Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi
trasmisi neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah
kesadaran seseorang (volunteer) . Karakteristik yang muncul berupa
kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada
otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial.
Miastenia gravis lebih banyak terdapat pada wanita daripada pria
(usia 40 tahun). Kalau penderita punya thymomas, justru mayoritas
pada pria dengan 50-60 tahun. Pada pasien yang mengalami
miastenia gravis akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang
sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya: krisis miastenia,
krisis kolinergik, pneumonia dan sepsis. Miastenia gravis merupakan
penyakit yang dapat mengangu mobilisasi penderitanya, oleh karena
itu perlu adanya penanganan yang serius terhadap kasus ini.

B. Permasalahan
Permasalahan yang timbul sehingga disusunnya asuhan
keperawatan ini adalah bagaimana seharusnya tindakan asuhan
keperawatan pada sistem persarafan dengan kasus Myasthenia
gravis?

C. Tujuan
Tujuan disusunnya asuhan keperawatan ini adalah:
1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan pada klien
b. Dapat memahami tentang konsep asuhan keperawatan pasien
dengan Miastenia gravis.
BAB II
KONSEP MEDIS

1. Pengertian
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi

trasmisi neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah


kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul berupa
kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada
otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial.
Miastenia gravis adalah penyakit autoimun yang dimanifestasikan
adanya kelemahan dan kelelahan otot akibat dari menurunnya
jumlah dan efektifitas reseptor asetilkoline (ACh) pada
persambungan antar neuron (neuromuscular junction).

2. Klasifikasi
Menurut Osserman miastenia gravis dapat diklasifikasikan
menjadi 4 kelas, yaitu:
1. Kelas I (miastenia okular)
Hanya menyerang otot-otot okular sepeti ptosis, diplopia. Sifatnya
ringan dan tidak menimbulkan kematian.
2. Kelas II
a. Kelas II A (miastenia umum ringan)
Awitan lambat, biasanya pada mata kemudian menyebar ke otot
rangka, tidak gawat, respon terhadap obat baik, kematian rendah.
b. Kelas II B ( miastenia umum sedang)
Menyerang beberapa otot skeletal dan bulbar, kesulitan mengunyah,
menelan. Respon terhadap obat kurang, angka kematian rendah.
Perkembangan penyakit cepat, disertai krisis pernapasan, respon
terhadap obat buruk, terjadinya thyoma tinggi dan angka kkematian
tinggi.
4. Kelas IV (mistenia berat lanjut)
Berkembang selama 2 tahun dari kelas I ke kelas II. Dapat
berkembang secara perlahan atau tiba-tiba, respon terhadap
pengobatan kurang dan kematian tinggi.

3. Etiologi
Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan
gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung
antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson motor neuron
terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan
asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson,
partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat
memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi dengan ACh
Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka
saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya
kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi
otot.
Meskipun faktor presipitasi masih belum jelas, tetapi hasil
penelitian menunjukkan bahwa kelemahan pada miastenia gravis
diakibatkan dari sirkulasi antibodi dalam reseptor ACh. Menurut
hipotesa bahwa sel-sel myoid (sel-sel thymus yang menyerupai sel
otot skeletal) sebagai tempat yang paling awal terjangkit penyakit.
Virus bertanggung jawab terhadap sel-sel ini dimana menyebabkan
pembentukan antibodi.
Penyebab lain diperkirakan karena faktor keturunan, dimana
napas. Setelah 7 sampai 14 hari bayi lahir, gejala-gejala ini akan
hilang seiring hilangnya antibodi. Hal ini memperkuat teori bahwa
antibodi berperan dalam penyakit ini.
Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada
Miastenia gravis tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia
gravis terdapat kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi
menurut teori terakhir, faktor imunologik yang berperanan.
4. Patofisiologi
Dasar ketidaknormalan pada miastenia gravis adalah adanya
kerusakan pada tranmisi impuls saraf menuju sel otot karena
kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membrane
postsinaps pada sambungan neuromuscular. Penelitian
memperlihatkan adanya penurunan 70 % sampai 90 % reseptor
asetilkolin pada sambungan neuromuscular setiap individu. Miastenia
gravis dipertimbangkan sebagai penyakit autoimun yang bersikap
lansung melawan reseptor asetilkolin (AChR) yang merusak tranmisi
neuromuscular.
Pada myasthenia gravis, sistem kekebalan menghasilkan
antibodi yang menyerang salah satu jenis reseptor pada otot
samping pada simpul neuromukular-reseptor yang bereaksi terhadap
neurotransmiter acetycholine. Akibatnya, komunikasi antara sel
syaraf dan otot terganggu. Apa penyebab tubuh untuk menyerang
reseptor acetylcholine sendiri-reaksi autoimun-tidak diketahui.
Berdasarkan salah satu teori, kerusakan kelenjar thymus
kemungkinan terlibat. Pada kelenjar thymus, sel tertentu pada sistem
kekebalan belajar bagaimana membedakan antara tubuh dan zat
asing. Kelenjar thymus juga berisi sel otot (myocytes) dengan
reseptor acetylcholine. Untuk alasan yang tidak diketahui, kelenjar
f. B6 (Bone)
Gangguan aktifitas/ mobilitas fisik, kelemahan otot yang
berlebihan.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Otot mata: diplopia, ptosis, kelemahan otot bola mata.
b. Otot wajah: kelemahan otot wajah, kesulitan tersenyum, kesulitan
mengunyah, menelan, suara dari hidung hilang.
c. Otot leher: kesulitan mempertahankan posisi kepala.
d. Otot pernapasan: pernapasan lambat, kegagalan pernapasan
dengan penurunan tidal volume dan vital capacity, tidak efektifnya
batuk.
e. Otot lain: kelemahan otot rangka dan ekstremitas.
f. Status nutrisi: penurunan berat badan, tanda-tanda kekurangan
nutrisi.
6. Psikosoial
a. Pekerjaan
b. Peran dan tanggungjawab yang biasa dilakukan
c. Penerimaan terhadap kondisi
d. Koping yang biasa digunakan
e. Status ekonomi atau penghasilan.
7. Pengetahuan pasien dan keluarga
a. Pemahaman terhadap penyakit, komplikasi, prognosis, pengobatan
dan perawatan.
b. Kemampuan membaca dan belajar

