yang diberikan oleh dokter.
RUMUS PERHITUNGAN KOREKSI HIPOKALEMI PADA ANAK
Koreksi cepat
Yang dibutuhkan = ( jml K x BB x 0,4 ) + ( 2/6 x BB )
Diberikan dalam waktu 4 jam
Maintenance :
5 x BB x 2
6
Diberikan dalam 24 jam
Keterangan :
Jml K = nilai yang diharapkan ( 3,5 ) – nilai hasil kalian (x)

RUMUS PEMERIAN OBAT EMERGENCY

1. DOPAMIN HIDROKLORIDA
Indikasi: 1. Untuk penanggulangan syok syndrom.

2. Pre syok, severe hypotension.


Kontra indikasi: 1. Pasien Dehidrasi.
3. Hypotiroidism.

A. Dosis kecil: 1 - 5 mcg/BB/menit.

Memperbaiki aliran darah ke ginjal, jantung dan otak.

B. Dosis sedang: 5 - 10mcg/BB/menit.

Meningkatkan denyut jantung dan tekan darah.

C. Dosis berat: > 10mcg/BB/menit

Vasokonstriksi perifer dan dapat menimbulkan aritmia jantung.

Cara pemberian:

1. Memakai Mikro drip ( Buret).


Rumus: Dosis ( mcg) X kg BB X 60 tts(mikro) = tts/menit
jumlah mcg/ cc

Contoh: 200 mg Dopamin dilarutkan dalam 100 cc D5%

dosis 5 mcg/BB/ menit dengan BB 50 kg.

200 : 100 = 2 mg X 1000 mcg = 2000 mcg.


5 mcg X 50 kb X 60 tts = 15000

2000 2000

= 7,5 tts(mikro) / menit.

2. Memakai syringe Pump/ infus pump.


Rumus: dosis (mcg) X kb BB X 60 menit = cc/jam

jumlah mcg / cc

Contoh: 400 mg Dopamin dilarutkan dalam 500 cc D5%

dosis 5 mcg / menit

BB= 50kg.

400 : 500 = 0.8 mg X 1000 mcg = 800 mcg

5 mcg X 50 X 60 menit = 15000

800 800

= 18,75 cc/ jam

2. DOBUTHAMIN HYDROKLORIDA ( DOBUTHREX )

Indikasi: - Pengobatan syok syndrom

- Pre syok, severe hypotension.

Kontra indikasi: - Bukan untuk koreksi aritmia, ventikel fibrilasi.

- Hypothyroidism. Dosis = 1 - 20 mcg/ BB/ menit.

a. Memakai Buret (micro drip)


Rumus : dosis (mcg) X kg BB X 60 tts

______________________ = tts/mnt

jumlah mcg / cc

Contoh : Dobutrex 250 mg dalam 50 cc D5%

250 mg Dobutrex

1 cc = ________________ = 5 mg X 1000 mcg =


5000 mcg

50 cc D5%

Dosis : 3 mcg BB : 50 kg

3 X 50 kg X 60 tts 9000

1 cc = __________________ = _____ = 1,8 tts/mnt

5000 5000

B. Memakai Syringe pump/ infus pump

Dosis dalam mcg X kg BB X 60 mnt

Rumus = _________________________________= cc/jam

jumlah mcg / cc

Contoh : Dobutrex 250 mg dalam 50 cc D5% / NaCl 0,9%

1 cc = _250____ = 5 X 1000 mcg = 5000 mcg

50

Dosis : 3 mcg / BB / mt BB : 50 kg

3 X 50 X 60 mnt 9000

= __________________ = ________ = 1,8 cc / jam


5000 5000
3. LIDOCAIN / XYLOCARD

Indikasi : - VES sering atau > 6 x/mnt

- VES yang berturut-turut

- VES multivokal

- Aritmia ventrikel yang mengancam

Kontra indikasi : - AV Blok grade II & III

- Bradicardi

Dosis standar : 1 - 4 mg / mnt

a. Memakai Burret ( micro drip) :

