Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Pada
kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan memberikan dukungan dalam penyusunan makalah ini, terutama
kami mengucapkan Terima Kasih.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
BAB II : TINJAUAN TEORI..........................................................................1
A. Konsep Dasar Medik.....................................................................................1
1. Definsi....................................................................................................1
2. Etiologi...................................................................................................1
3. Patofisiologi............................................................................................1
4. Klasifikasi...............................................................................................1
5. Manifestasi klinis....................................................................................1
6. Komplikasi.............................................................................................1
7. Pemeriksaan Diagnostik.........................................................................1
8. Penatalaksanaan......................................................................................1
Penatalaksanaan Medis........................................................................1
Penatalaksanaan Keperawatan.............................................................1
B. Konsep Dasar ASKEP..................................................................................1
1. Pengkajian..............................................................................................1
2. Diagnosa keperawatan............................................................................1
3. Rencana keperawatan.............................................................................1
2
B. DATA FOKUS ...............................................................................................1
C. ANALISA DATA SESUAI PRIORITAS.......................................................1
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN SESUAI DENGAN PRIORITAS .............1
E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN ...............................................1
F. CATATAN PERKEMBANGAN ..................................................................1
BAB IV : PENUTUP
Kesimpulan...........................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang dapat
dijumpai pada anak, orang dewasa, dan pada orang tua.
Sindrom klinis ini dikemukakan pertama kali pada tahun 1600. Pada
akhir tahun 1800an miastenia gravis mulai dibedakan dari kelemahan
otot akibat paralysis bulbar. Pada tahun 1920 seorang dokter yang
menderita miastenia gravis merasa ada perbaikan sesudah ia meminum
obat efedrin yang ditujukan untuk mengatasi kram menstruasi.
Akhirnya pada tahun 1934 Mary Walker, seorang dokter dari Inggris
melihat adanya gejala-gejala yang serupa antara miastenia gravis dan
keracunan kurare. Mary Walker menggunakan antagonis kurare yaitu
fisostigmin untuk mengobati miastenia gravis dan ternyata ada
kemajuan-kemajuan yang nyata.
Miastenia gravis banyak timbul antara umur 10-30 tahun. Pada umur
dibawah 40 tahun miastenia gravis lebih banyak dijumpai pada wanita.
Sementara itu diatas 40 tahun lebih banyak pada pria (Harsono, 1996).
Insidens miastenia gravis di Amerika Serikat sering dinyatakan sebagai
1 dalam 10.000. Tetapi beberapa ahli menganggap angka ini terlalu
rendah karena sesungguhnya banyak kasus yang tidak pernah
terdiagnosis (Patofisiologi, 1995).
4
unit-unit perawatan pernapasan. Remisi spontan dapat terjadi pada 10%
hingga 20% pasien dan dapat dicapai dengan melakukan timektomi
elektif pada pasien-pasien tertentu. Yang paling cocok untuk menjalani
cara ini adalah wanita muda yang masih dini keadaannya (5 tahun
pertama setelah awitan) dan tidak berespon baik dengan pengobatan.
BAB II
5
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
6
(volunteer). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan
umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh
fungsi saraf cranial (Brunner and Suddarth 2002).
2. Etiologi
7
Antibodi adalah protein yang memainkan peranan penting dalam sistem
imun. Biasanya antibodi secara langsung menolak protein-protein asing yang
disebut antigen yang menyerang tubuh. Protein-protein ini termasuk juga
bakteri dan virus. Antibodi menolong tubuh untuk melindungi dirinya dari
protein-protein asing ini. Untuk alasan yang tidak dimengerti, sistem imun
pada orang dengan Myasthenia Gravis membuat antibodi melawan reseptor
pada persimpangan neuromuscular. Antibodi tidak normal dapat ditemukan
dalam darah pada banyak orang-orang dengan Myasthenia Gravis. Antibodi
menghancurkan reseptor dengan lebih cepat dibanding tubuh bisa
menggantikan mereka lagi. Kelemahan otot terjadi ketika asetilkolin tidak
dapat menggerakkan reseptor pada persimpangan neuromuskular.
8
3. Patofisiologi
Saraf besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis dan
batang otak mempersarafi otot rangka atau otot lurik. Saraf-saraf ini
mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan kranial menuju ke
perifer. Masing-masing saraf bercabang banyak sekali dan mampu merangsang
sekitar 2000 serabut otot rangka. Gabungan antara saraf motorik dan serabut-
serabut otot yang dipersarafi dinamakan unit mototrik.Meskipun setiap neuron
mototrik mempersarafi banyak serabut otot, tetapisetiap serabut otot dipersarafi
oleh hanya satu neuron motorik.
9
Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromukular, maka membranakson
terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan
dilepaskan dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan
bergabung dengan reseptor asetilkolin pada membran postsinaps.
Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap natrium
maupun kalium pada membran postsinaps. Influks ion natrium dan pengeluaran
ion kalium secara tiba-tiba menyababkan depolarisasi lempengakhir dikenal
sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan
terbentuk potensial aksi dalam membrane otot yang tidak berhubungan dengan
saraf, yang akan disalurkan sepanjang sarkolema. Potensial ini memicu
serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksiserabut otot. Sesudah
transmisi melewati hubungan neuromuskular terjadi,asetilkolin akan
dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase. Pada orangnormal jumlah
asetilkolin yang dilepaskan sudah lebih dari cukup untuk menghasilkan
potensial aksi. Pada Miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu.
Jumlah reseptor asetilkolin berkurang yang mungkin dikarenakan cedera
autoimun.
10
11
4. KLASIFIKASI
Kelompok I Myasthenia Okular
Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan,
tidak ada kasus kematian.
Kelompok II Myasthenia Umum
1. Myasthenia umum ringan
progress lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot
rangka dan bulbar. Sistem pernafasan tidak terkena. Respon terhadap
terapi obat baik. Angka kematian rendah.
2. Myasthenia umum sedang
progress bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut
semakin berat dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar.
Disartria (gangguan bicara), disfagia (kesulitan menelan) dan sukar
mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan Myasthenia umum ringan.
Otot-otot pernafasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat kurang
memuaskan dan aktivitas pasien terbatas, tetapi angka kematian rendah.
3. Myasthenia umum berat
Fulminan akut : progress yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka
dan bulbar yang berat disertai mulai terserangnya otot-otot pernafasan.
Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan. Dalam
kelompok ini, persentase thymoma paling tinngi. Respon terhadap obat
buruk. Insiden krisis Myasthenik, kolinergik, maupun krisis gabungan
keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi.
Lanjut : Myasthenia Gravis berat timbul paling sedikit 2 tahun sesudah
progress gejala-gejala kelompok I atau II. Myasthenia Gravis dapat
berkembang secara perlahan-lahan atau secara tiba-tiba. Persentase
thymoma menduduki urutan kedua. Respon terhadap obat dan prognosis
buruk.
Myasthenia Gravis bisa juga diklasifikasikan dengan lebih singkat dan
sederhana menjadi :
Golongan I = Gejala-gejalanya hanya terdapatpada otot-otot ocular
12
Golongan IIA = Myasthenia Gravis umum ringan
Golongan II B = Myasthenia Gravis umum berat
Golongan III = Myasthenia Gravis akut yang berat, yang juga mengenai
otot-
otot pernafasan
Golongan IV = Myasthenia Gravis kronik yang berat
5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis miastenia gravis sangat jelas yaitu dari kelemahan local
yang ringan sampai pada kelemahan tubuh menyeluruh yang fatal. Kira-
kira 33% hanya terdapat gejala kelainan okular disertai kelemahan otot-
otot lainnya. Kelemahan ekstremitas tanpa disertai gejala kelainan okular
jarang ditemukan dan terdapat kira-kira 20% penderita didapati kesulitan
mengunyah dan menelan.
Pada 90% penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot okular yang
menimbulkan ptosis dan diplopia. Mula timbul dengan ptosis unilateral
atau bilateral. Setelah beberapa minggu sampai bulan, ptosis dapat
dilengkapi dengan diplopia (paralysis ocular). Kelumpuhan-kelumpuhan
bulbar itu timbul setiap hari menjelang sore atau malam. Pada pagi hari
orang sakit tidak diganggu oleh kelumpuhan apapun. Tetapi lama
kelamaan kelumpuhan bulbar dapat bangkit juga pada pagi hari sehingga
13
boleh dikatakan sepanjang hari orang sakit tidak terbebas dari kesulitan
penglihatan.
14
Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang
lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak
mampu lagi membersihkan lendir.
6. KOMPLIKASI
Myasthenia Gravis dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikutnya:
1. Dapat menyebabkan perkembangan Kanker Timus
2. Mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk Gagal Nafas
3. Mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk Pneumonia
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
15
1. Antibodi anti-reseptor asetilkolin
Antibodi ini ditemukan pada lebih dari 90% penderita dengan timoma
dan lebih kurang 30% penderita miastenia gravis. Penderita yang dalam
serumnya tidak ada antibodi ini dan juga tidak ada antibodi anti-reseptor
asetilkolin, maka kemungkinan adanya timoma adlah sangat kecil.
16
keganasan yang telah meluas. Usia timbulnya kedua penyakit ini
merupakan faktor pembeda yang penting. Penderita miastenia sejati
biasanya muda, sedangkan sindrom miastenik biasanya lebih tua. Gejala-
gejala sindrom miastenik biasanya akan hilang kalau patologi yang
mendasari berhasil diatasi.Tes ini dapat dikombinasikan dengan
pemeriksaan EMG.
4. Foto dada
5. Tes Wartenberg
Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba tes
Wartenberg. Penderita diminta menatap tanpa kedip suatu benda yang
terletak di atas bidang kedua mata beberapa lamanya. Pada miastenia
gravis kelopak mata yang terkena menunjukkan ptosis.
6. Tes prostigmin
9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Medis
Walaupun belum ada penelitian tentang strategi pengobatan yang pasti, tetapi
Miastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang palingdapat diobati.
Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi
17
merupakan penatalaksanaan utama pada miastenia gravis. Antikolinesterase
biasanya digunakan pada miastenia gravis yang ringan. Sedangkan pada pasien
dengn miastenia gravis generalisata, perlu dilakukan terapi imunomudulasi
yang rutin. Terapi imunosupresif dan imunomodulasi yang dikombinasikan
dengan pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi, mampu menghambat
terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita
miasteniagravis. Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi yang dapat
memulihkan kekuatan otot secara cepat dan terbukti memiliki onset
lebihlambat tetapi memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah
terjadinya kekambuhan. (Endang Thamrin dan P. Nara, 1986)Secara garis
besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3 prinsip, yaitu:
18
b. Kortikosteroid
Diberikan prednison dosis tunggal atau alternating untuk mencegahefek
samping. Dimulai dengan dosis kecil, dinaikkan perlahan-lahansampai
dicapai dosis yang diinginkan. Kerja kortikosteroid untukmencegah
kerusakan jaringan oleh pengaruh imunologik ataubekerja langsung pada
transmisi neromuskuler.
c. Imunosupresif
Yaitu dengan menggunakan Azathioprine,
Cyclosporine,Cyclophosphamide (CPM). Namun biasanya digunakan
azathioprin(imuran) dengan dosis 2½ mg/kg BB. Azathioprine merupakan
obatyang secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh dansecara
umum memiliki efek samping yang lebih sedikitdibandingkan dengan obat
imunosupresif lainnya. Perbaikan lambatsesudah 3-12bulan. Kombinasi
azathioprine dan kortikosteroid lebihefektif yang dianjurkan terutama pada
kasus-kasus berat.
e. Plasma exchange
Berguna untuk mengurangi kadar anti-AChR; bila kadar dapatditurunkan
sampai 50% akan terjadi perbaikan klinik.
19
Penatalaksanaan Keperawatan
Pada pasien dengan Miastenia gravis harus belajar dalam batasan yang
ditetapkan oleh penyakit yang mereka derita ini. Mereka memerlukan tidur
selam 10 jam agar dapat bangun dalam keadaan segar, dan perlu menyelingi
kerja dengan istirahat. Selain itu mereka juga harus menghindari factor-faktor
pencetus dan harus minum obat tepat pada waktunya. (SilviaA. Price, Lorain
M. Wilson. 1995.)
20
perlu memberikan nasehat kepada mereka.Waktu yang tepat dalam
pemberian obat sesuai dosis yang akurat berkaitan dengan peningkatan
kebutuhan energy. Dengan memberikanobat sebelum makan akan
memberikan kekuatan otot untukmengunyah makanan.
