(DIC)
PADA KEHAMILAN
BAB I . PENDAHULUAN
BAB II. HEMOSTASIS NORMAL
1. HEMOSTASIS PRIMER
2. HEMOSTASIS SEKUNDER
BAB III. MEKANISME TERJADINYA PEMBEKUAN DAN DIC
BAB IV. DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION PADA
KEHAMILAN
1. DIAGNOSIS DIC
2. MANAJEMEN DIC PADA KEHAMILAN
BAB V. KESIMPULAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Pada pasien dengan solusio plasenta berat yang disertai kematian janin, DIC
terjadi pada 25% pasien. Pada pasien dengan IUFD dan missed abortion DIC terjadi
pada 25% pasien, dan timbul 5-6 minggu sesudah kematian janin, dengan hasil
perubahan laboratorium pada beberapa kasus sudah nyata berubah sejak awal. Pada
Hellp syndrome DIC terjadi pada 92 dari 442 pasien (21%) 2
Kebanyakan kasus kasus obstetri penyebab adalah kelainan plasenta dan
perdarahan. Selalu diikuti deplesi berat komponen-komponen hemostatik. Pada
keadaan seperti ini, hemostatik tidak dapat diperbaiki tanpa mengganti komponen-
komponen darah. (6,7,8)
BAB II
HEMOSTASIS NORMAL
Hemotasis adalah usaha tubuh agar tidak kehilangan darah terlalu banyak bila
terjadi luka pada pembuluh darah dan agar darah tetap cair serta aliran darah
berlangsung secara lancar. Mekanisme hemostasis normal terdiri atas 3 fase, yaitu
3
hemostasis primer, hemostasis sekunder dan proses fibrinolisis. Mekanisme
hemostasis tersebut berupa : konstriksi pembuluh darah lokal, pembentukan platelet
plug, pembentukan fibrin dan proses fibrinolisis. Proses vasokontriksi-lokal dan
pembentukan platelet plug dinamakan hemostasis primer, sedangkan proses koagulasi
hingga terbentuknya fibrin stabil dinamakan hemostasis sekunder. Proses fibrinolisis
berusaha agar tidak terbentuk trombus berlebihan yang dapat mengganggu aliran
darah.(6,9)
4
2. Jalur ekstrinsik: jalur ini dimulai dari aktivasi faktor VII sampai terbentuknya
fakktor X aktif.
3. Jalur bersama (common pathway): jalur ini mulai dari aktivasi faktor X
sampai terbentuknya fibrin yang stabil.
1. Jalur intrinsik: pada jalur ini proses koagulasi dimulai pada terjadinya kontak
antara faktor XII dengan jaringan kolagen atau komponen subendotelial yang lain.
Selanjutnya faktor XII aktif akan mengubah faktor XI aktif menjadi faktor XI
aktif. Kemudian faktor XI aktif akan mengubah faktor IX menjadi faktor IX aktif.
Akhirnya faktor IX aktif bersama faktor VIIIc, faktor-3-trombosit(PF3), dan
kalsium serum mengubah faktor X menjadi faktor X aktif.
2. Jalur ekstrinsik: jalur ini dimulai dengan tromboplastin jaringan (suatu
lipoprotein yang berasal dari sel yang rusak) akan mengubah faktor VII menjadi
faktor VII aktif. Faktor VII aktif ini secara langsung dapat mengubah faktor X
menjadi faktor X aktif.
3. jalur bersama(common pathway): pada jalur ini faktor X aktif bersama dengan
PF3, faktor V dan kalsium serum akan mengubah protrombin menjadi trombin.
Selanjutnya trombin akan mengubah fibrinogen menjadai fibrin dan fibrin ini
diubah oleh faktor XIII menjadi fibrin yang stabil dengan demikian terbentuklah
gumpalan darah yang stabil.
Perlu diketahui pula bahwa jalur intrinsik dan ekstrinsik itu saling menunjang.
