HEMOPTISIS ec TB PARU
Oleh:
dr. Philipus Hendry Hartono
Dokter Pendamping :
dr. Richard Sabar Nelson Siahaan
dr. Corry Christina H
1
Nama peserta : dr. Philipus Hendry Hartono
Nama wahana: RSUD dr Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi
Topik: Hemoptisis ec TB Paru
Tanggal (kasus): 12/02/2020
Nama Pasien: Tn. F No. RM: 18209183
Tanggal presentasi: Nama pendamping:
02/03/2020 1. dr. Corry Christina H
2. dr. Richard Sabar Nelson Siahaan
Tempat presentasi: Aula Gedung E RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi
Obyektif presentasi:
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ I stimewa
□ Neonatus □Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara membahas: □ Diskusi □ Presentasi dan □ Email □ Pos
diskusi
Data pasien: Nama: Tn. F, 45 tahun, Nomor RM: 18209183
Nama klinik: RSUD dr Telp: - Terdaftar sejak: 12 Februari 2020
Chasbullah Abdulmadjid Kota
Bekasi
Data utama untuk bahan diskusi:
2
1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Hemoptisis ec TB Paru / Pasien datang dengan keluhan Batuk darah sejak 3 hari SMRS. Keluhan disertai
demam naik turun sejak 1 hari dan sesak. Pemeriksaan fisik didapatkan Kesadaran: Compos Mentis, TD: 120/70, HR: 129 x/menit,
RR : 24 x/mnt, T :38.1, BB = 55kg.
2. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Riwayat Alergi (-), Hipertensi (-), Kencing manis (-), TB Paru (-), perokok (+)
3. Riwayat Keluarga : Tidak ada yang memiliki kelainan bawaan. Riwayat Hipertensi (-), Kencing manis (-)
4. Riwayat Pekerjaan : Pasien bekerja sebagai Tukang Jahit
5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tidak ada yang berhubungan.
Daftar pustaka:
1. Konsensus TB. Pedoman Penatalaksanaan TB. Available from: URL: www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html
2. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. In Sudoyo A,Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
5th Edition. Jakarta Pusat: InternaPublishing, 2009. p. 2230-9
3. Amin Z, Bahar A. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. In Sudoyo A,Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 5th Edition. Jakarta Pusat: InternaPublishing, 2009. p. 2240-8
Hasil pembelajaran:
1. Penegakan diagnosis Hemoptisis ec TB Paru
2. Penanganan awal dan manajemen kegawatdaruratan pada Hemoptisis ec TB Paru
3. Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai Hemoptisis ec TB Paru Interna dan penanganannya.
1. Subjektif : (Autoanamnesis dan Alloanamnesis)
• Keluhan Utama: Batuk darah sejak 3 hari SMRS.
• Riwayat Penyakit Sekarang
3
Pasien datang dengan keluhan Batuk darah sejak 3 hari SMRS. Keluhan batuk disertai demam dan sesak. darah yang keluar
sekitar 1 gelas aqua ( 200 cc) dan darah yang keluar bergumpal. Pasien mengatakan awal mengeluh batuk sudah sejak 4 bulan yang
lalu tapi batuknya tidak sering. Keluhan batuk darah baru sekarang dirasakan.. Pasien belum pernah merasakan ini sebelumnya. Pasien
punya kebiasaan merokok dan dijalanin sekitar 30 tahun. Sehari merokok 1 bungkus. Pasien sudah berobat ke klinik selasih bintara
tapi keluhan tidak membaik. Keluhan mual, nyeri perut, diare tidak ada.
2. Objektif :
Status Present
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4M6V5
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
HR : 129 x/menit, Regular (+)
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 38,1 0C
BB : 55 kg
TB : 167 cm
Status Generalis
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera tidak ikterik, pupil isokor
Leher : Pembesaran KGB (-), Trakea ditengah.
4
Thoraks
o Paru
Inspeksi : Simetris pada kedua lapang paru pada saat statis dan dinamis
Palpasi : Nyeri tekan (-/-), taktil fremitus normal
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), Ronki (-/+), wheezing (-/+)
o Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba di linea midclavicula sinistra ICS V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan (-), Tidak teraba massa
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas : Edema -/-, sianosis -/-, Capillary Refill time < 3 detik.