5. Kolaborasi Perawat
harus mampu berkolaborasi atau bekerja sama dengan tenaga kesehatan
lain yang sesuai dengan penanganan pada masalah klien. Dengan adanya
kerjasama ini, maka pemberian asuhan keperawatan bisa sesuai dengan
pengobatan yang seharusnya diberikan.
21
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Biodata
Nama, umur, jenis kelamin, ras, agama, alamat, dan lain-lain.
2) Keluhan Utama
Lemah otot setelah peraktivitas
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien pada umumnya merasakan kelelahan dan kelemahan pada
anggota tubuh tertentu :
P :Apa penyebab atau faktor pencetus
Q : Seberapa sering pasien merasakan sakitnya
R : Pada daerah mana pasien meeasakan sakitnya
22
c) Eliminasi BAK dan BAB
BAK : pada umumnya mengalami inkotinensia
BAB : pada umumnya klien mengalami konstipasi
d) Aktifitas
Kelelahan dan kelemahan meningkat setelah beraktifitas dan
membaik atau menurun pada saat istirahat.
7) Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum
- Tingkat kesadaran
- GCS
- TTV
TD
N
S
RR
23
Sistem cardiovaskuler
Sistem pencernaan
Sistem perkemihan
Sistem muskuluskeletal
Fokus Pengkajian :
a. B1 (Breating)
Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan ataupenurunan batuk
efektif, produksi sputum, sesak nafas, penggunaanotot bantu nafas, dan
peningkatan frekuensi pernafasan seringdidapatkan pada klien yang
disertai adanya kelemahan otot-ototpernafasan. Auskultasi bunyi nafas
tambahan seperti ronchi ataustridor pada klien menandakan adanya
akumulasi sekret pada jalannafas dan penurunan kemampuan otot-otot
pernapasan.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukanuntuk
memantau perkembangan status kardiovaskular, terutamadenyut nadi
dan tekanan darah yang secara progresif akan berubahsesuai dengan
kondisi tidak membaiknya status pernafasan.
c. B3 (Brain)
Kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya
kelopak mata atau dislopia intermien, bicara klienmungkin disatrik.
d. B4 (Bladder)
24
Pengkajian terutama ditujukan pada sistem perkemihan.Biasanya terjadi
kondisi dimana fungsi kandung kemih menurun,retensi urine, hilangnya
sensasi saat berkemih.
e. B5 (Bowel)
Ditunjukkan dengan kesulitan menelan-mengunyah, disfagia,kelemahan
otot diafragma dan peristaltic usus turun.
f. B6 (Bone)
Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui adanya gangguanaktifitas
atau mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
25
3. PERENCANAAN
Diag Tujuan Intervensi Rasional
nosa
Kepe
rawa
tan
1 Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan 1. Untuk klien dengan
tindakan perawatan ventilasi penurunan kapasitas ventilasi,
selama 3x24 jam 2. Kaji kualitas, frekuensi, perawat mengkaji frekuensi
diharapkan klien dan kedalaman pernapasan, kedalaman, dna
kembali efektif pernapasan, laporkan bunyi nafas, pantau hasil tes
Kriteria Hasil: setiap perubahan yang fungsi paru-paru (volume
Irama, frekuensi terjadi. tidal, kapasitas vital, kekuatan
dan kedalaman 3. Baringkan klien inspirasi), dengan interval
pernapasan dalamposisi yang yang sering dalam
dalambatas nyamandalam posisi mendeteksi masalah pau-
normal, bunyi duduk paru, sebelum perubahan
nafas terdengar 4. Observasi tanda-tanda kadar gas darah arteri dan
jelas, vital (nadi, RR). sebelum tampak gejala klinik.
respiratorterpasang5. Observasi tanda- 2. tidal, kapasitas vital,
dengan optimal tandavital (nadi,RR). kekuatan inspirasi),dengan
interval yang sering
dalammendeteksi masalah
pau-paru, sebelumperubahan
kadar gas darah arteri
dansebelum tampak gejala
klinik.
3. Dengan mengkaji kualitas,
frekuensi, dan kedalaman
pernapasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana
perubahan kondisi klien.
4. Penurunan diafragma
26
memperluas daerah dada
sehingga ekspansi paru bisa
maksimal
5. Peningkatan RR dan
takikardi merupakan indikasi
adanya penurunan fungsi
paru.
2 Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan 1. Menjadi data dasar dalam
tindakan kliendalam melakukan melakukan intervensi
keperawatan aktivitas. selanjutnya.
selama 3x 24 jam 2. Atur cara 2. Menjadi partisipan dalam
Infeksi beraktivitasklien sesuai pengobatan, klien harus
bronkhopulmonal kemampuan.Sasaran belajar tentang fakta-faakta
dapat dikendalikan klien adalah dasar mengenai agen-agen
untuk memperbaiki antikolinesterase-kerja,
menghilangkan kekuatandan daya tahan. waktu, penyesuaian dosis,
edema inflamasi 3. Evaluasi gejala-gejala kelebihan dosis,
dan kemampuanaktivitas danefek toksik. Dan yang
memungkinkan motorik penting pada pengguaan
penyembuhan aksi medikasi dengan tepat waktu
siliaris normal. adalah ketegasan
Infeksi pernapasan 3. Menilai singkat keberhasilan
minor yang tidak dari terapi yang boleh
memberikan diberikan.
dampak pada
individu yang
memiliki paru-paru
normal, dapat
berbahaya bagi
klien dengan
PPOM. Dengan
27
Kriteria Hasil:
Frekuensi nafas
16-20 x/menit,
frekuensi nadi 70-
90x/menit, dan
kemampuan batuk
efektif dapat
optimal,tidak ada
tanda peningkatan
suhu tubuh.
28
secara verbal dan perhatikan respon mampuan komunikasi.
maupun isyarat klien 4. Membantu menurunkan
6. Kolaborasi: konsultasi frustasi oleh karena
keahli terapi bicara. ketergantungan atau
ketidakmampuanberkomunik
asi
5. Mengurangi kebingungan
atau kecemasan terhadap
banyaknya informasi.
Memajukan stimulasi
komunikasi ingatan dan kata-
kata.