Defisiensi salah satu faktor pada jalur intrinsik atau jalur ekstrinsik mengakibatkan
terjadinya diatesis hemoragik.(5)
Terhadap hemostasis sekunder ini ada suatu mekanisme kontrol khusus.
Walaupun hemostasis sekunder ini diperlukan untuk menghentikan perdarahan
namun proses koagulasi yang berlebihan akan mengakibatkan terbentuknya trombosis
yang kelebihan pula yang menggangu lancarnya aliran darah. Untuk menghindari
terjadinya trombosis patologis ini, tubuh mempunyai mekanisme kontrol terhadap
proses koagulasi ini.(9)
5
Ada dua mekanisme yang telah dikenal pada saat ini yaitu (6,10)
a. Adanya inhibitor terhadap faktor-faktor pembekuan yang aktif itu. Salah satu
inhibitor terhadap faktor pembekuan aktif yang poten adalah antitrombin-III.
Antirombin-III ini menghambat faktor-faktor aktif seperti trombin, faktor Xa,
faktor VIIa, faktor IXa, faktor XIa dan faktor XIIa. Dengan demikian koagulasi
yang berlebihan dapat dihambat dan trombosis berlebihan juga dapat dihambat.
b. Adanya clearance dari faktor-faktor aktif oleh sel-sel hati dan retikulo
endotelial. Dengan berkurangnya faktor-faktor aktif ini koagulasi yang berlebihan
juga dapat dihambat.
6
Gambar 1: Proses koagulasi
XII XIIa
Tromboplastin
XI XIa jaringan
Jalur Jalur
intrinsik IX IXa VIIa VII ektrinsik
+VIII
PF3+
Ca+
X Xa
V+
Ca+
Protrombin Trombin
Jalur
bersama
Fibrinogen Fibrin
+XII
I
Fibrin Stabil
Proses Fibrinolisis
Fibrinolisis adalah proses pelarutan fibrin secara enzimatik oleh suatu zat
yang dinamakan plasmin. Bagan proses ini dapat dilihat pada gambar (1).(6)
7
Gambar 2 : Bagan proses fibrinolisis (6)
Plasminogen
Aktivator plasminogen
fibrinogen fibrin
fibrinogen fibrin
degradation degradation
product product
(FDP) (FDP)
8
BAB III
MEKANISME TERJADINYA PEMBEKUAN DAN DIC
9
(10)
Patofisiologi
MASSIVE TRAUMA
BURNS
GIANT ABRUTIO
HEMANGIOMAS PLACENTAE
INTRAUTERINE
TISSUE FETAL DEATH
INJURY
PROMYELOCYTIC
LEULEMIA
MASSIVE
ENDOTHELIAL
CELL INJURY Platelet
OR Adhesion &
ACTIVATION aggregation AMNIOTIC FLUID
Tissue EMBOLISM
Contact Factor
activation
XII
Platelet
ENDOTOXIN XI Factor 3
S
IX
VIII
X NEOPLASMS
SNAKE Prothrombin
VENOMS
Fibrinogen
FIBRIN
Gambar 2. Mekanisme awal . Panah bergaris menujukan jalur hemostasis normal, dan
panah titik menunjukkan jalur dimana kelainan mengawali .