2. Diagnosa
Diagnosa yang memungkinkan timbul pada pasien dengan
miastenia gravis, yaitu:
Data Subjektif (DS):
Pasien mengatakan kesulitan bernapas
Data Objektif (DO):
a. Menurunnya frekuensi pernapasan
b. Penggunaan otot-otot pernapasan tambahan
c. Pernapasan cuping hidung
d. Perubahan tingkat kesadaran
e. Perubahan nilai AGO: menurunnya PaCO2 dan meningktanya
PaCO2.
f. Sianosis
g. Akral dingin
h. Hasil laboratorium asetilkolin
i. Hasil EMG: adanya kelemahan otot.
2. Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan
kelemahan otot, kehilangan refleks batuk dan menelan.
Ditandai dengan:
Data Subjektif (DS):
a. Pasien mengatakan sulit batuk
b. Pasien mengatakan banyak slem
Data Objektif (DO):
a. Refleks batuk dan gag menurun
b. Sekret/slem nampak banyak
c. Bunyi napas tidak normal
3. Aktivitas intoleran berhubungan dengan kelemahan otot
Ditandai dengan:
Data Subjektif (DS):
a. Pasien mengatakan cepat lelah setelah melakukan aktivitas
b. Pasien mengatakan mengalami kelemahan otot
b. Pasien tidak mampu melakukan tindakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari
c. Nadi meningkat
d. Tekanan darah meningkat
e. Pernapasan meningkat
f. Kekuatan otot menurun
4. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.
Ditandai dengan:
Data Subjektif (DS):
a. Pasien mengatakan tidak dapat makan karena sulit untuk menelan
b. Pasien mengatakan mual dan tidak nafsu makan
Data Objektif (DO):
a. Jumlah intake makanan kurang
b. Diet makanan
c. Refleks menelan dan mengunyah tidak ada
d. Penurunan berat badan
e. Pasien nampak kurus
f. Kelemahan otot
g. Tonus otot kurang
h. Konjungtiva anemis
i. Nilai Hb dan albumin menurun
5. Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan
kelemahan otot okuler
Ditandai dengan:
Data Subjektif (DS):
a. Pasien mengatakan pandangan ganda
b. Pasien mengatakan kesulitan menggerakkan bola mata
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi
trasmisi neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah
kesadaran seseorang (volunteer) . Karakteristik yang muncul berupa
kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada
otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial.
Miastenia gravis lebih banyak terdapat pada wanita daripada pria
(usia 40 tahun). Kalau penderita punya thymomas, justru mayoritas
pada pria dengan 50-60 tahun. Pada pasien yang mengalami
miastenia gravis akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang
sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya: krisis miastenia,
krisis kolinergik, pneumonia dan sepsis. Miastenia gravis berakibat
pada kelemahan otot wajah, otot leher, otot mata, otot pernapasan,
otot rangka dan ekstremitas.

2. Saran
Myastenia gravis dapat menyebabkan perubahan status
kesehatan pada penderitanya serta dapat menimbulkan komplikasi
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi. EGC:


Jakarta

Guyton. 1987. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi Revisi .


EGC: Jakarta.

Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi I. Yogyakarta : Gajah


Mada University Press.

Jukarnain. 2011. Keperawatan Medikal – Bedah gangguan Sistem


Persarafan.

Long, Barbara C. 1996. Keperawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan


Proses Keperawatan. Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan.

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses


Penyakit Volume 1 Edisi 6. EGC: Jakarta.

http://syawir-uimkeperawatan.blogspot.com/2012/01/askep-myastenia-
gravis.html

Anda mungkin juga menyukai