6. Mengkaji kemampuan verbal
individual, sensorik, dan
motorik, serta fungsi
kognitif untuk
mengidentifikasi defisit
dankebutuhan terapi.
4 Setelah dilakukan 1. Kaji perubahan dari 1. Menentukan bantuan
asuhan perawatan gangguan persepsi dan individual dalammenyusun
selama 3x24 jam hubungan dengan derajat rencana perawatan atau
diharapkan Citra ketidak mampuan. pemilihan intervensi.
diri klien 2. Identifikasi arti dari 2. Beberapa klien dapat
meningkat dengan kehilangan atau disfungsi menerima dan mengatur
Kriteria Hasil : pada klien. beberapa fungsi secara
Mampu 3. Bantu dan anjur efektif dengan sedikit
menyatakan atau kanperawatan yang baik penyesuaian diri, sedangkan
mengkomunikasik dan memperbaiki yang lain mempunyai
an dengan orang kebiasaan. kesulitan membandingkan
terdekat tentang 4. Anjurkan orang yang mengenal dan mengatur
situasi dan terdekat untuk kekurangan.
29
perubahan mengizinkan klien 3. Membantu meningkatkan
yangsedang terjadi, melakukan hal perasaan harga diri dan
mampu untukdirinya sebanyak- mengontrol lebih dari satu
menyatakan banyaknya. area kehidupan.
penerimaan 5. Kolaborasi: rujuk pada 4. Menghidupkan kembali
diriterhadap ahli neuropsikologi dan perasaan kemandirian dan
situasi, mengakui konseling bila membantu perkembangan
dan adaindikasi. harga diri serta
menggabungkanpe mempengaruhi proses
rubahan ke dalam rehabilitasi.
kosep diri dengan 5. Dapat memfasilitasi
cara yangakurat perubahan peran yang penting
tanpa harga diri untuk perkembangan
yang negatif perasaan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
30
A.PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : 01 November 201 : 01 November 2018
Waktu pengkajian : 15:00 WIB
Tanggal masuk : 29 Oktober 2018
Nomor register : 561497
1.IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.S
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 45tahun
Pendidikana : SMA
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Status perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Sidoasri, Lampung Selatan
2. PENGKAJIAN PRIMER
A. Airway
31
Pada jalan nafas klien terpasang ETT, Lidah jatuh kedalam dan klien
terpasang OPA
B. Breathing
RR:28x/menit,tidak terdapat nafas cuping hidung,suara nafas
gurgling,terpasang ventilator dengan mode sim v,f1o2 90%,v1 438 pap 5 ps 10
C. Circulation
Td:105/87 mmHg,HR 123x/menit,CRT<3DETIK,kulit tidak
pucak,konjungtiva tidak anemis
D. Disability
Kesadaran supor koma, ,GCS: E2 M2 V.ETT ,reaksi pupil +/-,pupil miosis
dan besar pupil 2mm,
E. Exposure
Terdapat lesi pada tangan kiri klien,terdapat odem pada ekstermitas
atas,S:38,6
3.PENGKAJIAN SEKUNDER
A. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Klien mengalami kelemahan otot seluruh organ tubuh, terutama pada otot
pernafasan sehingga klien mengalami sesak nafas dan mengakibatkan
suplai oksigen ke otak kurang sehingga pasien mengalami penurunan
kesadaran.
32
mengalami susah menelan,membuk mata dan berbicara cedal,klien
pernah dirawat selama 10 hari dengan keluhan yang sama
C.PEMERIKSAAN FISIK
1) SISTEM KARDIOVASKULER
Palpasi: nadi kuat,HR:123x/menit, N:88x/menit
Perkusi: pekak
Auskultasi: bunyi jantung lup dup S1 S2,tidak ada bunyi jantung
tambahan,CRT:<3detik
2) SISTEM PERNAPASAN
Inspeksi: pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, RR: 28 x/menit
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
Perkusi: sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi: suara nafas gurgling
3)SISTEM PERSYARAFAN
GCS : E 2 M 2 V ETT
SARAF I : Tidak terkaji
SARAF II : penurunan pada ketajaman penglihatan , penglihatan ganda
33
SARAF III, IV, VI :ptosis,adanya okftamoplegia,mimik dari
pseudointernuklear,oftamoplegia akibat gangguan motorik pada saraf
VI
SARAF V: didaptakan adanya safar paroksis pada otot wajah akibat
kelumpuhan pada otot otot wajah,
SARAF VII :persepsi pengecapan terganggu
SARAF VIII: tidak terkaji
SARAF IX X:ketidak mampuan makan atau ketidak mampuan menelan
makanan
SARAF XI: tidak ada atrofi otot strenoklodomastoideus dan trapezius
SARAF XII: lidah tidak simetris adanya defiasi pada satu sisi akibat
kelemahan otot motorik
4) SISTEM PENCERNAAN
Inspeksi : abdomen klien simetris,tidak ada asites,tidak ada lesi
Auskultasi :bising usus (+)
Perkusi :timpani
Palpasi : tidak ada nyeri tekan,tidak terjadi distensi abdomen
5) SISTEM MUSKULOSKELETAL
Klien mengalami kelemahan,tidak dapat bergerak,tonus otot klien lemah,
kekuatan otot
0 0
0 0
6) SISTEM INTEGUMEN
Keadaan kulit kepala klien tidak terdapat lesi ,rambut berwarna hitam,turgor kulit
elastis dan hangat,terdapat lesi di bagian tangan kiri,dan oedem di kedua tangan.
7) SISTEM ENDOKRIN
34
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
8) SISTEM PANCA INDRA
posisi mata kanan dan kiri simetris,kelopak mata tidak dapat menutup
secara sepontan,konjungtiva ananemis,sklera anikterik,pupil miosis,
posisi telinga smetris antara kanan dan kiri tidakterdapat cairan dari telinga
serta tidak terdapat peradangan dengan serum berwarna kuning
kecoklatan,fungsi pendengaran baik
mukosa bibir kering,tidak ada peradangan atau stomatitis klien mengalami
kesulitan dalam berbicara karena terpasang ETT
9) SISTEM URINARIA
Tidak terjadi distensi kandung kemih,tidak ada nyeri tekan,tidak ada massa,klien
terpasang kateter
D. Status Nutrisi
1.) Antropometri
BB: 65 kg , TB: 167 cm
2.) Biokimia
Hb: 17.10 g/dL
3.) Penampilan Fisik
Klien terlihat lemah dan tidak dapat melakukan aktivitas apapun, mulut klien
terlihat kotor.
