Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN

PEMIJATAN

Laporan Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Kuliah


Mata Kuliah: Herbal 1

Dosen Pengampu:
Sarah Zielda Najib,S.Farm.,M.Si.,Apt

Disusun Oleh:
ENI YULIANI (NIM: 1801021)
NUR ANISA (NIM: 1801019)

AKFAR YANNAS HUSADA BANGKALAN


PRODI DIII FARMASI

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Di mana Tuhan telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga kami dari kelompok ketiga dapat
melaksanakan sebuah praktikum dan menyelesaikannya dengan baik. Sehingga akhirnya
terusunlah sebuah laporan resmi Pemijatan ini. Laporan ini telah kami susun dengan
sistematis dan sebaik mungkin. Hal ini bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Herbal.
Dengan selesainya laporan praktikum ini, maka kami tidak lupa mengucapkan banyak terima
kasih. Kami juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam
penyusunan laporan praktikum Kimia ini.

Demikian ini laporan Pemijatan yang telah kami buat. Kami  mohon kritik dan sarannya
apabila terdapat kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Semoga laporan Pemijatan ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak. Juga bermanfaat bagi kami selaku penulis.

Bangkalan, 7 Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................

A. Latar Belakang Masalah........................................................................


B. Rumusan Masalah..................................................................................
C. Tujuan ...................................................................................................

BAB II LANDASAN TEORI..................................................................................

A. Tinjauan Tentang Pemijatan Pasien Stroke...........................................


B. Tinjauan Tentang Pemijatan Pasien Hipertensi.....................................

BAB III METODE .................................................................................................

A. Metode Pemijatan Pasien Stroke...........................................................


B. Metode Pemijatan Pasien Hipertensi.....................................................

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................

A. Pemijatan Pasien Stroke........................................................................


B. Pemijatan Pasien Hipertensi..................................................................

BAB V PENUTUP..................................................................................................

A. Kesimpulan............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................

LAMPIRAN.................................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pijat atau massage adalah seni gerak yang bertujuan untuk mendapatkan
kesenangan dan memelihara kesehatan jasmani. Pencegahan jauh lebih baik dari
pada mengobati. Orang dengan semua usia mulai mempertimbangkan untuk
menggunakan terapi-terapi alami sebagai cara untuk meningkatkan rasa nyaman dari
sakit. Saat tubuh dituntut untuk beraktivitas tinggi, kemungkinan untuk stress
sangatlah besar apabila tidak diimbangi dengan olahraga. Kondisi ini akan
berpengaruh pada fisik. Massage atau therapy pijat bisa dikatakan sebagai salah satu
tradisi penyembuhan yang tertua. Pada banyak kebudayaan diantaranya Yunani,
Mesir, China, dan India meyakini bahwa therapy massage selalu digunakannya untuk
menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Dengan menggunakan teknik shaking pemijatan di titik-titik tubuh yang tegang
dapat membantu memulihkan kemampuannya agar pulih seperti sedia kala. Massage
sangat banyak manfaatnya, tidak hanya untuk penyembuhan cedera tapi massage
juga sangat besar manfaatnya bagi kesehatan tubuh. Dengan massage, selain tubuh
sehat, tubuh yang capek, lelah, dan letih akan menjadi enak atau rileks lagi.
Kebugaran tubuh tidak hanya dijaga dengan olahraga saja tetapi kebugaran tubuh
juga dapat dijaga dengan massage.
Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler yang merupakan gangguan
neurologik mendadak akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem
suplai arteri di otak. Stroke juga merupakan penyakit serebrovaskuler yang
menunjukan beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang
disebabkan oleh beberapa keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari
seluruh pembuluh darah otak, yang disebabkan robekan pembuluh darah atau oklusi
parsial/ total yang bersifat sementara atau permanen (Dosen Keperawatan
MedikalBedah Indonesia, 2016).
Stroke terbagi menjadi 2 jenis, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke
iskemik disebabkan oleh sumbatan yang terjadi dari bekuan darah (baik sebagai
trombus maupun embolus), atau dari stenosis pembuluh yang terjadi akibat
penumpukan plak, jenis stroke ini terjadi pada 87% dari semua stroke (Hickey,
2009). Stroke hemoragik terjadi sekitar 20% dari seluruh kasus stroke. Stroke
Jurnal Keperawatan CARE, Vol. 9 No.2 (2019)
hemoragik ini terjadi ketika pembuluh darah serebral ruptur. Adapun faktor resiko
yang menyebabkan stroke adalah usia, jenis kelamin, ras, keturunan, penyakit
jantung bawaan, diabetes melitus, hipertensi, perokok, peminum alkohol,
hiperlipidemia, dan obesitas (Tarwoto, 2013).
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah diatas nilai normal. Menurut
Nurarif A.H. & Kusuma H. (2016), hipertensi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik sekitar 140 mmHg atau tekanan diastolik sekitar 90 mmHg. Hipertensi
merupakan masalah yang perlu diwaspadai, karena tidak ada tanda gejala khusus
pada penyakit hipertensi dan beberapa orang masih merasa sehat untuk beraktivitas
seperti biasanya. Hal ini yang membuat hipertensi sebagai silent killer (Kemenkes,
2018), orang-orang akan tersadar memiliki penyakit hipertensi ketika gejala yang
dirasakan semakin parah dan memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan. Gejala
yang sering dikeluhkan penderita hipertensi adalah sakit kepala, pusing, lemas,
kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual, muntah, epitaksis, dan kesadaran menurun
(Nurarif A.H. & Kusuma H., 2016).
Hipertensi terjadi karena dipengaruhi oleh faktor-faktor risiko. Faktor-faktor
risiko yang menyebabkan hipertensi adalah umur, jenis kelamin, obesitas, alkohol,
genetik, stres, asupan garam, merokok, pola aktivitas fisik, penyakit ginjal dan
diabetes melitus (Sinubu R.B., 2015).

B. RumusanMasalah

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

1. Apakah yang dimaksud dengan pemijatan?


2. Apakah yang dimaksud dengan penyakit stroke dan bagaimana pemijatan
untuk penyakit stroke?
3. Apakah yang dimaksud dengan penyakit hipertensi dan bagaimana pemijatan
untuk penyakit hipertensi?

C. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah :

1. Agar pembaca mengetahui tentang pemijatan.


2. Agar pembaca mengetahui tentang penyakit stroke dan pemijatannya.
3. Agar pembaca mengetahui tentang penyakit hipertensi dan pemijatannya.

Jurnal Keperawatan CARE, Vol. 9 No.2 (2019)


Jurnal Keperawatan CARE, Vol. 9 No.2 (2019)
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pemijatan
Menurut Tjipto Soeroso (1983: 3) masase adalah suatu seni gerak tangan
yang bertujuan untuk mendapatkan kesenangan dan memelihara kesehatan. Gerak
tangan secara mekanis ini akan menimbulkan rasa tenang dan nyamam bagi
penerimanya. Ahmad Rahim (1988: 1) mendefinisikan pemijatan (masase)
sebagai suatu perbuatan melulut tubuh dengan tangan (manipulasi) pada bagian-
bagian yang lunak, dengan prosedur manual atau mekanik yang dilaksanakan
secara metodis dengan tujuan menghasilkan efek fisiologis, profilaktif, dan
terapeutik bagi tubuh.
B. Tinjauan Penyakit Stroke
Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun
global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah
otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di
otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi
terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel
saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke
(Junaidi, 2011).
Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak (Smeltzer & Bare,
2002). Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah
otak. Stroke dapat terjadi karena pembentukan trombus disuatu arteri serebrum,
akibat emboli yang mengalir ke otak dari tempat lain di tubuh, atau akibat
perdarahan otak (Corwin, 2001)
C. Tinjauan Penyakit Hipertensi
Tekanan darah tinggi atau dikenal dengan istilah hipertensi didefinisikan
sebagai elevasi persistem dari tekanan darah sistolik (TDS) pada level 140 mmHg
atau lebih dan tekanan darah diastolik (TDD) pada level 90 mmHg atau lebih
(Black & Hawks, 2014). Hipertensi Pulmonal Primer (HPP) atau hipertensi
pulmonal idiopatik adalah suatu penyakit atau sindroma yang kompleks,
memerlukan pendekatan multidisiplin dan jarang didapat, namun bersifat
progresif karena adanya peningkatan resistensi vascular pulmonal, yang lebih
Jurnal Keperawatan CARE, Vol. 9 No.2 (2019)
lanjut menyebabkan menurunnya fungsi ventrikel kanan oleh karena peningkatan
afterload ventrikel kanan (Ghanie, 2014).
Hipertensi sekunder adalah kenaikan tekanan darah yang terjadi akibat
proses dasar yang dapat diidentifikasi (Lemone, 2014). Dari beberapa pendapat
diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah suatu kondisi yang
menggambarkan terjadinya peningkatan tekanan darah dimana tekanan sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg pada beberapa
kali pengukuran.

Jurnal Keperawatan CARE, Vol. 9 No.2 (2019)


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pemijatan Stroke
1. Narasumber 1
a) Identitas Narasumber 1
a. Nama : Moh Rofek
b. Usia : 44 Tahun
c. Alamat : Pettengan-Arosbaya
d. Lama Profesi : 23 Tahun
b) Waktu dan Tempat
Waktu :
Tempat :
c) Alat Yang Digunakan
Alat : Alas tikar atau kasur
Kayu
Tissue
Bantal
Bahan : Dedaunan atau rempah-rempah
Balsem
Minyak kelapa
d) Titik pemijatan
Letak titik pemijatannya terletak pada leher, bahu, tangan dan siku.
Karena memang sudah jalur syarafnya terletak pada daerah itu.
e) Teknik pemijatan
Bergantung penyakit stroke yang diderita. Misalkan stroke dibagian
tangan kanan, maka diambil fan dipijat bagian bahu dan sendi tulang,
diantara urat yang dipijat akan terlihat peredaran darah yang tidak lancar.
Hal inilah yang merupakan faktor terjadinya stroke. Pemijatan ini
dilakukan sebanyak 4 kali dalam sebulan dan harus rutin selama 3 bulan.
f) Bagian yang tidak boleh dipijat
Pada pemijatan ini tidak ada titik pemgecualian pemijatan. Karena
pemijatan adalah terapi yang sesuai untuk kesembuhan pasien tersebut,
kecuali dibagian perut ke bawah (kaki).
Jurnal Keperawatan CARE, Vol. 9 No.2 (2019)
g) Tingkat kesembuhan
75%-85%
h) Dokumentasi

2. Narasumber 2
a) Identitas Narasumber 2
Nama : Moh. Imam Ajid
Usia : 25 Tahun
Alamat : Lebak-Arosbaya
Lama Profesi : 12 Tahun
b) Waktu dan Tempat
Waktu :
Tempat:
c) Alat dan Bahan yang digunakan
Alat : Alas tikar
Wadah tertutup
Bahan : Minyak telon
Balsem
Daun khusus
d) Titik pemijatan
Jika penderita stroke, maka letak titik pemijatannya terletak pada kaki
pasien. Karena titik tersebutlah pasien akan merasa membaik atau disebut
kesembuhan.
e) Teknik pemijatan
Pijat atau urut dibagian syaraf pinggang sampai bagian bokong.
Kemudian paha depan dan paha belakang sampai ujung kaki (harus tau

