Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU NEUROLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Oktober 2021


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

PERIODIK PARALISIS

DISUSUN OLEH:
Muh. Arief Wahyu Adama
111 2020 2153

PEMBIMBING:
dr. Erni Pancawati, Sp. S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU NEUROLOGI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2021

PAGE 23
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah

dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat

yang berjudul “Periodik Paralisis”. Penulisan referat ini dibuat sebagai salah

satu syarat untuk mengikuti ujian Program Studi Profesi Dokter di bagian

Kepaniteraan Klinik bagian Neurologi.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini terdapat

banyak kekurangan, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dan

berbagai pihak dan dokter dan konsulen, akhirnya penyusunan referat ini

dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada dr. Erni Pancawati, Sp.S selaku pembimbing

dalam penyusunan referat ini dalam memberikan motivasi, arahan, serta

saran-saran yang berharga kepada penulis selama proses penyusunan.

Terima kasih pula yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang secara

langsung maupun tidak langsung turut membantu penyusunan laporan kasus

ini.

Makassar, Oktober 2021

Penulis

PAGE 23
PAGE 23
HALAMAN PENGESAHAN

DAFTAR ISI

Halaman Judul........................................................................................1

Kata Pengantar.......................................................................................3

Daftar Isi................................................................................................ .4

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan………………………………………………………………5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi............................................................................……………7

2.2 Epidemiologi....................................................................…………... 9

2.3 Patogenesis.....................................................................……………9

2.4 Etiologi.............................................................................……………10

2.5 Manifestasi Klinis.............................................................……………13

2.6 Diagnostik........................................................................……………14

2.7 Tatalaksana.....................................................................……………17

2.8 Diagnosis Banding...........................................................……………18

2.9 Pencegahan.....................................................................……………18

2.10 Prognosis.......................................................................……………19

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan......................................................................……………21

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….22

PAGE 23
BAB I

PENDAHULUAN

Periodik paralisis merupakan kelainan pada membran yang sekarang

ini dikenal sebagai salah satu kelompok kelainan penyakit chanellopathies

pada otot skeletal. Kelainan ini dikarakteristikkan dengan terjadinya suatu

episodik kelemahan tiba-tiba yang disertai gangguan pada kadar kalium

serum. Paralisis periodik adalah suatu sindrom klinis dengan kelemahan /

paralisis otot akut. Penyakit yang berat dapat dimulai pada masa anak-anak,

sedangkan kasus yang ringanseringkali mulai pada dekade ketiga. Penyakit

ini sebagian besar bersifat herediter dan diturunkan secara autosomal

dominan. Prevalensi 1 per 100.000 populasi. Mekanisme yang mendasari

penyakit ini adalah malfungsi pada ion channel pada membran otot skelet /

channelopathy.1

Pada paralisis periodik terdapat serangan kelemahan flaksid yang

hilang timbul, dapat bersifat setempat maupun menyeluruh. Penderita

mengalami kelemahan bagian proksimal ekstremitas yang cepat dan

progresif tapi otot-otot kranial dan pernafasan biasanya terhindar dari

kelemahan. Serangan dapat menyebabkan kelemahan yang asimetris

dengan derajat kelemahan yang berbeda pada beberapa golongan otot saja

sampai pada suatu kelumpuhan umum. Kelemahan biasanya menghilang

PAGE 23
dalam beberapa jam, namun defisit yang permanen bisa terjadi pada

penderita yang sering mendapatkan serangan. Di luar serangan tidak

ditemukan kelainan neurologi maupun kelainan elektromiografis.1

Dibedakan menjadi paralisis periodik primer dan sekunder. Paralisis

periodik primer memiliki karakteristik : bersifat herediter, sebagian besar

berhubungan dengan perubahan kadar kalium dalam darah, kadang disertai

miotonia, adanya gangguan pada ion channels. Paralisis periodik primer

meliputi paralisis periodik hipokalemia, hiperkalemia dan paramiotonia.

Paralisis periodik tirotoksikosis adalah paralisis periodik sekunder. Atas dasar

kadar kalium darah pada saat serangan , dibedakan 3 jenis paralisis periodik

yaitu:

1. Paralisis periodik hipokalemia

2. Paralisis periodik hiperkalemia

3. Paralisis periodik normokalemi

PAGE 23
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Paralisis periodik adalah sekumpulan sindrom klinis langka

yang ditandai dengan episode kelumpuhan yang berlangsung

beberapa menit hingga berhari-hari sebagai akibat dari perubahan

kanal ion yang abnormal pada otot rangka. Pasien dengan paralisis

periodik akan mengalami serangan kelemahan otot dengan durasi dan

keparahan yang bervariasi. Dalam sekali serangan kelemahan bisa

secara general maupun fokal. Keragaman gejala sering menyebabkan

keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan yang akurat.1

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian dari paralisis periodic hypokalemia yang

merupakan jenis yang paling sering terjadi adalah sekitar 1 diantara

100.000 orang, pria lebih sering dari wanita dan biasanya lebih berat.

Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1–20 tahun,

frekuensi serangan terbanyak di usia 15–35 tahun dan kemudian

menurun dengan peningkatan usia.1

PAGE 23
2.3 Patofisiologi

Paralisis periodic terjadi karena adanya redistribusi kalium

ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler secara akut tanpa deficit

kalium tubuh total. Kelemahan otot terjadi karena kegagalan otot

rangka dalam menjaga potensial istirahat (resting potential) akibat

adanya mutasi gen CACNL1A3, SCN4A, dan KCNE3 yakni gen yang

mengontrol gerbang kanal ion natrium, kalsium dan kalium pada

membrane sel otot.2

Kadar kalium plasma adalah hasil keseimbangan antar asupan

kalium dari luar, eksresi kalium, dan distribusi kaliumdiruang intra dan

ekstraseluler. Sekitar 98% kalium total tubuh berada di ruang

intraseluler, terutama di sel otot rangka. Secara fisiologis, kadar kalium

intrasel dipertahankan dalam rentang nilai 120-140 mEq/L melalui

kerja enzim Na+, dan K+, sedangkan dalam keadaan repolarisasi

(istirahat), gerbang kanal ion akan membuka, memungkinkan keluar-

masuknya ion natrium dan kalium serta menjaganya dalam keadaan

seimbang. Mutasi gen yang mengontrol kanalion ini akan

menyebabkan influx K+ berlebihan kedalam sel otot rangka sehingga

sel otot tidak dapat tereksitasisecara elektrik, menimbulkan kelemahan

sampai paralisis. Mekanisme peningkatan influx kalium kedalam sel

pada mutasi gen ini belum jelas dipahami.2

PAGE 23
Pada kondisi normal keseimbangan ion intra selular dan

ekstraselular yang mengatur voltase potensial istirahat sel (-90 mV)

diatur oleh ion Na+ dan K+tubuh. Tetapi pada HKPP, dimana kadar

kalium ekstraselular yang lebih rendah mengakibatkan keseimbangan

potensial kalium berubah lebih negative sehingga sehingga Na+ lebih

banyak masuk ke intraselular dan kalium terlambat dan lebih sedikit

yang keluar ke ekstra selular. Hal ini mengakibatkan potensial istirahat

berada pada voltase -50 mv dan menyebabkan gangguan elektrik dan

otot tidak dapat dieksitasi.2

PAGE 23
2.4 Manifestasi Klinis

1) Paralisis Periodik Hipokalemik

Ini ditandai dengan episode paralitik fokal atau umum dari otot

rangka, yang dapat berlangsung selama berjam- jam hingga berhari-

hari dan berhubungan dengan hypokalemia (<2,5 mEq/L). Pada laki-

laki laki lebih sering terjadi dikarenakan adanya penurunan penetrasi

dari kalium. Banyak individu yang mengeluhkan kelemahan otot yang

progressif terutama pada kelompok otot proksimal dari ekstremitas

bawah. Serangan pertama biasanya terjadi antara usia 5 – 35 tahun,

tetapi frekuensi serangan paling tinggi antara 15 – 35 tahun dan

kemudian semakin berkurang seiring dengan bertambahnya usia.

