Anda di halaman 1dari 29

Nama peserta : dr.

Grace Elizabeth Claudia


Nama wahana: RSUD Kota Bekasi
Topik: Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Tanggal (kasus):
Nama Pasien: Nn. F No. RM: 02064856
Tanggal presentasi: 6 Desember 2018 Nama pendamping:
1. dr. Richard Sabar Nelson Siahaan
2. dr. Corry Christina H
Tempat presentasi: Aula Komite Medik RSUD Kota Bekasi
Obyektif presentasi:
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara membahas: □ Diskusi □ Presentasi dan □ Email □ Pos
diskusi
Data pasien: Nama: Nn. F, 18 tahun Nomor RM: 02064856
Nama klinik: RSUD Kota Bekasi Telp: - Terdaftar sejak: 12 November 2018
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran Klinis: BPPV / Pasien datang dengan keluhan pusing berputar sejak 1 hari SMRS disertai dengan nyeri
ulu hati dan mual. Pemeriksaan fisik didapatkan Kesadaran: CM, TD: 137/90, HR: 99 x/menit, RR: 24 x/mnt, T : 37, BB=70

1
kg. Dari Pemeriksaan koordinasi, gait, dan keseimbangan didapatkan cara berjalan normal dan test Romberg dipertajam (+).
Dix Hallpike Maneuver: Nistagmus (+) horizontal dengan masa laten.
2. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Alergi (+), Asma (+), Riwayat penyakit bawaan (-), Hipertensi (-), Kencing manis (-)
3. Riwayat Keluarga: Tidak ada yang memiliki kelainan bawaan. Riwayat Hipertensi (+), Kencing manis (-)
4. Riwayat Pekerjaan: Pasien adalah seorang pelajar SMK.
5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik: Tidak ada yang berhubungan.
Daftar pustaka:
1. Wahyudi, Kupaya Timbul. Vertigo. CDK-198. Volume 39. Nomor 10. Jakarta: Kalbe Farma; 2012. h.738-41.
2. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2008.
3. Turner, B, Lewis, NE. Symposium Neurology: Systematic Approach that Needed for establish of Vetigo. The Practitioner.
September 2010 - 254 (1732): p.19-23.
4. Swartz R, Longwell, P. 2005. Treatment of Vertigo in Journal of American Family Physician. p.71-6.
5. Mcphee SJ, Papadakis MA. Current Medical Diagnosis and Treatment. 50th Edition. New York: The McGraw-Hill Medical;
2011.
6. Hain TC, Cherchi M. Approach to the patient with dizziness and vertigo. In Practical Neurology: Fifth Edition. Chester: Wolters
Kluwer Health Pharma Solutions (Europe) Ltd; 2017. p. 207-26
7. Bintoro AC, Rahmawati D, Tugasworo D, Endang K, Yuslam S et al. Vertigo. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro; 2006.h.3-4
Hasil pembelajaran:
1. Penegakan diagnosis BPPV.
2. Penanganan awal dan manajemen kegawatdaruratan pada BPPV.
3. Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai BPPV dan penanganannya.

2
 Subjektif: (Autoanamnesis dan Alloanamnesis)
• Keluhan Utama: Pusing berputar sejak 1 hari SMRS.
• Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan pusing berputar sejak 1 hari SMRS. Pusing berputar timbul secara mendadak dan
dirasakan terus menerus. Pasien mengatakan pusing berputar seperti ruangan di sekitarnya berputar. Pusing berputar dirasakan
bertambah parah saat pasien merubah posisinya dari tidur ke duduk atau berdiri atau saat memberat dan berkurang bila pasien
menutup mata atau saat beristirahat. Keluhan pusing berputar disertai dengan nyeri ulu hati dan mual, namun tidak disertai
dengan muntah dan demam. Pasien mengatakan tidak pernah mengalami trauma, keluar cairan dari telinga, nyeri pada telinga
dan gangguan pendengaran. Pasien mengatakan keluhan pusing berputar sudah dirasakan selama 2 bulan terakhir. Pasien tidak
sedang mengkonsumsi obat secara rutin.

