Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN LAPANGAN

A. Profil dan Gambaran Umum Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang


1. Sejarah Perkembangan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
Sejak tahun 1965 cita-cita Muhammadiyah yang ingin mendirikan
amal usaha dibidang kesehatan khususnya dalam bentuk rumah sakit yang
komprehensif telah menjadi obsesi tokoh-tokoh Muhammadiyah di
Sumatera Selatan. Wacana pendirian rumah sakit tersebut selanjutnya
diaktualisasikan oleh beberapa tokoh Muhammadiyah diantaranya adalah
HM. Sidik Adiem, Djamain St. Marajo, KH. Masjhur Azhari, HM. Rasjid
Talib, H. Zamhari Abidin, SH, H. Anang Kirom, HM. Soeripto, A. Sjarkowi
Bakri, HM. Fauzi Shomad dan tokoh-tokoh lainnya yang mendapat
sambutan positif dan dukungan penuh dari Bapak H. Abu Jazid Bustomi dan
Bapak HM. Ali Amin, SH selaku Gubernur Kepala Daerah Provinsi
Sumatera Selatan pada saat itu. Akan tetapi karena situasi sosial politik dan
kondisi internal Muhammadiyah khususnya dalam bidang finansial,
akhirnya  RSMP baru dapat diresmikan pendiriannya pada tanggal 10
Dzulhijjah 1417 H / 18 April 1997 M oleh Gubernur Sumatera Selatan pada
saat itu yakni Bapak H. Ramli Hasan Basri bersama Ketua Pimpinan Pusat
Muhammadiyah Bapak Prof Dr. HM. Amien Rais, MA 
Keberadaan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang saat ini telah
menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan dan dapat
mensejajarkan diri dengan rumah sakit lainnya di Kota Palembang.
Kepercayaan dan dukungan masyarakat yang tinggi dapat dilihat dari
kunjungan pasien setiap hari hingga RSMP dipercaya sebagai provider PT.
ASKES sejak tahun 2005 dalam melayani pasien ASKES PNS, Komersial,
Jamkesmas dan Jamsoskes Sumsel Semesta, bahkan saat ini juga telah
dijalin kerjasama dengan banyak instansi lain baik pemerintah maupun
swasta di Sumatera Selatan terutama dalam bidang pelayanan kesehatan.
Kepercayaan dan dukungan masyarakat serta pemerintah diatas, bagi
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang disamping sebagai rahmat Allah
SWT dan wujud pencapaian perjuangan serta kerja keras seluruh pimpinan dan
pegawai Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang, disisi lain juga merupakan
amanah yang harus dipertahankan bahkan kedepan wajib ditingkatkan baik kualitas
maupun kuantitasnya.  Oleh karena itulah dalam rangka akselerasi peningkatan
kualitas pelayanan tersebut, RSMP telah merencanakan pembangunan infra dan
supra struktur dengan tetap bertumpu pada kondisi finansial dan prioritas
pengembangan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.

2. Visi, Misi, dan Motto Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang


a. Motto
Melayani sebagai Ibadah dan Dakwah.
b. Visi
Terwujudnya Rumah Sakit yang Professional dalam Pelayanan dan
Berkarakter Islami.
c. Misi
1) Memberikan pelayanan, pendidikan dan penelitian kesehatan secara
professional, modern dan Islami.
2) Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.
3) Mewujudkan citra sebagai wahana ibadah dan pengemban dakwah amar
ma’ruf nahi mungkar dalam bidang kesehatan.
4) Menjadi pusat persemaian kader Muhammadiyah dalam bidang pelayanan,
pendidikan dan penelitian kesehatan