Dosis (mg) X 60 tts

Rumus = __________________ = tts / mnt

jumlah mcg/mnt

Contoh : 500 mg xylocard dalam 100 cc D5%

500

1 cc = ______ = 5 mg

100

Dosis : 2 mg / mnt

2 X 60 tts
= ___________ = 24 tts / mnt

B. Memakai Syringe Pump / infus pump

Dosis (mg) x 60 mnt

Rumus = ___________________ = cc / jam

jumlah mg / cc

Contoh : 500 mg xylocard dalam 200 cc D5%

500

1 cc = ______ = 2,5 mg

200

Dosis : 2 mg / mnt

2 mg x 60 mnt

= ______________ = 48 cc / jam

2,5

4. ADRENALIN ( EPHINEPRIN HIDROCLORIDA)


Indikasi : - Meningkatkan aliran darah myocard dan susunan saraf
pusat saat ventilasi dan kompresi (RJP)

- Merubah VF halus menjadi kasar.

Kontra indikasi : - dilatasi jantung, kerusakan organ otak,coronary


insufficiency, syok setelah anesthesi umum, anesthesi extremitas. Dosis
drip : 1 - 4 mcg / mnt

a. Memakai Burret ( mikro drip )

dosis x 60 tts

Rumus = _____________ = tts/ mnt

jumlah mcg / cc

Contoh : 1 mg (1 amp) dalam 50 cc D5%

1 cc = ____ = 0,02 x 1000 mcg = 20 mcg

50

Dosis : 1 mcg / mnt

1 x 60 mnt

= ___________ = 30 cc / jam

20
PEMBERIAN LASIX LEWAT SYRINGE PUMP

Rumus : Dosis

Konsentrasi

misalkan : dosis yang diminta furosemid 1mg/jam diencerkan dalam 50cc spuit

maka : 1 amp = 20ml = 20mg

konsentrasinya = 20mg : 50 cc = 0,4 mg/cc

dimasukkan rumus = dosis : konsentrasi = 1mg/jam : 0,4 mg/cc = 2,5 cc/jam


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan zat tertentu
(zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan tubuh
dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Total jumlah volume cairan tubuh (total body water-TBW) kira-
kira 60 % dari berat badan pria dan 50 % dari berat badan wanita. Jumlah
volume ini tergantung pada kandungan lemak badan dan usia.

Mekanisme kerja cairan dan elektrolit dalam tubuh melalui tiga proses
yaitu difusi, osmosis, dan transportasi. Cairan tubuh didistribusikan di antara
dua kompartemen yaitu pada intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler
kira-kira 2/3 atau 40 % dari BB, sedangkan cairan ekstraseluler 20 % dari BB.
Pengeluaran cairan terjadi melalui organ tubuh yaitu ginjal, kulit, paru-paru,
dan gastrointestinal.

Keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit normal adalah akibat dari


keseimbangan dinamis antara makanan dan minuman yang masuk dengan
keseimbangan yang melibatkan sejumlah besar sistem organ. Cairan tubuh
dan elektrolit yang dikonsumsi lebih banyak maka cairan yang dikeluarkan
juga lebih banyak.

3.2 Saran

Demikian makalah yang dapat penulis paparkan mengenai Keseimbangan


Cairan dan Elektrolit. Semoga makalah ini berguna bagi pembaca, khususnya
bagi mahasiswa. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat
kesalahan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun kami harapkan
untuk perbaikan makalah kami selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, A. Azis. 2012. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan


Ilmiah. Salemba Medika: Edisi 2

Alimul Hidayat, A. Azis. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia:


Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi

Barr J et al. Outcomes in critically ill patients before and after the
implementationofanevidencebased nutritional management protocol. Chest 200
4;125:1446-57.

Escallon J et al. Carbohydrates, proteins and lipids. In: McCarnish M et al,


editors. Anintegrated approach to patient care total nutritional therapy. 2 nd
ed. Pennsylvania:Elsevier; 2003.p.51-61

Escallon J et al. Nutrition in critical care. In: McCarnish M et al, editors. An


integratedapproach to patient care total nutritional therapy. 2 nd ed.
Pennsylvania:Elsevier;2003.p.117-28.

Forbes GB et al. Deliberate overfeeding in women and men: energy cost and
compositionof the weight gain. Br J Nutr 1986;56:1-9.

Leonard R. Enteral and parenteral nutrition. In: Bersten AD, editor. Oh’s
Intensive CareManual. 5th ed. New York: Elsevier; 2004.p.903-12.

Tarwoto & Wartonah. 2004. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai