Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Cairan dan elektrolit sangat penting mempertahankan keseimbangan
atau homeostosis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
dapat memengaruhi fungsi fisiologis tubuh. Sebab, cairan tubuh kita terdiri
atas air yang mengandung partikel- partikel bahan organik dan anorganik
yang vital untuk hidup. Elektrolit tubuh mengandung komponen-
komponen kimiawi (FKUI, 2008).
Elektrolit tubuh ada yang bermuatan positif (kation) dan bermuatan negatif
(anion). Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi tubuh, termasuk
fungsi neuromuskular dan keseimbangan asam basa.Pada fungsi
neuromuskular, elektrolit memegang peranan penting terkait dengan
transmisi impuls saraf (Asmadi, 2008). Sebagian besar tubuh manusia
terdiri atas cairan. Cairan tubuh ini sangat penting perannya dalam
menjaga keseimbangan (hemodinamik) proses kehidupan. Peranan tersebut
dikarenakan air memiliki karakteristik fisiologis (FKUI, 2008).
Dalam tubuh, fungsi sel bergantung pada keseimbangan cairan
dan elektrolit. Keseimbangan ini diurus oleh banyak mekanisme fisiologik
yang terdapat dalam tubuh sendiri. Pada bayi dan anak sering terjadi
gangguan keseimbangan tersebut yang biasanya disertai perubahan Ph
cairan tubuh (Irwan, 2013).
Cairan merupakan komposisi terbesar dalam tubuh manusia.
Cairan berperan dalam menjaga proses metabolisme dalam tubuh.
Untuk menjaga kelangsungan proses tersebut adalah keseimbangan
cairan. Cairan dalam tubuh manusia normalnya adalah seimbang antara
asupan (input) dan haluaran (output). Jumlah asupan cairan harus sama
dengan jumlah cairan yang dikeluarkan dari tubuh. Perubahan sedikit
pada keseimbangan cairan dan elektrolit tidak akan memberikan dampak
bagi tubuh. Akan tetapi,jika terjadi ketidakseimbangan antara asupan dan
haluaran, tentunya akan menimbulkan dampak bagi tubuh manusia.

1
Pengaturan keseimbangan cairan tubuh, proses difusi melalui membran
sel, dan tekanan osmotik yang dihasilkan oleh elektrolit pada kedua
kompartemen (Mubarak, 2007).
Pentingnya cairan bagi tubuh membuat sel-seltubuh hanya dapat
hidup dan berfungsi jika berada /terendam dalam cairan ekstrasel yang sesuai.
Sehingga, homeostasis cairan harus ekstrasel yang sesuai. Meskipun
tubuh mempunyai respon fisiologis untuk menjaga keseimbangan. Akan
tetapi, peningkatan volume cairan ekstrasel akan meningkatkan volume
darah dan tekanan darah serta sebaliknya. Sehingga, dari hukum
tersebut dapat diasumsikan bahwa yang mengatur tekana darah adalah
volume cairan ekstrasel (Mubarak, 2007).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada keseimbangan cairan dan
elektrolit?
3. Bagaiman teknis pemberian nutrisi pada pasien kritis?

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini sebagai berikut:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh.
2. Memahami asuhan keperawatan pada keseimbangan cairan dan
elektrolit.
3. Memahami teknis pemberian nutrisi pada pasien kritis.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

KONSEP CAIRAN DAN ELEKTROLIT


A. DEFINISI
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik
karenametabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap untuk
beresponterhadap stressor fisiologi dan lingkungan. Cairan dan
elektrolit salingberhubungan, ketidakseimbangan yang berdiri sendiri
jarang terjadi dalambentuk kelebihan dan kekurangan (Tarwoto &
Wartonah, 2006). Kebutuhancairan merupakan bagian dari kebutuhan
dasar manusia secara fisiologis,yang memiliki proporsi besar dalam
bagian tubuh, hampir 90% dari totalberat badan. Sementara itu, sisanya
merupakan bagian padat dari tubuh.Elektrolit terdapat pada seluruh
cairan tubuh. Cairan tubuh mengandungoksigen, nutrien, dan sisa
metabolisme, seperti karbondioksida, yangsemuanya disebut dengan ion
(Hidayat, 2006).

B. VOLUME CAIRAN TUBUH


Total jumlah volume cairan tubuh (total body water) kira-kira 60%
dari berat badan pria dan 50% dari berat badan wanita. Jumlah volume ini
tergantung pada kandungan lemak badan dan usia. Lemak jaringan sangat
sedikit menyimpan cairan, lemak pada wanita lebih banyak dari pria sehingga
jumlah volume cairan wanita lebih rendah dari pria. Usia juga berpengaruh
terhadap jumlah volume cairan, semakin tua usia semakin sedikit kandungan
airnya. Sebagai contoh, bayi baru lahir jumlah cairan tubuhnya 70-80% dari
BB, usia 1 tahun 60% dari BB, usia pubertas sampai dengan usia 39
tahununtuk pria 60% dari BB dan wanita 52% dari BB, usia 40-60 tahun
untuk pria55% dari BB dan wanita 47% dari BB, sedangkan pada usia di atas
60 tahununtuk pria 52% dariBB dan wanita 46% dari BB (Tarwoto &
Wartonah,2006).

3
C. DISTRIBUSI CAIRAN TUBUH
Cairan tubuh didistribusikan di antara dua kompartemen yaitu pada
intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler kira-kira 2/3 atau 40% dari
BB, sedangkan cairan ekstraseluler 20% dari BB, cairan ini terdiri atas
plasma (cairan intravaskuler) 5%, cairan interstisial (cairan di sekitar tubuh
seperti limfe) 10-15%, dan transeluler (misalnya, cairan serebrospinalis,
sinovia, cairan dalam peritonium, cairan dalam rongga mata, dan lain-lain) 1-
3% (Tarwoto & Wartonah, 2006).

D. FUNGSI CAIRAN TUBUH


Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), fungsi cairan bagi tubuh
adalahsebagai berikut :
1. Mempertahankan panas tubuh dan pengaturan temperatur tubuh
2. Transpor nutrien ke sel
3. Transpor hasil sisa metabolisme
4. Transpor hormon
5. Pelumas antar-organ
6. Mempertahankan tekanan hidrostatik dalam sistem kardiovaskuler.

E. KESEIMBANGAN CAIRAN
Keseimbangan cairan ditentukan oleh intake (masukan) cairan dan output
(pengeluaran) cairan. Pemasukan cairan berasal dari minuman dan
makanan.Kebutuhan cairan setiap hari antara 1.800-2.500 ml/hari.Sekitar
1.200 ml berasal dari minuman dan 1.000 ml dari makanan. Sedangkan
pengeluaran cairan melalui ginjal dalam bentuk urine 1.200-1500 ml/hari,
feses 100 ml, paru-paru 300-500 ml, dan kulit 600-800 ml (Tarwoto &
Wartonah, 2006).

F. PENGATURAN KESEIMBANGAN CAIRAN

4
Menurut Hidayat (2006), pengaturan keseimbangan cairan dapat dilakukan
melalui mekanisme tubuh. Mekanisme tubuh tersebut adalah sebagai berikut :
a. Rasa dahaga.
Mekanisme rasa dahaga yang dialami setiap individu adalah sebagai
berikut::
1. Penurunan fungsi ginjal merangsang pelepasan renin, yang pada
akhirnya menimbulkan produksi angiotensin II yang dapat merangsang
hipotalamus untuk melepaskan substrat neural yang bertanggung jawab
terhadap sensasi haus.
2. Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan osmotik
dan mengaktivasi jaringan saraf yang dapat mengakibatkan sensasi
rasa dahaga.

b. Anti-diuretik hormon (ADH)


ADH dibentuk di hipotalamus dan disimpan dalam neurohipofisis dari
hipofisis posterior.Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan
osmolaritas dan penurunan cairan ekstrasel.Hormon ini meningkatkan
reabsorpsi air pada duktus koligentes, dengan demikian dapat menghemat
air.

c. Aldosteron
Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal yang bekerja pada tubulus
ginjal untuk meningkatkan absorpsi natrium. Pelepasan aldosteron
dirangsang oleh perubahan konsentrasi kalium , natrium serum, dan
sistem angiotensin renin serta sangat efektif dalam mengendalikan
hiperkalemia.