10
BAB IV
DIC PADA KEHAMILAN
Pada kasus obstetri DIC selalu merupakan akibat adanya proses yang
lain.Aktifasi sistem koagulasi terjadi dengan cara:
1. Pelepasan sistem tromboplastin kedalam sirkulasi maternal dari plasenta dan
jaringan desidua. Mekanisme ini terjadi secara cepat pada kasus solusio
plasenta,emboli air ketuban, ruptur uteri, dan terjadi secara perlahan dan
membahayakan pada kasus IUFD dan missed abortion. 2
2. Kerusakan pada sel endotelial membuka kolagen utama kedalam plasma dan
mengaktifkan faktor koagulasi.2 Eklamsia dan preeclampsia termasuk dalam
kategori ini.3
3. Kerusakan pada sel darah merah dan trombosit melepaskan pospolipid. Hal ini
terjadi pada reaksi transfusi. 2
Kesalahan memperkirakan jumlah perdarahan pada persalinan dengan cairan
pengganti yang tidak adekuat dengan kristaloid atau koloid menyebabkan terjadinya
vasospasme, menyebabkan kerusakan endotel, dan memicu terjadinya DIC. Hipotensi
menurunkan perfusi sehingga terjadi hipoksia lokal dan asidosis pada tingkat jaringan
memicu terjadinya DIC. DIC bisa dihindari dengan mengganti cairan yang cukup,
meskipun pada anemia yang berat. 4
Gambaran klinis DIC pada kehamilan seringkali gejala dan tanda komplikasi
obstetri yang mendasari terjadinya DIC. Manifestasi perdarahan yang muncul bisa
berupa hematom, purpura, epistaksis, bekas injeksi yang berdarah, atau yang lebih
dramatis terjadinya perdarahan aktif dari luka operasi dan perdarahan post partum. 2
Perdarahan bisa berupa hematuria, perdarahan gastrointestinal, intracarnial dan
internal bleeding.3 Gejala sisa adanya trombosis jarang ada pada DIC yang terjadi
secara akut, gejala lebih banyak ditutupi oleh kecenderungan terjadinya perdarahan.
Manifestasi adanya trombosis adalah disfungsi ginjal, hepar, dan paru.2
11
Patogenesis terjadinya DIC meliputi peningkatan pembentukan trombin,
penurunan mekanisme fisiologis antikoagulan, dan terhambatnya proses fibrinolisis.
ntikoagulan fisiologis meliputi antitrombin III, protein C dan TFPI (tissue factor
pathway inhibitor). Pada DIC kadar antitrombin III, yang merupakan inhibitor
trombin utama menurun sebagai respon terhadap proses koagulasi yang sedang
berlangsung, degradasi oleh elastase yang dikeluarkan oleh neutrofil aktif, dan
gangguan sintesis antitrombin III.(4)
Penurunan fungsi sistem protein C disebabkan oleh penurunan aktifitas
trombomodulin, penurunan kadar fraksi bebas protein S (kofaktor esensial protein
C),disamping penurunan sintesis. Penurunan aktivitas fibrinolitik diperantrai oleh
peningkatan inhibitor aktivator plasminogen tipe 1, penghambat utama sistem
fibrinolitik, dan penelitian klinik menunjukkan meskipun terdapat aktivitas
fibrinolitik, pada DIC aktivitasnya terlalu lemah dibandingkan aktivitas pembentukan
fibrin.5
12
bervariasi. Uji laboratorium untuk diagnosis DIC terdiri atas uji tapis dan uji penentu.
Uji tapis meliputi hitung trombosit, Protrombin time (PT), Partial
Tromboplastin Time, masa trombin, fibrinogen, sedangkan uji penentu adalah
pemeriksaan fibrin monomer terlarut (soluble fibrin monomer), D-dimer, Fibrin
degradation product dan anti trombin. Dalam pertemuan Scientific and
standardization Comittee International Society on trombosis and
Haemostasis ke 47, Juli 2001 di Paris disusun sistem skor untuk DIC. 6
TABEL1. Skor DIC. 6
Angka trombosit rendah, atau turun sangat rendah, hal ini disebabkan kadar
