PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Cairan dan elektrolit sangat penting mempertahankan keseimbangan
atau homeostosis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
dapat memengaruhi fungsi fisiologis tubuh. Sebab, cairan tubuh kita terdiri
atas air yang mengandung partikel- partikel bahan organik dan anorganik
yang vital untuk hidup. Elektrolit tubuh mengandung komponen-
komponen kimiawi (FKUI, 2008).
Elektrolit tubuh ada yang bermuatan positif (kation) dan bermuatan negatif
(anion). Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi tubuh, termasuk
fungsi neuromuskular dan keseimbangan asam basa.Pada fungsi
neuromuskular, elektrolit memegang peranan penting terkait dengan
transmisi impuls saraf (Asmadi, 2008). Sebagian besar tubuh manusia
terdiri atas cairan. Cairan tubuh ini sangat penting perannya dalam
menjaga keseimbangan (hemodinamik) proses kehidupan. Peranan tersebut
dikarenakan air memiliki karakteristik fisiologis (FKUI, 2008).
Dalam tubuh, fungsi sel bergantung pada keseimbangan cairan
dan elektrolit. Keseimbangan ini diurus oleh banyak mekanisme fisiologik
yang terdapat dalam tubuh sendiri. Pada bayi dan anak sering terjadi
gangguan keseimbangan tersebut yang biasanya disertai perubahan Ph
cairan tubuh (Irwan, 2013).
Cairan merupakan komposisi terbesar dalam tubuh manusia.
Cairan berperan dalam menjaga proses metabolisme dalam tubuh.
Untuk menjaga kelangsungan proses tersebut adalah keseimbangan
cairan. Cairan dalam tubuh manusia normalnya adalah seimbang antara
asupan (input) dan haluaran (output). Jumlah asupan cairan harus sama
dengan jumlah cairan yang dikeluarkan dari tubuh. Perubahan sedikit
pada keseimbangan cairan dan elektrolit tidak akan memberikan dampak
bagi tubuh. Akan tetapi,jika terjadi ketidakseimbangan antara asupan dan
haluaran, tentunya akan menimbulkan dampak bagi tubuh manusia.
1
Pengaturan keseimbangan cairan tubuh, proses difusi melalui membran
sel, dan tekanan osmotik yang dihasilkan oleh elektrolit pada kedua
kompartemen (Mubarak, 2007).
Pentingnya cairan bagi tubuh membuat sel-seltubuh hanya dapat
hidup dan berfungsi jika berada /terendam dalam cairan ekstrasel yang sesuai.
Sehingga, homeostasis cairan harus ekstrasel yang sesuai. Meskipun
tubuh mempunyai respon fisiologis untuk menjaga keseimbangan. Akan
tetapi, peningkatan volume cairan ekstrasel akan meningkatkan volume
darah dan tekanan darah serta sebaliknya. Sehingga, dari hukum
tersebut dapat diasumsikan bahwa yang mengatur tekana darah adalah
volume cairan ekstrasel (Mubarak, 2007).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada keseimbangan cairan dan
elektrolit?
3. Bagaiman teknis pemberian nutrisi pada pasien kritis?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini sebagai berikut:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh.
2. Memahami asuhan keperawatan pada keseimbangan cairan dan
elektrolit.
3. Memahami teknis pemberian nutrisi pada pasien kritis.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
C. DISTRIBUSI CAIRAN TUBUH
Cairan tubuh didistribusikan di antara dua kompartemen yaitu pada
intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler kira-kira 2/3 atau 40% dari
BB, sedangkan cairan ekstraseluler 20% dari BB, cairan ini terdiri atas
plasma (cairan intravaskuler) 5%, cairan interstisial (cairan di sekitar tubuh
seperti limfe) 10-15%, dan transeluler (misalnya, cairan serebrospinalis,
sinovia, cairan dalam peritonium, cairan dalam rongga mata, dan lain-lain) 1-
3% (Tarwoto & Wartonah, 2006).
E. KESEIMBANGAN CAIRAN
Keseimbangan cairan ditentukan oleh intake (masukan) cairan dan output
(pengeluaran) cairan. Pemasukan cairan berasal dari minuman dan
makanan.Kebutuhan cairan setiap hari antara 1.800-2.500 ml/hari.Sekitar
1.200 ml berasal dari minuman dan 1.000 ml dari makanan. Sedangkan
pengeluaran cairan melalui ginjal dalam bentuk urine 1.200-1500 ml/hari,
feses 100 ml, paru-paru 300-500 ml, dan kulit 600-800 ml (Tarwoto &
Wartonah, 2006).
4
Menurut Hidayat (2006), pengaturan keseimbangan cairan dapat dilakukan
melalui mekanisme tubuh. Mekanisme tubuh tersebut adalah sebagai berikut :
a. Rasa dahaga.
Mekanisme rasa dahaga yang dialami setiap individu adalah sebagai
berikut::
1. Penurunan fungsi ginjal merangsang pelepasan renin, yang pada
akhirnya menimbulkan produksi angiotensin II yang dapat merangsang
hipotalamus untuk melepaskan substrat neural yang bertanggung jawab
terhadap sensasi haus.
2. Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan osmotik
dan mengaktivasi jaringan saraf yang dapat mengakibatkan sensasi
rasa dahaga.
c. Aldosteron
Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal yang bekerja pada tubulus
ginjal untuk meningkatkan absorpsi natrium. Pelepasan aldosteron
dirangsang oleh perubahan konsentrasi kalium , natrium serum, dan
sistem angiotensin renin serta sangat efektif dalam mengendalikan
hiperkalemia.
5
elektrolit memegang peranan penting terkait dengan transmisi impuls saraf
(Asmadi, 2008).
Menurut Hidayat (2012), elektrolit tubuh dibagi menjadi:
1. Natrium
Natrium merupakan kation dalam tubuh yang berfungsi sebagai
pengaturan osmolaritas serta volume cairan tubuh.Pengaturan konsentrasi
ekstrasel diatur oleh ADH dan aldosteron.Aldosteron dihasilkan oleh
korteks suprarenal dan berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan
konsentrasi natrium dalam plasma dan prosesnya dibantu oleh ADH.ADH
mengatur sejumlah air yang diserap ke dalam ginjal dari tubulus
renalis.Aldosteron juga mengatur keseimbangan jumlah natrium yang
diserap kembali oleh darah.Ekskresi dari natrium dapat dilakukan melalui
ginjal atau sebagian kecil melalui tinja, keringat, dan air mata.Normalnya
sekitar 135-148 mEq/lt.
2. Kalium
Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam cairan
intrasel yang berfungsi sebagai exitability neuromukuler dan kontraksi
otot.Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dengan mekanisme
perubahan ion natrium dalam tubulus ginjal dan sekresi aldosteron.
Aldosteron juga berfungsi mengatur keseimbangan kadar kalium dalam
plasma (cairan ekstrasel). Nilai normalnya sekitar 3,5-5,5 mEq/lt.
3. Kalsium
Kalsium dalam tubuh berfungsi untuk pembentukan tulang dan
gigi, penghantar impuls kontraksi otot, koagulasi darah (pembekuan darah)
dan membantu beberapa enzim pankreas.Kalsium diekresi melalui urine,
keringat.Konsentrasi kalsium dalam tubuh diatur langsung oleh hormon
paratiroid pada reabsorbsi tulang. Jika kadar kalsium darah menurun,
kelenjar paratiroid akan merangsang pembentukan hormon paratiroid yang
langsung meningkatkan jumlah kalsium darah.
4. Magnesium
Magnesium merupakan kation terbanyak kedua pada cairan
intrasel.Keseimbangan magnesium diatur oleh kelenjar parathyroid, dan
6
magnesium diabsorbsi dari saluran pencernaan.Magnesium dalam tubuh
dipengaruhi oleh konsentrasi kalsium. Jika magnesium dalam plasma
darah kadarnya menurun, maka ginjal akan mengeluarkan kalium lebih
banyak, dapat terjadi pada pasien alkoholisme kronis, muntah-muntah,
diare, gangguan ginjal. Nilai normalnya sekitar 1,5-2,5 mEq/lt.
5. Klorida
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel.Fungsi
klorida biasanya bersatu dengan natrium yaitu mempertahankan
keseimbangan tekanan osmotik dalam darah.Normalnya sekitar 95-105
mEq/lt.
6. Bikarbonat
Bikarbonat adalah buffer kimia utama dalam tubuh dan terdapat
pada cairan ekstrasel dan intrasel.Bikarbonat diatur oleh ginjal.
7. Fosfat
Fosfat merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan
ekstrasel.Fosfat berfungsi untuk meningkatkan kegiatan neuromuskular,
metabolisme kabohidrat, pengaturan asam basa.
7
c) Transpor Aktif
Partikel bergerak dari konsentrasi rendah ke tinggi karena adanya daya
aktif dari tubuh seperti pompa jantung.
c. Paru-paru
Paru-paru menghasilkan IWL sekitar 400 ml/hari.Meningkatnya
cairan yang hilang sebagai respon terhadap perubahan kecepatan dan
kedalaman napas akibat pergerakan atau demam.
d. Gastrointestinal
Dalam kondisi normal cairan yang hilang dari gastrointestinal
(melalui feses) setiap hari sekitar 100-200 ml. Perhitungan IWL secara
keseluruhan adalah 10-15 cc/kg BB/24 jam, dengan kenaikan 10% dari
IWL pada setiap kenaikan suhu 1 derajat celsius.
8
Menurut Hidayat (2006), masalah keseimbangan cairan terdiri dari dua bagian
yaitu:
1) Hipovolemik
Hipovolemik adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan
ekstraseluler (CES), dan dapat terjadi karena kehilangan cairan melalui kulit,
ginjal, gastrointestinal, pendarahan sehingga menimbulkan syok
hipovolemik.Mekanisme kompensasi pada hipovolemik adalah peningkatan
rangsangan saraf simpatis (peningkatan frekuensi jantung, kontraksi jantung,
dan tekanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon ADH dan
aldosteron.Hipovolemik yang berlangsung lama dapat menimbulkan gagal
ginjal akut.
Gejala: pusing, lemah, letih, anoreksia, mual muntah, rasa haus, gangguan
mental, konstipasi dan oliguri, penurunan tekanan darah, HR meningkat, suhu
meningkat, turgor kulit menurun, lidah kering dan kasar, mukosa mulut
kering. Tanda-tanda penurunan berat badan akut, mata cekung, pengosongan
vena jugularis.Pada bayi dan anak-anak adanya penurunan jumlah air
mata.Pada pasien syok tampak pucat, HR cepat dan halus, hipotensi, dan
oliguri.
2) Hipervolemik
Hipervolemik adalah penambahan/kelebihan volume CES, dapat terjadi
pada saat stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air, fungsi ginjal
abnormal dengan penurunan ekskresi natrium dan air, kelebihan pemberian
cairan, dan perpindahan cairan dari interstisial ke plasma. Gejala yang
mungkin terjadi adalah sesak napas, peningkatan dan penurunan tekanan
darah, nadi kuat, asites, edema, adanya ronchi, kulit lembab, distensi vena
leher, dan irama gallop.
9
Hiponatremia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar natrium
dalam plasma darah ditandai dengan adanya rasa kehausan yang
berlebihan, rasa cemas, takut dan bingung, kejang perut, denyut nadi
cepat dan lembab, hipotensi, konvulsi, membran mukosa kering, kadar
natrium dalam plasma kurang dari 135 mEq/lt. Dapat terjadi pada
pasien yang mendapat obat diuretik dalam jangka waktu yang lama
tanpa terkontrol, diare jangka panjang.
2) Hipernatremia
Hipernatremia merupakan suatu keadaan kadar natrium dalam plasma
tinggi yang ditandai dengan adanya mukosa kering, rasa haus, turgor
kulit buruk dan permukaan kulit membengkak, kulit kemerahan,
konvulsi, suhu badan naik, kadar natrium dalam plasma lebih dari 148
mEq/lt. Dapat terjadi pasien dehidrasi, diare, pemasukan air yang
berlebihan sedang intake garam sedikit.
3) Hipokalemia
Hipokalemia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar kalium
dalam darah ditandai dengan denyut nadi lemah, tekanan darah
menurun, tidak nafsu makan dan muntah-muntah, perut kembung, otot
lemah dan lunak, denyut jantung tidak beraturan (aritmia), penurunan
bising usus, kadar kalium plasma menurun kurang dari 3,5 mEq/lt.
4) Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kadar
kalium dalam darah tinggi yang ditandai dengan adanya mual,
hiperaktivitas sistem pencernaan, aritmia, kelemahan, jumlah urine
sedikit sekali, diare, kecemasan, dan irritable, kadar kalium dalam
plasma lebih dari 5,5 mEq/lt.
5) Hipokalsemia
Hipokalsemia merupakan kekurangan kadar kalsium dalam plasma
darah yang ditandai dengan adanya kram otot dan kram perut, kejang,
bingung, kadar kalsium dalam plasma kurang dari 4,3 mEq/lt dan
kesemutan pada jari dan sekitar mulut yang dapat disebabkan oleh
10
pengaruh pengangkatan kelenjar gondok, kehilangan sejumlah kalsium
karena sekresi intestinal.
6) Hiperkalsemia
Hiperkalsemia merupakan suatu keadaan kelebihan kadar kalsium
dalam darah, yang ditandai dengan adanya nyeri pada tulang, relaksasi
otot, batu ginjal, mual-mual, koma dan kadar kalsium dalam plasma
lebih dari 4,3 mEq/lt. Dapat dijumpai pada pasien yang mengalami
pengangkatan kelenjar gondok dan makan vitamin D yang berlebihan.
7) Hipomagnesia
Hipomagnesia merupakan kekurangan kadar magnesium dalam darah
yang ditandai dengan adanya iritabilitas, tremor, kram pada kaki
tangan, takikardi, hipertensi, disoriensi dan konvulsi. Kadar
magnesium dalam darah kurang dari 1,5 mEq/lt.
8) Hipermagnesia
Hipermagnesia merupakan kadar magnesium yang berlebihan dalam
darah yang ditandai dengan adanya, koma, gangguan pernapasan dan
kadar magnesium lebih dari 2,5 mEq/lt.
3) Diet
11
Pada saat tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah cadangan
energi, proses ini menimbulkan pergerakan cairan dari interstisial ke
intraseluler.
4) Stres.
Stres dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi
darah dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi
sodium dan air. Proses ini dapat meningkatkan produksi ADH dan
menurunkan produksi urine.
5) Sakit
Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal dan jantung,
gangguan hormon akan mengganggu keseimbangan cairan.
1) Pengukuran Klinik
a. Berat badan
Kehilangan/bertambahnya berat badan menunjukan adanya
masalah keseimbangan cairan. Masalah keseimbangan cairan
akibat kehilangan/bertambahnya berat badan dikategorikan ke
dalam tiga kelompok, yaitu:
1) ± 2% : ringan
2) ± 5% : sedang
3) ± 10% : berat
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang
sama.
b. Keadaan umum
12
Pengukuran tanda vital seperti suhu, tekanan darah, nadi,
pernafasan dan suhu, pengukuran tingkat kesadaran.
c. Pengukuran pemasukan cairan
Pemasukan cairan yang perlu dihitung adalah cairan yang
diberikan melalui NGT dan oral, cairan parenteral termasuk obat-
obatan IV, makanan yang cenderung mengandung air yang
dikonsumsi oleh klien, dan cairan yang digunakan untuk irigasi
kateter atau NGT.
d. Pengukuran pengeluaran cairan
Pengeluaran yang perlu diukur meliputi volume dan
kejernihan/kepekatan urine, jumlah dan konsistensi feses, muntah,
tube drainase, dan IWL (Insensible Water Loss)
e. Ukur keseimbangan cairan dengan akurat, normalnya sekitar ± 200
cc.
