Disusun Oleh:
Pembimbing:
i
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 30101206721
Mengetahui,
dr. Luh Putu Endyah Santi M., Sp. Rad dr. Luh Putu Endyah Santi M., Sp. Rad
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-
Nya, yang memungkinkan laporan kasus berjudul Seorang Pasien Laki-laki
dengan Sirosis Hepatis disertai Splenomegali dan Ascites ini dapat diselesaikan
tepat waktu.
Laporan kasus ini disusun pada saat melaksanakan kepaniteraan klinik Ilmu
Radiologi di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang pada periode 19 Juni
2017 17 July 2017, dengan berbekalkan pengetahuan, bimbingan, serta
pengarahan yang diperoleh baik selama kepaniteraan maupun pada saat kuliah
pra-klinik.
Banyak pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan laporan kasus
ini, dan untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
dr. Luh Putu Endyah Santi M., Sp. Rad, selaku pembimbing laporan kasus
dr. Oktina Rachmi Dachliana, Sp. Rad dan dr. Lia Sasdesi M., Sp. Rad
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Pada kasus sirosis hepatis, salah satu komplikasi utamanya adalah ascites.
Hal ini disebabkan oleh karena kegagalan hepar pada sirosis hepatis dalam
1
memproduksi albumin yang berfungsi menjaga tekanan koloid osmotik sehingga
mengakibatkan hipoalbuminemia. Pada ascites terjadi akumulasi cairan akibat
hipoalbuminemia, yang menyebabkan ekstravasasi cairan dari intrasel menuju
ekstrasel di rongga abdomen.5
Pada penyajian kasus ini akan dibahas mengenai sirosis hepatis disertai
splenomegali dan ascites dengan harapan dapat menambah informasi tentang
imejing sirosis hepatis disertai splenomegali dan ascites, sehingga dapat
membantu dalam mendiagnosisnya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Lobus hepatis sinistra adalah lobus hepar yang berada di sebelah kiri
ligamentum falciforme hepatis . Lobus ini lebih kecil dan pipih jika dibandingkan
dengan lobus hepatis dextra. Letaknya adalah di regio epigastrium dan sedikit
pada regio hyochondrium sinistra. Pada lobus ini, terdapat impressio gastric, tuber
omentale, dan appendix fibrosa hepatis. Bagian yang tidak diliputi oleh
peritoneum disebut bare area.
Vascularisasi hepar oleh.5
1. Circulasi portal
2. A. Hepatica communis
3. Vena portae hepatis
4. Vena hepatica
Innervasi hepar oleh :
1. Nn. Splanchnici (simpatis)
2. N. Vagus dexter et sinister (chorda anterior dan chorda posterior), dan
3. N. Phrenicus dexter (viscero-afferent)
Apparatus excretorius hepatis adalah:
1. Vessica fellea
2. Ductus cysticus
3. Ductus hepaticus, dan
4. Ductus choledochus
4
7. Fungsi hepar sebagai fagositosis dan imunitas
8. Fungsi hemodinamik
2.3.2. Epidemiologi
Laporan statistik Center for Disease Control and Prevention,
penyakit kronik hati dan sirosis adalah penyebab utama ke-12 yang
mengakibatkan sekitar 26 ribu kematian setiap tahunnya di Amerika.
Insidensi keseluruhan sirosis hati di Amerika diperkirakan 360 per
100.000 penduduk. Pada tahun 2004 jumlah pasien sirosis hati di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta sekitar 4,1% dari keseluruhan pasien yang
dirawat di bagian penyakit dalam.9
Penelusuran terhadap catatan medik tahun 2010, terdapat 69
pasien sirosis rawat jalan di rumah sakit Dr. Sardjito Yogyakarta dan 94
pasien rawat inap. Usia terbanyak berkisar 40 sampai dengan 60 tahun
(data tidak dipublikasikan). Menurut Kusumobroto (2007) secara
keseluruhan rata-rata prevalensi sirosis hati adalah 3,5% dari seluruh
pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam atau 47,4% dari seluruh
pasien dengan penyakit hati yang dirawat, usia rata-rata 44 tahun
dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 2,1:1.14
2.3.3. Klasifikasi
Klasifikasi morfologi jarang dipakai karena sering tumpah tindih
satu sama lain. Sirosis mikronoduler yaitu nodul berbentuk uniform,
diameter kurang dari 3 mm. Penyebabnya antara lain : alkoholisme,
5
hemokromatosis, obstrusi bilier, obstruksi vena hepatika. Sirosis
makronoduler, nodul bervariasi dengan diameter lebih dari 3 mm.