5
Laboratorium:
- Tanggal 12 Februari 2020 (Lab RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi)
- Darah Lengkap
Nama Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hemoglobin 14.1 12-14 gr/dl
Hematokrit 42.8 35-45%
Leukosit 19900 4000-10000/uL
Trombosit 510000 150000-450000/uL
- Kimia Klinik
Nama Pemeriksaan Hasil Rujukan
AST (SGOT) 41 < 17 U/L
ALT (SGPT) 17 < 41 U/L
Glukosa Darah Sewaktu 123 60 – 100 mg/dL
- Elektrolit
Nama Pemeriksaan Hasil Rujukan
Natrium 139 135-145 mmol/L
Kalium 4.0 3.5 – 5.0 mmol/L
Clorida 97 94 - 111 mmol/L
6
- Tanggal 15 Februari 2020 ( Lab RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi)
- Mikrobiologi – GENE XPERT
Nama Pemeriksaan Hasil Rujukan
Bahan Pemeriksaan Sputum
MTB MTB Detected Medium MTB Not detected
Rifampicin RIF Resistance Not Detected Rif Resist Not Detec
Kesan TB Sensitif Negatif TB
- Mikrobiologi – BTA 3x
Nama Pemeriksaan Hasil Rujukan
Bahan Pemeriksaan Sputum
Hasil 1 Positif 2 ( ++)
7
Pemeriksaan Radiologi ( Thorax PA – 13/02/2020)
8
Plan :
- DIAGNOSIS KERJA : Hemoptisis ec TB Paru
- DIAGNOSA SEKUNDER : Atelektasis
3. TERAPI
Farmakologis Nonfarmakologis
- Inf. RL 20 tpm - Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
- Asam traneksamat inj 2 x 1 amp IV - Istirahat Tirah Baring
- Vitamin K inj 1 x 1 amp IV
- Ceftriaxone Inj 2x1 gr IV
- Lansoprazole Inj 1x1 IV
- Paracetamol drip 3x1 gr IV
- Ambroxol tab 3x1
- Pro hepar 2x1 caps
4. Follow up
Tanggal 13 Februari 2020
S : Batuk berdarah, sesak
O: KU : TSS N : 100 x/mnt
Kes : CM RR : 22 x/mnt
TD : 110/70 mmHg S : 36,6 C
Kepala : CA -/+ , SI -/- Abdomen : BU (+)
9
Thorax : BJ murni regular, murmur (-), gallop (-) Extremitas : akral hangat, CRT < 3”
Vesikuler +/+, rhonki -/+, wheezing -/+
A : Hemoptisis ec TB Paru
P : - Inf RL 20 tpm
- Inj. Vit K 1x1 Amp
- Inj. Ceftriaxon 2x1 Amp
- Paracetamol drip 3x1
- Ambroxol tab 3x1
Tanggal 14 Februari 2020
S : Batuk berdarah
O: KU : TSS N : 100 x/mnt
Kes : CM RR : 30 x/mnt
TD : 120/80 mmHg S : 36,8 C
Kepala : CA -/+ , SI -/- Abdomen : BU (+)
Thorax : BJ murni regular, murmur (-), gallop (-) Extremitas : akral hangat, CRT < 3”
Vesikuler +/+, rhonki -/+, wheezing -/+
A : Hemoptisis ec TB Paru
P : - Inj. Bactesin 2x 0,75 mg IV
- Inj. Vit K 1x1 Amp IV
- Lansoprazol tab 1x1
- Codein tab 2x1
10
- Paracetamol tab 3x500 mg
- Pro TB tab 1x3
- Pro Hepar 2x1
Tanggal 15 Februari 2020
S : Batuk (+), Sesak (+)
O: KU : TSS N : 100 x/mnt
Kes : CM RR : 30 x/mnt
TD : 110/70 mmHg S : 36,8 C
Kepala : CA -/+ , SI -/- Abdomen : BU (+)
Thorax : BJ murni regular, murmur (-), gallop (-) Extremitas : akral hangat, CRT < 3”
Vesikuler +/+, rhonki -/+, wheezing -/+
A : Hemoptisis ec TB Paru
P : - Observasi tanda tanda vital dan keadaan umum
- Cek BTA
Tanggal 16 Februari 2020
S : Sesak berkurang
O: KU : TSS N : 84 x/mnt
Kes : CM RR : 24 x/mnt
TD : 110/70 mmHg S : 36 C
Kepala : CA -/+ , SI -/- Abdomen : BU (+)
Thorax : BJ murni regular, murmur (-), gallop (-) Extremitas : akral hangat, CRT < 3”
11
Vesikuler +/+, rhonki -/+, wheezing -/+
A : Hemoptisis ec TB Paru
P : - Observasi tanda tanda vital dan keadaan umum
- BTA Terlampir
- Terapi Lanjut
Tanggal 17 Februari 2020
S : Sesak berkurang
O: KU : TSS N : 88 x/mnt
Kes : CM RR : 24 x/mnt
TD : 110/70 mmHg S : 36,4 C
Kepala : CA -/+ , SI -/- Abdomen : BU (+)
Thorax : BJ murni regular, murmur (-), gallop (-) Extremitas : akral hangat, CRT < 3”
Vesikuler +/+, rhonki -/+, wheezing -/+
A : Hemoptisis ec TB Paru
P : - Observasi tanda tanda vital dan keadaan umum
- BTA Terlampir
- Terapi lanjut
12
Tanggal 18 Februari 2020
S : Sesak dan batuk berkurang
O: KU : TSS N : 88 x/mnt
Kes : CM RR : 24 x/mnt
TD : 110/70 mmHg S : 36,4 C
Kepala : CA -/+ , SI -/- Abdomen : BU (+)
Thorax : BJ murni regular, murmur (-), gallop (-) Extremitas : akral hangat, CRT < 3”
Vesikuler +/+, rhonki -/+, wheezing -/+
A : Hemoptisis ec TB Paru
P : - Boleh Pulang
- Terapi Rawat Jalan : - Asam Traneksamat 3 x 500 mg tab
- Lansoprazole 2x30 mg tab
- Salbutamol 2x2 mg tab
- Pro TB 1x4
- Kontrol Poli Paru
13
TINJAUAN PUSTAKA
TUBERKULOSIS
3.1 DEFINISI
3.3 PATOGENESIS
14
3.4 KLASIFIKASI
Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
15
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejalaklinis maka harus
dipikirkan beberapa kemungkinan :
1) Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan dahulu antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
2) Infeksi jamur
3) TB paru kambuh1,2
c. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.1
d. Kasus gagal
1) Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan).
2) Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.1
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
Catatan:
a. Kasus pindahan (transfer in):
Adalah pasien yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Pasien pindahan
tersebut harus membawa surat rujukan / pindah.
b. Kasus Bekas TB:
1) Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif,
atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.
16
2) Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak
ada perubahan gambaran radiologic.1
3.5 DIAGNOSIS
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
A. Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka
gejala lokal ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratorik
a. batuk-batuk lebih dari 2 minggu
b. batuk darah
c. sesak napas
d. nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.1,2
2. Gejala sistemik
a. Demam
b. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun.1,2
17
3. Gejala tuberkulosis ekstra paru
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran
yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.1,2
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang
didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 &
18
S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas
melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.1,2
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan
pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.1,2
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis
tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess’1,2
C. Pemeriksaan Bakteriologik
1. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)5,6
19
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi
dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.1
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium,
harus dipastikan telah tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.1
20
4) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).1
b. Pemeriksaan biakan kuman: Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :
1) Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh.
2) Agar base media : Middle brook.
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga
Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya
pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.5
D. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto
toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).5,6
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
1. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah.
2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular.
3. Bayangan bercak milier.
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).1,2
21
1. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran
radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau
penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
2. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktivitas proses penyakit.1,2
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA negatif) :
1. Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang
terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis
5), serta tidak dijumpai kavitas
2. Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal. 1,2
F. Pemeriksaan Lain
1. Analisis Cairan Pleura5
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan
diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada
analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan1
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histologi.
Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
a. Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
b. Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman)
22
c. Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal biopsy/TTB, biopsy paru terbuka).
d. Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium
mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
3. Pemeriksaan darah1
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan
kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang
normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.
4. Uji tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi, uji tuberkulin
sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau
apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.1,2
23
Gambar 2. Alur Diagnosis TB Paru1
24
3.7 PENATALAKSANAAN
Tujuan utama tatalaksana hemoptisis adalah menjaga keamanan dari saluran nafas
Untuk Mengatasi batuk darah dapat diberikan obat-obatan diantaranya :
Asam Traneksamat.
Obat antifibrinolitik ini sering digunakan untuk pasien dengan perdarahan mukosa atau pasien dengan gangguan pembekuan darah.
Penelitian oleh Wong dkk melaporkan bahwa asam traneksamat ini efektif pada pasien dengan hemoptisis akibat cystic fibrosis yang gagal
dengan embolisasi arteri bronkial.17. Asam traneksamat selain diberikan melalui intravena dan oral, dapat juga diberikan secara topikal,
seperti pemberian secara intra pleural pada pasien dengan mesotelioma maligna dengan hemotoraks.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan
terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
25
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap Lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
26
1) TB paru BTA (+), kasus baru
2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)
27
B. Efek Samping OAT
Tabel 11. Efek Samping Minor OAT dan Penatalaksanaannya1
Efek samping Kemungkinan Penyebab Tatalaksana
Minor OAT diteruskan
Tidak nafsumakan, mual, Rifampisin Obat diminum malam sebelum tidur
sakit perut
Nyeri sendi Pirazinamid Beri aspirin/allopurinol
Kesemutan sampai dengan INH Beri vitamin B6 1x100 mg/hari
rasa terbakar di kaki
Warna kemerahan pada air Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu diberi
seni apa-apa
28
Muntah dan bingung Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT dan
(suspect drug-induced pre- lakukan uji fungsi hati
icteric hepatitis)
Gangguan penglihtatan Etambutol Hentikan Etambutol
Kelainan sistemik, termasuk Rifampisin Hentikan Rifampisin
syok dan purpura
Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat
dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau
mengatasi gejala/keluhan.
29
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan
untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain.1
2. Pasien rawat inap
Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
a. Batuk darah (profus)
b. Keadaan umum buruk
c. Pneumotoraks
d. Empiema
e. Efusi pleura masif / bilateral
f. Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
a. TB paru milier
b. Meningitis TB
Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat1
30