Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN TUTORIAL

MYASTHENIA GRAVIS

Disusun oleh :
Anisa Wahyuning Pertiwi (1710201125)
Galuh Widiyawati (1710201126)
Lutfi Anggraheni (1710201128)
Amalia Surya L (1710201129)
Shinta Dyah Utami (1710201130)
Elfira Wahyuningsih (1710201131)
Annisa Nur Hidayah (1710201132)
Pinky Aldama Hasbullah (1710201134)
Anisa Khusnul Khotimah (1710201135)
Danial Ibrahim (1710201139)
Komang Doniawan (1710201142)
Jazy Royyan Al-Ghoriza (1710201143)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah – Nya kami dapat menyelesaikan laporan
tentang Myasthenia Gravis ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Dan juga kami berterima kasih selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
II yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Myasthenia Gravis. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa didalam laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna kami maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata – kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan. Tak lupa kami ucapkan terimakasih
kepada pihak – pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan ini.

Yogyakarta, 26 Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................................... 2

BAB II HASIL TUTORIAL

A. Klasifikasi Istilah atau Konsep yang Belum Dipahami .............................. 3


B. Identifikasi Masalah .................................................................................... 3
C. Analisis atau Jawaban Sementara ................................................................ 3
D. Kesimpulan dari Jawaban Sementara ............................................................
E. Tujuan Belajar ...............................................................................................
F. Hasil Belajar ..................................................................................................
G. Kasus .............................................................................................................
H. Asuhan Keperawatan .....................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................................
B. Saran ..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang mengenai sambungan


neuromuskular, ditandai oleh kelemahan otot berat. Miastenia artinya “kelemahan
otot” dan gravisartinya “parah”. Ini adalah suatu penyakit autoimun dimana tubuh
secara salah memproduksi antibodi terhadap reseptor asetilkolin (AChR) sehingga
jumlah AchR di neuromuscular juction berkurang Jolly (1895) adalah orang yang
pertama kali menggunakan istilah Miastenia gravisdan ia juga mengusulkan
pemakaian fisostigmin sebagai obatnya namun hal ini tidak berlanjut. Baru kemudian
Remen (1932) dan Walker (1934) menyatakan bahwa fisostigmin merupakan obat
yang baik untuk Miastenia gravis.

Penurunan jumlah hasil AChR dalam pola karakteristik kekuatan otot semakin
berkurang dengan penggunaan berulang dan pemulihan kekuatan otot setelah masa
istirahat. Otot yang sering terkena ada otot pengontrol matadan gerakan bola mata,
otot ekspresi wajah, otot untuk berbicara dan otot penelan tetapi tidak selalu ada.Otot
anggota gerak dan otot pernafasan juga bisa terkena. Miastenia gravis juga dapat
terjadi pada semua umur dan ras. Puncak kejadian pada wanita terjadi pada umur 20-
30 tahun , sedangkan pada laki-laki dapat terjadi pada umur 60 tahun. Namun,
penyakit ini juga dapat terjadi pada semua umur. Pada beberapa kasus, beberapa
bayidari ibudengan Miastenia gravis dapat memperoleh antibodi anti AchR saat lahir,
dapat menderita Miastenia neonatus sementara dan dapat menghilang beberapa
minggu setelah lahir

Pembuktian etiologi auto - imunologiknya diberikan oleh kenyataan bahwa


glandula timus mempunyai hubungan yang erat. Pada 80 % penderita Miastenia
didapati glandula timus yang abnormal. Kira-kira 10 % dari mereka memperlihatkan
struktur timoma dan pada penderita-penderita lainnya terdapat infiltrat limfositer pada
pusat germinativa glandula timus tanpa perubahan di jaringan linfositer lainnya.
Kelainan di glandula timus seperti ini juga dijumpai pada penderita dengan lupus
eritematous sistemik, tirotoksikosis, miksedema, penyakit addison dan anemia
hemolitik eksperimental pada tikus.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah tanda dan gejala penyakit myasthenia gravis?
2. Apakah patofisiologi penyakit myasthenia gravis?
3. Apakah penyebab penyakit myasthenia gravis?
4. Bagaimana penatalaksanaan penyakit myasthenia?
5. Apakah manifestasi klinis penyakit myasthenia?
6. Apa diagnose keperawatan yang berhubungan dengan penyakit myasthenia?
7. Bagaimana hubungan penglihatan ganda dengan kelemahan pola nafas?
8. Bagaimana asuhan keperawatan penyakit myasthenia gravis?

