PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat di dalam terjadi
kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan
waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal). Miastenia gravis mempengaruhi
sekitar 400 per 1 juta orang. Kelemahan otot yang parah yang menyebabkan oleh
penyakit tersebut membawa sejumlah komplikasi lain, termasuk kesulitan
bernapas kesulitan mengunyah dan menelan, bicara cadel, kelopak mata murung
dan kabur atau penglihatan ganda.
Pada 40% orang dengan miastenia gravis, otot mata terlebih dahulu
terkena, tetapai 85% segera mengalami masalah ini. Pada 15% orang, hanya otot-
otot mata yang terkena,, tetapi pada kebanyakan orang, kemudian seluruh tubuh
terkena , kesulitan berbicara, dan menelan dan kelemahan pada lengan dan kaki
serimg terjadi. Pegangan tangan bisa berubah-ubah antara lemah dan normal.
Otot leher bisa menjadi lemah. Sensasi tidak terpengaruh.
1
Ketika orang dengan miastenia gravis menggunakan otot secara berulang-
ulang, otot tersebut biasanya menjadi lemah. Misalnya, orang yang dahulu bisa
menggunakan palu dengan baik menjadi lemah setelah memalu untuk beberapa
menit. Meskipun begitu, kelemahan otot bervariasi dalam intensitas dari jam ke
jam dan dari hari ke hari, dan rnagkaian peyakit tersebur bervariasi secara luas.
Sekitar 15% orang mengalami peristiwa berat (disebut miastenia crisis),
kadangkala dipicu oleh infeksi. Lengan dan kaki sangat lemah. Pada beberapa
orang, otot diperlukan untuk pernapasan yang melemah. Keadaan ini dapat
mengancam nyawa.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
2
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
II. Etiologi
Penyebab miastenia gravis masih belum diketahui secara pasti,
diduga kemungkinan terjadi karena gangguan atau destruksi reseptor
asetilkolin (Acetyl Choline Receptor (AChR)) pada persimpangan
neoromuskular akibat reaksi autoimun. Etiologi dari penyakit ini adalah:
- Kelainan autoimun: direct mediated antibody, kekurangan AChR,
atau kelebihan kolinesterase.
- Genetik: bayi yang dilahirkan oleh ibu MG.
III. Klasifikasi
4
Klasifikasi Klinis
Kelompok
Miastenia
Umum
5
secara perlahan alau tiba-tiba
- Respons terhadap obat dan prognosis
buruk.
Sumber: Price dan Wilson, Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-proses Penyakit, Jakarta:
EGC, 1995.
IV. Patofisiologis
Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh saraf besar bermielin
yang berasal dari sel kornu anterior medula spinalis dan batang otak.
Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan
kranial menuju ke perifer. Masing-masing saraf memiliki banyak sekali
cabang dan mampu merangsang sekitar 2.000 serabut otot rangka.
Gabungan antara saraf motorik dan serabut-serabut otot yang dipersarafi
disebut unik motorik. Meskipun setiap neuron motorik mempersarafi
banyak serabut otot, tetapi setiap serabut otot dipersarafi oleh hanya satu
neuron motorik (Price dan Wilson, 1995).
6
postsinap terdiri dari membran postsinaps (post-functional membrane)
atau lempeng akhir motorik serabut otot.
V. Pathway
Gangguan autoimun yang
merusak reseptor asetilkolin
Kelemahan otot-otot
Otot-otot okular Otot wajah, laring, faring Otot volunter Otot pernapasan
7
Gangguan otot levator Regurgitasi makanan ke Kelemahan otot-otot Ketidakmampuan batuk
palpebra hidung pada saat menelan rangka efektif
a. Ptosis
b. Diplobia
c. Otot mimic
a. Otot-otot lidah
8
b. Otot-otot leher: otot-otot fleksor leher lebih terpengaruh daripada
otot-otot ekstensor.
VII. Komplikasi
b. Pneumonia
c. Bollous Death
VIII. Penatalaksanaan
b. Terapi imunosupresif
9
- Ditujukan pada penurunan pembentukan antibody antireseptor atau
pembuangan antibody secara langsung dengan pertukaran plasma.
a. Laboratorium
- Interleukin-2 receptor
Meningkat pada MG
b. Imaging
- X-ray thoraks
- CT scan thoraks
10
c. Pemeriksaan klinis
e. Tes kolinergik
11
g. Pemeriksaan EMNG
1. Pengkajian
Anamnesis
Keluhan Utama
12
utama biasanya adalah ketidakmampuan menutup rahang, ketidakmampuan
batuk efektif, dan dispenia.
Pengkajian Psikososiokultural
13
Pengkajian Fisik
B1 (Breathing)
B2 (Blood)
B3 (Brain)
14
Saraf II. Penurunan pada tes ketajaman penglihatan. Klien
sering mengeluh adanya penglihatan ganda III,IV dan VI.
Sering di dapatkan adanya ptosis, adanya oftalmoplegia mimic
dari pseudointernuklear oftalmoplegia akibat gangguan
motorik pada nervus
Saraf V. didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat
kelumpuhan pada otot-otot wajah.
Pada VII. Persepsi pengecapan terganggu akibat adanya
gangguan motorik lidah
Saraf VIII. Tidak di tmukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi
Saraf IX DAN X. ketidakmampuan dalam menelan
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
Saraf otot motorik pada lidah atau triple-furrowed lidah
B4 (Bladder)
B5 (Bowel)
15
Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi asam lambung,
pemenhunan nutrisi pada klien miastenia gravis menurun karena
ketidakmampuan menelan makanan sekunder dari kelemahan otot-
otot menelan.
B6(Bone)
Pemeriksaan Diagnostik
Jika pada krisis miastenik klien tetap mendapat pernpasan buatan, obat-
obatan antikolinesterase tidak di berikan dulu, karena obat-obat ini dapat
memperbanyak sekresi saluran pernapasan dan dapat mempercepat terjadinya
krisis terlampaui, obat-obat mulai di berikan secara bertahap dan sering kali
dosis dapat di turunkan.
2. Diagnosa Keperawatan
16
- Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan disvonia,
gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuscular,kehilangan kontrol
tonus otot fasial atau oral.
- Gangguan citra diri yang berhubungan dengan adanya ptosis,
ketidakmampuan komunikasi verbal.
3. Intervensi keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan
otot pernafasan.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi pola
pernapasan klien kembali efektif.
Kriteria hasil: Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas
normal, bunyi napas terdengar jelas.
Intervensi Rasionalisasi
17
Obervasi tanda – tanda vital (Nadi, Meningkatkan RR dan takikardi
RR) merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
Bantu dan ajarkan klien untuk bantu Menekan daerah yang nyeri ketika
dan napas dlam yang efektif. batuk atau napas dalam. Penekanan
otot – otot dada serta abdomen
membuat batuk lebih efektif.
18
Kriteri hasil : Dapat mendemotrasikan batuk enfektif, dapat menyatakan
strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi, tidak ada suara napas tambahan,
dan pernapasan klien normal (16 – 20 x/menit) tanpa ada penggunaan otot
bantu napas.
Intervensi Rasionalisasi
19
diisap dengan mudah. Drainage
postural biasanya dilakukan ketika
klien bangun untuk membuang sekresi
yang telah terkumpul sepanjang malam
dan sebelum istirahat, untuk
meningkatkan tidur.
Intervensi Rasionalisasi
20
motorik. terapi yang telah diberikan.
intervensi Rasionalisasi
21
Antisipasi dan bantu kebutuhan Membantu menurunkan frustasi
klien karena ketergantungan atau ketidak
mampuan berkomunikasi.
Intervensi Rasionalisasi
22
sedangkan yang lainmempunyai
kesulitan membandingkan mengenal
dan mengatur kekurangan.
23
neuropsikologi dan konseling yang penting untuk perkembangan
bila ada indikasi perasaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
24
Namun lebih sering terjadi pada para wanita sehingga kita sebagai perawat
harus bisa menentukan diagnosa keperawatan terhadap pasien dengan
myastenia gravis serta perlu melakukan beberapa tindakan dan asuhan kepada
pasien dengan masalah tersebut.
B. Saran
1. Mahasiswa
Setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami
dan mempelajari asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien dengan
miastenia gravis
2. Tenaga kesehatan
Setelah membaca makalah ini diharapkan tenaga kesehatan baik primer
maupun spesialis dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat untuk
pasien dengan miastenia gravis
3. Masyarakat
Setelah membaca makalah ini diharapkan masyarakat dapat memahami
dan mengetahui pengertian, tanda dan gejala, komplikasi, dan
penatalaksanaan apa saja yang harus dilakukan secara mandiri terkait
dengan miastenia gravis
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
25