 Objektif:
Status Present
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5
Tekanan Darah : 137/90 mmHg
HR : 99x/menit, Regular (+)
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 37 0C
BB : 70 kg
TB : 170 cm

3
Status Generalis
 Kepala : Normocephali
 Mata : Pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), sklera tidak ikterik.
 Leher : Pembesaran KGB (-), Trakea ditengah.
 Thoraks
o Paru
Inspeksi : Simetris pada kedua lapang paru pada saat statis dan dinamis
Palpasi : Nyeri tekan (-/-), taktil fremitus normal
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), Ronki (-/-), wheezing (-/-)
o Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba di linea midclavicula sinistra ICS V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan (-), Tidak teraba massa
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)
 Ekstremitas : Edema -/-, sianosis -/-, Capillary Refill time < 3 detik, turgor kembali cepat.

4
Pemeriksaan Saraf
Saraf Kranial
I. N. Olfaktorius (I) kanan kiri
Subjektif baik baik
Dengan bahan tidak dilakukan tidak dilakukan
II. N. Optikus (N. II) kanan kiri
Tajam penglihatan 6/60 6/60
Lapangan penglihatan normal normal
Melihat warna normal normal
Fundus okuli tidak dilakukan tidak dilakukan
III. N. Okulomotorius (N.III) kanan kiri
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bulbus baik ke semua arah baik ke semua arah
Strabismus negatif negatif
Nistagmus positif positif
Eksoftalmus negatif negatif
Pupil isokor
- Besar ± 3 mm ± 3 mm
- Bentuk bulat bulat
Membuka kelopak mata ya ya
Refleks cahaya + +
Refleks konsesual + +

5
Diplopia tidak ada tidak ada
IV. N. Trochlearis (N.IV) kanan kiri
Pergerakan mata Baik Baik
(kebawah-keluar)
Sikap bulbus normal normal
Diplopia tidak ada tidak ada
V. N. Trigeminus (N.V) kanan kiri
Membuka mulut Baik
Mengunyah Baik
Menggigit Baik
Sensibilitas
V1 simetris kanan dan kiri
V2 simetris kanan dan kiri
V3 simetris kanan dan kiri
Refleks kornea tidak dilakukan tidak dilakukan
VI. N. Abdusen (N.VI) kanan kiri
Pergerakan mata ke lateral Baik Baik
Sikap bulbus normal normal
Diplopia negatif negatif
VII. N. Fascialis (N.VII) kanan kiri
Mengerutkan dahi Baik Baik
Mengangkat alis Baik Baik

6
Menutup mata Baik Baik
Memperlihatkan gigi Baik Baik
Bersiul Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perasaan lidah 2/3 anterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan
VIII. N. Vestibulo-koklearis (N.VIII) kanan kiri
Detik arloji (+) (+)
Suara berisik (+) (+)
Weber tidak dilakukan tidak dilakukan
Rinne tidak dilakukan tidak dilakukan
Swabach tidak dilakukan tidak dilakukan
IX. N. Glosofaringeus (N.IX)
Perasaan lidah 1/3 belakang : Tidak dilakukan
Sensibilitas : Tidak dilakukan
X. N. Vagus (N.X)
Arcus pharynx : Simetris
Menelan : baik
Bicara : artikulasi jelas, sengau (-)
XI. N. Aksesorius (N.XI) kanan kiri
Mengangkat bahu Baik Baik
Memalingkan kepala Baik Baik
XII. N. Hipoglosus (N.XII)
Pergerakan lidah : Tidak ada deviasi

7
Tremor lidah : Tidak ada
Artikulasi : Jelas

Badan dan Anggota Gerak


1. Badan
a. Motorik
Respirasi : simetris dalam keadaan stastis dan dinamis
Bentuk columna vertebralis : simetris dalam garis median
b. Sensibilitas kanan kiri
Taktil (+) (+)
Nyeri (+) (+)
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lokalisasi (+) (+)
c. Refleks
Refleks kulit perut atas :+
Refleks kulit perut bawah :+
Refleks kulit perut tengah :+

2. Anggota gerak atas


a. Motorik kanan kiri
Pergerakan bebas bebas
Kekuatan 5-5-5-5 5-5-5-5

8
Tonus normotoni normotoni
Atrofi Tidak ada Tidak ada
b. Sensibilitas kanan kiri
Taktil (+) (+)
Nyeri (+) (+)
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi baik baik
Lokalisasi baik baik
c. Refleks kanan kiri
Biceps ++ ++
Triceps ++ ++
Hoffman – Tromner Negatif Negatif