4.) Diit
Sonde 6 x 250 cc
E. Status Cairan
Tanggal : 01 November 2018
Intake : infus : RL 1000cc/24 jam
Makan : sonde 6 x 250 cc = 1500cc
35
Total intake 2500 cc
Output : Urine : 1750cc
IWL : 10 x 65 = 650
Total Output = 2400 cc
Balance Cairan : Intake – Output
: 2500cc – 2400cc = +100
F. Status Hygiene
Klien terlihat bersih, klien di washlap pada pagi hari dan di lakukan oral
hygiene setiap hari
H. Status Eliminasi
BAK : Klien terpasang kateter, urine berwarna kuning pekat
BAB : BAB klien 1x/hari , klien menggunakan pempers
36
I. Terapi Medis
J. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Laboraturium Tanggal 30 Oktober 2018
Ruang : ICU
Jenis pemeriksaan : Kultur
Nama Pasien : Sumadi
Bahan : Urine
No.RM : 5614 97
Tanggal terima : 30-11-2018
Jenis Kelamin : Laki-laki
Hasil Kultur :
37
Ampicilin ←2 -
Ampicilin/Surbactan ←2 R
(SAM)
Piperacilin/ Tazoboctan ←4 M
Cefazolen ←4 R
Ceftazodime 4 R
Ceftriaxone 4 -
Cefepime ←1 Ɩ
Azteonam (ATM) ← 64 S
Ertapenem ← 0,5 R
Meropenem ← 0,25 S
Amikasin ←2 R
Gentamicin ←1 R
Ciprofloxacin 0,5 R
Tigecycline ← 0,5 R
Nitrofurantidin ← 16 R
Trimetoprime ←20 R
HASIL PEMERIKSAAN
38
PARAMETER HASIL NILAI SATUAN
RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 17,0 L: 14,0-18,0 g/dl
P: 12,0-16,0
Leukosit 15..250 4.500-11.000 uL
Eritrosit 5,7 L: 4,7-6,1 Juta/uL
P: 4,2-5,4
Hematokrit 50 L: 42-52
P: 37-47
Trombosit 206,000 150.000-450.000 /uL
MCV 89 79-99 FL
MCH 30 27-32 g/dl
MCHC 34 30-35 g/dl
Hitung Jenis
- Basofil 0 0-1
- Eosonofil 2 2-4
- Batang 0 3-5
- Segmen 91 50-70
- Limfosit 2 25-40
- Monosit 5 2-8 Mm/Jam
LED 10 0-10
Pemeriksaan AGD
-PH: 7,21 mmHg
-PCO2: 67,2 mmHg
-PO2: 85 mmHg
-HCO3: 28,9 mmol/L
39
DATA FOKUS
Data Subjektif :
- Tidak terkaji
Data Objektif :
- TD : 105/87mmHg
- N : 88X/menit
- RR : 28x / menit
- S : 38,6 c
- GCS: E= 2 M=2 V= ETT
- Tingkat Kesadaran : Sopor koma
- Klien terlihat sesak nafas
- Suara nafas gurgling
- Terpasang ventilator dan ETT
- Klien terpasang ventilator > 4hari
40
- Kesimpulan hasil AGD : Asidosis respiratorik
- Klien mengalami penurunan kesadaran
- Terdapat kelemahan otot
- Tonus otot
0 0
0 0
D. ANALISA DATA
No Data Fokus Masalah Etiologi
1 DS: Ketidakefektifan Akumulasi sekert
- Tidak terkaji bersihan jalan
DO: nafas
- TD: 105/87 mmHg
- N: 88x/ menit
- RR: 28x/ menit
- S: 38,6 c
- GCS: E = 2 M = 2 V
= ETT
- Tingkat kesadaran
soporocoma
- Suara nafas gurgling
- Terpasang ventilator
dan ETT
41
2 DS: Disfungsi respon Riwayat
- Tidak terkaji penyapihan ketergantungan
DO: ventilator ventilator > 4hari
- Terdapat suara nafas
tambahan : gurgling
- Klien mengalami
penurunan kesadaran
- Klien terpasang
ventilator > 4hari
3. DS : Gangguan Ketidakseimbangan
-Tidak terkaji pertuakaran gas ventilasi perfusi
DO :
- Klien terlihat sesak
nafas
- Kesimpulan hasil
AGD : Asidosis
respiratorik
- RR : 28 x / menit
4 DS : Hambatan Gangguan
- Tidak Terkaji Mobilitas Fisik Neuromuskular
DO :
- Klien mengalami
penurunan kesadaran
- Terdapat kelemahan
otot
42
- Aktivitas klien hanya
di tempat tidur
- Aktivitas klien
dibantu perawat
- Kekuatan Otot
0 0
0 0
DS :
- Tidak terkaji
DO:
43
- Terdapat suara nafas tambahan : gurgling
- Klien mengalami penurunan kesadaran
- Klien terpasang ventilator > 4hari
DS :
-Tidak terkaji
DO :
44
E. RENCANA KEPERAWATAN
Nama pasien : Tn.S
Umur : 45 tahun
Diagnosa : Miastenia grafis + Pneumonia
45
nafas sebelum dan
setelah tindakan
suction
Manajemen jalan
nafas buatan :
-memberikan OPA
atau alat bantu gigit
untuk mencegah
\ adanya selang
endotrakeal dengan
cara yang tepat
-lakukan perawatan
rongga mulut
(misalnya
menggosok gigi
dengan sikat gigi/
dengan kasa)
2 01 2 Setelah Manajemen
November dilakukan Ventilasi Mekanik :
2018 tindakan asuhan Noninvasif
keperawatan - Tempatkan
selama 3x24 jam klien pada
diharapkan klien posisi
dapat dilakukan semifowler
penyapihan - Observasi
ventilator denga klien secara
kriteria hasil : berkelanjutan
- Suara pada jam
nafas pertama
yang penggunaan
bersih ventilator
- Tidak untuk
ada mengkaji
sianosis toleransi
dan klien
dipsneu - Pastikan
- Tanda alarm
tanda ventilator
vital dalam
dalam keadaan
rentang hidup
normal - Monitor
46
aturan
ventilator
secara rutin
termasuk
suhu dan
humidifikasi
udara
- Periksa
koneksi
ventilator
secara teratur
- Monitor
penurunan
volume
aspirasi dan
peningkatan
tekanan
inspirasi
Monitor Tanda
tanda Vital
- Monitor
tekanan
darah, nadi,
suhu, dan
status
pernafasan
dengan cepat
- Monitor dan
laporkan
tanda dan
gejala
hipotermia
dan
hipertermia
- Monitor
irama dan
tekanan
jantung
- Monitor suara
paru-paru
- Monitor pola
pernafasan
abnormal
(misalnya
cheyne-
47
stokes,
kussmaul,
apneustic,
dan bernafas
berlebihan)
- Monitor
warna kulit,
suhu dan
kelembaban.