Jurnal Keperawatan CARE, Vol. 9 No.2 (2019)


titik syarafnya). Pemijatan dilakukan 1 kali dalam seminggu atau 4-5 kali
dalam satu bulan.
f) Bagian yang tidak boleh dipijat
Pada pemijatan ini ada titik pengecualian pemijatan, yaitu pada bagian
perut ke atas sampai kepala. Karena bagian ini tidak berkaitan dengan
penyembuhan penyakit
g) Tingkat kesembuhan
80%-90%
h) Dokumentasi

B. Pemijatan Hipertensi

Jurnal Keperawatan CARE, Vol. 9 No.2 (2019)


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pemijatan Pasien Stroke


Pasien yang terserang stroke tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan
separuh badan. Dampak yang sering muncul dari stroke adalah terjadi gangguan
mobilisasi fisiknya terutama terjadi hemiplegi dan hemiparese. Masalah yang
dapat ditimbulkan akibat ganguan mobilisasi fisik pada sistem muskuloskletal
adalah menyebabkan penurunan kekuatan otot sebagai akibat dari kecepatan
metabolisme yang turun dan kurangnya aktivitas sehingga mengakibatkan
berkurangnya kekuatan otot sampai akhirnya memburuknya koordinasi
pergerakan.
Intervensi keperawatan yaitu pemijatan kaki, karena dengan pemijatan kaki
terapi berupa pemijatan, dapat mengembali-kan fungsi ekstremitas. Hasil
penelitian menunjukkan rerata kekuat-an otot dan ekstremitas atas setelah
dilakukan pijat lebih tinggi dibanding-kan dengan sebelum dilakukan pemijatan.
Implementasi yang di-lakukan dalam pemberian pemijatan kaki selama 3x24 jam
dan diharapkan pasien mampu untuk bisa bergerak bebas dengan kriteria hasil
keseimbangan tidak terganggu.
Evaluasi ditemukan peningkatan kekuatan otot yang hasilnya bahwa pasien
mengatakan kaki dapat digerak-kan dan dapat diangkat. Hal ini cukup efektif
untuk meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke yang semula derajad
kekuatan otot 0 atau tidak ada gerakan otot sama sekali sehingga menjadi derajad
3 atau dapat bergerak melawan gravitasi, koor-dinasi anggota tubuh semakin
membaik dengan dapatnya meng-gerakkan jari dan memutar pergelang-an tangan,
kekuatan sendi mulai membaik dan stabil, pasien juga mendapatkan tindakan
radioterapi yang merupakan faktor perancu dalam tindakan pemijatan kaki.
Dari kedua narasumber yang kami temui, dapat disimpulkan bahwa keduanya
memiliki perbedaan pada alat dan bahan yang digunakan serta teknik dan titik
pemijatannya. Pada narasumber 1, beliau menggunakan kayu sebagai alat terapi
pemijatannya dan titik pemijatannya terletak pada tubuh bagian atas meliputi
leher, bahu, tangan dan siku. Sedangkan pada narasumber 2, beliau menggunakan
teknik tradisional yaitu menggunakan tangan telanjang untuk pemijatannya, dan
letak titik pemijatannya terletak pada tubuh bagian bawah meliputi bagian
Jurnal Keperawatan CARE, Vol. 9 No.2 (2019)
pinggang, bokong, paha hingga kaki. Untuk tingkat kesembuhan pasien, nilai
persentase kesembuhan pasien narasumber 2 lebih tinggi dari pada narasumber 1.
B. Pemijatan Pasien Hipertensi

Jurnal Keperawatan CARE, Vol. 9 No.2 (2019)


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Jurnal Keperawatan CARE, Vol. 9 No.2 (2019)


DAFTAR PUSTAKA

1. Kunaryanti, Subianto, Affida. 2019. Pemijatan kaki untuk meningkatkan


pergerakan kaki pada asuhan keperawatan stroke (7-8)
2. Riantini, Made Wahyu. 2018. Pengaruh Pijat Refleksi Kaki Terhadap Tekanan
Darah Pada Pasien Hipertensi Primer di Wilayah Kerja UPT Kesmas Gianyar I
Tahun 2018 (38-40)

Jurnal Keperawatan CARE, Vol. 9 No.2 (2019)


Lampiran

PEMIJATAN KAKI UNTUK MENINGKATKAN PERGERAKAN


KAKI PADA ASUHAN KEPERAWATAN STROKE

Kunaryanti1. Subianto2. Affida Aulia Fahmi3


Akademi Keperawatan YAPPI Sragen
fida.adifa28@gmail.com

Abstrak

Latar Belakang : Masalah yang muncul akibat kelemahan otot karena stroke
adalah hambatan mobilisasi karena kelemahan otot yang terjadi pada pasien.
Berbagai intervensi dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot baik
secara farmakologi maupun nonfarmakologi. Teknik pemijatan kaki merupakan
terapi nonfarmakologi untuk meningkatkan kekuatan otot. Tujuan. Tujuan dari
studi kasus ini adalah menganalisis pemijatan kaki untuk meningkatkan
pergerakan kaki. Metode. Desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus
deskriptif dengan satu subjek studi kasus. Instrumen yang digunakan format
asuhan keperawatan keperawatan medikal bedah, lembar indiktor keberhasilan
tindakan, dan SOP pemijatan kaki. Hasil. Hasil pengkajian didapatkan ekstremitas
atas dan bawah sebelah kiri mengalami kelemahan otot, derajad kekuatan otot
yaitu tidak ada gerakan otot sama sekali. Diagnosa keperawatan hambatan
mobilisasi berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Tindakan keperawatan
yang dilakukan adalah pemijatan kaki. Hasil evaluasi menunjukkan derajad
kekuatan otot meningkat atau dapat bergerak melawan gravitasi. Kesimpulan.
Pemijatan kaki cukup efektif dalam meningkatkan pergerakan kaki pada asuhan
keperawatan stroke.

Kata Kunci : Pemijatan kaki, pergerakan, stroke.

FOOT MASSAGE TO INCREASE LEG MOVEMENT IN STROKE


NURSING CARE

Abstract

Jurnal Keperawatan CARE, Vol. 9 No.2 (2019)


Background: Problems that arise caused by muscle weakness are obstacles to
mobilization due to muscle weakness that occurs in patients. Various
interventions can done to increase muscle strength with pharmacologically and
non-pharmacologically. The foot massage technique is a non-pharmacological
therapy to increase leg movement.. Purpose. Purpose of this case study is to
analyze foot massage to improve leg movement. Method. The research design
used was a descriptive case study with one case study subject.The instrument used
was the format of surgical medical nursing care, the success indicator sheet, and
the SOP for the foot massage. Results. The results of the study showed that the
upper and lower extremities on the left side experienced muscle weakness, the
degree of muscle strength ie there was no muscle movement. The nursing
diagnosis of barriers to mobilization is related to decreased muscle strength.
Nursing actions taken are foot massage. Evaluation results show the degree of
muscle strength increases or can move against gravity. Conclusion. Foot
massage is quite effective in increasing foot movement in stroke nursing care

Keywords: foot massage, movement, stroke.

Jurnal Keperawatan CARE, Vol. 9 No.2 (2019)


PENDAHULUAN

Penyakit stroke merupakan salah satu kegawatan neurologik, morbiditasnya


semakin meningkat dari tahun ketahun. Menurut WHO (World Health Organization), 15
juta orang menderita stroke di seluruh dunia setiap tahun. Jumlah tersebut, 5 juta
meninggal dan 5 juta lainnya dinon- aktifkan secara permanen. Tekanan darah tinggi
menyumbang lebih dari 12,7 juta stroke di seluruh dunia. Kematian stroke di Eropa
sekitar 650.000 setiap tahun. Angka kejadian stroke di negara maju menurun, seba- gian
besar karena upaya untuk menurunkan tekanan darah dan mengurangi merokok. Namun,
tingkat keseluruhan stroke tetap tinggi karena penuaan penduduk (WHO, 2016)

Data dari South East Asian Medical Information Centre (SEAMIC) diketahui
bahwa angka kematian stroke terbesar terjadi di Indonesia. Prevalensi stroke di Indonesia
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah sekitar 7 orang per mil dan yang
terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 orang per mil. Prevalensi stroke
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan tertinggi dilaporkan di Sulawesi Utara (10,8%),
diikuti Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing- masing 9,7 per
mil. Prevalensi Stroke berdasarkan 92 terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di
Sulawesi Selatan (17,9%), Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti
Jawa Timur sebesar 16 per mil (Riskesdas, 2013). Data statistik dari American Heart
Association (AHA) menunjuk- kan bahwa lebih dari 600.000 orang menderita stroke di
Amerika setiap tahun. Sebuah studi epidemiologi di Cina menunjukkan bahwa morbiditas
stroke adalah 58-142/100.000/tahun, yang mengarah ke 8-2.000.000 orang mengalami
stroke baru atau berulang setiap tahun (Luqman, dkk. 2018).

Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehat-an adalah


sekitar 7 orang per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1
orang per mil. Prevalensi stroke berdasarkan diagno-sis tenaga kesehatan tertinggi
dilapor-kan di Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti Yogyakarta (10,3‰), Bangka Belitung
dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevelensi strike berdasarkan 93
terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatam (17,9%), Yogyakart
(16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil (Riskesdas,
2013).

Menurut Dinkes Provinsi Jawa Tengah (2012), Prevalensi tertinggi tahun 2012
terjadi di Kabupaten Kudus sebesar 1,84%. Kasus stroke di Kota Surakarta cukup tinggi
yaitu 1.044 kasus stroke hemoragik dan 135 kasus stroke non- hemoragik. Berdasar-kan
data yang didapat dari bagian rekam medis RSUD Dr. Moewardi, jumlah kasus stroke
pada semua kelompok usia meningkat dari tahun 2011-2012 dan menurun pada tahun
2013. Walaupun terjadi penurunan kasus pada tahun 2013, namun jumlah kasus stroke di
RSUD Dr. Moewardi masih tergolong tinggi dibandingkan dengan rumah sakit yang 3
lainnya. Pada tahun 2011-2013 terdapat 981 untuk stroke hemoragik Sedangkan untuk
stroke non hemoragik, pada tahun 2011 terdapat 1.019 kasus (RSUD Dr. Moewardi,
2014).

Berdasarkan catatan Rekam Medik rumah sakit dr. Soehadi Prijonegoro Sragen di
tahun 2014 kasus stroke yang rawat inap sebanyak 319 kasus, sedangkan pada tahun
2015 kasus stroke rawat inap sebanyak 430 kasus. Tahun 2016 antara bulan januari
sampai bulan maret sudah mengalami kasus stroke yang rawat inap sebanyak 25 kasus.
Berdasarkan prevalensi pasien stroke selama tahun 2015 di RSUD Dr. Soeratno
Gemolong mencapai 64 orang. (Pradana, 2016).