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit difokuskan
pada :
a) Integumen
Pada pemeriksaan integumen yang peru diperhatikan adalah
keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot, tetani, dan
sensasi rasa.
b) Kardiovaskuler
Pada pemeriksaan kardiovaskuler yang perlu diperhatikan adalah
distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin, dan bunyi
jantung.
c) Mata
Pada pemeriksaan mata perlu diperhatikan mata cekung atau tidak,
air mata kering atau tidak
d) Neurologi
Pada pemeriksaan neurologi yang perlu diperhatikan adalah
refleks, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran
e) Gastrointestinal
13
Pada pemeriksaan gastrointestinal yang perlu diperhatikan adalah
keadaan mukosa mulut dan lidah, muntah-muntah, dan bising usus.
3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang bisa berupa pemeriksaan elektrolit, darah
lengkap, pH, berat jenis urine, dan analisis gas darah.
2. Diagnosis
Setelah melakukan pengkajian, Tarwoto & Wartonah (2006) merumuskan
diagnosa yang muncul dari masalah yang ditemukan pada pasien. Diagnosa
yang dapat ditemukan oleh perawat pada klien yang mengalami gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, antara lain:
1) Aktual/risiko defisit volume cairan
Defenisi: kondisi seorang pasien mengalami risiko kekurangan cairan pada
ekstraseluler dan vaskuler.
14
3) Intervensi Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang diperoleh, Tarwoto & Wartonah
(2006) menyusun intervensi dan rasional dari masing-masing diagnosa,
yang terdapat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1.1 Intervensi keperawatan dengan diagnosa Aktual/risiko defisit
volume cairan
Intervensi Rasional
15
c) Terapi
16
Kandungan sediaan obat (mg) : volume sediaan obat (ml) x 1000 =
konsentrasi obat (mcg/ml)
2. Tentukan kecepatan syringe pump dengan rumus :
17
Rumus factor pengencer = 1 ampul (200 mg)= 200.000 mikrogram, kemudian
diencerkan dlam 50 cc, sehingga 1 cc= 4000 mikrogram (factor pengencer)
Rumus : Dosis x BB x jam (menit ) = hasil 4000 Atau rumus langsung : Dosis x
BB 60 x 50 = hasil 200.000 Contoh nih ye: Pasien dengan tekanan darah 80/50
mmHg dan BB 50 kg. Dosis dopamin dimulai dari 5 mikrogram/kgBB/menit.
Menggunakan syringe pump lho! Dosis x BB x jam (menit ) = hasil 4000 Kita
gunakan rumus praktis saja = = = 3.75 cc/jam
Rumus pemberian Dopamin dalam kolf / drip Rumus = 200.000 = 400 (factor
pengencer) 500 Rumus menggunakan kolf = Dosis x BB x jam ( menit ) = hasil
ntar disesuaikan dengan mikro atau makro drip. 400
Contoh: Pasien dengan tekanan darah 80/50 mmHg dan BB 50 kg. Dosis dopamin
dimulai dari 5 mikrogram/kgBB/menit. Menggunakan kolf lho! Dosis x BB x jam
(menit ) = hasil 400
18
Rumus menggunakan kolf = Dosis x BB x jam ( menit ) = hasil disesuain dengan
mikro / makro 500
Keterangan : Jml K = nilai yang diharapkan ( 3,5 ) – nilai hasil kalian (x)
1. DOPAMIN HIDROKLORIDA
Indikasi:
Kontra indikasi:
1) Pasien Dehidrasi
2) Hypotiroidism.
19
a. Dosis kecil: 1 - 5 mcg/BB/menit
Cara pemberian:
2000 2000
jumlah mcg / cc
20
Contoh: 400 mg Dopamin dilarutkan dalam 500 cc D5%
dosis 5 mcg / menit BB= 50kg.
400 : 500 = 0.8 mg X 1000 mcg = 800 mcg
5 mcg X 50 X 60 menit = 15000
800 800
= 18,75 cc/ jam
21
Contoh : Dobutrex 250 mg dalam 50 cc D5% / NaCl 0,9%
1 cc = _250____ = 5 X 1000 mcg = 5000 mcg
50
Dosis : 3 mcg / BB / mt BB : 50 kg
3 X 50 X 60 mnt 9000
______________ = ________ = 1,8 cc / jam
5000 5000
3. LIDOCAIN / XYLOCARD
Indikasi :
a. VES sering atau > 6 x/mnt
b. VES yang berturut-turut
c. VES multivokal
d. Aritmia ventrikel yang mengancam
Kontra indikasi :
a. AV Blok grade II & III
b. Bradicardi
Dosis standar : 1 - 4 mg / mnt
A. Memakai Burret ( micro drip) :
Dosis (mg) X 60 tts
Rumus = __________________ = tts / mnt
jumlah mcg/mnt
Contoh : 500 mg xylocard dalam 100 cc D5%
500
1 cc = ______ = 5 mg
100
Dosis : 2 mg / mnT
2 X 60 tts
= ___________ = 24 tts / mnt
5
22
500
1 cc = ______ = 2,5 mg
200
Dosis : 2 mg / mnt
2 mg x 60 mnt
= ______________ = 48 cc / jam
2,5
dosis x 60 tts
Rumus = _____________ = tts/ mnt
jumlah mcg / cc
1
1 cc = ____ = 0,02 x 1000 mcg = 20 mcg
50
Dosis : 1 mcg / mnt
1 x 60 mnt
= ___________ = 30 cc / jam
20
23
Dosis Konsentrasi misalkan : dosis yang diminta furosemid 1mg/jam diencerkan
dalam 50cc spuit maka : 1 amp = 20ml = 20mg
konsentrasinya = 20mg : 50 cc = 0,4 mg/cc
dimasukkan rumus = dosis : konsentrasi = 1mg/jam : 0,4 mg/cc = 2,5 cc/jam
24
perubahan berat badan (BB), penurunan asupan makan, gejala gastrointestinal
serta kapasitas fungsional. Hasil pemeriksaan obyektif yang digunakan
sebagai parameter penilaian dalam SGA adalah hilangnya massa lemak
subkutan, muscle wasting, dan edema.
