DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
1. MIFTAHUL ULUM
2. RAHMA NISA TAHARA
3. YOGA DANU SAPUTRA
4. ANGGUN PRATIWI
5. ETTY PRATIWI
6. KIKI PUSPITA SARI
7. NI WAYAN SULISTIAWATI
8. RISMA PUSPITASARI
9. TIARA TRI WIGUNA
10. ELES PRABOWO
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan ini kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan
dukungan dalam penyusunan makalah ini, terutama kami mengucapkan Terima Kasih.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih sangat banyak
kekurangan baik dari segi materi, tata bahasa, maupun penyusunan. Dengan rendah hati
penulis mengharapkan kritik dan saran yang selanjutnya membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang dapat dijumpai pada anak,
Sindrom klinis ini dikemukakan pertama kali pada tahun 1600. Pada akhir tahun
1800an miastenia gravis mulai dibedakan dari kelemahan otot akibat paralysis bulbar. Pada
tahun 1920 seorang dokter yang menderita miastenia gravis merasa ada perbaikan sesudah ia
meminum obat efedrin yang ditujukan untuk mengatasi kram menstruasi. Akhirnya pada
tahun 1934 Mary Walker, seorang dokter dari Inggris melihat adanya gejala-gejala yang
serupa antara miastenia gravis dan keracunan kurare. Mary Walker menggunakan antagonis
kurare yaitu fisostigmin untuk mengobati miastenia gravis dan ternyata ada kemajuan-
Miastenia gravis banyak timbul antara umur 10-30 tahun. Pada umur dibawah 40
tahun miastenia gravis lebih banyak dijumpai pada wanita. Sementara itu diatas 40 tahun
lebih banyak pada pria (Harsono, 1996). Insidens miastenia gravis di Amerika Serikat sering
dinyatakan sebagai 1 dalam 10.000. Tetapi beberapa ahli menganggap angka ini terlalu
rendah karena sesungguhnya banyak kasus yang tidak pernah terdiagnosis (Patofisiologi,
1995).
Tingkat kematian pada waktu lampau dapat sampai 90%. Kematian biasanya
disebabkan oleh insufisiensi pernafasan. Jumlah kematian telah berhasil dikurangi secara
drastic sejak tersedia obat-obatan serta unit-unit perawatan pernapasan. Remisi spontan dapat
terjadi pada 10% hingga 20% pasien dan dapat dicapai dengan melakukan timektomi elektif
pada pasien-pasien tertentu. Yang paling cocok untuk menjalani cara ini adalah wanita muda
yang masih dini keadaannya (5 tahun pertama setelah awitan) dan tidak berespon baik dengan
pengobatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Istilah miastenia gravis berarti kelemahan otot yang parah. Miastenia gravis
merupakan satu-satunya penyakit neuromuskular yang merupakan gabungan antara cepatnya
terjadi kelemahan otot-otot voluntar dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10
hingga 20 kali lebih lama dari normal).
Myasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun kronis dari transmisi
neuromuskular yang menghasilkan kelemahan otot. Istilah Myasthenia adalah bahasa Latin
untuk kelemahan otot, dan Gravis untuk berat atau serius.Myasthenia Gravis termasuk salah
satu jenis penyakit autoimun. Menurut kamus kedokteran, penyakit autoimun itu sendiri
adalah suatu jenis penyakit dimana antibodi menyerang jaringan-jaringannya sendiri.
Myasthenia Gravis dapat menyerang otot apa saja, tapi yang paling umum terserang adalah
otot yang mengontrol gerakan mata, kelopak mata, mengunyah, menelan, batuk dan ekspresi
wajah. Bahu, pinggul, leher, otot yg mengontrol gerakan badan serta otot yang membantu
pernafasan juga dapat terserang.
Health Community dalam sebuah website-nya mendefinisikan Myasthenia Gravis
sebagai penyakit autoimun kronis yang berakibat pada kelemahan otot skelet. Otot-otot
skelet adalah serabut-serabut otot yang terdiri dari berkas-berkas atau striasi (striasi otot)
yang berhubungan dengan tulang. Myasthenia Gravis menyebabkan kelelahan yang cepat
(fatigabilitas) dan kehilangan kekuatan pada saat beraktivitas, dan membaik setelah istirahat.
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi neuromuskuler
pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunteer).Karakteristik yang
muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot
volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial (Brunner and Suddarth 2002).
Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi transmisi impuls
pada otot-otot volunter tubuh (Sandra M. Neffina 2002).
2.ETIOLOGI
3. PATOFISIOLOGI
Saraf besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis dan batang
otak mempersarafi otot rangka atau otot lurik. Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya dalam
bentuk saraf-saraf spinal dan kranial menuju ke perifer. Masing-masing saraf bercabang
banyak sekali dan mampu merangsang sekitar 2000 serabut otot rangka. Gabungan antara
saraf motorik dan serabut-serabut otot yang dipersarafi dinamakan unit mototrik.Meskipun
setiap neuron mototrik mempersarafi banyak serabut otot, tetapisetiap serabut otot dipersarafi
oleh hanya satu neuron motorik.
Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf motorik dan serabut
otot disebut sinaps neuromuskular atau hubungan neuromuscular. Hubungan neuromuskular
merupakan suatu sinaps kimia antara saraf dan otot yang terdiri dari tiga komponen dasar:
unsur presinaps, elemen postsinaps, dan celah sinaps yang mempunyai lebar sekitar 200Å.
Unsur presinaps terdiri dari akson terminal dengan vesikel sinaps yang berisi asetilkolin yang
merupakan neurotransmitter. Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson terminal
(bouton). Membran plasma aksonterminal disebut membran presinaps. Unsur postsinaps
terdiri dari membran postsinaps atau lempeng akhir motorik serabut otot. Membran
postsinaps dibentuk oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema yang dinamakan aluratau
palung sinaps dimana akson terminal menonjol masuk ke dalamnya.Bagian ini mempunyai
banyak lipatan (celah-celah subneural) yang sangat menambah luas permukaan. Membran
postsinaps memiliki reseptor-reseptor asetilkolin dan mampu menghasilkan potensial
lempeng akhir yang selanjutnya dapat mencetuskan potensial aksi otot. Pada membran
postsinaps juga terdapat suatu enzim yang dapat menghancurkan asetilkolin yaitu
asetilkolinesterase. Celah sinaps adalah ruang yang terdapat antara membran presinaps dan
postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zatgelatin, dan melalui gelatin ini cairan ekstrasel
dapat berdifusi.
Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromukular, maka membranakson terminal
presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps.
Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada
membran postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap
natrium maupun kalium pada membran postsinaps. Influks ion natrium dan pengeluaran ion
kalium secara tiba-tiba menyababkan depolarisasi lempengakhir dikenal sebagai potensial
lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalam
membrane otot yang tidak berhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang
sarkolema. Potensial ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksiserabut
otot. Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuskular terjadi,asetilkolin akan
dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase. Pada orangnormal jumlah asetilkolin yang
dilepaskan sudah lebih dari cukup untuk menghasilkan potensial aksi. Pada Miastenia gravis,
konduksi neuromuskular terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin berkurang yang mungkin
dikarenakan cedera autoimun.
Pada klien dengan Miastenia gravis, secara makroskopis otot-ototnya tampak normal. Jika
ada atrofi, maka itu disebabkan karena otot tidak digunakan. Secara mikroskopis beberapa
kasus dapat ditemukan infiltrasi limfosit dalam otot dan organ-organ lain, tetapi pada otot
rangka tidak dapat ditemukan kelainan yang konsisten.
4. KLASIFIKASI
Kelompok I Myasthenia Okular
Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak ada
kasus kematian.
Kelompok II Myasthenia Umum
1. Myasthenia umum ringan
progress lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka dan
bulbar. Sistem pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik. Angka kematian
rendah.
2. Myasthenia umum sedang
progress bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut semakin berat
dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria (gangguan bicara),
disfagia (kesulitan menelan) dan sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan
Myasthenia umum ringan. Otot-otot pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat
kurang memuaskan dan aktivitas pasien terbatas, tetapi angka kematian rendah.
3. Myasthenia umum berat
Fulminan akut : progress yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang
berat disertai mulai terserangnya otot-otot pernafasan. Biasanya penyakit berkembang
maksimal dalam waktu 6 bulan. Dalam kelompok ini, persentase thymoma paling tinngi.
Respon terhadap obat buruk. Insiden krisis Myasthenik, kolinergik, maupun krisis gabungan
keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi.
Lanjut : Myasthenia Gravis berat timbul paling sedikit 2 tahun sesudah progress gejala-gejala
kelompok I atau II. Myasthenia Gravis dapat berkembang secara perlahan-lahan atau secara
tiba-tiba. Persentase thymoma menduduki urutan kedua. Respon terhadap obat dan prognosis
buruk.
Myasthenia Gravis bisa juga diklasifikasikan dengan lebih singkat dan sederhana menjadi :
Golongan I = Gejala-gejalanya hanya terdapatpada otot-otot ocular
Golongan IIA = Myasthenia Gravis umum ringan
Golongan II B = Myasthenia Gravis umum berat
Golongan III = Myasthenia Gravis akut yang berat, yang juga mengenai otot-otot pernafasan
Golongan IV = Myasthenia Gravis kronik yang berat
5. MANIFESTASI KLINIS
gangguan otoimun yang merusak fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi
berkembang progresif lambat. Tetapi penyakit ini dapat tetap terlokalisir pada sekelompok
Gambaran klinis miastenia gravis sangat jelas yaitu dari kelemahan local yang ringan
sampai pada kelemahan tubuh menyeluruh yang fatal. Kira-kira 33% hanya terdapat gejala
kelainan okular disertai kelemahan otot-otot lainnya. Kelemahan ekstremitas tanpa disertai
gejala kelainan okular jarang ditemukan dan terdapat kira-kira 20% penderita didapati
ptosis dan diplopia. Mula timbul dengan ptosis unilateral atau bilateral. Setelah beberapa
minggu sampai bulan, ptosis dapat dilengkapi dengan diplopia (paralysis ocular).
Kelumpuhan-kelumpuhan bulbar itu timbul setiap hari menjelang sore atau malam. Pada pagi
hari orang sakit tidak diganggu oleh kelumpuhan apapun. Tetapi lama kelamaan kelumpuhan
bulbar dapat bangkit juga pada pagi hari sehingga boleh dikatakan sepanjang hari orang sakit
Pada pemeriksaan dapat ditemukan ptosis unilateral atau bilateral, salah satu otot
okular paretik, paresis N III interna (reaksi pupil).Diagnosis dapat ditegakkan dengan
memperhatikan otot-otot levator palpebra kelopak mata. Walaupun otot levator palpebra jelas
lumpuh pada miastenia gravis, namun adakalanya masih bisa bergerak normal. Tetapi pada
tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis miastenia
gravis. Bila penyakit hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya
Miastenia gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring. Pada
pemeriksaan dapat ditemukan paresis N VII bilateral atau unilateral yang bersifat LMN,
lidah. Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba
menelan, menimbulkan suara yang abnormal, atau suara nasal, dan pasien tidak mampu
Kelemahan otot non-bulbar umumnya dijumpai pada tahap yang lanjut sekali. Yang
pertama terkena adalah otot-otot leher, sehingga kepala harus ditegakkan dengan tangan.
Kemudian otot-otot anggota gerak berikut otot-otot interkostal. Atrofi otot ringan dapat
akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak mampu lagi membersihkan lendir.
Biasanya gejala-gejala miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat dan dengan
2. Adanya penyakit penyerta terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan infeksi
3. Gangguan emosi, kebanyakan pasien mengalami kelemahan otot apabila mereka berada
4. Alkohol, terutama bila dicampur dengan air soda yang mengandung kuinin, suatu obat
6. KOMPLIKASI
Myasthenia Gravis dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikutnya:
1. Dapat menyebabkan perkembangan kanker timus
2. Mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk gagal nafas
3. Mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk pneumonia
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Penting sekali untuk mengetahui keadaan sebenarnya dari miastenia gravis. Diagnosis dapat
dibantu dengan meminta pasien melakukan kegiatan berulang sampai timbul tanda-tanda
kelelahan. Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut:
menegakkan diagnosis. Titer antibodi ini meninggi pada 90% penderita miastenia gravis
golongan IIA dan IIB, dan 70% penderita golongan I. Titer antibodi ini umumnya berkolerasi
Antibodi ini ditemukan pada lebih dari 90% penderita dengan timoma dan lebih
kurang 30% penderita miastenia gravis. Penderita yang dalam serumnya tidak ada antibodi
ini dan juga tidak ada antibodi anti-reseptor asetilkolin, maka kemungkinan adanya timoma
Tensilon adalah suatu penghambat kolinesterase. Tes ini sangat bermanfaat apabila
pemeriksaannya negatif sementara secara klinis masih tetap diduga adanya miastenia gravis.
Apabila tidak ada efek samping sesudah tes 1-2 mg intravena, maka disuntikkan lagi 5-8 mg
tensilon. Reaksi dianggap positif apabila ada perbaikan kekuatan otot yang jelas (misalnya
dalam waktu 1 menit), menghilangnya ptosis, lengan dapat dipertahankan dalam posisi
abduksi lebih lama, dan meningkatnya kapasitas vital. Reaksi ini tidak akan berlangsung
Jika diperoleh hasil yang positif, maka perlu dibuat diagnosis banding antara
miastenia gravis yang sesungguhnya dengan sindrom miastenik. Penderita sindrom miastenik
mempunyai gejala-gejala yang serupa dengan miastenia gravis, tetapi penyebabnya ada
kaitannya dengan proses patologis lain seperti diabetes, kelainan tiroid, dan keganasan yang
telah meluas. Usia timbulnya kedua penyakit ini merupakan faktor pembeda yang penting.
Penderita miastenia sejati biasanya muda, sedangkan sindrom miastenik biasanya lebih tua.
Gejala-gejala sindrom miastenik biasanya akan hilang kalau patologi yang mendasari berhasil
4. Foto dada
Foto dada dalam posisi antero-posterior dan lateral perlu dikerjakan, untuk melihat
apakah ada timoma. Bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan dengan sken tomografik.
5. Tes Wartenberg
Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba tes Wartenberg.
Penderita diminta menatap tanpa kedip suatu benda yang terletak di atas bidang kedua mata
beberapa lamanya. Pada miastenia gravis kelopak mata yang terkena menunjukkan ptosis.
6. Tes prostigmin
intramuskular atau subkutan. Tes dianggap positif apabila gejala-gejala menghilang dan
tenaga membaik.
9.PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Medis
Walaupun belum ada penelitian tentang strategi pengobatan yang pasti, tetapi
Miastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang palingdapat diobati. Antikolinesterase
(asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi merupakan penatalaksanaan utama
pada miastenia gravis. Antikolinesterase biasanya digunakan pada miastenia gravis yang
ringan. Sedangkan pada pasien dengn miastenia gravis generalisata, perlu dilakukan terapi
imunomudulasi yang rutin. Terapi imunosupresif dan imunomodulasi yang dikombinasikan
dengan pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi, mampu menghambat terjadinya
mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita miasteniagravis. Pengobatan ini dapat
digolongkan menjadi terapi yang dapat memulihkan kekuatan otot secara cepat dan terbukti
memiliki onset lebihlambat tetapi memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah
terjadinya kekambuhan. (Endang Thamrin dan P. Nara, 1986)Secara garis besar, pengobatan
Miastenia gravis berdasarkan 3 prinsip, yaitu:
1. Mempengaruhi transmisi neuromuskuler:
a. Istirahat
Dengan istirahat, banyaknya ACh dengan rangsangan saraf akanbertambah sehingga serat-
serat otot yang kekurangan AChR di bawah ambang rangsang dapat berkontraksi.
b. Memblokir pemecahan Ach
Dengan antikolinesterase, sepertiprostigmin, piridostigmin,edroponium atau ambenonium
diberikan sesuai toleransi penderita, biasanya dimulai dosis kecil sampai dicapai dosis
optimal. Pada bayidapat dimulai dengan dosis 10 mg piridostigmin per os dan pada anakbesar
30 mg , kelebihan dosis dapat menyebabkan krisis kolinergik.
2. Mempengaruhi proses imunologik
a. Timektomi
Tujuan neurologi utama dari Thymectomi ini adalah tercapainyaperbaikan signifikan
dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obatyang harus dikonsumsi pasien, serta idealnya
adalah kesembuhanyang permanen dari pasien. Timektomi dianjurkan pada MG tanpatimoma
yang telah berlangsung 3-5 tahun. Dengan timektomi,setelah 3 tahun ± 25% penderita akan
mengalami remisi klinik dan40-50% mengalami perbaikan.
b. Kortikosteroid
Diberikan prednison dosis tunggal atau alternating untuk mencegahefek samping.
Dimulai dengan dosis kecil, dinaikkan perlahan-lahansampai dicapai dosis yang diinginkan.
Kerja kortikosteroid untukmencegah kerusakan jaringan oleh pengaruh imunologik
ataubekerja langsung pada transmisi neromuskuler.
c. Imunosupresif
Yaitu dengan menggunakan Azathioprine, Cyclosporine,Cyclophosphamide (CPM).
Namun biasanya digunakan azathioprin(imuran) dengan dosis 2½ mg/kg BB. Azathioprine
merupakan obatyang secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh dansecara umum
memiliki efek samping yang lebih sedikitdibandingkan dengan obat imunosupresif lainnya.
Perbaikan lambatsesudah 3-12bulan. Kombinasi azathioprine dan kortikosteroid lebihefektif
yang dianjurkan terutama pada kasus-kasus berat.
e. Plasma exchange
Berguna untuk mengurangi kadar anti-AChR; bila kadar dapatditurunkan sampai 50%
akan terjadi perbaikan klinik.
Pada pasien dengan Miastenia gravis harus belajar dalam batasan yang ditetapkan
oleh penyakit yang mereka derita ini. Mereka memerlukan tidur selam 10 jam agar dapat
bangun dalam keadaan segar, dan perlu menyelingi kerja dengan istirahat. Selain itu mereka
juga harus menghindari factor-faktor pencetus dan harus minum obat tepat pada waktunya.
1. Pengkajian
1) Biodata
Klien pada umumnya merasakan kelelahan dan kelemahan pada anggota tubuh tertentu :
Apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama dengan klien.
d) Aktifitas
Kelelahan dan kelemahan meningkat setelah beraktifitas dan membaik atau menurun
- GCS
TD
N
S
RR
Sistem integumen
Kaji warna kulit, turgor kulit, kelembaban kulit, akral, kebersihan rambut dan kuku.
Sistem penginderaan
Kaji bentuk mata, hidung, telinga, mukosa bibir, ada atau tidaknya lesi.
Sistem pernafasan
Sistem cardiovaskuler
Sistem pencernaan
Sistem muskuluskeletal
Fokus Pengkajian :
a. B1 (Breating)
Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan ataupenurunan batuk efektif, produksi
sputum, sesak nafas, penggunaanotot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan
seringdidapatkan pada klien yang disertai adanya kelemahan otot-ototpernafasan. Auskultasi
bunyi nafas tambahan seperti ronchi ataustridor pada klien menandakan adanya akumulasi
sekret pada jalannafas dan penurunan kemampuan otot-otot pernapasan.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukanuntuk memantau
perkembangan status kardiovaskular, terutamadenyut nadi dan tekanan darah yang secara
progresif akan berubahsesuai dengan kondisi tidak membaiknya status pernafasan.
c. B3 (Brain)
Kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata
atau dislopia intermien, bicara klienmungkin disatrik.
d. B4 (Bladder)
Pengkajian terutama ditujukan pada sistem perkemihan.Biasanya terjadi kondisi
dimana fungsi kandung kemih menurun,retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.
e. B5 (Bowel)
Ditunjukkan dengan kesulitan menelan-mengunyah, disfagia,kelemahan otot
diafragma dan peristaltic usus turun.
f. B6 (Bone)
Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui adanya gangguanaktifitas atau mobilitas
fisik, kelemahan otot yang berlebihan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3. PERENCANAAN
Diagno Tujuan Intervensi Rasional
sa
Kepera
watan
1 Setelah - Kaji kemampuan - Untuk klien dengan
dilakukan ventilasi penurunan kapasitas
tindakan - Kaji kualitas, ventilasi, perawat
perawatan frekuensi, dan mengkaji frekuensi
selama 3x24 kedalaman pernapasan,
jam diharapkan pernapasan, kedalaman, dna bunyi
klien kembali laporkan setiap nafas, pantau hasil tes
efektif perubahan yang fungsi paru-paru
Kriteria Hasil: terjadi. (volume tidal,
Irama, frekuensi - Baringkan klien kapasitas vital,
dan kedalaman dalam posisi yang kekuatan inspirasi),
pernapasan nyaman dalam dengan interval yang
dalambatas posisi duduk sering dalam
normal, bunyi - Observasi tanda- mendeteksi masalah
nafas terdengar tanda vital (nadi, pau-paru, sebelum
jelas, RR). perubahan kadar gas
respiratorterpasa - Observasi tanda- darah arteri dan
ng dengan tandavital sebelum tampak
optimal (nadi,RR). gejala klinik.
- tidal, kapasitas vital,
kekuatan
inspirasi),dengan
interval yang sering
dalammendeteksi
masalah pau-paru,
sebelumperubahan
kadar gas darah arteri
dansebelum tampak
gejala klinik.
- Dengan mengkaji
kualitas, frekuensi,
dan kedalaman
pernapasan, kita dapat
mengetahui sejauh
mana perubahan
kondisi klien.
- Penurunan diafragma
memperluas daerah
dada sehingga
ekspansi paru bisa
maksimal
- 5. Peningkatan RR
dan takikardi
merupakan indikasi
adanya penurunan
fungsi paru.
2 Setelah - Kaji kemampuan - Menjadi data dasar
dilakukan kliendalam dalam melakukan
tindakan melakukan intervensi selanjutnya.
keperawatan aktivitas. - Menjadi partisipan
selama 3x 24 - Atur cara dalam pengobatan,
jam Infeksi beraktivitas klien klien harus belajar
bronkhopulmon sesuai tentang fakta-faakta
al dapat kemampuan.Sasar dasar mengenai agen-
dikendalikan an klien adalah agen
untuk memperbaiki antikolinesterase-
menghilangkan kekuatandan daya kerja, waktu,
edema inflamasi tahan. penyesuaian dosis,
dan - Evaluasi gejala-gejala
memungkinkan kemampuanaktivi kelebihan dosis,
penyembuhan tas motorik danefek toksik. Dan
aksi siliaris yang penting pada
normal. Infeksi pengguaan medikasi
pernapasan dengan tepat waktu
minor yang adalah ketegasan
tidak - Menilai singkat
memberikan keberhasilan dari
dampak pada terapi yang boleh
individu yang diberikan.
memiliki paru-
paru normal,
dapat berbahaya
bagi klien
dengan PPOM.
Dengan
Kriteria Hasil:
Frekuensi nafas
16-20 x/menit,
frekuensi nadi
70-90x/menit,
dan kemampuan
batuk efektif
dapat
optimal,tidak
ada tanda
peningkatan
suhu tubuh.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S DENGAN MYASTENIA GRAVIS
DIRUANG ICU RSUD ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
A.PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : 01 November 201 : 01 November 2018
Waktu pengkajian : 15:00 WIB
Tanggal masuk : 29 Oktober 2018
Nomor register : 561497
1.IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.S
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 45tahun
Pendidikana : SMA
Suku bangsa: Jawa
Agama : Islam
Status perkawinan: Kawin
Pekerjaan: Wiraswasta
Alamat: Sidoasri, Lampung Selatan
2.PENGKAJIAN PRIMER
A.Airway
Pada jalan nafas klien terpasang ETT, Lidah jatuh kedalam dan klien terpasang OPA
B.Breathing
RR:28x/menit,tidak terdapat nafas cuping hidung,suara nafas gurgling,terpasang ventilator
dengan mode sim v,f1o2 90%,v1 438 pap 5 ps 10
C.Circulation
Td:105/87 mmHg,HR 123x/menit,CRT<3DETIK,kulit tidak pucak,konjungtiva tidak anemis
D.Disability
Kesadaran supor koma,,GCS: E2 M2 V.ETT ,reaksi pupil +/-,pupil miosis dan besar pupil
2mm,
E.Exposure
Terdapat lesi pada tangan kiri klien,terdapat odem pada ekstermitas atas,S:38,6
3.PENGKAJIAN SEKUNDER
A. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Klien mengalami kelemahan otot seluruh organ tubuh, terutama pada otot pernafasan
sehingga klien mengalami sesak nafas dan mengakibatkan suplai oksigen ke otak kurang
sehingga pasien mengalami penurunan kesadaran.
C.PEMERIKSAAN FISIK
1). SISTEM KARDIOVASKULER
Palpasi: nadi kuat,HR:123x/menit, N:88x/menit
Perkusi:pekak
Auskultasi: bunyi jantung lup dup S1 S2,tidak ada bunyi jantung tambahan,CRT:<3detik
2).SISTEM PERNAPASAN
Inspeksi: pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, RR: 28 x/menit
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
Perkusi: sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi: suara nafas gurgling
3)SISTEM PERSYARAFAN
GCS : E = 2 M = 2 V = ETT
SARAF I : Tidak terkaji
SARAF II : penurunan pada ketajaman penglihatan , penglihatan ganda
SARAF III, IV, VI :ptosis,adanya okftamoplegia,mimik dari
pseudointernuklear,oftamoplegia akibat gangguan motorik pada saraf VI
SARAF V: didaptakan adanya safar paroksis pada otot wajah akibat
kelumpuhan pada otot otot wajah,
SARAF VII :persepsi pengecapan terganggu
SARAF VIII: Tidak terkaji
SARAF IX X:ketidak mampuan makan atau ketidak mampuan menelan
makanan
SARAF XI: tidak ada atrofi otot strenoklodomastoideus dan trapezius
SARAF XII: lidah tidak simetris adanya defiasi pada satu sisi akibat
kelemahan otot motorik
4).SISTEM PENCERNAAN
Inspeksi: abdomen klien simetris,tidak ada asites,tidak ada lesi
Auskultasi:bising usus 13x/menit
Perkusi:timpani
Palpasi: tidak ada nyeri tekan,tidak terjadi distensi abdomen
5).SISTEM MUSKULOSKELETAL
Klien mengalami kelemahan,tidak dapat bergerak,tonus otot klien lemah,
kekuatan otot
0 0
0 0
6)SISTEM INTEGUMEN
Keadaan kulit kepala klien bersih,rambut berwarna hitam,turgor kulit elastis dan
hangat,terdapat lesi di bagian tangan kiri,dan odem di kedua tangan.
7).SISTEM ENDOKRIN
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
9).SISTEM URINARIA
Tidak terjadi distensi kandung kemih,tidak ada nyeri tekan,tidak ada massa,klien terpasang
kateter
10).SISTEM REPRODUKSI
Fungsi reproduksi klien atau seksual klien menurun karena mengalami penurunan kesadaran.
D. Status Nutrisi
1.) Antropometri
BB: 65 kg , TB: 167 cm
IMT :
2.) Biokimia
Hb: 17.10 g/dL
3.) Penampilan Fisik
Klien terlihat lemah dan tidak dapat melakukan aktivitas apapun, mulut klien terlihat kotor,
rambut klien terlihat kotor
4.) Diit
Sonde 6 x 250 cc
e. Status Cairan
Tanggal : 01 November 2018
Intake : infus : RL 1000cc/24 jam
Makan : sonde 6 x 250 cc = 1500cc
Total intake 2500 cc
Output : Urine : 1750cc
IWL : 10 x 65 = 650
Total Output = 2400 cc
Balance Cairan : Intake – Output
: 2500cc – 2400cc = +100
F. Status Hygiene
Klien terlihat bersih, klien di washlap pada pagi hari dan di lakukan oral hygiene setiap hari
H. Status Eliminasi
BAK : BAK klien normal, berwarna kuning pekat, klien terpasang kateter
BAB : BAB klien normal, klien menggunakan pempers
I. Terapi Medis
Cara Waktu Pemberian (Jam)
Tgl Nama Obat Dosis
Pemberian 1 2 3
05 IVFD RL
Novembe
r
2018
Mestinon 3x4 tablet oral
Amlodipine 10 mg/8 jam IV 07.00 10.00 13.00
Captropil 25mg/8 jam IV 07.00 10.00 13.00
Meropenem 1gr/8 jam IV 09.00 17.00 01.00
Methylprednisolone 125mg/12jam IV 12.00 24.00
Omeprazole 40mg/24jam IV 17.00
Lerofloxacin 750mg/24jam IV 17.00
Flucanazol 200mg/12jam IV 12.00 24.00
J. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Laboraturium Tanggal 30 Oktober 2018
Ruang : ICU Jenis pemeriksaan : Kultur
Nama Pasien : Sumadi Bahan : Urine
No.RM : 5614 97 Tanggal terima : 30-11-
2018
Jenis Kelamin : Laki-laki
Hasil Kultur :
Ditemukan bakteri batang gram
negativ(Pleudomonas aeruginosa) angka kuman 180/103 mm3
Obat / Antibiotik MIC
ESBL
Ampicilin ←2 -
Ampicilin/Surbactan (SAM) ←2 R
Piperacilin/ Tazoboctan ←4 M
Cefazolen ←4 R
Ceftazodime 4 R
Ceftriaxone 4 -
Cefepime ←1 Ɩ
Azteonam (ATM) ← 64 S
Ertapenem ← 0,5 R
Meropenem ← 0,25 S
Amikasin ←2 R
Gentamicin ←1 R
Ciprofloxacin 0,5 R
Tigecycline ← 0,5 R
Nitrofurantidin ← 16 R
Trimetoprime ←20 R
HASIL PEMERIKSAAN
PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 17,0 L: 14,0-18,0 g/dl
P: 12,0-16,0
Leukosit 15..250 4.500-11.000 uL
Eritrosit 5,7 L: 4,7-6,1 Juta/uL
P: 4,2-5,4
Hematokrit 50 L: 42-52
P: 37-47
Trombosit 206,000 150.000-450.000 /uL
MCV 89 79-99 FL
MCH 30 27-32 g/dl
MCHC 34 30-35 g/dl
Hitung Jenis
- Basofil 0 0-1
- Eosonofil 2 2-4
- Batang 0 3-5
- Segmen 91 50-70
- Limfosit 2 25-40
- Monosit 5 2-8 Mm/Jam
LED 10 0-10
Pemeriksaan AGD
-PH: 7,21 mmHg
-PCO2: 67,2 mmHg
-PO2: 85 mmHg
-HCO3: 28,9 mmol/L
Data Subjektif :
- Tidak terkaji
Data Objektif :
- RR : 28x / menit
- TD : 105/87mmHg
- N : 88X/menit
- S : 38,6 c
- GCS: E= 2 M=2 V= ETT
- Tingkat Kesadaran : Sopor koma
- Suara nafas gurgling
- Terpasang ventilator dan ETT
- Klien terpasang NGT
- Terdapat kelemahan otot
- Tonus otot
- Klien terlihat lemah
- Aktivitas klien dibantu oleh perawat
ANALISA DATA
No Data Fokus Masalah Etiologi
1 DS: Ketidakefektifan Akumulasi sekert
- Tidak terkaji bersihan jalan nafas
DO:
- TD: 105/87 mmHg
- N: 88x/ menit
- RR: 28x/ menit
- S: 38,6 c
- GCS: E = 2 M = 2 V = ETT
- Tingkat kesadaran soporocoma
- Suara nafas gurgling
- Terpasang ventilator dan ETT
DO :
- Klien terlihat sesak nafas
- Kesimpulan hasil AGD :
Asidosis respiratorik
- RR : 28 x / menit
Ds:
- Tidak terkaji
Do:
Ds :
-Tidak terkaji
Do :
Peningkatan mekanika
tubuh :
3 3 Setelah dilakukan -monitor perbaikan postur
tindakan asuhan tubuh atau mekanika tubuh
keperawatan selama pasien
3x24 jam diharapkan -berikan imformasi tentang
hambatan mobilitas fisik kemungkinan posisi
klien teratasi dengan penyebab nyeri otot atau
kriteria hasil : sendi
-klien meningkatkan Pengaturan posisi
dalam aktivitas fisik neurologis :
-klien dapat melakukan -berikan posisi teraupetik
room pasif body -pertahankan posisi yang
mechanic dan ambulansi tepat saat mengatur posisi
dengan perlahan klien
-klien mampu sedini -berikan tempat tidur yang
mungkin melakukan tepat (tidak terlalu keras
mobilisasi apabila dan tidak terlalu empuk)
continuinitas -monitor oksigenasi
neuromuscular berada jaringan otak dan tekanan
dalam penyembuhan intrakranial pada pasien
kritis selama perubahan
posisi
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan
abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan
disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari
Synaptictransmission atau pada neuromuscular junction. Gangguan tersebut akan
mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran
seseorang (volunter).
Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan
wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 3 : 1.Pada wanita, penyakit ini
tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 20 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini
sering terjadi pada usia 40tahun. Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih
baik daripada orang dewasa.
Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3prinsip, yaitu; (1)
Mempengaruhi transmisi neuromuskuler, (2)Mempengaruhi proses imunologik, (3)
Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot.
DAFTAR PUSTAKA