3. Direksi dan Pegawai


a. Direksi
1) Direktur : dr. H. Pangestu Widodo,,
MARS
2) Wakil Direktur Pelayanan Medis : dr. Ari Rizaldi, SpOG
3) Wakil Direktur Admin & Keuangan : Mizan, S.E.,AK.,MSi.,CA
4) Wakil Direktur SDM, AIK : Mustofa, S.Ag,, M.Pd.I
b. Pegawai
Keseluruhan pegawai di Rumah Sakit Muhamadiyah Palembang pada tahun
2020, pegawai rumah sakit muhammadiyah Palembang berjumlah 500 terdiri dari
Dokter Spesialis, Dokter Umum, Perawat, Bidan, dan Non-medis.
4. Fasilitas dan Pelayanan
Dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat RSMP
mempunyai pelayanan sebagai berikut :
a. Fasilitas Umum
1) Musholla Asy-Syifa
2) Koperasi
3) Bank Muamalat
4) Kantin Umum
5) Area Parkir Kendaraan
6) Pengelolaan ZIS
7) Penyelenggaraan Jenazah/ Khusnul Khotinah
b. Pelayanan Khusus
1) Instalasi Gawat Darurat
2) Kamar Operasi
3) Kemoterapi
4) Fisioterapi
c. Pelayanan Penunjang
1) Pelayanan Farmasi
2) Pelayanan Gizi
3) Pelayanan Laboratorium
4) Pelayanan Radiologi
5) Echocardiography
6) Treadmill
7) USG & ECG
8) Bank Darah
9) Ambulance
10) Senam DM
11) Senam Jantung Sehat
d. Pelayanan Rawat Jalan
1) Poliklinik Spesialis Penyakit Dalam

6
2) Poliklinik Bedah Ortopedi
3) Poliklinik Bedah Umum
4) Poliklinik Bedah Tumor
5) Poliklinik Bedah Urologi
6) Poliklinik Onkologi Kebidanan dan Penyakit Kandungan
7) Poliklinik Kebidanan & Kandungan
8) Poliklinik Spesialis Anak
9) Poliklinik Spesialis Mata
10) Poliklinik Spesialis THT
11) Poliklinik Syaraf
12) Poliklinik Kulit dan Kelamin
13) Poliklinik Spesialis Jiwa
14) Poliklinik Spesialis Jantung
15) Poliklinik Spesialis Gigi
16) Poliklinik Paru
17) Poliklinik Bedah Plastik
18) Poliklinik Penyakit Dalam
e. Pelayanan Rawat Inap
1) Perawatan VIP & VIP Utama
2) Perawatan kelas I,II,III
3) Perawatan penyakit dalam
4) Perawatan anak
5) Perawatan bedah
6) Perawatan ICU/ICCU
7) Perawatan kebidanan
8) Perawatan neonatus / NICU
f. Pelayanan Penunjang
1) Intalasi laboratorium klinik
2) Instalasi radiologi
3) Instalasi kamar bedah
4) Instalasi farmasi (Apotik)
5) Instalasi Gizi
6) Laundry

7
7) Central Sterilized Suplay Departemen (CSSD)
8) Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPS RS)
9) Instalasi Pemeliharaan Kesehatan Lingkungan
10) Bank Darah
11) Kasir
12) Hemodialisa
13) Instalasi Rehabilitasi Medis
5. Struktur Organisasi
Bagan 2.1
Struktur Organisasi

8
BAB III
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Lansia dan Proses Menua


Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang yang
telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok
yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process
atau proses penuaan.
Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena
faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani,
rohani maupun sosial (Nugroho, 2012).
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-
tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin
rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan,
pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring
meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada
kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity
of daily living (Fatimah, 2010).

B. Teori Proses Menua


Menurut Depkes RI (2016) tentang proses menua yaitu:
1. Teori – teori biologi
a. Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies –
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
diprogram oleh molekul – molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel.

b. Pemakaian dan rusak

9
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah
(rusak).
c. Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi
suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan
terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan
sakit.
d. Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia
dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan
organ tubuh.
e. Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan
tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha
dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
f. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen
bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas
ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
g. Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan
ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini
menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
h. Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelahsel-sel tersebut mati.
2. Teori kejiwaan sosial
a. Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat
dilakukannya. Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran

10
optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia berupa
mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar
tetap stabil.
b. Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada
lansia. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada
seseorang yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang
dimiliki.
c. Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial
lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga
sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni: (1) Kehilangan
peran; (2) Hambatan kontak sosial; (3) Berkurangnya kontak
komitmen.

