Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat di dalam terjadi
kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan
waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal). Miastenia gravis mempengaruhi
sekitar 400 per 1 juta orang. Kelemahan otot yang parah yang menyebabkan oleh
penyakit tersebut membawa sejumlah komplikasi lain, termasuk kesulitan
bernapas kesulitan mengunyah dan menelan, bicara cadel, kelopak mata murung
dan kabur atau penglihatan ganda.

Miastenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur.


Namun lebih sering terjadi pada para wanita, yaitu wanita berusia antara 20 dan
40 tahun. Pada laki-laki lebih dari 60 tahun. Dan jarang terjadi selama masa
kanak-kanak.

Siapapun bisa mewarisi kecenderungan terhadap kelainan autoimun ini.


Sekitar 65% orang yang mengalami miastenia gravis mengalami pembesaran
kelenjar hymus, dan sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus
(thymoma). Sekitar setengah thymoma adalah kanker (malignant). Beberapa
orang dengan gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk reseptor
acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadao enzim yang berhubungan dengan
pembentukan persimpangan neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa
memerlukan pengobatan berbeda.

Pada 40% orang dengan miastenia gravis, otot mata terlebih dahulu
terkena, tetapai 85% segera mengalami masalah ini. Pada 15% orang, hanya otot-
otot mata yang terkena,, tetapi pada kebanyakan orang, kemudian seluruh tubuh
terkena , kesulitan berbicara, dan menelan dan kelemahan pada lengan dan kaki
serimg terjadi. Pegangan tangan bisa berubah-ubah antara lemah dan normal.
Otot leher bisa menjadi lemah. Sensasi tidak terpengaruh.

1
Ketika orang dengan miastenia gravis menggunakan otot secara berulang-
ulang, otot tersebut biasanya menjadi lemah. Misalnya, orang yang dahulu bisa
menggunakan palu dengan baik menjadi lemah setelah memalu untuk beberapa
menit. Meskipun begitu, kelemahan otot bervariasi dalam intensitas dari jam ke
jam dan dari hari ke hari, dan rnagkaian peyakit tersebur bervariasi secara luas.
Sekitar 15% orang mengalami peristiwa berat (disebut miastenia crisis),
kadangkala dipicu oleh infeksi. Lengan dan kaki sangat lemah. Pada beberapa
orang, otot diperlukan untuk pernapasan yang melemah. Keadaan ini dapat
mengancam nyawa.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah laporan pendahuluan pada penyakit miesthania gravis?

2. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien miesthania gravis?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

- Mengetahui laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada pasien


miesthania gravis.

2. Tujuan Khusus

- Mengetahui definisi Miesthania Gravis

- Mengetahui klasifikasi Miesthania Gravis

- Mengetahui etiologi Miesthania Gravis

- Mengetahui patofisiologi Miesthania Gravis

- Mengetahui manifestasi klinis Miesthania Gravis

2
D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Mahasiswa menjadi mengerti tentang:

a. Definisi tentang Miesthenia Gravis

b. Klasifikasi tentang Miesthenia Gravis

c. Etiologi tentang Miesthenia Gravis

d. Patofisiologi Miesthenia Gravis

e. Manifestasi klinis dari Miesthenia Gravis

2. Manfaat Praktis

Mahasiswa dapat mengerti dan memberikan asuhan keperawatan kepada


pasien dengan Miesthenia Gravis.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Laporan Pendahuluan pada Penyakit Miesthania Gravis

I. Definisi

Miastenia Gravis merupakan bagian dari penyakit neuromuskular.


Miastenia gravis adalah gangguan yang memengaruhi transmisi
neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesedaran
seseorang (volunter). Miastenia gravis merupakan kelemahan otot yang
parah dan satu-satunya penyakit neuromuskular dengan gabungan antara
cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan
(dapat memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari normal) (Price dan
Wilson, 1995).

Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihandan


umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter yang dipengaruhi oleh
fungsi saraf kranial. Serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat
paling sering pada wanita antara 15-35 tahun dan pada pria sampai 40
tahun.

II. Etiologi
Penyebab miastenia gravis masih belum diketahui secara pasti,
diduga kemungkinan terjadi karena gangguan atau destruksi reseptor
asetilkolin (Acetyl Choline Receptor (AChR)) pada persimpangan
neoromuskular akibat reaksi autoimun. Etiologi dari penyakit ini adalah:
- Kelainan autoimun: direct mediated antibody, kekurangan AChR,
atau kelebihan kolinesterase.
- Genetik: bayi yang dilahirkan oleh ibu MG.

III. Klasifikasi

4
Klasifikasi Klinis

Kelompok I Hanya menyerang otot-otot okular, disertai ptosis dan


Miastenia diplopia. Sangat ringan, tidak ada kasus kematian.
Okular

Kelompok
Miastenia
Umum

A. Miastenia - Awitan (onset) lambat, biasanya pada mata, lambat


umum laun menyebar ke otot-otot rangka dan bulbar
- Sistem pernapasan tak terkena. Respons terhadap
ringan
terapi obat baik
- Angka kematian rendah
B. Miastenia - Awitan terhadap dan sering disertai gejala-gejala
umum okular, lalu berlanjutan semakin berat dengan
sedang terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar
- Disartria, disfagia, dan sungkar mengunyah lebih
nyata dibandingkan dengan miastenia gravis umum
ringan. Otot-otot pernapasan tak terkena
- Respons terhadap terapi obat kurang memuaskan
dan aktivitas klien terbatas, tetapi angka kematian
rendah
C. Miastenia 1. Fulminan akut:
- Awitan yang cepat dengan kelemahan
umum
otot-otot rangka dan bulbar dan mulai
berat
terserang otot-otot pernapasan
- Biasanya penyakit berkembang maksimal
dalam waktu 6 bulan
- Respons terhadap obat buruk
- Insiden krisis miastenik, kolinergik,
maupun krisis gabungan kedua tinggi
- Tingkat kematian tinggi
2. Lanjut:
- Miastenia gravis berat timbul paling
sedikit 2 tahun setelah awitan gejala-
gejala kelompok I dan II
- Miastenia gravis dapat berkembang

5
secara perlahan alau tiba-tiba
- Respons terhadap obat dan prognosis
buruk.
Sumber: Price dan Wilson, Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-proses Penyakit, Jakarta:
EGC, 1995.

IV. Patofisiologis

Dasar ketidaknormalan pada miastenia gravis adalah adanya


kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot karena
kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membran
postsinaps pada sambungan neuromuskular.

Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh saraf besar bermielin
yang berasal dari sel kornu anterior medula spinalis dan batang otak.
Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan
kranial menuju ke perifer. Masing-masing saraf memiliki banyak sekali
cabang dan mampu merangsang sekitar 2.000 serabut otot rangka.
Gabungan antara saraf motorik dan serabut-serabut otot yang dipersarafi
disebut unik motorik. Meskipun setiap neuron motorik mempersarafi
banyak serabut otot, tetapi setiap serabut otot dipersarafi oleh hanya satu
neuron motorik (Price dan Wilson, 1995).

Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf


motorik dan serabut otot disebut sinaps neuromuskular atau hubungan
neuromuskular.

Hubungan neuromuskular merupakan suatu sinaps kimia antara


saraf dan otot yang terdiri atas tiga komponen dasar, yaitu unsur prasinaps,
elemen postsinaps, dan celah sinaps yang mempunyai lebar sekitar 200 A.
Unsur prasinaps terdiri atas akson terminal dengan vesikel sinaps yang
berisi asetilkolin yang merupakan neurotransmiter.

Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson terminal.


Membran plasma akson terminal disebut membran prasinaps. Unsur

6
postsinap terdiri dari membran postsinaps (post-functional membrane)
atau lempeng akhir motorik serabut otot.

Membran postsinaps dibentuk oleh invaginasi selaput otot atau


sarkolema yang dinamakan alur atau palung sinaps tempat akson terminal
menonjol masuk kedalamnya. Bagian ini mempunyai banyak lipatan
(celah-celah subneural) yang sangat menambah luas permukaan. Membran
postsinaps memiliki reseptor-reseptor asetilkolin dan sanggup
menghasilkan potensial aksi otot. Pada membran postsinaps juga terdapat
suatu enzim yang dapat menghancurkan asetilkolin yaitu prasinaps dan
postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zat gelatin dan melalui gelatin
ini cairan ekstrasel dapat berdifusi.