Penyebabnya antara lain hepatitis B kronik, hepatitis C kronik,
defisiensi c-1 antitripsin, sirosis bilier primer dan sirosis campuran
kombinasi antara mikronoduler dan makronoduler. Sirosis
mikronoduler sering berkembang menjadi sirosis makronoduler.3,10,12
Klasifikasi etiologi paling banyak dipakai dalam klinik. Dengan
menggabungkan data klinis, biokomia, histologi dan epidemiologi
penyebab sirosis sebagian besar dapat ditentukan. Di lndonesia banyak
penelitian menunjukan bahwa hepatitis B dan C merupakan penyebab
sirosis yang paling menonjol dibanding penyakit hati alkoholik. Banyak
kasus sirosis kriptogenik ternyata disebabkan oleh perlemakan hati non-
alkoholik (Non Alcoholic Fatty Liver Disease/NAFLD).3,9,10
2.3.4. Etiologi
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh banyak keadaan, antara
lain: konsumsi alkohol, virus hepatitis B dan C, gangguan imunologis,
zat hepatotoksik, dan lain-lain.
Tabel 1. Etiologi dari sirosis hepatis1
Penyakit infeksi
-Bruselosis
-Ekinokokus
-Skistosomiasis
-Toksoplasmosis
-Hepatitis virus (hepatitis B, C, D, sitomegalovirus)
Penyakit keturunan dan metabolik
-Defisiensi 1 antitrypsin
-Sindrom fanconi
-Galaktosemia
-Penyakit gaucher
-Penyakit simpanan glikogen
-Hemokromatosa
-Intoleransi fruktosa herediter
-Penyakit wilson
Obat dan toksin
-Alkohol
6
-Amiodaron
-Arsenik
-Obstruksi bilier
-NAFLD
-Sirosis bilier primer
-Kolangitis sklerosis primer
Penyakit lain atau tidak terbukti
-Penyakit usus inflamasi kronik
-Fibrosis kistik
-Pintas jejunoileal
-Sarkoidosis
2.3.5. Patofisiologi6
Hepar dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian,
kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam
keadaan yang kronis atau perlukaan hepar yang terus menerus yang
terjadi pada peminum alcohol aktif. Hepar kemudian merespon
kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang
mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans. Sel stellata
berperan dalam membentuk ekstraselular matriks ini. Pada cedera yang
akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga
ditemukan pembengkakan pada hepar. Namun, ada beberapa parakrine
faktor yang menyebabkan sel stellata menjadi sel penghasil kolagen.
Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh hepatocytes, sel Kupffer,
dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cedera berkepanjangan.
Sebagai contoh peningkatan kadar sitokin transforming growth factor
beta 1 (TGF-beta1) ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C kronis
dan pasien sirosis. TGF-beta1 kemudian mengaktivasi sel stellata untuk
memproduksi kolagen tipe 1 dan pada akhirnya ukuran hepar menyusut.
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan
berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatic menyebabkan
kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel
stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup
besar untuk menekan daerah perisinusoidal Adanya kapilarisasi dan
7
kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada
banyak vena di hepar sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel
hepar dan pada akhirnya sel hepar mati, kematian hepatocytes dalam
jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hepar yang
rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena
pada hepar akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan
keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis.
2.3.7. Komplikasi
8
Sirosis hepatis jika bekembang progresif, maka gambaran klinis,
prognosis dan pengobatan tergantng pada 2 kelompok besar komplikasi,
yaitu :19
1. Kegagalan hati (hepatoseluler); timbul spider navi, eritema
palmaris,
atrofi testis, ginekomastia, ikterus, ensefalopati, dll
2. Hipertensi portal; dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran
pembuluh vena esofagus/cardia, caput medusa, hemorid, vena
kolateral dinding perut.
3. Ascites
4. Ensfalopati
5. Peritonitis bacterial spontan
6. Sindrom hepatorenal
7. Transformasi ke arah kanker hati primer (hepatoma)
2.3.8. Diagnosa
Kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis sirosis hepatis
pada stadium kompensasi sempurna. Pada saat ini penegakan diagnosis
sirosis hepatis terdiri dari pemeriksaan fisik, laboratorium dan
ultrasonografi (USG). Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan
biopsi hepar atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis
kronik aktif yang berat dengan sirosis hepatis dini. Ultrasonografi
(USG) merupakan salah satu sarana non invasif yang sudah secara rutin
digunakan. Pemeriksaan hepar yang bisa dinilai dengan USG meliputi
sudut hepar, permukaan hepar, ukuran, homogenitas dan adanya massa.
Pada sirosis hepar fase lanjut, hepar akan tampak mengecil dan nodular,
permukaan ireguler dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hepar.
Selain itu, USG juga dapat untuk menentukan adanya ascites,
splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta serta
skrining adanya karsinoma hepar.9
9
b. Ekhoparenkim hepar tampak a. Ireguleritas kontur
kasar disertai pembesaran lobus eksternal lobus sinistra
sinistra.
10
2.3.9. Tatalaksana
Penatalaksanaan yang optimal merupakan salah satu kunci untuk
survival pada pasien sirosis hati dekompensata sehingga mempengaruhi
prognosis. Terapi ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit,
menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi.9
Tatalaksana sirosis hepatis kompensata ditujukan untuk
menghilangkan etiologi, diantaranya : alkohol dan bahan-bahan toksik lain.