Berdasarkan strudi kasus diperoleh pasien menderita stroke di ruang Tulip RSUD
Dr. Soeratno Gemolong bulan Oktober 2019.Pasien stroke pasca serangan akan
meninggalkan masalah utama berupa hilangnya kontrol volunteer terhadap pergerakan
motorik. Hal tersebut akan berakibat terjadinya kelemahan otot pada ekstremitas atas,
sehingga mengganggu kemandirian dalam melaksanakan tugas-tugas fungsional sehari-
hari. Pemijatan bertujuan untuk merilekskan otot-otot yang tegang, melancarkan
peredaran darah, dan limfe. Otot yang tidak rileks akan mengganggu peredaran darah,
pembuluh limfe, dan persarafan. Bisa jadi pembuluh darah tertekan atau saraf-saraf
terjepit. Akibatnya, pereda-ran darah menjadi kurang lancar dan saraf menjadi kurang
sensitif. Oleh sebab itu perlu penanganan yang memadahi dengan perencanaan yang tepat
untuk dapat mengatasi masalah kelemahan otot yang dapat mempe-ngaruhi tugas
fungsional sehari-hari. Pemijatan merupakan pengobatan yang diyakini dapat mencegah
dan memulihkan kesehatan, serta sudah diakui oleh organisasi kesehatan dunia (WHO)
(Amirudin, dkk, 2018).

Hasil penelitian yang menun- jukkan ada pengaruh pemijatan kaki terhadap
kekuatan otot ekstre-mitas pasien stroke, hal ini dapat disebabkan karena pemberian
pemijatan dapat memperbaiki sirkulasi qi dan darah dalam tubuh, sehingga akan merelak-
sasikan otot yang mengeras dan merangsang perbaikan alamiah pada abnormalitas
skeletal dan kekuat-an otot dapat meningkat (Sukawana, dkk. 2011).
Berdasarkan latar belakang di ataspenulis tertarik untuk melakukan penelitian
“Pemijatan Kaki untuk Meningkatkan Pergerakan Kaki pada Asuhan Keperawatan
Stroke”.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian ini adalah desain deskriptif dengan pendekatan case study
research (studi kasus) yang meliputi pengkajian, diagnose kepera- watan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi. Penelitian studi kasus ini dilakukan di ruang Tulip RSUD Dr.
Soeratno Gemolong.

Subjek yang diteliti oleh penulis dalam studi kasus ini adalah pasien dewasa yang
mengalami gangguan mobilisasi dengan stroke Subjek dipilih berdasarkan dengan kriteria
sebagai berikut: Pasien dengan diagnosa medis stroke, mengalami gangguan mobilsa-si,
mengalami kelemahan otot ekstre- mitas, mengalami kelemahan fisik.

Metode pengumpulan data yang dipakai yaitu : observasi dan pemerik-saan,


wawancara, metode pengukuran, metode dokumentasi, sedanglan ins-trumen yang
digunakan dalam peneli-tian studi kasus yaitu lembar observasi /lembar penilaian derajad
kekuatan otot dan SOP pemijatan kaki.

HASIL PENELITIAN
Hasil pengkajian Ny. S didapat-kan keluhan utama pasien yaitu pasien
mengatakan pusing berputar-putar, pasien mengatakan kaki dan tangan sebelah kiri
lemah dan sulit digerak-kan, keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak bisa
mengubah posisi tidurnya sendiri, pemeriksaan tanda-tanda vital ; TD : 130/90 mmHg,
Nadi : 80x/menit, Suhu : 39,3oC, RR : 22x/menit. BB : 50 kg, TB: 150 cm. Hasil
pemeriksaan fisik pada Ny. S ditemukan keadaan umum lemah, kesadaran umum compos
mentis. Esktemitas atas terpasang infus pada tangan kanan, mengalami kelemahan pada
ekstremitas atas bawah sebelah kiri yang derajad kekuatan ototnya 0 atau tidak ada
gerakan otot sama sekali. Pasien tidak dapat menyeimbangkan tubuhnya secara mandiri,
koordinasi anggota tubuh pasien tidak dapat menggerak-kan ekstremitas sebelah kiri,
pada ektremitas kiri kekuatan sendi tergang-gu. Genitalia terpasang DC tampak kotor
dan sedikit bau.
Pemeriksaan penunjang di- dapatkan hasil yaitu hemoglobin 11,4gr/dl (12-
14gr/dl), leukosit 12.900/ mm3 (5.000-10.000/mm3), hemato-krit 32,5% (37-43%).
Pasien men-dapatkan diit bubur dengan terapi obat omeprazole 40mg/12 jam, piracetam
1 gr/ 8 jam, citicolone 500 mg/ 24 jam, ondan 8 mg/8jam, paracetamol 500 mg oral 3x1.
Berdasarkan data tersebut, diagnosa keperawatan yang muncul yaitu Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ke- kuatan otot. Perencanaan keperawa-
tan terhadap Ny. S yaitu pemijatan kaki. Tujuan yang ditetapkan sesuai NOC yaitu
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, di- harapkan mampu untuk bisa
bergerak bebas dengan kriteria hasil keseimbangan tidak terganggu, gerak-an/kekuatan
otot tidak terganggu, gerakan sendi tidak terganggu, koor-dinasi anggota tubuh tidak
terganggu, NIC : Pemijatan : kaji keinginan paisen untuk dilakukan pemijatan, tetapkan
lama waktu pemijatan untuk mencapai respon yang diinginkan, pilih lokasi atau lokasi
tubuh yang akan dipijat, tempatkan pada posisi yang nyaman untuk memfasilitasi
pemijatan, guna- kan lotion, minyak atau bedak kering untuk menghindari gesekan, pijat
secara terus-menerus, halus, usapan yang panjang : meremas; atau getaran dengan
telapak tangan, jari- jari, dan jempol.
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada hari pertama tanggal 21 Januari
2019 sebanyak 3 kali selama 15 menit yaitu pada pukul 10:15, 12:05, dan 13:45 WIB.
Dimana hari pertama sebelum dilakukan tindakan dilakukan pengkajian menge-nai
pergerakan untuk mengetahui derajat kekuatan otot sebelum dilaku-kan pemijatan kaki
yaitu didapatkan nilai derajad kekuatan otot kaki kiri adalah 0 atau tidak ada gerakan otot
sama sekali, keseimbangan terganggu, koordinasi anggota tubuh terganggu tidak dapat
menggerakkan ekstremitas sebelah kiri, kekuatan sendi pada ekstremitas kiri tergangg,.
Selama di-lakukan perawatan pasien mengatakan kaki merasa berat, tidak bisa
digerakkan, setelah dilakukan pemijat-an kaki pasien mengatakan masih belum bisa
digerakkan dan masih terasa berat, pasien juga mendapatkan perawatan radioterapi sehari
sekali.
Hari kedua tanggal 22 Januari 2019, dilakukan tindakan sebanyak 2 kali sehari
selama 15 menit pada pukul 10:00 dan pukul 13:00 WIB. Sebelum dilakukan tindakan
pemijatan kaki didapatkan keseimbangan masih di-bantu oleh keluarga, koordinasi
anggo-ta tubuh dapat menggerakkan ekstre-mitas tetapi belum bisa me-ngangkat, setelah
dilakukan pemijatan penulis mengisi status derajad kekuatan otot didapatkan skala
derajad kekuatan otot yaitu 2 atau ada gerakan tetapi tidak dapat melawan gravitasi,
keseim-bangan dibantu keluarga, pasien dapat menggerakkan jari-jari kakinya dan
memutar per-gelangan kaki.
Hari ketiga tanggal 23 Januari 2019 dilakukan tindakan sebanyak 2 kali sehari
dengan durasi 15 menit yaitu pada pukul 15:30 dan pukul 17:00 WIB. Kemudian
dilakukan pemijatan yang terakhir didapatkan data subjektif yaitu pasien mengatakan
kaki ekstremitas sudah bisa digerakkan bahkan bisa diangkat, keseimbangan membaik
tapi masih dibantu, kekuatan sendi mulai stabil dan skala derajad kekuatan otot 3 atau
dapat bergerak melawan gravitasi, keseimbangan masih dibantu keluarga, koordinasi
anggota tubuh dapat menggerakkan ekstremitas meskipun belum dapat menopang berat,
kekuatan sendi mulai stabil.
Evaluasi keperawatan pada hari pertama tanggal 21 Januari 2019 pasien
mengatakan ekstremitas atas dan bawah sebelah kiri tidak bisa digerakkan dengan
derajad kekuatan otot yaitu : skala 0 tidak ada gerakan otot sama sekali, keseimbangan
pasien yaitu tidak dapat menyeimbangkan, tidak bisa duduk, tidak bisa berdiri, pasien
tidak dapat menggerakkan ekstremitas atas dan bawah, kekuatan sendi ekstremitas kanan
terganggu.
Hari kedua tanggal 22 Januari 2019, pasien mengatakan dapat menggerakkan
kakinya, kaki terasa ringan, nyaman, dan rileks, data obyektif yaitu pasien tampak meng-
gerakkan kaki dan tangannya sebelah kiri. Setelah dilakukan pemijatan pada kaki,
kelemahan otot pada pasien berkurang, dapat digerakkan walaupun belum maksimal,
dengan penilaian derajad kekuatan otot yaitu : skala 2 atau ada gerakan tetapi tidak dapat
melawan gravitasi, keseimbangan masih dibantu keluarga, pasien sudah dapat
menggerakkan jari kakinya dan dapat memutar-mutar pergelangan kaki, kekuatan sendi
sedikit membaik.
Hari ketiga tanggal 23 Januari 2019, mengatakan sudah dapat meng-gerakkan
kaki dan mengangkat kaki, kaki terasa nyaman dan ringan, data obyektif pasien tampak
mengangkat kaki dan menggerak-gerakkannya, suhu kulit sudah tidak panas, kelembaban
kulit tidak berlebihan, derajad kekuatan otot dengan skala 3 atau dapat bergerak melawan
gravitasi, keseimbangan sedikit membaik tapi masih dibantu, ekstremitas bagian kiri
dapat digerakkan tetapi belum dapat menopang berat, kekuatan sendi mulai stabil.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengkajian di atas, menurut Oktraningsih (2017), pasien yang


terserang stroke tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuh-an separuh badan.
Dampak yang se-ring muncul dari stroke adalah terjadi gangguan mobilisasi fisiknya
terutama terjadi hemiplegi dan hemiparese. Masalah yang dapat ditimbulkan akibat
ganguan mobilisasi fisik pada sistem muskuloskletal adalah menye babkan penurunan
kekuatan otot sebagai akibat dari kecepatan metabolisme yang turun dan kurangnya
aktivitas sehingga mengakibatkan berkurangnya kekuatan otot sampai akhirnya
memburuknya koordinasi pergerakan.

Menurut Adam (2014), Stroke atau cerebrovascular accident disebab-kan oleh


putusnya aliran darah ke otak atau oleh karena pecahnya pembuluh dilakukan pada Ny. S
yang berkontri-busi berupa kelemahan otot pada sisi kontralateral dengan lesi di otak.