3. Anggota gerak bawah


a. Motorik kanan kiri
Pergerakan bebas bebas
Kekuatan 5-5-5-5 5-5-5-5
Tonus normotoni normotoni
Atrofi (-) (-)
b. Sensibilitas kanan kiri
Taktil (+) (+)
Nyeri (+) (+)

9
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi baik baik
Lokalisasi baik baik
c. Refleks kanan kiri
Patella ++ ++
Achilles ++ ++
Babinski Negatif Negatif
d. Tanda rangsang meningeal:
Kaku kuduk : Negatif
Brudzinki I : Negatif
Brudzinki II : Negatif
Laseque : Negatif
Kernig : Negatif
e. Koordinasi, gait, dan keseimbangan
Cara berjalan : Normal
Test Romberg dipertajam : (+)
Disdiadokokinensia : (-)
Rebound phenomenon : (-)
f. Gerakan-gerakan abnormal
1. Tremor : tidak ada
2. Miokloni : tidak ada
3. Khorea : tidak ada

10
g. Alat vegetatif
1. Miksi : Normal
2. Defekasi : Normal
h. Tes tambahan
1. Dix Hallpike Maneuver: Nistagmus (+) horizontal dengan masa laten

Laboratorium:
- Tanggal 12 November 2018 (Lab RSUD Kota Bekasi)
- Pemeriksaan Hematologi
Nama Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 10,8 12 – 14 gr/dl
Hematokrit 34,2 37 – 47 %
Leukosit 8,9 x 106 5 – 10 x 106/ul
Trombosit 399000 150000 - 400000/ul
Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu 61 60 – 110 mg/dL
Elektrolit
- Natrium (Na) 139 135 – 145 mmol/L
- Kalium (K) 3,6 3,5 – 5,0 mmol/L
- Clorida (Cl) 102 94 – 111 mmol/L
-

11
 Assesment (penalaran klinis)
Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu “vertere” yang berarti berputar. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang secara
definitif merupakan ilusi gerakan, dan yang paling sering adalah perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau
sebaliknya, lingkungan sekitar kita rasakan berputar. Vertigo juga dirasakan sebagai suatu perpindahan linear ataupun miring, tetapi
gejala seperti ini lebih jarang dirasakan. Kondisi ini merupakan gejala kunci yang menandakan adanya gangguan sistem vestibuler dan
kadang merupakan gejala kelainan labirin. Namun, tidak jarang vertigo merupakan gejala dari gangguan sistemik lain (misalnya obat,
hipotensi, penyakit endokrin, dan sebagainya).1

ETIOLOGI
Vertigo merupakan suatu gejala, sederet penyebabnya antara lain akibat kecelakaan, stres, gangguan pada telinga bagian dalam,
obat-obatan, terlalu sedikit ataubanyak aliran darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan
melalui organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang berhubungan dengan area tertentu
di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan didalam
otaknya sendiri. Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi tentang posisi tubuh dari organ keseimbangan
di telinga tengah dan mata. Penyebab umum dari vertigo:2
1. Keadaan lingkungan: mabuk darat, mabuk laut
2. Obat-obatan: alkohol, gentamisin
3. Kelainan telinga: endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga bagian dalam yang menyebabkan benign
paroxysmal positional
4. Vertigo, infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis, penyakit maniere
5. Peradangan saraf vestibuler, herpes zoster.

12
6. Kelainan Neurologis: Tumor otak, tumor yang menekan saraf vestibularis, sclerosis multipel, dan patah tulang otak yang disertai
cedera pada labirin, persarafannya atau keduanya
7. Kelainan sirkularis: Gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak (Transient Ischemic
Attack) pada arteri vertebral dan arteri basiler.

