M Dengan Stroke
Hemoragik di Ruang IGD RSUD Abdoel
Moeloek
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan modern saat ini. Di
Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke,
sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah
penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk
usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. Stroke dapat
menyerang setiap usia, namun yang sering terjadi pada usia di atas 40 tahun. Angka kejadian
stroke meningkat dengan bertambahnya usia, makin tinggi usia seseorang, makin tinggi
kemungkinan terkena serangan stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2006).
Secara ekonomi, insiden stroke berdampak buruk akibat kecacatan karena stroke akan
memberikan pengaruh terhadap menurunnya produktivitas dan kemampuan ekonomi
masyarakat dan bangsa (Yastroki, 2009).
Stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia.
Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena Stroke, dari jumlah tersebut, sepertiganya
bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang
dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita
terus menerus di tempat tidur (HIMAPID FKM UNHAS,2007).
Stroke merupakan masalah kesehatan dan perlu mendapat perhatian khusus. Stroke
merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama di hampir seluruh RS di Indonesia.
Angka kejadian stroke meningkat dari tahun ke tahun, Setiap tahun 7 orang yang meninggal
di Indonesia, 1 diantaranya karena stroke (DEPKES,2011).
Berdasarkan catatan rekam medis RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat, Khususnya Ruang
ICU pada bulan Januari – Maret 2015, pasien dengan masalah Stroke Haemoragik
berjumlah 6 orang dari 429 pasien (1,39%), selama tiga bulan terakhir ini.
Adapun faktor risiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke adalah faktor yang tidak
dapat dimodifikasi (non-modifiable risk factors) seperti usia, ras, gender, genetik, dan riwayat
Transient Ischemic Attack atau stroke sebelumnya. Sedangkan faktor yang dapat
dimodifikasi (modifiable risk factors) berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes,
obesitas, penggunaan oral kontrasepsi, alkohol, dislipidemia (PERDOSSI, 2007).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Penulis memperoleh pengalaman dan gambaran secara nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan Stroke Haemoragik.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Stroke Haemoragik.
b. Menentukan masalah keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.
c. Merencanakan asuhan keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik
e. Melakukan evaluasi keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus.
g. Mengidentifikasi faktor – faktor pendukung, penghambat, serta mencari solusi/ alternatif
pemecahan masalah.
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.
Dalam menyusun makalah ilmiah ini, penulis hanya membahas dan memfokuskan Asuhan
Keperawatan Pada Klien Tn. M Dengan Stroke Haemorogik Di Ruang ICU, RSPAD Gatot
D.
Manifestasi Klinis Stroke Hemoragik
Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke
1. Daerah a. serebri media
a. Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
b. Hemianopsi homonim kontralateral
c. Afasi bila mengenai hemisfer dominan
d. Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan
2. Daerah a. Karotis interna
Serupa dengan bila mengenai a. Serebri media
3. Daerah a. Serebri anterior
a. Hemiplegi (dan hemianestesi) kontralateral terutama di tungkai
b. Incontinentia urinae
c. Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena
4. Daerah a. Posterior
a. Hemianopsi homonim kontralateral mungkin tanpa mengenai
b. daerah makula karena daerah ini juga diperdarahi oleh a. Serebri media
c. Nyeri talamik spontan
d. Hemibalisme
e. Aleksi bila mengenai hemisfer dominan
5. Daerah vertebrobasiler
a. Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegi alternans atau tetraplegi
c. Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)
E. Komplikasi Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik dapat menyebabkan
1. Infark Serebri
2. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
3. Fistula caroticocavernosum
4. Epistaksis
5. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang
infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
Data obyektif:
a. Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah laku
(seperti: letargi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
b. Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke, genggaman
tangan tidak seimbang, berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral )
c. Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
d. Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan
berkata-kata, reseptif / kesulitan berkata-kata komprehensif, global / kombinasi dari
keduanya.
e. Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
f. Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
g. Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral
7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
a. Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data Obyektif:
b. Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8. Respirasi
Data Subyektif:
a. Perokok ( faktor resiko )
b. Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
c. Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
d. Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
9. Keamanan
Data Obyektif:
a. Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
b. Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewaspadaan
terhadap bagian tubuh yang sakit
c. Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
d. Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
e. Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang
kesadaran diri
10. Interaksi sosial
Data Obyektif:
a. Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
11. Pengajaran / pembelajaran
Data Subjektif :
a. Riwayat hipertensi keluarga, stroke
b. Penggunaan kontrasepsi oral
12. Pertimbangan rencana pulang
a. Menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
b. Bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan diri dan
pekerjaan rumah
a. Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak aktif pada sisi ekstrimitas yang sehat
b. Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstrimitas yang parese / plegi dalam toleransi
nyeri
c. Topang ekstrimitas dengan bantal untuk mencegah atau mangurangi bengkak
d. Ajarkan ambulasi sesuai dengan tahapan dan kemampuan klien
e. Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi seperti yang disarankan
f. Libatkan keluarga untuk membantu klien latihan sendi
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pada BAB ini penulis menguraikan kasus yang dimulai dari pengkajian sampai evaluasi,
penulis mulai pengkajian pada tanggal 12 April sampai dengan 14 April 2015, dengan kasus
Stroke hemoragik, di Ruang ICU RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat.
A. Pengkajian Keperawatan
Klien masuk ke IGD RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat, tanggal 11 April 2015, Pukul
09.30 WIB, Pada tanggal 12 April 2015, Pukul 19.00 WIB, klien pindah keruang ICU, No.
Register 40-38-30, dengan diagnosa medis Stroke Hemoragik.
2. Resume
25
Tn. M, usia 54 tahun ke RSPAD Gatot Soebroto Jakarta tanggal 11 April 2015 pada pukul
09.30 WIB ke IGD, klien 2 hari sebelumnya demam, kemudian dibawa berobat dan dikatakan
infeksi saluran kemih ± 2 jam yang lalu klien tiba-tiba tidak sadar, tidak bisa dibangunkan
pada saat tidur dalam kondisi ngorok, sebelumnya tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada
muntah, tidak ada kejang sebelumnya, klien dalam keadaan tidak sadar GCS 4 dengan nilai
E1, M2, V1. Kemudian klien pindah keruang ICU untuk mendapatkan perawatan intensive
dengan ventilator dengan mode SIM V, FI02 70 %, PEEP + 5, VI 478, RR 38 x/menit, TTV,
TD: 140/90 mmHg, heart rate 160 x/menit, S: 38,5°C, Sa02 100%, kondisi pupil keduanya
miosis, reflek cahaya +/- , ada akumulasi sankret dimulut dan diselang ET, tidak ada
terpasang mayo dan lidah tidak turun, terdapat retaksi otot intecosta, dengan RR 38 x/menit,
dan terdengar ronchi basah dan basal paru kanan, CRT < 3 detik di ICU klien mendapatkan
Brainact /12 jam, Aliminamin F /12 jam, Ranitidin /12 jam, dan infus RL 20 t/m, Pada
tanggal 12 April 2015 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 13,8 gr/dl, Ht: 44%, Eritrosit: 5,04
juta/ul, leukosit: 8,4 rb/mmk, trombosit: 84 rb/mmk, Kreatinin 1,5 mg/dl, Albumin 3,6 mg/dl,
ureum: 15 mg/dl, natrium: 140 mEq/L, kalium: 3,6 mEq/L, klorida: 107 mEq/L, AGD: pH:
7,3, PCO2: 27,6, PO2: 236,9, HCO3: 16,3, saturasi O2: 100%. Hasil pemeriksaan EKG kesan
ada gambaran ST depresi inferior, hasil rongsen kesan Cor dan pulmo dalam batas normal,
tidak ada menunjukan infellrate.
Pada tanggal 13 April 2015 didapatkan hasil laboratorium; AGD: pH: 7,32, PCO2: 27, PO2:
199,7, HCO3: 16,9, saturasi O2: 100%.
Pada tanggal 14 April 2015 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 12,3 gr/dl, Ht: 38%, Eritrosit:
4,48 juta/ul, leukosit: 7,4 rb/mmk, trombosit: 90 rb/mmk, Kreatinin 1,4 mg/dl, Albumin 3,1
mg/dl, ureum: 17 mg/dl, natrium: 132 mEq/L, kalium: 3,4 mEq/L, klorida: 106 mEq/L, AGD:
pH: 7,33, PCO2: 30, PO2: 189,8, HCO3: 17,9, saturasi O2: 97%.
I. Penatalaksanaan
Pada tangal 12 April 2015 pengobatan yang didapatkan Tn, M yaitu : Ceftriaxone 2 mg/24
jam, ranitidine 1 amp/12 jam, Nexium 40 mg/12 jam, Alinamin F 1 amp/12 jam, Brainact 1
amp/12 jam, Dexamethason 1 amp/8 jam, RL/ 24 jam 20 tpm, NaCl 0.9%/24 jam 20 tpm,
Asering/ 24 jam 20 tpm, Aminovel/24 jam 20 tpm, Methylprednison 40 mg/12 jam,
Nebulizer/8 jam.
