Anda di halaman 1dari 17

KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM IMUNOLOGI DENGAN KASUS


MYASTHENIA GRAVIS

OLEH :
1. Amalisa Dona Safitri (171141003)
2. Ega Meilina Novita Reni (171141006)
3. Eliacanzia Da Costa Marcal F (171141008)
4. Hafida Vivian Ararat Korwa (1711411010)
5. Ismilaiyah Nur Aliyatin (171141014)
6. Liance Kogoya (171141016)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURABAYA


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan


kesempatan pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya
lah kami menyelesaikan makalah yang berjudul ” Askep Sistem Imunologi Dengan
Kasus Myasthenia Gravis” guna memenuhi tugas dari mata kuliah Keperawatan Kritis.
Terima kasih kami ucapkan kepada bapak dosen yang telah membimbing serta
mengajarkan kami, dan mendukung kami sehingga terselesaikan makalah yang berjudul
“Askep Sistem Imunologi Dengan Kasus Myasthenia Gravis ” dan juga terima kasih
yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu kami
sehingga terselesaikan makalah ini.

Surabaya, 01 november 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Myasthenia Gravis ........................................................... 3
2.2 Epidemologi Myasthenia Gravis..................................................... 3
2.3 Klasifikasi Myasthenia Gravis ....................................................... 4
2.4 Gejala Klinis Myasthenia Gravis ………………………………... 5
2.5 Komplikasi Myasthenia Gravis ………………………………….. 5
2.6 Penatalaksanaan Myasthenia Gravis ……………………………... 6
2.7 Pemeriksaan Penunjang Myasthenia Gravis ................................... 6
2.8 Asuhan Keperawatan Myasthenia Gravis ....................................... 7
BAB III PENUTUP
4.1 Simpulan......................................................................................... 10
4.2 Saran............................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan
otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20
kali lebih lama dari normal). Myasthenia gravis mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta
orang. Kelemahan otot yang parah yang disebabkan oleh penyakit tersebut membawa
sejumlah komplikasi lain, termasuk kesulitan  bernapas, kesulitan mengunyah dan
menelan, bicaracadel, kelopak mata murung dan kabur atau penglihatan ganda.
Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih
sering terjadi pada para wanita, yaitu wanita berusia antara 20 dan 40 tahun. Pada laki-
laki lebih dari 60 tahun. Dan jarang terjadi selama masa kanak-kanak.

Siapapun bisa mewarisi kecenderungan terhadap kelainan autoimun ini. Sekitar 65%
orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar thymus, dan
sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Sekitar setengah
thymoma adalah kanker (malignant). Beberapa orang dengan gangguan tersebut tidak
memiliki antibodi untuk reseptor acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadap enzim
yang berhubungan dengan pembentukan persimpangan neuromuskular sebagai
pengganti. Orang ini bisa memerlukan pengobatan berbeda.

Pada 40% orang dengan myasthenia gravis, otot mata terlebih dahulu terkena, tetapi
85% segera mengalami masalah ini. Pada 15% orang, hanya otot-otot mata yang terkena,
tetapi pada kebanyakan orang, kemudian seluruh tubuh terkena, kesulitan berbicara dan
menelan dan kelemahan pada lengan dan kaki yang sering terjadi. Pegangan tangan bisa
berubah-ubah antara lemah dan normal. Otot leher bisa menjadi lemah. Sensasi tidak
terpengaruh.Ketika orang dengan myasthenia gravis menggunakan otot secara berulang-
ulang, otot tersebut biasanya menjadi lemah.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep miastenia gravis?


2. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada miastenia gravis?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi miastenia gravis
2. Mengetahui etiologi miastenia gravis
3. Mengetahui pravelensi miastenia gravis
4. Mengetahui patofisiologi myasthenia gravis
5. Mengetahui manifestasi klinis miastenia gravis
6. Mengetahui pemeriksaan diagnostik miastenia gravis
7. Mengetahui penatalaksanaan miastenia gravis
8. Mengetahui komplikasi miastenia gravis
9. Mengetahui pencegahan myasthenia gravis
10. Mengetahui asuhan keperawatan pada miastenia gravis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Myasthenia Gravis

Myastenia gravis adalah salah satu penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya
gangguan dari synaptic transmission atau pada neuromuscular junction. Hal ini ditandai
oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara
terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Dimana bila penderita
beristirahat, maka tidak lama kemudian kekuatan otot akan pulih kembali.
Penyakit Myastenia Gravis ini dapat mengganggu sistem sambungan saraf (synaps).
Pada penderita myastenia gravis, sel antibodi tubuh atau kekebalan akan menyerang
sambungan saraf yang mengandung acetylcholine (ACh), yaitu neurotransmiter yang
mengantarkan rangsangan dari saraf satu ke saraf lainnya. Jika reseptor mengalami
gangguan maka akan menyebabkan defisiensi, sehingga komunikasi antara sel saraf dan
otot terganggu dan menyebabkan kelemahan otot.

2.2 Epidemiologi Myasthenia Gravis

Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui. Angka kejadiannya 20


dalam 100.000 populasi. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada umur diatas 50
tahun. Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria dan dapat terjadi
pada berbagai usia. Pada wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu
sekitar 28 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 60 tahun.
Pola ini sering disimpulkan dengan menyebutkan bahwa Myasthenia Gravis adalah
penyakit wanita muda dan pria tua. Pada pasien yang mengalami Myasthenia Gravis
sebagai akibat karena memiliki thymoma, tidak ada kelaziman usia dan jenis kelamin.
Pada Myasthenia bayi, janin mungkin memperolah protein imun (antibodi) dari ibu
yang terkena Myasthenia Gravis. Umumnya, kasus-kasus dari Myasthenia bayi adalah
sementara dan gejala-gejala anak-anak umumnya hilang dalam beberapa minggu setelah
kelahiran. Myasthenia Gravis tidak secara langsung diwarisi ataupun menular.
Adakalanya, penyakit ini mungkin terjadi pada lebih dari satu orang dalam keluarga yang
sama.
2.3 Klasifikasi Myasthenia Gravis
Klasifikasi Klinis Myasthenia Gravis dibagi menjadi 3 yaitu.
A. Kelompok I Myasthenia Okular : Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai
ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak ada kasus kematian.
B. Kelompok II Myasthenia Umum
1. Myasthenia umum ringan : Progress lambat, biasanya pada mata, lambat
laun menyebar ke otot-otot rangka dan bulbar. Sistem pernafasan tidak
terkena. Respon terhadap terapi obat baik. Angka kematian rendah.
2. Myasthenia umum sedang : Progress bertahap dan sering disertai gejala-
gejala ocular, lalu berlanjut semakin berat dengan terserangnya seluruh
otot-otot rangka dan bulbar. Disartria (gangguan bicara), disfagia
(kesulitan menelan) dan sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan
dengan Myasthenia umum ringan. Otot-otot pernafasan tidak terkena.
Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan dan aktivitas pasien
terbatas, tetapi angka kematian rendah.
3. Myasthenia umum berat
a. Fulminan akut : progress yang cepat dengan kelemahan otot-otot
rangka dan bulbar yang berat disertai mulai terserangnya otot-otot
pernafasan. Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam
waktu 6 bulan. Dalam kelompok ini, persentase thymoma paling
tinngi. Respon terhadap obat buruk. Insiden krisis Myasthenik,
kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya tinggi. Tingkat
kematian tinggi.
b. Lanjut : Myasthenia Gravis berat timbul paling sedikit 2 tahun
sesudah progress gejala-gejala kelompok I atau II. Myasthenia
Gravis dapat berkembang secara perlahan-lahan atau secara tiba-
tiba. Persentase thymoma menduduki urutan kedua. Respon
terhadap obat dan prognosis buruk.
2.4 Gejala Klinis Myasthenia Gravis
Pada 90 % penderita Myasthenia Gravis, gejala awal berupa gangguan pada otot-otot
ocular yang menimbulkan ptosis (menurunnya kelopak mata) dan diplopia (penglihatan
ganda). Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot levator palpebrae
kelopak mata. Bila penyakit hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan
penyakitnya sangat ringan dan tidak akan menyebabkan kematian.
Myasthenia Gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring dan faring. Keadaan ini
dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan (otot-otot
palatum), menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal (sengau) serta gangguan
bicara (dysarthria), dan pasien tidak mampu menutup mulut, yang dinamakan sebagai
tanda rahang menggantung. Terserangnya otot-otot pernafasan terlihat dari adanya batuk
yang lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea (ketidak nyamanan dalam
bernafas) dan pasien tidak lagi mampu untuk membersihkan lendir dari trakhea dan
cabang-cabangnya. Pada kasus lanjut, gelang bahu dan panggul dapat terserang pula,
dapat pula terjadi kelemahan pada semua otot-otot rangka.