C. Batasan Lanjut Usia


Menurut Nugroho (2008) ada beberapa pendapat para ahli mengenai batasan
lanjut usia diantaranya :
1. Menurut World Health Organization (WHO), ada empat tahapan
lanjut usia yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
2. Menurut Koesoemanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan
sebagai berikut:
a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) yaitu usia 18/20-25 tahun
b. Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia 25-60/65 tahun)
c. Lanjut usia (geriatric age) yaitu usia lebih dari 65/70 tahun, terbagi:
i. Usia 70-75 tahun (young old)
ii. Usia 75-80 tahun (old)

11
iii. Usia lebih dari 80 tahun (very old)
3. Menurut Hurlock, perbedaan lanjut usia terbagi dalm dua tahap
yaitu:
a. Early old age (usia 60-70 tahun)
b. Advanced old age (usia 70 tahun ke atas)

D. Karakteristik Lansia

Lansia memiliki karakteristik yang berusia lebih dari 60 tahun, kebutuhan


dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, kebutuhan
biopsikososial dan spiritual, kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif (Maryam,
2008).

E. Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari:
a. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun lebih dengan
masalah kesehatanLansia potensial ialah lansia yang masih mampu
melakukan pekerjaan dan kegiatan yang dapat mengahasilkan barang atau
jasa
d. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain

F. Ciri-Ciri Lansia
Menurut Depkes RI (2016), ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
1. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis
sehingga motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada
lansia. Misalnya lansiayang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan
kegiatan, maka akanmempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada

12
juga lansia yang memilikimotivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada
lansia akan lebih lama terjadi.
2. Lansia memiliki status kelompok minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap
lansiadan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang
lebih senangmempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat
menjadi negatif, tetapiada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada
orang lain sehingga sikap sosialmasyarakat menjadi positif.
3. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasarkeinginan sendiri
bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.
Misalnya lansiamenduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai Ketua RW,
sebaiknya masyarakattidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena
usianya.
4. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkankonsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk.Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat
penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh: lansia yang tinggal
bersama keluarga sering tidak dilibatkan untukpengambilan keputusan karena
dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yangmenyebabkan lansia menarik
diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkanmemiliki harga diri yang
rendah.

G. Perubahan-perubahan pada Lansia


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia,
tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan seksual
(Azizah dan Lilik M, 2011).
1. Perubahan Fisik
a. Sistem Indra
Sistem pendengaran:Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh
karenahilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,

13
terutamaterhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak
jelas, sulitdimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
Sistem Integumen

Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastiskering dan


berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis
danberbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan
glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal
dengan liver spot.

b. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaringan penghubung
(kolagendan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai
pendukungutama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat
mengalamiperubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.

i. Kartilago: jaringan kartilagopada persendian menjadi lunak dan


mengalami granulasi, sehingga permukaansendi menjadi rata.
Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dandegenerasi yang
terjadi cenderung kearah progresif,konsekuensinya kartilagopada
persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.
ii. Tulang: berkurangnyakepadatan tulang setelah diamati adalah bagian
dari penuaan fisiologi, sehinggaakan mengakibatkan osteoporosis dan
lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri,deformitas dan fraktur.
iii. Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangatbervariasi, penurunan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringanpenghubung dan
jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.
iv. Sendi: pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligamen
dan fasiamengalami penuaan elastisitas.
c. Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa
jantungbertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga
peregangan jantungberkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan
ikat. Perubahan inidisebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA

14
Node dan jaringankonduksi berubah menjadi jaringan ikat.
d. Sistem Respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas
total parutetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengkompensasi kenaikanruang paru, udara yang mengalir ke paru
berkurang. Perubahan pada otot,kartilago dan sendi torak mengakibatkan
gerakan pernapasan terganggu dankemampuan peregangan toraks
berkurang.
e. Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan
produksisebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi,
indra pengecap menurun, rasa lapar menurun
(kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makinmengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
f. Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan.
Banyak fungsi yangmengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi,
ekskresi, dan reabsorpsi olehginjal.
g. Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi
yang progresifpada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan
koordinasi dankemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
h. Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya
ovary danuterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki- laki testis masih dapat
memproduksispermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-
angsur.
2. Perubahan Kognitif: (1) Daya Ingat (Memory); (2) IQ (Intellegent
Quotient); (3) Kemampuan Belajar (Learning); (4) Kemampuan
Pemahaman (Comprehension); (5)Pemecahan Masalah (Problem
Solving); (6) Pengambilan Keputusan (Decision Making);
(7)Kebijaksanaan (Wisdom); (8)Kinerja (Performance);
(9)Motivasi (Motivation)