1
C. Tujuan
1. Mengetahui tanda dan gejala penyakit myasthenia gravis
2. Mengetahui patofisiologi penyakit myasthenia gravis
3. Mengetahui penyebab penyakit myasthenia gravis
4. Mengetahui penatalaksanaan penyakit myasthenia gravis
5. Mengetahui manifestasi klinis penyakit myasthenia gravis
6. Mengetahui diagnose keperawatan yang berhubungan dengan penyakit
myasthenia gravis
7. Mengetahui bagaimana hubungan penglihatan ganda dengan kelemahan pola
nafas
8. Mengetahui asuhan keperawatan penyakit myasthenia gravis

2
BAB II

HASIL TUTORIAL

A. Klasifikasi Istilah atau Konsep yang Belum Dipahami


1. Diplopia (Anisa WP)
Jawab: Persepsi bayangan ganda saat melihat suatu benda (Shinta)
Melihat benda menjadi 2 (Khusnul)
Suatu gangguan penglihatan dimana pasien melihat 2 bayangan atau gambaran
dari 1 obyek yang berdekatan atau disebut dengan pengelihatan ganda (Danial)
2. Ptosis bilateral( Jazy)
Jawab: kondisi saat kelompak mata atas menurun sehingga pupil menjadi
tertutup sebagaian (Galuh)
Penurun akibat berkurangnya kekuatan otot yang mengendalikan kelopak mata
(Komang)
Tergantung seberapa banyak kondisi ini menutup pupil pada umumnya (pinky)
3. Penglihatan ganda (Amalia)
Jawab: Melihat 2 bayangan ketika melihat 1 objek (Galuh)

B. Identifikasi Masalah
1. Apa penyebab ptosis bilateral (Lutfi)
2. Pencegahan apa yang dapat dilakukan pada ptosis bilateral (Galuh)
3. Cara pengobatan ptosis bilateral (Anisa WP)
4. Apakah gejala ptosis bilateral termasuk gejala rabun (Jazy)
5. Apa faktor risiko untuk penyakit myasthenia gravis (Lutfi)
6. Adakah hubungan antara usia dengan gejala ptosis bilateral (Khusnul)
7. Apakah ptosis bilateral saling berhubungan dengan diplopia (Pinky)
8. Aktivitas apa yang harus dihindari dari penderita myasthenia gravis (Galuh)
9. Bagaimana hubungan penglihatan ganda dengan kelemahan pola nafas (Elfira)
10. Komplikasi dari penyakit myasyhenia gravis(Danial)
11. Adakah terapi yang dilakukan untuk penyembuhan penyakit myasthenia gravis
(Annisa Nur)
12. Mengapa ptosis pada kasus tersebut hanya membaik pada pagi hari (khusnul)
13. Apa yang akan terjadi jika gejala ptosis ini tidak ditangani dengan tepat (wp)

C. Analisis atau Jawaban Sementara


1. Apa penyebab ptosis bilateral (Lutfi)
Jawab: penyebab paling umum karena faktor umur, terjadi pada lansia karena
proses penuaan (amalia)
otot levator yang tidak berkembang dengan sempurna mempengaruhi membuka
mata bisa juga penyebabnya trauma (pinky)
2. Pencegahan apa yang dapat dilakukan pada ptosis bilateral (galuh)