G. PENGATURAN KESEIMBANGAN ELEKTROLIT


Elektrolit tubuhmengandung komponen-komponen kimiawi. Elektrolit
tubuh ada yang bermuatan positif (kation) dan bermuatan negatif
(anion).Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi tubuh, termasuk fungsi
neuromuskular dan keseimbangan asam basa.Pada fungsi neuromuskular,

5
elektrolit memegang peranan penting terkait dengan transmisi impuls saraf
(Asmadi, 2008).
Menurut Hidayat (2012), elektrolit tubuh dibagi menjadi:
1. Natrium
Natrium merupakan kation dalam tubuh yang berfungsi sebagai
pengaturan osmolaritas serta volume cairan tubuh.Pengaturan konsentrasi
ekstrasel diatur oleh ADH dan aldosteron.Aldosteron dihasilkan oleh
korteks suprarenal dan berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan
konsentrasi natrium dalam plasma dan prosesnya dibantu oleh ADH.ADH
mengatur sejumlah air yang diserap ke dalam ginjal dari tubulus
renalis.Aldosteron juga mengatur keseimbangan jumlah natrium yang
diserap kembali oleh darah.Ekskresi dari natrium dapat dilakukan melalui
ginjal atau sebagian kecil melalui tinja, keringat, dan air mata.Normalnya
sekitar 135-148 mEq/lt.
2. Kalium
Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam cairan
intrasel yang berfungsi sebagai exitability neuromukuler dan kontraksi
otot.Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dengan mekanisme
perubahan ion natrium dalam tubulus ginjal dan sekresi aldosteron.
Aldosteron juga berfungsi mengatur keseimbangan kadar kalium dalam
plasma (cairan ekstrasel). Nilai normalnya sekitar 3,5-5,5 mEq/lt.
3. Kalsium
Kalsium dalam tubuh berfungsi untuk pembentukan tulang dan
gigi, penghantar impuls kontraksi otot, koagulasi darah (pembekuan darah)
dan membantu beberapa enzim pankreas.Kalsium diekresi melalui urine,
keringat.Konsentrasi kalsium dalam tubuh diatur langsung oleh hormon
paratiroid pada reabsorbsi tulang. Jika kadar kalsium darah menurun,
kelenjar paratiroid akan merangsang pembentukan hormon paratiroid yang
langsung meningkatkan jumlah kalsium darah.
4. Magnesium
Magnesium merupakan kation terbanyak kedua pada cairan
intrasel.Keseimbangan magnesium diatur oleh kelenjar parathyroid, dan

6
magnesium diabsorbsi dari saluran pencernaan.Magnesium dalam tubuh
dipengaruhi oleh konsentrasi kalsium. Jika magnesium dalam plasma
darah kadarnya menurun, maka ginjal akan mengeluarkan kalium lebih
banyak, dapat terjadi pada pasien alkoholisme kronis, muntah-muntah,
diare, gangguan ginjal. Nilai normalnya sekitar 1,5-2,5 mEq/lt.
5. Klorida
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel.Fungsi
klorida biasanya bersatu dengan natrium yaitu mempertahankan
keseimbangan tekanan osmotik dalam darah.Normalnya sekitar 95-105
mEq/lt.
6. Bikarbonat
Bikarbonat adalah buffer kimia utama dalam tubuh dan terdapat
pada cairan ekstrasel dan intrasel.Bikarbonat diatur oleh ginjal.
7. Fosfat
Fosfat merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan
ekstrasel.Fosfat berfungsi untuk meningkatkan kegiatan neuromuskular,
metabolisme kabohidrat, pengaturan asam basa.

H. MEKANISME PERGERAKAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT


Cairan dan elektrolit dalam tubuh selalu bergerak di antara ketiga tempat
cairan tersebut, yaitu intraseluler, interstitial, dan intravaskuler (Asmadi,
2008).Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), mekanisme pergerakan cairan
tubuh melalui tiga proses, yaitu:
a) Difusi
Difusi merupakan proses perpindahan partikel cairan dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah sampai terjadi keseimbangan. Cairan dan
elektrolit didifusikan menembus membran sel. Kecepatan difusi
dipengaruhi oleh ukuran molekul, konsentrasi larutan, dan temperatur.
b) Osmosis
Osmosis merupakan bergeraknya pelarut bersih seperti air, melalui
membran semipermeabel dari larutan yang berkonsentrasi lebih rendah
ke konsentrasi yang lebih tinggi yang sifatnya menarik.

7
c) Transpor Aktif
Partikel bergerak dari konsentrasi rendah ke tinggi karena adanya daya
aktif dari tubuh seperti pompa jantung.

I. CARA PENGELUARAN CAIRAN


Menurut Tarwoto & Wartonah (2006), pengeluaran cairan terjadi melalui
organ-organ seperti:
a. Ginjal
Ginjal merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang
menerima 170 liter darah untuk disaring setiap hari.Hasil penyaringan
ginjal tersebut dikeluarkan dalam bentuk urine. Produksi urine untuk
semua usia 1 ml/kg/jam. Pada orang dewasa produksi urine sekitar 1500
ml/hari.Jumlah urine yang diproduksi oleh ginjal dipengaruhi oleh ADH
dan aldosteron.
b. Kulit
Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang
merangsang aktivitas kelenjar keringat.Rangsangan kelenjar keringat dapat
dihasilkan dari aktivitas otot, temperatur lingkungan yang meningkat, dan
demam. Hilangnya cairan melalui kulit disebut juga dengan Isensible
Water Loss (IWL), yaitu sekitar 15-20 ml/24 jam.

c. Paru-paru
Paru-paru menghasilkan IWL sekitar 400 ml/hari.Meningkatnya
cairan yang hilang sebagai respon terhadap perubahan kecepatan dan
kedalaman napas akibat pergerakan atau demam.
d. Gastrointestinal
Dalam kondisi normal cairan yang hilang dari gastrointestinal
(melalui feses) setiap hari sekitar 100-200 ml. Perhitungan IWL secara
keseluruhan adalah 10-15 cc/kg BB/24 jam, dengan kenaikan 10% dari
IWL pada setiap kenaikan suhu 1 derajat celsius.

J. MASALAH KESEIMBANGAN CAIRAN

8
Menurut Hidayat (2006), masalah keseimbangan cairan terdiri dari dua bagian
yaitu:
1) Hipovolemik
Hipovolemik adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan
ekstraseluler (CES), dan dapat terjadi karena kehilangan cairan melalui kulit,
ginjal, gastrointestinal, pendarahan sehingga menimbulkan syok
hipovolemik.Mekanisme kompensasi pada hipovolemik adalah peningkatan
rangsangan saraf simpatis (peningkatan frekuensi jantung, kontraksi jantung,
dan tekanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon ADH dan
aldosteron.Hipovolemik yang berlangsung lama dapat menimbulkan gagal
ginjal akut.
Gejala: pusing, lemah, letih, anoreksia, mual muntah, rasa haus, gangguan
mental, konstipasi dan oliguri, penurunan tekanan darah, HR meningkat, suhu
meningkat, turgor kulit menurun, lidah kering dan kasar, mukosa mulut
kering. Tanda-tanda penurunan berat badan akut, mata cekung, pengosongan
vena jugularis.Pada bayi dan anak-anak adanya penurunan jumlah air
mata.Pada pasien syok tampak pucat, HR cepat dan halus, hipotensi, dan
oliguri.
2) Hipervolemik
Hipervolemik adalah penambahan/kelebihan volume CES, dapat terjadi
pada saat stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air, fungsi ginjal
abnormal dengan penurunan ekskresi natrium dan air, kelebihan pemberian
cairan, dan perpindahan cairan dari interstisial ke plasma. Gejala yang
mungkin terjadi adalah sesak napas, peningkatan dan penurunan tekanan
darah, nadi kuat, asites, edema, adanya ronchi, kulit lembab, distensi vena
leher, dan irama gallop.