Penyebab vertigo dapat berasal dari perifer yaitu dari organ vestibuler sampai ke intinervus VIII sedangkan kelainan sentral
dari inti nervus VIII sampai ke korteks. Berbagai penyakit atau kelainan dapat menyebabkan vertigo. Penyebab vertigo serta lokasi
lesi:3
Labirin, telinga dalam:
 vertigo posisional paroksisimal benigna
 pasca trauma
 penyakit menierre
 labirinitis (viral, bakteri)
 toksik (misalnya oleh aminoglikosid, streptomisin, gentamisin)
 oklusi peredaran darah di labirin
 fistula labirin
Saraf otak ke VIII:
 neuritis iskemik (misalnya pada DM)
 infeksi, inflamasi (misalnya pada sifilis, herpes zoster)
 neuritis vestibular
 neuroma akustikus
Telinga luar dan tengah:

13
 Otitis media
 Tumor

SENTRAL
Supratentorial:
 Trauma
 Epilepsi
Infratentorial:
 Insufisiensi vertebrobasiler

OBAT
Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus dan hilangnya pendengaran. Obat-obat itu antara lain
aminoglikosida, diuretik loop, anti inflamasi nonsteroid, derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung platina. Streptomisin lebih
bersifat vestibulotoksik, demikian juga gentamisin; sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat ototoksik.
Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain sulfonamid, asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin. Obat
penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan keluhan rasa melayang yang dapat dikacaukan dengan
vertigo.3

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang menyeluruh sebaiknya difokuskan pada evaluasi neurologis terhadap saraf-saraf kranial dan fungsi serebelum,
misalnya dengan melihat modalitas motorik dan sensorik. Penilaian terhadap fungsi serebelum dilakukan dengan menilah fiksasi
gerakan bola mata; adanya nistagmus (horizontal) menunjukkan adanya gangguan vestibuler sentral. Pemeriksaan kanalis auditorius

14
dan membran timpani juga harus dilakukan untuk menilai ada tidaknya infeksi telinga tengah, malformasi, kolesteatoma, atau fistula
perilimfatik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan tajam pendengaran.1

Tes Keseimbangan
Pemeriksaan klinis, baik yang dilakukan unit gawat darurat maupun di ruang pemeriksaan lainnya, mungkin akan memberikan banyak
infomasi tentang keluhan vertigo. Beberapa pemeriksaan klinis yang mudah dilakukan untuk melihat dan menilai gangguan
keseimbangan diantaranya adalah: Tes Romberg. Pada tes ini, penderita berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain, tumit
yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lain. Orang yang norma, mampu berdiri dalam sikap Romberg ini selama 30 detik atau
lebih. Berdiri dengan satu kaki dengan mata terbuka dan kemudian dengan mata tertutup merupakan skrining yang sensitive untuk
kelainan keseimbangan. Bila pasien mampua berdiri dengan satu kaki dalam keadaan mata tertutup dianggap normal.

Past ponting Test


Penderita diperintahkan untuk merentangkan lengannya dan telunjuk penderita diperintahkan menyentuh telunjuk pemeriksa.
Selanjutnya, penderita diminta untuk menutup mata, mengangkat lengannya ke atas, dan kemudian kembali pada posisi semula. Hal
ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada gangguan vestibuler, akan didapatkan salah tunjuk.

Heel to knee Test

Gambar 1: Heel to knee

15
Penderita diminta untuk menggerakkan tumit kakinya ke lutut kontralateral, kemudian diteruskan dengan mendorong tumit tersebut
lurus ke jari-jari kakinya.1

Dix-Hallpike Manuver
Untuk menimbulkan vertigo pada penderita dengan gangguan sistem vestibuler, dapat dilakukan maneuver Dix-Hallpike.
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45º di bawah
garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan
nistagmus. Dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. Pada vertigo perifer, vertigo dan nistagmus timbul
setelah periode laten 2-20 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang
beberapa kali (fatigue). Pada vertigo sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-
ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).

Gambar 2: Dix-Hallpike
Tes Kalori
Tes kalori dilakukan setelah dipastikan tidak ada perforasi membrane timpani maupun serumen. Penderita berbaring dengan kepala
fleksi 30º, sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30ºC)

16
dan air hangat (44ºC) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak
permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik). Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis
atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah
rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus
yang sama di masing-masing telinga. Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan directional
preponderance menunjukkan lesi sentral.

