Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PATOFISIOLOGI DAN BAGAN PATOFISIOLOGI WOC


MYASTHENIA GRAVIS

OLEH:
KELOMPOK 2
1. Ni Made Mita Lestari (203213206)
2. Dewa Ayu Putu Seri Yunita Dewi (203213208)
3. Ida Ayu kade Intan Cahyani (203213211)
4. Putu Diah Lestari (203213227)
5. Ni Made Udiyani Lestari (203213234)
6. I Putu Agus Artawan (203213235)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga laporan ini
dapat tersusun hingga selesai. Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah “Keperawatan
Medikal Bedah III” dengan judul “Makalah Patofisologi dan Bagan Patofisiologi WOC
Myasthenia Gravis”. Tidak lupa penulis juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan penulis, semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis. Sehingga masih banyak


kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnan makalah ini.

Denpasar, 21 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................1
C. Tujuan..................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................2
A. Definisi Myasthenia Gravis.................................................................................................2
B. Patofisiologi Myasthenia Gravis..........................................................................................2
C. WOC Myasthenia Gravis.....................................................................................................4
BAB III PENUTUP.....................................................................................................................5
A. Kesimpulan..........................................................................................................................5
B. Saran....................................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................6

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan otot-
otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali
lebih lama dari normal). Myasthenia gravis mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang.
Kelemahan otot yang parah yang disebabkan oleh penyakit tersebut membawa sejumlah
komplikasi lain, termasuk kesulitan bernapas, kesulitan mengunyah dan menelan,
bicaracadel, kelopak mata murung dan kabur atau penglihatan ganda.
Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih
sering terjadi pada para wanita, yaitu wanita berusia antara 20 dan 40 tahun. Pada laki-laki
lebih dari 60 tahun. Dan jarang terjadi selama masa kanak-kanak.
Siapapun bisa mewarisi kecenderungan terhadap kelainan autoimun ini. Sekitar 65%
orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar thymus, dan
sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Sekitar setengah thymoma
adalah kanker (malignant). Beberapa orang dengan gangguan tersebut tidak memiliki
antibodi untuk reseptor acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadap enzim yang
berhubungan dengan pembentukan persimpangan neuromuskular sebagai pengganti. Orang
ini bisa memerlukan pengobatan berbeda.
Pada 40% orang dengan myasthenia gravis, otot mata terlebih dahulu terkena, tetapi 85%
segera mengalami masalah ini. Pada 15% orang, hanya otot-otot mata yang terkena, tetapi
pada kebanyakan orang, kemudian seluruh tubuh terkena, kesulitan berbicara dan menelan
dan kelemahan pada lengan dan kaki yang sering terjadi. Pegangan tangan bisa berubah-ubah
antara lemah dan normal. Otot leher bisa menjadi lemah. Sensasi tidak terpengaruh.
Ketika orang dengan myasthenia gravis menggunakan otot secara berulang-ulang, otot
tersebut biasanya menjadi lemah. Misalnya, orang yang dahulu bisa menggunakan palu
dengan baik menjadi lemah setelah memalu untuk beberapa menit. Meskipun begitu,
kelemahan otot bervariasi dalam intensitas dari jam ke jam dan dari hari ke hari, dan
rangkaian penyakit tersebut bervariasi secara luas. Sekitar 15% orang mengalami peristiwa
berat (disebut myasthenia crisis), kadangkala dipicu oleh infeksi. Lengan dan kaki menjadi
sangat lemah, tetapi bahkan kemudian, mereka tidak kehilangan rasa. Pada beberapa orang,
otot diperlukan untuk pernafasan yang melemah. Keadaan ini dapat mengancam nyawa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Defisini dari Myasthenia Gravis?
2. Bagaimana Patofisiologi Myasthenia Gravis?
3. Bagaimana WOC Myasthenia Gravis?