Sungurtekin dkk menunjukkan bahwa hasil assessment gizi menggunakan
SGA berkorelasi positif dengan nilai acute physiology and chronic health
evaluation II (APACHE II) dan simplified acute physiology score II (SAPS
II), serta angka mortalitas pada pasien yang dirawat di ICU. Tujuan
penatalaksanaan nutrisi pada pasien penyakit kritis adalah untuk
mempertahankan massa otot, menurunkan komplikasi infeksi, mempercepat
penyembuhan luka, mempertahankan fungsi barier mukosa usus,
meningkatkan fungsi imun, dan mempersingkat masa rawat di ICU.
a. Kebutuhan nutrisi pada sepsis
Secara baku emas penentuan kebutuhan energi basal (KEB) adalah
menggunakan kalorimetri indirek, yaitu dengan menghitung konsumsi
oksigen (O2) dan produksi
karbondioksida (CO2):
KEB = Cardiac ouput x VO2 + (1,11) xVCO2
Konsumsi oksigen (VO2) dapat pula dihitung menggunakan persamaan
Fick dan produksi CO2 dapat diperoleh dari nilai respiratory quotient
(RQ), yaitu 0,85. Dengan demikian dapat diperoleh KEB.
Persamaan Fick :
1) Konsumsi oksigen (VO2) = CO (L/menit) x (CaO2-CvO2) x 10
2) CaO2 (mL/dL) = Hb g/dL x 1,37 x SaO2 + 0,003* x PaO2
3) CvO2 (mL/dL) = Hb g/dL x SvO2 + 0,003* x PvO2
*Koefisien solubilitas oksigen darah
25
yang digunakan untuk perhitungan ini adalah BB, TB dan usia. Persamaan
ini diciptakan melalui penelitian yang dilakukan pada individu sehat dan
non obes. Oleh karena itu, penggunaan persamaan ini pada pasien di RS
memerlukan penambahan faktor stres untuk mendapatkan kebutuhan
energi total (KET).
Faktor stres yang dapat digunakan pada pasien dengan penyakit
kritis adalah 1,2, sedangkan untuk pasien sepsis sebesar 1,4−1,8.22, 23
Pada tahun 2007 dilakukan evaluasi persamaan ini, dilakukan pada pasien
dewasa yang dirawat di ICU dan didapatkan perbedaan 250-900 kkal/hari
pada pasien yang diperhitungkan menggunakan persamaan HB tanpa
penambahan faktor stres. Sedangkan apabila diperhitungkan dengan
penambahan faktor stres, hasil yang didapat menjadi underestimated dan
overestimated. Oleh karena itu persamaan HB tidak direkomendasikan
penggunaannya pada pasien dengan penyakit kritis.Selain persamaan HB,
terdapat beberapa persamaan lain yang dapat digunakan untuk menghitung
kebutuhan energi pada pasien dengan penyakit kritis, di antaranya
persamaan menurut American College of Chest Physicians Calories-
PerKilogram, Ireton-Jones, Penn State dan Swinamer.
American College of Chest Physicians Calories – PerKilogram
merekomendasikan 25 kkal/kg BB aktual/hari untuk pasien penyakit kritis
secara umum, namun pada pasien obes (IMT >25 kg/m2) digunakan BB
ideal, dan pada pasien malnutrisi (IMT <16 kg/m2) digunakan BB aktual
selama 7-10 hari selanjutnya menggunakan BB ideal. Berdasarkan studi-
studi yang dilakukan sesudahnya, persamaan ini mempunyai tingkat
akurasi yang rendah, sehingga tidak direkomendasikan penggunaannya
pada pasien dengan penyakit kritis. Persamaan berikutnya adalah Ireton-
Jones, yang menggunakan parameter usia, BB, jenis kelamin, ada-tidaknya
trauma dan luka bakar untuk menentukan KET. Perhitungan menggunakan
persamaan ini mempunyai akurasi yang tinggi pada pasien muda dan obes,
sedangkan pada pasien yang menggunakan ventilator dan malnutrisi berat
terlihat overestimated dan underestimated. Persamaan Penn State pertama
kali digunakan pada tahun 1998 pada 169 pasien kritis yang menggunakan
26
ventilator. Persamaan ini mempunyai akurasi yang tinggi (72%) dalam
menghitung KET pada pasien lanjut usia obes dan non obes, serta dewasa
muda non obes.