V. Pathway
Gangguan autoimun yang
merusak reseptor asetilkolin

Jumlah reseptor asetilkolin


berkurang pada membrane
postsinaps

Kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju


sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau
hilangnya reseptor normal membran postsinaps
pada sambungan neuromuskular
Penurunan hubungan neuromuskular

Kelemahan otot-otot
Otot-otot okular Otot wajah, laring, faring Otot volunter Otot pernapasan
7
Gangguan otot levator Regurgitasi makanan ke Kelemahan otot-otot Ketidakmampuan batuk
palpebra hidung pada saat menelan rangka efektif

Ptosis & Diplopia Suara abnormal 5. Hambatan mobilitas


Kelamahan otot-otot
fisik
pernapasan
8. Gangguan citra diri Ketidakmampuan menutup
3. Risiko tinggi aspirasi
rahang 6. Intoleransi aktivitas
1. Ketidakefektifan
Krisis miastenia pola napas
4. Gangguan pemenuhan
nutrisi 2. Ketidakefektifan
Kematian bersihan jalan napas
7. Kerusakan Komunikasi
Verbal

VI. Manifestasi Klinis

1. Kelemahan otot mata dan wajah (hampir selalu ditemukan).

a. Ptosis

b. Diplobia

c. Otot mimic

2. Kelemahan otot bulbar

a. Otot-otot lidah

- Suara nasal, regurgitasi nasal.

- Kesulitan dalam mengunyah.

- Kelemahan rahang yang berat dapat menyebebkan rahang


terbuka.

- Kesulitan menelan dan aspirasi dapat terjadi dengan cairan


batuk dan tercekik saat minum.

8
b. Otot-otot leher: otot-otot fleksor leher lebih terpengaruh daripada
otot-otot ekstensor.

3. Kelemahan otot anggota gerak

4. Kelemahan otot pernapasan

a. Kelemahan otot interkostal dan difragma menyebabkan retensi


CO2. Hipoventilasi menyebabkan kedaruratan neuromuskular.

b. Kelemahan otot faring dapat menyebabkan gagal saluran napas


atas.

VII. Komplikasi

a. Miatenia crisis atau cholinergic crisis akibat terapi yang tidak


diawasi.

b. Pneumonia

c. Bollous Death

VIII. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan diarahkan pada perbaikan fungsi melalui


pemberian obat antikolinestrase dan mengurangi serta membuang antibodi
yang bersikulasi.

a. Obat anti kolinestrase

- Piridostigmin bromide (mestinon), ambenonium klorida


(Mytelase), neostigmin bromide (Prostigmin).

- Diberikan untuk meningkatkan respon otot terhadap impuls saraf


dan meningkatkan kekuatan otot, hasil diperkirakan dalam 1 jam
setelah pemberian.

b. Terapi imunosupresif

9
- Ditujukan pada penurunan pembentukan antibody antireseptor atau
pembuangan antibody secara langsung dengan pertukaran plasma.

- Kortikostreoid menekan respon imun, menurunkan jumlah


antibody yang menghambat.

- Pertukaran plasma (plasmaferesis) menyebabkan reduksi sementara


dalam titer antibody.

- Thimektomi (pengangkatan kalenjer thymus dengan operasi)


menyebabkan remisi subtansial, terutama pada pasien dengan
tumor atau hiperlasia kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus.
kalenjer timus. kalenjer timus.

IX. Pemeriksaan Diagnostik

a. Laboratorium

- Anti-acetylcholine receptor antibody

- 85% pada miastenia umum

- 60% pada pasien dengan miastenia okuler

- Anti-striated muscle: pada 84% pasien dengan timoma dengan usia


kurang dari 40 tahun.