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang
Myasthenia Gravis

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Myasthenia Gravis


Myasthenia gravis atau selanjutnya disingkat MG merupakan suatu penyakit autoimun
dari neuromuscular junction (NMJ) yang disebabkan oleh antibodi yang menyerang
komponen dari membran postsinaptik, mengganggu transmisi neuromuskular, dan
menyebabkan kelemahan dan kelelahan otot rangka (Choirunnisa, Zanariah, Saputra, &
Karyanto, 2016).
Miastenia gravis merupakan penyakit autoimun paut saraf otot yang didapat. Penyakit ini
memiliki karakteristik, yaitu kelemahan dan kelelahan otot skelet. Manifestasi klinis berupa
kelemahan berfluktuasi dan bervariasi yang mengenai otot okuler, anggota gerak,
pernapasan, dan bulbar (Harkitasari, 2015).
Miastenia gravis merupakan suatu penyakit autoimun yang mempengaruhi transmisi
neuromuskuler sehingga menyebabkan kelemahan otot secara lokal maupun luas.
Penyebabnya adalah karena autoantibodi yang bekerja berlawanan dengan reseptor
asetilkolin pada postsynaptic motor end-plate (Amalia, Rizqi Nur. 2016).

B. Patofisiologi Myasthenia Gravis


Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi
miastenia gravis. Observasi klinik yang mendukung hal ini mencakup timbulnya kelainan
autoimun yang terkait dengan pasien yang menderita miastenia gravis, misalnya autoimun
tiroiditis, sistemik lupus eritematosus, arthritis rheumatoid, dan lain-lain.
Ketika sebuah potensial aksi bergerak ke motor neuron dan mencapai motor end plate,
molekul asetilkolin (Ach) dilepaskan dari vesikel presinaptik, melalui neuromuscular
junction dan kemudian akan berinteraksi dengan reseptor Ach (AchRs) di membrane
postsinaptik. Kanal-kanal di AchRs terbuka, memungkinkan Na + dan kation lain untuk
masuk ke dalam serat ototdan menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi yang terus menerus
terjadi akan berkumpul menjadi satu, dan jika depolarisasi yang terkumpul cukup besar,
maka akan memicu timbulnya potensial aksi, yang bergerak sepanjang serat otot untuk
menghasilkan kontraksi. Pada miastenia gravis (MG), ada pengurangan jumlah AchRs yang
tersedia di motor endplate atau mendatarnya lipatan pada membran postsinaptik yang
menyebabkan pengurangan jumlah reseptor pada motor endplates, sehingga depolarisasi
yang terjadi pada motor endplate lebih sedikit dan tidak terkumpul menjadi potensial aksi.
Akhir. Hasilnya adalah sebuah transmisi neuromuskuler tidak efisien. Tiga mekanisme yang
didapatkan dari penelitian antara lain: auto antibodi terhadap reseptor AChR dan
menginduksi endositosis, sehingga terjadi deplesi AChR pada membran postsinaptik,
autoantibodi sendiri menyebabkan gangguan fungsi AChR dengan memblokir situs-situs
tempat terikatnya asetilkolin dan autoantibodi menyebabkan kerusakan pada motor endplates
sehingga menyebabkan hilangnya sejumlah AChR.