Pemeriksaan tanda-tanda vital terdiri dari suhu tubuh, nadi tekanan darah,
frekuensi nafas (respiratory rate/rr). Pasien dikatakan deman apa-bila suhu tubuh
38oC – 38,5oC, denyut nadi normal memiliki frekuensi 60-100x/menit, tekanan darah
diklasifi-kasikan menjadi tekanan darah normal yang tekanan sistol <120 mmHg dan
diastol 80 mmHg, prehipertensi tekanan sistol 120-130 mmHg diastol 80-89 mmHg,
hipertensi stage 1 tekanan sistol 140-159 mmHg diastol 90-99 mmHg, dan hipertensi
stage 2 dengan tekanan sistol >160 mmHg diastol >100 mmHg. Tekanan darah
dipengaruhi beberapa faktor salah satunya yaitu aktivitas fisik (dr. sutejo, 2016).

Sedangkan menurut Erawantini (2016), variable riwayat darah tinggi merupakan


faktor risiko dengan signifikasi sehingga dapat disimpulkan bahwa, riwayat darah tinggi
akan meningkatkan risiko terserang stroke. Tekanan darah tinggi merupakan salah satu
faktor utama penyebab stroke yang merupakan penyumbang 54% kejadian stroke.

Diagnosa yang muncul pada Ny. S yaitu Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot. Menurut Herdman (2018) batasan karakteristik yaitu :
penurunan rentang gerak, kesulitan membolak-balik posisi. Faktor yang berhubungan :
penurunan kekuatan otot.

Diagnosa tersebut sesuai teori menurut Amirudin (2018) yaitu pasien stroke pasca
serangan akan meninggal-kan masalah utama berupa hilangnya kontrol volunteer
terhadap pergerakan motorik. Hal tersebut akan berkibat terjadinya kelemahan otot pada
ekstre-mitas atas, sehingga mengganggu kemandirian dalam melaksanakan tugas-tugas
fungsional sehari-hari.

Hemiparese merupakan masalah umum yang dialami oleh klien stroke.


Hemiparese pada ekstremitas atas dapat menyebabkan klien mengalami berbagai
keterbatasan, sehingga klien banyak mengalami ketergantung-an dalam beraktivitas.
Hemiparese (kelemahan) atau hemiplegia (kelum- puhan) pada sebagian sisi
tubuh dapat terjadi setelah serangan stroke. Kelainan ini biasanya disebabkan karena
kerusakan pembuluh darah bagian anterior atau arteri serebral medial yang
mengakibatkan infark pada korteks motorik frontalis. Hal ini sesuai dengan konsep
yang ada yangmenyatakan bahwa pasien stroke dapat mengalami hemiparese, yang
salah satunya ditandai oleh menurun-nya kemampuan motorik pasien stroke yang dapat
diidentifikasi dari menurunnya kekuatan otot pasien (Cahyati, 2013).

Sesuai dengan teori diatas maka penulis mengasumsikan bahwa pada pasien stroke
menyebabkan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
Kelainan fungsi otak yang timbul mendadak disebabkan terjadinya gangguan per-edaran
darah otak yang dapat me-nyebabkan berbagai defisit neurologik diantaranya adalah
defisit motori berupa hemiparesis. Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan
kekuatan otot, gangguan keseimbang-an dan koordinasi gerak, yang meng-akibatkan
kesulitan saat berjalan, sehingga penderita mengalami kesulit-an dalam melakukan
aktivitas sehari-hari (Ervi, 2017).

Intervensi keperawatan yang pilih penulis yaitu pemijatan kaki, karena dengan
pemijatan kaki terapi berupa pemijatan, dapat mengembali-kan fungsi ekstremitas.
Hasil penelitian menunjukkan rerata kekuat-an otot dan ekstremitas atas setelah
dilakukan pijat lebih tinggi dibanding-kan dengan sebelum dilakukan pemijatan pada
kelompok intervensi (Ervi, 2017). Implementasi yang di-lakukan dalam pemberian
pemijatan kaki 2-3 kali sehari selama ±15 menit, sesuai SOP pemijatan kaki yang di-
kemukakan oleh Nazmi (2018). Pemberian pijatan sesuai dengan teori menurut Lestari
(2019), Pemberian pemijatan kaki 2-3 kali sehari selama tujuh hari dengan durasi 10-
15 menit dapat menunjukkan peningkatan kekuatan otot. Pemijatan kaki juga dapat
memperbaiki fungsi motoric pada pasien stroke.

Evaluasiditemukan peningkata kekuatan otot yang hasilnya bahwa pasien


mengatakan kaki dapat digerak-kan dan dapat diangkat. Hal ini cukup efektif untuk
meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke yang semula derajad kekuatan otot 0 atau
tidak ada gerakan otot sama sekali sehingga menjadi derajad 3 atau dapat bergerak
melawan gravitasi, keseimbangan masih dibantu oleh keluarga, koor-dinasi anggota
tubuh semakin membaik dengan dapatnya meng-gerakkan jari dan memutar pergelang-an
tangan, kekuatan sendi mulai membaik dan stabil, pasien juga mendapatkan tindakan
radioterapi yang merupakan faktor perancu dalam tindakan pemijatan kaki.

Hasil evaluasi diatas dapat disimpulkan hasil penelitian setelah diberi tindakan
keperawatan meningkatkan fungsi motorik meningkat pada pasien yang menerima
intervensi dengan pijatan kaki selama 15 menit, itu efektif diterapkan pada pasien yang
mengalami gangguan fungsi motorik terutama pada pasien stroke non- hemoragik dan
mengalami kelemahan pada otot (Lestari, 2019).

Teori yang menunjukkan peningkatan kekuatan otot menurut Shin (2015), terapi
pijat sering digunakan sebagai perawatan untuk memulihkan dari kelelahan otot atau
kerusakan. Pijat meningkatkan darah lokal dan aliran getah bening, mengurangi produksi
edema, mengu- rangi tonus otot, dan meningkatkan suasana hati. Banyak penelitian telah
menyelidiki tanda dan gejala pemulih-an fungsi otot dan sendi setelah dipijat setelah
kerusakan otot. Tekanan mekanis pada otot oleh pijatan telah dikaitkan dengan aktivitas
sistem saraf. Perubahan saraf ini diyakini memengaruhi ketegangan otot, dan potensi
kejang dan rasa sakit.

Adapun faktor perancu berhasilnya tindakan yaitu radioterapi yang menggunakan


infra red yang dapat melancarkan aliran darah se-hingga dapat membantu untuk
merileksaksikan otot-otot yang tegang dan pemberian terapi latihan yang bertujuan
untuk melatih aktifitas fungsional dan sendi- sendi agar tidak kaku karena lama tidak
digerakkan. Sehingga pemberian infra red dan terapi latihan bertujuan untuk mem-bantu
merileksaksikan otot-otot yang kaku serta melatih aktifitas fungsional dan melatih sendi-
sendi agar dapat berkaktifitas secara optimal. Sehingga aktitifitas fungsional dan nilai
tonus otot dapat meningkat seperti yang dapat dilihat pada tabel diatas (Amin, 2016).

KESIMPULAN
Kesimpulan hasil di atas didapatkan pemijatan kaki cukup efektif untuk
meningkatkan pergerak-an kaki yang semula derajad kekuatan otot 0 atau tidak ada
gerakan otot sama sekali menjadi derajad 3 atau dapat bergerak melawan gravitasi. Faktor
perancu efektifnya peningkatan pergerakan kaki yaitu dilakukannya tindakan raidoterapi
DAFTAR PUSTAKA

1. Gerak Ekstremitas Atas pada Pasien Stroke. Jurnal Keperawatan Indonesia,


17(3), pp.81-87. http://jki.ui.ac.id/index.php/jk i/article/download/452/564 (Diakses
pada tanggal 9 Agustus 2018).

2. Amin, A.A., dkk. (2016). Pengaruh Infra Red dan Terapi Latihan Terhadap Stroke
Hemiparese Dextra e.c Non Hemorage. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, 7(1).
http://stikeswh.ac.id:8082/jou rnal/index.php/jitk/article/vie w/40 (Diakses pada tanggal
30 Agustus 2018).

3. Amirudin, Z., dkk., (2018). Efek Kombinasi Antara Masase Frirage Dan Akupresur
Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Atas Pasien Pasca Stroke Iskemik. Jurnal Litbang
Kota Pekalongan, 14.

4. https://jurnal.pekalongankota. go.id/index.php/litbang/articl e/download/68/65 (Diakses


17 september 2018)

5. Cahyati. (2013). Perbandingan peningkatan kekuatan otot pasien hemiparese melalui


latihan range of motion unilateral dan bilateral. Jurnal keperawatan Indonesia..
16(1), Hlm. 40-46.

6. http://jki.ui.ac.id/index.php/jk i/article/download/18/18 (Diakses tanggal 20 Oktober


2018).

7. Dr. Sutejo, dkk. (2016). Modul keterampilan Klinik Dasar Blok 5 Pemeriksaan Fisik
Dasar dan BLS (2). Fakultas kedokteran Universitas Jember.

8. Erawantini & Raden. (2016). Hipertensi Terhadap Kejadian Stroke. Naskah Publikasi.
Rekam Medik Jurusan Kesehatan Politeknik Negeri Jember.

9. https://publikasi.polije.ac.id/i ndex.php/jii/article/download/292/27 (Diakses tanggal 7


November 2018).

10. Ervi. (2017). Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragik Pad Any. T dan Tn. S Dengan
Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik. Laporan Tugas Akhir. Fakultas
Keperawatan Universitas Jember. https://repository.unej.ac.id/h
andle/123456789/86850 (Diakses tanggal 10 November 2018).

11. Herdman, T.H & Shigemi. K. (2018). North American Diagnosis Associaton
(NANDA). Jakarta : EGC Lestari, dkk. (2019). Intervention range of motion (ROM) and
foot massage towards motor function in non hemorrhagic patient. International Journal
of Multidisciplinary Education and Research. 4 (4), 82-88.

12. https://www.google.com/url? sa=t&source=web&rct=j&url

13. =http://www.educationjourna l.in/download/417/4-4-34- 304.pdf&ved=2ahUKEwij9N


Oi8ffoAhUf63MBHY7JBO8

14. QFjAZegQIBhAB&usg=AO vVaw0XkUfhbW90yQTvLj AGgaEF (Diakses tanggal


18 November 2018).

15. Luqman, dkk. (2018). Pengalaman Pasien Post- Stroke Dalam Menjalani Terapi Pijat
Alternatif di Kota Lhokseumawe. Jurnal Ilmu Keperawatan. 5:1

16. http://www.jurnal.unsyiah.ac. id/JIK/article/download/8763/7127 (Diakses tanggal 10


November 2018).

17. Nazmi, Anisa. N. (2018). Pengaruh Pijat Kaki dan Ambulasi Dini Terhadap Perubahan
Nyeri dan Mean Arterial Pressure pada Pasien Post-Op Laparatomi. Thesis Universitas
Airlangga. Surabaya.