Data Subjektif : -
Data Objektif :
Kesadaran umum soporokoma, terdapat secret di ET dan mulut, RR 38x/menit, terdengar
bunyi ronkhi basah di basal paru kanan, RR 38x/menit, terdapat retraksi intercosta, napas
cepat dan dangkal, terpasang ventilator dengan mode P SIMV dengan FiO2 70%, PEEP + 5
dan SaO2 100%, RR 38x/menit, terdapat retraksi intercosta, napas cepat dan dangkal, Hasil
BGA : PH 7,334; pCO2 27;pO2 236,9;HCO3 16,3; BE -10,2 dengan interprestasi Asidosis
Metabolik terkompensasi sebagian, Kesadaran soporokoma, GCS E1M2VET, pupil miosis
(2mm), reaksi pupil +/-, Keadaan umum soporokoma, panas dengan suhu 38,5⁰C, terpasang
ET dan infus line, bedrest total, reflek motorik -/-.
Evaluasi
S:-
O: Keadaan umum lemah, kesadaran soporocoma dengan vital sign : TD 140/88, HR
112x/menit, SaO2 100%, dan Suhu 38.2 ⁰C, GCS : E1M2VET, pupil miosis 2mm, reflek
pupil terhadap cahaya +/-, masih terpasang ventilator P SIMV, VT 465, RR 34, 70%, PEEP +
5, Sekret di mulut dan ET berkurang, Masih terdapat retraksi otot intercosta, RR 34x/menit,
Hasil BGA : PH 7,334; pCO2 27;pO2 236,9;HCO3 16,3; BE -10,2 dengan, interprestasi
asidosis metabolik terkompensasi sebagian, masih ada suara senkret, dan idak terjadi tanda-
tanda peningkatan TIK
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri
pada batang otak etcause intracerebral haemoragie)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pola
napas klien dapat efektif.
Kriteria hasil : Napas adekuat spontan (16-24x/menit), KU dan VS stabil, Retraksi otot
intercosta berkurang, dan Weaning off ventilator
Rencana Tindakan
a. Monitor keadaan umum dan vital sign klien
b. Pantau status pernapasan klien
c. Pantau adanya retraksi otot intercosta
d. Pertahankan head of bed (30-45⁰)
e. Monitor saturasi oksigen klien
Kolaborasi : Pertahankan penggunaan ventilator dan observasi setting ventilator dengan
status pernapasan klien.
INTERVENSI
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1. Bersihan Setelah dilakukan tindakan a. Monitor adanya akumulasi
jalan napas keperawatan selama 3x 24 jam secret dan warnanya di jalan
tidak efektif diharapkan jalan napas klien napas (ET dan mulut)
berhubungan dapat efektif adekuat. b. Auskultasi suara napas
dengan Kriteria hasil : klien
adanya Sekret di ETT dan mulut c. Monitor status pernapasan
akumulasi berkurang atau tidak ada, klien
secret di jalan RR dalam batas normal (16- d. Monitor adanya suara
napas, 24x/menit), gargling
Suara ronkhi berkurang atau e. Lakukan positioning
hilang miring kanan dan kiri
f. Pertahankan posisi head of
bed (30-45⁰)
g. Lakukan suction sesuai
indikasi
IMPLEMENTASI
NO TANGGAL IMPLEMENTASI PARAF EVALUASI
Pelaksanaan :
Pada tangal
Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 112 x/menit, RR: 38
x/mnt, S:38,5°C. Pukul 14.30 WIB memonitor status pernapasan klien dan sesuai dengan
setting ventilator, Pukul 15.00 WIB melakukan pemantauan adanya retaksi otot intrecosta,
Pukul 16.30 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 17.30 WIB memonitor Sa02 97 %
dalam batas normal.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada alveoli
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pertukaran
gas klien dapat adekuat
Kriteria hasil :
a. KU dan VS stabil
b. Napas adekuat spontan (16-24x/menit)
c. BGA dalam batas normal
Rencana Tindakan
a. Monitor keadaan umum dan vital sign klien
b. Observasi status pernapasan klien
c. Pantau adanya tanda-tanda hipoksia
d. Pertahankan head of bed (30-45⁰)
Kolaborasi : Pantau hasil BGA sesuai indikasi, Pertahankan penggunaan ventilator dengan
oksigenasi yang adekuat.
Pelaksanaan :
Evaluasi
S:-
O: Keadaan umum lemah, kesadaran soporokoma dengan vital sign : TD 140/90, HR
160x/menit, SaO2 97%, dan RR 38 x/menit, Suhu 38.5 ⁰C.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan bedrest total
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan tidak terjadi
infeksi pada klien.