Namun demikian persamaan ini baru digunakan dalam penelitian
dengan jumlah subyek yang sedikit, sehingga penggunaannya secara
umum belum direkomendasikan.Berikutnya adalah persamaan Swinamer
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990, dilakukan pada 112 pasien
penyakit kritis yang menggunakan ventilator. Parameter yang digunakan
dalam persamaan ini adalah luas permukaan tubuh, usia, frekuensi napas,
volume tidal dan suhu tubuh. Dua studi sesudahnya menunjukkan tingkat
akurasi persamaan ini 45% dan 55%.Namun persamaan ini masih jarang
digunakan karena sulitnya memperoleh data untuk perhitungan persamaan
tersebut.Selain itu baru terdapat dua studi yang menilai validasi persamaan
ini, sehingga masih diperlukan penelitian-penelitian selanjutnya. European
Society of Parenteral and Enteral Nutrition (ESPEN) merekomendasikan
20-25 kkal/kg BB/hari pada fase akut dan 25-30 kkal/kg BB/hari pada fase
anabolik. Namun demikian pada pasien dengan keadaan malnutrisi dapat
diberikan mulai dari 25-30 kkal/kg BB/hari.
b. Kebutuhan makronutrien
Pemberian protein dalam jumlah cukup sangat penting dalam
mencegah terjadinya imbang nitrogen negatif. Pemberian protein untuk
pasien dengan penyakit kritis adalah sebesar 1,2−2 gram/kg BB
aktual/hari. Slone dkkmenunjukkan bahwa jumlah protein yang
dibutuhkan oleh pasien dengan penyakit kritis adalah 1,5−2 gram/kg BB
ideal/hari. Perbandingan nitrogen dan non-protein calorie (NPC) pada
pasien penyakit kritis untuk mempertahankan status nutrisi adalah sebesar
1:100.25 Asam amino rantai cabang (AARC) dapat dianjurkan
pemberiannya pada pasien sepsis. Asam amino ini merupakan asam amino
esensial, terutama tersimpan dan mengalami katabolisme di otot,
diperlukan sebagai prekursor untuk sintesis glutamin dan alanin dalam otot
rangka, serta bermanfaat untuk mencegah muscle wasting. Kannan
27
mengemukakan bahwa 20%-50% dari KET dapat diberikan dalam bentuk
lipid. ESPEN merekomendasikan pemberian lipid (parenteral) sebesar
0,7−1,5 gram/kg BB/hari. Beberapa studi mengatakan bahwa pada pasien
dengan penyakit kritis, pemberian lipid sebaiknya tidak melebihi 1
gram/kg BB/hari.Sediaan lipid parenteral yang dipilih untuk pasien dengan
penyakit kritis adalah kombinasi antara long-chain triglyceride (LCT)
dengan medium-chain triglyceride (MCT). Beberapa studi menunjukkan
bahwa kombinasi LCT-MCT lebih baik daripada LCT karena terbukti
dapat meningkatkan status nutrisi, mempertahankan imbang nitrogen dan
meningkatkan kadar pre-albumin plasma.
Salah satu tujuan pemberian nutrisi yang mengandung lipid pada
pasien penyakit kritis adalah untuk mencegah defisiensi asam lemak
esensial. Beberapa studi menunjukkan bahwa pemberian nutrisi secara
parenteral total tanpa sediaan lipid selama tiga minggu akan
mengakibatkan defisiensi asam lemak esensial. Jumlah karbohidrat
minimum yang dibutuhkan bagi pasien kritis adalah 100−150 gram per
hari.Pemberian karbohidrat dalam jumlah yang cukup diperlukan untuk
mencegah protein sparing effect.Ziegler mengemukakan bahwa pemberian
NPC parenteral pada pasien dengan penyakit kritis sebaiknya 60-70%
berasal dari karbohidrat serta 30-40% berasal dari lipid.Pemberian
karbohidrat parenteral seharusnya tidak melebihi 4−5 mg/kg BB/menit.
Demikian pula pada pasien penderita diabetes mellitus, pasien yang
mendapatkan terapi steroid, dan pada keadaan hiperglikemia yang
disebabkan stres metabolik, pemberian karbohidrat parenteral sebaiknya
berkisar antara 2,5−4 mg/kg BB/menit. Pemberian karbohidrat parenteral
harus diikuti dengan monitoring kadar glukosa darah. Apabila terdapat
peningkatan kadar glukosa darah, maka dapat dipertimbangkan pemberian
insulin disertai penurunan pemberian nutrisi parenteral yang mengandung
karbohidrat. Kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan overload
glukosa di dalam sel, yang akan menghasilkan stres oksidatif, terutama
pada sel yang ambilan glukosanya tidak tergantung insulin (hepatosit,
neuron, mukosa usus, tubulus renalis, sel imun dan sel endotel). Ambilan
28
glukosa oleh sel-sel ini adalah melalui GLUT-1, GLUT-2 dan GLUT-3,
sedangkan pada sel-sel yang tergantung insulin (jaringan otot, jantung, dan
adiposa) ambilan glukosa akan melalui GLUT-4. Pengendalian kadar
glukosa darah yang baik pada pasien penyakit kritis akan memberikan
hasil akhir yang lebih baik pula. Kadar glukosa darah sebaiknya
dipertahankan kurang dari 180 mg/dL.
c. Kebutuhan mikronutrien
Pemberian mikronutrien merupakan salah satu bagian dari
dukungan nutrisi, termasuk nutrisi pada pasien dengan penyakit
kritis.Secara umum terdapat peningkatan metabolisme (hipermetabolisme)
pada pasien dengan penyakit kritis, sehingga terdapat pula peningkatan
kebutuhan mikronutrien.Beberapa vitamin dan mineral dapat berperan
sebagai antioksidan dan diperlukan untuk metabolisme makronutrien.