faktorVII dari sel endotelial sering meningkat. Partial tromboplastin time
bervariasi dan mungkin hanya memanjang pada proses akhir, ketika faktor
13
pembekuan turun sangat rendah. Protrombin time menjadi memanjang, oleh
karena hampir semua faktor koagulasi ekstrinsik turun (terutama II,V,VII,X). 4
Trombin time biasanya memanjang. Kadar fibrinogen pada kondisi kehamilan
normal meningkat 400-650 mg/dl pada DIC kadarnya turun pada kadar normal orang
tidak hamil. Pada DIC berat kadar fibrinogen biasanya kurang dari 150 mg/dl. Kadar
FDP 80/ml mendukung diagnosis DIC, kadar ini akan menetap tinggi selama 24-48
jam setelah DIC terkontrol. Sediaan apus darah akan menunjukkan bentuk abnormal,
dan sel darah merah yang pecah (Schistocytes), yang terbentuk akibat melalui
lubang fibrin pada kapiler yang tersumbat.2
14
general anestesi, pemberian trombosit 10 unit sebelum operasi bila angka
trombosit <50.000/L, penutupan luka secara sekunder atau pemasangan drain
subkutan,transfusi diberikan sesuai kebutuhan dan monitoring intensif dilakukan
selama 48 jam sesudah persalinan.4,8
Pada pasien dimana penyebab dan gejala DIC adalah perdarahan, perfusi organ
merupakan hal yang sangat penting, infus cepat dengan Ringer laktat atau NaCl, dan
mengganti perdarahan dengan whole blood. Fresh whole blood merupakan
yang terbaik 7 karena kandungkan faktor koagulasi dan trombosit. Oksigenasi dengan
sungkup atau intubasi endotracheal diberikan untuk mencapai oksigenasi arterial yang
memuaskan. Monitoring dengan pemasangan CVP untuk menjaga produksi urin 30-
60 ml/jam dan hematokrit >30%.2 Penggantian faktor koagulasi sebaiknya dilakukan
oleh ahli hematologi. Fresh frozen plasma (FFP) mengganti hampir semua
faktor pembekuan dan mempunyai risiko paling rendah menularkan hepatitis. 1 unit
diberikan setelah 4-6 unit whole blood, dilanjutkan 1 unit tiap 2 unit whole blood
yang diperlukan. FFP diberikan dengan indikasi perdarahan masif, defisiensi faktor
koagulasi tertentu, melawan pemberian warfarin sebelumnya, defisiensi antitrombin
II, imunodefisiensi dan purpura trombositopeni. 1 FFP diberikan bila protrombin
time lebih dari 1,5 kali nilai kontrol normal. Tujuan transfusi FFP sampai menjaga
angka protrombin time dalam selisih 2-3 detik dari kontrol FFP mengandung
semua faktor koagulan, tidak mengandung trombosit.3
Crioprecipitates mungkin diperlukan bila fibrinogen sangat rendah
(fibrinogen <100 mg/dl). 10 unit criopresipitat biasanya diberikan sesudah
pemberian 2-3 unit plasma.4 riopresipitates mengandung fibrinogen, faktor VIII,
XIII.3 Trombosit dapat ditransfusi pada kondisi trombositopenia berat, dimana satu
unit dapat menaikkan angka trombosit 5000/L 10.000/L. Transfusi trombosit
diberikan apabila terdapat perdarahan aktif dengan angka trombosit < 50.000/L, atau
pada kondisi angka trombosit <50.000/L pada pasien dengan rencana dilakukan
tindakan operasi (seksio sesarea), dan sebagai tindakan profilaktik dengan angka
trombosit 20.000/L -30.000/L. Trombosit biasanya diberikan 1-3 unit/10 kg/hari. 1,2
15
Vitamin K dan folat diberikan mengingat pasien dengan DIC seringkali kekurangan
kedua vitamin ini. Sedang berkembang bukti pemberian antitrombin III konsentrat
pada pasien DIC dapat memperbaiki kondisi dan mempercepat penyembuhan.2
Penggunaan heparin merupakan metode untuk menghentikan proses DIC.
Heparin dipertimbangkan apabila terdapat disfungsi ginjal berat, gangrene jari-jari.