- Interleukin-2 receptor

 Meningkat pada MG

 Peningkatan berhubungan dengan progresifitas penyakit

b. Imaging

- X-ray thoraks

- CT scan thoraks

- MRI otak dan orbita

10
c. Pemeriksaan klinis

- Menatap tanpa kedip pada suatu benda yg terletak diatas bidang


kedua mata selama 30 detik, akan terjadi ptosis.

- Melirik ke samping terus menerus akan terjadi diplopia

- Menghitung atau membaca keras-keras selama 3 menit akan terjadi


kelemahan pita suara suara hilang.

- Tes untuk otot leher dg mengangkat kepala selama 1 menit dalam


posisi berbaring.

- Tes exercise untuk otot ekstremitas, dengan mempertahankan posisi


saat mengangkat kaki dengan sudut 45° pada posisi tidur telentang
3 menit, atau duduk-berdiri 20-30 kali. Jalan diatas tumit atau jari
30 langkah, tes tidur-bangkit 5-10 kali.

d. Tes tensilon (edrophonium chloride)

- Suntikkan tensilon 10 mg (1 ml) i.v, secara bertahap. Mula-mula 2


mg à bila perbaikan (-) dalam 45 detik, berikan 3 mg lagi à bila
perbaikan (-), berikan 5 mg lagi. Efek tensilon akan berakhir 4-5
menit.

- Efek samping : ventrikel fibrilasi dan henti jantung.

e. Tes kolinergik

f. Tes Prostigmin (neostigmin)

- Injeksi prostigmin 1,5 mg im.

- Dapat ditambahkan atropin untuk mengurangi efek muskariniknya


seperti nausea, vomitus, berkeringat. Perbaikan terjadi pada 10-15
menit, mencapai puncak dalam 30 menit, berakhir dalam 2-3 jam.

11
g. Pemeriksaan EMNG

Pada stimulasi berulang 3 Hz terdapat penurunan amplitudo


(decrement respons) > 10% antara stimulasi I dan V. MG ringan
penurunan mencapai 50%, MG sedang sampai berat dapat sampai 80%.

h. Pemeriksaan antibodi AchR

Antibodi AChR ditemukan pd 85-90% penderita MG generalisata,


& 0% MG okular. Kadar ini tidak berkorelasi dengan beratnya
penyakit.

B. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kasus Miesthania Gravis

1. Pengkajian

Anamnesis

Anamnesis pada miastenia gravis meliputi keluhan utama, riwayat


penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan
pengkajian psikososial.

Keluhan Utama

Hal yang sering meyebabkan klien miastenia meminta bantuan medis


adalah kondisi penurunan atau kelemahan otot-otot, dengan manifestasi
diplopias (penglihatan ganda), ptosis (jatuhnya kelopak mata, merupakan
keluhan utama dari 90 % klien miastenia gravis, disfonia (gangguan suara),
masalah menelan, dan mengunyah makanan. Pada kondisi berat keluhan

12
utama biasanya adalah ketidakmampuan menutup rahang, ketidakmampuan
batuk efektif, dan dispenia.

Riwayat Penyakit Sekarang

Miastenia gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring.


Keadaan ini dapat meyebabkan regurgitasi melalui hidung jika klien mencoba
menelan(otot-otot platum). Menimbulkan suara yang abnormal atau suara
nasal dank lien tak mampu menutup mulut yang di sebut sebagai tanda rahang
menggantung. Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk
yang lemah, akhirnya dapat berupa serangan dispnea dank lien tidak lagi
mampu membersihkan lender dari trakea dan cabang-cabangnya. Pada kasus
lanjut, gelang bahu dan panggul dapat terserang pula, dapat pula terjadi
kelmahan semua otot-otot rangka. Biasanya gejala-gejala miastenia gravis
dapat di redakan dengan istirahat dan dengan memberikan obat
antikolinesterase.

Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit yang


memperberat kondisi miastenia gravis, seperti hipertensi dan diabetes militus.

Riwayat Penyakit Keluarga

Kaji kemungkinan dari generasi terdahulu yang mempunyai persamaan


dengan keluhan klien saat ini.