K. MASALAH KEBUTUHAN ELEKTROLIT


Menurut Hidayat (2012), masalah kebutuhan elektrolit terdiri dari :
1) Hiponatremia

9
Hiponatremia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar natrium
dalam plasma darah ditandai dengan adanya rasa kehausan yang
berlebihan, rasa cemas, takut dan bingung, kejang perut, denyut nadi
cepat dan lembab, hipotensi, konvulsi, membran mukosa kering, kadar
natrium dalam plasma kurang dari 135 mEq/lt. Dapat terjadi pada
pasien yang mendapat obat diuretik dalam jangka waktu yang lama
tanpa terkontrol, diare jangka panjang.
2) Hipernatremia
Hipernatremia merupakan suatu keadaan kadar natrium dalam plasma
tinggi yang ditandai dengan adanya mukosa kering, rasa haus, turgor
kulit buruk dan permukaan kulit membengkak, kulit kemerahan,
konvulsi, suhu badan naik, kadar natrium dalam plasma lebih dari 148
mEq/lt. Dapat terjadi pasien dehidrasi, diare, pemasukan air yang
berlebihan sedang intake garam sedikit.
3) Hipokalemia
Hipokalemia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar kalium
dalam darah ditandai dengan denyut nadi lemah, tekanan darah
menurun, tidak nafsu makan dan muntah-muntah, perut kembung, otot
lemah dan lunak, denyut jantung tidak beraturan (aritmia), penurunan
bising usus, kadar kalium plasma menurun kurang dari 3,5 mEq/lt.
4) Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kadar
kalium dalam darah tinggi yang ditandai dengan adanya mual,
hiperaktivitas sistem pencernaan, aritmia, kelemahan, jumlah urine
sedikit sekali, diare, kecemasan, dan irritable, kadar kalium dalam
plasma lebih dari 5,5 mEq/lt.
5) Hipokalsemia
Hipokalsemia merupakan kekurangan kadar kalsium dalam plasma
darah yang ditandai dengan adanya kram otot dan kram perut, kejang,
bingung, kadar kalsium dalam plasma kurang dari 4,3 mEq/lt dan
kesemutan pada jari dan sekitar mulut yang dapat disebabkan oleh

10
pengaruh pengangkatan kelenjar gondok, kehilangan sejumlah kalsium
karena sekresi intestinal.
6) Hiperkalsemia
Hiperkalsemia merupakan suatu keadaan kelebihan kadar kalsium
dalam darah, yang ditandai dengan adanya nyeri pada tulang, relaksasi
otot, batu ginjal, mual-mual, koma dan kadar kalsium dalam plasma
lebih dari 4,3 mEq/lt. Dapat dijumpai pada pasien yang mengalami
pengangkatan kelenjar gondok dan makan vitamin D yang berlebihan.
7) Hipomagnesia
Hipomagnesia merupakan kekurangan kadar magnesium dalam darah
yang ditandai dengan adanya iritabilitas, tremor, kram pada kaki
tangan, takikardi, hipertensi, disoriensi dan konvulsi. Kadar
magnesium dalam darah kurang dari 1,5 mEq/lt.
8) Hipermagnesia
Hipermagnesia merupakan kadar magnesium yang berlebihan dalam
darah yang ditandai dengan adanya, koma, gangguan pernapasan dan
kadar magnesium lebih dari 2,5 mEq/lt.

L. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEIMBANGAN


CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Menurut Tarwoto &Wartonah (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi
keseimbangan cairan dan elektrolit adalah sebagai berikut:
1) Usia
Variasi usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme
yang diperlukan, dan berat badan.
2) Temperatur
Lingkungan panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat.
Seseorang dapat kehilangan NaCl melalui keringat sebanyak 15-30
g/hari

3) Diet

11
Pada saat tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah cadangan
energi, proses ini menimbulkan pergerakan cairan dari interstisial ke
intraseluler.
4) Stres.
Stres dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi
darah dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi
sodium dan air. Proses ini dapat meningkatkan produksi ADH dan
menurunkan produksi urine.
5) Sakit
Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal dan jantung,
gangguan hormon akan mengganggu keseimbangan cairan.

M. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Untuk mengidentifikasi masalah gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit serta mengumpulkan data guna menyusun suatu rencana
keperawatan, perawat perlu melakukan pengkajian keperawatan.

1) Pengukuran Klinik
a. Berat badan
Kehilangan/bertambahnya berat badan menunjukan adanya
masalah keseimbangan cairan. Masalah keseimbangan cairan
akibat kehilangan/bertambahnya berat badan dikategorikan ke
dalam tiga kelompok, yaitu:
1) ± 2% : ringan
2) ± 5% : sedang
3) ± 10% : berat
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang
sama.

b. Keadaan umum

12
Pengukuran tanda vital seperti suhu, tekanan darah, nadi,
pernafasan dan suhu, pengukuran tingkat kesadaran.
c. Pengukuran pemasukan cairan
Pemasukan cairan yang perlu dihitung adalah cairan yang
diberikan melalui NGT dan oral, cairan parenteral termasuk obat-
obatan IV, makanan yang cenderung mengandung air yang
dikonsumsi oleh klien, dan cairan yang digunakan untuk irigasi
kateter atau NGT.
d. Pengukuran pengeluaran cairan
Pengeluaran yang perlu diukur meliputi volume dan
kejernihan/kepekatan urine, jumlah dan konsistensi feses, muntah,
tube drainase, dan IWL (Insensible Water Loss)
e. Ukur keseimbangan cairan dengan akurat, normalnya sekitar ± 200
cc.
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit difokuskan
pada :
a) Integumen
Pada pemeriksaan integumen yang peru diperhatikan adalah
keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot, tetani, dan
sensasi rasa.
b) Kardiovaskuler
Pada pemeriksaan kardiovaskuler yang perlu diperhatikan adalah
distensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin, dan bunyi
jantung.
c) Mata
Pada pemeriksaan mata perlu diperhatikan mata cekung atau tidak,
air mata kering atau tidak
d) Neurologi
Pada pemeriksaan neurologi yang perlu diperhatikan adalah
refleks, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran
e) Gastrointestinal

13
Pada pemeriksaan gastrointestinal yang perlu diperhatikan adalah
keadaan mukosa mulut dan lidah, muntah-muntah, dan bising usus.

3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang bisa berupa pemeriksaan elektrolit, darah
lengkap, pH, berat jenis urine, dan analisis gas darah.

2. Diagnosis
Setelah melakukan pengkajian, Tarwoto & Wartonah (2006) merumuskan
diagnosa yang muncul dari masalah yang ditemukan pada pasien. Diagnosa
yang dapat ditemukan oleh perawat pada klien yang mengalami gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, antara lain:
1) Aktual/risiko defisit volume cairan
Defenisi: kondisi seorang pasien mengalami risiko kekurangan cairan pada
ekstraseluler dan vaskuler.