3
Jawab: hidrasi tubuh dengan baik, hindari rokok dan alcohol, tidur cukup, dan
perbaiki nutrisi (khusnul)
3. Cara pengobatan ptosis bilateral (wp)
Jawab: menggunakan kacamata atau operasi (khusnul)
melatih otot mata yang terkena ptosis (elfira)
4. Apakah gejala ptosis bilateral termasuk gejala rabun (jazy)
Jawab: tidak karena prose situ terjadi karena gangguan saraf sedangkan rabun
karena kornea nya cekung atau cembung ( wp )
5. Apa faktor risiko untuk penyakit myasthenia gravis (lutfi)
Jawab: genetic, memiliki penyakit menular, sedang dalam pengobatan penyakit
jantung dan tekanan darah tinggi (amalia)
6. Adakah hubungan antara usia dengan gejala ptosis bilateral (khusnul)
Jawab: siapun bisa mengalami gejala tersebut namun yang lebih rentan terkena
gejala tersebut adalah lansia (nur hidayah)
7. Apakah ptosis bilateral saling berhubungan dengan diplopia (pinky)
Jawab: yak arena ptosis adalah turunnya kelopak mata dan diplopia adalah
melihat 2 bayangan padahal 1 obyek jadi akan sangat berpengaruh (galuh)
8. Aktivitas apa yang harus dihindari dari penderita myasthenia gravis (galuh)
Jawab: stress dan kelelahan karena hal itu dapat memicu kekambuhan (khusnul)
9. Bagaimana hubungan penglihatan ganda dengan kelemahan pola nafas (elfira)
Jawab:
10. Komplikasi dari penyakit myasyhenia gravis(danial)
Jawab : pasien mengalami kesulitan bernafas, terjadi gangguan autoimun lain
seperti gangguan kelenjar tiroid, terjadi tumor tymus, dan krisis myasthenia atau
otot-otot pernafasan terlalu lemah untuk berfungsi ( nur )
11. Adakah terapi yang dilakukan untuk penyembuhan penyakit myasthenia gravis
(nur)
Jawab: cek up dengan teratur, menghindari stress, tidak merokok, dan
menghindari debu (khusnul) dengan menemukan keseimbangan antara istirahat
dan aktivitas fisik untuk mencegah terjadinya kelemahan otot (galuh)
12. Mengapa ptosis pada kasus tersebut hanya membaik pada pagi hari (khusnul)
Jawab: karena pada saat malam hari pada saat tidur makan otot- otot juga
beristirahat dan rileks sehingga pada pagi hari keadaan akan membaik karena
belum melakukan aktivitas (galuh)
13. Apa yang akan terjadi jika gejala ptosis ini tidak ditangani dengan tepat (wp)
Jawab: otot maata akan semakin melemah dan sarafnya tidak bisa berfungsi
(shinta)

D. Kesimpulan dari Jawaban Sementara

4
E. Tujuan Belajar
1. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala penyakit myasthenia gravia
(amalia)
2. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi penyakit myasthenia gravis
(jazy)
3. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab penyakit myasthenia gravis (wp)
4. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan penyakit myasthenia
(khusnul)
5. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis penyakit myasthenia (nur)
6. Mahasiswa mampu mengetahui diagnose keperawatan yang berhubungan
dengan penyakit myasthenia (wp)
7. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana hubungan penglihatan ganda
dengan kelemahan pola nafas
8. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan penyakit myasthenia
gravis

F. Hasil Belajar
1. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala penyakit myasthenia gravis
jawab: Tanda dan gejala klinis Miastenia Gravis:
a) Kelemahan yang berfluktuasi pada otot rangka.
b) Kelemahan akan meningkat apabila sedang beraktivitas dan akan
berkurang apabila penderita istirahat.
c) Kelemahan otot-otot okular (otot mata) yang menimbulkan ptosis
(turunnya kelopak mata) dan diplopia.
d) Kelemahan otot wajah, leher, dan tenggorokan yang menyebabkan
kesulitan makan dan menelan.
e) Mudah lelah.
f) Pneumonia aspirasi berulang.
g) Massa mediastinal anterior. (galuh)
h) Kesulitan bernafas karena kelemahan otot – otot dinding dada
i) Sulit berbicara
j) Suara serak atau perubahan suara
k) Kelopak mata terkulai
l) Kesulitan menjaga tatapan (Danial)

2. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi penyakit myasthenia gravis


jawab: terjadi penurunan achr dan tidak dapat menghantarkan pada membrane
asinoptik (jazy),