Pengkajian Psikososiokultural

Klien mistenia gravis sering mengalami gangguan emosi pada


kebanyakan klien kelemahan otot jika meraka berada dalam keadaan tegang.
Adanya kelemahan pada kelopak mata ptosis, diplopia, dan kerusakan ngguan
cdalam komunikasi verbal meyebabkan klien sering mengalami gangguan
citra diri.

13
Pengkajian Fisik

Seperti telah di sebutkan sebelumnya, akhir-akhir ini misternia gravis di


duga merupakan merupakan autoimun yang merusak fungsi reseptor
asetikolin dan mengurangi efisiensi hubungan neuromuscular. Keadaan ini
sering bermanifestasi sebagai penyalit yang brekembang progresif lambat.
Penyakit ini dapat tetap terlokalisasi pada sekelompok otot tertentu saja. Oleh
karena perjalanan penyakitnya sangat berbeda pada masing-masing klien
maka prognosisnya sulit di tentukan.

B1 (Breathing)

Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau penurunan


batuk efektif, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu
napas, dan peningkatan frekuansi pernapasan yang sering di dapatkan
pada klien yang di sertai adanya kelemahan otot-otot pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi atau stridor pada
klien, menunjukkan adanya akumulasi secret pada jalan napas dan
penurunan kemammpuan otot-otot pernapasan.

B2 (Blood)

Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama di lakukan untuk


mamantau perkembangan dari status kardiovaskuler, terutama denyut
nadi dan tekanan darah yang secara progresif akan berubah sesuai
dengan kondisi tidak membaiknya status pernapasan.

B3 (Brain)

Pengkajian B3 (Brain) merupakan pengkajian yang paling bayank di


antara pengkajian lain pada system persarafan.

Pengkajian saraf cranial. Pengkajian ini meliputi pengkajian saraf I-


XII

 Saraf I. oftbiasanya pada klien epilepsy tidak ada kelainan,


terutama pada fungsi penciuman.

14
 Saraf II. Penurunan pada tes ketajaman penglihatan. Klien
sering mengeluh adanya penglihatan ganda III,IV dan VI.
Sering di dapatkan adanya ptosis, adanya oftalmoplegia mimic
dari pseudointernuklear oftalmoplegia akibat gangguan
motorik pada nervus
 Saraf V. didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat
kelumpuhan pada otot-otot wajah.
 Pada VII. Persepsi pengecapan terganggu akibat adanya
gangguan motorik lidah
 Saraf VIII. Tidak di tmukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi
 Saraf IX DAN X. ketidakmampuan dalam menelan
 Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
 Saraf otot motorik pada lidah atau triple-furrowed lidah

Pengkajian system morotik. Karakteristik utama miastenia gravis


adalah kelemahan dm ari system motorik. Adanya kelemahan umum
pada otot-otot rangka memberikan manifestasi pada hambatan
mobilitas dan intoleransi aktivitas klien.

Pengkajian reflex. Pemberian reflex perfunda, pengetukan pada


tendon, legamentum atau periostenum derajat reflex pada respon
normal.

Pengkajian system sensorik. Pmeriksaan sensorik pada epilepsy


biasanya di dapatkan sensasi raba dan suhu normal, tidak ada perasaan
abnormal di permukaan tubuh.

B4 (Bladder)

Pemeriksaan pada system perkemihan biasnya menunjukkan


berkurangnya volume pengeluaran urine, yang berhubungan dengan
penurunan perfusi dan penurunan curah jnatung ke ginjal.

B5 (Bowel)

15
Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi asam lambung,
pemenhunan nutrisi pada klien miastenia gravis menurun karena
ketidakmampuan menelan makanan sekunder dari kelemahan otot-
otot menelan.

B6(Bone)

Adanya kelemahan otot-otot volunteer memberikan hambatan pada


mobilitas dan manganggu aktivitas perawatan diri

Pemeriksaan Diagnostik

Jika pada krisis miastenik klien tetap mendapat pernpasan buatan, obat-
obatan antikolinesterase tidak di berikan dulu, karena obat-obat ini dapat
memperbanyak sekresi saluran pernapasan dan dapat mempercepat terjadinya
krisis terlampaui, obat-obat mulai di berikan secara bertahap dan sering kali
dosis dapat di turunkan.