Kemungkinan berhubungan dengan: kehilangan cairan secara berlebihan,


berkeringat secara berlebihan, menurunnya intake oral, penggunaan
diuretik, atau pendarahan. Kemungkinan data yang ditemukan: hipotensi,
takhikardia, pucat, kelemahan, konsentrasi urine pekat. Kondisi klinis
kemungkinan terjadi pada: penyakit Addison, koma, ketoasidosis pada
diabetik, anoreksia nervosa, perdarahan gastrointestinal, muntah, diare,
intake cairan tidak adekuat, AIDS, pendarahan, ulcer kolon

2) Volume cairan berlebih


Definisi: suatu kondisi terjadinya peningkatan retensi dan edema.
Kemungkinan berhubungan dengan: retensi garam dan air, efek dari
pengobatan, dan malnutrisi. Kemungkinan data yang ditemukan:
orthopnea, oliguria, edema, distensi vena jugularis, hipertensi, distres
pernapasan, anasarka, edema paru. Kondisi klinis kemungkinan terjadi
pada: obesitas, hipothiroidism, pengobatan dengan kortikosteroid,
imobilisasi yang lama, cushings syndrome, gagal ginjal, sirosis hepatis,
kanker, dan toxemia.

14
3) Intervensi Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang diperoleh, Tarwoto & Wartonah
(2006) menyusun intervensi dan rasional dari masing-masing diagnosa,
yang terdapat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1.1 Intervensi keperawatan dengan diagnosa Aktual/risiko defisit
volume cairan

Intervensi Rasional

1. Ukur dan catat setiap 4 jam: 1. Menentukan kehilangan dan


a) Intake dan output cairan kebutuhan cairan
b) Warna muntahan, urine, dan feses
c) Monitor turgor kulit
d) Tanda vital
e) Monitor IV infuse
f) Elektrolit, BUN, hematokrit, dan
hemoglobin
g) Status mental
h) Berat badan
2. Berikan makanan dan cairan 2. Memenuhi kebutuhan makan
dan minum
3. Berikan pengobatan seperti antidiare dan 3. Menurunkan pergerakan usus
antimuntah dan muntah
4. Berikan dukungan verbal dalam 4. Meningkatkan konsumsi
pemberian cairan yang lebih
5. Lakukan kebersihan mulut sebelum makan 5. Meningkatkan nafsu makan
6. Ubah posisi pasien setiap 4 jam 6. Meningkatkan sirkulasi
7. Berikan pendidikan kesehatan tentang: 7. Meningkatkan informasi dan
a) Tanda dan gejala dehidrasi kerja sama.
b) Intake dan output ciran

15
c) Terapi

Tabel 1.2 Intervensi keperawatan dengan diagnosa volume cairan berlebih


Intervensi Rasional

1. Ukur dan monitor Intake dan output 1. Dasar pengkajian


cairan, berat badan, tensi, CVP, distensi kardiovaskuler dan respons
vena jugularis, dan bunyi paru. terhadap penyakit
2. Monitor rontgen paru 2. Mengetahui adanya edema
paru
3. Kolaborasi dengan dokter 3. Kerja sama disiplin ilmu
dalam pemberian cairan dalam perawatan
4. Hati-hati dalam pemberian cairan 4. Mengurangi kelebihan
5. Pada pasien yang bedrest cairan
a) Ubah posisi setiap 2 jam 5. Mengurangi edema
b) Latihan pasif dan aktif

6. Pada kulit yang edema berikan losion,


hindari penekanan yang terus menerus.
6. Mencegah kerusakan kulit

7. Berikan pengetahuan kesehatan tentang:


7. Pasien dan keluarga
Intake dan output cairan, edema, berat
mengetahui dan kooperatif
badan, dan pengobatan.

N. CARA MENGHITUNG KECEPATAN SYRINGE PUMP


1. Tentukan konsentrasi obat dengan rumus :

16
Kandungan sediaan obat (mg) : volume sediaan obat (ml) x 1000 =
konsentrasi obat (mcg/ml)
2. Tentukan kecepatan syringe pump dengan rumus :

Dosis obat (mcg/kg/mnt) x BB x 60 : konsentrasi obat (mcg/ml) = kecepatan


syringe pump (ml/jam)

1. Contoh : Jika terdapat instruksi untuk memberikan nitroprusside dengan dosis


0,5 mcg/kg/mnt (sediaan obat : 50 mg dalam 250 ml, berat badan pasien 75
kg), berapakah kecepatan syringe pump?

Jawab: Pertama, tentukan konsentrasi obat 50 : 250 x 1000 =200 mcg/ml


Kedua, hitung kecepatan syringe pump (0,5 x 75 x 60) : 200 = 11,25ml/jam

Jadi, kecepatan syringe pump = 11,25 ml/jam.

Rumus Perhitungan Cairan Dengan Syring Pump

cara perhitungan rumus cairan

RUMUS PERHITUNGAN DARAH UNTUK TRANSFUSI

Menghitung keb darah tranfusi = (HB yang diinginkan-HB sekarang) x BB x jenis


darah, Jenis darah tergantung dari komponen darah, kalo PRC, maka dikalikan 3.
Kalo WBC, maka dikalikan 6,

RUMUS PERHITUNGAN DOPAMIN

Dopamin ;1 ampul = 10 cc, 1 ampul = 200 mg , 1 mg = 1000 mikrogram

17
Rumus factor pengencer = 1 ampul (200 mg)= 200.000 mikrogram, kemudian
diencerkan dlam 50 cc, sehingga 1 cc= 4000 mikrogram (factor pengencer)
Rumus : Dosis x BB x jam (menit ) = hasil 4000 Atau rumus langsung : Dosis x
BB 60 x 50 = hasil 200.000 Contoh nih ye: Pasien dengan tekanan darah 80/50
mmHg dan BB 50 kg. Dosis dopamin dimulai dari 5 mikrogram/kgBB/menit.
Menggunakan syringe pump lho! Dosis x BB x jam (menit ) = hasil 4000 Kita
gunakan rumus praktis saja = = = 3.75 cc/jam

Rumus pemberian Dopamin dalam kolf / drip Rumus = 200.000 = 400 (factor
pengencer) 500 Rumus menggunakan kolf = Dosis x BB x jam ( menit ) = hasil
ntar disesuaikan dengan mikro atau makro drip. 400

Contoh: Pasien dengan tekanan darah 80/50 mmHg dan BB 50 kg. Dosis dopamin
dimulai dari 5 mikrogram/kgBB/menit. Menggunakan kolf lho! Dosis x BB x jam
(menit ) = hasil 400

Gunakan rumus= 5 x 50 x 60 400 = 37,5 cc/ jam. (harus diingat, 1 ampul


dopamine ini diencerkan dalam 500 cc lho, jadi hasilnya agak banyak. gue juga
sempet kaget! ) Nah, berarti kalo pake makro, maka 37,5 cc mejadi 12,5
tetes/menit. (makro factor tetesan 1 cc= 20 tetes) jika mikro drip, 37,5 cc, menjadi
37,5 tts/mnit. (mikro factor tetesan 1 cc= 60 tetes)

RUMUS PERHITUNGAN DOBUTAMIN

Dobutamin ; 1 ampul = 5 cc , 1 ampul = 250 mg , 1 mg = 1000 mikrogram 250


mg = 250.000 mikrogram, kemudian diencerkan dlam 50 cc, sehingga 1 cc= 5000
(sbg factor pengencer)

Rumus : Dosis x BB x jam (menit ) = hasilm5000 Atau rumus langsung : Dosis x


BB x 60 x 50 = hasil 250.000

Rumus diatas digunakan untuk pemberian dobutamin dengan menggunakan


syringe pump. Rumus pemberian Dobutamin dalam kolf / drip Rumus = 250.000
= 500 (factor pengencer) 500

18
Rumus menggunakan kolf = Dosis x BB x jam ( menit ) = hasil disesuain dengan
mikro / makro 500

RUMUS PERHITUNGAN NITROCYNE

1 ampul = 10 cc , 1 cc = 1 mg, 1 ampul = 10 mg Dosis yang digunakan dalam cc (


microgram ) jadi 1 ampul = 10.000 mikrogram Rumus : Dosis x 60 x pengencer =
hasil 10.000

RUMUS PERHITUNGAN ISOKET

1 ampul = 10 cc , 1 ampul = 10 mg , 1mg = 1cc Isoket atau Cedocard diberikan


sesuai dosis yang diberikan oleh dokter.