5
Sel darah dan kelenjar timus menghasilkan antibodi yang menghambat,
merusak, atau melemahkan neuroreseptor (yang mentransmisikan impuls
saraf). Akibatnya, terjadi kegagalan dalam mentransmisi impuls saraf pada
taut neuromuscular. (Lutfi)
Dasar ketidaknormalan pada miasthenia gravis adalah adanya
kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel - sel otot karena kehilangan
kemampuan atau hilangnya reseptor normal membran postsinaps pada
sambungan neuromuskular.
Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh saraf besar bermielin yang berasal
dari sel kornu anterior medulla spinalis dan batang otak. Saraf – saraf ini
mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf – saraf spinal dan kranial menuju
ke perifer. Masing – masing saraf memiliki banyak sekali cabang dan mampu
merangsang sekitar 2.000 serabut otot rangka. Gabungan antara saraf motoric
dan serabut – serabut otot yang dipersarafi disebut unit motorik. Meskipun
setiap neuron motorik mempersarafi banyak serabut otot, tetapi setiap serabut
otot dipersarafi oleh hanya satu neuron motoric ( Price dan Wilson, 1995).
Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf motoric dan
serabut otot disebut sinaps neuromuscular atau hubungan neuromuscular .
Hubungan neuromuscular merupakan suatu sinaps kimia antara saraf dan otot
yang terdiri atas tiga komponen dasar, yaitu unsur prasinaps, elemen
postsinaps, dan celah sinaps yang mempunyai lebar sekitar 200 A. unsur
prasinaps terdiri atas aksom terminal dengan vesikel sinaps yang berisi
asetilikolin yang merupakan neurostransmiter. (Elfira)
Adanya kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel – sel otot karena
kekurangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membrane post sinaps
pada sambungan neuromuskular (Khusnul)

3. Mahasiswa mampu mengetahui penyebab penyakit myasthenia gravis


jawab:
a. penyebab tidak diketahui.
b. Antibbodi terhadap reseptor acethylcholine dalam sirkulasi dan
antibody pada membrane pascaungsional dapat ditentukan dengan
metode imunositokimia.
c. Mungkin terdapat kasus – kasus kongenital atau familial.
d. Tidak terdapat vtanda adanya lesi saraf.
e. Kelainan timus, baik pusat germinal maupun timoma.
f. Dapat tercetus karena obat – obatan, misalnya : obat antiseptic (
gentamicin). (Elfira)
g. Kelainan auto imun dan Genetic (keturunan).
h. Biasanya memperlihatkan gejala kelemahan pada muscular, ptosis,
kesulitan menghisap dan sesak napas. (Lutfi)
i. Kelaianan timus
j. Kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel otot
k. Gangguan autoimun dan gangguan tiroid lain (Khusnul)

6
l. Antibody menyerang neurotransmitter (Denial)
m. Kelenjar tius mengalami hyperplasia dan dapat mencetuskan respon
imun (pinky)

4. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan penyakit myasthenia


Jawab: Bisa dengan prosedur operasi yaitu timektomi(pengangkatan timus).
Timus berfungsi untuk pematangan sel T. timektomi akan mengurangi
produksi antibody.
Edukasi pasien dengan melakukan aktivitas pada pagi hari dan kurangi
aktivitas pada sore hari karena pada sore hari otot – otot akan mengalami
kelemahan.

a. Acetilkolinesterase
Dapat diberikan piridostigmin bromida (mestinon) 30 – 120 mg/ 3 – 4
jam/oral. Dosis parenteral 3 – 6 mg/4 – 6 jam/iv tiap hari akan
membantu pasien mengunyah, menelan, dan beberapa aktivitas sehari –
hari.
b. Kortikosteroid
Dapat diberikan prednison dimulai dengan dosis rawal 10 – 20 mg,
dinaikkan bertahap (5 – 10 mg/minggu) 1x sehari selang sehari,
maksimal 120mg/6jam/oral, kemudian diturunkan sampai dosis
minimal efektif.
c. Azatioprin
Merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan hasil yang
baik, efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid dan
terutama berupa gangguan saluran cerna, peningkatan enzim hati, dan
leukopenia.
d. Plasma Exchange (PE)
Digunakan pada situasi dimana terapi jangka pendek yang
menguntungkan menjadi prioritas.
e. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)
Dosis staandar IVIG adalah 400 mg/kgbb/hari pada 5 hari pertama,
dilanjutkan 1 gram/kgbb/hari selama 2 hari.
f. Timektomi
Umumnya dianjurkan pada pasien umur 10 – 55 tahun dengan
miastenia gravis generalisata. (Shinta)
g. Periode istirahat yang sering selama siang hari menghemt kekuatan.
h. Obat antikolinesterase diberikan untuk memperpanjang waktu paruh
asetilkolin di taut neuromuskular. Obat harus diberikan sesuai jadwal
setiap hari untuk mencegah keletihan dan kolaps otot.
i. Obat anti-inflamasi digunakan untuk membatasi serangan otoimun.
(Galuh)
j. Obat anti inflamasi, krisis myasthenia dengan obat tambahan, atrophin,
membantu pernafasan, flasmafiresis, dialysis darah (Pinky)