Pada krisi kolinergik klien mempertahankan menndapatkan ventilasi arti


artificial obat-obatan antikoliner di hentikan dan dapat di berikan atropine 1
mg intravenaa serta dapat di ulang.

2. Diagnosa Keperawatan

- Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot


pernafasan.
- Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
peningkatan produksi mukus dan penurunan kemampuan batuk efektif.
- Resiko tinggi aspirasi yang berhubungan dengan penurunan kontrol
tersedak dan batuk efektif
- Gangguan pemenuhan nutrisi yang berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan
- Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan otot-otot
volunter.
- Gangguan aktifitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan
fisik umum, keletihan.

16
- Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan disvonia,
gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuscular,kehilangan kontrol
tonus otot fasial atau oral.
- Gangguan citra diri yang berhubungan dengan adanya ptosis,
ketidakmampuan komunikasi verbal.

3. Intervensi keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan
otot pernafasan.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi pola
pernapasan klien kembali efektif.
Kriteria hasil: Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas
normal, bunyi napas terdengar jelas.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji kemampuan ventilasi Untuk klien dengan penurunan


kapasitas ventilasi, perawat
mengkaji frekuensi pernapasan,
kedalaman, dan bunyi napas, pantau
hasil tes fungsi paru – paru.(volume
tidal, kapasitas vital, kekuatan
inspirasi), dengan interval yang
sering dalam mendeteksi masalah
paru – paru, sebelum perubahan
kadar gas darah arteri dan sebelum
tampak gejala klinik.

Kaji kualitas, frukuensi, dan dan Dengan mengkaji kualitas,


kedalaman pernapasan , laporkan frekuensi, dan kedalaman
setiap perubahan yang terjadi. pernapasan, kita dapat mengetahui
sejauh mana perubahan kondisi
klien.

Baringkan klien dalam posisi yang Penurunan diafragma memperluas


nyaman dalam posisi duduk daerag dada sehingga ekspensi paru
bisa maksimal.

17
Obervasi tanda – tanda vital (Nadi, Meningkatkan RR dan takikardi
RR) merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.

Lakukan auskultasi suara napas tiap Auskultasi dapat menentukan


2- 4 jam. kelainan suara napas, pada bagian
paru –paru. Kemungkinan akibat
dari berkurangnya atau tidak
berfungsi lobus, segmen dan salah
satu dari paru – paru.
Pada daerah kolaps pada suara
pernapasan tidak terdengar tetapi
bila hanya sebagian yang kolaps
suara pernapasan tidak terdengar.
Hal tersebut dapat menentukan
fungsi paru yang baik dan ada
tidaknya atelektasis paru.

Bantu dan ajarkan klien untuk bantu Menekan daerah yang nyeri ketika
dan napas dlam yang efektif. batuk atau napas dalam. Penekanan
otot – otot dada serta abdomen
membuat batuk lebih efektif.

Kolaborasi untuk pemasangan Respirator mengambil alih fungsi


respirator ventilasi yang terganggu akibat
kelemahan dari otot – otot
pernapasan.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan


peningkatan produksi mukus dan penurunan kemampuan batuk
efektif.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi jalan napas
kembali enfektif. Tujuan utama dari intervensi adalah menghilangkan
kuantitas dari viskositas sptum untuk memperbaiki ventilasi paru dan
pertukaran gas.

18
Kriteri hasil : Dapat mendemotrasikan batuk enfektif, dapat menyatakan
strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi, tidak ada suara napas tambahan,
dan pernapasan klien normal (16 – 20 x/menit) tanpa ada penggunaan otot
bantu napas.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji warna , kekentalan, dan Karakteristik sputrum dapat


jumlah sputum. menunjukkan berat ringannya obstruksi.