Serangan akut terjadi berulang dalam interval harian, mingguan atau

PAGE 23
dalam bulanan, dan biasanya berlangsung beberapa jam atau berhari-

hari. Serangan dapat terjadi secara spontan atau sebagai respon dari

pemicu seperti makanan kaya akan karbohidrat, alcohol, makanan

yang mengandung natrium tinggi, dan istirahat setelah berolahraga

berat. Kadar insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada

banyak penderita, karena insulin akan meningkatkan aliran kalium ke

dalam sel. Pada saat serangan akan terjadi pergerakan kalium dari

cairan ekstra selular masuk ke dalam sel, sehingga pada pemeriksaan

kalium darah terjadi hypokalemia.3

Pada pemeriksaan fisik, selain kelemahan otot juga ditemukan

reflek tendon dalam yang menurun sampai hilang.Sistem sensorik dan

kesadaran tidak terganggu. Pasien juga sering mengalami nyeri otot

dan gangguan kognitif selama serangan.3

2) Paralisis Periodik Hiperkalemik

Ciri khas dari Hiperkalemia paralisis periodic adalah serangan

kelemahan tungkai dan peningkatan kalium serum selama serangan,

tetapi beberapa pasien memiliki kadar kalium serum normal selama

serangan. Pemberian kalium dapat memicu serangan atau

memperburuk episode yang sedang berlangsung. Serangan

kelemahan otot dimulai pada dekade pertama kehidupan pada sekitar

50% pasien. Serangan dapat dipicu oleh makanan kaya kalium, 3

PAGE 23
istirahat setelah latihan, puasa, paparan dingin, stress emosional, atau

kehamilan. Dan, sering dimulai pada pagi hari yang berlagsung hingga

2 jam.Lebih dari 80% pasien berusia diatas 40 tahun dengan paralisis

periodic hiperkalemia mengalami kelemahan otot permanen, dan

sepertiga berkembang menjadi miopati proggressif kronis.Serangan

dari tipe ini, lebih jarang bila di bandingkan dengan tipe hypokalemia.3

3) Paralisis Periodik Normokalemik

Paralisis Periodik Normokalemik memiliki manifestasi klinis

yang mirip dengan paralisis periodic hiperkalemik.Hal ini

menyebabkan dalam beberapa pendapat menyatakan bahwa paralisis

periodic normokalemik merupakan bagian paralisis periodic

hiperkalemik.Jenis paralisis ini dapat dipengaruhi oleh cuaca dingin,

perubahan usim, olahraga yang berat, serta stress.Episode dari

serangannya berlangsung 2–13 hari. Tidak ada perbedaan antara laki-

laki dan perempuan dalam hal prevalensi.Seiring pertambahan usia,

maka kejadian serangan akan semakin memberat. Manifestasi klinis

dari jenis ini bervariasi.Kelemahan otot proksimal ringan, miotonia otot-

otot thenar dan miotonia kelopak mata.Prevalensi dari jenis ini

cenderung baik.3

PAGE 23
4) Andersen Tawil Syndrome

Andersen Tawil Syndrome ditandai oleh tiga khasnya yakni,

kelemahan otot episodic (paralisis periodic), kelainan jantung (aritmia

ventrikel, interval QT yang berkepanjangan, dan gelombang U yang

menonjol) serta penampakan yang khas (telinga letak rendah

hipertensi okuler, mandibular kecil). Biasanya hadir dalam decade

pertama atau kedua dengan gejala jantung (palpitasi atau sinkop) atau

kelemahan yang terjadi secara spontan setelah istirahat yang lama.

Serangan kelemahan otot dapat dikaitkan dengan kadar kalium serum

yang tinggi, rendah, atau normal.3

PAGE 23
2.5 Diagnostik

1. Paralisis Periodik Hipokalemik

Harus dipertimbangkan pada pasien dengan kelemahan otot

yang melibatkan salah satu atau kedua anggota gerak dengan onset

mendadak, arefleksia, tanpa adanya perubahan kesadaran, dan

adanya bukti hipokalemia dari laboratorium.Kadar kalium yang rendah

saat serangan menyingkirkan penyebab sekunder dan menegakkan

diagnosa periodik paralisis familial. Kelainan pada elektrokardiogram

(EKG) sering ditemukan, yang mana didapatkan pendataran dan

inversi dari gelombang T, munculnya gelombang U dan depresi

segmen ST. Biopsi otot diantara serangan menunjukkan adanya

agregasi tubular atau vakuola sentral yang tunggal maupun multiple.

Pada saat serangan, tampak penurunan amplitudo pada pemeriksaan

EMG yang ditandai dengan hilangnya aktivitas listrik pada otot yang

mengalami kelemahan. Diantara serangan, hasil pemeriksaan EMG

dan KHS adalah normal, kecuali pada miopati unit motorik, potensial

aksi mungkin dapat terlihat pada pasien dengan kelemahan otot yang

menetap. Pemeriksaan CMAP (Compound Muscle Amplitude

Potential) yang biasa dikenal dengan Exercise EMG lebih efektif pada

870%-80% kasus jika dikerjakan dengan tepat. Selain dari riwayat

pasien atau nilai kalium serum yang normal, rendah atau sangat

rendah selama serangan, tes CMAP adalah pemeriksaan standar saat

PAGE 23
ini. Pemeriksaan provokatif dilakukan dengan menggunakan loading

glukosa oral, glukosa intravena, dan epinefrin intraarterial.