18. http://repository.unair.ac.id/7 7701/

19. Oktraningsih. I. (2017). Gambaran Kekuatan Otot Pasien Stroke yang Immobilisasi di
RSUP H. Adam Malik Medan. Skripsi Sarjana. Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara. (Diakses pada tanggal 17 September 2019).
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/1531/131101089.pdf?
sequence= 1&isAllowed=y

20. Pradana. D., dkk. (2016). Upaya peningkatan mobilitas fisik pada pasien stroke
nonhemoragik di rsud dr. Soehadi Prijonegoro. Doctoral Dissertation. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. http://eprints.ums.ac.id/id/epr int/45459 (Diakses pada
tanggal 12 November 2018).

21. Shin, M.S. & Sung, Y.H. (2015). Effects of Massage on Muscular Strength and
Proprioception After Exercise-Induced Muscle Damage. Journal of Strength and
Conditioning Research. 29 (8).

22. https://journals.lww.com/nscajscr/Fulltext/2015/08000/Effects_of_Massage_on_Mus
cula r_Strength_and.22.aspx (Diakses pada tanggal 20 November 2018)

23. WHO (2016). Stroke Cerebrovascular accident. http://www.who.int/topics/cer


ebrovascular_accident/en/ (Diakses tanggal 15 November 2018 ).
24. WHO (2016). Stroke Statistics. http://www.strokecenter.org/ patients/about-
stroke/strokestatistics/ (Diakses pada tanggal17 November 2018).
Pengaruh Pijat Refleksi Kaki Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi
Primer di Wilayah Kerja UPT Kesmas Gianyar I Tahun 2018
A. Konsep Dasar Hipertensi

1. Pengertian hipertensi

Hipertensi merupakan gangguan asimptomatik yang sering terjadi ditandai

dengan peningkatan tekanan darah secara persisten (Potter & Perry, 2005).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan gangguan yang ditandai oleh

kenaikan tekanan darah sistole, diastole atau keduanya secara intermiten atau

konstan. Umumnya tekanan darah sistole yang bertahan pada nilai 140 mmHg

atau lebih atau tekanan darah diastole yang bertahan pada nilai 90 mmHg atau

lebih ditetapkan sebagai hipertensi (Kowalak et al., 2011).

Sherwood (2012) menjelaskan terkadang mekanisme kontrol tekanan darah

tidak berfungsi dengan benar atau bahkan tidak mampu secara sempurna

mengompensasi perubahan yang berlangsung. Tekanan darah dapat terlalu tinggi

(hipertensi jika diatas 140/90 mmHg) atau terlalu rendah (hipotensi jika di bawah

90/60 mmHg). Hipertensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi primer dan

hipertensi sekunder. Hipertensi primer merupakan peningkatan tekanan darah

sistole dan diastole dimana sebanyak 90% kasus penyebabnya tidak diketahui.

Namun diperkirakan peningkatan tekanan darah pada hipertensi primer

disebabkan oleh faktor genetik, usia, jenis kelamin, kegemukan, pola makan dan

pola hidup (Ardiansyah, 2012).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi primer

adalah peningkatan tekanan darah sistole dan diastole dengan hasil pengukuran
melebihi angka 140/90 mmHg yang sebanyak 90-95% kasus tidak diketahui

penyebabnya.

2. Klasifikasi hipertensi

Klasifikasi hipertensi pada pasien berusia ≥18 tahun oleh The Joint National

Committee (JNC) on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure

VIII dalam Bell et al (2015) menyebutkan bahwa klasifikasi hipertensi adalah

sebagai berikut :

Tabel 1
Klasifikasi Hipertensi oleh JNC

Kategori TDD (mmHg) TDS (mmHg)


Normal <80 <120
Pre Hipertensi 80-89 120-139
Hipertensi
Stadium 1 90-99 140-159
Stadium 2 ≥100 ≥160
Sumber : Bell et al, 2015.

Keterangan :
TDD : Tekanan darah diastole
TDS : Tekanan darah sistole

3. Etiologi hipertensi

Menurut Ardiansyah (2012) hipertensi berdasarkan penyebabnya hipertensi

dapat dibagi menjadi dua, yaitu hipertensi primer (hipertensi esensial atau

hipertensi yang 90% tidak diketahui penyebabnya) dan hipertensi sekunder

(hipertensi yang 10% penyebabnya diketahui). Walaupun hipertensi primer belum

diketahui penyebabnya secara pasti, namun diperkirakan ada beberapa faktor yang

menyebabkan terjadinya hipertensi primer seperti genetik, jenis kelamin, usia,

13
kegemukan, sedang menjalani diet yang tinggi garam dan pola hidup. Hipertensi

14
sekunder disebabkan karena adanya penyakit jantung seperti coarctation of aorta,

penyakit parenkim dan vaskular ginjal, penggunaan kontrasepsi hormonal

(estrogen), gangguan pada endokrin, luka bakar, kehamilan.

4. Patofisiologi hipertensi

Pembuluh darah akan mengalami fase konstriksi dan relaksasi dimana

mekanisme ini dikontrol dimulai dari jaras saraf simpatis yang berada di pusat

vasomotor medula spinalis. Jaras saraf simpatis dari medula spinalis kemudian

berlanjut ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis menuju

ganglia simpatis di toraks dan abdomen (Price & Wilson, 2005). Pada titik ini,

neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf

pasca ganglion ke pembuluh darah dimana dengan dilepaskannya norepinefrin

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Individu dengan hipertensi sangat

sensitif terhadap norepinefrin, berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan

dapat memengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi

(Smeltzer & Bare, 2001).

Ketika sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons

rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang yang mengakibatkan tambahan

aktivitas vasokonstriksi. Vasokontriksi ini terjadi karena medula adrenal

mensekresi epinefrin, sedangkan korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid

lainnya yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.

Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,

menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I

yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adenal. Hormon ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan

keadaan hipertensi (Smeltzer & Bare, 2001).

Beberapa faktor yang mengendalikan tekanan darah berkontribusi

mengembangkan hipertensi primer. Dua faktor utama meliputi masalah hormon

yaitu hormon natriuretik dan reninangiotensin-aldosterone system (RAAS) serta

mekanisme atau gangguan elektrolit (natrium, klorida, potasium). Hormon

Natriuretik menyebabkan peningkatan konsentrasi natrium dalam sel yang

menyebabkan peningkatan tekanan darah. Reninangiotensin-aldosterone system

mengatur sodium, potasium, dan volume darah, yang akan mengatur tekanan

darah di arteri (pembuluh darah membawa darah menjauhi hati). Dua hormon

yang terlibat dalam RAAS meliputi angiotensin II dan aldosteron. Angiotensin II

menyebabkan penyempitan pembuluh darah, meningkatkan pelepasan bahan

kimia yang meningkatkan tekanan darah, dan meningkatkan aldosteron produksi.

Penyempitan pembuluh darah meningkatkan darah tekanan (kurang ruang, jumlah

darah yang sama), yang juga tempat tekanan pada jantung. Aldosteron

menyebabkan natrium dan air tetap berada di dalam darah. Akibatnya, ada volume

darah yang lebih besar akan meningkatkan tekanan pada jantung dan

meningkatkan tekanan darah. Tekanan darah arteri adalah tekanan pada pembuluh

darah khususnya dinding arteri yang diukur dalam milimeter merkuri (mmHg).

Dua nilai tekanan darah arterial adalah tekanan darah sistole dan tekanan darah

diastole (Bell et al., 2015).


5. Manifestasi klinis hipertensi

Menurut Martha (2012) gejala-gejala yang mudah diamati pada penderita

hipertensi antara lain : pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah merah,

tengkuk terasa pegal, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak nafas,

rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang serta mimisan (keluar

darah dari hidung).

Sedangkan menurut Ardiansyah (2012) sebagian manifestasi klinis timbul

setelah penderita mengalami hipertensi selama bertahun-tahun dengan gejalanya

berupa nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah akibat

peningkatan tekanan darah interkranium; penglihatan kabur karena terjadi

kerusakan pada retina sebagai dampak dari hipertensi; ayunan langkah yang tidak

mantap karena terjadi kerusakan susunan saraf pusat; nokturia (sering berkemih di

malam hari) karena adanya peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi

glomerulus; dan edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan

kapiler. Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami pasien antara lain sakit

kepala (rasa berat di tengkuk), palpitasi, kelelahan, nausea, muntah-muntah,

kegugupan, keringat berlebihan, tremor otot, nyeri dada, epistaksis, pandangan

kabur atau ganda, tinnikus (telinga mendenging), serta kesulitan tidur.

6. Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan medis dapat dibagi menjadi pengobatan secara farmakologi

dan nonfarmakologi, dimana pengobatan secara farmakologi sesuai dengan

anjuran yang diberikan oleh dokter berupa obat-obatan untuk membantu

mengontrol dan juga mengurangi tekanan darah tinggi, sedangkan


nonfarmakologi lebih menekankan kepada kemampuan individu untuk melakukan

pola hidup sehat atau menggunakan cara tradisional. Pengobatan nonfarmakologi

bagi individu yang mempunyai tekanan darah tinggi terkontrol (rutin minum obat)

tidak bermaksud untuk menggantikan pengobatan farmakologi tetapi untuk

membantu obat tersebut bekerja lebih efektif dengan melakukan pola hidup sehat.

Menurut Ardiansyah (2012), penatalaksanaan medis dari hipertensi adalah sebagai

berikut :

a. Pengobatan secara farmakologi

Obat-obatan yang bisa diberikan kepada penderita hipertensi seperti

hidroklorotiazid (HCT) 12,5-25 mg per hari, reserpin 0,1-0,25 mg sehari sebagai

dosis tunggal, propanolol mulai dari 10 mg dua kali sehari yang dapat dinaikkan

20 mg dua kali sehari, kaptopril 12,5-25 mg sebanyak dua sampai tiga kali sehari,

nifedipin mulai dari 5 mg dua kali sehari, bisa dinaikkan 10 mg dua kali sehari.

b. Pengobatan secara non farmakologi

Pengobatan secara non farmakologi mencakup pola hidup sehat, penurunan

berat badan, pembatasan alkohol dan natrium, olahraga teratur dan relaksasi untuk

mengurangi stres. Diet DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) tinggi

buah, sayuran dan produk susu rendah lemak telah terbukti dapat menurunkan

tekanan darah tinggi (Smeltzer, 2013).

7. Komplikasi hipertensi

Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskular

aterosklerotik, gagal jantung, stroke dan gagal ginjal. Hipertensi menimbulkan

risik morbiditas atau mortalitas dini yang meningkat saat tekanan darah sistolik
dan diastolik meningkat. Peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan dapat

merusak pembuluh darah di organ target (jantung, ginjal, otak dan mata)

(Smeltzer, 2013).

Menurut Ardiansyah (2012) komplikasi dari hipertensi dapat menyebabkan

stroke, infark miokardium, gagal ginjal dan ensefalopati. Stroke dapat timbul

akibat pendarahan karena tekanan tinggi di otak atau akibat embolus yang terlepas

dari pembuluh non otak. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri-

arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran

darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya menjadi berkurang. Arteri-arteri otak

yang mengalami arterosklerosis dapat melemah, sehingga meningkatkan

kemungkinan terbentuknya aneurisma. Apabila arteri koroner yang mengalami

aterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila

terbentuk trombus yang dapat menghambat aliran darah melalui pembuluh

tersebut, dapat mengakibatkan terjadinya infark miokardium. Karena terjadi

hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium

tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.

Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan

waktu hantaran listrik saat melintasi ventrikel, sehingga terjadi disritmia, hipoksia

jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan darah.

Tekanan darah tinggi juga dapat mengakibatkan kerusakan progresif pada

kapiler-kapiler glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan mengalir ke

unit-unit fungsional ginjal, neuron akan terganggu, dan dapat berlanjut menjadi

hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan


keluar melalui urine, sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang. Hal ini

menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik. Ensefalopati

(kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang

meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi akibat kelainan ini menyebabkan

peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium di

seluruh susunan saraf pusat. Akibatnya, neuron-neuron di sekitarnya menjadi

kolaps dan terjadi koma serta kematian.

B. Konsep Dasar Tekanan Darah

1. Pengertian tekanan darah

Tekanan darah merupakan tekanan pada dinding arteri pada saat jantung

sedang memompa darah. Tekanan darah yang biasa diukur adalah kondisi tekanan

pada saat jantung berkontraksi (biasa disebut batas atas) dan pada saat jantung

relaksasi (biasa disebut batas bawah) (Martha, 2012).

Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik

(tekanan puncak yang terjadi saat ventrikel berkontraksi) terhadap tekanan

diastolik (tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat), dengan nilai

dewasa normalnya berkisar dari 100/60 mmHg sampai dengan 140/90 mmHg.

Biasanya rata-rata tekanan darah normal yang ideal adalah 120/80 mmHg

(Smeltzer and Bare, 2001).

2. Klasifikasi tekanan darah

Menurut Martha (2012) jenis tekanan darah dapat dibedakan menjadi

tekanan sistole, tekanan diastole dan tekanan nadi. Tekanan sistole adalah tekanan

darah tertinggi selama satu siklus jantung, merupakan tekanan yang dialami
pembuluh darah saat jantung berdenyut atau memompakan darah keluar jantung.

Pada orang dewasa normal tekanan sistole berkisar 120 mmHg. Tekanan diastole

adalah tekanan darah terendah selama satu siklus jantung, suatu tekanan di dalam

pembuluh darah saat jantung beristirahat. Pada orang dewasa tekanan diastole

berkisar 80 mmHg. Sedangkan tekanan nadi merupakan selisih antara tekanan

sistole dan tekanan diastole.

3. Faktor yang mempengaruhi tekanan darah

Menurut Kozier et al (2010) umur, jenis kelamin, olahraga, obat-obatan, ras

dan obesitas merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah.

Menurut Potter and Perry (2005) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi

tekanan darah adalah usia, stres, ras, medikasi, variasi diurnal dan jenis kelamin.

Tingkat normal tekanan darah bervariasi sepanjang kehidupan. Tekanan

darah bayi berkisar antara 65-115/42-80 mmHg. Sedangkan tekanan darah normal

anak usia 7 tahun adalah 87-117/48-64 mmHg. Anak-anak yang lebih besar dari

segi berat atau tinggi badan memiliki tekanan darah yang lebih tinggi

dibandingkan dengan anak-anak yang lebih kecil pada usia yang sama. Kisaran

normal pada remaja berusia 19 tahun 90% nya adalah 124-136/77-84 mmHg

untuk remaja laki-laki dan 124-127/63-74 mmHg untuk remaja perempuan.

Tekanan darah dewasa cenderung meningkat seiring dengan pertambahan usia

dengan standar normal untuk remaja yang tinggi dan di usia baya adalah 120/80

mmHg. Pada lansia tekanan sistolenya meningkat karena penurunan elastisitas

pada pembuluh darah dengan normalnya 140/90 mmHg (Potter & Perry 2005).
Banyak obat-obatan yang secara langsung maupun tidak langusng

mempengaruhi tekanan darah. Adapun medikasi anihipertensi yang termasuk di

dalamnya adalah jenis diuretik, penyekat beta-adrenergik, vasodilator, penyekat

saluran kalsium dan yang paling sering adalah jenis penghambat enzim pengubah

angiotensin (ACE). Golongan medikasi lain yang mempengaruhi tekanan darah

adalah analgesik narkotik yang dapat menurunkan tekanan darah. Selain itu jenis

kelamin juga dapat mempengaruhi tekanan darah. Setelah pubertas pria cenderung

memiliki tekanan darah yang tinggi. Sedangkan untuk wanita, setelah menopause

wanita cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari pria (Potter &

Perry 2005).

Ansietas, takut, nyeri dan stres emosi mengakibatkan stimulasi simpatik

yang meningkatkan frekuensi darah, curah jantung dan tahanan vaskular perifer.

Efek dari stimulasi simpatik ini yang akan meningkatkan tekanan darah.

Peningkatan tekanan darah dapat berubah-ubah sepanjang hari. Tekanan darah

biasanya rendah pada pagi-pagi sekali dan secara berangsur-angsur naik dari pagi

menjelang siang dan sore dan mengalami puncaknya pada senja atau malam hari

(Potter & Perry 2005).

4. Mekanisme pengendalian tekanan darah

Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah,

antara lain sistem baroreseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem

renin angiotensin, dan autoregulasi vaskuler. Sistem baroreseptor meniadakan

peningkatan tekanan arteri melalui mekanisme perlambatan jantung oleh respons

vagal (stimulasi parasimpatis) dan vasodilatasi dengan penurunan tonus simpatis,


oleh karena itu refleks kontrol sirkulasi meningkatkan tekanan arteri sistemik bila

tekanan baroreseptor turun dan menurunkan tekanan arteri sistemik bila tekanan

baroreseptor meningkat.

Perubahan volume cairan mempengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh

mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah dapat meningkat melalui

mekanisme fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik vena ke jantung dan

mengakibatkan peningkatan curah jantung. Bila ginjal berfungsi secara adekuat,

peningkatan tekanan arteri dapat mengakibatkan dieresis dan penurunan tekanan

darah. Kondisi patologis yang mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam

mengekskresikan garam dan air ini akan meningkatkan tekanan arteri sistemik.

Renin dan angiotensin memegang peranan dalam mengatur tekanan darah.

Ginjal memproduksi renin, yaitu suatu enzim yang bertindak pada substrat protein

plasma untuk memisahkan angiotensin I, yang kemudian diubah oleh enzim

pengubah (converting enzyme) dalam paru menjadi bentuk angiotensin II, dan

kemudian menjadi angiotensisn III. Angiotensin II dan III mempunyai aksi

vasokonstriktor yang kuat pada pembuluh darah dan merupakan mekanisme

kontrol terhadap pelepasan aldosteron. Aldosteron sendiri memiliki peran vital

dalam hipertensi terutama pada aldosteron primer. Selain membantu

meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis, angiotensin II dan III juga

mempunyai efek inhibiting atau penghambat pada ekskresi garam (natrium) yang

mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

Autoregulasi vaskular merupakan mekanisme lain yang terlibat dalam

hipertensi. Autoregulasi vaskular ini adalah suatu proses untuk mempertahankan


perfusi jaringan dalam tubuh yang relatif konstan. Jika aliran berubah, proses-

proses autoregulasi akan menurunkan tahanan vaskular dan mengakibatkan

pengurangan aliran. Jika terjadi yang sebaliknya, maka tahanan vaskular akan

meningkat sebagai akibat dari peningkatan aliran. Autoregulasi vaskular

tampaknya menjadi mekanisme penting dalam menimbulkan gejala hipertensi

berkaitan dengan kelebihan asupan garam dan air (Ardiansyah, 2012).

5. Cara mengukur tekanan darah

Sfigmomanometer adalah alat pengukur tekanan darah yang terdiri dari

manometer tekanan, manset oklusif yang menutupi kantung karet yang dapat

menggembung dan balon tekanan yang memiliki katup pelepas untuk

menggembungkan manset. Jenis dari sfigmomanometer adalah manometer

aneroid dan manometer air raksa. Manometer air raksa lebih akurat daripada

manometer aneroid karena tidak perlu untuk melakukan pengulangan kalibrasi,

tetapi kerugian dari manometer air raksa adalah potensi terhdapat pecah dan

keluarnya air raksa yang dapat mengancam kesehatan. Selain sfigmomanometer

diatas, ada juga alat tekanan darah automatik atau tensimeter digital yang dapat

digunakan untuk mengukur tekanan darah. Cara penggunaannya pun terbilang

praktis karena cukup menaruh manset di lengan pasien kemudian

memprogramkan alat tersebut dan munculah hasil dari pengukuran tekanan darah.

Namun alat elektronik lebih sensitif terhadap gangguan dari luar dan rentan

terhadap kesalahan karena menggunakan baterai agar dapat digunakan (Potter &

Perry 2005).
Menurur Potter and Perry (2005) prosedur pengukuran tekanan darah adalah

sebagai berikut :

a. Siapkan alat dan bahan yang digunakan

Alat dan bahan yang diperlukan dalam pengukuran tekanan darah berupa

sfigmomanometer (aneroid/air raksa) atau tensimeter digital (pastikan alat

pengukur tekanan darah dalam keadaan baik), stetoskop serta alat tulis untuk

mencatat hasil pengukuran tekanan darah.

b. Pelaksanaan

1) Pastikan alat dan bahan yang akan digunakan dalam keadaan baik dan

lengkap. Pastikan klien tidak mengonsumsi kafein atau merokok 30 menit

sebelum melakukan pengukuran tekanan darah.

2) Bantu klien untuk mengambil posisi yang nyaman untuk dilakukan

pengukuran, dalam hal ini dianjurkan dalam posisi duduk atau berbaring.

3) Jelaskan kepada klien tentang prosedur yang akan dilakukan, kenapa, berapa

lama dan untuk apa pengukuran ini dilakukan. Jangan lupa diskusikan

bersama klien bagaimana hasil pemeriksaan akan digunakan dalam

merencanakan perawatan dan terapi selanjutnya.

4) Cuci tangan.

5) Pada pengukuran ini dianjurkan siku klien harus sedikit fleksi dengan telapak

tangan menghadap ke atas dan lengan bawah diletakkan sejajar arah jantung

karena ini akan mempengaruhi tekanan darah, tekanan darah akan

meningkat ketika lengan berada di bawah posisi jantung dan menurun ketika

lengan berada di atas posisi jantung.


6) Pastikan baju klien tidak menutupi tempat yang akan dilakukan pengukuran,

lipat lengan baju ke atas.

7) Lilitkan manster yang masih dalam keadaan kempis mengelilingi lengan atas

8) Tentukan letak arteri brakialis dengan tepat dan letakkan stetoskop pada

arteri brakialis (apabila menggunakan sfigmomanometer aneroid atau air

raksa). Apabila menggunakan tensimeter digital tidak perlu menggunakan

stetoskop.

9) Operasikan tensimeter digital (pada saat ini usahakan tidak mengajak klien

mengobrol setidaknya satu menit sebelum memulai pencatatan tekanan

darah karena dapat meningkatkan tekanan darah 10% sampai 40%).