7
Penatalaksanaan Myasthenia Gravis:

a. Penatalaksanaan medis
Diarahlkan untuk meningkatkan fungsi da mengurangi serta menghilangkan
antibodi yang bersirkulasi.
a) Terapi farmakologis
 Mestinon adalah terapi lini pertama.
b) Terapi lain
 Timektomi
b. Penatalaksanaan keperawatan
a) Ajarkan pasien tentang perawatan diri
b) Patikan pasien memahami kerja medikasi
c) Anjurkan pasien untuk mengetahui waktu terbaik pemberian dosis harian
(Annia Nur)

Sintomatik, munogulatori, imunosutpresan (komang)

5. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis penyakit myasthenia


jawab: Myasthenia Gravis adalah penyakit kelemahan pada otot, maka gejala –
gejala yang ditimbulkan juga dapat dilihat dari terjadinya kelemahan pada
beberapa otot. Gejala – gejala yang timbul bervariasi pada tipe dan pada
bebrapa kasus. Bila penyakit hanya terbatas pada otot – otot mata saja, maka
perjalanan penyakitnya sangat ringan dan tidak akan menyebabkan kematian.
(Amalia)
Miastenia Gravis tidak jarang dijumpai, dengan angka prevalensi paling
sedikit 1 dalam 10.000. kelainan ini dapat mengenai individu pada semua
kelompok umur, tetapi terdapat puncak insidensi pada perempuan di usia dua
puluhan atau tiga puluhan dan pada laki – laki 50 dan 60. Secara keseluruhan,
perempuan yang terkena lebih sering daripada laki – laki, dengan
perbandingan 3:2. Ciri utamanya adalah kelemahan dan kelelahan otot – otot.
Kelemahan bertambah selama penggunaan berulang (kelelahan) dan dapat
membaik setelah istirahat atau tidur. Perjalanan MG sering bervariasi.
Eksaserbasi dan remisi dapat terjadi, terutama selama beberapa tahun pertama
setelah awitan penyakit. Remisi jarang yang sempurna atau permanen . infeksi
yang tidak berhubungan atau sistemik sering menyebabkan kelemahan
miastenik yang bertambah dan mencetuskan yang disebut krisis. (Shinta)
Ptosis akibat kelopak mata menggantung, diplopia atau penglihatan kabur,
kelemahan pada lengan, tangan, jari kaki, dan leher, ekspresi wajah berubah,
napas pendek-pendek. (Lutfi)
Gangguan reseptor acetilcolin sebagai penyakit yang berkembang progresif
laambat (danil)

8
6. Mahasiswa mampu mengetahui diagnose keperawatan yang berhubungan
dengan penyakit myasthenia Gravis
jawab:
1. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan gaya hidup kurang
gerak dan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
(Khusnul)
2. hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan fisik tidak
bugar(khusnul)
3. Gg citra tubuh yang berhubungan dengan penyakit dan perubahan
fungsi tubuh
4. risiko cidera yang berhubungan dengan faktor risiko internal disfungsi
efektor (komang)
5. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan keletihan otot
pernafasan (shinta)
6. Keletihan yang berhubungan dengan kelesuan fisiologis (penyakit)
(shinta)

7. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana hubungan penglihatan ganda


dengan kelemahan pola nafas
jawab: Ada 5 tingkatan dalam myasthenia Gravis:
a. Grade 1
Diawali dengan gejala ocular, akan sulit membuka matanya yang
biasa disebut dengan ptosis: membaik pada pagi hari
b. Grade 2 gejala ringan
Bukan hanya otot ocular yang terganggu namun otot yang lain
juga.
a) terutama pada ekstremitas
b) pada otot pernafasan
c. Grade 3 gejala sedang
Bukan hanya otot ocular tetapi otot yang lain juga
a) terutama pada ekstremitas
b) pada otot pernafasan
d. Grade 4 gejala berat
e. Grade 5 pasien sudah membutuhkan alat bantu pernafasan.
Penglihatan ganda dan kelemahan pola napas merupakan suatu tanda dan
gejala pada Miastenia Gravis. Gejala awal biasanya terjadi penglihatan ganda
atau diplopia yang merupakan suatu kondisi dimana mata melihat adanya dua
bayangan pada satu objek. Selanjutnya Miastenia Gravis menyerang otot-otot
wajah, laring,dan faring. Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui
hidung jika pasien mencoba menelan (otot-otot palatum), kemudian
menimbulkan suara abnormal atau suara nasal dan pasien tidak mampu
menutup mulut atau disebut tanda rahang menggantung.