3 01 Setelah Peningkatan
November dilakukan mekanika tubuh :
2018 tindakan asuhan -monitor perbaikan
keperawatan postur tubuh atau
3 selama 3x24 jam mekanika tubuh
diharapkan pasien
hambatan -berikan imformasi
mobilitas fisik tentang kemungkinan
klien teratasi posisi penyebab
dengan kriteria nyeri otot atau sendi
hasil : Pengaturan posisi
-klien neurologis :
meningkatkan -berikan posisi
dalam aktivitas teraupetik
fisik -pertahankan posisi
-klien dapat yang tepat saat
melakukan room mengatur posisi klien
pasif body -berikan tempat tidur
mechanic dan yang tepat (tidak
ambulansi terlalu keras dan
dengan perlahan tidak terlalu empuk)
-klien mampu -monitor oksigenasi
sedini mungkin jaringan otak dan
melakukan tekanan intrakranial
mobilisasi pada pasien kritis
apabila selama perubahan
continuinitas posisi
neuromuscular
berada dalam
penyembuhan
48
F. CATATAN PERKEMBANGAN
No Hari, Diagnosa Implementasi Paraf Evaluasi
Tanggal Kepera
watan
1 Kamis, 1 Pukul 08.00 WIB S :Klien kooperatif
0111/18 -Memonitor
hemodinamik O : TD : 105 / 87
H : TD : 105 / 87 mmHg
mmHg N : 123
N : 123 x/menit x/menit
RR : 28 x /menit RR : 28 x
S : 38,6 c /menit
R : kien kooperatif S : 38,6 c
-Posisi klien
Pukul 08.15 WIB semifowler
-Memposisikan pasien -Klien terpasang
untuk memaksimalkan OPA
ventilasi - klien terpasang
ventilator
H : Posisi klien - terdapat suara
semifowler nafas tambahan
R : Klien kooperatif yaitu kreckles
- klien dilakukan
Pukul 08.30 WIB tindakan suction
-Memasukkan alat - klien diberikan
oppafaringeal airway obat mestinon
(OPA) 60mg/12jam/iv
H : Klien terpasang
OPA
R : Klien kooperatif
49
-pertahankan oksigen ketidakefektifan
tambahan ,seperti yang bersihan pola nafas
ditentukan b.d kelemahan otot
pernafasan masih
H: klien terpasang ada
ventilator
R: klien kooperatif
P: Lanjutkan
SHIF SIANG intervensi
Pukul 14:00 WIB -monitor
-Memonitor hemodinamik
hemodinamik - posisikan pasien
untuk
H : TD :105/87 memaksimalkan
mmHg ventilasi
N :88x/menit - masukkan alat
RR :22x/menit oppafaringeal
S :38,6 airway (OPA)
R : kien kooperatif - pertahankan
oksigen
Pukul:14:30WIB tambahan ,seperti
- Mengauskultasi suara yang ditentukan
nafas sebelum dan - auskultasi suara
setelah tindakan nafas sebelum dan
suction setelah tindakan
suction
H:terdapat suara nafas - Lakukan tindakan
tambahan yaitu suction
kreckles -kolaborasi dalam
R: klien kooperatif pemberian obat
mestinon 60
Pukul:15:00 WIB mg/12jam/iv
- Lakukan tindakan
suction
H:-klien dilakukan
tindakan suction
Terdapat sekret
R: klien kooperatif
Pukul:16:00 WIB
-Berkolaborasi dalam
pemberian obat
mestinon 60
mg/12jam/iv
50
H: klien diberikan obat
mestinon
60mg/12jam/iv
R:klien kooperatif
SHIF MALAM
Pukul 21:00 WIB
- Memonitor
hemodinamik
H : TD : 100/60
mmHg
N : 96 x / menit
RR : 23 x / menit
S : 37,8 c
R : kien kooperatif
S: -klien kooperatif
2 Kamis, 2 SHIFT PAGI
0111/18 Pukul:08:00WIB
-menempatkan klien O:
pada posisi semi - klien diberi posisi
fowler semi fowler
H: klien diberi posisi - terpasang
semi fowler
ventilator dengan
R: klien kooperatif
mode sim v,f1o2
Pukul:09:00WIB
90%,v1 438 pap 5
-Mengobservasi klien
secara berkelanjutan ps 10
pada jam pertama
- spo2 klien 95%
penggunaan ventilator
untuk mengkaji
toleransi klien
A: masalah
H: ,terpasang ventilator
51
dengan mode sim Disfungsi respon
v,f1o2 90%,v1 438 pap penyapihan
5 ps 10 ventilator b.d
R: klien kooperatif riwayan
SHIFT SIANG ketergantungan
Pukul:14:00WIB ventilator > 4 hari
-Memeriksa koneksi masih ada
ventilator secara
teratur P: Lanjutkan
H: spo2 klien 95% intervensi
R: klien kooperatif - tempatkan klien
pada posisi semi
Pukul:15:00WIB fowler
-menempatkan klien
- observasi klien
pada posisi semi
fowler secara
H: klien diberi posisi
berkelanjutan pada
semi fowler
R: klien kooperatif jam pertama
penggunaan
SHIFT MALEM
ventilator untuk
Pukul:20:00WIB
mengkaji
-menempatkan klien
pada posisi semi - periksa koneksi
fowler ventilator secara
H: klien diberi posisi teratur
semi fowler
R: klien kooperatif
Pukul:21:00WIB
-Memeriksa koneksi
ventilator secara
teratur
H: spo2 klien 92%
R: klien kooperatif
52
SHIFT PAGI
S : - Klien
Pukul:08:00WIB kooperatif
3 Kamis, -Memberikan posisi
01/11/18 teraupetik O : - Klien
H:klien diberikan diberikan posisi
posisi miring kanan miring kanan dan
dan miring kiri setiap 2 miring kiri setiap 2
jam sekali jam sekali
R:klien kooperatif - Klien tetap
diposisikan
Pukul:09:00WIB semifowler
-Mempertahankan - SPO2 : 98%
posisi yang tepat saat
mengatur posisi klien A : Masalah