RUMUS PERHITUNGAN KOREKSI HIPOKALEMI PADA ANAK

Koreksi cepat Yang dibutuhkan = ( jml K x BB x 0,4 ) + ( 2/6 x BB ) Diberikan


dalam waktu 4 jam Maintenance : 5 x BB x 2 6 Diberikan dalam 24 jam

Keterangan : Jml K = nilai yang diharapkan ( 3,5 ) – nilai hasil kalian (x)

RUMUS PEMERIAN OBAT EMERGENCY

1. DOPAMIN HIDROKLORIDA

Indikasi:

1) Untuk penanggulangan syok syndrom.

2) Pre syok, severe hypotension.

Kontra indikasi:

1) Pasien Dehidrasi
2) Hypotiroidism.

19
a. Dosis kecil: 1 - 5 mcg/BB/menit

Memperbaiki aliran darah ke ginjal, jantung dan otak.

b. Dosis sedang: 5 - 10mcg/BB/menit

Meningkatkan denyut jantung dan tekan darah.

c. Dosis berat: > 10mcg/BB/menit

Vasokonstriksi perifer dan dapat menimbulkan aritmia jantung.

Cara pemberian:

Memakai Mikro drip ( Buret).

Rumus: Dosis ( mcg) X kg BB X 60 tts(mikro) = tts/menit


jumlah mcg/ cc

Contoh: 200 mg Dopamin dilarutkan dalam 100 cc D5%

dosis 5 mcg/BB/ menit dengan BB 50 kg.

200 : 100 = 2 mg X 1000 mcg = 2000 mcg.

5 mcg X 50 kb X 60 tts = 15000

2000 2000

= 7,5 tts(mikro) / menit

A. Memakai syringe Pump/ infus pump

Rumus: dosis (mcg) X kb BB X 60 menit = cc/jam

jumlah mcg / cc

20
Contoh: 400 mg Dopamin dilarutkan dalam 500 cc D5%
dosis 5 mcg / menit BB= 50kg.
400 : 500 = 0.8 mg X 1000 mcg = 800 mcg
5 mcg X 50 X 60 menit = 15000
800 800
= 18,75 cc/ jam

2. DOBUTHAMIN HYDROKLORIDA ( DOBUTHREX ).


Indikasi:
a. Pengobatan syok syndrome
b. Pre syok, severe hypotension.
Kontra indikasi:
a. Bukan untuk koreksi aritmia, ventikel fibrilasi.
b. Hypothyroidism.
Dosis = 1 - 20 mcg/ BB/ menit.
A. Memakai Buret (micro drip)
Rumus : dosis (mcg) X kg BB X 60 tts
______________________ = tts/mnt
jumlah mcg / cc

Contoh : Dobutrex 250 mg dalam 50 cc D5%


250 mg Dobutrex 1 cc = ________________ = 5 mg X 1000 mcg =
5000 mcg 50 cc D5%
Dosis : 3 mcg BB : 50 kg
3 X 50 kg X 60 tts 9000
1 cc = __________________ = _____ = 1,8 tts/mnt
5000 5000

B. Memakai Syringe pump/ infus pump


Dosis dalam mcg X kg BB X 60 mnt
Rumus = _________________________________= cc/jam
jumlah mcg / cc

21
Contoh : Dobutrex 250 mg dalam 50 cc D5% / NaCl 0,9%
1 cc = _250____ = 5 X 1000 mcg = 5000 mcg
50
Dosis : 3 mcg / BB / mt BB : 50 kg
3 X 50 X 60 mnt 9000
______________ = ________ = 1,8 cc / jam
5000 5000

3. LIDOCAIN / XYLOCARD
Indikasi :
a. VES sering atau > 6 x/mnt
b. VES yang berturut-turut
c. VES multivokal
d. Aritmia ventrikel yang mengancam
Kontra indikasi :
a. AV Blok grade II & III
b. Bradicardi
Dosis standar : 1 - 4 mg / mnt
A. Memakai Burret ( micro drip) :
Dosis (mg) X 60 tts
Rumus = __________________ = tts / mnt
jumlah mcg/mnt
Contoh : 500 mg xylocard dalam 100 cc D5%
500
1 cc = ______ = 5 mg
100
Dosis : 2 mg / mnT
2 X 60 tts
= ___________ = 24 tts / mnt
5

B. Memakai Syringe Pump / infus pump


Dosis (mg) x 60 mnt
Rumus = ___________________ = cc / jaM
jumlah mg / cc
Contoh : 500 mg xylocard dalam 200 cc D5%

22
500
1 cc = ______ = 2,5 mg
200

Dosis : 2 mg / mnt

2 mg x 60 mnt
= ______________ = 48 cc / jam
2,5

4. ADRENALIN ( EPHINEPRIN HIDROCLORIDA)


Indikasi :
a. Meningkatkan aliran darah myocard dan susunan saraf pusat saat ventilasi
dan kompresi (RJP)
b. Merubah VF halus menjadi kasar.
Kontra indikasi :
Dilatasi jantung, kerusakan organ otak,coronary insufficiency, syok
setelah anesthesi umum, anesthesi extremitas
Dosis drip : 1 - 4 mcg / mnt

A. Memakai Burret ( mikro drip )

dosis x 60 tts
Rumus = _____________ = tts/ mnt
jumlah mcg / cc

Contoh : 1 mg (1 amp) dalam 50 cc D5%

1
1 cc = ____ = 0,02 x 1000 mcg = 20 mcg
50
Dosis : 1 mcg / mnt

1 x 60 mnt
= ___________ = 30 cc / jam
20

PEMBERIAN LASIX LEWAT SYRINGE PUMP


Rumus :

23
Dosis Konsentrasi misalkan : dosis yang diminta furosemid 1mg/jam diencerkan
dalam 50cc spuit maka : 1 amp = 20ml = 20mg
konsentrasinya = 20mg : 50 cc = 0,4 mg/cc
dimasukkan rumus = dosis : konsentrasi = 1mg/jam : 0,4 mg/cc = 2,5 cc/jam