Pada kasus sirosis hepatis pasien diberikan diet cair tanpa protein, rendah
garam serta pembatasan jumlah cairan kurang lebih 1 liter per hari. Diet
protein tidak diberikan pada pasien yang mengalami ensefalopati hepatikum
sehingga protein yang dapat dipecah menjadi amonia di dalam tubuh
dikurangi. Pembatasan pemberian garam juga dilakukan agar gejala ascites
yang dialami pasien tidak memberat. Diet cair dapat diberikan pada pasien
yang mengalami perdarahan saluran cerna. Hal ini dilakukan karena salah
satu faktor resiko yang dapat menyebabkan pecahnya varises adalah makanan
yang keras dan mengandung banyak serat.
11
Gambar 3. Pemeriksaan USG cairan bebas pada rongga
abdomen kuadran kanan atas. (Diambil dari22)
12
Gambar 4. Pemeriksaan USG cairan bebas pada rongga
abdomen kuadran kanan atas. (Diambil dari13)
13
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. S
Usia : 59 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
No. RM : 375xxx
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama
14
makan menurun, berat badan berkurang drastis, mual dan muntah
dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk ke rumah sakit. BAB lembek
berwarna putih, BAK warna seperti the. Pasien sebelumnya telah dirawat
di RSUD Kota Semarang dengan keluhan yang sama pada bulan Agustus
2017.
Riwayat Sosioekonomi
15
Status Generalisata
Suhu : 37 C
Nadi : 95x/menit
Pernapasan : 20x/menit
GCS : E4M6V5
o Status Antropometrik
Kepala : mesocephal.
Mata : Ikterik (+)
Telinga : discharge (-).
Hidung : septum deviasi (-).
Tenggorokan : faring hiperemi (-).
Leher : pembesaran kelenjar limfe - / -.
Kulit : Jaundice (+)
Dada :
Inspeksi : simetris statis dinamis.
Palpasi : sterm fremitus kanan = kiri.
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru.
16
Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan (-).
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tak tampak.
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 2 cm medial LMCS.
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal.
Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, bising (-), gallop (-).
Abdomen :
Inspeksi : cembung, venektasi (-), distensi (+).
Palpasi : shifting dullness (+), hepar ukuran normal, lien membesar
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra - / -. Throbe space
percussion(+), Ketok ginjal (+)
Auskultasi : bising usus normal.
- GDS : 85
17
- SGOT : 83 u/L (H)
HBsAg : (+)
Pemeriksaan Radiologi
- USG Abdomen
18
19
Hepar
Vesika Felea
Lien
Pankreas
Ginjal Kanan
Ginjal Kiri
Aorta
Vesika Urinaria
20
Kesan:
3.4. Tatalaksana
- Curcuma 3x1
- Spironolakton 3x100mg
- Propanolol 3x40mg
21
BAB IV
PEMBAHASAN
22
.
DAFTAR PUSTAKA
23
11. Caroline R, Taylor. Chirrosis: Imaging. 2009 Available at:
http://www.emedicine.medscape.com/article/366426 -imaging. Diakses
tanggal 20 Agustus 2016.
12. Nurdjanah, S. 2009. Sirosis hati dalam: Aru, W.S., Bambang, S., Idrus, A.,
Marcellus, S., Siti, S. (Eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat
Penerbitan Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, p 668-673.
13. Sherlock S : Liver Cirrhotic. ln Disease of The Liver and Biliary
System.1990. p 419-434.
14. Riley lll TS and Bhatti AM : Preventive Strategies in Chronic Liver
Disease , Am Fam Phy J,Vol 64,2001,p 1735-1740.
15. Sebastiani, G., 2009. Non-invasive assessment of liver fibrosis in chronic
liver disease: Implementation in clinical practice and decisional
algorithms. World J Gastroenterol, 15(18): 2190-2203.
16. DAmico, G.; Garcia- Tsao, G. & Pagliaro, L. 2006. Natural history and
prognosticindicators of survival in cirrhosis: A systematic review of 118
studies. Journal of Hepatology. Vol. 44, No. 1, (Jan), p. 217-31
17. Kusumobroto, H. O. 2007, Sirosis Hati dalam Sulaiman, H. A., Akbar, H.
N., Lesmana, L. A., Noer, M. S.,: Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati, Edisi
pertama, Jaya abadi, Jakarta, p. 335-45.
18. Rasad, Kartoleksono, Ekayuda. Radiologi Diagnostik. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran UI. Jakarta: 2000.
19. Osama Yosno , M. Hepatic Cirrhosis with Splenomegali [Internet]. 2012.
Available from:
https://radiopaedia.org/images/1912694/download?case_id=liver-
cirrhosis-with-splenomegaly
24