15
3. Perubahan mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :


a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (hereditas)
e. Lingkungan
f. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
keluarga.
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran
diri,perubahan konsep diri. Perubahan spiritual agama atau kepercayaan
makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakinmatang (mature)
dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir danbertindak
sehari-hari.
4. Perubahan Psikososial
a. Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal
terutama jikalansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita
penyakit fisik berat,gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama
pendengaran.
b. Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan
kesayangandapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah
rapuh pada lansia. Hal tersebutdapat memicu terjadinya gangguan fisik dan
kesehatan.
c. Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu
diikuti dengankeinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu
episode depresi. Depresijuga dapat disebabkan karena stres lingkungan dan
menurunnya kemampuanadaptasi.

16
d. Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas
umum,gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif,
gangguan-gangguantersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan
berhubungandengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping
obat, atau gejalapenghentian mendadak dari suatu obat.
e. Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham
(curiga), lansiasering merasa tetangganya mencuri barang- barangnya atau
berniatmembunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi
ataumenarik diri dari kegiatan sosial.
f. Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku
sangatmengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia
bermain-main dengan feses dan urinnya, sering
menumpuk barang dengan tidak teratur.Walaupun telah dibersihkan,
keadaan tersebut dapat terulang kembali.

H. Tujuan Pelayanan Kesehatan pada Lansia


Tujuan pelayanan kesehatan pada lansia menurut Depkes RI (2016) terdiri dari :
a. Mempertahankan derajat kesehatan para lansia pada taraf yang setinggi-
tingginya,sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
b. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas-aktifitas fisik dan mental.
c. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lansia yang menderita
suatupenyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kemandirian
yangoptimal.
d. Mendampingi dan memberikan bantuan moril dan perhatian pada lansia
yang beradadalam fase terminal sehingga lansia dapat mengadapi kematian
dengan tenang danbermartabat.Fungsi pelayanan dapat dilaksanakan pada
pusat pelayanan sosial lansia, pusat informasi pelayanan sosial lansia, dan
pusat pengembangan pelayanan sosial lansiadan pusat pemberdayaan
lansia.

17
LAPORAN PENDAHULUAN
ARTRITIS REUMATOID

A. PENGERTIAN ARTRITIS REUMATOID


Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi.
Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi.
Sedangkan Reumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam
sendi (Gordon, 2002). Engram (1998) mengatakan bahwa, Reumatoid arthritis adalah
penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi
dari membran sinovial dari sendi diartroidial.
Reumatoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang
manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga
melibatkan seluruh organ tubuh.(Hidayat, 2006)
Artritis Reumatoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya
sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam
sendi.(www.medicastore.com). Reumatik adalah gangguan berupa kekakuan,
pembengkakan, nyeri dan kemerahan pada daerah persendian dan jaringan sekitarnya
(Adellia, 2011).

B. KLASIFIKASI ARTRITIS REUMATOID


Buffer (2010) mengklasifikasikan reumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Reumatoid arthritis klasik, pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2. Reumatoid arthritis defisit, pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3. Probable Reumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.

18
4. Possible Reumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1. Stadium sinovitis, pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial
yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun
istirahat, bengkak dan kekakuan.
2. Stadium destruksi, pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial
terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3. Stadium deformitas, pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan
berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

C. ETIOLOGI ARTRITIS REUMATOID


Hingga kini penyebab Remotoid Artritis (RA) tidak diketahui, tetapi beberapa
hipotesa menunjukan bahwa RA dipengaruhi oleh faktor-faktor :
1. Mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGc dan faktor
Reumatoid
2. Gangguan Metabolisme
3. Genetik
4. Faktor lain : nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan psikososial)
Penyebab penyakit Reumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun
faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor
metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).
Adapun Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkena nya artritis
reumatoid adalah;
1. Jenis Kelamin.
Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki. Perbandingannya adalah 2-
3:1.
2. Umur.
Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun. Namun
penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (artritis reumatoid
juvenil)
3. Riwayat Keluarga.