Kriteria hasil :
a. KU dan VS stabil
b. Suhu normal (36.5-37.5)
c. Leukosit normal
d. Monitor KU dan VS termasuk suhu klien/jam
Rencana Tindakan
a. Pertahankan teknik aseptic setiap tindakan
b. Pantau adanya tanda-tanda infeksi
c. Lakukan personal dan oral care setiap hari
d. Lakukan early mobilization
e. Lakukan penilaian CPIS setelah 48 jam perawatan
Kaloborasi : Berikan antibiotic sesuai indikasi dan pantau hasil foto thorak
Pelaksanaan :
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB ini penulis akan membahas mengenai permasalahan atau kesenjangan yang terjadi
selama melakukan asuhan keperawatan langsung terhadap Tn. M dengan kasus Stroke
Haemoragik di Ruang ICU RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat. Dalam bab ini penulis
membandingkan antara teori yang ada pada literature dengan kasus yang ditemukan pada
klien. Selain itu penulis juga membahas mengenai faktor pendukung dan faktor penghambat,
yang penulis temukan pada saat melakukan asuhan keperawatan pada Tn. M, serta alternatif
pemecahan masalah yang penulis berikan selama melakukan asuhan keperawatan pada tiap
tahap keperawatan.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri
pada batang otak etcause intracerebral haemoragie)
Diagnosa ini diambil berdasarkan data bahwa klien napasnya cepat dan dangkal, RR
38x/menit, terdapat retraksi intercosta, dan menggunakan ventilator dengan mode P SIMV
dengan FiO2 70%, PEEP + 5 dan SaO2 100%. Mode P SIMV digunakan karena klien masih
mempunyai usaha napas sehingga ventilator di setting dengan sinkronize antara napas klien
dengan ventilator. Klien dengan stroke haemoragik akan terjadi ruptur atau pecahnya
pembuluh darah di otak sehingga aliran darah yang mengangkut oksigen ke otak juga
terganggu. Hal ini lama-lama akan menimbulkan infark serebri dan dapat mengenai berbagai
bagian di otak termasuk salah satunya medula oblongata. Medula oblongata merupakan pusat
pernapasan, sehingga jika terjadi infark di daerah tersebut maka akan terjadi pula depresi
pusat pernapasan yang dapat mempengaruhi kemampuan ventilasi paru. Karena
ketidakadekuatan ventilasi paru klien, maka klien terpasang ventilator. Tindakan yang bisa
dilakukan antara lain posisikan klien elevasi head of bed 30-45⁰C. Hal ini untuk lebih
mengoptimalkan ekspansi paru klien. Selain itu observasi status pernapasan juga penting
karena hal ini mempengaruhi setting ventilator dengan mode yang disesuaikan usaha napas
klien. Monitor usaha napas klien tetap harus dilakukan, karena jika klien terlihat hiperpnue
dengan nampak retraksi intercosta menunjukkan klien sesak napas sehingga perlu dinaikkan
setting ventilator misalnya FiO2 dinaikkan dari semula.
3. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya perdarahan intraserebral
Klien menderita Stroke Haemoragik dengan berdasarkan hasil ST-Scan menunjukkan adanya
perdarahan intraserebral sehingga mempengaruhi proses perfusi jaringan ke serebral. Oksigen
yang dibawa ke otak menjadi berkurang, sehingga akan terjadi hipoksia dan hal ini
menyebabkan klien terjadi penurunan kesadaran dan penurunan fungsi tubuh yang dipersarafi
oleh otak. Tindakan yang bisa dilakukan antara lain adalah menaikkan posisi kepala klien 30-
45⁰ dengan tujuan mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dari kepala
dan memperbaiki sirkulasi serebral.Status neurologis klien juga perlu dimonitor setiap jam
untuk mengetahui kemajuan terapi dan keadekuatan oksigenasi jaringan serebral. Sehingga
oksigenasi tetap harus dipertahankan supaya kebutuhan oksigenasi serebral tercukupi.
C. Perencanaan Keperawatan
Dalam membuat perencanaan dilakukan langkah-langkah sesuai kondisi dan kebutuhan klien
sesuai dengan Asuhan Keperawatan sesuai dengan teori Stroke Hemoragik yaitu
memprioritaskan masalah yang muncul pada klien, kemudian langkah selanjutnya adalah
menetapkan waktu yang lebih spesifik untuk masing-masing diagnosa, menyesuaikan kondisi
yang mungkin bisa dicapai oleh klien dalam waktu yang lebih spesifik.