TEKNIS PEMBERIAN NUTRISI PADA PASIEN KRITIS


A. TATALAKSANA NUTRISI PADA SEPSIS/PENYAKIT KRITIS
Penatalaksanaan nutrisi pasien dengan penyakit kritis pada umumnya dan
sepsis.pada khususnya diawali dengan penilaian status nutrisi, yang kemudian
dilanjutkan dengan menentukan kebutuhan/jumlah, jenis, dan jalur pemberian
nutrisi. Pasien yang dirawat di ICU mempunyai risiko terjadi malnutrisi,
sehingga perlu dilakukan skrining gizi (nutrition screening). Skrining gizi
adalah suatu proses untuk menentukan apakah seorang pasien termasuk dalam
kondisi malnutrisi atau berisiko terjadinya malnutrisi, sehingga perlu
dilakukan asseessment gizi, yaitu pendekatan secara menyeluruh untuk
mengetahui masalah nutrisi, meliputi kegiatan anamnesis serta pemeriksaan
fisik, antropometri dan laboratorium.Terdapat beberapa instrumen yang
digunakan untuk skrining danassessment gizi. Instrumen yang banyak
digunakan untuk skrining adalah malnutrition screening tools (MST),
malnutrition universal screening tools (MUST), nutrition risk screening-2002
(NRS-2002), short nutritional assessment questionnaire (SNAQ), dan lain-
lain.
Instrumen untuk nutrition assessment adalah subjective global assessment
(SGA) dan mini nutritional assessment (MNA).Ferguson dkk mengemukakan
bahwa MST merupakan alat yang sederhana, cepat, valid dan reliable untuk
mengidentifikasi pasien berisiko malnutrisi. Hal serupa juga dikemukakan
oleh Neelemaat dkk, yang membandingkan lima alat skrining gizi pada pasien
rawat inap di satu RS. Neelemat dkk menunjukkan bahwa MST dan SNAQ
cocok untuk digunakan pada pasien rawat inap di RS, dan validitasnya sama
seperti MUST dan NRS-2002.Nutritional assessment yang umum digunakan
adalah SGA, dan parameter yang dinilai adalah keluhan subyektif berupa

24
perubahan berat badan (BB), penurunan asupan makan, gejala gastrointestinal
serta kapasitas fungsional. Hasil pemeriksaan obyektif yang digunakan
sebagai parameter penilaian dalam SGA adalah hilangnya massa lemak
subkutan, muscle wasting, dan edema.
Sungurtekin dkk menunjukkan bahwa hasil assessment gizi menggunakan
SGA berkorelasi positif dengan nilai acute physiology and chronic health
evaluation II (APACHE II) dan simplified acute physiology score II (SAPS
II), serta angka mortalitas pada pasien yang dirawat di ICU. Tujuan
penatalaksanaan nutrisi pada pasien penyakit kritis adalah untuk
mempertahankan massa otot, menurunkan komplikasi infeksi, mempercepat
penyembuhan luka, mempertahankan fungsi barier mukosa usus,
meningkatkan fungsi imun, dan mempersingkat masa rawat di ICU.
a. Kebutuhan nutrisi pada sepsis
Secara baku emas penentuan kebutuhan energi basal (KEB) adalah
menggunakan kalorimetri indirek, yaitu dengan menghitung konsumsi
oksigen (O2) dan produksi
karbondioksida (CO2):
KEB = Cardiac ouput x VO2 + (1,11) xVCO2
Konsumsi oksigen (VO2) dapat pula dihitung menggunakan persamaan
Fick dan produksi CO2 dapat diperoleh dari nilai respiratory quotient
(RQ), yaitu 0,85. Dengan demikian dapat diperoleh KEB.
Persamaan Fick :
1) Konsumsi oksigen (VO2) = CO (L/menit) x (CaO2-CvO2) x 10
2) CaO2 (mL/dL) = Hb g/dL x 1,37 x SaO2 + 0,003* x PaO2
3) CvO2 (mL/dL) = Hb g/dL x SvO2 + 0,003* x PvO2
*Koefisien solubilitas oksigen darah

Perhitungan KEB menggunakan kalorimetri indirek dan persamaan


Fick tidak praktis, tidak banyak tersedia di sarana kesehatan, oleh karena
itu lebih banyak digunakan cara lain yaitu menggunakan rumus-rumus
persamaan.22, 23Persamaan Harris-Benedict (HB) merupakan salah satu
persamaan yang sering digunakan untuk menghitung KEB. Parameter

25
yang digunakan untuk perhitungan ini adalah BB, TB dan usia. Persamaan
ini diciptakan melalui penelitian yang dilakukan pada individu sehat dan
non obes. Oleh karena itu, penggunaan persamaan ini pada pasien di RS
memerlukan penambahan faktor stres untuk mendapatkan kebutuhan
energi total (KET).
Faktor stres yang dapat digunakan pada pasien dengan penyakit
kritis adalah 1,2, sedangkan untuk pasien sepsis sebesar 1,4−1,8.22, 23
Pada tahun 2007 dilakukan evaluasi persamaan ini, dilakukan pada pasien
dewasa yang dirawat di ICU dan didapatkan perbedaan 250-900 kkal/hari
pada pasien yang diperhitungkan menggunakan persamaan HB tanpa
penambahan faktor stres. Sedangkan apabila diperhitungkan dengan
penambahan faktor stres, hasil yang didapat menjadi underestimated dan
overestimated. Oleh karena itu persamaan HB tidak direkomendasikan
penggunaannya pada pasien dengan penyakit kritis.Selain persamaan HB,
terdapat beberapa persamaan lain yang dapat digunakan untuk menghitung
kebutuhan energi pada pasien dengan penyakit kritis, di antaranya
persamaan menurut American College of Chest Physicians Calories-
PerKilogram, Ireton-Jones, Penn State dan Swinamer.
American College of Chest Physicians Calories – PerKilogram
merekomendasikan 25 kkal/kg BB aktual/hari untuk pasien penyakit kritis
secara umum, namun pada pasien obes (IMT >25 kg/m2) digunakan BB
ideal, dan pada pasien malnutrisi (IMT <16 kg/m2) digunakan BB aktual
selama 7-10 hari selanjutnya menggunakan BB ideal. Berdasarkan studi-
studi yang dilakukan sesudahnya, persamaan ini mempunyai tingkat
akurasi yang rendah, sehingga tidak direkomendasikan penggunaannya
pada pasien dengan penyakit kritis. Persamaan berikutnya adalah Ireton-
Jones, yang menggunakan parameter usia, BB, jenis kelamin, ada-tidaknya
trauma dan luka bakar untuk menentukan KET. Perhitungan menggunakan
persamaan ini mempunyai akurasi yang tinggi pada pasien muda dan obes,
sedangkan pada pasien yang menggunakan ventilator dan malnutrisi berat
terlihat overestimated dan underestimated. Persamaan Penn State pertama
kali digunakan pada tahun 1998 pada 169 pasien kritis yang menggunakan

26
ventilator. Persamaan ini mempunyai akurasi yang tinggi (72%) dalam
menghitung KET pada pasien lanjut usia obes dan non obes, serta dewasa
muda non obes.
Namun demikian persamaan ini baru digunakan dalam penelitian
dengan jumlah subyek yang sedikit, sehingga penggunaannya secara
umum belum direkomendasikan.Berikutnya adalah persamaan Swinamer
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990, dilakukan pada 112 pasien
penyakit kritis yang menggunakan ventilator. Parameter yang digunakan
dalam persamaan ini adalah luas permukaan tubuh, usia, frekuensi napas,
volume tidal dan suhu tubuh. Dua studi sesudahnya menunjukkan tingkat
akurasi persamaan ini 45% dan 55%.Namun persamaan ini masih jarang
digunakan karena sulitnya memperoleh data untuk perhitungan persamaan
tersebut.Selain itu baru terdapat dua studi yang menilai validasi persamaan
ini, sehingga masih diperlukan penelitian-penelitian selanjutnya. European
Society of Parenteral and Enteral Nutrition (ESPEN) merekomendasikan
20-25 kkal/kg BB/hari pada fase akut dan 25-30 kkal/kg BB/hari pada fase
anabolik. Namun demikian pada pasien dengan keadaan malnutrisi dapat
diberikan mulai dari 25-30 kkal/kg BB/hari.