19
Jika terdapat anggota keluarga yang terkena RA, maka resiko terjadinya penyakit
ini lebih tinggi.
4. Merokok.
Merokok dapat meningkatkan risiko terkena artritis reumatoid.

D. PATOFISIOLOGI ARTRITIS REUMATOID


Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama
terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam
sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema,
proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan
menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah
menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut
terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti
vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular.  Peradangan yang berkelanjutan,
sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi.  Pada
persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. 
Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang
menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis. 
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi.  Bila
kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena
jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).  Kerusakan kartilago dan tulang
menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau
dislokasi dari persendian.  Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan
osteoporosis setempat.
Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya
masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari
serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil
individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus
menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long, 1996).

Pathway Artritis Reumatoid

20
E. TANDA DAN GEJALA ARTRITIS REUMATOID
Pasien-pasien dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala seperti :
1. Nyeri persendian
2. Bengkak (Reumatoid nodule)
3. Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari
4. Terbatasnya pergerakan
5. Sendi-sendi terasa panas
6. Demam (pireksia)
7. Anemia
8. Berat badan menurun
9. Kekuatan berkurang
10. Tampak warna kemerahan di sekitar sendi
11. Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal
12. Pasien tampak anemik
Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala seperti :
1. Gerakan menjadi terbatas
2. Adanya nyeri tekan
3. Deformitas bertambah pembengkakan
4. Kelemahan

21
5. Depresi

F.     KOMPLIKASI ARTRITIS REUMATOID


1. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya prosesgranulasi di
bawah kulit yang disebut subcutan nodule.
2. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
3. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.
4. Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan oleh
adanya darah yang membeku.
5. Terjadi splenomegali.
6. Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar kemampuannya untuk
menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih dan trombosit dalam sirkulasi
menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan meningkat.

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs,
DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis
reumatoid.
Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan
mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG ARTRITIS REUMATOID


1.  Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi anemia dan leukositosis,
Reumatoid faktor, terjadi 50-90% penderita
2.  Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi
sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang
menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan
osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
3.  Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
4.  Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi
tulang pada sendi

22
5.  Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal:
buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-produk
pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen
( C3 dan C4 ).
6.  Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.
7.  Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau atroskopi;
cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan kurang kental
dibanding cairan sendi yang normal.
Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang
mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6
minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada
foto rontgen
Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi pada penegakan
diagnosis Reumatoid arthritis, yaitu nodul Reumatoid, inflamasi sendi yang ditemukan
pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaaan laboratorium
menunjukkan peninggian laju endap darah dan factor Reumatoid yang positif sekitar 70%;
pada awal penyakit faktor ini negatif. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4
menurun. Pemeriksaan C- reaktifprotein (CRP) dan antibody antinukleus (ANA) dapat
menunjukan hasil yang positif. Artrosentesis akan memperlihatkan cairan sinovial yang
keruh, berwarna mirip susu atau kuning gelap dan mengandung banyak sel inflamasi,
seperti leukosit dan komplemen (Smeltzer & Bare, 2002). Pemeriksaan sinar-X dilakukan
untuk membantu penegakan diagnosis dan memantau perjalanan penyakitnya. Foto rongen
akan memperlihatkan erosi tulang yang khas dan penyempitan rongga sendi yang terjadi
dalam perjalanan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).