Selain itu pada pasien penyakit kritis sering dijumpai penurunan kadar
beberapa vitamin dan mineral dalam serum ESPEN merekomendasikan
terutama pada pasien penyakit kritis yang mendapat nutrisi parenteral
untuk mendapatkan sedikitnya multivitamin dan mineral sebesar satu kali
Angka Kecukupan Gizi (AKG).
29
lebih baik daripada kelompok yang mendapat nutrisi underfeeding dan
overfeeding. Status nutrisi pasien dinilai berdasarkan imbang nitrogen.
Selain itu didapatkan pula bahwa pemberian nutrisi sebesar 120% resting
energy expenditure (REE) memenuhi kecukupan nutrisi yang adekuat pada
pasien penyakit kritis yang menggunakan ventilator. Parameter yang
dinilai adalah stabilitas hemodinamik.
B. IMUNONUTRISI
Imunonutrisi adalah nutrisi yang diberikan dengan tujuan untuk
meningkatkan respon sistem imun. Senyawa yang termaksuk dalam
imunonutrisi adalah glutamin, arginin, asam lemak omega-3 dan nukleotida.32
ESPEN merekomendasikan pasien dengan sepsis ringan (skor APACHE II <
15) diberikan imunonutrisi, namun pada pasien dengan sepsis berat tidak
direkomendasikan pemberian imunonutrisi. Asam amino glutamin dapat
dipertimbangkan pemberiannya pada pasien sepsis. Hal ini disebabkan dalam
keadaan stres metabolik terdapat penurunan kadar glutamin. Glutamin
merupakan asam amino semi esensial dan merupakan prekursor dari
glutation.Sintesis glutamin dimulai dari glutamat, dengan bantuan enzim
glutamin sintetase.
Pada keadaan stres, misalnya pada keadaan sepsis, terdapat peningkatan
sitokin inflamasi dan hormon glukokortikoid yang mempengaruhi ekspresi
enzim glutamin sintetase. Pada pasien dengan penyakit kritis, kadar glutamin
di sirkulasi dipertahankan oleh jaringan otot dan paru-paru. Glutamin
diperlukan sebagai donor nitrogen untuk sintesis amonia oleh ginjal.Glutamin
juga diketahui meningkatkan fungsi sel imun dan produksi sitokin. Peran ini
dimediasi melalui beberapa mekanisme diantaranya adalah nuclear factor-κB
(NF-κB) (Gambar 2.6), protein kinase dan inhibisi peningkatan ekspresi
iNOS, memperbaiki interaksi antara limfosit polimorfonuklear dengan
endotel, dan menurunkan infiltrasi neutrofil.Suplementasi glutamin menjaga
keseimbangan antara Th1 dengan Th2, menurunkan sekresi IL-6 pada organ
non hepatik, menurunkan IL-4, dan meningkatkan ekspresi IFN-α. Selain itu
glutamin juga merupakan bahan bakar utama bagi limfosit, makrofag, dan
30
enterosit.Glutamin diperlukan untuk mempertahankan integritas mukosa usus,
sehingga mencegah terjadinya translokasi bakteri
Glutamin bersifat relatif tidak larut, tidak tahan terhadap panas, dan tidak
stabil dalam larutan.Oleh karena itu glutamin jarang merupakan bagian dari
larutan nutrisi parenteral.Namun, terdapat sediaan nutrisi parenteral yang
mengandung glutamin, dan biasanya dalam bentuk dipeptida, seperti
glycylglutamin dan alanylglutamin. Dosis glutamin yang dianjurkan pada
pasien dengan penyakit kritis adalah 0,3-0,5 gram/kg BB/hari.Palmese dkk
menunjukkan bahwa pasien yang dirawat di ICU yang mendapat nutrisi
enteral yang diperkaya dengan fruktooligosakarida (FOS) dan glutamin
intravena mempunyai tingkat infeksi yang lebih rendah.
Arginin merupakan prekursor bagi poliamin, serta diperlukan bagi sintesis
asam nukleat dan stimulasi pelepasan hormon pertumbuhan, prolaktin, insulin
dan glukagon.Arginin dimetabolisme di hepatosit menjadi ornitin dan urea
dengan bantuan enzim arginase, serta menjadi sitrulin dengan bantuan enzim
arginin deaminase.Arginin merupakan substrat bagi sintesis NO, sehingga
berperan dalam mempertahankan integritas mukosa usus.Pada keadaan stres
metabolik arginin menjadi asam amino semi esensial karena kebutuhannya
yang meningkat bila dibandingkan produksinya di dalam tubuh.Arginin
diperlukan untuk perbaikan jaringan, namun penggunaannya pada pasien kritis
atau sepsis masih kontroversial karena pengaruhnya terhadap produksi NO
yang bersifat vasodilator.13Asam lemak omega-3 juga merupakan salah satu
nutrien spesifik yang sering ditambahkan pada formula enteral bagi pasien
dengan penyakit kritis.Eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid
(DHA) merupakan asam lemak omega-3 yang sering digunakan.Asam lemak
omega-3 berperan dalam menghambat metabolisme asam arakhidonat
(AA).35 Pontes-Arruda dkk.36menunjukkan bahwa pemberian EPA dan
gamma-linolenic acid (GLA) memperlambat progresivitas sepsis menjadi
disfungsi organ. Selain itu Prabha dkk mengemukakan bahwa pada pasien
sepsis terdapat kadar GLA, EPA dan AA yang rendah. Asam lemak EPA dan
DHA dapat menekan produksi TNF-α, yang berperan pada kejadian sepsis.