10) Setelah hasil pengukuran tekanan darah telah keluar dan catat hasilnya.

Kemudian lepaskan manset dari lengan klien.

11) Rapikan alat kemudian cuci tangan.

12) Dokumentasikan hasil tekanan darah sistole dan diastole.

C. Konsep Dasar Pijat Refleksi

1. Pengertian pijat refleksi

Pijat refleksi adalah suatu praktik memijat titik-titik tertentu pada tangan

dan kaki dengan tujuan untuk memperoleh kesehatan seluruh anggota tubuh

dengan merangsang area-area tertentu pada tangan dan kaki dengan tujuan

menimbulkan respons yang bermanfaat bagi bagian tubuh yang lain. Jadi pada

pijat refleksi bagian tubuh yang paling berperan adalah tangan dan kaki.

Terapi zona yang ditemukan oleh DR. William Fitzgerald adalah sebuah

terapi yang dilakukan oleh praktisi pijat refleksi dengan menguraikan pembagian
tubuh ke dalam sepuluh zona memanjang mulai dari ujung kepala hingga ujung
kaki yang seluruh bagian dalam suatu zona tersebut saling terhubungkan satu

sama lain. Ketegangan pada salah satu zona tentunya akan memengaruhi semua

bagian. Dengan melakukan pijatan pada suatu titik di zona tangan dan kaki maka

ketegangan tersebut dapat terlepaskan. Selain itu pijat refleksi ini dapat juga

memulihkan keseimbangan ke seluruh zona dan ke seluruh tubuh. Kaki telah

dipercaya sebagai pusat refleksi oleh masyarakat tradisional jauh sebelum zaman

modern. Masyarakat tradisional di seluruh bagian dunia percaya bahwa kaki

memiliki peran khusus dalam dunia kesehatan dan spiritualitas. Hal ini dibuktikan

dengan kebiasaan mereka untuk bertelanjang kaki dalam berjalan (Wahyuni,

2014).

2. Manfaat pijat refleksi kaki

Menurut Wahyuni (2014) manfaat dari dilakukannya pijat refleksi kaki

adalah sebagai berikut :

a. Pencegahan berbagai penyakit

Pijat refleksi dapat membuat tubuh dengan cepat merespons penyakit dan

mengembalikannya ke dalam keadaan seimbang.

b. Meningkatkan daya tahan tubuh

Meningkatkan daya tahan tubuh dapat dilakukan dengan mengonsumsi

makanan bergizi seimbang, olahraga teratur, istirahat yang cukup, serta penuhi

kebutuhan nutrisi penting seperti aneka vitamin dan mineral. Pijat refleksi dapat

menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan daya tahan tubuh melalui

berbagai teknik penijatan sehingga aliran darah dalam tubuh akan menjadi lancar

dan energi tubuh dapat ditingkatkan.


c. Membantu mengatasi stres

Stres berkepanjangan dapat mengakibatkan produktivitas menurun, rasa

sakit, bahkan gangguan mental. Stres merupakan suatu bentuk ketegangan, baik

berupa fisik maupun mental. Pijat refleksi memberikan manfaat terutama untuk

mendatangkan perasaan relaks dalam tubuh dan pikiran dengan cara alamiah atau

tanpa obat-obatan. Memijat salah satu titik di zona terapi dapat melepaskan

hormon endofrin, yaitu suatu zat kimia tubuh yang mampu menciptakan perasaan

nyaman. Pengeluaran zat inilah yang merupakan cara alamiah terbaik untuk

melepaskan stres.

d. Meringankan gejala migrain

Gejala migrain dapat diatasi dengan rutin melakukan terapi pijat. Hal ini

berdasarkan studi yang dilakukan oleh para peneliti asal University of Auckland.

Penelitian yang dilakukan terhadap sejumlah pasien penderita migrain,

menunjukkan bahwa penderita migrain yang mendapat terapi pijat selama

beberapa minggu mengalami penurunan kadar keparahan migrain, dibandingkan

mereka yang tidak menerima terapi. Selain kadar keparahan migrain yang

menurun, kualitas tidur pasien juga semakin meningkat.

e. Meringankan nyeri setelah berolahraga

Terapi pijat refleksi dipercaya dapat mengurangi peradangan pada otot

akibat berolahraga. Cara pijat yang benar mampu menyembuhkan peradangan otot

hampir sama seperti cara kerja obat anti peradangan.


f. Membuat awet muda

Pijat refleksi yang dilakukan secara teratur ternyata mampu membuat kulit

menjadi awet muda. Pijatan lembut pada titik-titik refleksi mampu memperbaiki

aliran darah, termasuk darah pada area wajah. Darah yang segar dan kaya oksigen

tentunya akan membuat sel-sel wajah lebih sehat dan tampak muda.

g. Meringankan sindrom pramenstruasi (PMS)

Penijatan pada titik yang berhubungan dengan area kewanitaan dapat yang

dilakukan sebelum masa menstruasi ternyata mampu menekan gejala PMS lebih

efektif.

h. Membantu penyembuhan penyakit kronis

Dengan pijat refleksi, utamanya pada kaki tidak menimbulkan efek samping

pada bagian tubuh lain yang tidak terganggu. Dengan demikian, pijat refleksi

menjadi terapi yang efisien untuk penyembuhan sehingga pasien menjadi sembuh

lebih cepat.

i. Mengurangi ketergantungan terhadap obat-obatan

Mengonsumsi obat-obatan pereda sakit, vitamin, atau obat-obatan kimia

secara berlebihan tentunya tidak baik bagi kesehatan. Kalaupun seseorang masih

harus mengonsumsi obat, maka pjat refleksi dapat membantu obat bekerja lebih

efektif. Selain kondisi tubuh akan pulih kembali, pijatan juga bermanfaat untuk

membuang sisa metabolisme tubuh, khususnya racun yang mungkin merupakan

efek samping dari konsumsi obat.


3. Teknik pijat dasar refleksi

Hendro dan Ariyani (2015) menjelaskan teknik pijat dasar umumnya berupa

mengusap, meremas, menekan, menggetar dan memukul. Mengusap berarti

meluncurkan tangan menggunakan telapak tangan atau bantalan tangan di

permukaan tubuh searah dengan peredaran darah menuju jantung dan kelenjar-

kelenjar getah bening, dimana gerakan ini dilakukan diawal dan diakhir pemijatan

dengan manfaat merelaksasi otot dan ujung-ujung saraf. Meremas berarti memijit

atau meremas menggunakan telapak atau jari-jari telapak tangan di area tubuh

yang berlemak dan jaringan otot yang tebal sehingga akan terjadi pengosongan

dan pengisian pembuluh darah vena dan limfe sehingga suplai darah yang lebih

banyak dibawa ke otot yang sedang dipijat. Menekan bertujuan untuk melepaskan

bagian-bagian otot yang kejang serta menyingkirkan akumulai dari sisa-sisa

metabolisme. Teknik menggetar bermanfaat untuk memperbaiki atau memulihkan

serta mempertahankan fungsi saraf dan otot dengan menggetarkan bagian tubuh

menggunakan telapak tangan ataupun jari-jari tangan. Teknik terakhir yaitu

memukul yang bermanfaat untuk memperkuat kontraksi otot saat distimulasi dan

selain itu berguna untuk mengurangi deposit lemak dan bagian otot yang lembek.

Selain kelima teknik pijat dasar diatas, gerakan dan irama juga sangat

memepengaruhi hasil dari pijatan (Hendro & Ariyani, 2015).

Waktu yang diperlukan untuk melakukan pijat refleksi berbeda antara satu

dengan yang lainnya karena kondisi tubuh pada masing-masing orang berbeda

begitupun dengan kemampuan untuk menahan rasa sakit. Dalam pijat refleksi,

untuk kondisi tubuh normal masing-masing titik refleksi membutuhkan waktu


sekitar lima menit di setiap pemijatannya. Sedangkan untuk tubuh yang sedang

sakit keras proses pemijatannya berlangsung lebih lama yaitu sekitar sepuluh

menit dan tidak lebih, berbeda dengan seseorang yang menderita penyakit seperti

penyakit jantung, kencing manis, liver, kanker hanya boleh dipijat selama dua

menit. Jadi total waktu yang dibutuhkan untuk memijat seluruh titik refleksi yang

bersangkutan kurang lebih 30 menit atau bisa juga sekitar 45 sampai 60 menit

tergantung pada penguasaan teknik serta pengalaman pemijat. Frekuensi yang

diberikan dalam pemijatan ini antara tiga sampai enam hari sekali untuk

mencegah penyakit dan dua sampai tiga hari sekali untuk mengatasi gangguan

penyakit yang dilakukan antara empat sampai delapan minggu untuk memperoleh

hasil yang efektif (Alviani, 2015).


4. Titik atau area pijat refleksi kaki

Gambar 1 Titik atau Area Pijat Refleksi di Telapak Kaki


Sumber : Hendro dan Yusti Ariyani, 2014.
Gambar 2 Titik atau Area Pijat Refleksi di Punggung dan Samping Kaki
Sumber : Hendro dan Yusti Ariyani, 2014.

Keterangan :
1. Kepala (otak) 2. Dahi (sinus) 3. Otak kecil (cerbellum)
4. Kelenjar bawah 5. Saraf trigeminus 6. Hidung
otak/hyphophyse/pitu (temporal area)
itary
7. Leher 8. Mata 9. Telinga
10. Bahu 11. Otot trapezius 12. Kelenjar tiroid
13. Kelenjar paratiroid 14. Paru-paru dan 15. Lambung
bronkus
16. Duodenum (usus dua 17. Pankreas 18. Hati
belas jari)
19. Kantong empedu 20. Serabut saraf 21. Kelenjar adrenal
lambung
22. Ginjal 23. Ureter 24. Kantong kemih
25. Usus kecil 26. Usus buntu 27. Katup ileo sekal
28. Usus besar menaik 29. Usus besar mendatar 30. Usus besar menurun
(ascendens) (transcendens) (descendens)
31. Rektum 32. Anus 33. Jantung
34. Limpa 35. Lutut 36. Kelenjar reproduksi
37. Mengendurkan perut 38. Sendi pinggul 39. Kelenjar getah bening
atau mengurangi bagian atas tubuh
sakit
40. Kelenjar getah 41. Kelenjar getah 42. Organ keseimbangan
bening bagian perut bening bagian dada
43. Dada 44. Sekat rongga dada 45. Amandel
atau diafragma
46. Rahang bawah 47. Rahang atas 48. Tenggorokan dan
saluran pernapasan
49. Kunci paha 50. Rahim atau testis 51. Penis atau vagina atau
saluran kencing
52. Dubur atau wasir 53. Tulang leher 54. Tulang punggung
55. Tulang pinggang 56. Tulang kelangkang 57. Tulang tungging
58. Tulang belikat 59. Sendi siku 60. Tulang rusuk
61. Pinggul 62. Lengan
Sumber : Hendro dan Yusti Ariyani, 2014.

Berdasarkan titik-titik diatas adapun beberapa titik yang dapat diaplikasikan

untuk tekanan darah tinggi diantaranya titik :

a. Titik 7. Leher. Lokasi titik pijat terletak di telapak kaki pada pangkal ibu jari.