23
H.       PENATALAKSANAAN ARTRITIS REUMATOID
Tujuan utama terapi adalah:
1.  Meringankan rasa nyeri dan peradangan
2.  memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal penderita.
3.  Mencegah atau memperbaiki deformitas
Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang merupakan
sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut yaitu:
1.  Istirahat
2.  Latihan fisik
3.  Panas
4.  Pengobatan
a.  Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar salisilat serum yang
diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml
b.  Natrium meningkatkan toleransi saluran cerna terhadap terapikolin dan asetamenofen
obat
c.   Obat mengatasianti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200 – 600 mg/hari
keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing sehingga menurunkan kebutuhan steroid yang
diperlukan.
d.  Garam emas
e.  Kortikosteroid
5.  Nutrisi diet untuk penurunan berat badan yang berlebih
Bila Reumatoid artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan sendi, pembedahan
dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi. Pembedahan dan
indikasinya sebagai berikut:
a.  Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk mempertahankan fungsi
sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali inflamasi.
b.  Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.
c.   Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan tangan.
d.  Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali dataran pada persendian.

Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai penyakitnya dan


penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik antara

24
pasien dan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya.
Tanpa hubungan yang baik akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien
untuk tetap berobat dalam suatu jangka waktu yang lama (Mansjoer, dkk. 2001).

Penanganan medik pemberian salsilat atau NSAID dalam dosis terapeutik.


Kalau diberikan dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-obat ini akan memberikan
efek anti inflamasi maupun analgesik. Namun pasien perlu diberitahukan untuk
menggunakan obat menurut resep dokter agar kadar obat yang konsisten dalam
darah bisa dipertahankan sehingga keefektifan obat anti-inflamasi tersebut dapat
mencapai tingkat yang optimal (Smeltzer & Bare, 2002).

Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan Reumatoid arthritis


menuju pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada stadium penyakit yang
lebih dini. Kesempatan bagi pengendalian gejala dan perbaikan penatalaksanaan
penyakit terdapat dalam dua tahun pertama awitan penyakit tersebut (Smeltzer &
Bare, 2002).

Menjaga supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari,


sebaiknya digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari. Dengan air hangat
pergerakan sendi menjadi lebih mudah bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa
mencegah datangnya penyakit ini, seperti: tidak melakukan olahraga secara
berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil, menjaga asupan makanan selalu
seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama banyak memakan ikan laut.
Mengkonsumsi suplemen bisa menjadi pilihan, terutama yang mengandung Omega
3. Didalam omega 3 terdapat zat yang sangat efektif untuk memelihara persendian
agar tetap lentur.

ASUHAN KEPERAWATAN ARTRITIS REUMATOID


I.     PENGKAJIAN ARTRITIS REUMATOID
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna
kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
2. Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial

25
  Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
  Catat bila ada krepitasi
  Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
o  Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
  Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
  Ukur kekuatan otot
o  Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
o  Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pad
pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan adanya
kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah.
Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body
image dan harga diri klien.

Data dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ-
organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi
akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya. Pengkajian 11
Pola Gordon
1.    Pola Persepsi Kesehatan- Pemeliharaan Kesehatan
         Apakah pernah mengalami sakit pada sendi-sendi?
         Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya?
         Riwayat keluarga dengan RA
         Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
         Riwayat infeksi virus, bakteri, parasit dll
2.    Pola Nutrisi Metabolik
         Jenis, frekuensi, jumlah makanan yang dikonsumsi (makanan yang banyak
mengandung pospor(zat kapur), vitamin dan protein)
         Riwayat gangguan metabolic
3.    Pola Eliminasi
         Adakah gangguan pada saat BAB dan BAK?
4.    Pola Aktivitas dan Latihan
         Kebiasaan aktivitas sehari-hari sebelum dan sesudah sakit

26
         Jenis aktivitas yang dilakukan
         Rasa sakit/nyeri pada saat melakukan aktivitas
         Tidak mampu melakukan aktifitas berat
5.    Pola Istirahat dan Tidur
         Apakah ada gangguan tidur?
         Kebiasaan tidur sehari
         Terjadi kekakuan selama 1/2-1 jam setelah bangun tidur
         Adakah rasa nyeri pada saat istirahat dan tidur?
6.    Pola Persepsi Kognitif
         Adakah nyeri sendi saat digerakan atau istirahat?
7.    Pola Persepsi dan Konsep Diri
         Adakah perubahan pada bentuk tubuh (deformitas/kaku sendi)?
         Apakah pasien merasa malu dan minder dengan penyakitnya?