H:Klien tetap hambatan mobilitas
diposisikan semifowler fisik b.d gangguan
R : Klien kooperatif neuromuskular
masih ada
Pukul: 12.00 WIB
-Memonitor oksigenasi P : Lanjutkan
jaringan otak dan TIK intervensi
Pada pasien kritis - Berikan
selama perubahan posisi
posisi terapeutik
H : SPO2 : 98% - Pertahankan
R : Klien koopratif posisi yang
tepat saat
SHIFT SIANG mengatur
Pukul 14.30 WIB posisi klien
-Memberikan posisi - Monitor
terapeutik oksigenasi
H: Klien diberikan jaringan
posisi miring kanan otak dan
dan miring kiri setiap 2 TIK pada
jam sekali pasien kritis
R: Klien kooperatif selama
perubahan
posisi
53
Pukul 16.00 WIB
Memonitor oksigenasi
jaringan otak dan TIK
Pada pasien kritis
selama perubahan
posisi
H : SPO2 : 98%
R : Klien koopratif
SHIFT MALAM
Pukul: 21:00WIB
-Mempertahankan
posisi yang tepat saat
mengatur posisi klien
H:Klien tetap
diposisikan semifowler
R : Klien kooperatif
SHIFT PAGI
Pukul: S :Klien kooperatif
Memonitor
4 Jumat, hemodinamik O : TD : 110/
02/11/18 H : TD : 110/ 80mmHg
54
80mmHg N :
N : 110x/menit 110x/menit
RR : 29 x /menit RR : 29 x
S : 38,5c /menit
R : kien kooperatif S : 38,5c
-Posisi klien
Pukul 08.15 WIB semifowler
-Memposisikan pasien -Klien terpasang
untuk memaksimalkan OPA
ventilasi - klien terpasang
ventilator
H : Posisi klien - terdapat suara
semifowler nafas tambahan
R : Klien kooperatif yaitu kreckles
- klien dilakukan
Pukul 08.30 WIB tindakan suction
-Memasukkan alat - klien diberikan
oppafaringeal airway obat mestinon
(OPA) 60mg/12jam/iv
H : Klien terpasang
OPA
R : Klien kooperatif
55
- Mengauskultasi suara tambahan ,seperti
nafas sebelum dan yang ditentukan
setelah tindakan - auskultasi suara
suction nafas sebelum dan
setelah tindakan
H:terdapat suara nafas suction
tambahan yaitu - Lakukan tindakan
gurgling suction
R: klien kooperatif -kolaborasi dalam
pemberian obat
Pukul:15:00 WIB mestinon 60
- Lakukan tindakan mg/12jam/iv
suction
H:-klien dilakukan
tindakan suction
Terdapat sekret
R: klien kooperatif
Pukul:16:00 WIB
-Berkolaborasi dalam
pemberian obat
mestinon 60
mg/12jam/iv
H: klien diberikan obat
mestinon
60mg/12jam/iv
R:klien kooperatif
SHIF MALAM
Pukul 21:00 WIB
- Memonitor
hemodinamik
H : TD : 120/60mmHg
N : 91 x / menit
RR : 25 x / menit
S : 37,5 c
R : kien kooperatif
56
H: klien diberikan obat
mestinon
60mg/12jam/iv
R:klien kooperatif
SHIFT PAGI
S: -klien kooperatif
Pukul:08:00WIB
-menempatkan klien
pada posisi semi O:
5 Jumat, fowler - klien diberi posisi
02/11/18 H: klien diberi posisi semi fowler
semi fowler - terpasang
R: klien kooperatif
ventilator dengan
Pukul:09:00WIB mode sim v,f1o2
-Mengobservasi klien
90%,v1 438 pap 5
secara berkelanjutan
pada jam pertama ps 10
penggunaan ventilator
- spo2 klien 90%
untuk mengkaji
toleransi klien
H: ,terpasang ventilator
A: masalah
dengan mode sim
Disfungsi respon
v,f1o2 90%,v1 438 pap
penyapihan
5 ps 10
ventilator b.d
R: klien kooperatif
riwayan
SHIFT SIANG
ketergantungan
Pukul:14:00WIB
ventilator > 4 hari
-Memeriksa koneksi
masih ada
ventilator secara
teratur
P: Lanjutkan
H: spo2 klien 90%
intervensi
R: klien kooperatif
- tempatkan klien
pada posisi semi
Pukul:15:00WIB
fowler
-menempatkan klien
pada posisi semi - observasi klien
fowler
57
H: klien diberi posisi secara
semi fowler
berkelanjutan pada
R: klien kooperatif
jam pertama
penggunaan
SHIFT MALAM
ventilator untuk
Pukul:20:00WIB
mengkaji
-menempatkan klien
pada posisi semi - periksa koneksi
fowler ventilator secara
H: klien diberi posisi teratur
semi fowler
R: klien kooperatif
Pukul:21:00WIB
-Memeriksa koneksi
ventilator secara
teratur
H: spo2 klien 96%
R: klien kooperatif
SHIFT PAGI
S : - Klien
kooperatif
Pukul:08:00WIB
-Memberikan posisi
O : - Klien
teraupetik
6 Jumat, diberikan posisi
H:klien diberikan
02/11/18 miring kanan dan
posisi miring kanan
miring kiri setiap 2
dan miring kiri setiap 2
jam sekali
jam sekali
- Klien tetap
R:klien kooperatif
diposisikan
semifowler
Pukul:09:00WIB
- SPO2 : 96%
-Mempertahankan
posisi yang tepat saat
A : Masalah
mengatur posisi klien
hambatan mobilitas
H:Klien tetap
fisik b.d gangguan
diposisikan semifowler
neuromuskular
R : Klien kooperatif
masih ada
58
Pukul: 12.00 WIB
-Memonitor oksigenasi P : Lanjutkan
jaringan otak dan TIK intervensi
Pada pasien kritis - Berikan
selama perubahan posisi
posisi terapeutik
H : SPO2 : 96% - Pertahankan
R : Klien koopratif posisi yang
tepat saat
SHIFT SIANG mengatur
Pukul 14.30 WIB posisi klien
-Memberikan posisi - Monitor
terapeutik oksigenasi
H: Klien diberikan jaringan