Atur posisi semifowler. Meningkatkan ekspensi dada

Perthankan asupan cairan Hidrasi yang adekuat membantu


sedikitnya 2500 ml/hari kecuali mengencerkan sekret dan
tidak diindikasikan mengekfektifkan pembersihan jlan
napas. Alasan lain untuk
memperbanyak masukan cairan adalah
ke cenderungan klien untuk bernapas
melalui mulut yang meningkatkan
kehilangan air. Menghirup air yang
diuapkan juga membantu karena uap ini
dapat melembapkan percabangan
bronchial

Lakukan fisioterapi dada Bila ada kelemahan otot sbdominal,


dengan teknik drainage interkostal, dan faring yang hebat, klien
postural, perkusi , fibrasi dada, tidak mampu batuk dan napas atau
serta lakukan suction . membersihkan sekresi. Terapi fisik
dada, yang terdiri atas drainage
postural bertujuan untuk memobilisasi
sekresi dan suction untuk mengeluarkan
sekret dilakukan sesering mungkin.

Drainage postural dengan perkusi dan


vibrasi menggunakan bantuan gaya
gravitasi untuk membantu menaikkan
sekresi sehingga dapat dikeluarkan atau

19
diisap dengan mudah. Drainage
postural biasanya dilakukan ketika
klien bangun untuk membuang sekresi
yang telah terkumpul sepanjang malam
dan sebelum istirahat, untuk
meningkatkan tidur.

6. Gangguan aktifitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan


kelemahan fisik umum, keletihan.
Tujuan : Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk
menghilangkan inflamasi dan memungkinkan penyembuhan aksiliaris
normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan dampak pada
individu yang memiliki paru-paru normal, dapat berbahaya bagi klien
dengan PPOM.
Kriteri hasil : frekuensi napas 16-20x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit, dan
kemampuan batuk efektif dapat optimal, tidak ada peningkatan suhu tubuh.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji kemampuan klien dalam Menjadi data dasar dalam


melakukan aktivitas. melakukan intervensi selanjutnya.

Atur cara beraktivitas klien sesuai Sasaran klien adalah memperbaiki


kemampuan. kekuatan dan daya tahan. Menjadi
partisipan dalam pengobatan, klien
harus belajar tentang fakta-fakta
dasar mengenai agen
antikolinesterase-kerja, waktu,
penyesuaian dosis, gejala-gejala
kelebihan dosis, dan efek toksik.
Dan yang penting pada penggunaan
medikasi dengan tepat waktu adalah
ketegasan.

Evaluasi kemampuan aktivitas Menilai tingkat keberhasilan dari

20
motorik. terapi yang telah diberikan.

7. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan disfonia,


gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan
kontrol tonus otot fasia dan oral
Tujuan: klien dapat menunjukan pengertian terhadap masalah
komunikasi, mampu mengekpresikan perasaannya, mampu menggunakan
isyarat.
Kriteria hasil: terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien
dapat di penuhi klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara
verbal maupun isyarat.

intervensi Rasionalisasi

Kaji kemampuan komunikasi lain Kelemahan otot – otot bicara pada


klien krisis miastenia gravis pada
berakibat pada komunikasi

lakukan metode komunikasi yang Teknik untuk meningkatkan


ideal sesuai dengan kondisi klien komunikasi meliputi mendengarkan
klien, mengulangi apa yang mereka
coba komunikasikan dengan jelas
dan membuktikan yang
diinforfasikan, berbicara dengan
klien terhadap kedipan mata mereka
dan/atau goyangan jari – jari kaki
untuk menjawab ya/ tidak. Setelah
periode krisis miastenik dipecahkan,
klien selalu mampu mengenal
kebutuhan mereka.

Beri peringatan bahwa klien di Untuk kenyamanan yang


ruang ini mengalami gangguan berhubungan dengan
berbicara, sediakan bel khusus bila ketidakmampuan berkomunikasi.
perlu.

21
Antisipasi dan bantu kebutuhan Membantu menurunkan frustasi
klien karena ketergantungan atau ketidak
mampuan berkomunikasi.

Ucapkan langsung kepada klien Mengurangi kebingungan atau


berbicara pelan dan tenang, kecemasan terhadap banyaknya
gunakan pertanyaan dengan informasi. Memajukan stimulasi
jawaban iya atau tidak dan komunikasi ingatan dan kata – kata.
perhatikan respon klien.