Heparin diberikan pada dosis 5000-1000 unit per jam intravena, dengan dosis awal
5000 unit.Kontrol untuk terapi heparin sulit dilakukan, namun kecuali jika fibrinogen
sangat rendah dan terapi adekuat diperoleh dengan melihat peningkatan Trombin
time atau Partial tromboplastin time satu sampai satu setengah kali dari
kontrol.3
Heparin merupakan suatu mukopolisakarida sulfat yang mampu mengikatkan
diri dengan antitrombin III, sehingga sifat antikoagulan molekul Antitrombin III
dilipatgandakan (dipercepat sampai 2000 kali).7 Heparin barangkali tidak selalu
bermanfaat pada pasien dengan DIC, oleh karena kadar antitrombin III bervariasi
pada tiap pasien, bahkan kadarnya bisa berkurang, terutama pada DIC yang terjadi
secara akut. Penelitian lebih lanjut pemakain terapi pengganti antitrombin III secara
randomisasi sedang berlangsung.9
Pemberian Heparin terutama direkomendasikan pada kasus DIC kronik seperti
IUFD, dan tidak direkomendasikan pada pasien dengan perdarahan yang masif.
Epsilon aminocaproic acid (EACA) menghambat perubahan plasminogen menjadi
plasmin, dan digunakan untuk mencegah proses sekunder fibrinolisis. Namun
pemakaiannya tidak direkomendasikan. Masih diragukan penggunaan kedua agen itu
dibenarkan atau tidak untuk mengatasi DIC. Pemakaiannya hanya pada tingkatan
teori, pemakaian praktis penggunaannya masih kurang.2
Terapi logis kedepan yang bisa dipikirkan pada kasus DIC adalah
penghambatan aktifitas faktor jaringan. Salah satu penghambatnya adalah nematode
rekombinan antikoagulan protein C2, yang merupakan inhibitor spesifik yang kuat
terhadap pembentukan komplek dari faktor jaringan dan faktor VII a dengan faktor
Xa. Pemberian TFPI juga dapat menghambat aktivitas faktor jaringan sehingga dapat
16
mencegah aktifasi sistem koagulasi. Pemberian protein C mungkin juga akan
memberikan manfaat, seperti yang ditemukan pada binatang dengan kelainan ini.5
17
BAB V
KESIMPULAN
DIC menimbulkan manifestasi klinik berupa trombosis dan perdarahan.
Kewaspadaan terhadap kondisi obstetri yang dapat menimbulkan DIC penting
dilakukan.
Manajemen yang pertama adalah mengatasi penyebab timbulnya DIC.
Umumnya hal ini ilakukan dengan melahirkan produk kehamilan, kemudian
dilanjutkan dengan menjaga perfusi organ, dan penggantian faktor koagulasi.
Pemberian Heparin terutama direkomendasikan pada kasus DIC kronik seperti IUFD,
dan tidak direkomendasikan pada pasien dengan perdarahan yang masif
18
DAFTAR PUSTAKA
st
1. Cunninghum FG ,et. al: Obstetrics Hemorhage, Williams Obstetrics 21 edition.
Mc Graw Hill Companies, New york, 2001 : 493-501.
2. The Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada, Alarm International,
second edition, Ontario, 2001.
3. Miller A, Hanretty K.Coagulation Failure In Pregnancy, In Obstetrics Illustrted
Fifth Edition , Churcill Lvingstone, 1997 : 122-24.
4. Foley, M.R., Strong, T.H., Obstetric Intensive care, WB saunders, 1997
5. Levi, M., Cate, H.T., Disseminated intravascular coagulation. Nejm:1999;341:586-
91.
6. Tambunan,K.L., Sudoyo, A., Mustafa. Pudjiadji, A., Chen, K,. Tatalaksana
Koagulasi Intravaskular Diseminata (DIC) pada sepsis, konsensus nasional,
cetakan pertama, 2001.
7. Suparman, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Indonesia, cetakan III, Jakarta, 1993
8. Hariman, H : Management Of Koagulasi intravaskuler diseminata In Obstetrics
accidents. Pertemuan Ilmiah Berkala (PIB) IDSAI, Medan 4-7 juli 2002.
9. Drews, R.E., Weinberger, S.E., Trombositopenic disorder in Critically ill patients,
Am J Respir Crit Care Med:2000;162:347-351.
10.Lee .G. Richard. M. D. Acquired Coagulation Disorders. In : Wintrobes Clinical
Hematology 9th ed. Philadelphia; 1993; 1473 1502.
19