8.    Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama


         Bagaimana hubungan dengan keluarga?
         Apakah ada perubahan peran pada klien?
9.    Pola Reproduksi Seksualitas
         Adakah gangguan seksualitas?
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
         Adakah perasaan takut, cemas akan penyakit yang diderita?
11. Pola Sistem Kepercayaan
         Agama yang dianut?
         Adakah gangguan beribadah?
         Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada Tuhan

J.    DIAGNOSA KEPERAWATAN ARTRITIS REUMATOID


1.    Nyeri berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi cairan/
proses inflamasi, destruksi sendi.
2.    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri, penurunan,
kekuatan otot.

27
3.    Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan perubahan
kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi,
ketidakseimbangan mobilitas.
4.    Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan
kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
5.    Kebutuhan pembelajaran mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi.

28
RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosis Perencanaan

Keperawatan Tujuan Intervensi

1. Nyeri akut b.d agen Label: tingkat nyeri Label: manajemen nyeri
cidera fisik
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan
diharapkan tingkat nyeri klien dapat berkurang keparahan nyeri sebelum mengobati nyeri.
dengan kriteria hasil: 2. Cak adanya riwayat alergi obat.
3. Evaluasi kemampuan pasien untuk berperan
Indicator awal hasil serta dalam pemilihan analgesic yang
diresepkan.
Tidak bias 3 5 4. Berikan analgesic sesuai waktu paruhnya.
beristirahat 5. Susun harapan yang positif mengenai
keefektifan analgesic untuk mengoptimalkan
Ekspresi 3 5 respon pasien.
nyeri wajah
Nyeri yang 2 5
dilaporkan

Skala indicator:
1= berat
2= cukup berat
3= sedang
4= ringan
5= tidak ada
2.
Hambatan mobilitas
fisik b.d keengganan Label : pergerakan Label : perawatan tirah baring
memulai pergerakan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24
d.d keterbatasan
jam diharapkan pergerakan pasien tidak teganggu
rentang gerak. Aktivitas-aktivitas :
ditandai dengan :
1. Jelaskan alasan diperlakukannya tirah baring
2. Posisikan sesuai body alignment yang tepat
3. Hindari menggunakan kain linen yang teksturnya
Indikator A T
kasar
Keseimbangan 1 4
4. Aplikasikan alat untuk mencgah terjadinya
Cara berjalan 1 4 footdrop
Bergerak dengan mudah 1 4 5. Letakan lampu panggilan berada dijangkauan
Kinerja pengaturan tubuh 1 4 pasien.
6. Balikan pasien sesuai dengan kondisi kulit
7. Balikan pasien yang tidak dapat mobilisasi setiap
Keterangan :
2 jam, sesuai dengan jadwal yang spesifik.
1. Sangat terganggu 8. Monitor kondisi kulit

30
2. Banyak terganggu 9. Ajarkan latihan di tempat tidur denagn cara yang
3. Cukup terganggu tepat.
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu

31
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Dx. Hari/Tgl/Wk Implementasi Evaluasi


No Keperawatan t
1 Nyeri akut b.d Selasa, 1. Menentukan lokasi, karakteristik, kualitas 13.00 WIB
agen cidera dan keparahan nyeri sebelum mengobati S:
05 desember
fisik nyeri. - klien mengatakan bahwa nyeri sdh mulai
2020 2. Mengecek adanya riwayat alergi obat. berkurang berkurang, namun masih belum
3. Mengevaluasi kemampuan pasien untuk bisa beristirahat dengan nyaman
08.30 WIB
berperan serta dalam pemilihan analgesic O:
s.d yang diresepkan. - Wajah klien masih tampak seperti
4. Memberikan analgesic sesuai waktu menahan sakit
09.30 WIB
paruhnya. - Skala nyeri 4
5. Menyusun harapan yang positif mengenai
keefektifan analgesic untuk
mengoptimalkan respon pasien Masalah blm teratasi, intervensi dilanjutkan