Gambar 3: Tes Kalori

Pemeriksaan lain dapat juga dilakukan, dan selain pemeriksaan fungsi vestibuler, perlu dikerjakan pula pemeriksaan penunjang lain
jika diperlukan. Beberapa pemeriksaan penunjkan dalam hal ini di antara nya adalah pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, tes
toleransi glukosa, elektrolit darah, kalsium, fosfor, magnesium) dan pemeriksaan fungsi tiroid. Pemeriksaan penunjang dengan CT
Scan, MRI, atau angiografi dilakukan untuk menilai struktur organ dan ada tidaknya gangguan aliran darah, misalnya pada vertigo
sentral.1,2

17
Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh
(informasi aferen) yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat kesadaran). Susunan aferen yang
terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke
pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan proprioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei
vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi yang berguna untuk
keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi
paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler,
visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih
lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang
menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam
kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan
terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat
sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya.

Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian ketidakseimbangan tubuh :


1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga
fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik

18
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara
mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan.
Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus
(usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang
berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses
pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola
gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah
tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi
mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis
timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan
peranan neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler
yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF
(corticotropin releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang
selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat

19
menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis,
yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf
parasimpatis.4

KLASIFIKASI
Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu vertigo vestibular dan non-vestibular. Vertigo vestibular adalah
vertigo yang disebabkan oleh gangguan sistem vestibular, sedangkan vertigo non vestibular adalah vertigo yang disebabkan oleh
gangguan sistem visual dan somatosensori.5

Tabel 1. Perbedaaan vertigo vestibuler dan non vestibuler


Karakteristik Vertigo Vestibular Vertigo Non-vestibular
Waktu Episodik Konstan
Sifat Vertigo Berputar Melayang
Faktor pencetus Gerakan kepala, perubahan Stress, hiperventilasi
posisi
Gejala Penyerta Mual, muntah, tuli, tinnitus Gangguan mata, gangguan
somatosensorik

Vertigo vestibular selanjutnya dapat dibedakan menjadi vertigo vestibular perifer dan sentral. Vertigo vestibular perifer adalah
vertigo yang terjadi akibat gangguan alat keseimbangan tubuh di labirin (telinga dalam) atau di saraf kranial VIII (Saraf
Vestibulokoklear) divisi vestibular. Vertigo vestibular sentral adalah vertigo yang terjadi akibat gangguan alat keseimbangan tubuh di
sistem saraf pusat, baik di pusat integrasi (serebelum dan batang otak) ataupun di area persepsi (korteks). Penyebab vertigo sentral

20
antara lain adalah perdarahan atau iskemik di serebelum, nukleus vestibular, dan koneksinya di batang otak, tumor di sistem saraf
pusat, infeksi, trauma, dan sklerosis multiple. Vertigo yang disebabkan neuroma akustik juga termasuk dalam vertigo sentral. Vertigo
akibat gangguan di korteks sangat jarang terjadi, biasanya menimbulkan gejala kejang parsial kompleks.5

Tabel 2. Perbedaan Vertigo Vestibuler Sentral dan Perifer


Karakteristik V. Vestibular Perifer V. Vestibular Sentral
Onset Tiba-tiba, onset mendadak Perlahan, onset gradual
Durasi Menit hingga jam Minggu hingga bulan
Frekuensi Biasanya hilang timbul Biasanya konstan
Intensitas Berat Sedang
Mual muntah Tipikal Sering kali tidak ada
Diperparah perubahan Ya Kadang tidak berkaitan
posisi kepala
Usia pasien Berapapun, biasanya Usia lanjut
muda
Gangguan status Tidak ada atau kadang- Biasanya ada
mental kadang
Defisit nervi cranial Tidak ada Kadang disertai ataxia
atau cerebellum
Pendengaran Seringkali berkurang atau Biasanya normal
dengan tinnitus

21
Nistagmus Nistagmus horizontal dan Nistagmus horizontal atau
rotatoar; ada nistagmus vertical; tidak ada
fatique 5-30 detik nistagmus fatique
Penyebab Meniere’s disease Massa Cerebellar / stroke
Labyrinthitis Encephalitis/ abscess otak
Positional vertigo Insufisiensi A. Vertebral
Neuroma Akustik
Sklerosis Multiple