Kolaborasi : konsul ke ahli terapi Mengkaji kemampuan verbal


bicara individual, sensorik, dan motorik,
serta fungsi kognitif untuk
mengidentifikasi defisit dan
kebutuhan terapi.

8. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan ptosis,


ketidakmampuan komunikasi verbal

Tujuan : citra diri klien meningkat

Kriteria hasil : mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan


orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu
menyatakan penerimaan diri terhadap situasi , mengakui dan
menggabungkan perubahan ke dlam konsep diri dengan cara yang akurat
tanpa harga diri yang negatif.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji perubahan dari ganguan Menentukan bantuan individual dalam


persepsi dan hubungan dengan menyusun rencana perawatanatau
derajat ketidakmampuan pemilihan intervensi.

Identifikasi arti dari kehilangan Beberpa klien dapat menerima dan


atau disfungsi pada klien. mengatur perubahan fungsi secara
efektif dengan sedikit penyesuaian diri,

22
sedangkan yang lainmempunyai
kesulitan membandingkan mengenal
dan mengatur kekurangan.

Catat ketika klien menyatakan Mendukung penolakan terhadap bagian


terpengaruh seperti sekarat atau tubuh atau perasaan negatif terhadap
mengingkari dan menyatakan gambaran tubuh dan kemampuan yang
inilah kematian menunjukkan kebutuhan dan intervensi
serta dukungan emosional

Pernyataan pengakuan terhadap Membantu klien untuk melihat bahwa


penolakan tubuh, mengingatkan perawat menerima kedua bagian
kembali fakta terjadi tentang sebagai bagian dari seluruh tubuh.
realitas bahwa masih dapat Mengizirinkan klien untuk merasakan
menggunakan sisi yang sehat adanya harapan dan mulai menerima
situasi baru.

Bantu dab anjurkan perawatan Membantu meningkatkan perasaan


yang baik dan memperbaiki harga diri dan mengontrol lebih dari
kebiasaan. satu area kehidupan.

Anjurkan orang terdekat untuk Menghidupkan kembali perasaan


mengizinkan klien melakukan kemandiri dan membantu
hal untuk dirinya sebanyak – perkembangan harga diri serta
banyaknya memengaruhi proses rehabilitasi.

Dukung perilaku atau usaha Klien dapat beradaptasi terhadap


seperti peningkatan minat atau perubahan dan pengertian tentang peran
partisipasi dalam aktivitas individu masa mendatang.
rehabilitas

Monitor ganguan tidur Dapat mengidikasikan terjadinya


peningkatan kesulitan depresi umumnya terjadi sebagai
konsentrasi , letargi, dan pengaruh dari stroke di mana
withdrawal. memerlukan intervensi dan evaluasi
lebih lanjut.

Kolaborasi : rujuk pada ahli Dapat memfasilitasi perubahan peran

23
neuropsikologi dan konseling yang penting untuk perkembangan
bila ada indikasi perasaan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana


terjadi kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan.
Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur.

24
Namun lebih sering terjadi pada para wanita sehingga kita sebagai perawat
harus bisa menentukan diagnosa keperawatan terhadap pasien dengan
myastenia gravis serta perlu melakukan beberapa tindakan dan asuhan kepada
pasien dengan masalah tersebut.

Miastenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur.


Namun lebih sering terjadi pada para wanita, yaitu wanita berusia antara 20
dan 40 tahun. Pada laki-laki lebih dari 60 tahun. Dan jarang terjadi selama
masa kanak-kanak.

B. Saran
1. Mahasiswa
Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami
dan mempelajari asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien dengan
miastenia gravis
2. Tenaga kesehatan
Setelah membaca makalah ini diharapkan tenaga kesehatan baik primer
maupun spesialis dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat untuk
pasien dengan miastenia gravis
3. Masyarakat
Setelah membaca makalah ini diharapkan masyarakat dapat memahami
dan mengetahui pengertian, tanda dan gejala, komplikasi, dan
penatalaksanaan apa saja yang harus dilakukan secara mandiri terkait
dengan miastenia gravis
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

25

Anda mungkin juga menyukai