P:
Intervensi yang dilanjutkan:
- Mengecek adanya riwayat alergi obat.
- Mengevaluasi kemampuan pasien untuk
berperan serta dalam pemilihan analgesic
yang diresepkan.
- Memberikan analgesic sesuai waktu
paruhnya.
- Menyusun harapan yang positif

32
mengenai keefektifan analgesic untuk
mengoptimalkan respon pasien

2. Selasa, 18.00 WIB


Hambatan
05 desember 1. Jelaskan alasan diperlakukannya tirah S:
mobilitas fisik
2020 baring
b.d - klien mengatakan susah untuk berbaring
08.30 WIB 2. Posisikan sesuai body alignment yang
keengganan - klien mengatakan takut untuk melakukan
s.d tepat
memulai pergerakan
09.30 WIB 3. Hindari menggunakan kain linen yang
pergerakan O:
teksturnya kasar
d.d - Td: 110/60 mmHg
4. Aplikasikan alat untuk mencgah
keterbatasan - N:82 x/m
terjadinya footdrop
rentang gerak. - Rr:22 x/m
5. Letakan lampu panggilan berada
- T:38,4
dijangkauan pasien.
6. Balikan pasien sesuai dengan kondisi
A: masalah belum teratasi
kulit
P: Lanjutkan intervensi
7. Balikan pasien yang tidak dapat
1. Hindari menggunakan kain linen yang
mobilisasi setiap 2 jam, sesuai dengan
teksturnya kasar
jadwal yang spesifik.
2. Aplikasikan alat untuk mencgah
8. Monitor kondisi kulit
terjadinya footdrop
9. Ajarkan latihan di tempat tidur denagn
3. Letakan lampu panggilan berada
cara yang tepat.

33
dijangkauan pasien.
4. Balikan pasien sesuai dengan kondisi
kulit
5. Balikan pasien yang tidak dapat
mobilisasi setiap 2 jam, sesuai dengan
jadwal yang spesifik.
6. Monitor kondisi kulit
7. Ajarkan latihan di tempat tidur denagn
cara yang tepat.

34
TANGGAL &
DIAGNOSA EVALUASI PARAF
WAKTU

Nyeri akut b.d Rabu, 06 S: Dwi


agen cidera desember 2020 klien mengatakan nyeri
fisik
09.00 dadanya menghilang
O:
- Klien tampak lebih segar
- tidak ada nyeri tekan
- Td: 120/80
- N:82 x/menit
- Rr:22 x/menit
- T: 37 C

A: Masalah teratasi
P: intervensi selesai
Hambatan Rabu, 06 S: Dwi
mobilitas fisik desember 2020 klien mengatakan muali bisa
b.d
09.00 menggerakan badannya
keengganan
memulai O:
pergerakan d.d
- Klien tampak lebih segar
keterbatasan
rentang gerak. - tidak ada nyeri tekan
- Td: 120/80
- N:82 x/menit
- Rr:22 x/menit
- T: 37 C

A: Masalah teratasi
P: intervensi selesai

35
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2007. BUKU AJAR FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi 11.
Alih bahasa : Irawati, et al. Jakarta : EGC

Harris ED Jr., 1993, Etiology and Pathogenesis of Reumatoid Arthritis. Dalam: Textbook of
Rheumatology.Philadhelpia:Saunders Co

Hirmawan, Sutisna., 1973. PATOLOGI. Jakarta : Bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, pp : 437, 1

Hollmann DB. Arthritis & musculoskeletal disorders. In: Tierney LM, McPhee, Papadakis MA
(Eds): Current Medical Diagnosis & Treatment, 34 th ed., Appleton & Lange, International
Edition, Connecticut 2005, 729-32.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC. 2002.

Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L., 2007. BUKU AJAR PATOLOGI Edisi 7. Jakarta : EGC

Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, Wahyu I., Setiowulan, W., 2000. KAPITA SELEKTA
KEDOKTERAN Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta : Media Aesculapius

Nasution..1996.Aspek Genetik Penyakit Reumatik dalam Noer S (Editor) Buku Ajar Penyakit
Dalam Jilid I. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

Price, SA. Dan Wilson LM., 1993, Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit bag 2.
Jakarta: EGC

36

Anda mungkin juga menyukai