Penyebab perifer Vertigo


 Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab utama vertigo. Onsetnya lebih sering terjadi pada usia
rata-rata 51 tahun.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh pergerakan otolit dalan kanalis semisirkularis pada telinga
dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi kanalis posterior dan menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai
kanalis anterior dan horizontal.Otoli mengandung Kristal-kristal kecil kalsium karbonat yang berasal dari utrikulus telinga
dalam . Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan posisi dan menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan nistagmus.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya idiopatik tapi dapat juga diikuti trauma kepala, infeksi kronik
telinga, operasi dan neuritis vestibular sebelumny, meskipun gejala benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) tidak
terjadi bertahun-tahun setelah episode.4,6
 Ménière’s disease

22
Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti dengan keluhan pendengaran . Gangguan pendengaran
berupa tinnitus (nada rendah), dan tuli sensoris pada fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh pada telinga.
Ménière’s disease terjadi pada sekitar 15% pada kasus vertigo otologik.
Ménière’s disease merupakan akibat dari hipertensi endolimfatik. Hal ini terjadi karena dilatasi dari membrane labirin
bersamaan dengan kanalis semisirularis telinga dalam dengan peningkatan volume endolimfe. Hal ini dapat terjadi idiopatik
atau sekunder akibat infeksi virus atau bakteri telinga atau gangguan metabolic.4
 Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus. Hal ini berhubungan dengan infeksi virus pada
nervus vestibularis. Labirintis terjadi dengan komplek gejala yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan
pendengaran. Keduanya terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik.4,6

TATALAKSANA
Prinsip umum terapi Vertigo
 Medikasi
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut,
seringkali menggunakan pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus terapi dapat dihentikan
setelah beberapa minggu. Beberapa golongan yang sering digunakan:
1. H-1 reseptor antagonis
Obat – obat ini akan menekan respon vestibuler melalui satu efek pada CNS, mekanisme secara pasti tidak diketahui, dianggap
melalui aktivitas antivitas antikolinergik sentral.
- Dimehidrinat (Dramamin)

23
Khususnya berguna untuk terapi vertigo perifer, menurunkan stimulasi vestibuler dan menekan fungsi melalui aktivitas
antikolinergik sentral. Dosis: 50 – 100 mg tiap 4-6 jam. Jangan lebih dari 400 mg/hari; 50 mg IV dalam 10 ml NaCl
disuntikan selama kurang lebih 2 menit; 50 mg IM.
- Prometazine hidroklorid
Untuk terapi simtomatik nausea karena disfungsi vestibuler. Suatu anti dopaminergik, yang efektif untuk terapi vertigo
yang memblok reseptor dopaminergik mesolimbik di postsinap di otak dan menurunkan stimulus sistem retikuler di
batang otak.
2. Benzodiazepin
Bekerja di sentral, menghambat respon vestibuler, terutama dengan meningkatkan potensiasi inhibitorik reseptor GABA.
- Diazepam/ Valium
Dengan sifat lipophilik yang tinggi dan mengalami redistribusi yang cepat setelah pemberian, sehingga kurang disukai.
Dosis 5 – 10 mg/ PO/IM/IV setiap 3 – 4 jam, bisa diulang tiap 2-4 jam, jangan lebih dari 30 mg/8 jam.4
- Lorazepam/ Ativan
Sedative hipnotik dengan onset singkat dan half life yang relatif panjang. Menekan di seluruh tingkat CNS, termasuk
sistem limbik dan formasio retikularis, diduga melalui peningkatan aksi GABA sebagai neurotransmitter inhibitorik
mayor. Dosis 1 – 10 mg/ hari PO/IM/IV dibagi 2-3 kali.
3. Antagonis Kalsium:
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium)
sering digunakan. Merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular mengandung banyak terowongan kalsium.
Namun, antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti anti kholinergik dan antihistamin. Sampai dimana sifat yang
lain ini berperan dalam mengatasi vertigo belum diketahui.
- Cinnarizine (Stugerone)