Pemeriksaan-pemeriksaan ini jarang dilakukan karena berakibat fatal

dan adanya metode lainnya yang lebih sederhana dan aman.3,4

2. Paralisis Periodik Hiperkalemik

Onset pada umur kurang dari 10 tahun.Pasien biasanya

menjelaskan suatu rasa berat dan kekakuan pada otot.Kelemahan

dimulai pada paha dan betis, yang kemudian menyebar ke tangan dan

leher. Predominan kelemahan proksimal, otot-otot distal mungkin bisa

terlibat setelah latihan-latihan yang melelahkan.3,4

Pada anak, suatu lid lag myotonik (kelambatan kelopak mata

atas saat menurunkan pandangan) bisa menjadi gejala awal. Paralisis

komplit jarang dan masih ada sedikit sisa gerakan. Keterlibatan otot

napas jam serangan terakhir kurang dari 2 jam dan pada sebagian

besar kasus kurang dari 1 jam. Sphincter tidak terlibat, disfungsi

pencernaan dan vesika urinary disebabkan kelemahan otot abdomen.

Kelemahan terjadi selama istirahat setelah suatu latihan berat

atau selama puasa.Hal ini juga bisa dicetuskan oleh kalium, dingin,

etanol, karbohidrat, atau stress. Penyakit ini bisa disembuhkan dengan

latihan ringan atau intake karbohidrat.3,4

PAGE 23
2.6 Tatalaksana

Penatalaksanaan ini sangat bergantung pada tipe dari paralisis

periodik, yaitu hipokalemik, hiperkalemik, atau normokalemik.

a. Tatalaksana Paralisis Periodik Hipokalemik

Penatalaksaan periodik paralisis hipokalemia berfokus pada

pemulihan gejala akut dan pencegahan serangan berikutnya.

Menghindari makanan tinggi karbohidrat dan aktivitas yang berat,

mengkonsumsi acetazolamide (Diamox) atau carbonic anhydrase

inhibitor dapat mencegah serangan kelemahan. Pengobatan awal

pasien dengan periodik paralisis hipokalemia familial adalah dengan

suplemen kalium oral, dapat diulang dengan interval 15-30 menit,

tergantung dari respon pasien.Dosis kalium harian dapat mencapai

100-150 meq.5,6

Penggantian kalium melalui jalur intravena harus diberikan jika

pasien tidak bisa mengkonsumsi suplemen kalium oral. Dosis kalium

intravena yang diberikan adalah 0,05-0,1 meq/KgBB dalam manitol

5%, dibolus dahulu sebelum diberikan secara infus. Manitol harus

digunakan sebagai pelarut, karena natrium dalam cairan normo saline

dan dextrose 5% dapat memperburuk serangan.Kalium infus hanya

boleh diberikan sebanyak 1010 meq selama 20-60 menit, kecuali pada

kondisi aritmia jantung atau gangguan respirasi. Hal ini bertujuan

untuk menghindari hiperkalemia yang dapat mengakibatkan pindahnya

PAGE 23
kalium dari kompartmen intraselular ke dalam darah. Pemeriksaan

EKG dan kadar kalium serial juga harus dilakukan.5,6

Profilaksis untuk mencegah berulangnya serangan periodik

paralisis adalah dengan pemberian spironolakton 100-200 mg/hari dan

acetazolamide 250-750 mg/hari. Salah satu obat lain yang efektif

mencegah episode kelemahan pada periodik paralisis adalah

Dichlorphenamide. Selain itu, pasien dan dokter juga harus

memperhatikan secara cermat semua jenis obat baru dan rencana

terapi. Prognosis untuk periodik paralisis bervariasi, tetapi kualitas

hidup dapat normal.5,6

b. Tatalaksana Paralisis Periodik Hiperkalemik

1. Profilaksis : Acetazolamide atau diuretik thiazide dapat digunakan

untuk mencegah serangan.

2. Pengobatan pada saat serangan

Kasus-kasus ringan tidak diperlukan terapi obat karena ini

singkat dan hanya minum minuman manis atau permen gula.