31
C. JALUR PEMBERIAN NUTRISI
Jalur pemberian nutrisi secara umum dapat dibedakan menjadi tiga yaitu
secara oral, enteral dan parenteral.Jalur oral/enteral diindikasikan bagi pasien
tanpa gangguan gastrointestinal. Pemberian makanan secara oral/enteral akan
menyebabkan makanan berhubungan langsung dengan lumen saluran cerna.
Hal ini akan menyebabkan aliran darah meningkat ke daerah saluran cerna,
terangsangnya sistem saraf otonom, keluarnya hormon dan enzim pencernaan,
yang kesemuanya ini akan menjaga integritas mukosa dan fungsi saluran
cerna, sekaligus mencegah terjadinya translokasi bakteri. Pada fase akut,
nutrisi enteral diberikan untuk menjaga integritas mukosa, melalui cara gut
feeding. Namun pada fase selanjutnya nutrisi enteral diberikan untuk
menjamin kecukupan kalori. Pemberian nutrisi enteral dapat beberapa cara di
antaranya adalah dengan metode nonoperatif yaitu menggunakan pipa
nasogastrik, orogastrik, atau nasoduodenal.
Cara yang lain adalah dengan metode operatif yaitu gastrostomi dan
jejunostomi. Apabila terdapat kontraindikasi atau gangguan saluran cerna,
maka pemberian melalui parenteral dapat dipertimbangkan.ESPEN juga
merekomendasikan pemberian nutrisi secara parenteral apabila pemberian
secara enteral tidak dapat mencapai kebutuhan energi.Pasien dengan
malnutrisi berat, sebaiknya mendapat nutrisi sebanyak 25-30 kkal/kgBB/hari,
dan apabila kebutuhan ini tidak dapat dicapai melalui nutrisi enteral, maka
nutrisi parenteral dapat diberikan.Beberapa hal harus diperhatikan dalam
pemantauan pemberian nutrisi secara enteral, salah satunya adalah gastric
residual volume (GRV).
Perlambatan pengosongan lambung dapat disebabkan oleh beberapa hal, di
antaranya adalah faktor nutrisi (densitas, osmolaritas, kandungan makanan),
keadaan klinis tertentu (diabetes mellitus, kelainan neurologi, reumatologi,
pasca bedah) dan akibat penggunaan obat-obatan tertentu (opiat,
dopamin).ESPEN merekomendasikan pemberian metoklopramid atau
eritromisin pada pasien dengan GRV yang tinggi.Terdapat dua jalur parenteral
yaitu melalui vena sentral dan perifer.Pertimbangan menggunakan jalur vena
sentral adalah pemberian nutrisi parenteral dengan osmolaritas >850
32
mosml/L.28 Pemberian nutrisi parenteral melalui vena sentral berkaitan
dengan komplikasi mekanik, metabolik dan infeksi. Salah satu bentuk
komplikasi metabolik akibat pemberian nutrisi parenteral adalah overfeeding
dan sindroma refeeding Komplikasi metabolik lainnya berupa hiperkapnia,
steatosis hati, disfungsi neuromuskular, dan defek imunologi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
33
Cairan tubuh merupakan media semua reaksi kimia di dalam sel. Tiap sel
mengandung cairan intraseluler (cairan di dalam sel) yang komposisinya
paling cocok untuk sel tersebut dan berada di dalam cairan ekstraseluler
(cairan di luar sel) yang cocok pula.Tubuh harus mampu memelihara
konsentrasi semua elektrolit yang sesuai didalam cairan tubuh, sehingga
tercapai keseimbangan cairan dan elektrolit. Keseimbangan cairan tubuh
adalah keseimbangan antara jumlah cairan yang masuk dan keluar.
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler
dan cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam
sel di seluruh tubuh, sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada
di luar sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma),
cairan interstitial dan cairan transeluler. Cairan tubuh terdiri dari air (pelarut)
dan substansi terlarut (zat terlarut).
Air menyusun ± 50 – 60% dari total berat badan. Hubungan antara berat
badan total dan total air dalam tubuh relatif konstan pada tiapindividu dan
merupakan refleksi dari lemak tubuh. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit diantaranya adalah :
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Sel-sel lemak
4) Stres
5) Sakit
6) Temperatur lingkungan
7) Diet
B. SARAN
Demikian makalah yang telah kami susun, semoga dengan makalah ini
dapat menambah pengetahuan serta lebih bisa memahami tentang pokok
bahasan makalah ini bagi para pembacanya.
34
DAFTAR PUSTAKA
35
Mubarak. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengamatan Proses Belajar
Mengajar Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Edisi ke-3. Jakarta: Salemba Medika
36