24
Mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular. Dapat mengurangi respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis
biasanya ialah 15 – 30 mg, 3 kali sehari atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping ialah rasa mengantuk (sedasi), rasa cape, diare
atau konstipasi, mulut rasa kering dan “rash” di kulit.7
 Terapi Fisik
Susunan saraf pusat mempunyai kemampuan untuk mengkompensasi gangguan keseimbangan. Namun kadang-kadang
dijumpai beberapa penderita yang kemampuan adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya
gangguan lain di susunan saraf pusat atau didapatkan deficit di sistem visual atau proprioseptifnya. Kadang-kadang obat tidak
banyak membantu, sehingga perlu latihan fisik vestibular. Latihan bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan
atau mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan. Tujuan latihan ialah:
1. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya
secara lambat laun.
2. Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
3. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan
Contoh latihan:
1. Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup.
2. Olahraga yang menggerakkan kepala (gerakan rotasi, fleksi, ekstensi, gerak miring).
3. Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup.
4. Jalan di kamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan mata tertutup.
5. Berjalan “tandem” (kaki dalam posisi garis lurus, tumit kaki yang satu menyentuh jari kaki lainnya dalam melangkah).
6. Jalan menaiki dan menuruni lereng.
7. Melirikkan mata kearah horizontal dan vertikal.
8. Melatih gerakan mata dengan mengikuti objek yang bergerak dan juga memfiksasi pada objek yang diam.4

25
1. Terapi Fisik Brand-Darrof
Ada berbagai macam latihan fisik, salah satunya adalah latihan Brand-Darrof.

Gambar 4. Terapi Brandt Darrof


Keterangan Gambar:
 Ambil posisi duduk.
 Arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian balik posisi duduk.
 Arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri. Masing-masing gerakan lamanya sekitar satu menit, dapat dilakukan
berulang kali.
 Untuk awal, cukup 1-2 kali kiri dan kanan, semakin lama, semakin bertambah.

2. Terapi Spesifik
1. BPPV

26
Pada kondisi ini tidak direkomendasikan terapi bat-obatan. Vertigo dapat membaik dengan maneuver rotasi kepala hal ini
akan mmemindahkan deposit kalsium yang bebas ke belakang vestibule,. Manuver ini meliputi reposisi kanalit berupa maneuver
epley, modifikasi maneuver epley. Pasien perlu tetap tegak selama 24 jam setelah reposisi kanalit utnuk mencegah deposit kalsium
kembali ke kanalis semisirkularis.
2. Vestibular neuronitis dan Labirynthis
Terapi focus pada gejala menggunakan terapi obat-obatan yang mensipresi vestibular yang diikuti dengan latihan vestibular.
Kompensasi vestibular terjasi lebih cepat dan lebih sempurna jika pasien mulai 2 kali sehari latihan vestibular sesegera mungkin
setelah vertigo berkurang dengan obat-obatan.
3. Meniere disease
Terapi dengan menurunkan tekanan endolimfatik. Walaupun diet rendah garam dan diuretic seringkali mengurangi
vertigo, hal ini kurang efektif dalam mengobati ketulian dan tinnitus.
Pada kasus yang jarang intervensi bedah seperti dekompresi dengan shunt endolimfatik atau cochleosacculoctomy
dibutuhkan jika penyakit ini resisten terhadap pengobatan diuretic dan diet.4

27
4. Plan:
DIAGNOSIS KERJA
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Dispepsia

TERAPI
Farmakologis
 RL 20 tpm
 Omeprazole inj 1 x 1 amp
 Betahistine tab 3 x 6 mg
 Flunarizine tab 2 x 10 mg
 Analsik inj 3 x 1
Nonfarmakologis
 Obeservasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
 Istirahat tirah baring
 Latihan Brandt – Daroff

5.Follow up
Tanggal 14 November 2018
S : Pusing berputar berkurang
O : KU : TSS N : 82 x/mnt
Kes : CM R : 22 x/mnt

28
TD : 110/80 mmHg S : 36,2 C
Kepala : CA -/- , SI -/-
Thorax : BJ I – II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-.
Abdomen : BU (+)
Extremitas : akral hangat, CRT < 3”
A : BPPV, Dispepsia
P : terapi lanjut

Tanggal 15 November 2018


S : Pusing (-)
O : KU : TSS N : 80 x/mnt
Kes : CM R : 18 x/mnt
TD : 100/80 mmHg S : 36,5 C
Kepala : CA -/- , SI -/-
Thorax : BJ I – II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-.
Abdomen : BU (+)
Extremitas : akral hangat, CRT < 3”
A : BPPV, Dispepsia
P : Boleh pulang

29

Anda mungkin juga menyukai