2
Penyakit ini tidak mempengaruhi otot polos dan jantung karena mereka memiliki
antigenisitas reseptor kolinergik yang berbeda. Peran timus dalam pathogenesis myasthenia
gravis (MG) tidak sepenuhnya jelas, tetapi 75% dari pasien myasthenia gravis (MG)
memiliki beberapa derajat kelainan timus (misalnya, hiperplasia pada 85% kasus, thymoma
dalam 15% kasus). Mengingat fungsi kekebalan timus dan adanya perbaikan klinis setelah
dilakukan tindakan timektomi, timus diduga menjadi tempat pembentukan autoantibodi.
Namun, stimulus yang memulai proses autoimun belum teridentifikasi.
Sejak tahun 1960, telah didemonstrasikan bagaimana autoantibodi pada serum penderita
miastenia gravis secara langsung melawan konstituen pada otot. Hal inilah yang memegang
peranan penting pada melemahnya otot penderita dengan miastenia gravis. Tidak diragukan
lagi, bahwa antibodi pada reseptor nikotinik asetilkolin merupakan penyebab utama
kelemahan otot pasien dengan miastenia gravis. Autoantibodi terhadap asetilkolin reseptor
(anti-AChRs), telah dideteksi pada serum 90% pasien yang menderita acquired miastenia
gravis generalisata.
Mekanisme pasti tentang hilangnya toleransi imunologik terhadap reseptor asetilkolin
pada penderita miastenia gravis belum sepenuhnya dapat dimengerti. Miastenia gravis dapat
dikatakan sebagai “penyakit terkait sel B”, dimana antibodi yang merupakan produk dari sel
B justru melawan reseptor asetilkolin. Peranan sel T pada patogenesis miastenia gravis mulai
semakin menonjol. Timus merupakan organ sentral terhadap imunitas yang terkait dengan sel
T. Abnormalitas pada timus seperti hiperplasia timus atau thymoma, biasanya muncul lebih
awal pada pasien dengan gejala miastenik.
Pada pasien miastenia gravis, antibodi IgG dikomposisikan dalam berbagai subklas yang
berbeda, dimana satu antibodi secara langsung melawan area imunogenik utama pada subunit
alfa. Subunit alfa juga merupakan binding site dari asetilkolin. Ikatan antibodi reseptor
asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan mengakibatkan terhalangnya transmisi
neuromuskular melalui beberapa cara, antara lain: ikatan silang reseptor asetilkolin terhadap
antibodi anti-reseptor asetilkolin dan mengurangi jumlah reseptor asetilkolin pada
neuromuscular junction dengan cara menghancurkan sambungan ikatan pada membran post
sinaptik, sehingga mengurangi area permukaan yang dapat digunakan untuk insersi reseptor-
reseptor asetilkolin yang baru disintesis (Rosyid, 2010).

3
C. WOC Myasthenia Gravis

Otot-otot Otot wajah, Otot volunteer Otot pernapasan


okular laring

Ketidakmampuan batuk efektif


Gangguan Suara abnormal Kelemahan
kelemahan otot-otot pernafasan
otot levator ketidakmampuan otot-otot
menutup rahang
Pola Nafas Tidak
Ptosis & Hambatan
Efektif
diplopial fisik
Gangguan
Komunikasi Penumpukan secret
Gangguan Verbal Intoleransi
Citra Tubuh Aktivitas
Bersihan Jalan Nafas Tidak
Efektif

4
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Miastenia gravis adalah penyakit yang menyerang hubungan antara sistem saraf (nervus)
dan sistem otot (muskulus). Penyakit miastenis gravis ditandai dengan kelemahan dan
kelelahan pada beberapa atau seluruh otot, di mana kelemahan tersebut diperburuk dengan
aktivitas terus menerus atau aktivitas yang dilakukan berulang-ulang. Miastenia gravis adalah
penyakit autoimun yang menyerang neuromuskular juction ditandai oleh suatu kelemahan
otot dan cepat lelah akibat adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin (AchR) sehingga
jumlah AchR di neuromuskular juction berkurang. Pada umur 20-30 tahun Miastenia gravis
lebih banyak dijumpai pada wanita. Sementara itu diatas 60 tahun lebih banyak pada pria
(perbandingan ratio wanita dan pria adalah 3:2). Diagnosis Miastenia gravis dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang khas, tes antikolinesterase, EMG,
serologi untuk antibodi AchR dan CTScan atau MRI toraks untuk melihat adanya timoma.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat bersifat membangun bagi pembaca pada
umumnya. Penulis juga menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
dan penulis mengharapkan kritik yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini.

5
DAFTAR
PUSTAKA

Amalia, Rizki Nur. 2016. Gagal Nafas Pada Penderita Miastenia Gravis. Surabaya: FK Unair
Harkitasari, S. 2015. Diagnosis dan Terapi Miastenia Gravis Pada Anak. Bali: FK Universitas
Udayana
Rosyid, F. N. 2010. Health Sciene Myasthenia Gravis, And Management. Surabaya:
University Muhammadiyah Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai