Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH SEMINAR KASUS

Pd. Tn. S Dengan Myastenia gravis


Di RUANG ICU RSUD Dr. Hi. ABDUL MOELOEK

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
1. MIFTAHUL ULUM
2. RAHMA NISA TAHARA
3. YOGA DANU SAPUTRA
4. ANGGUN PRATIWI
5. ETTY PRATIWI
6. KIKI PUSPITA SARI
7. NI WAYAN SULISTIAWATI
8. RISMA PUSPITASARI
9. TIARA TRI WIGUNA
10. ELES PRABOWO

AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA WACANA METRO


TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan ini kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan
dukungan dalam penyusunan makalah ini, terutama kami mengucapkan Terima Kasih.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih sangat banyak
kekurangan baik dari segi materi, tata bahasa, maupun penyusunan. Dengan rendah hati
penulis mengharapkan kritik dan saran yang selanjutnya membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung,        November 2018

                                                                                                                      
                                                                                                                   Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN.................................................................................
A.    Latar Belakang..........................................................................................
BAB II : TINJAUAN TEORI..............................................................................
A.    Konsep Dasar Medik.................................................................................
1.      Definsi.................................................................................................
2.      Etiologi................................................................................................
3.      Patofisiologi........................................................................................
4. Klasifikasi
5.      Manifestasi klinis.................................................................................
6.     Komplikasi.......................................................................
7.      Pemeriksaan Diagnostik........................................................................
8.      Penatalaksanaan........................................................................
 Penatalaksanaan Medis
 Penatalaksanaan Keperawatan
B.     Konsep Dasar ASKEP..............................................................................
1.      Pengkajian...........................................................................................
2.      Diagnosa keperawatan........................................................................
3.      Rencana keperawatan..........................................................................
BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN MYASTENIA GRAVIS DI
RUANG ICU...........................................................................................
A. DATA DASAR
1. Data Demografi
2. Riwayat Kesehatan
3. Pengkajian Fisik
4. Pemeriksaan penunjang
5. Penatalaksanaan
B. DATA FOKUS
C. ANALISA DATA SESUAI PRIORITAS
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN SESUAI DENGAN PRIORITAS
E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
F. CATATAN PERKEMBANGAN
BAB IV : PENUTUP
A.    Kesimpulan................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1

PENDAHULUAN

1. LATAR  BELAKANG 

Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang dapat dijumpai pada anak,

orang dewasa, dan pada orang tua.

Sindrom klinis ini dikemukakan pertama kali pada tahun 1600. Pada akhir tahun

1800an miastenia gravis mulai dibedakan dari kelemahan otot akibat paralysis bulbar. Pada

tahun 1920 seorang dokter yang menderita miastenia gravis merasa ada perbaikan sesudah ia

meminum obat efedrin yang ditujukan untuk mengatasi kram menstruasi. Akhirnya pada

tahun 1934 Mary Walker, seorang dokter dari Inggris melihat adanya gejala-gejala yang

serupa antara miastenia gravis dan keracunan kurare. Mary Walker menggunakan antagonis

kurare yaitu fisostigmin untuk mengobati miastenia gravis dan ternyata ada kemajuan-

kemajuan yang nyata.

Miastenia gravis banyak timbul antara umur 10-30 tahun. Pada umur dibawah 40

tahun miastenia gravis lebih banyak dijumpai pada wanita. Sementara itu diatas 40 tahun

lebih banyak pada pria (Harsono, 1996). Insidens miastenia gravis di Amerika Serikat sering

dinyatakan sebagai 1 dalam 10.000. Tetapi beberapa ahli menganggap angka ini terlalu
rendah karena sesungguhnya banyak kasus yang tidak pernah terdiagnosis (Patofisiologi,

1995).

Tingkat kematian pada waktu lampau dapat sampai 90%. Kematian biasanya

disebabkan oleh insufisiensi pernafasan. Jumlah kematian telah berhasil dikurangi secara

drastic sejak tersedia obat-obatan serta unit-unit perawatan pernapasan. Remisi spontan dapat

terjadi pada 10% hingga 20% pasien dan dapat dicapai dengan melakukan timektomi elektif

pada pasien-pasien tertentu. Yang paling cocok untuk menjalani cara ini adalah wanita muda

yang masih dini keadaannya (5 tahun pertama setelah awitan) dan tidak berespon baik dengan

pengobatan.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Istilah miastenia gravis berarti kelemahan otot yang parah. Miastenia gravis
merupakan satu-satunya penyakit neuromuskular yang merupakan gabungan antara cepatnya
terjadi kelemahan otot-otot voluntar dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10
hingga 20 kali lebih lama dari normal).
Myasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun kronis dari transmisi
neuromuskular yang menghasilkan kelemahan otot. Istilah Myasthenia adalah bahasa Latin
untuk kelemahan otot, dan Gravis untuk berat atau serius.Myasthenia Gravis termasuk salah
satu jenis penyakit autoimun. Menurut kamus kedokteran, penyakit autoimun itu sendiri
adalah suatu jenis penyakit dimana antibodi menyerang jaringan-jaringannya sendiri.
Myasthenia Gravis dapat menyerang otot apa saja, tapi yang paling umum terserang adalah
otot yang mengontrol gerakan mata, kelopak mata, mengunyah, menelan, batuk dan ekspresi
wajah. Bahu, pinggul, leher, otot yg mengontrol gerakan badan serta otot yang membantu
pernafasan juga dapat terserang.
Health Community dalam sebuah website-nya mendefinisikan Myasthenia Gravis
sebagai penyakit autoimun kronis yang berakibat pada kelemahan otot skelet. Otot-otot
skelet adalah serabut-serabut otot yang terdiri dari berkas-berkas atau striasi (striasi otot)
yang berhubungan dengan tulang. Myasthenia Gravis menyebabkan kelelahan yang cepat
(fatigabilitas) dan kehilangan kekuatan pada saat beraktivitas, dan membaik setelah istirahat.
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi neuromuskuler
pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunteer).Karakteristik yang
muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot
volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial (Brunner and Suddarth 2002).
Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi transmisi impuls
pada otot-otot volunter tubuh (Sandra M. Neffina 2002).

2.ETIOLOGI

Myasthenia Gravis disebabkan oleh adanya antibodi yang merintangi, merubah


bahkan merusak penerimaan zat asetilkolin, sehingga hal ini menghalangi terjadinya kerja
otot. Antibodi ini dihasilkan oleh sistem imun tubuh sendiri. Itulah sebabnya Myasthenia
Gravis dimasukkan dalam golongan penyakit autoimun.
Myasthenia Gravis Foundation of America menjelaskan penyebab dari penyakit ini sebagai
berikut :
Otot-otot dari seluruh tubuh dikontrol oleh impul syaraf yang timbul dalam otak.
Impul-impul syaraf ini berjalan turun melewati syaraf-syaraf menuju tempat dimana syaraf-
syaraf bertemu dengan serabut otot. Serabut syaraf tidak benar-benar berhubungan dengan
serabut otot. Ada tempat atau jarak antara keduanya, tempat ini disebut persimpangan
neuromuskular.
Ketika impul syaraf yang berasal dari otak sampai pada syaraf bagian akhir, syaraf
bagian akhir ini mengeluarkan bahan kimia yang disebut asetilkolin. Asetilkolin berjalan
menyeberangi jarak yang ada diantara serabut syaraf dan serabut otot (persimpangan
neuromukcular) menuju serabut otot dimana banyak diikat oleh reseptor asetilkolin. Otot
menutup atau mengkerut ketika reseptor telah digiatkan oleh asetilkolin. Pada Myasthenia
Gravis, ada sebanyak 80 % penurunan pada angka reseptor asetilkolin. Penurunan ini
disebabkan oleh antibodi yang menghancurkan dan merintangi reseptor asetilkolin.
Antibodi adalah protein yang memainkan peranan penting dalam sistem imun.
Biasanya antibodi secara langsung menolak protein-protein asing yang disebut antigen yang
menyerang tubuh. Protein-protein ini termasuk juga bakteri dan virus. Antibodi menolong
tubuh untuk melindungi dirinya dari protein-protein asing ini. Untuk alasan yang tidak
dimengerti, sistem imun pada orang dengan Myasthenia Gravis membuat antibodi melawan
reseptor pada persimpangan neuromuscular. Antibodi tidak normal dapat ditemukan dalam
darah pada banyak orang-orang dengan Myasthenia Gravis. Antibodi menghancurkan
reseptor dengan lebih cepat dibanding tubuh bisa menggantikan mereka lagi. Kelemahan otot
terjadi ketika asetilkolin tidak dapat menggerakkan reseptor pada persimpangan
neuromuskular.
Selain penjelasan mengenai penyebab Myasthenia Gravis, terdapat juga penjelasan
mengenai kemungkinan adanya peranan kelenjar thymus dalam penyakit ini. Kelenjar thymus
yang terletak di daerah dada atas di bawah tulang dada, memainkan peranan penting dalam
mengembangkan system imun pada awal kehidupan. Sel-sel ini membentuk bagian dari
system normal imun tubuh. Kelenjar ini sedikit besar pada saat bayi, tumbuh secara
berangsur-angsur sampai masa pubertas, dan kemudian menjadi mengecil dan digantikan
dengan pertumbuhan bersama usia.
Pada orang-orang dewasa dengan Myasthenia Gravis, kelenjar thymus tidak normal. Ini
mengandung beberapa kelompok dari indikasi sel imun dari lymphoid hyperplasia. Kondisi
ini umumnya hanya ditemukan pada limpa dan tunas getah bening pada saat reaksi aktif
imun. Beberapa orang dengan Myasthenia Gravis menghasilkan thymoma atau tumor pada
kelenjar thymus. Umumnya tumor ini jinak, tapi bisa menjadi berbahaya. Hubungan antara
kelenjar thymus dan Myasthenia Gravis masih belum sepenuhnya dimengerti. Para ilmuwan
percaya bahwa kelenjar thymus mungkin memberikan instruksi yang salah mengenai
produksi antibodi reseptor asetilkolin sehingga malah menyerang transmisi neuromuskular.

3. PATOFISIOLOGI

Saraf besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis dan batang
otak mempersarafi otot rangka atau otot lurik. Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya dalam
bentuk saraf-saraf spinal dan kranial menuju ke perifer. Masing-masing saraf bercabang
banyak sekali dan mampu merangsang sekitar 2000 serabut otot rangka. Gabungan antara
saraf motorik dan serabut-serabut otot yang dipersarafi dinamakan unit mototrik.Meskipun
setiap neuron mototrik mempersarafi banyak serabut otot, tetapisetiap serabut otot dipersarafi
oleh hanya satu neuron motorik.
Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf motorik dan serabut
otot disebut sinaps neuromuskular atau hubungan neuromuscular. Hubungan neuromuskular
merupakan suatu sinaps kimia antara saraf dan otot yang terdiri dari tiga komponen dasar:
unsur presinaps, elemen postsinaps, dan celah sinaps yang mempunyai lebar sekitar 200Å.
Unsur presinaps terdiri dari akson terminal dengan vesikel sinaps yang berisi asetilkolin yang
merupakan neurotransmitter. Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson terminal
(bouton). Membran plasma aksonterminal disebut membran presinaps. Unsur postsinaps
terdiri dari membran postsinaps atau lempeng akhir motorik serabut otot. Membran
postsinaps dibentuk oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema yang dinamakan aluratau
palung sinaps dimana akson terminal menonjol masuk ke dalamnya.Bagian ini mempunyai
banyak lipatan (celah-celah subneural) yang sangat menambah luas permukaan. Membran
postsinaps memiliki reseptor-reseptor asetilkolin dan mampu menghasilkan potensial
lempeng akhir yang selanjutnya dapat mencetuskan potensial aksi otot. Pada membran
postsinaps juga terdapat suatu enzim yang dapat menghancurkan asetilkolin yaitu
asetilkolinesterase. Celah sinaps adalah ruang yang terdapat antara membran presinaps dan
postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zatgelatin, dan melalui gelatin ini cairan ekstrasel
dapat berdifusi.
Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromukular, maka membranakson terminal
presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps.
Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada
membran postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap
natrium maupun kalium pada membran postsinaps. Influks ion natrium dan pengeluaran ion
kalium secara tiba-tiba menyababkan depolarisasi lempengakhir dikenal sebagai potensial
lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalam
membrane otot yang tidak berhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang
sarkolema. Potensial ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksiserabut
otot. Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuskular terjadi,asetilkolin akan
dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase. Pada orangnormal jumlah asetilkolin yang
dilepaskan sudah lebih dari cukup untuk menghasilkan potensial aksi. Pada Miastenia gravis,
konduksi neuromuskular terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin berkurang yang mungkin
dikarenakan cedera autoimun.
Pada klien dengan Miastenia gravis, secara makroskopis otot-ototnya tampak normal. Jika
ada atrofi, maka itu disebabkan karena otot tidak digunakan. Secara mikroskopis beberapa
kasus dapat ditemukan infiltrasi limfosit dalam otot dan organ-organ lain, tetapi pada otot
rangka tidak dapat ditemukan kelainan yang konsisten.

4. KLASIFIKASI
Kelompok I Myasthenia Okular
Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak ada
kasus kematian.
Kelompok II Myasthenia Umum
1.      Myasthenia umum ringan
progress lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka dan
bulbar. Sistem pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik. Angka kematian
rendah.
2.      Myasthenia umum sedang
progress bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut semakin berat
dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria (gangguan bicara),
disfagia (kesulitan menelan) dan sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan
Myasthenia umum ringan. Otot-otot pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat
kurang memuaskan dan aktivitas pasien terbatas, tetapi angka kematian rendah.
3.      Myasthenia umum berat
Fulminan akut : progress yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang
berat disertai mulai terserangnya otot-otot pernafasan. Biasanya penyakit berkembang
maksimal dalam waktu 6 bulan. Dalam kelompok ini, persentase thymoma paling tinngi.
Respon terhadap obat buruk. Insiden krisis Myasthenik, kolinergik, maupun krisis gabungan
keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi.
Lanjut : Myasthenia Gravis berat timbul paling sedikit 2 tahun sesudah progress gejala-gejala
kelompok I atau II. Myasthenia Gravis dapat berkembang secara perlahan-lahan atau secara
tiba-tiba. Persentase thymoma menduduki urutan kedua. Respon terhadap obat dan prognosis
buruk.
Myasthenia Gravis bisa juga diklasifikasikan dengan lebih singkat dan sederhana menjadi :
Golongan I = Gejala-gejalanya hanya terdapatpada otot-otot ocular
Golongan IIA = Myasthenia Gravis umum ringan
Golongan II B = Myasthenia Gravis umum berat
Golongan III = Myasthenia Gravis akut yang berat, yang juga mengenai otot-otot pernafasan
Golongan IV = Myasthenia Gravis kronik yang berat

5. MANIFESTASI KLINIS

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, miastenia gravis diduga merupakan

gangguan otoimun yang merusak fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi

hubungan neuromuskular. Keadaan ini sering bermanifestasi sebagai penyakit yang

berkembang progresif lambat. Tetapi penyakit ini dapat tetap terlokalisir pada sekelompok

otot tertentu saja.

Gambaran klinis miastenia gravis sangat jelas yaitu dari kelemahan local yang ringan

sampai pada kelemahan tubuh menyeluruh yang fatal. Kira-kira 33% hanya terdapat gejala

kelainan okular disertai kelemahan otot-otot lainnya. Kelemahan ekstremitas tanpa disertai

gejala kelainan okular jarang ditemukan dan terdapat kira-kira 20% penderita didapati

kesulitan mengunyah dan menelan.


Pada 90% penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot okular yang menimbulkan

ptosis dan diplopia. Mula timbul dengan ptosis unilateral atau bilateral. Setelah beberapa

minggu sampai bulan, ptosis dapat dilengkapi dengan diplopia (paralysis ocular).

Kelumpuhan-kelumpuhan bulbar itu timbul setiap hari menjelang sore atau malam. Pada pagi

hari orang sakit tidak diganggu oleh kelumpuhan apapun. Tetapi lama kelamaan kelumpuhan

bulbar dapat bangkit juga pada pagi hari sehingga boleh dikatakan sepanjang hari orang sakit

tidak terbebas dari kesulitan penglihatan.

 Pada pemeriksaan dapat ditemukan ptosis unilateral atau bilateral, salah satu otot

okular paretik, paresis N III interna (reaksi pupil).Diagnosis dapat ditegakkan dengan

memperhatikan otot-otot levator palpebra kelopak mata. Walaupun otot levator palpebra jelas

lumpuh pada miastenia gravis, namun adakalanya masih bisa bergerak normal. Tetapi pada

tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis miastenia

gravis. Bila penyakit hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya

sangat ringan dan tidak akan menyebabkan kematian.

Miastenia gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring. Pada

pemeriksaan dapat ditemukan paresis N VII bilateral atau unilateral yang bersifat LMN,

kelemahan otot pengunyah, paresis palatum mol/arkus faringeus/uvula/otot-otot farings dan

lidah. Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba

menelan, menimbulkan suara yang abnormal, atau suara nasal, dan pasien tidak mampu

menutup mulut yang dinamakan sebagai tanda rahang yang menggantung.

Kelemahan otot non-bulbar umumnya dijumpai pada tahap yang lanjut sekali. Yang

pertama terkena adalah otot-otot leher, sehingga kepala harus ditegakkan dengan tangan.

Kemudian otot-otot anggota gerak berikut otot-otot interkostal. Atrofi otot ringan dapat

ditemukan pada permulaan, tetapi selanjutnya tidak lebih memburuk lagi³.


Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan

akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak mampu lagi membersihkan lendir.

Biasanya gejala-gejala miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat dan dengan

memberikan obat antikolinesterase. Gejala-gejala dapat menjadi lebih atau mengalami

eksaserbasi oleh sebab:

1. Perubahan keseimbangan hormonal, misalnya selama kehamilan, fluktuasi selama

siklus      haid atau gangguan fungsi tiroid.

2. Adanya penyakit penyerta terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan infeksi

yang disertai diare dan demam.

3. Gangguan emosi, kebanyakan pasien mengalami kelemahan otot apabila mereka berada

dalam keadaan tegang.

4. Alkohol, terutama bila dicampur dengan air soda yang mengandung kuinin, suatu obat

yang mempermudah terjadinya kelemahan otot, dan obat-obat lainnya3.

6. KOMPLIKASI
Myasthenia Gravis dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikutnya:
1.      Dapat menyebabkan perkembangan kanker timus
2.      Mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk gagal nafas
3.      Mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk pneumonia

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik.

Penting sekali untuk mengetahui keadaan sebenarnya dari miastenia gravis. Diagnosis dapat

dibantu dengan meminta pasien melakukan kegiatan berulang sampai timbul tanda-tanda

kelelahan. Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut:

1. Antibodi anti-reseptor asetilkolin


Antibodi ini spesifik untuk miastenia gravis, dengan demikian sangat berguna untuk

menegakkan diagnosis. Titer antibodi ini meninggi pada 90% penderita miastenia gravis

golongan IIA dan IIB, dan 70% penderita golongan I. Titer antibodi ini umumnya berkolerasi

dengan beratnya penyakit.

2. Antibodi anti-otot skelet (anti-striated muscle antibodi)

Antibodi ini ditemukan pada lebih dari 90% penderita dengan timoma dan lebih

kurang 30% penderita miastenia gravis. Penderita yang dalam serumnya tidak ada antibodi

ini dan juga tidak ada antibodi anti-reseptor asetilkolin, maka kemungkinan adanya timoma

adlah sangat kecil.

3. Tes tensilon (edrofonium klorida)

Tensilon adalah suatu penghambat kolinesterase. Tes ini sangat bermanfaat apabila

pemeriksaan antibodi anti-reseptor asetilkolin tidak dapat dikerjakan, atau hasil

pemeriksaannya negatif sementara secara klinis masih tetap diduga adanya miastenia gravis.

Apabila tidak ada efek samping sesudah tes 1-2 mg intravena, maka disuntikkan lagi 5-8 mg

tensilon. Reaksi dianggap positif apabila ada perbaikan kekuatan otot yang jelas (misalnya

dalam waktu 1 menit), menghilangnya ptosis, lengan dapat dipertahankan dalam posisi

abduksi lebih lama, dan meningkatnya kapasitas vital. Reaksi ini tidak akan berlangsung

lebih lama dari 5 menit.

Jika diperoleh hasil yang positif, maka perlu dibuat diagnosis banding antara

miastenia gravis yang sesungguhnya dengan sindrom miastenik. Penderita sindrom miastenik

mempunyai gejala-gejala yang serupa dengan miastenia gravis, tetapi penyebabnya ada

kaitannya dengan proses patologis lain seperti diabetes, kelainan tiroid, dan keganasan yang

telah meluas. Usia timbulnya kedua penyakit ini merupakan faktor pembeda yang penting.

Penderita miastenia sejati biasanya muda, sedangkan sindrom miastenik biasanya lebih tua.
Gejala-gejala sindrom miastenik biasanya akan hilang kalau patologi yang mendasari berhasil

diatasi.Tes ini dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan EMG.

4. Foto dada

Foto dada dalam posisi antero-posterior dan lateral perlu dikerjakan, untuk melihat

apakah ada timoma. Bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan dengan sken tomografik.

5. Tes Wartenberg

Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba tes Wartenberg.

Penderita diminta menatap tanpa kedip suatu benda yang terletak di atas bidang kedua mata

beberapa lamanya. Pada miastenia gravis kelopak mata yang terkena menunjukkan ptosis.

6. Tes prostigmin

Prostigmin 0,5-1,0 mg dicampur dengan 0,1 mg atropin sulfas disuntikkan

intramuskular atau subkutan. Tes dianggap positif apabila gejala-gejala menghilang dan

tenaga membaik.

9.PENATALAKSANAAN

 Penatalaksanaan Medis
Walaupun belum ada penelitian tentang strategi pengobatan yang pasti, tetapi
Miastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang palingdapat diobati. Antikolinesterase
(asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi merupakan penatalaksanaan utama
pada miastenia gravis. Antikolinesterase biasanya digunakan pada miastenia gravis yang
ringan. Sedangkan pada pasien dengn miastenia gravis generalisata, perlu dilakukan terapi
imunomudulasi yang rutin. Terapi imunosupresif dan imunomodulasi yang dikombinasikan
dengan pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi, mampu menghambat terjadinya
mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita miasteniagravis. Pengobatan ini dapat
digolongkan menjadi terapi yang dapat memulihkan kekuatan otot secara cepat dan terbukti
memiliki onset lebihlambat tetapi memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah
terjadinya kekambuhan. (Endang Thamrin dan P. Nara, 1986)Secara garis besar, pengobatan
Miastenia gravis berdasarkan 3 prinsip, yaitu:
1. Mempengaruhi transmisi neuromuskuler:
a. Istirahat
Dengan istirahat, banyaknya ACh dengan rangsangan saraf akanbertambah sehingga serat-
serat otot yang kekurangan AChR di bawah ambang rangsang dapat berkontraksi.
b. Memblokir pemecahan Ach
Dengan antikolinesterase, sepertiprostigmin, piridostigmin,edroponium atau ambenonium
diberikan sesuai toleransi penderita, biasanya dimulai dosis kecil sampai dicapai dosis
optimal. Pada bayidapat dimulai dengan dosis 10 mg piridostigmin per os dan pada anakbesar
30 mg , kelebihan dosis dapat menyebabkan krisis kolinergik.
2. Mempengaruhi proses imunologik
a. Timektomi
Tujuan neurologi utama dari Thymectomi ini adalah tercapainyaperbaikan signifikan
dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obatyang harus dikonsumsi pasien, serta idealnya
adalah kesembuhanyang permanen dari pasien. Timektomi dianjurkan pada MG tanpatimoma
yang telah berlangsung 3-5 tahun. Dengan timektomi,setelah 3 tahun ± 25% penderita akan
mengalami remisi klinik dan40-50% mengalami perbaikan.
b. Kortikosteroid
Diberikan prednison dosis tunggal atau alternating untuk mencegahefek samping.
Dimulai dengan dosis kecil, dinaikkan perlahan-lahansampai dicapai dosis yang diinginkan.
Kerja kortikosteroid untukmencegah kerusakan jaringan oleh pengaruh imunologik
ataubekerja langsung pada transmisi neromuskuler.
c. Imunosupresif 
Yaitu dengan menggunakan Azathioprine, Cyclosporine,Cyclophosphamide (CPM).
Namun biasanya digunakan azathioprin(imuran) dengan dosis 2½ mg/kg BB. Azathioprine
merupakan obatyang secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh dansecara umum
memiliki efek samping yang lebih sedikitdibandingkan dengan obat imunosupresif lainnya.
Perbaikan lambatsesudah 3-12bulan. Kombinasi azathioprine dan kortikosteroid lebihefektif
yang dianjurkan terutama pada kasus-kasus berat.
e.       Plasma exchange
Berguna untuk mengurangi kadar anti-AChR; bila kadar dapatditurunkan sampai 50%
akan terjadi perbaikan klinik.

3.Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot


Tujuannya agar penderita dapat menyesuaikan kelemahan otot dengan:
a. Memberikan penjelasan mengenai penyakitnya untuk mencegah
 
b. Alat bantuan non medikamentosa
Pada Miastenia gravis dengan ptosis diberikan kaca mata khususyang dilengkapi dengan
pengkait kelopak mata. Bila otot-otot leheryang kena, diberikan penegak leher. Juga
dianjurkan untukmenghindari panas matahari, mandi sauna, makanan yangmerangsang,
menekan emosi dan jangan minum obat-obatan yangmengganggu transmisi neuromuskuler
seperti B-blocker, derivatkinine, phenintoin, benzodiazepin, antibiotika
sepertiaminoglikosida, tetrasiklin dan d-penisilamin.
 Penatalaksanaan Keperawatan

Pada pasien dengan Miastenia gravis harus belajar dalam batasan yang ditetapkan

oleh penyakit yang mereka derita ini. Mereka memerlukan tidur selam 10 jam agar dapat

bangun dalam keadaan segar, dan perlu menyelingi kerja dengan istirahat. Selain itu mereka

juga harus menghindari factor-faktor pencetus dan harus minum obat tepat pada waktunya.

(SilviaA. Price, Lorain M. Wilson. 1995.)

Adapun peran perawat pada individudengan Miastenia gravis antara lain:

1.      Care giver (pemberi perawatan)


Dimana perawat memberikan perawatan secara langsung pada klien Miastenia gravis
dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhandasar klien seperti pada saat pasien
menunjukkan gejala sesak nafas,maka perawat harus meninggikan bagian kepala tempat tidur
30-40derajat, karena dengan posisi ini akan memudakan upaya untukbernafas.
2.      Pendidik Perawat
harus mengajarkan atau memberi pendidikan baik padaklien ataupun pada keluarga
mengenai penatalaksaan jangka panjang dalam penanganan pemyakit Miastenia gravis ini.
Sehinggadiharapkan klien dan keluarga dapat memahami dengan baik tentangproses penyakit
kronis yang memungkinkan dapat mengenali gejalayang bisa menimbulkan komplikasi yang
lebih lanjut.
3.      Pengawas kesehatan
Perawat perlu mengawasi klien dengan cara melakukankunjungan rumah (home visit)
secara periodik yang bertujuan untukmengetahui sebagaimana jauh perkembangan setelah
menjalanipengobatan dan perawatan.
4.Konsultan Perawat
sebagai narasumber baik pada klien maupun keluarga dalam mengatasi masalah yang
timbul, seperti bila tidak mengetahui atau lupa dalam memberikan obat-obatan baik kapan
maupun jumlahdosis, maka perawat perlu memberikan nasehat kepada mereka.Waktu yang
tepat dalam pemberian obat sesuai dosis yang akurat berkaitan dengan peningkatan kebutuhan
energy. Dengan memberikanobat sebelum makan akan memberikan kekuatan otot
untukmengunyah makanan.
5.Kolaborasi Perawat
harus mampu berkolaborasi atau bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain yang
sesuai dengan penanganan pada masalah klien. Dengan adanya kerjasama ini, maka
pemberian asuhan keperawatan bisa sesuai dengan pengobatan yang seharusnya diberikan.
B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

1)     Biodata

Nama, umur, jenis kelamin, ras, agama, alamat, dan lain-lain.

2)     Keluhan Utama

Lemah otot setelah peraktivitas

3)     Riwayat Penyakit Sekarang

Klien pada umumnya merasakan kelelahan dan kelemahan pada anggota tubuh tertentu :

P :Apa penyebab atau faktor pencetus

Q : Seberapa sering pasien merasakan sakitnya

R : Pada daerah mana pasien meeasakan sakitnya

S : Seberapa paeah sakit yang dieasakan pasien

T : Kapan atau sejauh mana terjadinya keluhan

4)     Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah klien dulunya pernah menderita penyakit gagal pernafasan.

5)     Riwayat Penyakit Keluarga

Apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama dengan klien.

6)     Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari

a)     Makan dan minum

Makan  : klien pada umumnya mengalami disfagia dan anorexia

Minum : frekuensi, jenis, jumlah

b)     Istirahat tidur

Berapa jam perhari, klien tidur dan apakah ada gangguan.

c)     Eliminasi BAK dan BAB

BAK : pada umumnya mengalami inkotinensia


BAB : pada umumnya klien mengalami konstipasi

d)     Aktifitas

Kelelahan dan kelemahan meningkat setelah beraktifitas dan membaik atau menurun

pada saat istirahat.

7)     Pemeriksaan Fisik

-     Tingkat kesadaran     

-     GCS                       

-     TTV :                   

TD    

N      

S       

RR    

2.   Pengkajian persistem

Sistem integumen

Kaji warna kulit, turgor kulit, kelembaban kulit, akral, kebersihan rambut dan kuku.

Sistem penginderaan

Kaji bentuk mata, hidung, telinga, mukosa bibir, ada atau tidaknya lesi.

Sistem pernafasan

Kaji bentuk dada, irama dan frekuensi nafas.

Sistem cardiovaskuler

Kaji irama dan frekuensi denyut nadi

Sistem pencernaan

Biasanya klien mengalami kesulitan mengunyah dan menelan


Sistem perkemihan

Biasanya mengalami inkontinensia urine

Sistem muskuluskeletal

Biasanya klien mengalami kelemahan otot pada bagian tertentu.

Fokus Pengkajian :

a. B1 (Breating)
Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan ataupenurunan batuk efektif, produksi
sputum, sesak nafas, penggunaanotot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan
seringdidapatkan pada klien yang disertai adanya kelemahan otot-ototpernafasan. Auskultasi
bunyi nafas tambahan seperti ronchi ataustridor pada klien menandakan adanya akumulasi
sekret pada jalannafas dan penurunan kemampuan otot-otot pernapasan.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukanuntuk memantau
perkembangan status kardiovaskular, terutamadenyut nadi dan tekanan darah yang secara
progresif akan berubahsesuai dengan kondisi tidak membaiknya status pernafasan.
c. B3 (Brain)
Kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata
atau dislopia intermien, bicara klienmungkin disatrik.
d. B4 (Bladder)
Pengkajian terutama ditujukan pada sistem perkemihan.Biasanya terjadi kondisi
dimana fungsi kandung kemih menurun,retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.
e. B5 (Bowel)
Ditunjukkan dengan kesulitan menelan-mengunyah, disfagia,kelemahan otot
diafragma dan peristaltic usus turun.
f. B6 (Bone)
Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui adanya gangguanaktifitas atau mobilitas
fisik, kelemahan otot yang berlebihan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan.


2.      Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
3.  Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia, gangguan pengucapan kata,
gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral.
4.      Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidak mampuan komunikasi verbal.

3. PERENCANAAN
Diagno Tujuan Intervensi Rasional
sa
Kepera
watan
1 Setelah - Kaji kemampuan - Untuk klien dengan
dilakukan ventilasi penurunan kapasitas
tindakan - Kaji kualitas, ventilasi, perawat
perawatan frekuensi, dan mengkaji frekuensi
selama 3x24 kedalaman pernapasan,
jam diharapkan pernapasan, kedalaman, dna bunyi
klien kembali laporkan setiap nafas, pantau hasil tes
efektif  perubahan yang fungsi paru-paru
Kriteria Hasil: terjadi. (volume tidal,
Irama, frekuensi - Baringkan klien kapasitas vital,
dan kedalaman dalam posisi yang kekuatan inspirasi),
pernapasan nyaman dalam dengan interval yang
dalambatas posisi duduk sering dalam
normal, bunyi - Observasi tanda- mendeteksi masalah
nafas terdengar tanda vital (nadi, pau-paru, sebelum
jelas, RR). perubahan kadar gas
respiratorterpasa - Observasi tanda- darah arteri dan
ng dengan tandavital sebelum tampak
optimal (nadi,RR). gejala klinik.
- tidal, kapasitas vital,
kekuatan
inspirasi),dengan
interval yang sering
dalammendeteksi
masalah pau-paru,
sebelumperubahan
kadar gas darah arteri
dansebelum tampak
gejala klinik.
- Dengan mengkaji
kualitas, frekuensi,
dan kedalaman
pernapasan, kita dapat
mengetahui sejauh
mana perubahan
kondisi klien.
- Penurunan diafragma
memperluas daerah
dada sehingga
ekspansi paru bisa
maksimal
- 5.      Peningkatan RR
dan takikardi
merupakan indikasi
adanya penurunan
fungsi paru.
2 Setelah - Kaji kemampuan - Menjadi data dasar
dilakukan kliendalam dalam melakukan
tindakan melakukan intervensi selanjutnya.
keperawatan aktivitas. - Menjadi partisipan
selama 3x 24 - Atur cara dalam pengobatan,
jam Infeksi beraktivitas klien klien harus belajar
bronkhopulmon sesuai tentang fakta-faakta
al dapat kemampuan.Sasar dasar mengenai agen-
dikendalikan an klien adalah agen
untuk memperbaiki antikolinesterase-
menghilangkan kekuatandan daya kerja, waktu,
edema inflamasi tahan. penyesuaian dosis,
dan -   Evaluasi gejala-gejala
memungkinkan kemampuanaktivi kelebihan dosis,
penyembuhan tas motorik danefek toksik. Dan
aksi siliaris yang penting pada
normal. Infeksi pengguaan medikasi
pernapasan dengan tepat waktu
minor yang adalah ketegasan
tidak - Menilai singkat
memberikan keberhasilan dari
dampak pada terapi yang boleh
individu yang diberikan.
memiliki paru-
paru normal,
dapat berbahaya
bagi klien
dengan PPOM.
Dengan
Kriteria Hasil:
Frekuensi nafas
16-20 x/menit,
frekuensi nadi
70-90x/menit,
dan kemampuan
batuk efektif
dapat
optimal,tidak
ada tanda
peningkatan
suhu tubuh.

3 Klien dapat - Kaji komunikasi - Kelemahan otot-otot


menunjukkan verbalklien. bicara klien krisis
pengertian - Lakukan miastenia gravis dapat
terhadap metodekomunika berakibat pada
masalah si yang komunikasi
komunikasi, idealsesuai - Teknik untuk
mampu dengan meningkatkan
mengekspresika kondisiklien. komunikasi meliputi
n perasaannya, - Beri peringatan mendengarkan klien,
mampu bahwaklien di mengulangi apa yang
menggunakan ruang ini mereka coba
bahasa isyarat mengalami komunikasikan dengan
dengan Kriteria gangguan jelas dan
Hasil: berbicara, membuktikan yang
Terciptanya sediakan diinformasikan,
suatu belkhusus bila berbicara dengan
komunikasi di perlu. klien terhadap
mana kebutuhan - Antisipasi dan kedipan mata mereka
klien dapat bantuk kebutuhan dan atau goyangkan
dipenuhi, klien klien. jari-jari tangan atau
mampu - Ucapkan kaki untuk menjawab
merespons langsung kepada ya/tidak. Setelah
setiap klien dengan periode krisis klien
berkomunikasi berbicara pelan selalu mampu
secara verbal dan tenang, mengenal kebutuhan
maupun isyarat gunakan mereka.
pertanyaan - Untuk kenyamanan
dengan  jawaban yang berhubungan
”ya” atau”tidak” dengan ketidak
dan perhatikan mampuan
respon klien komunikasi.
-   Kolaborasi: - Membantu
konsultasi keahli menurunkan frustasi
terapi bicara. oleh karena
ketergantungan atau
ketidak mampuan
berkomunikasi
- Mengurangi
kebingungan atau
kecemasan terhadap
banyaknya informasi.
Memajukan stimulasi
komunikasi ingatan
dan kata-kata.
- Mengkaji kemampuan
verbal individual,
sensorik, dan motorik,
serta fungsi
kognitif untuk
mengidentifikasi
defisit dankebutuhan
terapi.

4 Setelah - Kaji perubahan - Menentukan bantuan


dilakukan dari gangguan individual dalam
asuhanperawata persepsi dan menyusun rencana
n selama 3x24 hubungan dengan perawatan atau
jam diharapkan derajat ketidak pemilihan intervensi.
Citra diri klien mampuan. - Beberapa klien dapat
meningkat - Identifikasi arti menerima dan
dengan Kriteria dari kehilangan mengatur beberapa
Hasil: Mampu atau disfungsi fungsi secara
menyatakan atau pada klien. efektif dengan sedikit
mengkomunikas - Bantu dan anjur penyesuaian diri,
ikan kanperawatan sedangkan yang lain
denganorang yang baik dan mempunyai kesulitan
terdekat tentang memperbaiki membandingkan
situasi dan kebiasaan. mengenal dan
perubahan - Anjurkan orang mengatur kekurangan.
yangsedang yang terdekat - Membantu
terjadi, mampu untuk meningkatkan
menyatakan mengizinkan perasaan harga diri
penerimaan klien melakukan dan mengontrol lebih
diriterhadap hal untukdirinya dari satu area
situasi, sebanyak- kehidupan.
mengakui dan banyaknya. - Menghidupkan
menggabungkan - Kolaborasi: rujuk kembali perasaan
perubahan ke pada ahli kemandirian dan
dalam kosep diri neuropsikologi membantu
dengan cara dan konseling perkembangan harga
yangakurat bila adaindikasi. diri serta
tanpa harga diri mempengaruhi proses
yang negatif rehabilitasi.
- 5.      Dapat
memfasilitasi
perubahan peran yang
penting untuk
perkembangan
perasaan.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S DENGAN MYASTENIA GRAVIS
DIRUANG ICU RSUD ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
A.PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : 01 November 201 : 01 November 2018
Waktu pengkajian : 15:00 WIB
Tanggal masuk : 29 Oktober 2018
Nomor register : 561497

1.IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.S
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 45tahun
Pendidikana : SMA
Suku bangsa: Jawa
Agama : Islam
Status perkawinan: Kawin
Pekerjaan: Wiraswasta
Alamat: Sidoasri, Lampung Selatan

IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama: Ny.T
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Sidoasri ,Lampung Selatan
Pendidikan : SMA
Hubungsa dengan klien: Istri

2.PENGKAJIAN PRIMER
A.Airway
Pada jalan nafas klien terpasang ETT, Lidah jatuh kedalam dan klien terpasang OPA
B.Breathing
RR:28x/menit,tidak terdapat nafas cuping hidung,suara nafas gurgling,terpasang ventilator
dengan mode sim v,f1o2 90%,v1 438 pap 5 ps 10
C.Circulation
Td:105/87 mmHg,HR 123x/menit,CRT<3DETIK,kulit tidak pucak,konjungtiva tidak anemis
D.Disability
Kesadaran supor koma,,GCS: E2 M2 V.ETT ,reaksi pupil +/-,pupil miosis dan besar pupil
2mm,
E.Exposure
Terdapat lesi pada tangan kiri klien,terdapat odem pada ekstermitas atas,S:38,6

3.PENGKAJIAN SEKUNDER
A. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Klien mengalami kelemahan otot seluruh organ tubuh, terutama pada otot pernafasan
sehingga klien mengalami sesak nafas dan mengakibatkan suplai oksigen ke otak kurang
sehingga pasien mengalami penurunan kesadaran.

2) Riwayat Penyakit Sekarang


Klien menderita myastenia gravis,sebelumnya dirawat diruang syaraf dan mengalami
penurunan kesadaran kemudian dipundahkan di ruang ICU.

3) Riwayat Penyakit Dahulu


Kluarga klien mengatakan klien pernah kejatuhan kayu pada bawah mata kanan kurang lebih
3 tahun yang lalu,dan kemudian klien mengalami susah menelan,membuk mata dan berbicara
cedal,klien pernah dirawat selama 10 hari dengan keluhan yang sama

4) Riwayat Penyakit Keluarrga


Keluarga klien mengatakan tidak ada penyakit keturunan pada keluarga,seperti hipertensi,
DM, ASMA

B.KU dan TTV


KU:soporkoma, GCS: E:2 M:2 V:ETT
TTV:TD:105/87mmHg, HR: 123x/mmenit,RR: 28x/ menit
S: 38,6

C.PEMERIKSAAN FISIK
1). SISTEM KARDIOVASKULER
Palpasi: nadi kuat,HR:123x/menit, N:88x/menit
Perkusi:pekak
Auskultasi: bunyi jantung lup dup S1 S2,tidak ada bunyi jantung tambahan,CRT:<3detik

2).SISTEM PERNAPASAN
Inspeksi: pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, RR: 28 x/menit
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
Perkusi: sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi: suara nafas gurgling

3)SISTEM PERSYARAFAN
GCS : E = 2 M = 2 V = ETT
 SARAF I : Tidak terkaji
 SARAF II : penurunan pada ketajaman penglihatan , penglihatan ganda
 SARAF III, IV, VI :ptosis,adanya okftamoplegia,mimik dari
pseudointernuklear,oftamoplegia akibat gangguan motorik pada saraf VI
 SARAF V: didaptakan adanya safar paroksis pada otot wajah akibat
kelumpuhan pada otot otot wajah,
 SARAF VII :persepsi pengecapan terganggu
 SARAF VIII: Tidak terkaji
 SARAF IX X:ketidak mampuan makan atau ketidak mampuan menelan
makanan
 SARAF XI: tidak ada atrofi otot strenoklodomastoideus dan trapezius
 SARAF XII: lidah tidak simetris adanya defiasi pada satu sisi akibat
kelemahan otot motorik
4).SISTEM PENCERNAAN
Inspeksi: abdomen klien simetris,tidak ada asites,tidak ada lesi
Auskultasi:bising usus 13x/menit
Perkusi:timpani
Palpasi: tidak ada nyeri tekan,tidak terjadi distensi abdomen

5).SISTEM MUSKULOSKELETAL
Klien mengalami kelemahan,tidak dapat bergerak,tonus otot klien lemah,
kekuatan otot
0 0
0 0

6)SISTEM INTEGUMEN
Keadaan kulit kepala klien bersih,rambut berwarna hitam,turgor kulit elastis dan
hangat,terdapat lesi di bagian tangan kiri,dan odem di kedua tangan.

7).SISTEM ENDOKRIN
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

8).SISTEM PANCA INDRA


-posisi mata kanan dan kiri simetris,kelopak mata tidak dapat menutup secara
sepontan,konjungtiva ananemis,sklera anikterik,pupil miosis,
-posisi telinga smetris antara kanan dan kiri tidakterdapat cairan dari telinga serta tidak
terdapat peradangan dengan serum berwarna kuning kecoklatan,fungsi pendengaran baik
-mukosa bibir kering,tidak ada peradangan atau stomatitis klien mengalami kesulitan dalam
berbicara karena terpasang ETT

9).SISTEM URINARIA
Tidak terjadi distensi kandung kemih,tidak ada nyeri tekan,tidak ada massa,klien terpasang
kateter

10).SISTEM REPRODUKSI
Fungsi reproduksi klien atau seksual klien menurun karena mengalami penurunan kesadaran.

D. Status Nutrisi
1.) Antropometri
BB: 65 kg , TB: 167 cm
IMT :
2.) Biokimia
Hb: 17.10 g/dL
3.) Penampilan Fisik
Klien terlihat lemah dan tidak dapat melakukan aktivitas apapun, mulut klien terlihat kotor,
rambut klien terlihat kotor
4.) Diit
Sonde 6 x 250 cc
e. Status Cairan
Tanggal : 01 November 2018
Intake : infus : RL 1000cc/24 jam
Makan : sonde 6 x 250 cc = 1500cc
Total intake 2500 cc
Output : Urine : 1750cc
IWL : 10 x 65 = 650
Total Output = 2400 cc
Balance Cairan : Intake – Output
: 2500cc – 2400cc = +100

F. Status Hygiene
Klien terlihat bersih, klien di washlap pada pagi hari dan di lakukan oral hygiene setiap hari

G. Aktivitas dan latihan


Klien mengalami penurunan kesadaran, klien tidak dapat melakukan aktivitas apapun,
aktivitas klien di bantu oleh perawat.

H. Status Eliminasi
BAK : BAK klien normal, berwarna kuning pekat, klien terpasang kateter
BAB : BAB klien normal, klien menggunakan pempers

I. Terapi Medis
Cara Waktu Pemberian (Jam)
Tgl Nama Obat Dosis
Pemberian 1 2 3
05 IVFD RL
Novembe
r
2018
Mestinon 3x4 tablet oral
Amlodipine 10 mg/8 jam IV 07.00 10.00 13.00
Captropil 25mg/8 jam IV 07.00 10.00 13.00
Meropenem 1gr/8 jam IV 09.00 17.00 01.00
Methylprednisolone 125mg/12jam IV 12.00 24.00
Omeprazole 40mg/24jam IV 17.00
Lerofloxacin 750mg/24jam IV 17.00
Flucanazol 200mg/12jam IV 12.00 24.00

J. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Laboraturium Tanggal 30 Oktober 2018
Ruang : ICU Jenis pemeriksaan : Kultur
Nama Pasien : Sumadi Bahan : Urine
No.RM : 5614 97 Tanggal terima : 30-11-
2018
Jenis Kelamin : Laki-laki
Hasil Kultur :
Ditemukan bakteri batang gram
negativ(Pleudomonas aeruginosa) angka kuman 180/103 mm3
Obat / Antibiotik MIC
ESBL
Ampicilin ←2 -
Ampicilin/Surbactan (SAM) ←2 R
Piperacilin/ Tazoboctan ←4 M
Cefazolen ←4 R
Ceftazodime 4 R
Ceftriaxone 4 -
Cefepime ←1 Ɩ
Azteonam (ATM) ← 64 S
Ertapenem ← 0,5 R
Meropenem ← 0,25 S
Amikasin ←2 R
Gentamicin ←1 R
Ciprofloxacin 0,5 R
Tigecycline ← 0,5 R
Nitrofurantidin ← 16 R
Trimetoprime ←20 R

Metode resistensi : minimal inhiklisi konsentrasi


Pemeriksaan kultur : Mengunakan media cair dan padat
Keterangan : R : Resisten
I : Intermediate
S : Sensitive

Nama: Sumadi Tanggal Order: 25 Oktober 2018


No.Rm: 561492 Jam: 12:31
Umur: 45 tahun
Jenis Kelamin: Laki-laki
Instalasi: Irna/Syaraf
Ruang Rawat: ICU

HASIL PEMERIKSAAN
PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 17,0 L: 14,0-18,0 g/dl
P: 12,0-16,0
Leukosit 15..250 4.500-11.000 uL
Eritrosit 5,7 L: 4,7-6,1 Juta/uL
P: 4,2-5,4
Hematokrit 50 L: 42-52
P: 37-47
Trombosit 206,000 150.000-450.000 /uL
MCV 89 79-99 FL
MCH 30 27-32 g/dl
MCHC 34 30-35 g/dl

Hitung Jenis
- Basofil 0 0-1
- Eosonofil 2 2-4
- Batang 0 3-5
- Segmen 91 50-70
- Limfosit 2 25-40
- Monosit 5 2-8 Mm/Jam

LED 10 0-10

 Pemeriksaan AGD
-PH: 7,21 mmHg
-PCO2: 67,2 mmHg
-PO2: 85 mmHg
-HCO3: 28,9 mmol/L

Kesimpulan AGD: Asidosis Respiratorik, terkompensasi sebagian


DATA FOKUS

Data Subjektif :
- Tidak terkaji

Data Objektif :
- RR : 28x / menit
- TD : 105/87mmHg
- N : 88X/menit
- S : 38,6 c
- GCS: E= 2 M=2 V= ETT
- Tingkat Kesadaran : Sopor koma
- Suara nafas gurgling
- Terpasang ventilator dan ETT
- Klien terpasang NGT
- Terdapat kelemahan otot
- Tonus otot
- Klien terlihat lemah
- Aktivitas klien dibantu oleh perawat
ANALISA DATA
No Data Fokus Masalah Etiologi
1 DS: Ketidakefektifan Akumulasi sekert
- Tidak terkaji bersihan jalan nafas
DO:
- TD: 105/87 mmHg
- N: 88x/ menit
- RR: 28x/ menit
- S: 38,6 c
- GCS: E = 2 M = 2 V = ETT
- Tingkat kesadaran soporocoma
- Suara nafas gurgling
- Terpasang ventilator dan ETT

2 DS: Disfungsi respon Riwayat


- Tidak terkaji penyapihan ketergantungan
DO: ventilator ventilator > 4hari
- Terdapat suara nafas tambahan
: gurgling
- Klien mengalami penurunan
kesadaran
- Klien terpasang ventilator >
4hari
3. DS : Gangguan Ketidakseimbangan
-Tidak terkaji pertuakaran gas ventilasi perfusi

DO :
- Klien terlihat sesak nafas
- Kesimpulan hasil AGD :
Asidosis respiratorik
- RR : 28 x / menit

4 Ds: Hambatan Mobilitas Gangguan


- Tidak Terkaji Fisik Neuromuskular
Do:
- Klien mengalami penurunan
kesadaran
- Terdapat kelemahan otot
- Aktivitas klien hanya di
tempat tidur
- Aktivitas klien dibantu
perawat
- Kekuatan Otot
0 0
0 0
DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d Akumulasi sekert ditandai dengan:


Ds :
-Tidak terkaji
Do :
- TD: 105/87 mmHg
- N: 88x/ menit
- RR: 28x/ menit
- S: 38,6 c
- GCS: E = 2 M = 2 V = ETT
- Tingkat kesadaran soporocoma
- Suara nafas gugring

2. Disfungsi respon penyapihan ventilator b.d Riwayat ketergantungan ventilator >


4hari ditandai dengan:

Ds:

- Tidak terkaji

Do:

- Terdapat suara nafas tambahan : gurgling


- Klien mengalami penurunan kesadaran
- Klien terpasang ventilator > 4hari

3. Gangguan pertuakaran gas b.d Ketidakseimbangan ventilasi perfusi diandai dengan:

Ds :
-Tidak terkaji

Do :

- Klien terlihat sesak nafas


- Kesimpulan hasil AGD : Asidosis respiratorik

4.Hambatan mobilitas fidik b.d Gangguan neuromuscular yang ditandai dengan :


Ds :
-Tidak terkaji
Do :
-Klien mengalami penurunan kesadaran
-Terdapat kelemahan otot
-Kekuatan otot 0 0
0 0
-Aktifitas klien hanya di tempat tidur
-Aktivitas klien dibantu perawat
E. RENCANA KEPERAWATAN
Nama pasien : Tn.S
Umur : 45 tahun
Diagnosa : Miastenia grafis + Pnumonia

No Tanggal No Tujuan Intervensi Paraf


Diagnosa
1 1 Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas :
tindakan asuhan -posisikan pasien untuk
keperawatan selama memaksimalkan ventilasi
3x24 jam diharapkan -masukkan alat
pola nafas klien efektif nasofaringeal (NPA) atau
dengan kriteria hasil : oppafaringeal airway
-klien mengungkapkan (OPA)
sesak nafas -buang sekret dengan
berkurang/tidak sesak memastikan pasien untuk
-respirasi dalam batas auskultasi suara nafas,
normal catat area yang
-tidak menggunakan otot ventilasinya menurun atau
bantu penafasan tidak adanya suara
tambahan

Penghisapan lendir pada


jalan nafas
-Lakukantindakan suction
- Auskultasi suara nafas
sebelum dan setelah
tindakan suction

Manajemen jalan nafas


buatan :
-memberikan OPA atau
\ alat bantu gigit untuk
mencegah adanya selang
endotrakeal dengan cara
yang tepat
-lakukan perawatan rongga
mulut (misalnya
menggosok gigi dengan
sikat gigi/ dengan kasa)
Manajemen gangguan
makan :
2 2 Setelah dilakukan -monitor intake/asupan
tindakan asuhan makanan dan cairan cara
keperawatan selama tepat
3x24 jam diharapkan -monitor asupan kalori
pemenuhan kebutuhan makanan harian
nutrisi klien terpenuhi -rundingkan dengan tim
denga kriteria hasil : kesehatan lainnya setiap
-intake nutrisi terpenuhi hari
-asupan makanan dan
cairan terpenuhi
-tidak ada tanda-tanda Manajemen nutrisi :
mal nutrisi -tentukan statusgizi pasien
dan kemampuan pasien
untuk memenuhi
kebutuhan gizi
-tentukan jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memasuki kebutuhan
-pastikan diit mencukupi
makanan tinggi kandungan
serat untuk mencegah
konstipasi

Peningkatan mekanika
tubuh :
3 3 Setelah dilakukan -monitor perbaikan postur
tindakan asuhan tubuh atau mekanika tubuh
keperawatan selama pasien
3x24 jam diharapkan -berikan imformasi tentang
hambatan mobilitas fisik kemungkinan posisi
klien teratasi dengan penyebab nyeri otot atau
kriteria hasil : sendi
-klien meningkatkan Pengaturan posisi
dalam aktivitas fisik neurologis :
-klien dapat melakukan -berikan posisi teraupetik
room pasif body -pertahankan posisi yang
mechanic dan ambulansi tepat saat mengatur posisi
dengan perlahan klien
-klien mampu sedini -berikan tempat tidur yang
mungkin melakukan tepat (tidak terlalu keras
mobilisasi apabila dan tidak terlalu empuk)
continuinitas -monitor oksigenasi
neuromuscular berada jaringan otak dan tekanan
dalam penyembuhan intrakranial pada pasien
kritis selama perubahan
posisi

BAB VI
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan
abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan
disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari
Synaptictransmission atau pada neuromuscular junction. Gangguan tersebut akan
mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran
seseorang (volunter).
Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan
wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 3 : 1.Pada wanita, penyakit ini
tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 20 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini
sering terjadi pada usia 40tahun. Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih
baik daripada orang dewasa.
Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3prinsip, yaitu; (1)
Mempengaruhi transmisi neuromuskuler, (2)Mempengaruhi proses imunologik, (3)
Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot.

 
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1995. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan: 


Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif . Edisi 2. Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran
EGC, hal: 293-297
Chandrasoma, Parakrama, Clive R.Taylor. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal: 869-871
Dewabenny. 2008. Miastenia Gravis. http://dewabenny.com/ 2008/ 07/12/ miastenia-gravis.
(3 September 2009)
Endang Thamrin dan P. Nara. 1986. Cermin Dunia Kedokteran. No. 41, 1986.Jakarta: Pusat
Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma, hal: 40-42
Mubarak, Husnul. 2008. Miastenia gravis. http://cetrione.blogspot.com/ 2008/06/miastenia-
gravis.html. (3 September 2009)
Silvia A. Price, Lorain M. Wilson. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- proses Penyakit.
Edisi 4. Buku 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,hal: 998 – 1003
Qittun. 2008. Asuhan keperawatan dengan Miastenia Gravis.
http://qittun.blogspot.com/2008/05/asuhan-keperawatan-dengan-miastenia.html.(3 September
2009)

Anda mungkin juga menyukai