b. Kebutuhan makronutrien
Pemberian protein dalam jumlah cukup sangat penting dalam
mencegah terjadinya imbang nitrogen negatif. Pemberian protein untuk
pasien dengan penyakit kritis adalah sebesar 1,2−2 gram/kg BB
aktual/hari. Slone dkkmenunjukkan bahwa jumlah protein yang
dibutuhkan oleh pasien dengan penyakit kritis adalah 1,5−2 gram/kg BB
ideal/hari. Perbandingan nitrogen dan non-protein calorie (NPC) pada
pasien penyakit kritis untuk mempertahankan status nutrisi adalah sebesar
1:100.25 Asam amino rantai cabang (AARC) dapat dianjurkan
pemberiannya pada pasien sepsis. Asam amino ini merupakan asam amino
esensial, terutama tersimpan dan mengalami katabolisme di otot,
diperlukan sebagai prekursor untuk sintesis glutamin dan alanin dalam otot
rangka, serta bermanfaat untuk mencegah muscle wasting. Kannan

27
mengemukakan bahwa 20%-50% dari KET dapat diberikan dalam bentuk
lipid. ESPEN merekomendasikan pemberian lipid (parenteral) sebesar
0,7−1,5 gram/kg BB/hari. Beberapa studi mengatakan bahwa pada pasien
dengan penyakit kritis, pemberian lipid sebaiknya tidak melebihi 1
gram/kg BB/hari.Sediaan lipid parenteral yang dipilih untuk pasien dengan
penyakit kritis adalah kombinasi antara long-chain triglyceride (LCT)
dengan medium-chain triglyceride (MCT). Beberapa studi menunjukkan
bahwa kombinasi LCT-MCT lebih baik daripada LCT karena terbukti
dapat meningkatkan status nutrisi, mempertahankan imbang nitrogen dan
meningkatkan kadar pre-albumin plasma.
Salah satu tujuan pemberian nutrisi yang mengandung lipid pada
pasien penyakit kritis adalah untuk mencegah defisiensi asam lemak
esensial. Beberapa studi menunjukkan bahwa pemberian nutrisi secara
parenteral total tanpa sediaan lipid selama tiga minggu akan
mengakibatkan defisiensi asam lemak esensial. Jumlah karbohidrat
minimum yang dibutuhkan bagi pasien kritis adalah 100−150 gram per
hari.Pemberian karbohidrat dalam jumlah yang cukup diperlukan untuk
mencegah protein sparing effect.Ziegler mengemukakan bahwa pemberian
NPC parenteral pada pasien dengan penyakit kritis sebaiknya 60-70%
berasal dari karbohidrat serta 30-40% berasal dari lipid.Pemberian
karbohidrat parenteral seharusnya tidak melebihi 4−5 mg/kg BB/menit.
Demikian pula pada pasien penderita diabetes mellitus, pasien yang
mendapatkan terapi steroid, dan pada keadaan hiperglikemia yang
disebabkan stres metabolik, pemberian karbohidrat parenteral sebaiknya
berkisar antara 2,5−4 mg/kg BB/menit. Pemberian karbohidrat parenteral
harus diikuti dengan monitoring kadar glukosa darah. Apabila terdapat
peningkatan kadar glukosa darah, maka dapat dipertimbangkan pemberian
insulin disertai penurunan pemberian nutrisi parenteral yang mengandung
karbohidrat. Kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan overload
glukosa di dalam sel, yang akan menghasilkan stres oksidatif, terutama
pada sel yang ambilan glukosanya tidak tergantung insulin (hepatosit,
neuron, mukosa usus, tubulus renalis, sel imun dan sel endotel). Ambilan

28
glukosa oleh sel-sel ini adalah melalui GLUT-1, GLUT-2 dan GLUT-3,
sedangkan pada sel-sel yang tergantung insulin (jaringan otot, jantung, dan
adiposa) ambilan glukosa akan melalui GLUT-4. Pengendalian kadar
glukosa darah yang baik pada pasien penyakit kritis akan memberikan
hasil akhir yang lebih baik pula. Kadar glukosa darah sebaiknya
dipertahankan kurang dari 180 mg/dL.

c. Kebutuhan mikronutrien
Pemberian mikronutrien merupakan salah satu bagian dari
dukungan nutrisi, termasuk nutrisi pada pasien dengan penyakit
kritis.Secara umum terdapat peningkatan metabolisme (hipermetabolisme)
pada pasien dengan penyakit kritis, sehingga terdapat pula peningkatan
kebutuhan mikronutrien.Beberapa vitamin dan mineral dapat berperan
sebagai antioksidan dan diperlukan untuk metabolisme makronutrien.
Selain itu pada pasien penyakit kritis sering dijumpai penurunan kadar
beberapa vitamin dan mineral dalam serum ESPEN merekomendasikan
terutama pada pasien penyakit kritis yang mendapat nutrisi parenteral
untuk mendapatkan sedikitnya multivitamin dan mineral sebesar satu kali
Angka Kecukupan Gizi (AKG).

d. Kebutuhan nutrisi pada pasien sepsis yang menggunakan ventilator


Pasien yang dirawat di ICU seringkali membutuhkan dukungan
ventilasi mekanik oleh karena berbagai sebab. Beberapa studi
menunjukkan bahwa pemberian nutrisi yang adekuat akan mempercepat
pasien untuk weaning dari ventilasi mekanik serta menurunkan masa rawat
di ICU. Keadaan undernutrition akan menurunkan regenerasi epitel
saluran pernapasan dan menyebabkan kelemahan pada otot-otot
pernapasan, yang dapat menyebabkan seorang pasien akan sulit weaning
dari ventilasi mekanik. Sebaliknya pemberian nutrisi yang berlebihan akan
meningkatkan produksi CO2, yang akan meningkatkan ventilasi untuk
mempertahankan keseimbangan gas darah. Kan.31 menunjukkan bahwa
kelompok yang mendapat nutrisi adekuat, mempunyai status nutrisi yang

29
lebih baik daripada kelompok yang mendapat nutrisi underfeeding dan
overfeeding. Status nutrisi pasien dinilai berdasarkan imbang nitrogen.
Selain itu didapatkan pula bahwa pemberian nutrisi sebesar 120% resting
energy expenditure (REE) memenuhi kecukupan nutrisi yang adekuat pada
pasien penyakit kritis yang menggunakan ventilator. Parameter yang
dinilai adalah stabilitas hemodinamik.

B. IMUNONUTRISI
Imunonutrisi adalah nutrisi yang diberikan dengan tujuan untuk
meningkatkan respon sistem imun. Senyawa yang termaksuk dalam
imunonutrisi adalah glutamin, arginin, asam lemak omega-3 dan nukleotida.32
ESPEN merekomendasikan pasien dengan sepsis ringan (skor APACHE II <
15) diberikan imunonutrisi, namun pada pasien dengan sepsis berat tidak
direkomendasikan pemberian imunonutrisi. Asam amino glutamin dapat
dipertimbangkan pemberiannya pada pasien sepsis. Hal ini disebabkan dalam
keadaan stres metabolik terdapat penurunan kadar glutamin. Glutamin
merupakan asam amino semi esensial dan merupakan prekursor dari
glutation.Sintesis glutamin dimulai dari glutamat, dengan bantuan enzim
glutamin sintetase.
Pada keadaan stres, misalnya pada keadaan sepsis, terdapat peningkatan
sitokin inflamasi dan hormon glukokortikoid yang mempengaruhi ekspresi
enzim glutamin sintetase. Pada pasien dengan penyakit kritis, kadar glutamin
di sirkulasi dipertahankan oleh jaringan otot dan paru-paru. Glutamin
diperlukan sebagai donor nitrogen untuk sintesis amonia oleh ginjal.Glutamin
juga diketahui meningkatkan fungsi sel imun dan produksi sitokin. Peran ini
dimediasi melalui beberapa mekanisme diantaranya adalah nuclear factor-κB
(NF-κB) (Gambar 2.6), protein kinase dan inhibisi peningkatan ekspresi
iNOS, memperbaiki interaksi antara limfosit polimorfonuklear dengan
endotel, dan menurunkan infiltrasi neutrofil.Suplementasi glutamin menjaga
keseimbangan antara Th1 dengan Th2, menurunkan sekresi IL-6 pada organ
non hepatik, menurunkan IL-4, dan meningkatkan ekspresi IFN-α. Selain itu
glutamin juga merupakan bahan bakar utama bagi limfosit, makrofag, dan

30
enterosit.Glutamin diperlukan untuk mempertahankan integritas mukosa usus,
sehingga mencegah terjadinya translokasi bakteri
Glutamin bersifat relatif tidak larut, tidak tahan terhadap panas, dan tidak
stabil dalam larutan.Oleh karena itu glutamin jarang merupakan bagian dari
larutan nutrisi parenteral.Namun, terdapat sediaan nutrisi parenteral yang
mengandung glutamin, dan biasanya dalam bentuk dipeptida, seperti
glycylglutamin dan alanylglutamin. Dosis glutamin yang dianjurkan pada
pasien dengan penyakit kritis adalah 0,3-0,5 gram/kg BB/hari.Palmese dkk
menunjukkan bahwa pasien yang dirawat di ICU yang mendapat nutrisi
enteral yang diperkaya dengan fruktooligosakarida (FOS) dan glutamin
intravena mempunyai tingkat infeksi yang lebih rendah.
Arginin merupakan prekursor bagi poliamin, serta diperlukan bagi sintesis
asam nukleat dan stimulasi pelepasan hormon pertumbuhan, prolaktin, insulin
dan glukagon.Arginin dimetabolisme di hepatosit menjadi ornitin dan urea
dengan bantuan enzim arginase, serta menjadi sitrulin dengan bantuan enzim
arginin deaminase.Arginin merupakan substrat bagi sintesis NO, sehingga
berperan dalam mempertahankan integritas mukosa usus.Pada keadaan stres
metabolik arginin menjadi asam amino semi esensial karena kebutuhannya
yang meningkat bila dibandingkan produksinya di dalam tubuh.Arginin
diperlukan untuk perbaikan jaringan, namun penggunaannya pada pasien kritis
atau sepsis masih kontroversial karena pengaruhnya terhadap produksi NO
yang bersifat vasodilator.13Asam lemak omega-3 juga merupakan salah satu
nutrien spesifik yang sering ditambahkan pada formula enteral bagi pasien
dengan penyakit kritis.Eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid
(DHA) merupakan asam lemak omega-3 yang sering digunakan.Asam lemak
omega-3 berperan dalam menghambat metabolisme asam arakhidonat
(AA).35 Pontes-Arruda dkk.36menunjukkan bahwa pemberian EPA dan
gamma-linolenic acid (GLA) memperlambat progresivitas sepsis menjadi
disfungsi organ. Selain itu Prabha dkk mengemukakan bahwa pada pasien
sepsis terdapat kadar GLA, EPA dan AA yang rendah. Asam lemak EPA dan
DHA dapat menekan produksi TNF-α, yang berperan pada kejadian sepsis.

31
C. JALUR PEMBERIAN NUTRISI
Jalur pemberian nutrisi secara umum dapat dibedakan menjadi tiga yaitu
secara oral, enteral dan parenteral.Jalur oral/enteral diindikasikan bagi pasien
tanpa gangguan gastrointestinal. Pemberian makanan secara oral/enteral akan
menyebabkan makanan berhubungan langsung dengan lumen saluran cerna.
Hal ini akan menyebabkan aliran darah meningkat ke daerah saluran cerna,
terangsangnya sistem saraf otonom, keluarnya hormon dan enzim pencernaan,
yang kesemuanya ini akan menjaga integritas mukosa dan fungsi saluran
cerna, sekaligus mencegah terjadinya translokasi bakteri. Pada fase akut,
nutrisi enteral diberikan untuk menjaga integritas mukosa, melalui cara gut
feeding. Namun pada fase selanjutnya nutrisi enteral diberikan untuk
menjamin kecukupan kalori. Pemberian nutrisi enteral dapat beberapa cara di
antaranya adalah dengan metode nonoperatif yaitu menggunakan pipa
nasogastrik, orogastrik, atau nasoduodenal.
Cara yang lain adalah dengan metode operatif yaitu gastrostomi dan
jejunostomi. Apabila terdapat kontraindikasi atau gangguan saluran cerna,
maka pemberian melalui parenteral dapat dipertimbangkan.ESPEN juga
merekomendasikan pemberian nutrisi secara parenteral apabila pemberian
secara enteral tidak dapat mencapai kebutuhan energi.Pasien dengan
malnutrisi berat, sebaiknya mendapat nutrisi sebanyak 25-30 kkal/kgBB/hari,
dan apabila kebutuhan ini tidak dapat dicapai melalui nutrisi enteral, maka
nutrisi parenteral dapat diberikan.Beberapa hal harus diperhatikan dalam
pemantauan pemberian nutrisi secara enteral, salah satunya adalah gastric
residual volume (GRV).
Perlambatan pengosongan lambung dapat disebabkan oleh beberapa hal, di
antaranya adalah faktor nutrisi (densitas, osmolaritas, kandungan makanan),
keadaan klinis tertentu (diabetes mellitus, kelainan neurologi, reumatologi,
pasca bedah) dan akibat penggunaan obat-obatan tertentu (opiat,
dopamin).ESPEN merekomendasikan pemberian metoklopramid atau
eritromisin pada pasien dengan GRV yang tinggi.Terdapat dua jalur parenteral
yaitu melalui vena sentral dan perifer.Pertimbangan menggunakan jalur vena
sentral adalah pemberian nutrisi parenteral dengan osmolaritas >850

32
mosml/L.28 Pemberian nutrisi parenteral melalui vena sentral berkaitan
dengan komplikasi mekanik, metabolik dan infeksi. Salah satu bentuk
komplikasi metabolik akibat pemberian nutrisi parenteral adalah overfeeding
dan sindroma refeeding Komplikasi metabolik lainnya berupa hiperkapnia,
steatosis hati, disfungsi neuromuskular, dan defek imunologi.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

33
Cairan tubuh merupakan media semua reaksi kimia di dalam sel. Tiap sel
mengandung cairan intraseluler (cairan di dalam sel) yang komposisinya
paling cocok untuk sel tersebut dan berada di dalam cairan ekstraseluler
(cairan di luar sel) yang cocok pula.Tubuh harus mampu memelihara
konsentrasi semua elektrolit yang sesuai didalam cairan tubuh, sehingga
tercapai keseimbangan cairan dan elektrolit. Keseimbangan cairan tubuh
adalah keseimbangan antara jumlah cairan yang masuk dan keluar.
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler
dan cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam
sel di seluruh tubuh, sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada
di luar sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma),
cairan interstitial dan cairan transeluler. Cairan tubuh terdiri dari air (pelarut)
dan substansi terlarut (zat terlarut).
Air menyusun ± 50 – 60% dari total berat badan. Hubungan antara berat
badan total dan total air dalam tubuh relatif konstan pada tiapindividu dan
merupakan refleksi dari lemak tubuh. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit diantaranya adalah :
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Sel-sel lemak
4) Stres
5) Sakit
6) Temperatur lingkungan
7) Diet

B. SARAN
Demikian makalah yang telah kami susun, semoga dengan makalah ini
dapat menambah pengetahuan serta lebih bisa memahami tentang pokok
bahasan makalah ini bagi para pembacanya.

34
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, A. Azis.2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi


Konsep Dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

35
Mubarak. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengamatan Proses Belajar
Mengajar Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Edisi ke-3. Jakarta: Salemba Medika

36

Anda mungkin juga menyukai