9
Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya bentuk yang lemah dan
akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak lagi mampu
membersihkan lendir dari trakea dan cabang-cabangnya. (Galuh)
Gejala yang muncul pada pasien dg myasthenia sesuai dengan otot yang
berpengaruh, jadi tergantung dengan otot- otot yang terkena. (Khusnul)

G. Kasus
Seorang pria berusia 46 tahun dirawat di bangsal penyakit dalam dengan
keluhan penglihatan ganda. Berdasarkan pengkajian yang dilakukan perawat,
diketahui bahwa pasien mengalami ptosis bilateral dalam 2 minggu terakhir. Pasien
juga mengatakan bahwa dia membuka matanya dengan tangan pada saat membaca.
Dia tidak dapat mengemudi karena ptosis dan diplopia (double vision). Gejalanya
umumnya membaik di pagi hari dan mengalami perburukan setelahnya.
Keluarga pasien juga mengatakan bahwa pasien mengalami kelemahan di kedua
tangan dan kaki, mudah lelah, dan kesulitan bernafas sejak 2 bulan terakhir.

H. Asuhan Keperawatan
1. ANALISA DATA
NO DATA PROBLEM ETIOLOGI
1. DO: - Ketidakefektifan pola Keletihan otot
nafas pernafasan
DS:
1. pasien mengatakan
kesulitan bernafas sejak 2
bulan terakhir
2. Pasien mengatakan mudah
lelah

2. DO: - Intoleransi aktivitas Ketidakseimbangan


antara suplai dan
DS: kebutuhan oksigen
1. pasien mengatakan gejala
membaik pada pagi hari dan
mengalami pemburukan
setelahnya.
2. Keluarga mengatakan
pasien mengalami kelemahan
pasa tangan dan kaki
3. Pasien mengatakan mudah
lelah
4. pasien mengatakan kesulitan
bernafas sejak 2 bulan terakhir

10
3. DO: - Hambatan mobilitas Gangguan
fisik neuromuskular
DS:
1. pasien mengatakan kesulitan
bernafas sejak 2 bulan terakhir
2. Pasien tidak dapat
mengemudi
3. Keluarga mengatakan
pasien mengalami kelemahan
pasa tangan dan kaki
4. DO: Risiko jatuh Penurunan
1. Mengalami ptosis dan kekuatan
diplopia ekstermitas bawah

DS:
1.pasien mengatakan harus
membuka matanya dengan
tangan pada saat membaca
2. pasien mengatakan tidak
dapat mengemudi karena
ptosis dan diplopia

Prioritas Diagnosa:

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Keletihan otot pernafasan.


2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
3. Risiko jatuh berhubungan dengan Penurunan kekuatan ekstermitas bawah.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan Gangguan neuromuskular.

11
2. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (NIC & NOC)

N DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI RASIONAL


O KEPERAWAT (NIC)
AN
1. Ketidakefektifa Setelah dilakukan Manajemen jalan - Untuk
n pola nafas tindakan nafas: mengeluark
berhubungan keperawatan - Lakukan an dan
dengan selama 3x24 jam fisioterapi dada, membersihk
Keletihan otot pasien dapat sebgaimana an jalan
pernafasan. mencapai status mestinya nafas dari
pernafasan: - Posisikan pasien sekret
- Frekuensi untuk - Agar pasien
pernafasan dari memaksimalkan dapat
skala 2 (cukup ventilasi bernagfas
berat) menjadi - Intruksikan dengan baik
skala 5 (tidak bagaimana agar - Agar pasien
ada). bisa melakukan dapat
- Irama nafas dari batuk efektif membuka
skala 2 (cukup - Motivasi pasien jalan
berat) menjadi bernafas pelan, nafasnya
skala 5 (tidak dalam, berputar - Agar pasien
ada). dan batuk. bisa
- Saturasi bernafas
oksigen dari secara
skala 3 terkontrol
(sedang)
menjadi skala 5
(tidak ada).
2. Intoleransi Setelah dilakukan Terapi aktivitas: - Melatih
aktivitas tindakan - Pertimbangan kemampuan
berhubungan keperawatan kemampuan aktivitas
dengan selama 3x24 jam klien dalam pasien serta
Ketidakseimba pasien dapat berpartisipasi meningkatk
ngan antara mencapai toleransi melalui an adanya
suplai dan terhadap aktivitas: aktivitas aktivitas
kebutuhan - Saturasi oksigen spesifik. yang lebih
oksigen. ketika - Dorong spesifik,
beraktivitas dari aktivitas sehingga
skala 3(cukup kreatif yang mampu
terganggu) tepat. mengetahui
menjadi skor - Bantu klien dan
5(tidak untuk mempertimb
terganggu). menjadwalkan angkan

12
- Frekuensi waktu – waktu kemampuan
bernafas ketika spesifik terkait klien dalam
beraktivitas dengan berpartisipas
3(cukup aktivitas i dengan
terganggu) harian. aktif.
menjadi skor - Bantu klien - Meningkatk
5(tidak dan keluarga an
terganggu) untuk kemampuan
- Kekuatan tubuh mnegidentifika aktivitas
bagian atas si kelemahan pasien
3(cukup dalam level - Meningkatk
terganggu) aktivitas an rasa
menjadi skor tertentu. aman dan
5(tidak nyaman
terganggu) - Mengetahui
- Kekuatan tubuh level
bagiaan bawah kelemahan
3(cukup pada saat
terganggu) pasien
menjadi skor melakukan
5(tidak kesalahan
- terganggu)

3. Risiko jatuh Setelah dilakukan Pencegahan jatuh: - Agar dapat


berhubungan tindakan - Identifikasi mengetahui
dengan keperawatan perilaku dan ada tidaknya
Penurunan selama 3x24 jam faktor yang penambahan
kekuatan pasien dapat mempengaruhi faktor risiko
ekstermitas mencapai kejadian risiko jatuh. - Agar pasien
bawah. jatuh: - Monitor dapat
- Jatuh saaat kemampuan menegtahui
berdiri dari untuk berpindah tingkatan
skala 3 (4-6) dari tempat tidur kekuatan
menjadi skala 5 ke kursi dan dalam
(tidak ada) sebaliknya melakukan
- Jatuh saat - Gunakan tempat kegiatan
berjalan dari tidur ssetengah fisik
skala 3 (4-6) isi air ditempat - Agar dapat
menjadi skala 5 tidueer untuk membatasi
(tidak ada) membatasi pergerakan
- Jatuh saat ke pergerakan dan
kamar mandi dengan tepat mengetahui
dari skala 3 (4- - Hindari kenyamanan

13
6) menjadi skala meletakkan pasien
5 (tidak ada) sesuatu secara
tidak teratur
dipermukaan
lantai
4. Hambatan Setelah dilakukan Terapi latihan: - Untuk
mobilitas fisik tindakan mobilitas sendi: membantu
berhubungan keperawatan - Kolaborasikan mengemban
dengan selama 3x24 jam dengan ahli gkan dan
Gangguan pasien dapat terapi fisik menerapkan
neuromuskular. mencapai dalam program
pergerakan: mengembangka lattihan
- Keseimban n dan - Untuk
gan dari menerapkan mengedukas
skala 2 sebuah program i pasien dan
(banyak latihan. keluarga
terganggu) - Jelaskan pada terkait
menjadi pasien atau latihan sendi
skala 4 keluarga - Untuk
(sedikit manfaat dan memotivasi
terganggu) tujuan pasien latian
- Cara melakukan ROM
berjalan latihan sendi - Untuk
dari skala 2 - Dukung latihan mengatur
(banyak ROM pasif atau jadwal
terganggu) ROM dengan latihan
menjadi bantuan, sesuai ROM aktif
skala 4 indikasi dengan
(sedikit - Bantu pasien psien
terganggu) membuat
- Gerakan jadwal latihan
otot dari ROM aktif
skala 2
(banyak
terganggu)
menjadi
skala 4
(sedikit
terganggu)
- Berjalan
dari skala 2
(banyak
terganggu)

14
menjadi
skala 4
(sedikit
terganggu)
- Bergerak
dengan
mudah dari
skala 2
(banyak
terganggu)
menjadi
skala 4
(sedikit
terganggu)

3. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


KEPERAWATAN
Ketidakefektifan pola 1. Melakukan fisioterapi Sabtu, 26 Maret 2019
nafas berhubungan dada, sebgaimana Pukul 13.00
dengan Keletihan otot mestinya
pernafasan. 2. Memposisikan pasien S:
untuk memaksimalkan - Pasien mengatakan mudah
ventilasi lelah
3. Mengintruksikan - Kesulitan bernafas sejak 2
bagaimana agar bisa bulan terakhir.
melakukan batuk efektif O:
4. Memotivasi pasien
bernafas pelan, dalam, A:Masalah teratasi sebagian.
berputar dan batuk.
P:Lanjutkan tindakan!!
- Melakukan fisioterapi dada,
sebgaimana mestinya
- Mengintruksikan bagaimana
agar bisa melakukan batuk
efektif

Tanggal
Ttd,

Perawat

15
Intoleransi aktivitas 1. Mempertimbangan Sabtu, 26 Maret 2019
berhubungan dengan kemampuan klien dalam Pukul 13.00
Ketidakseimbangan berpartisipasi melalui
antara suplai dan aktivitas spesifik. S:
kebutuhan oksigen. 2. Mendorong aktivitas - pasien mengatakan gejala
kreatif yang tepat. membaik pada pagi hari dan
3. Membantu klien untuk mengalami pemburukan
menjadwalkan waktu – setelahnya.
waktu spesifik terkait - Keluarga mengatakan
dengan aktivitas harian. pasien mengalami kelemahan
4. Membantu klien dan pasa tangan dan kaki
keluarga untuk - Pasien mengatakan mudah
mnegidentifikasi lelah
kelemahan dalam level - pasien mengatakan kesulitan
aktivitas tertentu. bernafas sejak 2 bulan terakhir

O: -

A: Masalah teratasi sebagian.

P: lanjutkan tindakan!
- Mendorong aktivitas
kreatif yang tepat.
- Membantu klien dan
keluarga untuk
mnegidentifikasi
kelemahan dalam level
aktivitas tertentu.

Tanggal
Ttd,

Perawat

Risiko jatuh 1. Mengidentifikasi perilaku Sabtu, 26 Maret 2019


berhubungan dengan dan faktor yang Pukul 13.00
Penurunan kekuatan mempengaruhi risiko
ekstermitas bawah. jatuh. S:
2. Memonitor kemampuan - pasien mengatakan harus
untuk berpindah dari membuka matanya dengan

16
tempat tidur ke kursi dan tangan pada saat membaca
sebaliknya - pasien mengatakan tidak
3. Menggunakan tempat dapat mengemudi karena
tidur ssetengah isi air ptosis dan diplopia
ditempat tidueer untuk
membatasi pergerakan O: Mengalami ptosis dan
dengan tepat diplopia
4. Menghindari meletakkan
sesuatu secara tidak A: Masalah teratasi sebagian
teratur dipermukaan lantai
P: Lanjutkan tindakan!
- Memonitor kemampuan
untuk berpindah dari
tempat tidur ke kursi dan
sebaliknya

Tanggal
Ttd,

Perawat

Hambatan mobilitas 1. Mengkolaborasikan Sabtu, 26 Maret 2019


fisik berhubungan dengan ahli terapi fisik Pukul 13.00
dengan Gangguan dalam mengembangkan
neuromuskular. dan menerapkan sebuah S:
program latihan. - pasien mengatakan kesulitan
2. Menjelaskan pada pasien bernafas sejak 2 bulan terakhir
atau keluarga manfaat dan - Pasien tidak dapat
tujuan melakukan latihan mengemudi
sendi - Keluarga mengatakan
3. Mendukung latihan ROM pasien mengalami kelemahan
pasif atau ROM dengan pasa tangan dan kaki
bantuan, sesuai indikasi
4. Membantu pasien O: -
membuat jadwal latihan
ROM aktif A: Masalah teratasi sebagaian.

P: lanjutkan tindakan
- Mendukung latihan ROM
pasif atau ROM dengan
bantuan, sesuai indikasi

17
- Membantu pasien
membuat jadwal latihan
ROM aktif

Tanggal
Ttd,

Perawat

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

19
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarrth. 2007. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC

Natadidjaja, Hendarto.1990.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Sunarupa Aksara.

Muttaqin, Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan.Jakarta:Penerbit Salemba Medika.

Natadidjaja, Hendarto.1990.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Sunarupa Aksara.)

Smeltzer, Suzanne C. Bare, Brendag. 2002. Keperawatan Medikal


Bedah.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran.

20

Anda mungkin juga menyukai