posisi miring kanan otak dan
dan miring kiri setiap 2 TIK pada
jam sekali pasien kritis
R: Klien kooperatif selama
perubahan
posisi
Pukul 16.00 WIB
Memonitor oksigenasi
jaringan otak dan TIK
Pada pasien kritis
selama perubahan
posisi
H : SPO2 : 94%
R : Klien koopratif
SHIFT MALAM
Pukul: 21:00WIB
-Mempertahankan
posisi yang tepat saat
mengatur posisi klien
H:Klien tetap
59
diposisikan semifowler
R : Klien kooperatif
SHIFT PAGI
Pukul:
Memonitor
hemodinamik S :Klien kooperatif
H : TD :
100/75mmHg O : TD :
N : 106x/menit 100/75mmHg
7 Sabtu RR : 25x /menit N :
O3/11/1 S : 37,5c 106x/menit
8 R : kien kooperatif RR : 25x
/menit
Pukul 08.15 WIB S : 37,5c
-Memposisikan pasien -Posisi klien
untuk memaksimalkan semifowler
ventilasi -Klien terpasang
OPA
H : Posisi klien - klien terpasang
semifowler ventilator
R : Klien kooperatif - terdapat suara
nafas tambahan
Pukul 08.30 WIB yaitu kreckles
-Memasukkan alat - klien dilakukan
oppafaringeal airway tindakan suction
(OPA) - klien diberikan
obat mestinon
H : Klien terpasang 60mg/12jam/iv
OPA
R : Klien kooperatif A :Masalah
ketidakefektifan
bersihan pola nafas
Pukul 09:00 WIB b.d kelemahan otot
60
-pertahankan oksigen pernafasan masih
tambahan ,seperti yang ada
ditentukan
Pukul:15:00 WIB
- Lakukan tindakan
suction
H:-klien dilakukan
tindakan suction
Terdapat sekret
R: klien kooperatif
Pukul:16:00 WIB
-Berkolaborasi dalam
pemberian obat
mestinon 60
mg/12jam/iv
H: klien diberikan obat
61
mestinon
60mg/12jam/iv
R:klien kooperatif
SHIF MALAM
Pukul 21:00 WIB
- Memonitor
hemodinamik
H : TD : 110/70
mmHg
N : 97 x / menit
RR : 25 x / menit
S : 37,8c
R : kien kooperatif
SHIFT PAGI
Pukul:08:00WIB
-menempatkan klien S: -klien kooperatif
pada posisi semi
fowler
H: klien diberi posisi O:
8 semi fowler - klien diberi posisi
Sabtu R: klien kooperatif semi fowler
O3/11/1 - terpasang
8 Pukul:09:00WIB
ventilator dengan
-Mengobservasi klien
secara berkelanjutan mode sim v,f1o2
pada jam pertama
90%,v1 438 pap 5
penggunaan ventilator
untuk mengkaji ps 10
toleransi klien
- spo2 klien 94%
H: ,terpasang ventilator
dengan mode sim
62
v,f1o2 90%,v1 438 pap A: masalah
5 ps 10 Disfungsi respon
R: klien kooperatif penyapihan
SHIFT SIANG ventilator b.d
Pukul:14:00WIB riwayan
-Memeriksa koneksi ketergantungan
ventilator secara ventilator > 4 hari
teratur masih ada
H: spo2 klien 94% P: Lanjutkan
R: klien kooperatif intervensi
- tempatkan klien
Pukul:15:00WIB pada posisi semi
-menempatkan klien
fowler
pada posisi semi
fowler - observasi klien
H: klien diberi posisi
secara
semi fowler
R: klien kooperatif berkelanjutan pada
jam pertama
SHIFT MALEM
penggunaan
Pukul:20:00WIB
ventilator untuk
-menempatkan klien
pada posisi semi mengkaji
fowler
- periksa koneksi
H: klien diberi posisi
ventilator secara
semi fowler
teratur
R: klien kooperatif
Pukul:21:00WIB
-Memeriksa koneksi
ventilator secara
teratur
H: spo2 klien 96%
R: klien kooperatif
63
SHIFT PAGI
Pukul:08:00WIB
-Memberikan posisi
teraupetik
H:klien diberikan
posisi miring kanan S : - Klien
dan miring kiri setiap 2 kooperatif
jam sekali
R:klien kooperatif O : - Klien
9 diberikan posisi
Pukul:09:00WIB miring kanan dan
Sabtu -Mempertahankan miring kiri setiap 2
O3/11/1 posisi yang tepat saat jam sekali
8 mengatur posisi klien - Klien tetap
H:Klien tetap diposisikan
diposisikan semifowler semifowler
R : Klien kooperatif - SPO2 : 98%
64
H : SPO2 : 94%
R : Klien koopratif
SHIFT MALAM
Pukul: 21:00WIB
-Mempertahankan
posisi yang tepat saat
mengatur posisi klien
H:Klien tetap
diposisikan semifowler
R : Klien kooperatif
65
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan
abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus
dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya
gangguan dari Synaptictransmission atau pada neuromuscular junction. Gangguan
tersebut akan mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya
dibawah kesadaran seseorang (volunter).
Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan
wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 3 : 1.Pada wanita, penyakit
ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 20 tahun, sedangkan pada pria,
penyakit ini sering terjadi pada usia 40tahun. Pada anak, prognosis sangat bervariasi
tetapi relatif lebih baik daripada orang dewasa.
Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3prinsip, yaitu; (1)
Mempengaruhi transmisi neuromuskuler, (2)Mempengaruhi proses imunologik, (3)
Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot.
66
DAFTAR PUSTAKA
67