2.5 Komplikasi Myasthenia Gravis


Ada dua komplikasi utama yang biasa menyertai penyakit Myasthenia Gravis adalah
Myasthenic Crisis dan Cholinergic Crisis.
a. Myasthenic Crisis

Pasien dengan Myasthenia Gravis sedang ataupun berat, keduanya memiliki


kelainan/kesulitan untuk menelan dan bernapas, seringkali mengalami penurunan
kondisi. Ini biasanya dipicu oleh infeksi penyerta atau penarikan tiba-tiba obat
antikolinesterasi, tetapi mungkin terjadi secara spontan. Jika peningkatan dosis
dari obat antikolinesterase tidak dapat meningkatkan kelemahan, intubasi
endotrachial dan ventilasi mekanik mungkin diperlukan. Dalam banyak kasus,
respon obat kembali dalam 24 hingga 48 jam, dan penyapihan dari respirator
dapat dilanjutkan di kemudian waktu.
b. Cholinergic Crisis

Krisis kolinergik terjadi sebagai hasil dari pemberian obat yang lebih. Efek
muskarinik dari tingkat racun olehkarena obat antikolinesterase menyebabkan
kram perut, diare, dan sekresi paru berlebihan. Efek nikotinik paradoksikal
memperburuk kelemahan dan dapat menyebabkan kejang bronkial. Jika status
pernapasan terganggu, klien mungkin perlu intubasi dan ventilasi mekanik.
2.6 Penatalaksanaan Myasthenia Gravis
Myasthenia gravis merupakan kelainan neurologik yang paling dapat diobati.
Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi merupakan
penatalaksanaan utama pada myasthenia gravis. Antikolinesterase biasanya digunakan
pada myasthenia gravis yang ringan. Sedangkan pada pasien dengan myasthenia gravis
generalisata, perlu dilakukan terapi imunomudulasi yang rutin. Penatalaksanaan
myastenia gravis dapat dilakukan dengan obat-obatan, timomektomi ataupun dengan
imunomodulasi dan imunosupresif terapi yang dapat memberikan prognosis yang baik
pada kesembuhan miastenia gravis.
Terapi pemberian antibiotik pada myasthenia gravis yang dikombinasikan dengan
imunosupresif dan imunomodulasi yang ditunjang dengan penunjang ventilasi, mampu
menghambat terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas. Pengobatan ini dapat
digolongkan menjadi terapi yang dapat memulihkan kekuatan otot secara cepat dan
tepat yang memiliki onset lebih lambat tetapi memiliki efek yang lebih lama
sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan.

2.7 Pemeriksaan Penunjang Myasthenia Gravis


a. Test Wartenberg
Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba test Wartenberg.
Penderita diminta untuk menatap tanpa kedip kepada suatu benda yang
terletak diatas dan diantara bidang kedua mata untuk beberapa waktu lamanya.
Pada Myasthenia Gravis, kelopak mata yang terkena akan menunjukkan
ptosis.
b. Uji Tensilon (edrophonium chloride)
Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak
terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara
intravena. Segera setelah tensilon disuntikkankita harus memperhatikan otot-
otot yang lemah seperti misalnya kelopak mata yang memperlihatkan adanya
ptosis. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka
ptosis itu akan segera lenyap. Pada uji ini kelopak mata yang lemah harus
diperhatikan dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon sangat
singkat.
c. Pulmory Function Test (Test Fungsi Paru-Paru)
Test mengukur kekuatan pernafasan untuk memprediksikan apakah pernafasan
akan gagal dan membawa kepada krisis Myasthenia.

2.8 Asuhan Keperawatan Myasthenia Gravis


A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien yang meliputi nama,alamat,umur,jenis kelamin,dan status.
b. Keluhan utama : kelemahan otot
c. Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat
dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan
pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan
miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan
pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata
pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang
kelemahan otot.
d. Pemeriksaan fisik :
 B1(breathing): dispnea,resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan
akut, kelemahan otot diafragma
 B2(bleeding) : hipotensi / hipertensi .takikardi / bradikardi
 B3(brain)       : kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan
palsi okular,jatuhnya mata atau dipoblia
 B4(bladder)   : menurunkan fungsi kandung kemih,retensi
urine,hilangnya sensasi saat berkemih
 B5(bowel)     : kesulitan mengunyah-menelan,disfagia, dan
peristaltik usus turun, hipersalivasi,hipersekresi
 B6(bone)       : gangguan aktifitas / mobilitas fisik,kelemahan otot
yang berlebih

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d kelemahan otot pernafasan.
2. Resiko cedera b.d fungsi indra penglihatan tidak optimal.
3. Hambatan komunikasi verbal b.d disfonia,gangguan pengucapan kata,
gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral. 

C. RENCANA INTERVENSI

DIAGNOSA
NO. TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan
keperawatan selama ventilasi.
1x24jam, diharapkan pola 2. Kaji kualitas,
nafas klien kembali efektif frekuensi,
dengan kriteria hasil : kedalaman

Ketidakefektifan pola pernafasan.


1. Irama, frekuensi dan
nafas b.d kelemahan Laporkan setiap
1. kedalaman
otot pernafasan perubahan terjadi.
pernapasan dalam
3. Anjurkan pasien
batas normal.
untuk posisi semi
2. Bunyi nafas
fowler.
terdengar jelas.
4. Observasi tanda-
3. Respirator terpasang
tanda vital.
dengan optimal.

2. Resiko cedera b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan


fungsi indra keperawatan selama klien dalam
penglihata yang tidak 1x24jam, diharapkan melakukan
optimal. pemahaman terhadap aktivitas.
faktor yang terlibat dalam 2. Atur cara
kemungkinan cedera beraktivitas klien
dengan kriteria hasil: sesuai kemampuan
1. Menunjukkan 3. Evaluasi
perubahan perilaku, kemampuan
pola hidup untuk aktivitas motorik.
menurunkan faktor
resiko dan
melindungi diri
sendiri.
2. Meningkatkan
keamanan
lingkungan sesuai
indikasi.

3. Hambatan komunikasi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji komunikasi


verbal b.d keperawatan selama verbal klien.
disfonia,gangguan 1x24jam, diharapkan klien 2. Lakukan metode
pengucapan kata, dapat menunjukkan komunikasi yang
gangguan pengertian terhadap ideal sesuai
neuromuskular, masalah komunikasi, dengan kondisi
kehilangan kontrol mampu mengekspresikan klien.
tonus otot fasial atau perasaannya, mampu 3. Beri tanda khusus
oral. menggunakan bahasa pada klien yang
isyarat dengan kriteria hasil: mengalami
1. Terciptanya suatu gangguan
komunikasi dimana berbicara,
kebutuhan klien sediakan bel
dapat dipenuhi. khusus bila perlu.
2. Klien mampu 4. Gunakan
merespons setiap pertanyaan
komunikasi secara dengan jawaban
verbal maupun “ya” atau “tidak”
isyarat. dan perhatikan
respon klien.
5. Kolaborasi dengan
ahli terapi bicara.

D. EVALUASI
1. Pola napas kembali efektif.
2. Terhindar dari resiko cedera.
3. Tidak terjadi hambatan dalam komunikasi.
4. Citra tubuh klien meningkat.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Myastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan
abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara teus-menerus dan disertai
dengang kelelahan saat beraktivitas. Penyakit timbul karena adanya gangguan dari synaptic
trasnsmission atau pada neuromuscular junction.
Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi
miastenia gravis, dimana antibody yang merupakan produk dari sel B justru melawan
reseptor asetikolin. Penatalaksanaan myastenia gravis dapat dilakukan dengan obat-obatan,
timomektomi ataupun dengan imunomodulasi dan imunosupresif terapi yang dapat
memberikan prognosis yang baik pada kesembuhan miastenia gravis.

3.2 Saran
Kelompok kami menyarankan khususnya pada mahasiswa untuk mengetahui dan
memahami tentang Myestenia Gravis, sehingga mahasiswa dapat mengerti dan dapat
menghindari penyebab dari Myestenia Gravis, serta mengetahui komplikasi, tanda dan gejala
untuk menghindari terjadinya Myestenia Gravis.
DAFTAR PUSTAKA

Arie, Gde Agung Anom, Made Bka Adnyana & I Putu Eka Cisyadharma. 2016. Diagnosis
dan tata laksana Myasthenia Gravis (Jurnal).

Farmakidis C, Pasnoor M,
Dimachkie MM, Barohn RJ.
2018.
Treatment of Myasthenia
Gravis.
Neurologic Clinics. 36(2):311-
337.
Farmakidis C, Pasnoor M,
Dimachkie MM, Barohn RJ.
2018.
Treatment of Myasthenia
Gravis.
Neurologic Clinics. 36(2):311-
337.
Farmakidis C, Pasnoor M,
Dimachkie MM, Barohn RJ.
2018.
Treatment of Myasthenia
Gravis.
Neurologic Clinics. 36(2):311-
337.
Farmakidis C, Pasnoor M,
Dimachkie MM, Barohn RJ.
2018.
Treatment of Myasthenia
Gravis.
Neurologic Clinics. 36(2):311-
337.
Farmakidis C, Pasnoor M,
Dimachkie MM, Barohn RJ.
2018.
Treatment of Myasthenia
Gravis.
Neurologic Clinics. 36(2):311-
337.
Farmakidis C, Pasnoor M, Diamachkie MM, Baohn R. 2018. Treatment of Myasthenia
Gravis. Neurologic Clinics. 36(2):311-337.

Howard JF. Myyasthenia Gravis A Manual for the Health Care Provider. Myasthenia Gravis
Foundation of America; 2008.

Setiyohadi B. Miologi. In: Sudoyo AW, Setiyohadi, Bambang, Alwi, Idrus, Simadibrata
K.,Marcellus, Setiati, Siti, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
InternaPublishing; 2009.

Anda mungkin juga menyukai