Titik ini dapat digunakan apabila memiliki gangguan atau keluhan pada leher,

batuk, radang tenggorokan dan juga dapat membantu mengendurkan

ketegangan leher pada kasus hipertensi.

b. Titik 10. Bahu. Lokasi titik terletak di telapak kaki di bawah jari kelingking.

Titik ini digunakan untuk mengatasi nyeri sendi bahu, kaku kuduk, nyeri saat

mengangkat tangan juga dapat digunakan sebagai titik bantu pada gangguan

karena hipertensi.

c. Titik 11. Otot trapezius. Area pijat terletak di telapak kaki di bawah pangkal

jari telunjuk, tengan dan manis. Titik ini dapat mengatasi nyeri sendi
bahu,
kaku kuduk, nyeri saat mengangkat tangan juga dapat melepaskan ketegangan

otot bahu saat menderita batuk atau hipertensi.

d. Titik 33. Jantung. Area pijat terletak di telapak kaki kiri, longitudinal 2-3-4,

transversal 2. Titik ini dapat mengurangi vertigo, migrain dan tekanan darah

tinggi karena kelainan ginjal, jantung, stres, kelainan hormon, makanan atau

minuman, keturunan dan lain-lain (Hendro & Ariyani, 2015).

5. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemijatan

a. Kondisi klien

Pada kondisi ini pemijatan tidak dapat dilkaukan apabila klien dalam

keadaan lapar atau kenyang, dalam keadaan lelah, terlalu lemah, menderita

penyakit yang sangat berat, baru saja selesai bekerja berat atau perjalanan jauh,

dalam keadaan marah, baru saja melakukan hubungan seks, sedang demam,

setelah menjalani transplantasi, menderita osteoporosis berat terutama jika

mnegenai bagian kaki dan tangan, wanita dengan hamil muda atau yang

kehamilannya tidak stabil, menderita penyakit menular serta kondisi klien yang

telah parah yang melakukan pengobatan dengan menggunakan teknik pijat

refleksi tidak dapat memberikan hasil yang baik demi menyelamatkan nyawa

klien harus segera dirujuk ke rumah sakit terdekat. Klien dengan penyakit jantung

kronis, menderita diabetes melitus, epilepsi, baru saja menjalani bedah

penggantian dan transplantasi serta sedang hamil muda harus dilakukan pemijatan

dengan sangat hati-hati.


b. Kondisi ruangan dan peralatan

Suhu dalam kamar jangan terlalu panas atau terlalu dingin, sirkulasi udara

hendaknya lancar dan udara dalam kamar segar serta alat bahan yang digunakan

harus bersih, steril dan dalam keadaan baik.

c. Posisi klien dan pemijat

Posisi klien saat dipijat harus disesuaikan, misalnya duduk atau berbaring.

Sedangkan posisi pemijat berada dalam keadaan yang bebas dan nyaman untuk

melakukan pemijatan

d. Tenaga tekanan saat memijat

Pemijatan di daerah-daerah yang menjadi hipersensitif karena adanya

gangguan pada organ biasanya akan terasa lebih sakit namun kadar sakit ini harus

berada di bawah kemampuan klien menerima rasa sakit. Sebagai contoh, apabila

kemampuan klien menerima rasa sakit sebesar nilai sepuluh, maka pemijat

memberikan pijatan dari nilai enam sampai delapan. Ini tergantung kepada

keinginan klien, apabila klien ingin mendapatkan pijatan yang lebih keras berikan

tekanan lebih begitupun sebaliknya (Hendro & Ariyani, 2015).

6. Cara melakukan pijat refleksi kaki

a. Mempersiapkan otot dan tubuh klien untuk diterapi dengan teknik

peregangan dan relaksasi otot dengan tujuan agar klien siap untuk dipijat dan

mencegah terjadinya cedera otot.

b. Memberikan hasil pijat yang maksimal dimulai dengan pemijatan pada

titik/area pijat yang hasilnya akan merangsang titik/area pijat refleksi

sesudahnya.
c. Membiasakan diri untuk mengikuti urutan-urutan pemijatan.

d. Urutan-urutan pemijatan :

1) Persiapan, bisa dilakukan dengan merendam kaki klien mengggunakan air

hangat/air dingin selama kurang lebih 10 menit.

2) Setelah itu seka dengan handuk bersih dan semprot dengan alkohol 70%,

kemudian lakukan peregangan dan relaksasi otot kaki klien dengan memutar-

mutar pergelangan kaki, mengurut dan meremas secara lembut sepanjang

betis dan lateral tulang kering yang sebelumnya sudah diolesi dengan minyak

pijat.

3) Pijat dengan titik pembukaan yang semuanya dikendalikan oleh otak dan

sistem saraf (titik nomor 1, 3, 4, 5, 53, 54, 55, 56, 57 dan 58).

4) Memijat titik wajib untuk memelihara organ tubuh meski tidak ada gangguan

meliputi :

a) Detoksifikasi (pembuangan) di titik nomor 34, 22, 23, 24, 51, 28, 29, 30, 31

dan 32.

b) Pemeliharaan saraf dan metabolisme tubuh di titik nomor 12 dan nomor 12.

c) Pencernaan di titik nomor 15. 16. 17. 18. 19 dan 25.

d) Relaksasi dan penenangan di titik nomor 2 dan 20.

e) Suplemen di titik nomor 21.

5) Titik terapi, titik yang dipilih sesuai dengan keluhan klien. Apabila titik

keluhan sudah termasuk titik wajib, tidak perlu dipijat lagi.

6) Titik penutupan, titik untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh di titik

nomor 39, 40 dan 41. Tidak dianjurkan dengan klien penderita autoimun, dan
seseorang yang baru menjalani tranplantasi organ

7) Pijat pendinginan dengan menggosok atau mengelus kaki, bagian betis dan

lateral tulang kering klien agar otot menjadi lebih elastis dan tidak memar

(Hendro & Ariyani, 2015).

Apabila klien dalam kondisi tubuh sakit maka pemijatan dilakukan langsung

pada area yang sakit, misalkan jika terserang sakit secara mendadak seperti sakit

pada kepala, perut, gigi ataupun jantung makan lakukan pemijatan di area

tersebut. Begitupun juga apabila klien kebetulan terluka karena kecelakaan

kendaraan, keseleo atau cedera karena memar dan mempunyai penyakit asma

maka lakukan pemijatan langsung di area titik refleksi sesuai titiknya (Alviani,

2015).

Pijat refleksi umumnya sebagian besar tidak menimbulkan efek samping,

namun beberapa reaksi bisa saja terjadi seperti gejala flu, batuk, BAK dan BAB

lebih sering, ruam kulit, nyeri selama 24 jam setelah pemijatan, mual, sakit

kepala, merasa lelah, dan kesemutan. Tetapi reaksi ini wajar sebagai reaksi yang

ditimbulkan berupa efek dari penyembuhan yaitu peningkatan aktivitas

pembuangan tubuh (Hendro & Ariyani, 2015). Berikut ini beberapa hal yang

mungkin terjadi akibat pemijatan serta cara mengatasinya :

Tabel 2
Reaksi Pijat dan Cara Mengatasi

Kondisi Gejala Penyebab Cara Mengatasi


1 2 3 4
Shock Keringat dingin, Lapar, terlalu lemah Hentikan pemijatan,
pucat, lemas, mual, atau lelah, takut, baringkan klien,
pusing pijatan terlampau beri minum air
menyakitkan hangat manis (teh
Kondisi Gejala Penyebab Cara Mengatasi
1 2 3 4
manis), tenangkan
klien dengan pijatan
perlahan
Kejang otot Kram, otot menjadi Pemijatan terlalu Hentikan pemijatan
kaku dan tegang kuat atau klien tidak di daerah kejang,
relaks pijat titik-titik di
sekitarnya
Bengkak atau Tejadi Pemijatan terlalu Hentikan pemijatan
memar pembengkakan pada kuat atau kulit klien di daerah tersebut,
tempat yang dipijat, sensitif beri minyak khusus
mungkin muncul memar
warna kebiru-biruan
Sumber : Hendro dan Yusti Ariyani, 2014.

D. Pengaruh Pijat Refleksi Kaki terhadap Tekanan Darah pada Pasien

Hipertensi Primer

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah akibat terjadinya

vasokontriksi pembuluh darah karena terjadi perangsangan aktivitas simpatis dan

pengeluaran epinefrin, kortisol dan steroid lain yang disebabkan oleh faktor-faktor

penyebab hipertensi seperti genetik, usia, jenis kelamin dan pola hidup. Hipertensi

primer merupakan peningkatan tekanan darah sistole dan diastole yang 90-95%

penyebabnya tidak diketahui.

Pijat refleksi adalah suatu metode yang dilakukan untuk membuat tubuh

nyaman dan rileks sehingga tekanan darah dapat terkontrol dengan efek samping

yang kecil. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zunaidi dkk (2014)

menyebutkan bahwa setelah diberikan pijat refleksi hampir seluruh responden


mengatakan bahwa mereka merasa badannya lebih ringan ini dikarenakan

sirkulasi darah yang lancar akan memberikan efek relaksasi dan kesegaran pada

seluruh anggota tubuh.

Penurunan tekanan darah dengan refleksiologi akan memberikan efek

relaksasi terhadap tubuh dan menjadikan pembuluh darah yang awalnya

mengalami vasokontriksi menjadi dilatasi (Brewer, 2018). Relaksasi ini dihasilkan

oleh stimulasi taktil yang terdapat pada jaringan tubuh. Pijat refleksi menurunkan

produksi hormon kortisol dengan meningkatkan sekresi corticotropin dari HPA-

axis. Ketika tubuh rileks maka serotonin yang berperan dalam perubahan

fisiologis pada tubuh untuk mendilatasi pembuluh darah kapiler dan arteriol

dikeluarkan dari otak sehingga mikrosirkulasi pembuluh darah akan membaik

yang akan memberikan efek relaksasi pada otot-otot kaku serta akibat dari

vasodilatasi pada pembuluh darah akan menurunkan tekanan darah secara stabil

(Guyton & Hall, 2006).

Pada sistem kardiovaskular, kortisol diperlukan untuk mempertahankan

keseimbangan tekanan darah dengan pemeliharaan fungsi jantung dan respon

pembuluh darah. Kortisol adalah hormon steroid yang umunya diproduksi oleh

kelenjar adrenal. Hormon ini mempengaruhi berbagai organ tubuh seperti jantung,

sistem saraf pusat, ginjal dan kehamilan. Sekresi kortisol oleh korteks adrenal

diatur oleh hipotalamus dan hipofisis anterior. Hormon adrenokortikotropik

(ACTH) dari hipofisis anterior merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan

kortisol. Kortisol bukanlah hormon yang tidak baik bagi tubuh karena tubuh

membutuhkan hormon ini untuk berfungsi normal, tetapi kelebihan kortisol dapat
berakibat buruk untuk kesehatan, maka dari itu menjaga tubuh agar relaks dapat

membantu kadar kortisol tubuh tetap terkendali (Akmaliyah, 2016).

Anda mungkin juga menyukai