Faktanya banyak pasien merelakan publikasi ini tentang makanan

seperti itu membatalkan serangan mereka.Dalam serangan yang lebih

lama atau parah, diuretik thiazide dan loop-diuretik (Frusemide,

Bumetanide, dll.) Digunakan dalam dosis yang cukup tinggi untuk

mengurangi kalium serum ke tingkat normal. Jika tingkat kalium serum

PAGE 23
sangat tinggi, I.V. 20 ml 20% kalsium glukonat atau I.V. tetes normal

saline, atau I.V glukosa10% + insulin dapat diberikan. Dalam hal

kegagalan atau intoleransi terhadap diuretik, salbutamol dapat dicoba

melalui i.v. rute untuk mengakhiri serangan.5,6

c. Tatalaksana untuk Paralisis Periodik Normokalemik

Pengobatannya serupa dengan kelumpuhan periodik

hiperkalaemik, seperti :

i. diet tinggi karbohidrat, mis., permen gula mungkin cukup.

ii. Thiazides, mis., chlorthalidone 250-1.000 mg/hari mungkin

diperlukan.

iii. I.V. normal saline dan kalsium-glukonat.

iv. I.V. insulin dan glukosa.5,6

2.7 Diagnosis Banding

Masalah lainnya untuk dipertimbangkan:

a. Neuropati motorik dan sensorik herediter

b. Anderson sindroma: sindroma ini, dicirikan dengan kalium sensitif

PP dan aritmia jantung, adalah kelainan terkait autosomal dominan.

Kadar kalium bisa meningkat atau berkurang selama serangan.7

PAGE 23
2.8 Pencegahan

• Hipokalemik PP : Diet rendah karbohidrat dan rendah natrium bisa

menurunkan frekuensi serangan.

• Hiperkalemik PP : Diet permen yang berisi glukosa atau karbohidrat

dengan rendah kalium bisa memperbaiki kelemahan.7

2.9 Prognosis

1. Hiperkalemik periodik paralisis dan paramyotonia kongenita

- Ketika tidak dihubungkan dengan kelemahan, kelainan ini biasanya

tidak mengganggu pekerjaan.

 - Myotonia bisa memerlukan pengobatan

 - Harapan hidup tidak diketahui.

2. Hipokalemik periodik paralisis

Pasien yang tidak diobati bisa mengalami kelemahan poksimal

menetap, yang bisa mengganggu aktivitas.Beberapa kematian sudah

dilaporkan, paling banyak dihubungkan dengan aspirasi pneumonia

atau ketidakmampuan membersihkan sekresi.8

PAGE 23
BAB III

KESIMPULAN

Paralisis periodik adalah suatu sindrom klinis dengan kelemahan /

paralisis otot akut. Penyakit yang berat dapat dimulai pada masa anak-anak,

sedangkan kasus yang ringanseringkali mulai pada dekade ketiga. Penyakit

ini sebagian besar bersifat herediter dan diturunkan secara autosomal

dominan. Periodik paralisis dibagi menjadi 3 jenis, yaitu periodik paralisis

hipokalemia, periodik paralisis hiperkalemia dan periodik paralisis

normokalemia. Periodik paralisis hipokalemia merupakan jenis periodik

paralisis yang paling sering ditemukan. Dibutuhkan pula prosedur diagnostik

dalam penegakan diagnosis, seperti pemeriksaan laboratorium dan

pemeriksaan penunjang lain bila ada indikasi. Tata laksana optimal

merupakan prioritas utama pada kasus periodik paralisis untuk mencegah

outcome yang buruk. Prognosis periodik paralisis baik tergantung pada

tampilan klinis, ketepatan diagnosis dan waktu dimulainya intervensi.

PAGE 23
DAFTAR PUSTAKA

1. Cannon SC. Channelopathies of skeletal muscle excitability. Compr Physiol.

2016;5(2):761−90

2. Price SA, Wilson LM, editor. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Edisi keenam. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003.
3. Kantola IM, Tarssanen LT. Diagnosis of familial hypokalaemic periodic

paralysis: role of the potassium exercise test. Neurology 2016; 42: 2158-62.

4. Fialho D,Griggs RC,Matthews E.Periodic Paralysis. Handb Clin

Neurol.2018;148:505-520

5. Jeffrey M.Statland. Betrand Fontaine. Michael G.2017. Review of The

Diagnosis And Treatment of Periodic Paralysis. Muscle & Nerve. 523-530

6. Statland J. M, Fontaine B, Hanna M G, Johnson N E, Kissel J T, Sansone V

A, et al. Review of The Diagnosis and Treatment of Periodic Paralysis.

MUSCLE & NERVE. April 2018:522-530.

7. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7

8. Smith M,Citerio G, Kofke WA. Periodic paralysis. In: Latronica N, Fagoni N,

eds. Oxford textbook of neurocritical care. New York: Oxford University

Press; 2016: 291-299.

PAGE 23

Anda mungkin juga menyukai