Pada tahap penetapan tujuan dari kriteria hasil terdapat kesenjangan antara teori dan kasus.
Pada teori tidak dialokasikan waktu, sedangkan pada kasus ditetapkan waktu dan pencapaian
tujuan yaitu 3 x 24 jam yakni berfokus pada kebutuhan sesuai dengan kondisi klien,
kemampuan perawat serta kelengkapan alat-alat dan adanya kerjasama dengan klien,
keluarga dan perawat ruangan yang menjadi faktor pendukung.
Pada diagnosa keperawatan kedua, pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi
pusat pernapasan (infark serebri pada batang otak etcause intracerebral haemoragie),
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pola napas
klien dapat efektif. Kriteria hasil : Napas adekuat spontan (16-24x/menit), KU dan VS stabil,
Retraksi otot intercosta berkurang, dan Weaning off ventilator.
Pada diagnosa keperawatan ketiga, gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan
proses difusi pada alveoli Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan pertukaran gas klien dapat adekuat Kriteria hasil : KU dan VS stabil, Napas
adekuat spontan (16-24x/menit), dan BGA dalam batas normal.
Pada diagnosa keperawatan kelima ,resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya
prosedur invasif dan bedrest total Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x
24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi pada klien. Kriteria hasil, KU dan VS stabil, Suhu
normal (36.5-37.5), Leukosit normal, dan Monitor KU dan VS termasuk suhu klien/jam.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam kasus ini pengkajian meliputi keluhan utama klien, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu dan keluarga, pemeriksaan fisik head to toe dengan hasil dapat
diketahui klien mengalami penurunan kesadaran dengan diagnosa medis stroke hemoragik.
2. Hasil pengkajian asuhan keperawatan pada pasien stroke ditemukan beberapa diagnosa.
Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan akumulasi secret dijalan napas, Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri pada batang otak etcause intracerebral
haemoragie), Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada
alveoli, Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya perdarahan
intraserebral, Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan bedrest
total.
3.Intervensi yang dilakukan pada diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif dengan
intervensi kaji keadaan jalan nafas, evaluasi pergerakan dada dan auskultasi suara napas pada
kedua paru, lakukan suction. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa depresi pusat
pernapasan dengan intervensi napasnya cepat dan dangkal, RR 38x/menit, terdapat retraksi
intercosta, Intervensi yang dilakukan pada diagnosa gangguan pertukaran gas, dengan
intervensi menunjukkan peningkatan frekuensi napas yaitu RR 38 x/menit. Intervensi yang
dilakukan pada diagnosa, gangguan perfusi jaringan serebral dengan intervensi adanya
perdarahan intraserebral sehingga mempengaruhi proses perfusi jaringan ke serebral.
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa, resiko tinggi infeksi intervensi yang dilakukan
prosedur invasif dapat memungkinkan terjadinya infeksi karena merupakan port de entri
mikroorganisme, di ET, NGT dan Kateter.
B. Saran
1. Instansi Rumah Sakit
a. Pada ruang intensive care unit (ICU) sebaiknya terdapat protab perawatan DC, dressing
infuse, perawatan NGT sesuai dengan waktu yang ditentukan.
b. Untuk perawat di ruang intensive care unit (ICU) sebaiknya perawat yang benar-benar
terlatih dalam keperawatan kritis, sehingga lebih peka terhadap perawatan pasien di intensive
care unit (ICU).
2. Perawat
a. Pasien stroke dengan bedrest dimungkinkan terjadinya decubitus, sehingga perawat perlu
lebih memperhatikan pasien dengan tanda-tanda decubitus dan penatalaksanaan decubitus.
b. Perawat diharapkan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien serta
memakai alat pelindung diri untuk mencegah terjadinya resiko infeksi dan infeksi nosokomial
pada pasien di intensive care unit (ICU.
c. Perawat diharapkan melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab dan
kesadaran masing-masing yang bertujuan untuk kesembuhan dan keselamatan pasien.
Keluarga Pada keluarga sebaiknya senantiasa mendampingi dan memberikan support kepada
pasien meskipun dalam kondisi koma sekalipun.
3. Untuk diri sendiri
Diharapkan dapat memanfaatkan waktu yang telah diberikan dengan efektif dan efisien untuk
melakukan asuhan keperawatan. Mahasiswa / i juga diharapkan secara aktif untuk membaca
dan meningkatkan keterampilan serta menguasai kasus yang diambil untuk mendapatkan
hasil asuhan keperawatan yang komprehensif.